• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Belajar dan Pembelajaran Fisika

Belajar merupakan salah satu persoalan bagi setiap manusia. Hampir semua pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, kegemaran, dan sikap seseorang itu terbentuk dan berkembang karena belajar (Mundilarto, 2002 : 1). Kegiatan belajar tidak hanya dilakukan di lingkungan sekolah melainkan juga dapat dilakukan diluar lingkungan sekolah seperti lingkungan keluarga ataupun lingkungan pergaulan ditengah-tengah masyarakat.

Pembelajaran berasal dari kata “ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan supaya diketahui atau diturut oleh orang lain. Definisi “pembelajaran” berarti cara, proses, dan perbuatan yang menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.

Unsur-unsur pokok yang terkandung di dalam pengertian belajar adalah: 1) belajar sebagai proses, 2) perolehan pengetahuan dan keterampilan, 3) perubahan tingkah laku, dan 4) aktivitas diri. Pengertian belajar dari uraian di atas adalah proses diperolehnya suatu pengetahuan atau keterampilan serta perubahan tingkah laku seseorang melalui aktivitas diri.

Manusia merupakan sumber dari semua kegiatan sehingga manusia bebas untuk membuat pilihan dalam setiap situasi yang

(2)

12

dihadapi. Menurut pandangan teori kognitif Gestalt (Mundilarto, 2002 : 1), teori ini menganggap bahwa tingkah laku manusia hanyalah ekspresi dari kondisi kejiwaan seseorang. Implikasi teori Gestalt pada pengembangan pendekatan pembelajaran Fisika di kelas adalah lebih menekankan pada aspek pemahaman, kemampuan berpikir, dan aktivitas peserta didik.

Aspek pemahaman berdasarkan uraian mengenai teori kognitif merupakan inti dari proses belajar apabila teori kognitif tersebut digunakan sebagai dasar pijakan dalam mengembangkan pendekatan pembelajaran fisika di kelas. Adapun ciri-ciri belajar menurut teori Gestalt adalah tergantung pada kemampuan dasar, pengalaman masa lalu, pengaturan situasi yang dihadapi, pemecahan soal yang dilandasi pemahaman dapat diulangi dengan mudah sehingga apabila pemahaman telah diperoleh maka dapat digunakan pada situasi-situasi lain yang sejenis.

2. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

Pembelajaran berdasarkan masalah menurut Muslimin Ibrahim (2012:6) dikenal melalui berbagai nama seperti Pembelajaran Projek (Project Based-Learning), Pendidikan Berdasaran Pengalaman (Experienced Based Educarion), Belajar Autentik (Authentic

Learning), Pembelajaran Berakar pada kehidupan nyata (Anchored

(3)

13

Definisi problem based learning adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai titik awal untuk memperoleh pengetahuan baru. Prinsip yang mendasari pembelajaran berbasis masalah antara lain pemahaman dibangun melalui pengalaman, jadi untuk memperoleh suatu pemahaman, peserta didik harus mengalami dan melakukan berbagai aktivitas; usaha dari menjawab pertanyaan dan masalah menciptakan sebuah arti atau makna; guru memfasilitasi situasi belajar dengan instink alami peserta didik yang selalu ingin tahu dan melakukan penyelidikan dan kreasi, dan strategi yang berpusat pada peserta didik mampu membangun keterampilan berpikir kritis dan bernalar.

Pembelajaran berdasarkan masalah memiliki beberapa ciri utama yang membedakan dengan model pembelajaran yang lain mengorientasikan peserta didik kepada masalah autentik, berfokus pada keterkaitan antar disiplin, penyelidikan autentik serta menghasilkan produk/karya dan memamerkannya. Adapun tujuan pembelajaran berdasarkan masalah antara lain mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan menyelesaikan masalah peserta didik, pemodelan peranan orang dewasa serta pembelajaran otonom dan mandiri.

