HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN INDEKS
MASSA TUBUH SISWA LATE ADOLESCENES
Devia Anggita Anggelia, Nurlan Kusmaedi
Universitas Pendidikan Indonesia
Jalan Dr. Setiabudhi No. 229, Bandung, Jawa Barat. 40154.
dedevgigit@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini akan melihat hubungan aktivitas fisik dengan indeks massa tubuh siswa late adolescenes. Metode penelitian menggunakan korelasional yang melibatkan populasi dan sampel siswa SMK kelas XI se-Kota Bandung sebanyak 99 responden, dengan teknik sampel stratified random sampling dua tahap, menggunakan uji korelasi pearson product moment melalui SPSS versi 21. Instrumen aktivitas fisik menggunakan PAQ-A serta komposisi tubuh dengan nilai IMT berdasarkan jenis kelamin antara usia 10-19 tahun. Hasil perhitungan dan analisis data diperoleh dimana rata-rata aktivitas fisik kategori ringan sebanyak 86% sedangkan IMT normal sebanyak 77% serta overweight sebanyak 6%, pada (α=0,05) tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan IMT (r=0,112; p=0,271>0,05). Simpulan hasil penelitian tidak terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan indeks massa tubuh siswa kelas XI SMK Negeri se-Kota Bandung.
PENDAHULUAN
Obesitas menjadi isu penting yang sedang
berkembang saat ini. “Obesitas pada anak
akan menyebabkan aktivitas fisik dan
kreativitas menjadi menurun, dengan
kelebihan berat badan, anak menjadi malas yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat
kecerdasan anak” (Rostania, dkk., 2013, hlm.
2). Perilaku malas pada anak maupun remaja dapat pula dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan mengenai bagaimana cara untuk
melakukan aktivitas fisik yang ideal
disamping motivasi yang menyertainya dengan paradigma umum bahwa melakukan aktivitas fisik itu dapat merasakan sakit dan kelelahan. Selain itu, menurut Suhendro (dalam Rostania, dkk., 2013) obesitas juga memiliki dampak negatif terhadap tumbuh kembangnya seorang individu muda terutama pada perkembangan psikososialnya seperti menarik diri dari lingkungan, tidak percaya diri, rendah diri, dan perilaku-perilaku gangguan sosial lainnya. Obesitas merupakan masalah klasik dalam lingkungan sekolah maupun masyarakat, namun hal ini penting untuk diperhatikan karena obesitas memiliki dampak yang signifikan terhadap kesehatan, status psikososial, kualitas hidup, dan usia harapan hidup seseorang. Dampak tersebut berkontribusi sebagai salah satu faktor utama pemicu munculnya berbagai penyakit tidak menular, termasuk hipertensi, stroke, dan diabetes mellitus (kencing manis) (Hidayat, 2010). Selain itu, dampak psikologis pun dinilai terjadi secara beragam pada setiap individu yang mengalami kejadian tersebut (Anas, 2014).
Secara umum prevalensi anak-anak dan remaja yang mengalami kelebihan berat badan menunjukan peningkatan yang sangat dramatis. Survei di Taiwan dan Hongkong, misalnya, menunjukkan bahwa satu dari empat anak mengalami masalah kegemukan (Gill, 2007). Federasi Diabetes Internasional dalam Gill (2007) mengestimasikan jumlah individu yang akan menderita diabetes di
seluruh dunia menjelang tahun 2025 akan mencapai sekitar 380 juta, dan lebih dari setengah penderita itu tinggal di Asia,
perkiraan tersebut dapat menyebabkan
penambahan beban biaya kesehatan. Di Indonesia, menurut data hasil Riset Kesehatan Dasar (2013), terdapat prevalensi kasus berat badan lebih dan obesitas pada remaja berumur 16-18 tahun sebanyak 7,3%. Provinsi dengan prevalensi kasus tersebut tertinggi dialami di DKI Jakarta sebanyak 4,2% dan terendah di Sulawesi Barat sebesar 0,6%. Kecenderungan status gizi (IMT/U) remaja umur 16-18 tahun dengan prevalensi kasus berat badan lebih atau obesitas naik dari 1,4% tahun 2007 menjadi 7,3% tahun 2013, gizi lebih tersebut telah teridentifikasi semenjak usia balita dengan prevalensi sebesar 11,9%.
