Asuhan
Asuhan keperawatan
keperawatan HIPERPARATIROIDISME
HIPERPARATIROIDISME DAN
DAN
HIPOPARATIROIDISME
HIPOPARATIROIDISME
Thursday, April 16, Thursday, April 16, 2009 8:23 PM 2009 8:23 PM BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1. LATAR 1. LATAR BELAKANG BELAKANGSelama sekresi hormone paratiroid (PTH), kelenjar paratiroid Selama sekresi hormone paratiroid (PTH), kelenjar paratiroid bertanggung jawab mempertahankan kadar kalsium ekstraseluler. bertanggung jawab mempertahankan kadar kalsium ekstraseluler.
Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan sekresi hormone paratiroid, hormon asam amino polipeptida.
sekresi hormone paratiroid, hormon asam amino polipeptida. SekresiSekresi hormon paratiroid diatur secara langsung oleh konsentrasi cairan ion hormon paratiroid diatur secara langsung oleh konsentrasi cairan ion
kalsium. Efek utama dari hormon paratiroid adalah
kalsium. Efek utama dari hormon paratiroid adalah meningkatkanmeningkatkan
konsentrasi cairan kalsium dengan meningkatkan pelepasan kalsium dan konsentrasi cairan kalsium dengan meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks tulang, meningkatkan penyerapan kalsium oleh
fosfat dari matriks tulang, meningkatkan penyerapan kalsium oleh ginjal,ginjal, dan meningkatkan produksi ginjal. Hormon paratiroid juga menyebabkan dan meningkatkan produksi ginjal. Hormon paratiroid juga menyebabkan phosphaturia, jika kekurangan cairan fosfat. hiperparatiroidisme
phosphaturia, jika kekurangan cairan fosfat. hiperparatiroidisme
biasanya terbagi menjadi primer, sekunder dan tersier. (Lawrence Kim, MD, biasanya terbagi menjadi primer, sekunder dan tersier. (Lawrence Kim, MD,
2005) 2005)
Hipoparatiroid adalah gabungan gejala dari produksi hormon Hipoparatiroid adalah gabungan gejala dari produksi hormon
paratiroid yang tidak adekuat. Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan paratiroid yang tidak adekuat. Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering sering disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan umumnya sering sering disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau
kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau tiroid, dan yangtiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid (secara
lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid (secara congenital). Kadang-kadang penyebab spesifik
congenital). Kadang-kadang penyebab spesifik tidak dapat diketahui.
tidak dapat diketahui.
2. TUJUAN 2. TUJUAN
1.Tujuan Umum 1.Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami asuhan Mahasiswa dapat memahami asuhan
keperawatan pada pasien gangguan kelenjar paratiroid keperawatan pada pasien gangguan kelenjar paratiroid
2.Tujuan Khusus 2.Tujuan Khusus
a. a.
Mahasiswa mampu memahami pengertian hiperparatiroid dan Mahasiswa mampu memahami pengertian hiperparatiroid dan hipoparatiroid hipoparatiroid b. b. Mahasiswa mampu Mahasiswa mampu
memahami etiologi hiperparatiroid dan hipoparatiroid memahami etiologi hiperparatiroid dan hipoparatiroid
c.
c. Mahasiswa Mahasiswa mampu mampu memahami memahami patofisiologipatofisiologi hiperparatiroid dan hipoparatiroid
d. d.
Mahasiswa mampu memahamimanifestasi klinik hiperparatiroid dan Mahasiswa mampu memahamimanifestasi klinik hiperparatiroid dan hipoparatiroid hipoparatiroid e. e. Mahasiswa Mahasiswa
mampu memahami pemeriksaan diagnosk hiperparatiroid dan
mampu memahami pemeriksaan diagnosk hiperparatiroid dan hipoparatiroidhipoparatiroid
f.
f. Mahasiswa Mahasiswa mampu mampu memahami memahami komplikasikomplikasi hiperparatiroid dan hipoparatiroid
hiperparatiroid dan hipoparatiroid
g. g.
Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan hiperparatiroid dan Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan hiperparatiroid dan hipoparatiroid
hipoparatiroid
h. h.
Mahasiswa mampu memahami Mahasiswa mampu memahami
konsep dasar asuhan keperawatan hiperparatiroid dan
BAB II BAB II TINJAUAN TINJAUAN TEORI TEORI A. ANATOMI A. ANATOMI
FISIOLOGI KELENJAR PARATIROID FISIOLOGI KELENJAR PARATIROID
1. Anatomi 1. Anatomi
Kelenjar Kelenjar
paratiroid tumbuh dari jaringan endoderm, yaitu sulcus pharyngeus paratiroid tumbuh dari jaringan endoderm, yaitu sulcus pharyngeus
ketiga dan keempat. Kelenjar paratiroid yang berasal dari sulcus pharyngeus keempat cenderung bersatu dengan kutub atas kelenjar
tiroid yang membentuk kelenjar paratiroid dibagian kranial. Kelenjar yang berasal dari sulcus pharyngeus ketiga merupakan kelenjar
paratiroid bagian kaudal, yang kadang menyatu dengan kutub bawah tiroid. Akan tetapi, sering kali posisinya sangat bervariasi. Kelenjar
paratiroid bagian kaudal ini bisa dijumpai pada posterolateral kutub
bawah kelenjar tiroid, atau didalam timus, bahkan berada dimediastinum. Kelenjar paratiroid kadang kala dijumpai di dalam parenkim kelenjar tiroid. (R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong, 2004, 695)
Secara normal ada empat buah kelenjar
paratiroid pada manusia, yang terletak tepat dibelakang kelenjar tiroid, dua tertanam di kutub superior kelenjar tiroid dan dua di kutub inferiornya. Namun, letak masing-masing paratiroid dan jumlahnya dapat cukup bervariasi, jaringan paratiroid kadang-kadang ditemukan di
mediastinum.
