• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Literasi Informasi Mahasiswa Program Studi Psikologi Universitas HKBP Nommensen Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Literasi Informasi Mahasiswa Program Studi Psikologi Universitas HKBP Nommensen Medan"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

8 KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Literasi informasi

Konsep Literasi Informasi (LI) dan peranan pentingnya dalam

pembelajaran formal telah menjadi kajian utama, terutama dalam dunia

pendidikan. Pada pendidikan di perguruaan tinggi dalam proses belajar mahasiswa

harus mampu membiasakan diri dengan cara baru dalam mengukuti pendidikan.

Mahasiswa harus mencari sendiri, melatih diri dan menyerap materi yang

diberikan dosen.

Istilah literasi informasi pertama kali diperkenalkan oleh Paul Zurkowski

pada tahun 1974. Zurkowski berpendapat bahwa orang yang terlatih untuk

menggunakan sumber-sumber informasi dalam menyelesaikan tugas mereka

disebut melek informasi (information literate) (Eisenberg 2004, 3). Pendapat yang

sama diberikan oleh American Library Association (ALA): “ untuk menjadi orang

yang melek informasi itu dibutuhkan dan memiliki kemampuan untuk

menemukan, mengevaluasi, dan menggunakan informasi yang dibutuhkan secara

efektif ”.

Menurut Verzosa (2009), literasi informasi dapat diartikan sebagai

kemampuan untuk mengakses dan mengevaluasi informasi secara efektif untuk

memecahkan masalah dan membuat keputusan. Seseorang yang memiliki literasi

informasi adalah orang yang tahu bagaimana belajar untuk belajar (learning how

to learn) karena mereka biasa tahu bagaimana informasi itu dikelola, cara

(2)

9 Defenisi lain dikemukan dalam Dictionary for library and Information

Science dinyatakan bahwa pengertian kebutuhan informasi adalah sebagai

berikut:“Information need is a gap in a person’s knowledge that, when

experienced at a conscious level as a question, gives rise to a search for and

answer” (Reitz 2004, 357). Kebutuhan informasi merupakan kesadaran akan

sesuatu yang tidak diketahui dan merumuskannya dalam bentuk pernyataan yang

membutuhkan jawaban.

Kegiatan literasi informasi pada awalnya hanya untuk informasi tercetak.

Namun seiring dengan kemajuan teknologi informasi, maka kini kegiatan literasi

informasi tidak lagi hanya pada informasi tercetak tetapi juga pada informasi

elektronik. Perkembangan teknologi informasi dan sumber informasi

mengakibatkan ledakan informasi sehingga setiap mahasiswa dapat menerima

informasi apapun dan dari manapun tanpa batas dan filter. Untuk itu setiap

mahasiswa dituntut untuk memiliki keterampilan atau skill untuk memenuhi

kebutuhan informasi yang sering disebut dengan istilah literasi informasi. Literasi

Informasi dianggap sebagai keterampilan penting dan utama dalam menyelesaikan

berbagai masalah atau dikenal dengan istilah ‘problem solving and decision

making skills’. Kemampuan ini teramat sangat diperlukan dan menjadi salah satu

kebutuhan dasar agar dapat tetap survive di era informasi. Agar proses pemenuhan

kebutuhan akan informasi berhasil dengan sukses, maka sangat perlu seseorang

memahami tentang literasi informasi.

Literasi informasi menurut Association of College and Reseach Libraries

(3)

10 and have the abilitiy to locate, evaluate, and use needed information effectively”.

Seseorang yang terampil dalam literasi informasi tidak hanya akan memiliki

kemampuan untuk mengenal kapan ia membutuhkan informasi, tetapi ia juga

memiliki kemampuan untuk menemukan informasi, dan mengevaluasinya, serta

mampu mengeksploitasi informasi untuk mengambil berbagai keputusan yang

tepat sasaran.

Individu yang information literate akan memiliki rasa percaya diri,

kemandirian, penuh inisiatif, dan memiliki motivasi tinggi dalam melakukan

berbagai aktivitas. Di samping itu, ia adalah individu yang tahu bagaimana cara

belajar dan terus melakukan upaya untuk melakukan lifelong learning yang

menjadi misi utama dari penyelenggaraan pendidikan. Literasi informasi pada

hakikatnya merupakan prasyarat, inti (core), dan dasar atau fondasi dari lifelong

learning. Sehingga, kedua konsep ini tidak dapat dipisahkan, satu dengan lainnya.

Menurut Dictionary for library and information science oleh Reitz (2004,

356) literasi informasi adalah :

“Skill in finding the information one needs, including and understanding of how libraries are organized, familiarity with resource they provide ( including information formats and automated search tools), and knowledge of commonly used techniques. The concept also includes the skill required to critically evaluate information contents and employ it effectively, as well as understanding of the technological infrastructure on which information transmission is based, including its social, and cultural context and impact”.

Merujuk pada tulisannya dapat diartikan bahwa literasi informasi adalah

kemampauan dalam menemukan informasi yang dibutuhkan, termasuk

pemahaman bagaimana bahan perpustakaan diatur, akrab dengan sumber yang

(4)

11 pengetahuan dari teknik yang biasa digunakan. Konsep tersebut juga mencakup

kemampuan yang dibutuhkan untuk mengevaluasi isi informasi dengan kritis dan

menggunakannya secara efektif , seperti pemahaman terhadap perangkat teknologi

sebagai dasar penyampaian informasi, termasuk bidang sosial, politik, konteks

budaya dan dampaknya.

Chartered Institute Of Library And Information Profesional (CILIP 2005,

2) mendefenisikan literasi informasi sebagai “information literacy knowing when

and why you need information, where to find it, and how to evaluate, use and

communicate it in an ethical manner”. (kemampuan seseorang untuk mengetahui

kapan dan mengapa informasi dibutuhkan, dimana menemukan informasi

tersebut, bagaimana mengevaluasi informasi yang didapat, menggunakannya serta

mengkomunikasikannya secara etis). Tidak jauh berbeda pengertian literasi

informasi juga diberikan Librarian’s Information Literacy Annual Conference

(LILAC 2013) yaitu “information literacy as the ability to find, use, evaluate and

communicate information". Literasi informasi dilihat sebagai landasan

pembelajaran dan keterampilan penting dalam era digital dan era belajar seumur

hidup. Liputan laporan media seperti Google Generation dan Digital Britain

menunjukkan bagaimana keterampilan literasi informasi semakin diakui sangat

penting oleh orang-orang diluar profesi perpustakaan.

Penelitian yang sama juga dilakukan pada lima perguruan tinggi negeri

yang telah menetapkan program literasi di Ohio: College of Wooster, Denison

University, Kenyon College, Oberlin College, dan Ohio Wesleyan University yang

(5)

12 informasi adalah untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan literasi

informasi mahasiswa. Meningkatkan literasi informasi mahasiswa diperlukan

kolaborasi antara peranan perpustakaan untuk merancang dan melaksanakan tugas

yang akan melibatkan komponen literasi informasi. Sehingga disimpulkan bahwa

perpustakaan dan fakultas bekerja sama mengenai sistem temu kembali atau

mengevaluasi informasi sesuai disiplin ilmu mereka dan mengajarkan kemampuan

tersebut kepada peserta didiknya.