Pengaruh jumlah prevalensi tersebut dapat diakibatkan dari pola habit atau gaya hidup masyarakat yang kurang aktif. Seperti dijelaskan oleh Adityawarman (2007) bahwa
“Angka prevalensi obesitas yang besar
dikaitkan dengan turunnya penggunaan waktu untuk melakukan aktivitas fisik disamping dengan peningkatan konsumsi makanan padat
energi”. Menurut data penelitian Susenas
dalam Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa hanya 9,0% saja penduduk Indonesia di kalangan usia 15 tahun ke atas yang termasuk dalam kategori cukup beraktivitas, sebagian besar penduduk juga melakukan aktivitas fisik, tetapi kebanyakan belum memenuhi persyaratan sebagai aktivitas fisik yang cukup, presentasi penduduk kurang beraktivitas fisik mencapai 84,9% dan bahkan 9,1% nya termasuk sama sekali tidak melakukan aktivitas fisik (sedentary).
Pengukuran obesitas dapat dilakukan dengan berbagai macam pemeriksaan, salah satu pemeriksaan dalam menilai komposisi tubuh adalah pengukuran antropometri, pengukuran ini dapat digunakan untuk menilai apakah komponen tubuh tersebut sesuai dengan standar yang normal. Pengukuran antropometri yang paling sering
Indeks Massa Tubuh (IMT) yang terukur dengan rasio berat badan (kg) dan tinggi badan (m) kuadrat, pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui apakah seseorang berada pada kisaran berat badan yang sehat sesuai dengan tinggi badan (Azwar dalam Aprilia, 2014).
Seperti dalam penelitian Adityawarman (2007) yang melakukan penelitian tentang hubungan aktivitas fisik dengan komposisi tubuh pada remaja (studi di SMP Domenico Savio Semarang) yang hasilnya menyatakan bahwa aktivitas fisik mempunyai pengaruh terhadap lemak tubuh dan lingkar pinggang, namun tidak berpengaruh secara bermakna terhadap IMT. Penelitian lain pada kalangan dewasa yang hasilnya berbeda pendapat yaitu penelitian Riana Damasanti (2012) yang meneliti tentang hubungan Indeks Massa Tubuh dengan aktivitas fisik wanita di
Perumahan Gedongan Colomadu
Karanganyar yang hasilnya ada hubungan antara IMT dengan aktivitas fisik.
Berkaitan dengan komposisi tubuh dalam hal kontrol berat badan dan kesehatan jasmani, tentu aktivitas fisik merupakan sarana dasar yang berhubungan dalam pengembangan, pemeliharaan kesehatan, dan kesejahteraan seseorang. Kurangnya aktivitas fisik memberikan kontribusi dalam penyebab timbulnya penyakit maupun kematian yang berhubungan dengan resiko penyakit tidak menular dalam jangka panjang. Maka diperlukan pula penelitian yang dapat memudahkan kalangan remaja dengan cara yang sederhana serta perlunya mengetahui gambaran aktivitas fisik dan indeks massa tubuh siswa late adolescenes. Penelitian ini akan melihat gambaran aktivitas fisik dan indeks massa tubuh serta hubungan aktivitas fisik dengan indeks massa tubuh pada kalangan remaja lanjut.
METODE
Responden yang terlibat,
Responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah siswa SMK terpilih kelas XI SMK Negeri se-Kota Bandung. Jumlah responden yang terlibat sebanyak 144 orang dengan 99 orang sebagai sampel penelitian dan 45 orang sebagai partisipan uji validitas dan uji
reliabilitas instrumen aktivitas fisik.
Karakteristik yang dimiliki partisipan yaitu partisipan termasuk ke dalam kelompok remaja awal sampai remaja menuju dewasa dengan rentang umur 16-19 tahun, mengikuti kegiatan di sekolah, memiliki karakteristik remaja pada umumnya, dan memiliki waktu luang.