Setiap
kelenjar paratiroid panjangnya kira-kira 6 milimeter, lebar 3
milimeter, dan tebalnya dua millimeter dan memiliki gambaran makroskopik lemak coklat kehitaman. Kelenjar paratiroid orang dewasa terutama
Golgi yang mencolok plus retikulum endoplasma dan granula sekretorik yang mensintesis dan mensekresi hormon paratiroid (PTH). Sel oksifil yang lebih sedikit namun lebih besar mengandung granula oksifil dan sejumlah besar mitokondria dalam sitoplasmanya Pada manusia, sebelum pubertas hanya sedikit dijumpai, dan setelah itu jumlah sel ini
meningkat seiring usia, tetapi pada sebagian besar binatang dan manusia muda, sel oksifil ini tidak ditemukan.Fungsi sel oksifil masih belum jelas, sel-sel ini mungkin merupakan modifikasi atau sisa sel utama yang
tidak lagi mensekresi sejumlah hormon.
2. Fisiologi
Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid
(parathiroid hormone, PTH) yang bersama-sama dengan Vit D3, dan
kalsitonin mengatur kadar kalsium dalam darah. Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, yaitu dihambat sintesisnya bila kadar
kalsium tinggi dan dirangsang bila kadar kalsium rendah. PTH akan
merangsang reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal, meningkatkan absorbsi kalsium pada usus halus, sebaliknya menghambat reabsorbsi fosfat dan melepaskan kalsium dari tulang. Jadi PTH akan aktif bekerja pada tiga titik sasaran utama dalam mengendalikan homeostasis kalsium yaitu di ginjal, tulang dan usus. (R. Sjamsuhidayat, Wim de Jong, 2004, 695)
B. KONSEP DASAR
1. Hiperparatiroidisme
a. Pengertian
Hiperparatiroidisme
adalah berlebihnya produksi hormon paratiroid oleh kelenjar paratiroid ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan terbentuknya batu ginjal yang mengandung kalsium. Hiperparatiroidisme dibagi menjadi 2, yaitu hiperparatiroidisme primer dan sekunder. Hiperparatiroidisme primer terjadi dua atau tiga kali lebih sering pada wanita daripada laki-laki dan pada pasien-pasien yang berusia 60-70 tahun. Sedangkan
hiperparatiroidisme sekunder disertai manifestasi yang sama dengan pasien gagal ginjal kronis. Rakitisi ginjal akibat retensi fosfor akan
hormon paratiroid. (Brunner & Suddath, 2001)
Hiperparatiroidisme adalah karakter
penyakit yang disebabkan kelebihan sekresi hormone paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Sekresi hormon paratiroid diatur secara langsung
oleh konsentrasi cairan ion kalsium. Efek utama dari hormon paratiroid adalah meningkatkan konsentrasi cairan kalsium dengan meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks tulang, meningkatkan
penyerapan kalsium oleh ginjal, dan meningkatkan produksi ginjal. Hormon paratiroid juga menyebabkan phosphaturia, jika kekurangan cairan
fosfat. hiperparatiroidisme biasanya terbagi menjadi primer, sekunder dan tersier. (Lawrence
Kim, MD, 2005, section 2).
Hiperparatiroidisme adalah suatu keadaan dimana
kelenjar-kelenjar paratiroid memproduksi lebih banyak hormon paratiroid dari biasanya. Pada pasien dengan hiperparatiroid, satu dari keempat kelenjar paratiroid yang tidak normal dapat membuat kadar hormon paratiroid tinggi tanpa mempedulikan kadar kalsium. dengan kata lain
walaupun kadar kalsium dalam darah normal atau meningkat. (www.endocrine.com)
b.
Etiologi
Menurut Lawrence Kim, MD. 2005,etiologi hiperparatiroid yaitu:
1. Kira-kira 85% dari kasus hiperparatiroid primer disebabkan oleh adenoma tunggal.
2.
Sedangkan 15% lainnya
melibatkan berbagai kelenjar (contoh berbagai adenoma atau hyperplasia). Biasanya herediter dan frekuensinya berhubungan
3. Sedikit kasus hiperparatiroidisme utama disebabkan
oleh paratiroid karsinoma. Etiologi dari adenoma dan hyperplasia pada kebanyakan kasus tidak diketahui. Kasus keluarga dapat terjadi baik sebagai bagian dari berbagai sindrom endrokin neoplasia, syndrome hiperparatiroid tumor atau hiperparatiroidisme turunan. Familial
hypocalcuric dan hypercalcemia dan neonatal severe hyperparathyroidism juga termasuk kedalam kategori ini.
