• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTIROIDISME ATA (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTIROIDISME ATA (1) "

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTIROIDISME

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertiroidisme merupakan penyakit endokrin yang dalam hal prevalensi menempati urutan kedua sesudah Diabetes Mellitus, adalah satu kesatuan penyakit dengan batasan masalah yang jelas dan penyakit Graves menjadi penyebab utamanya. Hipertiroidisme penderita hipotiroidisme mengalami hipotiroidisme primer atau tiroidal yang mengacu kepada disfungsi kelenjar tiroid itu sendiri.

Baik hipertiroidisme maupun hipotiroidisme merupakan penyakit yang menimbulkan gangguan pada fungsi metabolik dan endokrin dari individu, keduanya juga mempunyai manifestasi klinik masing-masing yang berakibat pada ketidakseimbangan dari tubuh.

Dengan adanya berbagai masalah yang dapat ditimbulkan dari keadaan hipertiroidisme dan hipotiroidisme, maka sangat penting bagi kita sebagai seorang tenaga keperawatan bisa menerapkan asuhan keperawatan yang komprehensif dan tepat pada klien dengan gangguan hipotiroidisme dan hipertiroidisme.

B. Tujuan Penulisan

Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa mampu memahami dan memberikan konsep Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan sistem endokrin dari metabolik (hipotiroid dan hipertiroid)

Tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat :

1. Mengetahui definisi, etiologi, patofisiologi dan manifestasi klinik klien dengan gangguan

hipotiroid dan hipertiroid.

2. Melakukan pengkajian, menentukan diagnosa keperawatan dan rencana tindakan

keperawatan pada klien dengan gangguan hipotiroid dan hipertiroid.

C. Batasan Makalah

(2)

BAB II

LANDASAN KEPERAWATAN

A. KONSEP HIPERTYROIDISME

1. Pengertian

Hipertyroidisme merupakan keadaan tyrotoksikosis yang disebabkan oleh hiperfungsi hormon tyroid oleh kelenjar tyroid sehingga hormon tyroid berlebihan dalam sirkulasi darah (Haznam, 1991).

Hipertyroidisme merupakan sekresi hormon tyroid yang berlebihan yang

dimanifestasikan melalui peningkatan kecepatan metabolisme (Brunner & Suddert, 2000). Hipertiroid adalah ketidakseimbangan metabolik yang merupakan akibat dari produksi hormon tiroid yang berlebihan (Doengoes,2000).

Hiperrtiroid dapat didefinisikan sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan (Price,1995)

2. Etiologi

Pengeluaran hormon tyroid yang berlebihan terjadi akibat stimulasi abnormal kelenjar tyroid oleh immunoglobulin dalam darah. Penyebab lain hipertyroidisme dijumpai pada tyroiditis dan penggunaan hormon tyroid yang berlebihan (Brunner & Suddert, 2000).

Immunoglobulin yang merangsang tyroid mungkin diakibatkan karena kelainan immunitas yang bersifat hereditas yang memungkinkan kelompokan limfosit tertentu dapat bertahan dan berkembang biak dan mensekresi immunoglobulin stimulator sebagai respon terhadap beberapa faktor perangsang (Price,1995).

Hipertiroidisme juga disebabkan adanya adenoma setempat (tumor) yang tumbuh di dalam jaringan tiroid dan mensekresikan benyak sekali tiroid (Guyton dan Hall,1997).