Adapun sintaks pembelajaran berdasarkan masalah adalah sebagai berikut :

(4)

14

Tabel 1. Sintaks Pembelajaran Berdasarkan Masalah

Tahap Tingkah Laku Guru

Tahap-1

Orientasi peserta didik kepada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomen atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam penyelesaian masalah yang dipilihnya.

Tahap-2 Mengorganisasi peserta didik untuk belajar

Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut dan membentuk kelompok belajar.

Tahap-3 Membimbing penyelidikan

individual maupun kelompok

Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan penyelesaian masalah.

Tahap-4

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.

Tahap-5

Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

(Muslimin Ibrahim, 2012 : 35)

3. Lembar Kerja Peserta Didik Eksploratif

Pada umumnya, Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) digunakan oleh guru sebagai media penunjang dalam proses kegiatan pembelajaran. Lembar kerja peserta didik adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik, biasanya berupa petunjuk atau langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas baik berupa tugas-tugas teoris atau tugas-tugas praktis.

(5)

15

LKPD merupakan suatu bahan ajar cetak berupa lembar-lembar kertas yang berisi materi, ringkasan, dan petunjuk-petunjuk pelaksanaan tugas pembelajaran yang harus dikerjakan oleh peserta didik, yang mengacu pada kompetensi dasar yang harus dicapai.

Andi Prastowo (2011: 205-206) menyatakan bahwa LKPD memiliki empat fungsi, antara lain sebagai bahan ajar yang bisa meminimalkan peran pendidik, namun lebih mengaktifkan peserta didik; sebagai bahan ajar yang mempermudah peserta didik untuk memahami materi yang diberikan; sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya tugas untuk berlatih; serta memudahkan pelaksanaan pengajaran kepada peserta didik.

Sedangkan empat poin yang menjadi tujuan penyusunan LKPD, yaitu menyajikan bahan ajar yang memudahkan peserta didik untuk berinteraksi dengan materi yang diberikan; menyajikan tugas-tugas yang meningkatkan penguasaan peserta didik terhadap materi yang diberikan; melatih kemandirian belajar peserta didik, dan memudahkan pendidik dalam memberikan tugas kepada peserta didik.

Dilihat dari strukturnya Andi Prastowo (2011: 208) menyatakan bahwa bahan ajar LKPD lebih sederhana daripada modul, namun lebih kompleks daripada buku. LKPD terdiri dari enam unsur utama, meliputi judul, petunjuk belajar, kompetensi dasar atau materi pokok, informasi pendukung, tugas atau langkah kerja, dan penilaian. Jika dilihat dari formatnya, LKPD memuat delapan unsur, yaitu: judul,

(6)

16

kompetensi dasar yang akan dicapai, waktu penyelesaian, peralatan/bahan yang diperlukan, informasi singkat, langkah kerja, tugas yang harus dikerjakan, dan laporan yang harus dikerjakan.

Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pembuatan LKPD yaitu :

1) Melakukan Analisis Kurikulum

Analisis kurikulum dimaksudkan untuk menentukan materi yang memerlukan bahan ajar berupa LKPD. Pada umumnya, dalam menentukan materi, langkah analisisnya dilakukan dengan cara melihat materi pokok, pengalaman belajar, materi yang akan diajarkan, serta mencermati kompetensi yang dimiliki peserta didik.

2) Menyusun Peta Kebutuhan LKPD

Menyusun peta kebutuhan LKPD sangat diperlukan untuk mengetahui jumlah LKPD yang harus ditulis serta untuk melihat sekuensi atau urutan LKPD-nya. Sekuensi LKPD kebutuhan LKPD ini dibutuhkan dalam menentukan prioritas penulisan. Langkah ini biasanya diawali dengan analisis kurikulum dan analisis sumber belajar.

3) Menentukan Judul-Judul LKPD

Penentuan judul LKPD atas dasar kompetensi-kompetensi dasar, materi-materi pokok atau pengalaman belajar yang terdapat dalam kurikulum.