Instrumen yang digunakan,
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik diukur menggunakan kuesioner yang diperoleh dari hasil adaptasi
pada jurnal internasional The Physical
Activity Questionnaire for Older Children
(PAQ-C) and Adolescents (PAQ-A) Manual
dengan beberapa modifikasi karena
disesuaikan dengan kondisi dan kebiasaan melakukan aktivitas fisik di Indonesia (Kowalski, dkk., 2004). Kuesioner aktivitas fisik ini merupakan instrumen yang dilakukan dengan cara mengingat kegiatan yang dilakukan pada tujuh hari sebelumnya. Bentuk pertanyaan dalam kuesioner PAQ- A
termasuk ke dalam scaled response questions
(pertanyaan skala respon) yaitu bentuk pertanyaan yang menggunakan skala untuk mengukur dan mengetahui ringkasan aktivitas
fisik umum dari responden terhadap
pertanyaan-pertanyaan yang disediakan
dalam kuesioner. Dalam kuesioner ini, pernyataan skala respon ada pada delapan pertanyaan dan satu pertanyaan untuk
mengidentifikasi siswa yang memiliki
pada aktivitas ringkasan. Selanjutnya aktivitas tersebut dikategorikan menjadi sangat ringan, ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Tujuan menggunakan kuesioner ini adalah untuk mengukur tingkat variabel yang mungkin dianggap paling penting oleh responden yang nantinya dapat dijadikan bahan perbaikan dari bagian-bagian yang terpenting itu.
Komposisi Tubuh (Indeks Massa Tubuh) Indeks Massa Tubuh (IMT) didefinisikan sebagai hasil pengukuran antropometri atau pengukuran tubuh manusia. Data meliputi tinggi badan, berat badan, jenis kelamin, umur dan IMT. Tinggi badan diukur dengan
microtoise dengan ketelitian 0,1 cm serta
pengukuran berat badan menggunakan
timbangan digital dengan ketelitian 0,1 kg. Pengukuran IMT didapatkan dari berat badan dalam kilogram dibagi dengan tinggi badan
kuadrat dalam meter persegi (kg/m2).
Interpretasi IMT tergantung pada umur dan jenis kelamin anak, karena anak laki-laki dan anak perempuan mempunyai komposisi tubuh yang berbeda (Syarif dalam
dikategorikan overweight atau mengalami
kegemukan.
Teknik analisis data,
Pengolahan data dan analisis dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 21.00 for windows. Pengolahan data terdiri dari data statistik deskriptif, uji asumsi dengan uji normalitas dan uji linieritas, uji korelasi dan uji hipotesis. Statistik deskriptif dilakukan
untuk mendeskripsikan atau memberi
gambaran terhadap obyek yang diteliti
melalui data sampel atau populasi
sebagaimana adanya. Uji asumsi dilakukan sebagai prasyarat untuk melakukan uji korelasi dan uji hipotesis. Uji asumsi yang dilakukan adalah uji normalitas dan uji linieritas. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah penyebaran data variabel yang diteliti berdistribusi normal atau tidak normal, yang selanjutnya dapat menentukan
apakah pengujian yang digunakan
menggunakan uji statistik parametrik atau non-parametrik. Uji linieritas dilakukan untuk melihat linier tidaknya hubungan antar variabel aktivitas fisik dengan komposisi tubuh (Indeks Massa Tubuh). Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
variabel independen dengan variabel
dependen berdasarkan pengolahan statistik. Untuk melakukan analisis bivariat, peneliti menggunakan uji korelasi sederhana dengan
tujuan mengetahui ada atau tidaknya
hubungan dan tingkat keeratan hubungan antara masing-masing variabel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil presentase karakteristik berdasarkan aktivitas fisik dan karakterisktik berdasarkan IMT dengan hasil yang dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Kategori Aktivitas
Fisik Frekuensi Pesentase
Sangat ringan 2 2 %
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden menurut IMT Interpretasi IMT
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, didapatkan responden yang kategori aktivitasnya sangat ringan sebanyak 2%, ringan 86%, sedang 11%, berat 1%, dan tidak ada yang termasuk dalam kategori aktivitas yang sangat berat. Adapun hasil interpretasi IMT yang didapatkan yaitu responden yang termasuk dalam kategori kurus 6%, normal 77%, gemuk 11%, dan
sangat gemuk atau overweight sebanyak 6%.
Dari hasil uji korelasi diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar (nilai r) = 0,112. Kemudian uji signifikansi pada variabel aktivitas fisik dengan komposisi tubuh yang diwakili dengan indeks massa tubuh (IMT) didapatkan angka probabilitas p = 0,271. Karena 0,271 > 0,05, maka H0 diterima, hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan komposisi tubuh (IMT) siswa kelas XI SMK Negeri se- Kota Bandung. Meskipun tidak terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan IMT, namun kurangnya aktivitas dapat menyebabkan kelebihan berat badan dan obesitas.