4. Beberapa
ahli bedah dan ahli patologis melaporkan bahwa pembesaran dari kelenjar yang multiple umumnya jenis adenoma yang ganda. Pada
± 15 % pasien semua kelenjar hiperfungsi; chief cell parathyroid hyperplasia.
c. Patofisiologi
Hiperparatiroidisme dapat
paratiroid) atau sekunder, dimana kasus biasanya berhubungan dengan gagal ginjal kronis.
Pada
80% kasus, hiperparatiroidisme primer disebabkan oleh adenoma paratiroid jinak; 18% kasus diakibatkan oleh hiperplasia kelenjar paratiroid: dan 2% kasus disebabkan oleh karsinoma paratiroid
(damjanov,1996). Normalnya terdapat empat kelenjar paratiroid. Adenoma atau karsinoma paratiroid ditandai oleh pembesaran satu kelenjar, dengan
kelenjar lainnya tetap normal. Pada hiperplasia paratiroid, keempat kelenja membesar. Karena diagnosa adenoma atau hiperplasia
tidak dapat ditegakan preoperatif, jadi penting bagi ahli bedah untuk meneliti keempat kelenjar tersebut. Jika teridentifikasi salah satu
kelenjar tersebut mengalami pembesaran adenomatosa, biasanya kelenjar tersebut diangkat dan laninnya dibiarkan utuh. Jika ternyata keempat
kelenjar tersebut mengalami pembesaran ahli bedah akan mengangkat ketiga kelelanjar dan meninggalkan satu kelenjar saja yang seharusnya
mencukupi untuk mempertahankan homeostasis kalsium-fosfat.
Hiperplasia paratiroid sekunder dapat
dibedakan dengan hiperplasia primer, karena keempat kelenjar membesar secara simetris. Pembesaran kelanjar paratiroid dan hiperfungsinya
hiperkalsemia yang berkaitan dengan pen yakit ginjal kronis. Osteomalasia yang disebabkan oleh hipovitaminosis D, seperti pada riketsia, d apat mengakibatkan dampak yang sama.
Hiperparatiroidisme ditandai oleh kelebihan PTH dalam
sirkulasi. PTH terutama bekerja pada tulang dan ginjal. Dalam tulang, PTH meningkatkan resorpsi kalsium dari limen tubulus ginjal. Dengan demikian mengurangi eksresi kalsium dalam urine. PTH juga meningkatkan bentuk vitamin D3 aktif dalam ginjal, yang selanjutnya memudahkan
ambilan kalsium dari makanan dalam usus. Sehingga hiperkalsemia dan hipofosatmia kompensatori adalah abnormlitas biokimia yang dideteksi
melalui analisis darah. Konsentrasi PTH serum juga meningkat. ( Rumahorbor, Hotma,1999)
Produksi hormon paratiroid yang
berlebih disertai dengan gagal ginjal dapat menyebabkan
berbagai macam penyakit tulang, penyakit tulng yang sering terjadi adalah osteitis fibrosa cystica, suatu penyakit meningkatnya resorpsi tulang karena peningkatan kadar hormon paratiroid. Penyakit tulang
lainnya juga sering terjadi pada pasien, tapi tidak muncul secara langsung. (Lawrence
Kim, MD, 2005, section 5)
Kelebihan jumlah sekresi PTH
menyebabkan hiperkalsemia yang langsung bisa menimbulkan efek pada reseptor di tulang, traktus intestinal, dan ginjal. Secara fisiologis
sekresi PTH dihambat dengan tingginya ion kalsium serum. Mekanisme ini tidak aktif pada keadaan adenoma, atau hiperplasia kelenjar, dimana
hipersekresi PTH berlangsung bersamaan dengan hiperkalsemia. Reabsorpsi kalsium dari tulang dan peningkatan absorpsi dari usus merupakan efek langsung dari peningkatan PTH.
Pada saat kadar kalsium serum mendekati 12 mg/dL,
tubular ginjal mereabsorpsi kalsium secara berlebihan sehingga terjadi keadaan hiperkalsiuria. Hal ini dapat meningkatkan insidens
nefrolithiasis, yang mana dapt menimbulkan penurunan kreanini klearens dan gagal ginjal. Peningkatan kadar kalsium ekstraselular dapat
mengendap pada jaringan halus. Rasa sakit timbul akibat kalsifikasi berbentuk nodul pada kulit, jaringan subkutis, tendon (kalsifikasi
tendonitis), dan kartilago (khondrokalsinosis). Vitamin D memainkan peranan penting dalam metabolisme kalsium sebab dibutuhkan oleh PTH
untuk bekerja di target organ.
d. Manifestasi Klinik
Pasien mungkin tidak atau mengalami tanda-tanda dan gejala
akibat terganggunya beberapa sistem organ. Gejala apatis, keluhan mudah lelah, kelemahan otot, mual, muntah, konstipasi, hipertensi dan aritmia jantung dapat terjadi; semua ini berkaitan dengan peningkatan kadar
kalsium dalam darah. Manifestasi psikologis dapat bervariasi mulai dari emosi yang mudah tersinggung dan neurosis hingga keadaan psikosis yang disebabkan oleh efek langsung kalsium pada otak serta sistem saraf.