(7)

17 4) Penulisan LKPD

Untuk menulis LKPD, langkah-langkah yang dilakukan adalah merumuskan kompetensi dasar; menentukan alat penilaian; menyusun materi; dan emperhatikan struktur LKPD yang terdiri atas enam komponen, yaitu judul, petunjuk belajar peserta didik, kompetensi yang akan dicapai, informasi pendukung, tugas-tugas dan langkah-langkah kerja, serta penilaian.

Di dalam penulisan LKPD kita juga menentukan desain pengembangan LKPD yang meliputi ukuran, kepadatan halaman, penomoran dan kejelasan.

LKPD dapat dibedakan menjadi LKPD Eksploratif dan LKPD non Eksploratif. Menurut Mundilarto, eksplorasi didefinisikan sebagai usaha menemukan kebenaran, informasi, atau pengetahuan dengan bertanya. Proses eksplorasi dimulai dengan mengumpulkan informasi dan data melalui panca indera yakni penglihatan, pendengaran, sentuhan, pencecapan, dan penciuman. Eksplorasi adalah suatu proses ilmiah yang bertujuan menemukan pengetahuan, mengatasi keraguan, atau memecahkan masalah. Pembelajaran eksplorasi dapat dilaksanakan dengan metode tanya jawab, diskusi, demonstrasi, kegiatan laboratorium, atau pengunaan matematika.

Menurut Mundilarto (2010:12), penerapan pendekatan pembelajaran eksplorasi terkait beberapa faktor, yakni konteks pertanyaan, kerangka pertanyaan, dan tingkat-tingkat pertanyaan yang

(8)

18

berbeda. Melalui pembelajaran eksploratif seseorang membangun banyak pengetahuan tentang alam. Pembelajaran eksploratif lebih menekankan pada pengembangan keterampilan dan pemantapan sikap atau kebiasaan berpikir yang akan diteruskan ke dalam kehidupan nyata. Pembelajaran eksploratif adalah bentuk belajar aktif yang lebih mengukur kemajuan seberapa baik peserta didik telah mengambangkan kemampuan eksperimen dan keterampilan analitis daripada seberapa banyak pengetahuan yang dimiliki peserta didik. Prinsip pengembangan pembelajaran eksploratif adalah semua aktivitas belajar harus terfokus pada penggunaan information process skills dari pengamatan dengan sintesis dan penerapan aturan dasar sebagai cara memahami materi ajar dalam konteks yang luas; pembelajaran eksplorasi harus meletakkan peserta didik pada pusat dari proses belajar aktif, dan komponen disiapkan untuk mendukung peserta didik; peran guru menjadi salah satu fasilitator proses belajar serta lebih menekankan pada kemajuan keterampilan, dan pemrosesan informasi, kebiasaan berpikir dan pemahaman konseptual mengenai materi ajar.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa LKPD Eksploratif adalah lembar kegiatan peserta didik yang berisi pedoman atau petunjuk dari guru kepada peserta didik yang berisi langkah atau arahan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran yang bertujuan menemukan pengetahuan atau materi yang baru dan memecahkan masalah terkait materi yang sedang dikaji.

(9)

19 4. Penguasaan Konsep

Penguasaan dapat diartikan sebagai salah satu tingkatan dari ranah kognitif yang berupa kemampuan memahami atau mengerti tentang isi pelajaran yang dipelajari tanpa perlu menghubungkannya dengan isi pelajaran lain (Dimyanti dan Mudjiono 2009:203). Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia (2007: 67) menyatakan bahwa:

“Konsep adalah abstrak, entitas mental yang universal yang menunjuk pada kategori atau kelas dari suatu entitas, kejadian atau hubungan. Suatu konsep adalah elemen dari proposisi seperti kata adalah elemen dari kalimat. Konsep adalah abstrak di mana mereka menghilangkan perbedaan dari segala sesuatu dalam ekstensi, memperlakukan seolah-olah mereka identik. Konsep adalah universal dimana mereka bisa diterapkan secara merata untuk setiap extensinya. Konsep adalah pembawa arti. Suatu konsep tunggal bisa dinyatakan dengan bahasa apa pun.”