Berdasarkan data aktivitas fisik dari penelitian ini, responden yang tergolong dalam kategori aktivitas fisik yang baik menurut Anies (2006) yaitu sedang hanya sebesar 11% dan berat hanya 1% saja, sedangkan 2% dari responden yang diteliti memiliki kategori sangat ringan atau termasuk pada aktivitas sedentari dan 86% responden memiliki aktivitas ringan yang termasuk pula
pada penjelasan kurangnya aktivitas
(inaktivitas) yang dimiliki remaja. Hal ini perlu mendapat perhatian, karena banyak
faktor-faktor lain yang mempengaruhi
kurangnya aktivitas fisik, disamping IMT yang hanya memberikan pengaruh sebesar 1,2% saja terhadap aktivitas fisik siswa kelas XI SMK Negeri se-Kota Bandung.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kurangnya aktivitas perlu juga diteliti kepada
responden yang sama. Namun pada
paradigmanya, menurut Adityawarman
lingkungan, pengaruh orang tua, dan pengaruh teman sebaya.
Mengenai gambaran IMT responden dalam penelitian ini, diketahui prevalensi
overweight atau obesitas dengan prevalensi
underweight memiliki persamaan yaitu 6%.
Meskipun demikian, ditambah dengan jumlah dari kategori gemuk yang berkisar 11%, nilai IMT yang tinggi memerlukan perhatian yang lebih. Selain itu, IMT yang berada pada kategori normal yaitu 77% bukan berarti tidak memerlukan pemantauan dan terlepas dari ancaman penyakit, responden pada kategori ini memerlukan pula pemantauan pada faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya permasalahan kesehatan.
Dalam penelitian ini, didapatkan pula penemuan mengenai pengukuran IMT yang
melibatkan faktor “tinggi badan”
dikuadratkan sebagai pembagi berat badan menyebabkan remaja yang pendek memiliki
prevalensi overweight yang lebih besar
meskipun mempunyai berat badan sama dengan remaja yang tinggi. Hal ini sejalan dengan pernyataan Adityawarman (2007) bahwa 1) Remaja dengan IMT yang tinggi belum tentu memiliki lemak yang tinggi, karena IMT yang tinggi tersebut bisa disebabkan oleh massa tulang yang lebih padat dan lebih berat seiring dengan kematangan remaja; 2) Tidak adanya rujukan pengukuran obesitas nasional yang jelas sehingga menyebabkan banyak standar yang belum jelas untuk memenuhi kebutuhan
pengukuran penelitian. Namun pada
pelaksanaannya, jika ditemukan pemeriksaan dengan nilai IMT menunjukkan kelebihan berat badan atau obesitas, biasanya seseorang yang mengalaminya diminta untuk melakukan pemeriksaan lanjutan, apakah kelebihan berat badan tersebut merupakan hasil dari timbunan lemak atau otot atau lainnya. Selanjutnya, pemeriksaan tersebut biasanya dilakukan dengan menggunakan beberapa pengukuran antropometri lainnya seperti pengukuran lingkar pinggang atau lemak bawah kulit dengan alat.
Penelitian yang dilakukan pada
kalangan remaja ini telah menggunakan anjuran dengan menilai IMT berdasakan kategori remaja yang dibedakan dengan jenis kelamin dan usia menurut WHO 2007 (dalam Kurniasih, dkk., 2010), pada hasil yang didapatkan sejalan dengan penelitian yang menggunakan pengukuran IMT dengan standar NHANES Amerika dalam penelitian Adityawarman (2007) bahwa didapatkan hasil dari analisis hubungan aktivitas fisik dengan komposisi tubuh yang diwakili IMT dengan koefisien korelasi p = 0,052 > 0,05 yang menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan pada remaja dengan rata-rata umur 13 tahun. Meskipun tidak terdapat hubungan yang signifikan atau bermakna tetapi aktivitas
fisik yang kurang (inaktivitas) dapat
menyebabkan overweight dan atau obesitas.
Hal lain yang menguatkan hasil ini adalah ditemukan hasil penelitian Candrawati (2011) yang menunjukkan hasil sama yaitu tidak
terdapat perbedaan IMT bermakna
berdasarkan tingkat aktivitas fisik dengan nilai p = 0,889, penelitian ini mengunakan standar berdasarkan klasifikasi IMT Asia Pasifik WHO 2005 dengan rata-rata subjek penelitian yang berumur 21 tahun.