Peningkatan kadar kalsium akan menurunkan potensial eksitasi jaringan saraf dan otot.
batu pada salah satu atau kedua ginjal yang berkaitan dengan
peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor merupakan salah satu komplikasi hiperparatiroidisme primer. Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi kalsium fosfat dalam pelvis da ginjal parenkim yang men gakibatkan batu ginjal (rena calculi), obstruksi, pielonefritis serta gagal ginjal.
Gejala muskuloskeletal yang
menyertai hiperparatiroidisme dapat terjadi akibat demineralisasi tulang atau tumor tulang, yang muncul berupa sel-sel raksasa benigna akibat pertumbuhan osteoklast yang berlebihan. Pasien dapat mengalami nyeri
skeletal dan nyeri tekan, khususnya di daerah punggung dan persendian; nyeri ketika menyangga tubuh; fraktur patologik; deformitas; dan
pemendekkan badan. Kehilangan tulang yang berkaitan den gan hiperparatiroidisme merupakan faktor risiko terjadinya fraktur.
Insidens ulkus peptikum dan
prankreatis meningkat pada hiperparatiroidisme dan dapat menyebabkan terjadinya gejala gastroitestinal. (Brunner & Suddath, 2001)
e. Pemeriksaan Diagnostik
Hiperparatiroidisme didiagnosis ketika tes menunjukkan tingginya level kalsium dalam darah
disebabkan tingginya kadar hormone paratiroid. Penyakit lain dapat
menyebabkan tingginya kadar kalsium dalam darah, tapi
hanya hiperparatiroidisme yang menaikkan kadar kalsium karena
terlalu banyak hormon paratiroid. Pemeriksaan radioimmunoassay untuk parathormon sangat sensitif dan dapat membedakan hiperparatiroidisme primer dengan penyebab hiperkalasemia lainnya pada lebih dari 90 % pasien yang mengalami kenaikan kadar kalsium serum.
Kenaikkan kadar kalsium serum saja
merupakan gambaran yang nonspesifik karena kadar dalam serum ini dapat berubah akibat diet, obat-obatan dan perubahan pada ginjal serta tulang.
Perubahan tulang dapat dideteksi dengan pemeriksaan sinar-x atau pemindai tulang pada kasus-kasus penyakit yang sudah lanjut.
pada abdomen bisa mengungkapkan adanya batu ginjal dan jumlah urin selama 24
jam dapat menyediakan informasi kerusakan
ginjal dan resiko batu ginjal. Pemeriksaan antibodi ganda hormon
paratiroid digunakan untuk membedakan hiperparatiroidisme primer dengan keganasan, yang dapat menyebabkan hiperkalsemia. Pemeriksaan USG, MRI, Pemindai thallium serta biopsi jarum halus telah digunakan untuk
mengevaluasi fungsi paratiroid dan untuk menentukan lokasi kista, adenoma serta hiperplasia pada kelenjar paratiroid.
Tes darah
mempermudah diagnosis hiperparatiroidisme karena menunjukkan penilaian yang
akurat berapa jumlah hormon
paratiroid. Sekali diagnosis didirikan, tes yang lain sebaiknya
dilakukan untuk melihat adanya komplikasi. Karena tingginya kadar
hormon paratiroid dapat menyebabkan kerapuhan tulang karena kekurangan
kalsium, dan pengukuran kepadatan tulang sebaiknya dilakukan untuk memastikan keadaan tulang
Salah satu kelemahan diagnostik adalah
terjadinya penurunan bersihan fragmen akhir karboksil P TH pada pasien gagal ginjal, menyebabkan peningkatan palsu kadar PTH serum total.
Penetuan PTH amino akhir atau PTH utuh direkomendasikan untuk menilai fungsi paratiroid pasien gagal ginjal. (Clivge R. Taylor, 2005, 783)
Laboratorium: 1) Kalsium serum meninggi 2) Fosfat serum rendah 3) Fosfatase alkali meninggi
5) Foto Rontgen:
o Tulang menjadi tipis, ada dekalsifikasi o
Cystic-cystic dalam tulang o Trabeculae di tulang PA:
osteoklas, osteoblast, dan jaringan fibreus bertambah
f. Komplikasi
1)
peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor
2)
Dehidrasi
4)
hiperkalsemia
5) Osteoklastik
6)
osteitis fibrosa cystica
g.
Penatalaksanaan
Terapi yang dianjurkan bagi pasien
hiperparatiroidisme primer adalah tindakan bedah untuk mengangkat
jaringan paratiriod yang abnormal. Namun demikian, pada sebagian pasien yang asimtomatik disertai kenaikaan kadar kalsium serum ringan dan
fungsi ginjal yang normal, pembedahan dapat ditunda dan keadaan pasien dipantau dengan cermat akan adanya kemungkinan bertambah parahnya hiperkalsemia, kemunduran kondisi tulang, gangguan ginjal atau
pembentukan batu ginjal (renal calculi).
