• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 90/PUU-XIII/2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 90/PUU-XIII/2015"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

MAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA

---

RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 90/PUU-XIII/2015

PERIHAL

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010

TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR

NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

ACARA

MENDENGARKAN KETERANGAN PRESIDEN DAN DPR

(III)

(2)

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

--- RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 90/PUU-XIII/2015 PERIHAL

Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang [Pasal 69] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

PEMOHON

1. R. J. Soehandoyo

ACARA

Mendengarkan Keterangan Presiden dan DPR (III)

Kamis, 10 September 2015, Pukul 14.10 – 14.40 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat

SUSUNAN PERSIDANGAN

1) Anwar Usman (Ketua)

2) Maria Farida Indrati (Anggota)

3) Patrialis Akbar (Anggota)

4) Wahiduddin Adams (Anggota)

5) Aswanto (Anggota)

6) Suhartoyo (Anggota)

7) I Dewa Gede Palguna (Anggota)

8) Manahan MP Sitompul (Anggota)

(3)

Pihak yang Hadir:

A. Kuasa Hukum Pemohon:

1. M. Arifsyah Matondang 2. Merlina

B. Pemerintah:

1. Agus Hariyadi

2. Heni Susila Wardoyo 3. Rusdi Hadi Teguh 4. Ari Eko

5. Hanifa 6. Al Heri 7. Jaya

(4)

1. KETUA: ANWAR USMAN

Sidang Perkara Nomor 90/PUU-XIII/2015 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum.

Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang dan salam sejahtera untuk kita semua. Sidang Perkara Nomor 90 agendanya adalah mendengarkan keterangan DPR dan Kuasa Presiden. Sebelumnya dipersilakan memperkenalkan diri, Pemohon siapa saja yang hadir?

2. KUASA HUKUM PEMOHON: M. ARIFSYAH MATONDANG

Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Salam sejahtera bagi kita semua. Kami yang hadir di … selaku Kuasa Hukum dari Pemohon Bapak R. J. Soehandoyo, S.H., M.H., yaitu saya sendiri M. Arifsyah Matondang, S.H., M.H., dan Merlina, S.H. Terima kasih, Yang Mulia.

3. KETUA: ANWAR USMAN

Baik, terima kasih. Dari Kuasa Presiden?

4. PEMERINTAH: HENI SUSILA WARDOYO

Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Hadir di sebelah kiri kami Bapak Agus Hariyadi (Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM Bidang Hubungan Antarlembaga) yang sekaligus nanti akan membacakan keterangan Presiden, Yang Mulia. Kemudian, saya sendiri Heni Susila Wardoyo, di sebelah kanan Bapak Rusdi Hadi Teguh (JPN Mahkamah Agung). Kemudian di belakang ada Ibu Ari Eko, Ibu Hanifa, Bapak Al Heri, masing-masing adalah JPN, kemudian ada Pak Jaya dan Pak Tri Rahmanto. Demikian. Terima kasih. Wassalamualaikum wr. wb.

5. KETUA: ANWAR USMAN

Ini klarifikasi.

6. PEMERINTAH: HENI SUSILA WARDOYO

Maaf, ya, maaf, maaf, Yang Mulia. JPN Kejaksaan Agung.

SIDANG DIBUKA PUKUL 14.10 WIB

(5)

7. KETUA: ANWAR USMAN

Oh, ya.

8. PEMERINTAH: HENI SUSILA WARDOYO

Baik, mohon maaf, Yang Mulia. Terima kasih. Wassalamualaikum wr. wb.

9. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, baik, terima kasih. Dari DPR ada surat, ada halangan yang enggak bisa dihindari, sehingga belum bisa memberikan keterangan. Untuk itu dipersilakan Kuasa Presiden.

10. PEMERINTAH: AGUS HARIADI

Assalamualaikum wr. wb. Selamat sore, salam sejahtera untuk kita semua, om swastiastu.

Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Konstitusi yang saya hormati, Kuasa Hukum dari Pemohon, yang saya hormati Kuasa Hukum dari Presiden, Pemerintah, Bapak-Ibu Hadirin yang berbahagia. Terkait permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dimohonkan oleh Saudara R. J. Soehandoyo, S.H., M.H., yang dalam hal ini memberikan kuasa kepada Saudara Adi Warman, S.H., M.H., M.B.A., dan Kawan-Kawan. Dimana permohonannya telah diregistrasi di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XIII/2015 tertanggal 31 Juli 2015 dengan perbaikan permohonan tanggal 31 Agustus 2015.

Presiden Republik Indonesia memberikan kuasa kepada, pertama, Yasonna H. Laoly (Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia). Kedua, H. M. Prasetyo (Jaksa Agung). Baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri bertindak utuh dan atas nama Presiden Republik Indonesia. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam hal ini memberikan kuasa substitusi kepada diantaranya saya sendiri Agus, S.H., M.Hum., (Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM, Bidang Hubungan Antarlembaga).

Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Konstitusi. Terkait dengan pokok permohonan Pemohon, kami tidak akan membacakannya karena menurut kami hal tersebut sudah diketahui baik oleh Pemohon maupun oleh Pihak Pemerintah.

(6)

Selanjutnya, Yang Mulia Ketua dan Hakim Konstitusi. Berkaitan dengan kedudukan hukum (legal standing) dari Pemohon, Pemerintah menyampaikan hal-hal sebagai berikut.

a. Bahwa Pemohon dalam perkaranya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara dengan dugaan tindak pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang TPPU. Dugaan TPPU yang dituduhkan terhadap Pemohon dengan tindak pidana asal (predicate crime) adalah perkara perbankan yang pada awalnya dituduhkan pada pihak lain di luar diri Pemohon. Namun dalam proses penyidikan, Pemohon dituduh dengan perkara yang berbeda dari perkara awalnya.

b. Terhadap posita Pemohon pada dasarnya hanya menjelaskan kerugian hak konstitusional yang dialaminya ketika Pemohon sedang dalam proses penyidikan bukan didasarkan atas argumentasi pada pasal yang diuji. Perlu disampaikan bahwa penyidikan adalah bagian dari salah satu proses hukum acara pidana dalam rangka mencari serta mengumpulkan bukti tindak pidana agar membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Berdasarkan pengertian tersebut, Pemerintah berpendapat bahwa seharusnya permasalahan tersebut diajukan kepada peradilan umum untuk dapat dilakukan pemeriksaan sesuai dengan hukum acara pidana, sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Oleh karena itu, permasalahan ini sesungguhnya bukan merupakan kompetensi Mahkamah Konstitusi, melainkan menjadi kompetensi dari peradilan umum.

c. Bahwa ketentuan Pasal 69 undang-undang a quo yang dimohonkan pengujian, pernah dilakukan uji materi atau constitutional review dan telah diputus oleh Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 77/PUU-XII/2014, pada tanggal 12 Februari 2015, dengan amar putusannya menyatakan, “Ditolak seluruhnya.” Oleh karena itu, Pemerintah berpendapat bahwa putusan Mahkamah Konstitusi tersebut berlaku juga untuk permohonan ini dan dinyatakan nebis in idem. Vide Pasal 60 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi juncto Pasal 42 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara. Berdasarkan penjelasan Pemerintah tersebut, perlu dipertanyakan, apakah tepat Pemohon sebagai pihak yang menganggap dirugikan hak konstitusionalnya atas berlakunya Pasal 69 Undang-Undang TPPU? Apakah kerugian konstitusional yang dimaksud bersifat spesifik, menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi? Dan apakah ada hubungan sebab-akibat (causal verband) antara kerugian dan berlakunya undang-undang

(7)

yang dimohonkan untuk diuji? Pemerintah berpendapat bahwa Pemohon tidak memenuhi kualifikasi sebagai pihak yang memiliki kedudukan hukum (legal standing), sebagaimana ditentukan dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011. Oleh karena itu, menurut Pemerintah adalah tepat jika Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Konstitusi secara bijak menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima atau niet ontvankelijke verklaard.

Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Konstitusi. Sehubungan dengan dalil Pemohon yang pada intinya menganggap ketentuan Pasal 69 Undang-Undang TPPU bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Pemerintah memberikan keterangan sebagai berikut.