Berdasarkan penjelasan di atas, konsep dapat diartikan sebagai ide abstrak manusia yang akan mendasari keseluruhan objek, peristiwa, dan fakta yang menerangkan suatu hal.

Flavell (1970:181-211) membedakan konsep-konsep dalam 7 dimensi, yaitu: 1) atribut, 2) struktur, 3) keabstrakan, 4) keinklusifan, 5) generalitas atau keumuman, 6) ketepatan, 7) kekuatan (power). Menurut Ausubel (1968) dalam Wartono (2003: 113), konsep-konsep yang diperoleh melalui dua cara, yaitu formasi konsep dan asimilasi konsep-konsep. Formasi konsep terutama merupakan perolehan konsep-konsep sebelum anak-anak masuk sekolah. Formasi dapat disamakan dengan belajar konsep-konsep konkret menurut Gagne

(10)

20

(1977:358). Asimilasi konsep merupakan cara utama untuk memperoleh konsep-konsep selama dan sesudah sekolah.

Konsep-konsep menurut Wartono (2003:110) merupakan kategori-kategori yang kita berikan pada stimulus-stimulus yang ada di lingkungan kita. Dalam memecahkan suatu masalah, seseorang peserta didik harus mengetahui aturan-aturan yang relevan, dan aturan-aturan itu didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya.

Pemahaman konsep menjadi landasan untuk memahami prinsip dan teori dalam pembelajaran fisika. Peserta didik diharapkan dapat memahami dan menguasai konsep setelah memperoleh pemahaman. Dengan demikian, diperlukan pemahaman terhadap konsep penyusun prinsip dan teori untuk menguasai. Konsep dapat dikuasai dengan menggunakan proses. Dengan belajar terbentuk suatu proses yang menuju penguasaan.

5. Keterampilan Memecahkan Masalah (Problem Solving)

Strategi belajar berbasis problem solving adalah bagian strategi belajar mengajar inkuiri. Strategi ini memberi tekanan pada penyelesaian suatu masalah secara menalar. M. Thobroni (2015:273) menyatakan bahwa strategi penyelesaian masalah sering disebut juga strategi inkuiri atau strategi discovery. Perbedaannya, strategi inkuiri lebih menekankan pada keyakinan atas diri sendiri terhadap apa yang

(11)

21

ditemukan, penyelesaian masalah pada terselesainya masalah. Sedangkan, discovery menekankan pada penemuan.

Problem solving berbeda dengan discovery karena problem

solving berpusat pada masalah di kehidupan nyata sedangkan

discovery dapat menggunakan permasalahan akademik. Masalah pada

hakikatnya adalah kesenjangan antara situasi nyata dan kondisi yang diinginkan. Sedangkan penyelesaian masalah adalah proses pemikiran dan mencari jalan keluar dari masalah tersebut.

Menurut Brandsford dan Steen (1994); dan Nuun dan Kimberly (2000) dalam Borich (2007:558) tahapan untuk mengajar pemecahan masalah adalah :

a. Mengidentifikasi Masalah (Identify The Problem)

Pada tahap ini peserta didik harus tahu apa yang menjadi masalah sebelum mereka dapat menyelesaikannya dan bertanya pada diri sendiri apakah yang menjadi masalah dan jika peserta didik paham maka tahap ini selesai.

b. Mendefinisikan masalah (Define Terms)

Pada tahap ini peserta didik mengamati bahwa mereka mengerti atau paham arti setiap kata yang dinyatakan dalam permasalahan. c. Mencari Strategi (Explore Strategies)

Pada tahap ini peserta didik menghimpun informasi yang relevan dan mencoba strategi tersebut untuk menyelesaikan masalah.

(12)

22

d. Melaksanakan Strategi (act On The Strategy)

Pada tahap ini peserta didik harus menggunakan salah satu strategi dari berbagai pilihan strategi.

e. Mengamati Pengaruh atau Efek Bagi Peserta Didik (Look At

The Effect)

Pada tahap ini peserta didik bertanya pada dirinya sendiri apakah jawaban yang mereka buat sesuai dengan solusi yang ada.