Kolaborasi antara peranan perpustakaan dan fakultas sangat mendukung

dalam memperkenalkan istilah literasi informasi agar memperoleh literasi

informasi tersebut. Penguasaan teknologi informasi juga akan sangat

memudahkan seseorang memiliki literasi informasi. Oleh karena itu literasi

informasi dijadikan sebagai keterampilan penting dalam era digital saat ini dan

landasan pembelajaran seumur hidup. Berdasarkan pengertian literasi informasi

yang diuraikan di atas maka yang dimaksud dengan literasi informasi adalah

kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mengakses, menganalisis,

mengevaluasi, mengkomunikasikan informasi yang telah diperoleh secara efektif

dan efisien sehingga dapat memecahkan berbagai masalah dalam pemenuhan

kebutuhan informasi.

2.2. Tujuan literasi informasi

Literasi informasi sangat berguna bagi perguruan tinggi sehingga

mengharuskan peserta didik sebagai individu yang information literate untuk

mendukung pendidikan dan implementasi kurikulum berbasis kompetensi untuk

(6)

13 informasi. Menurut Doyle yang dikutip oleh Wijetunge (2005, 33) dengan

memiliki keterampilan literasi informasi maka seorang individu mampu:

a. Menentukan informasi yang akurat dan lengkap yang akan menjadi

dasar dalam membuat keputusan.

b. Menentukan batasan informasi yang dibutuhkan.

c. Memformulasikan kebutuhan informasi.

d. Mengidentifikasi sumber informasi potensial.

e. Mengembangkan strategi penelusuran yang sukses.

f. Mengakses informasi yang dibutuhkan secara efektif dan efisien.

g. Mengevaluasi informasi.

h. Mengorganisasikan informasi.

i. Menggabungkan informasi yang dipilih menjadi dasar pengetahuan

seseorang.

j. Menggunakan informasi secara efektif untuk mencapai tujuan

tertentu.

Berdasarkan uraian di atas, maka literasi informasi memiliki tujuan

memampukan seseorang untuk menafsirkan informasi sebagai pengguna

informasi dan menjadi penghasil informasi bagi dirinya sendiri. The United

Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO 2007)

menyatakan bahwa tujuan literasi informasi adalah:

1. Memampukan seseorang agar mampu mengakses dan memperoleh

informasi mengenai kesehatan, lingkungan, pendidikan, dan pekerjaan.

2. Memandu mereka dalam membuat keputusan yang kritikal mengenai

kehidupan mereka.

3. Lebih bertanggung jawab terhadap kesehatan dan pendidikan.

Literasi informasi bertujuan membantu seseorang dalam memenuhi

kebutuhan informasi untuk kehidupan pribadinya baik dalam pendidikan,

kesehatan, pekerjaan maupun lingkungan masyarakat dengan cara memanfaatkan

sumberdaya yang tersedia. Literasi informasi dibutuhkan agar pengguna memiliki

kemampuan untuk menggunakan informasi dan teknologi komunikasi dan

aplikasinya di era globalisasi informasi saat ini untuk mengakses dan

(7)

14 2.3. Manfaat literasi Informasi

Memiliki literasi informasi memberikan kemudahan dalam melakukan

berbagai hal yang berhubungan dengan kegiatan penelusuran informasi.

Menurut Hancock (2004, 1) terdapat beberapa manfaat literasi informasi,

meliputi:

1. Untuk Pelajar

Pelajar memiliki peran yang aktif dalam proses belajar mengajar dan dituntut untuk belajar secara mandiri. Sedangkan pengajar hanya akan menjadi fasilitator. Mahasiswa tidak akan tergantung kepada pengajar karena dapat belajar secara mandiri dengan kemampuan literasi informasi yang dimiliki. Hal ini dapat dilihat dari penampilan dan kegiatan mereka di lingkungan belajar. Pelajar yang melek informasi merupakan konsumen yang potensial dari sumber-sumber informasi. Mahasiswa yang literat juga akan berusaha belajar mengenai berbagai sumber daya informasi dan cara penggunaan sumber-sumber informasi, serta akan menjadi lebih kritis ketika menggunakan sumber informasi.

2. Untuk Masyarakat

Literasi informasi bagi masyarakat sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam lingkungan pekerjaan. Masyarakat yang literat mengetahui cara menggunakan informasi untuk mendapatkan kemudahan-kemudahan dalam membuat keputusan misalnya saat mencari bisnis atau mengelola bisnis dan berbagi informasi dengan orang lain.

3. Untuk Pekerja

(8)

15 Menurut Prasetiawan (2011, 3) manfaat dari literasi informasi antara

lain:

1. Literasi informasi membekali individu dengan ketrampilan untuk

pembelajaran seumur hidup (lifelong learning)

2. Literasi informasi tidak sekedar mengetahui cara menggunakan

komputer/ internet

3. Literasi informasi membantu pengguna memanfaatkan informasi

relevan sebagai sarana decision making (pengambilan keputusan)

4. Literasi informasi memungkinkan untuk mengkritisi daya guna

informasi

5. Literasi informasi mendorong kita untuk berpikir kritis dan kreatif

(critical & creative thinking)

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat diketahui bahwa di era

globalisasi informasi, literasi informasi bermanfaat bagi setiap individu, baik

pelajar, masyarakat, maupun pekerja. Literasi informasi yang dimiliki setiap

individu akan membekali keterampilan untuk pembelajaran seumur hidup dengan

mengetahui penggunaan teknologi informasi sehingga memungkinkan terciptanya

sebuah pengetahuan baru dan membantu seseorang dalam mengambil

keputusan-keputusan dengan berpikir secara kritis dan kreatif ketika menghadapi berbagai

masalah maupun ketika membuat suatu kebijakan agar mampu bertahan dalam

persaingan.

2.4. Model literasi informasi

Literasi informasi selalu berkembang dengan memunculkan berbagai jenis

model literasi informasi yang dapat diterapkan pada pelajar, masyarakat umum,

dan pegawai kantoran. Beberapa model literasi informasi yang sudah banyak

(9)

16 1. Seven Pillars model

SCONUL (Standing Conference of National and University Libraries) di Inggris mengembangkan model konseptual yang disebut Seven Pillars of Information Literacy.

Gambar 2.1. Model Seven Pillar

terdari 2 himpunan keterampilan dan 7 pilar

Keterampilan dasar literasi informasi (pilar 1 sampai 4) merupakan dasar bagi semua isu dan topik, dapat diajarkan pada semua tingkat pendidikan. Keterampilan tersebut juga diperkuat dan diperkaya meSedangkani penggunaan berkala serta pembelajaran sepanjang hayat, umumnya meSedangkani program dan sumber yang disediakan oleh perpustakaan. Untuk mencapai pilar 5 sampai 7, tantangan yang dihadapi lebih besar karena keanekaragaman orang.