1. Terhadap anggapan Pemohon yang mendalilkan ketentuan a quo tidak memberikan kepastian hukum, dan perlindungan hukum, dan pengabaian hak asasi manusia. Pemerintah berpendapat, Pemohon telah keliru memaknai pasal yang dimohonkan untuk diuji tersebut. Karena berdasarkan keterangan Pemerintah terhadap kedudukan hukum Pemohon (legal standing), menurut Pemerintah, antara ketentuan a quo dengan permasalahan Pemohon, belum dipastikan akan terjadi kerugian hak konstitusional Pemohon. Karena Pemohon masih dalam proses penyidikan yang merupakan bagian dari proses peradilan pidana.

2. Adapun berkaitan dengan status Pemohon sebagai tersangka. Menurut Pemerintah, hal tersebut adalah sesuatu yang wajar. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 1 angka 14 KUHAP yang menyatakan, “Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.” Selanjutnya, berdasarkan penjelasan Pasal 17 KUHAP, yang dimaksud dengan bukti permulaan adalah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana. Berdasarkan ketentuan ini, perintah penangkapan terhadap tersangka harus dilakukan berdasarkan bukti permulaan yang cukup, sehingga penangkapan tersebut tidak dilakukan secara sewenang-wenang. 3. Dalam hal Pemohon menginginkan kepastian terkait dengan kasus

yang dialaminya, Pemohon dapat mengajukan gugatan melalui praperadilan guna mencari keabsahan atas penangkapan dan penahanan diri Pemohon selaku tersangka. Untuk mendapatkan jaminan hak tersangka dapat terpenuhi, Pemohon dapat melihat lebih lanjut ketentuan Bab VI KUHAP yang mengatur tentang hak tersangka dan terdakwa.

(8)

dengan memiliki karakter khusus, yaitu adanya upaya menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul sumber lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak atau pemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diperoleh yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil kejahatan atau tindak pidana, vide Pasal 69 dan Pasal 4 Undang-Undang TPPU. Dengan berbagai perkembangan dan kemajuan sekarang ini, modus yang dilakukan oleh para pelaku kejahatan semakin kompleks, sehingga konsep tentang karakteristik tindak pidana pencucian uang dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa atau extra ordinary crime, yang membutuhkan aturan dan penanganan khusus untuk penyelesaiaannya bersifat lex specialis. 5. Bahwa terhadap posita Pemohon yang mendalilkan ketentuan a quo

bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 karena tidak ada persamaan di depan hukum. Menurut Pemerintah, Pemohon telah keliru memaknai frasa persamaan di depan hukum. Karena persamaan di depan hukum sesungguhnya telah dijamin dalam berbagai peraturan perundang-undangan termasuk dalam Undang-Undang TPPU. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 77 Undang-Undang TPPU yang memberikan ruang bagi tersangka untuk membuktikan bahwa harta kekayaan yang diperolehnya bukan merupakan hasil tindak pidana. Demikian halnya dalam ketentuan Pasal 116 ayat (3) dan ayat (4) KUHAP, tersangka juga diberikan kesempatan untuk menghadirkan saksi yang meringankan diri tersangka. Jika kehadiran saksi diperlukan, penyidik wajib memanggil dan memeriksa saksi tersebut.

6. Terkait dalil Pemohon yang mempermasalahkan bahwa tindak pidana TPPU yang disangkakan kepada dirinya bukan merupakan tindak pidana asal atau predicate crime, sehingga seharusnya tidak relevan untuk disangkakan kepada diri Pemohon, mengingat pelaku tindak pidana asal, Undang-Undang Perbankan telah diputus bebas murni. Pemerintah dapat memberikan penjelasan bahwa penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana pencucian uang dapat dibandingkan dengan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana penadahan, vide Pasal 480 KUHP. Dimana seseorang yang menadah barang-barang hasil kejahatan dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun terhadap tindak pidana kejahatan berupa penadahan merupakan kejahatan lanjutan dari kejahatan asal, seperti pencurian. Berdasarkan yurisprudensi, kejahatan pencurian tidak perlu dibuktikan terlebih dahulu, apakah jaksa ingin menuntut pelaku penadahan … apabila jaksa ingin menuntut pelaku penadahan. Merujuk pada yurisprudensi tersebut, maka untuk menuntut dan menjatuhkan pidana terhadap pelaku penadahan, tidak harus menunggu terlebih dahulu dilakukan penuntutan dan penjatuhan sanksi pidana terhadap pelaku