David Johnson dan Johnson dalam M. Thobroni (2015:276) menyatakan bahwa penyelesaian masalah dilakukan melalui kelompok. Masalah yang dipilih mempunyai sifat conflict issu atau controversional, masalahnya dianggap penting (important), urgen, dan

dapat diselesaikan (solutionable). Prosedur penyelesaian masalah yang dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Mendefinisikan Masalah

Pada tahap ini guru mengemukakan kepada peserta didik peristiwa-peristiwa yang bermasalah, baik melalui bahan tertulis maupun secara lisan. Kemudian meminta peserta didik untuk merumuskan masalahnya dalam satu kalimat sederhana (brain

storming). Setiap pendapat yang dikemukakan peserta didik

ditampung dan ditinjau kembali dengan meminta penjelasan dari yang bersangkutan. Selanjutnya dipilih rumusan yang lebih tepat atau dirumuskan kembali (rephrase, restate)

(13)

perumusan-23

perumusan yang kurang tepat sehingga kelas memilih satu rumusan suatu masalah yang tepat dipakai oleh semua.

b. Mendiagnosis Masalah

Pada tahap ini setelah berhasil merumuskan masalah, peserta didik mendiskusikan sebab-sebab timbulnya masalah. Menurut David Johnson dan Johnson masalah timbul karena dua faktor, yaitu faktor-faktor yang mendukung atau mendorong tercapainya tujuan yang diinginkan dan faktor-faktor yang menghambat percapainya tujuan. Munculnya masalah disebabkan oleh kedua faktor tersebut yang berada dalam kekuatan yang seimbang.

c. Merumuskan Strategi Alternatif

Pada tahap ini peserta didik mencari dan menemukan berbagai alternatif tentang cara menyelesaikan masalah. Oleh sebab itu, kelompok harus kreatif, berpikir secara divergen, memahami pertentangan di antara berbagai ide, dan memikirkan daya temu yang tinggi.

d. Menentukan dan Menerapkan Strategi

Pada tahap ini peserta didik memilih alternatif mana yang akan dipakai setelah berbagai alternatif ditemukan. Penyelesaian masalah pada tahap ini memiliki dua aspek, yaitu pengambilan keputusan (decision making) dan penetapan keputusan (decision

(14)

24

e. Mengevaluasi Keberhasilan Strategi

Pada tahap akhir ini peserta didik mempelajari tentang keberhasilan dan strategi yang dipilih dalam memecahkan masalah dan tentang akibat dari penerapan strategi yang dipilih. Pada akhir evaluasi harus menghasilkan definisi tentang masalah baru, mendiagnosisnya, dan mulai lagi proses penyelesaian yang baru.

6. Materi Pembelajaran Kalor a. Kalor Jenis

Kalor adalah energi yang ditransfer antara sistem dan lingkungan dikarenakan perbedaaan suhu yang ada di antara sistem dan lingkungan atau bisa juga didefinisikan sebagai energi yang berpindah dari benda yang suhunya lebih tinggi ke benda yang suhuya lebih rendah ketika benda bersentuhan sedangkan suhu adalah derajat panas dinginnya suatu benda yang diukur menggunakan termometer.

Satuan umum untuk kalor, yang masih digunakan saat ini, berasal dari kalorik. Ia disebut kalori (kal) dan didefinisikan sebagai jumlah kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur 1 gram air sebesar 1 derajat Celcius. Yang lebih sering digunakan daripada kalori adalah kilokalori (kkal), yaitu 1000 kalori. Sehingga 1 kkal adalah kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan 1 kg air sebesar 1°C.

(15)

25

Panas merupakan energi yang ditransfer, maka satuan SI yang digunakan untuk panas harus seperti satuan yang digunakn untuk energi, yaitu Joule. Sementara kalori didefinisikan menjadi tepat 4,1868 J, tanpa mengacu pada pemanasan air. 1 Cal = 3, 969 x 103 Btu = 4, 1868 J.