Dehidrasi karena gangguan pada ginjal
mungkin terjadi, maka penderita hiperparatiroidisme primer dapat menderita penyakit batu ginjal. Karena itu, pasien dianjurkan untuk
minum sebanyak 2000 ml cairan atau lebih untuk mencegah terbentuknya batu ginjal. Jus buah yang asam dapat dianjurkan karena terdapat bukti
bahwa minuman ini dapt menurunkan pH urin. Kepada pasien diuminta untuk melaporkan manifestasi batu ginjal yang lain seperti n yeri abdomen dan
hemapturia. Pemberian preparat diuretik thiazida harus dihindari oleh pasien hiperparatiroidisme primer karena obat ini akan menurunkan
eksresi kalsium lewat ginjal dan menyebabkan kenaikan kadar kalsium serum. Disamping itu, pasien harus mengambil tindakan untuk menghindari dehidrasi. Karena adanya resiko krisis hiperkalsemia, kepada pasien
harus diberitahukan untuk segera mencari bantuan medis jika terjadi kondisi yang menimbulkan dehidrasi (muntah, diare).
Mobilitas pasien dengan banyak
berjalan atau penggunaan kursi goyang harus diupayakan sebanyak mungkin karena tulang yang mengalami stress normal akan melepaskan kalsium
merupakan predisposisi terbentuknya batu ginjal.
Pemberian fosfat per oral menurunkan
kadar kalsium serum pada sebagian pasien. Penggunaan jangka panjang tidak dianjurkan karena dapat mengakibatkan pengendapan ektopik kalsium fosfat dalam jaringan lunak.
Diet dan obat-obatan. Kebutuhan nutrisi harus dipenuhi
meskipun pasien dianjurkan untuk menghindari diet kalsium terbatas atau kalsium berlebih. Jika pasien juga menderita ulkus peptikum, ia
memerlukan preparat antasid dan diet protein yang khusus. Karena anoreksia umum terjadi, peningkatan selera makan pasien harus diupayakan. Jus buah, preparat pelunak feses dan aktivitas fisik
disertai dengan peningkatan asupan cairan akan membantu mengurangi gejal konstipasi yang merupakan masalah pascaoperatif yang sering dijumpai pada pasien-pasien ini.
2.
Hipoparatiroidisme
a. Pengertian
Hipoparatiroid
adalah gabungan gejala dari produksi hormon paratiroid yang tidak adekuat. Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering sering disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid (secara congenital). Kadang-kadang penyebab spesifik tidak dapat diketahui. (www.endocrine.com)
Jarang sekali
terjadi hipoparatiroidisme primer, dan jika ada biasanya terdapat pada anak-anak dibawah umur 16 tahun. Ada tiga kategori dari
hipoparatiroidisme:
1)
Defisiensi sekresi hormon paratiroid, ada dua penyebab utama:
a) Post operasi pengangkatan kelenjar partiroid dan total tiroidektomi.
b)
Idiopatik, penyakit ini
jarang dan dapat kongenital atau didapat (acquired).
2) Hipomagnesemia.
tidak aktif.
4)
Resistensi terhadap hormon paratiroid (pseudohipoparatiroidisme)
c. Patofisiologi
Pada hipoparatiroidisme terdapat gangguan dari metabolisme
kalsium dan fosfat, yakni kalsium serum menurun (bisa sampai 5 mgr%) dan fosfat serum meninggi (bisa sampai 9,5-12,5 mgr%).
Pada yang post operasi disebabkan
tidak adekuat produksi hormon paratiroid karena pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi. Operasi yang pertama adalah untuk
mengatasi keadaan hiperparatiroid dengan mengangkat kelenjar paratiroid. Tujuannya adalah untuk mengatasi sekresi hormon paratiroid yang
Operasi kedua berhubungan dengan operasi total tiroidektomi. Hal ini disebabkan karena letak anatomi kelenjar tiroid dan paratiroid yang dekat (diperdarahi oleh pembuluh darah yang sama) sehingga kelenjar paratiroid dapat terkena sayatan atau terangkat. Hal ini sangat jarang
dan biasanya kurang dari 1 % pada operasi tiroid. Pada banyak pasien tidak adekuatnya produksi sekresi hormon paratiroid bersifat sementara sesudah operasi kelenjar tiroid atau kelenjar paratiroid, jadi diagnosis
tidak dapat dibuat segera sesudah operasi.
Pada
pseudohipoparatiroidisme timbul gejala dan tanda hipoparatiroidisme tetapi kadar PTH dalam darah normal atau meningkat. Karena jaringan tidak berespons terhadap hormon, maka penyakit ini adalah penyakit reseptor. Terdapat dua bentuk: (1) pada bentuk yang lebih sering,
terjadi pengurangan congenital aktivitas Gs sebesar 50 %, dan PTH tidak dapat meningkatkan secara normal konsentrasi AMP siklik, (2) pada bentuk
yang lebih jarang, respons AMP siklik normal tetapi efek fosfaturik hormon terganggu.
d.
Manifestasi Klinik
Hipokalsemia menyebabkan
iritablitas sistem neuromuskeler dan turut menimbulkan gejala utama hipoparatiroidisme yang berupa tetanus.