(9)

pencurian. Demikian halnya dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 79K/KR/1958 yang menyatakan bahwa fakta tentang ada orang yang kecurian dan barang hasil pencurian sudah cukup untuk dijadikan dasar penuntut penadahan.

7. Berikut Pemerintah sampaikan beberapa referensi terkait perkara TPPU yang tindak pidana asal atau predicate crime tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu, namun telah diputus dan mempunyai kekuatan hukum tetap, antara lain.

a. Perkara atas nama terpidana Argandiono, Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 95/PID.SUS/2011/PN.Surabaya.

b. Perkara atas nama terpidana Inspektur Jenderal Polisi Drs. Joko Susilo, S.H., M.Si, Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 20/PID.SUS/TPK/2013/PN.JKT.PST juncto Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 36/PID/TPK/2013/PT.DKI juncto Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 537K/PID.SUS/2014.

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, Pemerintah berkesimpulan bahwa ketentuan Pasal 69 Undang-Undang TPPU tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Namun justru memberi jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum, serta perlakuan yang sama terhadap setiap orang di hadapan hukum.

Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Konstitusi. Berkaitan dengan petitum, berdasarkan penjelasan dan argumentasi tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Konstitusi yang memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan pengujian constitutional review ketentua a quo Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat memberikan putusan sebagai berikut.

1. Menyatakan bahwa Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum atau legal standing.

2. Menolak permohonan pengujian Pemohon seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan pengujian Pemohon tidak dapat diterima atau niet ontvankelijke verklaard.

3. Menerima keterangan Presiden secara keseluruhan.

4. Menyatakan ketentuan Pasal 69 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Atas perkenan dan perhatian Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Konstitusi, kami ucapkan terima kasih.

Jakarta, 10 September 2015. Kuasa Hukum Presiden Republik Indonesia, Jaksa Agung H. M. Prasetyo, Menteri Hukum dan Hak Asasi

(10)

11. KETUA: ANWAR USMAN

Terima kasih. Dari meja Hakim mungkin ada yang ditanyakan atau didalami? Ya, ada dari Yang Mulia Pak Suhartoyo. Silakan.

12. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Terima kasih, Pak Ketua. Terima kasih juga atas keterangan dari Pihak Presiden. Ada beberapa yang ingin saya sampaikan berkaitan dengan keterangan yang disampaikan Pihak Pemerintah atau Presiden dan Jaksa Agung.

Kalau saya sudah bisa menebak dari awal bahwa pasti keterangan dari Pihak Presiden tidak bisa terlepas dari putusan Mahkamah Konstitusi dan bahkan juga akan kemudian mesitir beberapa putusan yurisprudensi. Kalau itu adanya dalam batas-batas seperti itu memang kita bisa memahami dan itu memang ada argumentasi-argumentasi yang bisa dipertanggungjawabkan secara yuridis, baik putusan Mahkamah Konstitusi maupun putusan-putusan yang di luar sana telah menjadi yurisprudensi dari badan peradilan umum.