Kapasitas Kalor C dari sampel zat tertentu didefinisikan sebagai jumlah energi yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu sampel tersebut sebesar 1°C. Energi Q menghasilkan perubahan suhu sebesar ∆𝑇, sehingga

𝑄 = 𝐶. ∆𝑇 (1)

Kalor Jenis c adalah kapasitas kalor per satuan massanya. Dengan demikian, jika energi Q dipindahkan ke sampel zat yang memiliki massa m dan suhu sampel berubah sebesar ∆𝑇, maka kalor jenis zat adalah

𝑐 = 𝑄

𝑚 ∆𝑇 (2)

Kalor jenis pada dasarnya merupakan suatu ukuran seberapa tidak sensitifnya zat secara termal terhadap penambahan energi. Semakin besar kalor jenis suatu bahan, semakin besar pula energi yang harus ditambahkan kepada bahan tersebut untuk menyebabkan suatu perubahan suhu.

Hubungan energi Q yang berpindah antara suatu sampel bermassa m dari sebuah bahan dan sekelilingnya yang menyebabkan perubahan suhu ∆𝑇 adalah

(16)

26

𝑄 = 𝑚. 𝑐. ∆𝑇 (3) Keterangan :

Q : kalor yang diserap atau dilepas benda ( J )

m : massa benda ( kg )

c : kalor jenis benda ( J/kg°C atau kilokalori/kg°C ) ∆𝑡 : perubahan suhu (°C)

Kalor jenis nilainya bervariasi untuk suhu yang berbeda. Kalor jenis ( pada tekanan konstan 1 atm dan 20°C ) beberapa zat ditunjukkan pada Tabel 2

Tabel 2. Tabel Kalor Jenis

No Nama Zat Kalor Jenis

J/kg°C kilokalori/kg°C

1. Aluminium 900 0,22

2. Alkohol ( etil ) 2400 0,58

3. Tembaga 390 0,093

4. Kaca 840 0,20

5. Besi atau Baja 450 0,11

6. Timbal 130 0,031 7. Marmer 860 0,21 8. Air Raksa 140 0,033 9. Perak 230 0,056 10. Kayu 1700 0,4 11. Air Es (-5°C) Cairan (15°C) Uap (110°C) 2100 4186 2010 0,50 1,00 0,48 12. Tubuh manusia (rata-rata) 3470 0,83

13. Protein 1700 0,4

Titik lebur adalah suhu pada waktu zat melebur. Kalor yang diperlukan untuk mengubah wujud 1 kg zat padat menjadi zat cair dinamakan kalor laten lebur atau kalor lebur saja. Kalor yang

(17)

27

dilepaskan pada waktu zat membeku dinamakan kalor laten beku atau kalor beku saja. Hasil percobaan menunjukkan bahwa untuk zat yang sama, kalor lebur = kalor beku. Jika banyak kalor yang diperlukan oleh zat yang massanya m kg untuk melebur adalah Q joule, maka sesuai dengan definisi di atas dapat ditulis :

𝐿𝑓 = 𝑄

𝑚 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑄 = 𝑚𝐿𝑓 (4)

Kalor yang diperlukan untuk mengubah wujud 1 kg zat cair menjadi uap pada titik didik normalnya dinamakan kalor laten uap atau kalor uap saja. Kalor uap disebut juga kalor didih. Sedangkan kalor yang dilepaskan untuk mengubah wujud 1 kg uap menjadi cair pada titik didih normalnya dinamakan kalor laten embun atau kalor embun saja. Hasil percobaan menunjukkan bahwa untuk zat yang sama, kalor didih = kalor embun. Jika banyak kalor yang diperlukan untuk mendidihkan zat yang massanya m kg adalah Q joule, maka dapat ditulis :

𝐿𝑣 = 𝑄

𝑚 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑄 = 𝑚𝐿𝑣 (5) b. Asas Black

Prinsip kekekalan energi : kalor yang dilepaskan (Qlepas) sama

dengan kalor yang diterima (Qterima).