3. Klasifikasi

a. Penyakit Graves

(3)

b. Gondok Noduler Toksik

Adalah peningkatan ukuran kelenjar tyroid akibat peningkatan kebutuhan hormon tyroid, yang terjadi selama periode pertumbuhan atau kebutuhan metabolik yang tinggi pada pubertas atau kehamilan. Dalam hal ini peningkatan hormon tyroid disebabkan oleh pengaktifan hypotalamus yang didorong oleh proses metabolisme tubuh sehingga disertai oleh peningkatan TRH dan TSH. Apabila kebutuhan berkurang, ukuran kelenjar tyroid kembali normal. Kadang terjadi perubahan yang irreversibel dimana kelenjar tidak dapat mengecil. Kelenjar yang membesar walaupun tidak selalu tetap memproduksi hormon tyroid dalam jumlah berlebihan. Bila individu yang bersangkutan mengalami hypertyroid maka keadaan inilah yang disebut Gondok Noduler Toksik.

c. Tirotoksikosis

(4)

4. Manifestasi klinis

a. Penyakit graves

Pada penyakit graves terdapat 2 kelompok gambaran utama, tiroidal dan ekstratiroidal dan keduanya mungkin tidak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktifitas simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan menurun, nafsu makan meningkat, palpitasi,

takhikardi, diare dan kelemahan serta atrofi otot. Pada ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya pada tungkai bawah. Oftalmopati yang ditemukan pada 50% sampai 80% pasien ditandai oleh mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata) dan

kegagalan konvergensi. Jaringan orbita dan otot-otot mata diinfiltrasi oleh limfosit, sel mast dan se-sel plasma yang mengakibatkan eksoftalmoa (proposis bola mata), okulopati kongestif dan kelemahan gerakan ekstraokuler (Price,1995).

b. Penyakit Goiter nodular toksik

Pada pasien-pasien ini hipertiroidisme timbul secara lambat dan manifestasi klinisnya lebih ringan daripada penyakit Graves. Penderita mungkin mengalami aritmia dan gagal jantung yang resisten terhadap terapi digitalis. Penderita dapat pula memperlihatkan bukti-bukti penurunan berat badan, lemah dan pengecilan otot. Biasanya ditemukan goiter multinoduler pada pasien-pasien tersebut yang berbeda dengan pembesaran tiroid difus pada

penyakit Graves. Penderita mungkin memperlihatkan tanda-tanda mata (melotot, pelebaran fisura palpebra, kedipan berkurang) akibat aktifitas simpatis yang berlebihan. Meskipun demikian, tidak ada manifestasi dramatis infiltratif seperti yang terlihat pada

penyakit Graves.

c. Tirotoksikosis

Manifestasi yang sering ditemukan meliputi kegelisahan, labilitas emosi, tidak dapat tidur, tremor, pergerakan usus yang sering, keringat yang berlebihan dan intoleransi terhadap panas. Kehilangan berat badan bisa terjadi jika ada prnurunan nafsu makan, kelemahan otot proksimal. Pada perempuan pramenopause terjadi oligomenore dan amenore. Tanda okuler meliputi pandangan membelalak yang khas dengan fisura palpebra yang melebar,

pengejapan mata yang jarang, kelelahan kelopak mata dan kegagalan mengernyitkan alis pada pandangan ke atas. Dispnea, palpitasi dan anginapektoris atau kegagalan jantung bisa terjadi. Gejala neurologik mendominasi gambaran klinis pada individu yang lebih muda sedangkan gejala kardiovaskuler dan miopati menonjol pada pasien yang lebih tua.

5. Evaluasi diagnostik

a. Pengukuran langsung konsentrasi tiroksin dalam plasma dengan menggunakan cara

(5)

b. Pemeriksaan uji kecepatan metabolisme basal biasanya meningkat sampai +30 hingga +60

pada hipertiroid berat.

c. Pemeriksaan konsentrasi TSH di dalam plasma dikur dengan radioimunologik. Pada tipe

tirotoksitosis yang biasa, sekresi TSH oleh hipofise anterior sangat ditekan secara

menyeluruh oleh sejumlah besar tiroksin triiodotironin yang sedang bersirkulasi sehingga hampir tidak ditemukan TSH dalam plasma.

d. Konsentrasi TSI diukur dengan radioimunologik, TSI normalnya tinggi pada tirotoksitosis

tetapi rendah pada adenoma tiroid.