Model Seven Pillar terdiri dari 2 himpunan keterampilan dan 7 pilar, yaitu: 1) Kemampuan untuk mengenali informasi yang dibutuhkan

2) Kemampuan untuk membedakan cara mengatasi kesenjangan informasi

a. Pengetahuan tentang sumber-sumber informasi yang tepat, baik

tercetak maupun dan tidak tercetak

b. Memilih sumber-sumber dengan tepat untuk menangani tugas

yang sedang dikerjakan

(10)

17

c. Kemampuan untuk memahami isu-isu yang memengaruhi

kemampuan mengakses sumber-sumber

3) Kemampuan membangun strategi untuk menemukan informasi

a. Memahami informasi yang dibutuhkan hingga sesuai dengan

sumbernya

b. Mengembangkan metode sistematis yang sesuai untuk

kebutuhannya

c. memahami prinsip-prinsip pembuatan dan pengembangan

pangkalan data

4) Kemampuan menemukan dan mengakses informasi

a. Memahami informasi yang dibutuhkan hingga sesuai dengan

sumbernya

b. Mengembangkan metode sistematis yang sesuai untuk

kebutuhannya

c. Memahami prinsip-prinsip pembuatan dan pengembangan

pangkalan data

5) Kemapuan untuk membandingkan dan mengevaluasi informasi yang

a. Dihasilkan dari sumber-sumber yang berbeda

b. Mengetahui isu bias dan kewenangan

c. Mengetahui proses kajian sejawat penerbitan ilmiah

d. Mengetahui proses pemilihan yang tepat akan informasi yang

dibutuhkan

6) Kemampuan mengorganisir, menggunakan dan mengomunikasikan informasi kepada yang orang lain dengan cara yang tepat sesuai situasi

a. Menyitir rujukan bibliografi dalam laporan akhir dan tesis

b. Membangun sistem bibliografi

c. Menggunakan informasi untuk memecahkan masalah yang

dihadapi

d. Mengkomunikasikan secara efektif dengan menggunakan media

yang sesuai

e. Memahami isu-isu hak cipta dan plagiarism

7) Kemampuan menggabungkan dan membangun informasi yang ada, sebagai masukan untuk menciptakan pengetahuan baru (Bainton 2001, 5-6)

2. Bruce’s Seven faces of information literacy

Bruce menggunakan pendekatan informasi terhadap literasi informasi. Ada tiga strategi yang diusulkannya yaitu :

1) Ancangan perilaku (behaviourist approach), menyatakan untuk dapat

digambarkan sebagai melek informasi, seseorang harus menunjukkan karakteristik tertentu serta mendemonstrasikan ketrampilan tertentu yang dapat diukur. Pendekatan semacam itu dianut oleh ACRL dalam standarnya.

2) Ancangan konstrukvis (constructivist approach), tekanan pada

(11)

18

3) Ancangan relasional, dimulai dengan menggambarkan fenomena dalam

bahasa dari yang telah dialami seseorang.

Adapun 7 wajah literasi informasi digambarkkan dalam Tabel sebagai berikut : Table 2.1 Seven faces of information literacy

Kategori satu :

Konsepsi teknologi informasi

Literasi informasi dilihat sebagai penggunaan teknologi informasi untuk keperluan temubalik informasi serta komunikasi

Kategori dua :

Konsepsi sumber ke informasi

Literasi informasi dilihat sebagai menemukan informasi yang berada di sumber informasi

Kategori tiga :

Konsepsi proses informasi

Literasi informasi diihat sebagai melaksanakan sebuah proses

Kategori empat :

Konsepsi pengendalian informasi

Literasi informasi diihat sebagai pengendalian informasi

Kategori lima :

Konsepsi kontruksi pengetahuan

Literasi informasi diihat sebagai pembuatan basis pengetahuan pribadi pada bidang baru yang diminatinya Kategori enam :

Konsepsi perluasan pengetahuan

Literasi informasi diihat sebagai

berkarya dengan pengetahuan dan perspektif pribadi yang dipakai sedemikian rupa sehingga mencapai wawasan baru

Kategori tujuh : Konsepsi kearifan

Literasi informasi diihat sebagai menggunakan informasi secara bijak agar tidak merugikan orang lain

3. Kuhlthau Information Seeking

Dikembangkan oleh Carol Kuhlthau yaitu seorang Profesor dibidang ilmu perpustakaan dan informasi pada University of New Jesery. Pada jenis model ini menunjukkan bagaimana proses setiap penelitian dan bagaimana mengembangkan setiap tahap. Menurut Kuhlthau ada beberapa keterampilan yaitu:

a. Initiation b. Selection c. Exploration d. Formulation e. Collection f. Search

(12)

19

4. McKinsey Model

Model McKinsey merupakan pengembangan lebih lanjut dari model literasi informasi yang telah ada sebelumnya. Dimulai dari kebutuhan bisnis, namun karena diadaptasikan untuk literasi informasi, maka dimulai dengan kebutuhan informasi. Kebutuhan ini muncul dari masalah bisnis atau masalah penelitian, studi kasus ataupun tugas kuliah. Mahasiswa pascasarjana bisnis (graduate business students) memerlukan 10 ketrampilan untuk melakukan penelitian pada abad informasi ini. Adapun kesepuluh ketrampilan itu ialah :

a. Fokus pada topik (persempit topik/perluas ruang lingkup)

b. Bekerja dalam urutan kronologis terbalik, pertama kali menelusur

informasi terbaru

c. Memahami signifikansi terminologi dan tentukan tajuk subjek yang

benar

d. Menganekaragamkan sumber (gunakan buku, majalah, situs internet,

dll)

e. Gunakan strategi Boolean (AND,OR,NOT) pada penelusuran

komputer

f. Gandakan sumber sampai tiga kali (identifikasi sebanyak tiga kali

rujukan dari yang diperluk

g. Evaluasi secara kritis materi yang ditemubalik; harus memiliki

kecurigaan pada sumber yang berasal dari Web;

h. Asimilasikan informasi; jangan plagiat, masukkan gagasan sendiri ke

dalam topik penelitian

i. Sitir semua sumber

Setelah masalah diidentifikasi, langkah selanjutnya ialah analisis masalah Oleh McKinsey disebut perangkaan masalah atau mendefinisikan batas masalah kemudian memecahnya menjadi unsur komponen untuk sampai ke hipotesis awal sebagai pemecahan. Langkah berikutnya disain analisis, kemudian dilanjutkan dengan pengumpulan data, terutama dengan fact finding serta wawancara, Berikutnya menafsirkan hasil, analisis serta evaluasi untuk menguji hipotesis. Langkah paling akhir dalam model McKinesy ialah penyajian akhir (Sulistyo-Basuki 2013).

Berdasarkan uraian di atas model Seven Pillars, Bruce’s Seven faces of

information literacy, Kuhlthau Information Seeking dan McKinsey merupakan

model literasi informasi yang disusun dari tahapan penggunaan informasi dan

banyak digunakan untuk memecahkan suatu masalah, setiap tahapan

(13)

20 penelitian dan pengembangan setiap tahapan sehingga diperoleh kemampuan

menciptakan informasi, dan menilai informasi.

Dari penelitian sebelumnya tentang perbandingan model literasi informasi

untuk pendidikan tinggi diketahui bahwa empat model tersebut dapat memenuhi

standar literasi informasi bagi pendidikan tinggi yang sesuai dengan Psychology

Information Literacy Standards berdasarkan ACRL.

2.5. Elemen Literasi Informasi

Konsisten dengan definisi literasi informasi yang telah dikembangkan untuk

digunakan dalam pendidikan tinggi dan sebagaimana didalilkan oleh Campbell

yang dikutip oleh Catts dan Jesus (2008, 12) yang berlaku di semua domain untuk

perkembangan manusia. Maka elemen literasi informasi, yaitu:

1. Mengakui kebutuhan informasi (recognize information need)

Komponen pertama literasi informasi merupakan kesadaran bahwa informasi diperlukan untuk memecahkan masalah. Langkah ini membedakan literasi informasi dengan penerimaan informasi pasif yang diberikan. Kesadaran akan kebutuhan bukan kapasitas statis akan tetapi salah satu yang perlu diterapkan. Setiap orang memilih untuk menerima informasi yang diberikan dan menguji keakuratan informasi yang disediakan dengan mencari informasi tambahan.