Tetanus merupakan hipertonia otot yang menyeluruh disertai
tremor dan kontraksi spasmodik atau tak terkoordinasi yang terjadi
dengan atau tanpa upaya untuk melakukan gerakan volunter. Pada keadaan tetanus laten terdapat gejala patirasa, kesemutan dan kram pada
ekstremitas dengan keluhan perasaan kaku pada kedua belah tangan serta kaki. Pada keadaan tetanus yang nyata, tanda-tanda mencakup
bronkospasme, spasme laring, spasme karpopedal (fleksi sendi siku serta pergelangan tangan dan ekstensi sensi karpofalangeal), disfagia,
fotopobia, aritmia jantung serta kejang. Gejala lainnya mencakup
ansietas, iritabilitas, depresi dan bahkan delirium. Perubahan pada EKG dan hipotensi dapat terjadi. (Brunner & Suddath, 2001)
e. Pemeriksaan Diagnostik
Tetanus
laten ditunjukan oleh tanda trousseau atau tanda Chvostek yang positif. Tanda trousseau dianggap positif apabila terjadi spasme karpopedal yang ditimbulkan akibat penyumabtan aliran darah ke lengan selama 3 menit dengan manset tensimeter. Tanda Chvostek menujukkan hasil positif apabila pengetukan yang dilakukan secara tiba-tiba didaerah nervous fasialis tepat di kelenjar parotis dan disebelah anterior telinga
menyebabkan spasme atau gerakan kedutan pada mulut, hidung dan mata.
Diagnosa sering sulit ditegakkan
karena gejala yang tidak jelas seperti rasa nyeri dan pegal-pegal, oleh sebab itu pemeriksaan laboratorium akan membantu. Biasanya hasil laboratorium yang ditunjukkan, yaitu:
1. Kalsium
serum rendah. Tetanus terjadi pada kadar kalsium serum yang berkisar dari 5-6 mg/dl (1,2 - 1,5mmol/L) atau lebih rendah lagi.
2. Fosfat anorganik dalam serum tinggi
3. Fosfatase alkali normal atau rendah
4. Foto Rontgen:
a) Sering terdapat kalsifikasi yang bilateral pada ganglion basalis di tengkorak
b)
Kadang-kadang terdapat
pula kalsifikasi di serebellum dan pleksus koroid
6. EKG: biasanya QT-interval lebih panjang
f. Komplikasi
1) Kalsium serum menurun
2) Fosfat serum meninggi
g.
Tujuan adalah untuk menaikkan kadar
kalsium serum sampai 9-10 mg/dl (2,2-2,5 mmol/L) dan menghilangkan gejala hipoparatiroidisme serta hipokalsemia. Apabila terjadi
hipokalsemia dan tetanus pascatiroidektomi, terapi yang harus segera dilakukan adalah pemberian kalsium glukonas intravena. Jika terapi ini tidak segera menurunkan iritabilitas neuromuskular dan serangan kejang, preparat sedatif seperti pentobarbital dapat dapat diberikan.
Pemberian peparat parathormon
parenteral dapat dilakukan untuk mengatasi hipoparatiroidisme akut disertai tetanus. Namun demikian, akibat tingginya insidens reaksi alergi pada penyuntikan parathormon, maka penggunaan preparat ini dibatasi hanya pada hipokalsemia akut. Pasien yang mendapatkan
parathormon memerlukan pemantauan akan adanya perubahan k adar kalsium serum dan reaksi alergi.
Akibat adanya iritabilitas neuromuskuler, penderita
hipokalsemia dan tetanus memerlukan lingkungan yang bebas dari suara bising, hembusan angin yang tiba-tiba, cahaya yang terang atau gerakan
bersama dengan obat-obat bronkodilator jika pasien mengalami gangguan pernafasan.
Terapi
bagi penderita hipoparatiroidisme kronis ditentukan sesudah kadar kalsium serum diketahui. Diet tinggi kalsium rendah fosfor diresepkan. Meskipun susu, produk susu dan kuning telur merupakan makanan tinggi kalsium, jenis makanan ini harus dibatasi karena kandungan fosfor yang tinggi. Bayam juga perlu dihindari karena mengandung oksalat yang akan membentuk garam kalsium yang tidak laut. Tablet oral garam kalsium seperti kalsium glukonat, dapat diberikan sebagai suplemen dalam diet.
Gel alumunium karbonat (Gelusil, Amphojel) diberikan sesudah makan u ntuk mengikat fosfat dan meningkatkan eksresinya lewat traktus
gastrointestinal.
Preparat
vitamin D dengan dosis yang bervariasi dihidrotakisterol (AT 10 atau Hytakerol), atau ergokalsiferol (vitamin D2) atau koolekalsiferpol
(vitamin D3) biasanya diperlukan dan akan meningkatkan absorpsi kalsium dari traktus gastrointestinal.
C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Hiperparatiroidisme
a. Pengkajian
Tidak terdapat manifestasi yang jelas
tentang hiperparatiroidisme dan hiperkalsemia resultan. Pengkajian keperawatan yang rinci mencakup :
1)
2) Riwayat
penyakit dalam keluarga.
3)
Keluhan utama, antara lain :
a) Sakit kepala, kelemahan, lethargi dan kelelahan otot
b) Gangguan pencernaan seperti mual, muntah, anorexia,
obstipasi, dan nyeri lambung yang akan disertai penurunan berat badan
c) Depresi
d) Nyeri tulang dan sendi.
4) Riwayat
trauma/fraktur tulang.
5)
Riwayat radiasi daerah leher dan kepala.
6) Pemeriksaan fisik yang mencakup :
a) Observasi
dan palpasi adanya deformitas tulang.
b) Amati
warna kulit, apakah tampak pucat.
c)
7) Bila kadar kalsium tetap tinggi, maka akan tampak tanda
psikosis organik seperti bingung bahkan koma dan bila tidak ditangani kematian akan mengancam.