Pemeriksaan penunjang lain adalah  Sinar X dada.

 Test fungsi dada.

 TLC (Test Lung Capacity).

 FEV : rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun pada bronkhitis dan asma.

 AGD (Analisa Gas Darah).

 Bronkogram

 JDL dan differensial : Hb dan eusinofil meningkat.

 Kimia darah

 EKG

6. Penatalaksanaan

a. Farmakoterapi

Dengan menggunakan obat yang mempengaruhi sintesis tyroid serta preparat yang mengendalikan manifestasi hipertyroidisme (Propiltiourasil / Propacil / PTU, Metimazol / Tapazol). Obat-obat ini diberikan dalam jangka panjang paling sedikit 1 tahun.

b. Penyinaran atau radiasi

Panyinaran atau radiasi yang meliputi penggunaan radioisotop 1 (131 / 125) untuk menimbulkan efek destruktif pada kelenjar tyroid.

Dengan Iodium Radioaktif dengan penyuntikan sebanyak 5 milicurie diharapkan didalam kelenjar bahan ini merusak sel-sel sekretoris kelenjar tiroid.

c. Bedah / operatif

Pembedahan dengan mengangkat sebagian kelenjar tyroid. Sebelum dilakukan

pembedahan diberikan terapi propiltiourasil yang biasanya diberikan beberapa minggu. Terapi yang dilakukan tergantung dari penyebab hipertiroidisme yang mungkin memerlukan gabungan dari semua terapeutik diatas (Brunner & Suddert, 2000).

(6)

7. Pemeriksaan kelenjar tiroid:

Kelenjar tiroid diinspeksi dan dipalpasi secara rutin pada semua pasien. Identifikasi daerah anatomis spesifik diperlukan untuk menjamin pengkajian yang akurat. Daerah leher bagian bawah antara otot-otot sternokleidomastoideus diinspeksi untuk melihat apakah terdapat benjolan di sebelah anterior atau tampak asimetris. Pasien diminta untuk dedikit mengekstensikan lehernya dan menelan. Normalnya jaringan tiroid akan bergerak naik jika pasien menelan. Kemudian dilakukan palpasi tiroid untuk menentukan ukuran, bentuk, konsisitensi, kesimetrisan adanya nyeri tekan.

Pemeriksa harus melakukan pemeriksaan bagian ini baik dari posisi anterior maupun posterior. Palpasi kelenjar tiroid dapat dilakukan secara efektif apabila posisi pasien membelakangi pemeriksa dan pemeriksa melakukan prosedur ini dengan menggunakan kedua belah tangan melingkari leher pasien. Ibu jari tangan diletakkan pada bagian posterior leher, sementara jari telunjuk dan jari tengah melakukan palpasi untuk meraba istmus tiroid serta permukaan anterior lobus lateralis. Apabila teraba, daerah istmus akan terasa sebagai bagian yang kenyal dengan konsistensi yang menyerupai gelang karet.

Lobus kiri diperiksa dengan menempatkan pasien dalam posisi leher sedikit fleksi ke depan dan ke kiri. Kemudian kartilago tiroid didorong kekiri dengan jari-jari tangan kanan. Gerakan ini akan menggeser lobus kiri kedalam muskulus sternokleidomastoideus sehingga mudah dipalpasi. Lobus kiri lalu dipalpasi dengan meletakkan ibu jari tangan kiri kedalam bagian posterior muskulus sternokleidomastoideus, sementara jari telunjuk dan jari tengah melakukan penekanan yang berlawanan dari bagian anterior otot tersebut. Gerakan

menelan pada saat dilakukan gerakan ini, dapat membantu pemeriksa untuk menentukan lokasi tiroid pada saat kelenjar tersebut naik dalam leher. Prosedur terhadap lobus kanan dikerjakan secara terbalik. Istmus merupakan satu-satunya bagian tiroid yang dalam

keadaan normal dapat diraba. Jika pasien memiliki leher yang sangat kurus kadang-kadang dapat diraba pula dua buah lobus yang tipis, licin dan tidak nyeri bila ditekan.