2. Mencari dan mengevaluasi kualitas informasi (locate and evaluate

the quality of information)

Keterampilan yang dibutuhkan untuk mencari informasi tergantung pada konteks di mana seseorang menerapkan keterampilan literasi informasinya. Dalam keadaan seperti ini, biasanya ada beberapa jaminan kualitas sumber informasi. Mencari informasi menggunakan mesin pencari di internet seringkali tidak terfilter pada kualitas informasinya. Pendidikan dan pelatihan diperlukan untuk membantu memperoleh keterampilan tidak hanya menemukan, tetapi juga untuk mengevaluasi sumber informasi. Oleh karena itu indikator literasi informasi harus mencakup keterampilan ini.

3. Menyimpan dan temu-kembali informasi (store and retrieve

information)

(14)

21 Sebagai contoh masyarakat pribumi memiliki tempat-tempat khusus di mana informasi tersebut disimpan dan diakses untuk

ditransmisikan ke setiap generasi. Perusahaan melakukan

pembukuan, saham, pesanan dan profil pelanggan mereka dengan era digital. Begitu juga halnya dengan perpustakaan dalam penyimpanan pengetahuan pada era digital saat ini. Oleh karena itu, kemampuan untuk menyimpan dan temu-kembali informasi menjadi indikator literasi informasi.

4. Memanfaatkan efektivitas dan penggunaan etika informasi (make

effective and ethical use of information)

Efektivitas penggunaan informasi kemungkinan akan dicakup dalam survei pemecahan masalah dan pemikiran kritis, serta dalam aspek keaksaraan. Kesadaran akan etika penggunaan informasi tidak dapat didokumentasikan dalam survei yang ada. Jika hal ini dikonfirmasi akan menunjukkan kesenjangan yang akan dibahas dalam pembangunan masa depan.

5. Menerapkan informasi untuk membuat dan mengkomunikasikan

pengetahuan (apply information to create and communicate knowledge)

Tujuan literasi informasi adalah memungkinkan setiap orang untuk membuat dan menggunakan pengetahuan baru dan karenanya komponen ini merupakan produk dari praktek literasi informasi.

Berdasarkan uraian diatas, maka ada beberapa langkah atau tahapan yang

diSedangkani dalam penerapan proses literasi informasi yang disebut “siklus

hidup”.

Menurut Horton (2007, 8) sebelas tahapan siklus hidup literasi informasi,

yaitu :

1. Tahap Satu: menyadari bahwa kebutuhan atau masalah yang ada

membutuhkan resolusi informasi yang memuaskan.

Ketika menghadapi masalah atau mencoba untuk membuat keputusan, informasi dapat membantu dalam merumuskan masalah atau keputusan yang lebih akurat dan lengkap. Hal ini juga dapat membantu mengidentifikasi berbagai alat, metode, pendekatan dan

teknik; mengidentifikasi berbagai domain dan konteks;

mengidentifikasi hasil yang fungsional dan disfungsional yang dapat terjadi.

2. Tahap Dua: mengetahui bagaimana cara akurat mengidentifikasi dan

(15)

22 Menggunakan trik dan aturan terminologi sehingga kadang-kadang keterampilan ini disebut sebagai istilah “dicari”

3. Tahap Tiga: mengetahui bagaimana menentukan apakah informasi

yang diperlukan ada atau tidak, dan bagaimana menciptakan pengetahuan baru.

Di sinilah referensi perpustakaan dan mesin pencari

dimainkan dan melakukan pekerjaan terbaik mereka. Jika melakukan pencarian Google dan tidak menemukan apa-apa beralihlah ke alat bantu perpustakaan yang lebih konvensional untuk membantu atau pada ahli informasi broker yang dapat membantu.

4. Tahap Empat: mengetahui bagaimana menemukan informasi yang

dibutuhkan jika Anda telah menentukan bahwa hal itu memang ada. Hal ini dapat dinilai dengan menghadiri lokakarya yang akan mengajarkan bagaimana cara untuk mencari informasi sehingga setiap orang literat terhadap informasi.

5. Tahap Lima: mengetahui bagaimana cara menciptakan informasi

yang tidak tersedia menjadi ada; kadang-kadang disebut "Menciptakan pengetahuan baru."

Diantara pilihan yang tersedia saat ini untuk memperoleh informasi yang akurat diperlukan pertimbangkan variabel seperti biaya, waktu yang telah tersedia. Saat ini Anda dapat menemukan relawan yang bersedia melakukan tugas dan menemukan sumber-sumber tambahan dengan membeli atau membayar sendiri untuk melakukan pekerjaannya.

6. Tahap enam: mengetahui bagaimana sepenuhnya memahami dan

menemukan informasi, atau mengetahui cara untuk mencari bantuan jika diperlukan untuk memahami informasi yang diperoleh.

Anda telah menemukan informasi yang Anda butuhkan, akan tetapi Anda tidak mampu memahami informasi tersebut. Anda kemudian meminta bantuan kepada pustakawan maupun seseorang information broker agar Anda dapat memahami sepenuhnya informasi yang telah diperoleh.

7. Tahap tujuh: mengetahui bagaimana mengatur, menganalisis,

menafsirkan dan mengevaluasi informasi, termasuk keandalan sumber.

Pada tahap ini, Anda perlu membuat keputusan untuk kehandalan, kredibilitas dan keaslian untuk menganalisis dan menafsirkan informasi. Analisis dan interpretasi menuju pemahaman sehingga diperoleh kesimpulan.

8. Tahap delapan: mengetahui bagaimana berkomunikasi dan

menyajikan informasi kepada orang lain dalam format media yang sesuai dan bermanfaat.

9. Tahap sembilan: mengetahui bagaimana memanfaatkan informasi

(16)

23 10. Tahap sepuluh: mengetahui bagaimana melestarikan catatan dan

arsip informasi untuk penggunaan masa depan.

11. Tahap sebelas: mengetahui bagaimana membuang informasi yang tidak lagi diperlukan, dan menjaga informasi yang harus dilindungi.

Penerapan proses literasi informasi sangat membantu seseorang dalam

menentukan langkah atau tahapan yang dilalui dengan menyadari adanya masalah

dalam memenuhi kebutuhan informasi sampai membuang informasi yang tidak

lagi diperlukan, dan menjaga informasi yang harus dilindungi. Siklus hidup

literasi informasi diperkenalkan agar pengguna memahami tahapan kemampuan

untuk mengakses dan menciptakan pengetahuan baru yang akan berguna nantinya.

2.6. Literasi Informasi Dalam Dunia Pendidikan Tinggi

Proses belajar mengajar adalah kegiatan yang membutuhkan identifikasi

kebutuhan, mendapatkan informasi pendukung, membangun suatu informasi baru

Sedangkan disajikan kepada audiens yang dituju. Penguasaan literasi informasi

dipandang sangat penting dalam proses pembelajaran sehingga menjadi bagian tak

terpisahkan dari program pendidikan. Literasi dalam dunia pendidikan tinggi

dianggap sebagai serangkaian keterampilan yang bersifat generik dan dapat

diterapkan di segala bidang ilmu.