(18)

28 Keterangan :

(Qlepas) = besar kalor yang diberikan ( J )

(Qterima) = besar kalor yang diterima ( J)

Kekekalan energi pada pertukaran kalor, seperti yang ditunjukkan oleh Persamaan (4), pertama kali diukur oleh Joseph Black (1728-1799), seorang ilmuan inggris. Oleh karena itu, persamaan (4) dikenal sebagai asas black.

B. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian relevan yang telah dilakukan sebelumnya dapat menjadi pertimbangan pada penelitian ini, antara lain :

1. Pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Eksploratif Mengunakan Pendekatan Berbasis Masalah Untuk Mengembangkan Scientific Thinking Skills Pokok Bahasan Kalor Pada Peserta Didik SMA Kelas X Semester II, Oleh Fitriyani Nur Malita Sari, Pendidikan Fisika FMIPA UNY Angkatan 2009, didapatkan hasil penelitian berupa produk Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Eksploratif sebagai media pembelajaran fisika untuk mengembangkan Scientific Thinking Skills peserta didik.

2. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Fisika Berbasis Problem

Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep,

Keterampilan Memecahkan Masalah dan Kerjasama Siswa SMA, Oleh Rusdina Ratna Pertiwi, Pendidikan Fisika FMIPA UNY

(19)

29

Angkatan 2011, didapatkan hasil perangkat pembelajaran fisika berbasis Problem Based Learning (PBL) dengan kategori penilaian baik, serta mempunyai nilai reliabilitas lebih dari 75% sehingga layak digunakan, Peningkatan penguasaan konsep peserta didik setelah menggunakan perangkat pembelajaran yang dikembangkan rata-rata sebesar 35,2% dengan standar gain sebesar 0,67 dalam kategori sedang serta ketercapaian keterampilan peserta didik dalam memecahkan masalah setelah menggunakan perangkat pembelajaran yang dikembangkan rata-rata sebesar 92,49% dengan

standar gain sebesar 0,65 dalam kategori sedang.

3. Pengaruh Model Problem Based Learning (PBL) Melalui Metode Eksperimen Terhadap Kemampuan Kognitif Berdasarkan Keterampilan Pemecahan Masalah Fisika Pada Materi Sub Bahasan Asas Black Untuk Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Sewon Bantul Yogyakarta, Oleh Riani Dewi Larasati, Pendidikan Fisika FMIPA UNY Angkatan 2008 yang didapat adalah terdapat pengaruh yang dignifikan dari model PBL, terhadap kemampuan kognitif C3, C4, C5, dan C6 berdasarkan keterampilan pemecahan

masalah fisika SMA.

4. Jurnal Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Pendekatan Inkuiri Terbimbing Dalam Pembelajaran Kooperatif Pada Materi Kalor, Oleh Y.Astuti dan B. Setiawan, Pendidikan Sains FMIPA UNESA yang didapat adalah Lembar Kerja Siswa

(20)

30

(LKS) berkategori baik yang berarti Lembar Kerja Siswa (LKS) hasil pengembangan layak digunakan.

C. Kerangka Berpikir

Gambar 1. Kerangka Berpikir

LKPD Eksploratif berbasis

Problem Based Learning

Fisika merupakan salah

satu pelajaran yang

dianggap sulit.

Banyak peserta didik yang masih memerlukan pedoman

pembelajaran

Pedoman pembelajaran bertujuan untuk membantu siswa dalam

memahami konsep fisika dan keterampilan memecahkan masalah

Penggunaan LKS belum

dioptimalkan

Media pembelajaran LKPD

Diperlukan media pembelajaran yang efektif dan efisien serta dapat memperbaiki hasil belajar

Layak Digunakan

Disertai aspek keterampilan memecahkan masalah dan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari

Berpikir ilmiah, kritis, logis

Meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan memecahkan masalah siswa Berbeda dengan LKPD

konvensional sehingga hasil peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan memecahkan masalah siswa lebih tinggi

(21)

31

Fisika adalah salah satu mata pelajaran yang dianggap sulit. Banyak peserta didik yang masih membutuhkan pedoman atau petunjuk ketika proses pembelajaran berlangsung. Dalam hal ini pedoman pembelajaran bertujuan untuk membantu peserta didik dalam meningkatkan pemahaman konsep serta keterampilan memecahkan masalah.