Namun persoalannya sebenarnya tidak sebatas itu, Bapak-Bapak. Sehingga pada hari ini sampai ketika Mahkamah mendapat permohonan dari Pemohon yang sekarang kita gelar sidangnya. Mahkamah ingin mengetahui sebenarnya lebih jauh dan lebih dalam persoalan-persoalan mengenai TPPU ini yang kalau kita cermati secara cermat memang masih banyak menimbulkan persoalan-persoalan, baik para ahli ada banyak pro-kontra, demikian juga para praktisi-praktisi hukum. Saya juga bisa memahami tadi contoh-contoh yang disampaikan dari Pihak Presiden mengenai putusan yang disitir mengenai perkara yang di Surabaya dan perkara-perkara Irjen Joko Susilo. Kebetulan perkara Irjen Joko Susilo juga saya sendiri yang menyidangkan di tingkat pertama, Pak. Tapi kemudian itu bukan serta-merta bahwa itu menjadi alasan pembenaran bahwa … saya tidak tahu apakah ada yang salah kemudian ketika mengambil alih pertimbangan itu secara sepintas ataukah memang secara detail bahwa kalau perkara Joko Susilo tetap apa yang disampaikan Bapak menjadi tidak match karena itu ada pintu masuknya, Pak. Ada perkara predicate crime-nya. Meskipun yang 2002 sampai 2010 itu dipersoalkan. Karena apa? Karena yang 2002 sampai 2010 ketika itu KPK belum mempunyai kewenangan untuk melakukan penyidikan. KPK baru mempunyai kewenangan penyidikan baru sejak Undang-Undang TPPU yang baru, 2010 ke sini.

Nah, itulah sebenarnya debatable yang ada di persidangan ketika itu hanya itu, bukan persoalan masalah predikat crime disertakan apa tidak. Jadi ada hal yang berbeda, Pak. Jadi sebenarnya kalau menurut pemahaman saya tidak tepat kemudian kalau perkara Pak Joko Susilo ini dijadikan contoh bahwa perkara TPPU bisa tunggal berdiri sendiri tanpa

(11)

harus ada predicate crime. Kalau menggunakan contoh itu menurut saya kurang tepat.

Kemudian yang kedua, Pak. Bahwa Sekali lagi kita seperti yang saya sampaikan di depan bahwa Mahkamah ingin sekali mendalami persoalan TPPU ini karena yang pertama di samping masih banyak pertimbangan … persoalan-persoalan yang pro-kontra di luar sana, baik para ahli, maupun para praktisi hukum, para … para hakim, sehingga hakim di pengadilan tipikor selalu ada saja yang dissenting itu, meskipun kalau dalam perkara saya tidak ada yang dissenting soal predicate crime karena memang firm itu ada pintu masuknya, Pak. Kalau khusus untuk Pak Irjen Djoko Susilo itu, kasus simulator itu masuknya. Kenapa kemudian yang sebelum tindak pidana itu dilakukan kok bisa menjangkau yang 2002? Maksudnya kan seperti itu. Itu sebenarnya tetap bisa didasarkan Pasal 75, Pak, yang penggabungan itu. Bahwa ketika penyidik … ketika melakukan penyidikan ditemukan adanya tindak pidana pencucian uang dan di situ tidak disebutkan pencucian uang yang mana, yang sekarang ada ataukah yang sebelumnya? Bisa dilakukan penggabungan di Pasal 72 TPPU itu, sehingga hakim ketika itu termasuk saya menggantungkan pada Pasal 75 itu. Sekali lagi itu sekedar penjelasan bahwa tidak pas kalau itu menjadikan contoh.

Kemudian begini, Bapak. Pertimbangan Mahkamah selanjutnya sebenarnya ingin mendalami hal ini dan kalau bisa Pihak Pemerintah menghadirkan ahli yang … yang betul-betul yang bisa kita jadikan acuan nanti, demikian juga Pemohon, dan barangkali Mahkamah juga akan. Karena apa, Pak? Karena persoalan ada tidaknya predicate crime ini adalah sangat krusial. Sehingga kalau Bapak katakan dari Pihak Pemerintah mengatakan bahwa ini tindak pidana tunggal tidak perlu dilakukan atau dicantolkan pada predicate crime, menurut saya akan terjadi kesewenang-wenangan, artinya berpotensi paling tidak. Contohnya seperti apa? Contohnya nanti orang akan dapat dengan mudah dipersangkakan melakukan TPPU. Karena apa? Karena mempunyai harta yang barangkali tidak sesuai dengan profilnya, misalnya seseorang ini dengan gaji sekian kok bisa mempunyai rumah mewah, mobil banyak misalnya, padahal dia punya penghasilan-penghasilan lain yang tidak mungkin orang itu secara detail bisa mengadministrasikan, Pak. Tapi dengan mudah nanti kita dikatakan bahwa wah ini patut diduga dari hasil tindak pidana. Kalau memang tidak ada pintu masuknya, sehingga potensi untuk adanya abuse of power itu menurut saya sangat … sangat besar.