Tiga dharma yang mendasari kegiatan-kegiatan pendidikan tinggi: proses

belajar mengajar, penelitian dan pengabdian masyarakat. Tiga dharma ini

dilakukan oleh mahasiswa dan dosen. Mahasiswa dan dosen melakukan ketiga

dharma tersebut pada tingkat dan kepentingan yang berbeda, sehingga dalam

mencapai ketiga kegiatan dharma informasi menjadi materi utama. Oleh sebab

itu, kemampuan literasi informasi sangat dibutuhkan untuk pemberdayaan

(17)

24 Menurut Proboyekti (2008) bahwa dalam proses belajar mengajar pada

pendidikan tinggi, mahasiswa sering mendapatkan kesulitan dalam:

1. Memahami tugas yang diberikan sehingga apa yang dikerjakan tidak

sesuai dengan tugas yang diberikan.

2. Menemukan ide untuk paper dalam topik tertentu atau ide penelitian

untuk skripsi mereka.

3. Mendapatkan sumber informasi, sehingga sumber informasi kurang

bervariasi dan cenderung menggunakan sumber atau format yang sama.

4. Menentukan pustaka yang tepat, sehingga enggan membaca karena

berpikir bahwa buku-buku yang dipilih sebagai sumber informasi harus dibaca habis.

5. Mengutip sebuah sumber yang memiliki hak cipta secara langsung

maupun dengan membuat parafrase untuk menghindari plagiarisme.

6. Membuat kalimat yang beralur dari paragraf ke paragraf.

7. Mempresentasikan karyanya sehingga menghasilkan presentasi yang

monoton, kurang informatif dan kurang tepat untuk audience yang dituju.

8. Mempelajari hal baru dengan cara yang aktif dan kreatif.

Selain itu masalah yang sering ditemukan mahasiswa umumnya kurang

dapat mengevaluasi, memilih, serta membuat penilaian yang tepat ketika mereka

berhubungan dengan informasi. Hal ini disebabkan karena dengan banyaknya

informasi yang tersedia, seorang mahasiswa kurang memiliki pemikiran kritis

terhadap informasi yang dibutuhkannya dan informasi yang ditemukannya.

Kemampuan literasi informasi menjadi suatu kemampuan yang diharuskan

pada pendidikan tinggi agar masalah- masalah di atas dapat diatasi. Dalam hal ini

sangat penting bagi mahasiswa menjadi seorang yang melek informasi.

Menurut Naibaho (2007), bahwa untuk menjadi orang yang melek

informasi dibutuhkan serangkaian keahlian, antara lain bagaimana cara mencari

dan menggunakan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah dan

(18)

25 Menurut Bundy (2004, 3) bahwa orang yang information literate adalah

mereka yang dapat:

a) Mengenali kebutuhan informasi.

b) Menentukan perpanjangan informasi yang dibutuhkan.

c) Mengakses informasi secara efisien.

d) Kritis dalam mengevaluasi informasi dan sumbernya.

e) Mengklasifikasikan, memanipulasi dan merumuskan kembali

informasi yang dikumpulkan atau dihasilkan.

f) Menggabungkan informasi yang dipilih ke dalam basis

pengetahuan mereka.

g) Menggunakan informasi secara efektif untuk belajar, menciptakan

pengetahuan baru, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

h) Memahami isu-isu ekonomi, hukum, sosial, politik dan budaya

dalam penggunaan informasi.

i) Mengakses dan menggunakan informasi secara etis dan legal.

j) Menggunakan informasi dan pengetahuan kewarganegaraan

partisipatif dan tanggung jawab sosial.

k) Pengalaman akan keaksaraan informasi sebagai bagian dari belajar

mandiri dan belajar sepanjang hayat.

Sedangkan menurut Chartered Institute of Library and Information

Professional (CILIP 2005, 4) terdapat 8 kriteria mahasiswa memiliki keterampilan

literasi informasi, apabila memiliki pemahaman tentang:

1) A need for information. 2) The resources available. 3) How to find information. 4) The need to evaluate results.

5) How to work with or exploit results. 6) Ethics and responsibility of use.

7) How to communicate or share your findings. 8) How to manage your findings.

Seseorang yang information literate harus memiliki pemahaman tentang

keterampilan informasi, oleh karena itu literasi informasi merupakan suatu proses

pemberdayaan seseorang di dalam setiap tahap perjalanan hidupnya guna mencari,

(19)

26 mencapai tujuan pribadi, sosial, pekerjaan, tujuan pendidikan, dan tujuan-tujuan

lainnya.

Pendidikan berperan dalam menjadikan seseorang literat terhadap

informasi sehingga semua orang dapat memperoleh informasi sesuai dengan

kebutuhannya. Saat ini literasi informasi merupakan komponen yang penting di

perguruan tinggi. Pendidikan harus dapat memberdayakan semua orang untuk

mendapatkan informasi yang sesuai dengan kebutuhannya. Sebab perkembangan

information and communications technology (ICT) membuat informasi begitu

melimpah dan mudah untuk diakses serta dimanfaatkan. Kelimpahruahan,

kecepatan serta kemudahan memperoleh informasi hanya akan diperoleh jika

pencari informasi memiliki kompetensi dalam literasi informasi.

California State University yang dikutip oleh Hasugian (2009, 204) bahwa

manfaat kompetensi literasi informasi dalam dunia perguruan tinggi yaitu:

a) Menyediakan metode yang telah teruji untuk dapat memandu

mahasiswa kepada berbagai sumber informasi yang terus berkembang. Sekarang ini individu berhadapan dengan informasi yang beragam dan berlimpah. Informasi tersedia meSedangkani perpustakaan, sumber-sumber komunitas, organisasi khusus, media, dan internet.

b) Mendukung usaha nasional untuk meningkatkan kualitas

pendidikan. Lingkungan belajar yang proaktif mensyaratkan setiap mahasiswa memiliki kompetensi literasi informasi. Dengan keahlian informasi tersebut maka mahasiswa akan seSedangkan dapat mengikuti perkembangan bidang ilmu yang dipelajarinya.

c) Menyediakan perangkat tambahan untuk memperkuat isi

perkuliahan. Dengan kompetensi literasi informasi yang dimilikinya, maka mahasiswa dapat mencari bahan-bahan yang berhubungan dengan perkuliahan sehingga dapat menunjang perkuliahan tersebut.

d) Meningkatkan pembelajaran seumur hidup. Meningkatkan

(20)

27 ditunjang dengan kompetensi informasi yang dimilikinya maka individu dapat melakukan pembelajaran seumur hidup secara mandiri.

Hal ini sangat sejalan dengan apa yang dinyatakan Candy, Crebert, dan O’Leary yang dikutip oleh Iman (2013, 82) mengatakan “Access to, and critical use of information and of information technology is absolutely vital to lifelong learning, and accordingly no graduate — can be judged educated unless he or she is information literate”.