8)
Pemeriksaan diagnostik, termasuk :
a) Pemeriksaan
laboratorium : dilakukan untuk menentukan kadar kalsium dalam plasma yang merupakan pemeriksaan terpenting dalam menegakkan kondisi hiperparatiroidisme. Hasil pemeriksaan laboratorium pada
hiperparatiroidisme primer akan ditemukan peningkatan kada r kalsium serum; kadar serum posfat anorganik menurun sementara kad ar kalsium dan posfat urine meningkat.
b)
Pemeriksaan radiologi, akan
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan
utama yang dapat dijumpai pada klien dengan hiperparatiroidisme antara lain :
1)
Risiko terhadap cidera yang
berhubungan dengan demineralisasi tulang yang mengakibatkan fraktur patologi.
2)
Perubahan eliminasi urine
yang berhubungan dengan keterlibatan ginjal sekunder terhadap hiperkalsemia dan hiperfosfatemia.
3) Perubahan
nutrisi yang berubahan dengan anorexia dan mual.
4) Konstipasi yang berhubungan dengan efek merugikan dari hiperparatiroidisme pada saluran gastrointestinal.
c. Rencana
Tindakan Keperawatan
1)
Diagnosa Keperawatan : Risiko terhadap
cidera yang berhubungan dengan demineralisasi tulang yang mengakibatkan fraktur patologi.
Tujuan : Klien tidak akan
menderita cidera, seperti yang ditunjukkan oleh tidak terdapatnya fraktur patologi.
Intervensi Keperawatan :
1. Lindungi klien dari kecelakaan jatuh, karena klien rentan
untuk mengalami fraktur patologis bahkan oleh benturan ringan sekalipun. Bila klien mengalami penurunan kesadaran pasanglah tirali
tempat tidurnya.
2. Hindarkan
klien dari satu posisi yang menetap, ubah posisi klien dengan hati-hati.
3.
Bantu klien memenuhi
kebutuhan sehari-hari selama terjadi kelemahan fisik.
4. Atur aktivitas yang tidak melelahkan klien.
5. Ajarkan cara melindungi diri dari trauma fisik seperti cara
mengubah posisi tubuh, dan cara berjalan serta menghindari perubahan posisi yang tiba-tiba.
6.
Ajarkan klien cara menggunakan alat
bantu berjalan bila dibutuhkan. Anjurkan klien agar berjalan secara perlahan-lahan.
2)
Diagnosa Keperawatan : Perubahan
eliminasi urine yang berhubungan dengan keterlibatan ginjal sekunder terhadap hiperkalsemia dan hiperfosfatemia.
Tujuan : Klien akan kembali pada haluaran
urine normal, seperti yang ditunjukkan oleh tidak terbentuknya batu dan haluaran urine 30 sampai 60 ml/jam.
Intervensi Keperawatan :
1.
Perbanyak asupan klien sampai
klien dengan hiperparatiroidisme karena akan meningkatkan kadar kalisum serum dan memudahkan terbentuknya batu ginjal.
2. Berikan sari buahn canbery atau prune untuk membantu agar
urine lebih bersifat asam. Keasaman urine yang ting gi membantu mencegah pembentukkan batu ginjal, karena kalsium lebih mudah larut dalam urine
yang asam ketimbang urine yang basa.
3) Diagnosa Keperawatan :
Perubahan nutrisi yang berubahan dengan anorexia dan mual.
Tujuan : Klien akan mendapat masukan makanan yang mencukupi, seperti yang dibuktikan oleh tidak adanya mual dan kembali pada atau dapat mempertahankan berat badan ideal.
Intervensi Keperawatan :
1. Berikan
memperbaiki hiperkalsemia.
2.
Jelaskan pada klien bahwa tidak mengkonsumsi
susu dan produk susu dapat menghilangkan sebagian manifestasi gastrointestinal yang tidak menyenangkan.
3. Bantu klien
untuk mengembangkan diet yang mencakup tinggi kalori tanpa produk yang mengandung susu.
4. Rujuk
klien ke ahli gizi untuk membantu perencanaan diet klien.
4) Diagnosa
Keperawatan : Konstipasi yang berhubungan dengan efek merugikan dari hiperparatiroidisme pada saluran gastrointestinal.
Tujuan : Klien akan mempertahankan BAB
kebiasaan klien).
Intervensi Keperawatan :
1.
Upayakan tindakan yang dapat mencegah konstipasi dan pengerasan fekal yang diakibatkan oleh hiperkalsemia.
2. Bantu klien
untuk tetap dapat aktif sesuai dengan kondisi yang memungkinkan.
3. Tingkatkan asupan cairan dan serat dalam diet. Klien harus minum sedikitnya enam sampai delapan gelas per hari kecuali bila ada kontra indikasi.
4.
Jika konstipasi menetak meski
laksatif.
2. Hipoparatiroidisme
a. Pengkajian
Dalam pengkajian klien dengan
hipoparatiroidisme yang penting adalah mengkaji manifestasi distres pernapasan sekunder terhadap laringospasme. Pada klien dengan
hipoparatiroidisme akut, perlu dikaji terhadap adanya tanda perubahan fisik nyata seperti kulit dan rambut kering. Kaji juga terhadap sindrom seperti Parkinson atau adanya katarak. Pengkajian keperawatan lainnya mencakup :
kesehatan klien.