Kemudian juga kalau tadi dianalogkan dengan Pasal 480, Pak … Pasal 480 KUHAP tentang pendahan, Pak. Kalau Pasal 480 penadahan itu, itu mendeteksinya gampang, Pak. Kita ilustrasikan misalnya seorang polisi di jalan ketika sedang melakukan razia kendaraan bermotor ada

(12)

surat-suratnya memang tidak ada. Ketika ditanya motor ini dari mana, dia juga tidak bisa membuktikan dengan itikad baik, tentunya dengan mudah polisi mengatakan, “Ini Pasal 480.” Memang betul bisa tidak dibuktikan pencuriannya, Pasal 362 nya, Pasal 363 tidak perlu dibuktikan bisa. Kalau analognya sangat sederhana dengan penggunaan penadahan Pasal 480.

Beda dengan TPPU yang tadi saya contohkan itu, apa bisa kalau ada penegak hukum, misalnya penyidik atau penyelidik intel dari Kejaksaan Agung misalnya, melihat ini ada orang pegawai negeri misalnya kita … kami ini Para Hakim kok punya harta banyak apa tiba-tiba bisa ditanya kalau tidak ada pintu masuk, kalau tidak ada pintu tindak pidana yang dilanggar? Yang dikatakan bagaimana yang diuraikan dalam Pasal 2 TPPU yang jumlahnya hampir 25 apa 30 ini, korupsi, penyuapan, bahkan pencurian juga masuk di sini. Apa ketentuan Pasal 2 ini mau dilepas saja diabaikan saja? Itu, Pak, maksud kami dari Mahkamah ingin mendalami bukan kami juga akan mempersoalkan putusan kami terdahulu, tapi paling tidak kami … kalau memang layak kami perkuat akan kami perkuat putusan kami tersebut, tapi kalau memang dalam tataran empirik setelah itu kemudian banyak persoalan-persoalan ya kita harus … harus sempurnakan.

Jadi, semuanya terlepas, ini terlepas dari adanya permohonan Pemohon pada hari ini. Ini untuk kepentingan secara bersama tadi terlepas dari adanya keberatan dari Pak Soehandoyo itu.

Barangkali itu yang ingin saya sampaikan dan kalau memang ini menjadi hal-hal yang perlu ditanggapi saya juga sangat senang kalau ini ditanggapi. Saya setuju, Pak, dengan semangat pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang TPPU ini. Bagaimana negara ingin mengembalikan kerugian negara semaksimal mungkin, sehingga ada … ada kata-kata follow of money itu kan karena uang ke mana pun dikejar itu karena itu tujuannya adalah untuk mengembalikan kerugian negara sebesar-besarnya itu. Saya paham dengan semangat dari undang-undang tapi kan juga di sisi lain harus kita perhatikan secara berimbang bagaimana hak asasi seseorang ini juga harus kita lindungi. Di situ persoalannya yang sangat krusial barangkali Bapak-Bapak dari Kejaksaan maupun dari Kementerian Hukum dan HAM. Saya mohon tentunya kalau ... kalau ini … bukan kalau tapi saya mohon bisa ditanggapi dan meskipun tidak pada hari ini. Terima kasih, Pak Ketua.

13. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, baik. Silakan kalau mau ditanggapi sekarang atau mungkin nanti secara panjang lebar melalui tertulis, ya silakan. Ya silakan.

(13)

14. PEMERINTAH: HENI SUSILA WARDOYO

Baik, Yang Mulia. Pemerintah akan menyampaikan jawaban tersebut atau uraian tersebut dalam keterangan Presiden secara tertulis dan secara rinci. Meskipun memang betul pada saat mewarnai pembahasan undang-undang tersebut itu memang menjadi salah satu bagian yang memang pada saat itu menjadi diskusi yang alot. Kebetulan kami juga mengikuti.