Merujuk dari pernyataan Candy, Crebert, dan O’Leary menyatakan bahwa seorang tidak dapat dinyatakan lulus, bilamana ia belum menyandang status sebagai information literate person. Artinya, untuk melakukan hal yang demikian, lembaga pendidikan tinggi harus menetapkan literasi informasi sebagai sebuah standar kompetensi (sebagai syarat) yang wajib dimiliki oleh setiap peserta didik sebelum meninggalkan universitas.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka diketahui bahwa literasi

informasi merupakan kompetensi yang memiliki peran penting di perguruan

tinggi dalam meningkatkan pengetahuan peserta didik. Pemahaman akan literasi

informasi menjadikan mahasiswa mampu belajar secara mandiri, berhadapan

dengan berbagai sumber informasi dan menjadi bekal kemampuan intelektual

untuk berpikir secara kritis dalam meningkatkan pembelajaran sepanjang hayat di

era globalisasi informasi.

2.7. Standar Kompetensi Literasi Informasi untuk Pendidikan Tinggi ACRL telah membuat suatu kerangka standar untuk menilai kemampuan

literasi individu dimana mahasiswa, pustakawan dan staf lainnya dapat

menentukan indikator tertentu untuk mengetahui apakah seorang mahasiswa dapat

dikatakan memiliki kemampuan literasi informasi.

Rumusan tentang standar kompetensi literasi informasi untuk pendidikan

tinggi disetujui oleh dewan direksi Association of College and Research Libraries

(21)

28 informasi dalam dunia perguruan tinggi dan kelima standar tersebut memiliki 22

indikator. Standar literasi ini berisi daftar sejumlah kemampuan yang digunakan

dalam menentukan kemampuan seseorang dalam memahami informasi. Dalam

standar ini terdapat cara bagaimana mahasiswa dapat berinteraksi dengan

informasi. Standar kompetensi literasi informasi dari ACRL (2000, 8) tersebut

yaitu:

1. Mahasiswa yang literat informasi mampu menentukan jenis dan sifat

informasi yang dibutuhkan.

a. Mahasiswa mendefinisikan dan menyampaikan kebutuhan

informasinya.

b. Mahasiswa mengidentifikasi berbagai jenis dan bentuk sumber

informasi yang potensial.

c. Mahasiswa mempertimbangkan biaya dan keuntungan yang

diperoleh dari informasi yang dibutuhkan.

d. Mahasiswa mengevaluasi kembali sifat dan batasan informasi

yang dibutuhkan.

2. Mahasiswa yang literat informasi mengakses kebutuhan informasi

secara efektif dan efisien.

a. Mahasiswa memilih metode penelitian dan sistem temu kembali

informasi yang paling tepat untuk mengakses informasi yang dibutuhkan.

b. Mahasiswa membangun dan menerapkan strategi penelusuran

yang efektif.

c. Mahasiswa melakukan sistem temu kembali secara online atau

pribadi dengan menggunakan berbagai metode.

d. Mahasiswa memperbaiki strategi penelusuran jika diperlukan.

e. Mahasiswa mengutip, mencatat, serta mengolah informasi dan

sumber-sumbernya.

3. Mahasiswa yang literat mengevaluasi informasi dan sumber-sumber

secara kritis dan menjadikan informasi yang dipilih sebagai dasar pengetahuan.

a. Mahasiswa meringkas ide utama yang dikutip dari informasi

yang dikumpulkan.

b. Mahasiswa menentukan dan menerapkan kriteria awal untuk

mengevaluasi informasi dan sumber-sumbernya.

c. Mahasiswa mampu mensintesis ide utama untuk membangun

konsep baru.

d. Mahasiswa membandingkan pengetahuan baru dengan

(22)

29

e. Mahasiswa menentukan apakah pengetahuan baru memberi

dampak terhadap sistem nilai individu dan mengambil langkah-langkah untuk menyatukan perbedaan.

f. Mahasiswa menyetujui pemahaman dan penafsiran orang lain

atau para ahli mengenai informasi dengan cara berdiskusi.

g. Mahasiswa menentukan bila query perlu direvisi.

4. Mahasiswa yang literat menggunakan dan mengkomunikasikan

informasi dengan efektif dan efisien.

a. Mahasiswa menerapkan informasi baru dan yang terdahulu untuk

merencanakan dan menciptakan hasil.

b. Mahasiswa merevisi proses pengembangan untuk hasil.

c. Mahasiswa mengkomunikasikan hasil secara efektif kepada

orang lain.

5. Mahasiswa yang literat informasi memahami isu ekonomi, hukum, dan

sosial sekitar penggunaan dan pengaksesan informasi secara etis dan hukum.

a. Mahasiswa memahami isu-isu ekonomi, hukum, dan aspek sosial

mengenai informasi dan teknologi informasi.

b. Mahasiswa mematuhi hukum, peraturan, kebijakan intitusi, dan

etika yang berhubungan dengan pengaksesan dan penggunaan sumber informasi.

c. Mahasiswa mengetahui penggunaan sumber-sumber informasi

dalam mengkomunikasikan informasi.

2.8. Standar Literasi Informasi Psikologi (Psychology Information

Literacy Standards) berdasarkan ACRL

Standar ACRL telah memberlakukan literasi informasi bagi Pendidikan

psikologi dan kelompok kerja Ilmu Psikologi untuk menciptakan standar bagi

mahasiswa sarjana psikologi. Standar ini disebut sebagai Psychology Information

Literacy Standards, yang memetakan standar umum literasi informasi kompetensi

pendidikan tinggi ke domain psikologi. Penciptaan standar ini telah mengikuti

contoh dari Standar Literasi Informasi untuk Mahasiswa Antropologi dan

Sosiologi (2008).

Standar ACRL telah mengeluarkan standar literasi informasi psikologi

(23)

30 diusulkan oleh Merriam, LaBaugh, dan Butterfield (1992). Selain itu penciptaan

standar literasi informasi disertakan untuk memeriksa pustakawan yang

memberikan instruksi untuk mahasiswa psikologi sehingga menimbulkan umpan

balik dari fakultas psikologi untuk membantu memberikan indikator kinerja yang

spesifik dan hasil yang diperoleh termasuk identifikasi sumber daya informasi

yang relevan. Dalam standar ini disebutkan penggabungan aspek hukum dan etika

literasi informasi, yang terdiri dari kelima standar ACRL untuk dokumen umum,

ke dalam empat standar (2010) yaitu:

1. Mahasiswa psikologi yang literat informasi menentukan sifat dan tingkat

informasi yang dibutuhkan.

a. Mahasiswa mendefinisikan dan mengartikulasikan kebutuhan akan

informasi.

b. Mahasiswa memahami metode penelitian dasar dan pola

komunikasi ilmiah dalam psikologi yang diperlukan untuk memilih sumber daya yang relevan.

c. Mahasiswa mempertimbangkan biaya dan keuntungan yang

diperoleh dari informasi yang dibutuhkan.

2. Mahasiswa psikologi yang literat informasi mengakses informasi yang

dibutuhkan secara efektif dan efisien.

a. Mahasiswa memilih sumber yang paling tepat untuk mengakses

informasi yang dibutuhkan.

b. Mahasiswa membangun dan menerapkan dengan efektif strategi

pencarian yang dirancang.

c. Mahasiswa secara efektif mengatur dan menyimpan sumber

informasi.