1.
Sejak kapan klien menderita penyakit.
2.
Apakah ada anggota keluarga yang berpenyakit sama.
3.
Apakah klien pernah mengalami
tindakan operasi khususnya pengangkatan kelenjar paratiroid atau tiroid.
4.
Apakah ada riwayat penyinaran daerah leher.
utama, antara lain :
1.
Kelainan bentuk tulang.
2. Perdarahan sulit berhenti.
3.
Kejang-kejang, kesemutan dan lemah.
3) Pemeriksaan fisik yang mencakup :
1.
Kelainan bentuk tulang.
3. Tanda
Trosseaus dan Chovsteks.
4.
Pernapasan bunyi (stridor).
5. Rambut jarang dan tipis; pertumbuhan kuku buruk, deformitas dan mudah patah; kulit kering dan kasar.
4) Pemeriksaan diagnostik, termasuk :
1.
Pemeriksaan kadar kalsium serum.
2. Pemeriksaan radiologi.
b. Diagnosa Keperawatan
1)
Masalah kolaboratif : tetani
otot yang berhubungan dengan penurunan kadar kalsium serum.
2) Risiko
terhadap infektif penatalaksanaan regimen terapeutik (individual) yang
berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang regimen diet dan medikasi.
c. Rencana
Tindakan Keperawatan
1)
Masalah Kolaboratif : Tetani otot yang berhubungan dengan penurunan kadar kalsium serum.
Tujuan : Klien tidak akan menderita cidera, seperti yang dibuktikan oleh kadar kalsium kembali ke batas normal, frekuensi pernapasan normal, dan gas-gas darah dalam batas normal.
Intervensi Keperawatan :
1. Saat merawat
klien dengan hipoparatiroidisme hebat, selalu waspadalah terhadap spasme laring dan obstruksi pernapasan. Siapkan selalu se t selang endotrakeal, laringoskop, dan trakeostomi saat merawat klien dengan tetani akut.
2. Jika
klien berisiko terhadap hipokalsemia mendadak, seperti setelah tiroidektomi, selalu disiapkan cairan infus kalsium karbonat di dekat tempat tidur klien untuk segera digunakan jika diperlukan.
3. Jika selang
infus harus dilepas, biasanya hanya diklem dulu untuk beberapa waktu sehingga selalu tersedia akses vena yang cepat.
4. Jika tersedia
biasanya klien diberikan sumber siap pakai kalsium karbonat seperti Tums.
2)
Diagnosa Keperawatan : Risiko terhadap infektif penatalaksanaan regimen terapeutik (individual) yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang regimen
diet dan medikasi.
Tujuan : Klien akan mengerti
tentang diet dan medikasinya, seperti yang dibuktikan oleh pernyataan klien dan kemampuan klien untuk mengikuti regimen diet dan terapi.
Intervensi Keperawatan :
1. Penyuluhan
karena klien akan membutuhkan medikasi dan modifikasi diet sepanjang hidupnya.
2. Saat
memberikan penyuluhan kesehatan tentang semua obat-obat yang harus digunakan di rumah, pastikan klien mengetahui bahwa semua bentuk vitamin
D, kecuali dehidroksikolelalsiferol, diasimilasi dengan lambat dalam tubuh. Oleh karenanya akan membutuhkan waktu satu minggu atau lebih untuk melihat hasilnya.
3.
Ajarkan klien tentang diet tinggi kalsium
namun rendah fosfor. Ingatkan klien untuk menyingkirkan keju dan produk susu dari dietnya, karena makanan ini mengandung fosfor.
4. Tekankan pentingnya perawatan medis sepanjang hidup bagi klien hopiparatiroidisme kronis. Instruksikan klien untuk memeriksakan kadar kalsium serum sedikitnya tiga kali setahun. Kadar kalsium serum harus dipertahankan normal untuk mencegah komplikasi. Jika terjadi hiperkalsemia atau hipokalsemia, dokter harus menyesuaikan re gimen terapeutik untuk memperbaiki ketidakseimbangan.
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Hiperparatiroidisme adalah
karakter penyakit yang disebabkan kelebihan sekresi hormone paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Salah satu penanganan pada penderita
hiperparatiroidisme yaitu dengan cara pengangkatan jaringan paratiroid, namun terkadang jaringan yang diangkat terlalu banyak sehingga
menyebabkan hipoparatiroid. Hipoparatiroid adalah gabungan gejala dari produksi hormon paratiroid yang tidak adekuat. Keadaan ini jarang sekali
ditemukan dan umumnya sering sering disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau
tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar
paratiroid (secara congenital). Kadang-kadang penyebab spesifik tidak dapat diketahui. Jadi kedua penyakit diatas memiliki keterkaitan yang dapat saling mempengaruhi.
2. SARAN
Dalam pembuatan makalah ini
kelompok masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kelompok meminta kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Ganong.1998.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Rumahorbor, Hotma.1999. Asuhan
Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Endokrin.Jakarta:EGC.
Smeltzer, Suzzanne C.2001.Buku