Namun LKPD belum dikembangkan secara optimal sebagai pedoman dalam membantu peserta didik melakukan kegiatan/percobaan. Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) adalah salah satu pedoman atau petunjuk yang membantu peserta didik dalam proses pembelajaran fisika. Di dalam pedoman atau petunjuk tersebut, peserta didik diharapkan dapat menemukan konsep, prinsip, fakta maupun permasalahan yang dapat dipecahkan secara ilmiah menggunakan metode ilmiah. Namun, pada kenyataannya masih banyak LKPD yang belum dilengkapi dengan permasalahan-permasalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Oleh karena itu, diperlukan media pembelajaran berupa LKPD eksploratif berbasis Problem Based Learning sebagai pedoman dalam proses pembelajaran yang dapat memperbaiki hasil belajar. LKPD Eksploratif berbasis Problem Based Learning hasil pengembangan layak digunakan untuk pembelajaran materi kalor pada peserta didik SMA kelas X karena pada LKS Eksploratif berbasis Problem Based Learning, peserta didik dihadapkan pada berbagai macam permasalahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dari berbagai macam masalah yang dihadapkan,

(22)

32

peserta didik dituntut untuk berpikir kritis, ilmiah dan logis. Dengan berpikir kritis, logis dan ilmiah peserta didik dapat meningkatkan penguasaan konsep serta keterampilan memecahkan suatu masalah. Dari keterampilan memecahkan masalah tersebut, melalui kegiatan pembelajaran peserta didik dapat memperoleh pengetahuan dan memahami materi dengan sendirinya sehingga peserta didik lebih mudah mengingat dan memahami materi pelajaran yang berdampak dengan hasil belajar yang meningkat.

LKPD Eksploratif berbasis Problem Based Learning berbeda dengan LKPD konvensional yang digunakan di sekolah. Hal ini karena LKPD Eksploratif berbasis Problem Based Learning sudah dilengkapi dengan aspek-aspek keterampilan memecahkan masalah dan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan dilengkapi aspek keterampilan memecahkan masalah dan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari, maka peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan memecahkan masalah peserta didik lebih tinggi dibandingkan dengan peserta didik yang menggunakan LKPD konvensional yang belum dilengkapi dengan aspek keterampilan memecahkan masalah dan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.

D. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaiamana penilaian ekspert terhadap LKPD Eksploratif yang dikembangkan?

(23)

33

2. Apakah penilaian ekspert terhadap LKPD Eksploratif berkategori baik ?

3. Apakah LKPD Eksploratif dapat diaplikasikan dengan baik? 4. Bagaimana skor pretest dan posttest yang diperoleh peserta didik? 5. Apakah ada peningkatan skor pretest dan skor posttest peserta

didik?

6. Bagaimanakah peningkatan skor pretest dan skor posttest peserta didik?

Gambar

Tabel 1. Sintaks Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Tabel 2. Tabel Kalor Jenis

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kekuatan geser pelekatan resin komposit packable dengan intermediate layer resin komposit flowable menggunakan

Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang pemerintahan desa, dari 1945 sampai 2005 memberikan posisi eksistensi Desa Pakraman, mengalami pasang surut, hal

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian

[r]

Penggunaan hak pilih bagi Warga Negara Indonesia yang menggunakan KTP yang masih berlaku hanya dapat dipergunakan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang berada

Penerapan media poster untuk meningkatkan partisipasi belajar siswa dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Sertifikasi Bidang Studi NRG

Data hasil pretes dan postes yang telah diperoleh akan dianalisis untuk melihat bagaimana efektivitas model pembelajaran reflektif untuk meningkatkan pemahaman