3. Mahasiswa psikologi yang literat informasi mengevaluasi informasi dan

sumber-sumber secara kritis dan menjadikan informasi yang dipilih sebagai dasar pengetahuan.

a. Mahasiswa merangkum ide-ide utama yang dikutip dari informasi

yang dikumpulkan dan mensintesis untuk membangun ide-ide baru.

b. Mahasiswa menggabungkan berpikir kritis dan kreatif, menerapkan

pendekatan ilmiah untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan perilaku dan proses mental.

c. Mahasiswa membandingkan pengetahuan baru dengan

(24)

31

4. Mahasiswa psikologi yang literat informasi secara individu atau sebagai

anggota kelompok, menggunakan dan mengkomunikasikan informasi secara efektif untuk mencapai tujuan tertentu.

a. mahasiswa menerapkan informasi baru dan terdahulu untuk

merencanalan dan menciptakan hasil.

b. mahasiswa mengkomunikasikan informasi secara efektif kepada

orang lain.

Standar pertama menyatakan bahwa mahasiswa psikologi yang literat

menentukan sifat dan tingkat informasi yang dibutuhkan, memiliki tiga indikator

yaitu: mahasiswa mendefinisikan dan mengartikulasikan kebutuhan akan

informasi; mahasiswa memahami metode penelitian dasar dan pola komunikasi

ilmiah dalam psikologi yang diperlukan untuk memilih sumber daya yang relevan;

mahasiswa memahami biaya dan manfaat untuk memperoleh informasi yang

dibutuhkan.

Mahasiswa mendefinisikan dan mengartikulasikan kebutuhan akan

informasi, hal ini dapat dilihat dari cara mahasiswa dalam mengidentifikasi dan

mengartikulasikan topik yang menarik, menentukan informasi yang berhubungan

dengan fakultas psikologi apakah penelitian, diagnostik, pedoman praktek,

statistik, atau jenis informasi yang dibutuhkan (ACRL, 2010).

Mahasiswa memahami metode penelitian dasar dan pola komunikasi

ilmiah dalam psikologi yang diperlukan untuk memilih sumber daya yang relevan,

hal dapat dilihat dari kemampuan mahasiswa memahami komunikasi ilmiah di

bidang psikologi dari primer ke sumber-sumber sekunder, memahami metode

penelitian dasar dalam penelitian psikologi, termasuk desain penelitian, analisis

data, dan interpretasi dengan dapat membedakan antara studi empiris dan studi

(25)

32 oleh editor, memahami peran web dalam komunikasi ilmiah untuk memilih

sumber web yang sesuai, memahami prinsip-prinsip privasi, kerahasiaan, dan

isu-isu etika lain yang terkait dengan metodologi penelitian di bidang psikologi,

mengakui perbedaan antara penelitian ilmiah dan sumber-sumber populer

informasi (ACRL, 2010)

Mahasiswa mempertimbangkan biaya dan manfaat untuk memperoleh

informasi yang dibutuhkan, hal ini dapat dinilai dari kemampuan mahasiswa

memahami materi ilmiah dapat diperoleh di luar kepemilikan perpustakaan

setempat, mendefinisikan keseluruhan rencana secara realistis dan waktu untuk

memperoleh dan menganalisis informasi yang dibutuhkan, berkonsultasi dengan

pustakawan sebelum membayarkan informasi dan mengakui bahwa

lembaga-lembaga lain juga menawarkan sumber yang berbeda untuk informasi berbasis

biaya (ACRL, 2010).

Standar dua menyatakan mahasiswa psikologi yang literat mengakses

informasi yang dibutuhkan secara efektif dan efisien. Standar dua memiliki tiga

indikator, yaitu mahasiswa memilih sumber yang paling tepat untuk mengakses

informasi yang dibutuhkan; mahasiswa membangun dan mengimplementasikan

dengan efektif strategi pencarian yang dirancang; secara efektif mengatur dan

menyimpan sumber informasi.

Mahasiswa memilih sumber yang paling tepat untuk mengakses informasi

yang dibutuhkan. Hal ini dapat dilihat mahasiswa akan mengidentifikasi dan

memilih sumber-sumber yang tepat untuk mencari buku-buku yang relevan,

(26)

33 mengidentifikasi database dengan konten yang signifikan bagi jurusan psikologi,

seperti PsycINFO ™ dan MEDLINE ™, menggabungkan mesin pencari Web

yang relevan dan sumber-sumber pemerintah dalam penelitian ilmiah seperti

menggunakan Google Scholar ™ dan PubMed ™, mengetahui dan mematuhi

hukum sesuai dengan Negara/provinsi dan aturan undang-undang federal dan

kelembagaan pada akses terhadap sumber informasi, berkonsultasi dengan sumber

daya tambahan seperti lintas budaya internasional atau berbagai disiplin ilmu yang

sesuai dengan konten (ACRL, 2010).

Mahasiswa membangun dan mengimplementasikan dengan efektif strategi

pencarian yang dirancang, ciri-cirinya adalah mahasiswa akan menggunakan

istilah psikologis yang tepat dengan menggunakan tesaurus online pada

PsycINFO ™, menciptakan dan menggunakan strategi pencarian yang efektif

pada database yang relevan dengan menggunakan fitur pencarian lanjutan, seperti

operator Boolean, pemotongan kata, dan kedekatan pencarian, mengambil jurnal

ilmiah, buku, dan sumber-sumber yang tepat untuk penyelidikan, mencari

individu yang memiliki pengetahuan pada bidang psikologi dan perpustakaan

akademik sebagai bagian dari rencana pencarian, menilai kembali hasil untuk

memastikan apakah ada kesenjangan informasi dan merevisi atau memperluas

strategi pencarian yang diperlukan (ACRL, 2010).

Mahasiswa secara efektif mengatur dan menyimpan sumber informasi, hal

ini dapat dinilai dari mahasiswa akan mengidentifikasi dan sistematis mencatat

semua kutipan yang relevan untuk penggunaan masa depan dengan memanfaatkan

(27)

34 RefWorks™, menghasilkan kutipan akurat dan daftar referensi menggunakan

gaya dokumentasi terbaru dari American Psychological Association,

menunjukkan rasa hormat terhadap hak kekayaan intelektual dengan akurat

memberikan penyimpanan kepada kata-kata dan ide-ide orang lain (ACRL, 2010).

Standar tiga sebagai indikator dalam penelitian ini menyatakan bahwa

mahasiswa psikologi yang literat mengevaluasi informasi dan sumber-sumber

yang kritis dan menjadikan informasi yang dipilih sebagai dasar pengetahuan.

Standar tiga memiliki tiga indikator, yaitu mahasiswa merangkum ide-ide utama

yang akan dikutip dari informasi yang dikumpulkan dan mensintesis untuk

membangun ide-ide baru; mahasiswa menggabungkan pemikiran kritis dan

kreatif, menerapkan pendekatan ilmiah untuk memecahkan masalah yang

berkaitan dengan perilaku dan proses mental; mahasiswa membandingkan

pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya untuk menentukan nilai

tambah, kontradiksi, atau karakteristik informasi unik lainnya dari informasi.