Selain mengenai IMT, sebagian besar subjek dalam penelitian ini pula telah
memenuhi rekomendasi aktivitas fisik
menurut Kowalski, dkk. (2004), tetapi dalam penggunaan kuesioner PAQ-A disamping
memiliki kelebihan, setiap kuesioner
memiliki keterbatasan pula dalam hal mengumpulkan beberapa informasi, seperti bergantung pada daya ingat subjek penelitian, merupakan metode yang subjektif, serta
jumlah absolute waktu yang digunakan dalam
KESIMPULAN
Dari penelitian ini dapat disimpulkan,
1. Aktivitas fisik yang dilakukan siswa
kelas XI SMK Negeri se-Kota Bandung memiliki gambaran secara umum dalam kategori ringan diikuti kategori sedang, sangat ringan, berat dan tidak terdapat aktivitas yang termasuk pada kategori sangat berat.
2. Gambaran komposisi tubuh (IMT)
siswa kelas XI SMK Negeri se-Kota Bandung termasuk ke dalam kategori normal diikuti dengan kategori gemuk, serta kategori kurus dan overweight yang memiliki persentase sama.
3. Dari hasil penelitian, tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan komposisi tubuh (IMT) siswa kelas XI SMK Negeri se-Kota Bandung.
Mengingat dalam penelitian ini banyak siswa yang tergolong dalam kategori ringan, peneliti merekomendasikan untuk mencari faktor-faktor kurangnya aktivitas fisik pada siswa maupun
faktor-faktor yang mempengaruhi IMT.
Selanjutnya dapat juga diteliti mengenai hubungan aktivitas fisik dengan pengukuran komposisi tubuh secara keseluruhan dengan mencari korelasi melalui pengukuran lingkar pinggang, lemak bawah kulit, dan pengukuran antropometri lainnya .
DAFTAR PUSTAKA
Adityawarman. (2007). Hubungan aktivitas fisik dengan komposisi tubuh pada remaja (studi di smp domenico savio semarang). Artikel Penelitian. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang.
Anas, M.A. (2014). Body composition. [Online]. Diakses dari
http://coacheducators.blogspot.com/2014/02/v-behaviorurldefaultvmlo.html. (29 April 2015). Aprilia, S. (2014). Profil indeks massa tubuh dan vo2 maksimum pada mahasiswa anggota tapak
suci di universitas muhammadyah surakarta. (Naskah Publikasi). Program Studi Div
Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Candrawati, S. (2011). Hubungan tingkat aktivitas fisik dengan indeks massa tubuh (imt) dan lingkar
pinggang mahasiswa. The soedirman Journal of Nursing, 6 (2), hlm. 1-7. Jurusan Kdokteran,
Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman.
Gill, T. (2007). Young people with diabetes and obesity in asia. Special issue the growing epidemic.
Artikel Penelitian. Diabetes Voice. 52, hlm. 20-22.
Hidayat, Y. (2010). Peran dukungan sosial dan faktor personal dalam aktivitas jasmani remaja.
Jurnal Ilmiah: Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani
Kementrian Pendidikan Nasional, ISSN: 0987—9887 (4) Edisi Juni, hlm. 1-17.
Kowalski, K.C., Crocker, P.R.E., Donen, R.M. (2004). The physical activity questionnaire for older
children (paq-c) and adolescents (paq-a) manual. 87, S7N 5B2. Canada : College of
Kinesiology University of Saskatchewan.
Kurniasih, D., Soekirman, Thaha, A.R, Hardinsyah, Hadi, H., Jus’at, I., Achadi, E.L., Atmaira, P.H.
(2010). Buku sehat dan bugar berkat gizi seimbang. Jakarta : Nakita dan Yayasan Institut Danone.
Panitia Riset Kesehatan Dasar. (2013). Riset kesehatan dasar (RISKESDAS 2013). Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Rostania, M., Syam, A., Najamuddin, U. (2013). Pengaruh edukasi gizi terhadap perubahan pengetahuan dan gaya hidup sedentary pada anak gizi lebih di sdn sudirman 1 makassar tahun 2013. Artikel Penelitian. Prodi Ilmu Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Sjostrom, M., Ekelund, U., Yngve, A. (2011). Pengkajian aktivitas fisik. Dalam Gibney, M.J.,
Margetts, B.M., Kearney, J.M., Arab, L. (Penyunting), Gizi kesehatan masyarakat (hlm.