Apabila kelenjar tiroid pada palpasi ditemukan membesar, auskultasi kedua lobus dilakukan pada corong membran atetoskop. Auskultasi akan mengenali vibrasi setempat yang terdengar seperti bruit. Gejala ini merupakan gambaran abnormal yang menunjukkan adanya peningkatan aliran darah lewat kelenjar tiroid dan mengharuskan perawat untuk segera merujuk pasien kepada dokter. Adanya nyeri tekan, pembesaran, nodularitas dalam kelenjar tiroid juga memerlukan rujukan untuk mendapatkan evaluasi tambahan.

8. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian keperawatan

 Riwayat penyakit dan pemeriksaan harus di fokuskan pada proses timbulnya gejala yang berkaitan dengan metabolisme yang meningkat.

 Pemeriksaan fisik di fokuskan adanya pembesaran tiroid, goiter dan edema non pitting terutama adanya pretibial.

(7)

sekitarnya. Bicaranya cepat dan parau, Gangguan status mental dan perilaku, seperti bingung, disorientasi, gelisah, peka rangsang, delirium, psikosis, stupor dan koma.

 Status nutrisi: adanya napsu makan meningkat, makannya sering, kehausan, mual dan

 Seksualitas adanya penurunan libido, hipomenore, amenorea, dan impoten.

 Pernafasan, adanya frekuensi pernafasan yang meningkat, takipnea, dispnea.

 Perubahan penglihatan dan penampakan mata.

 Pemeriksaan jantung : adanya palpitasi, peningkatan TD.

2. Diagnosa keperawatan

a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b/d keadaan hipermetabolisme,

meningkatnya beban kerja jantung, perubahan arus balik vena dan tahanan vaskular sistemik, perubahan frekwensi, irama dan konduksi jantung.

b. Kelelahan b/d hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan energi, peka rangsang dari

syaraf karena gangguan kimia tubuh.

c. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d meningkatnya

metabolisme, mual, muntah, diare, kekurangan insulin yang relatif, hiperglikemi.

d. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b/d perubahan mekanisme pelindung mata,

kerusakan penutup kelopak mata / eksoftalmus.

e. Ansietas b/d faktor fisiologis, status metabolik (stimulasi SSP), efek pseudo katekolamin

dari hormon tyroid.

f. Resiko tinggi kerusakan proses pikir b/d perubahan fisiologis, peningkatan stimulasi SSP /

mempercepat aktifitas mental, perubahan pola tidur.

g. Kurang pengatahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, prognosis, dan kebutuhan

pengobatan.

h. Kepercayaan diri terganggu b/d perubahan penampilan, selera makan yang berlebihan dan

penurunan BB.

i. Perubahan suhu tubuh.

3. Rencana asuhan keperawatan

a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b/d keadaan hipermetabolisme,

meningkatnya beban kerja jantung, perubahan arus balik vena dan tahanan vaskular sistemik, perubahan frekwensi, irama dan konduksi jantung.

 Kriteria hasil

Mempertahankan curah jantung yang adekuat sesuai dengan kebutuhan ditandai dengan TTV stabil, denyut nadi perifer normal, pengisian arteri normal, status mental baik, tidak ada disritmia.

(8)

1) Pantau TD pada posisi berbaring, duduk, dan berdiri bila memungkinkan, perhatikan besar

tekanan nadi.

R/. Hipotensi umum / ortostatis terjadi akibat vasodilatasi prifer yang berlebihan dan penurunan volume sirkulasi. Besarnya tekanan nadi merupakan efek kompensasi peningkatan isi sekuncup dan penurunan tahanan sistem pembuluh darah.

2) Pantau CVP jika pesien menggunakannya.