Sementara itu dulu, Yang Mulia, terima kasih. Dan nanti untuk kehadiran ahli, kami akan ... setelah ini akan kami musyawarahkan nanti sekiranya kami menghadirkan, maka akan kami sampaikan secara tertulis. Demikian, Yang Mulia.

15. KETUA: ANWAR USMAN

Baik, terima kasih. Untuk Pemohon, apakah akan mengajukan ahli atau saksi?

16. KUASA HUKUM PEMOHON: M. ARIFSYAH MATONDANG

Terima kasih, Yang Mulia. Kami kemungkinan akan mengajukan saksi atau ahli. Akan mengajukan.

17. KETUA: ANWAR USMAN

Akan mengajukan, berapa orang?

18. KUASA HUKUM PEMOHON: M. ARIFSYAH MATONDANG

Itu mungkin nanti akan kami diskusikan dulu sama Prinsipal untuk berapa jumlah ahli dan saksi.

19. KETUA: ANWAR USMAN

Jangan ini … jadi nanti karena banyak sidang ya mungkin dibatasi nanti ya, tapi belum bisa dipastikan berapa orang?

20. KUASA HUKUM PEMOHON: M. ARIFSYAH MATONDANG

Ya.

(14)

22. KUASA HUKUM PEMOHON: M. ARIFSYAH MATONDANG

Masih di bawah lima lah.

23. KETUA: ANWAR USMAN

Ha, lima?

24. KUASA HUKUM PEMOHON: M. ARIFSYAH MATONDANG

Di bawah lima.

25. KETUA: ANWAR USMAN

Oh, di bawah lima?

26. KUASA HUKUM PEMOHON: M. ARIFSYAH MATONDANG

Ya.

27. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, kalau begitu gini, berapa pun yang diajukan, artinya di bawah lima tadi untuk sidang berikutnya ini, ya bawa tiga saja dulu ya.

28. KUASA HUKUM PEMOHON: M. ARIFSYAH MATONDANG

Terima kasih.

29. KETUA: ANWAR USMAN

Tiga, nanti CV-nya diserahkan ke Kepaniteraan sebelum hari sidang, ya. Baik, untuk Kuasa Presiden ya nanti sidang berikutnya ya, untuk menentukan berapa orang ahlinya.

Untuk itu, sidang diundur sampai hari Senin, tanggal 21 September 2015, pukul 11.00 WIB, acara mendengarkan keterangan ahli atau saksi Pemohon.

(15)

Dengan demikian, sidang selesai dan ditutup.

Jakarta, 10 September 2015 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d

Rudy Heryanto

NIP. 19730601 200604 1 004

SIDANG DITUTUP PUKUL 14.40 WIB KETUK PALU 3X

Referensi

Dokumen terkait

Jika sudah ketemu dengan file popojicms yang akan anda upload, silakan klik kanan pada nama file popojicms.v.1.2.5 lalu klik upload.. biarkan kosong saja, lalu klik

Apabila ketuban  pecah sebelum usia kehamilan kurang dari 37 minggu akan meningkatkan risiko infeksi, juga meningkatkan risiko terjadinya penekanan tali pusat yang

Berdasarkan perbandingan nilai korelasi antara nilai dugaan respon akhir dan peubah respon

Dari hasil analisa pada studi banding dan literatur, pelaku utama adalah pemakai bangunan pusat perbelanjaan merupakan kelompok aktivitas yang di dalamnya

Mangrove di Kecamatan Maros Baru tersebar di sepanjang tepi pantai dan daerah aliran sungai yang masih dipengaruhi oleh pasang surut air laut yang menjadi

4) Banyaknya kunyahan makanan per menit pada masing-masing kelompok umur  Sedangkan untuk menentukan perbedaan lamanya waktu yang diperlukan untuk merumput dan lamanya

Pada aplikasi 1: Gambar 1, 2 dan 3 dapat dilihat Pada aplikasi 2: Gambar 4, 5 dan 6 dapat dilihat bahwa prosentase kematian larva Aedes aegypti pada bahwa prosentase

Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi arus kas operasional perusahaan maka semakin tinggi kepercayaan investor pada perusahaan tersebut, sehingga