Mahasiswa merangkum ide-ide utama yang akan dikutip dari informasi

yang dikumpulkan dan mensintesis untuk membangun ide-ide baru, hal ini dapat

dinilai dari bagaimana mahasiswa memilih gagasan utama dari sumber daya dan

parafrase atau mengidentifikasi bahan verbatim untuk dikutip, mengakui

keterkaitan antara hasil penelitian dan teori-teori psikologis dan menggabungkan

informasi untuk menghasilkan ide-ide baru dengan bukti-bukti pendukung,

mengakui bahwa informasi yang ada dapat dikombinasikan dengan pemikiran

asli, dan/atau analisis untuk menghasilkan informasi baru dan wawasan ke dalam

(28)

35 Mahasiswa menggabungkan pemikiran kritis dan kreatif, menerapkan

pendekatan ilmiah untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan perilaku

dan proses mental, ciri-cirinya mahasiswa akan memeriksa dan membandingkan

informasi dari berbagai sumber untuk mengevaluasi reliabilitas, validitas, akurasi,

otoritas, ketepatan waktu, dan sudut pandang atau prasangka, memahami

perbedaan antara penelitian kuantitatif dan kualitatif, memahami kebutuhan untuk

mempertimbangkan bukti dan mentolerir ambiguitas, memahami bagaimana

mengenali atau menerapkan alat statistik yang tepat untuk masalah,

membandingkan konsep kecerdasan lintas budaya, memahami isu-isu politik dan

sosial sensor dan kebebasan berbicara yang berkaitan dengan penelitian psikologis

(ARCL, 2010).

Mahasiswa membandingkan pengetahuan baru dengan pengetahuan

sebelumnya untuk menentukan nilai tambah, kontradiksi, atau karakteristik

informasi unik lainnya dari informasi. Hal ini dapat dilihat mahasiswa akan

menunjukkan keakraban dengan konsep yang relevan, perspektif teoritis, temuan

empiris, dan tren bersejarah dalam psikologi, mendokumentasikan proses

pencarian informasi untuk menjelaskan dan mengevaluasi informasi baru yang

dikumpulkan, mengevaluasi informasi yang dikumpulkan dengan

membandingkannya dengan sumber-sumber lain dan pengetahuan teoritis saat ini,

mempertimbangkan hal-hal seperti keterbatasan instrumen penelitian dan sampel

yang tersedia untuk studi, menarik kesimpulan berdasarkan informasi yang

dikumpulkan dan mengintegrasikan informasi baru dengan informasi sebelumnya.

(29)

36 penelitian dan interpretasi informasi, memperpanjang permintaan informasi

berdasarkan informasi baru bila diperlukan (ACRL, 2010).

Standar empat menyatakan mahasiswa psikologi yang literat secara

individu atau sebagai anggota kelompok, menggunakan informasi secara efektif

untuk mencapai tujuan tertentu. Standar empat memiliki dua indikator, yaitu

mahasiswa menerapkan informasi baru dan terdahulu untuk merencanakan dan

menciptakan informasi; mahasiswa psikologi yang literat mengkomunikasikan

informasi dengan efektif kepada orang lain.

Mahasiswa menerapkan informasi baru dan terdahulu untuk merencanakan

dan menciptakan informasi, hal ini dapat dilihat mahasiswa mengatur konten

dengan cara yang mendukung tujuan dan format produk, mengintegrasikan

informasi baru dan sebelumnya termasuk kutipan dan parafrase terkait dengan

kutipan penulis dan informasi yang dijadikan sebagai referensi, secara akurat

menunjukkan kontribusi anggota tim dalam proyek-proyek kolaboratif (ACRL,

2010).

Mahasiswa mengkomunikasikan hasil secara efektif kepada orang lain, hal

ini dapat dilihat mahasiswa akan memilih media komunikasi dan format yang

terbaik untuk mendukung tujuan mengkomunikasikan informasi secara efektif

kepada audiens yang dituju, menggunakan aplikasi teknologi informasi yang tepat

dalam menciptakan produk atau presentasi, menunjukkan pemahaman tentang

kekayaan intelektual, hak cipta, dan penggunaan wajar materi berhak cipta dan

(30)

37 Berdasarkan indikator-indikator di atas dapat disimpulkan bahwa, standar

literasi informasi psikologi disajikan meSedangkani proses kerjasama antar pihak

institusi sebagai penghubung antara pustakawan dengan mahasiswa psikologi

yang digunakan untuk mengatur keterampilan melek informasi dan sebagai dasar

untuk kolaborasi perpustakaan dan fakultas. Hal ini sesuai dengan Li Heipeng

(2007, 6) menyatakan bahwa banyak perguruan tinggi juga mengambil

keuntungan dari sistem penghubung sebagai tempat untuk bekerja sama dengan

departemen penghubung untuk membangun hubungan kolaboratif. Sebagai

contoh, sebuah tutorial literasi informasi yang diciptakan dan dikembangkan oleh

Ellen Stoltzfus sebagai anggota fakultas Psikologi dan Jasmine Vaughan sebagai

pustakawan di Kenyon College untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa psikologi.

Tutorial ini dirancang untuk mengajarkan mahasiswa psikologi dalam

keterampilan literasi informasi dengan membimbing mereka melalui proses

melakukan penelitian yang efektif dan pada akhirnya akan mencakup modul untuk

mahasiswa tingkat atas dalam kursus metode penelitian.

Standar ACRL Information Literacy Competency Standar For Higher

Education dan Psychology Information Literacy Standart merupakan standar

dalam menentukan dan mengetahui apakah seseorang dapat dianggap memiliki

kemampuan literasi informasi. Ada persamaan diantara kedua standar, hal ini

dapat dilihat dalam standar menentukan jenis dan sifat informasi, mengakses

kebutuhan informasi, mengevaluasi dan sumber-sumber secara kritis,

menggunakan dan mengkomunikasikan informasi. Sedangkan perbedaannya

(31)

38 menciptakan informasi, mengakses dan mengevaluasi informasi. Selain itu

Information Literacy Competency Standard for Higher Education berguna untuk

mahasiswa, dosen, pustakawan dan staf sedangkan Psychology Information

Gambar

Gambar 2.1. Model Seven Pillar
Table 2.1 Seven faces of information literacyLiterasi penggunaan teknologi informasi untuk

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis data menunjukkan bahwa literasi informasi yang dimiliki pengguna Perpustakaan Universitas HKBP Nommensen Medan dengan menggunakan acuan standart

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat literasi keuangan mahasiswa S1 Prodi yang ditinjau dari aspek literasi keuangan yang meliputi money management, spending and debt

HOTS ( High Order Thinking Skill) Keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) adalah kemampuan berpikir yang menerapkan pengolahan dalam kegiatan mengingat, menyatakan

Tingkat Perilaku asertif di pengaruhi oleh beberapa faktor yang dijelaskan dalam penlitian menurut Rathus & Nevid (1983) yaitu:1). Jenis kelamin: Pada umumnya

Hasil analisis data menunjukkan bahwa literasi informasi yang dimiliki pengguna Perpustakaan Universitas HKBP Nommensen Medan dengan menggunakan acuan standart

Sebelum penulis melakukan penelitian lapangan terhadap pengaruh pelayanan sintua terhadap peningkatan Tri Tugas Panggilan Gereja, yakni meningkat atau

Untuk mengetahui informasi apa yang dibutuhkan dalam penelitian suatu topik maka dapat dilakukan dengan merumuskan topik tersebut ke dalam bentuk pertanyaan penelitian

Pembuatan Alat Ukur Dalam penelitian ini alat ukur psikologi yang dipakai dan berbentuk skala yang terdiri dari beberapa item, yaitu skala Kecerdasan Emosional yang akan diukur