R/. Memberikan ukuran volume sirkulasi yang langsung dan akurat, mengukur fungsi jantung secara langsung juga.

3) Periksa kemungkinan adanya nyeri dada / angina.

R/. Adanya tanda peningkatan kebutuhan O2.

4) Kaji nadi dan denyut jantung saat pasien tidur.

R/. Memberikan hasil yang lebih akurat untuk menentukan tachikardi.

5) Auskultasi bunyi jantung (gallop, murmur).

R/. S1 dan murmur menonjol b/d curah jantung yang menigkat pada keadaan hipermetabolik / keadaan gagal jantung.

6) Pantau EKG (kecepatan,irama jantung, disritmia).

R/.Tachikardi merupakan cerminan langsung secara stimulasi otot jantung oleh hormon tyroid.

7) Auskultasi nafas (krekels).

R/. Tanda awal kongesti paru, adanya gagal jantung.

8) Pantau suhu, berikan lingkungan yang sejuk, batasi penggunaan linen, kompres dengan air

hangat.

R/. Demam terjadi karena tyroid yang berlebihan menyebabkan dehidrasi.

9) Observasi adanya tanda dehidrasi.

R/. Dehudrasi yang cepat menurunkan volume sirkulasi dan menurunkan curah jantung. 10) Catat masukan dan haluaran, catat pula BJ urine.

R/. Kehilangan cairan banyak menimbulakn dehidrasi berat, urine pekat, BB menurun. 11) Timbang BB tiap hari.

R/. Aktifitas akan meningkatkan kebutuhan metabolik / sirkulasi yang berpotensi menimbulkan gagal jantung.

12) Catat riwayat asma, kehamilan, gagal jantung.

R/. Akan mempengaruhi pilihan terapi.

13) Observasi efek samping antagonis adrenergik.

R/. Indikasi untuk menghentikan / meneruskan terapi. 14) Kolaborasi

Beri cairan IV sesuai indikasi. Berikan obat sesuai indikasi.

Pantau hasil laborat sesuai dengan indikasi. Lakukan pemantauan EKG secara teratur. Lakukan sinar X dada.

(9)

Beri terapi transfusi, dialisa (bila perlu).

b. Kelelahan b/d hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan energi, peka rangsang dari

syaraf karena gangguan kimia tubuh.  Kriteria hasil

1) Mengungkapkan secara bermakna peningkatan energi.

2) Menunjukkan kemampuan beraktifitas.

 Intervensi

1) Pantau TTV saat istirahat / aktifitas.

R/. Nadi secara luas akan meningkat, saat istirahatpun mungkin ditemukan tachikrdi.

2) Ciptakan lingkungan yang tenang, turunkan stimulasi sensori, warna sejuk, musik santai.

R/. Menurunkan stimulasi (agitasi dan hiperaktif).

3) Sarankan pasien mengurangi aktifitas dan tingkatkan istirahat.

R/. Membantu melawan pengaruh peningkatan metabolisme.

4) Berikan tindakan yang membuat pasien nyaman (massage dan bedak sejuk).

R/. Menurunkan energi dan meningkatkan relaksasi.

5) Berikan aktifitas pengganti yang menyenangkan dan tenang (membaca, nonton TV,

mendengarkan radio).

R/. Menggunakan energi secara konstruktif dan menurunkan ansietas.

6) Hindari membicarakan topik yang menjengkelkan dan mengancam pasien.

R/. Peningkatan kepekaan SSP menyebabkan pasien mudah terangsang.

7) Diskusikan dengan orang terdekat mengenai kelelahan dan emosi yang tidak stabil.

R/. Tingkah laku tersebut meningkatkan koping.

8) Kolaborasi.

R/. Berikan obat sesuai indikasi (sedatif).

c. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d meningkatnya

metabolisme, mual, muntah, diare, kekurangan insulin yang relatif, hiperglikemi.  Kriteria hasil

Menunjukkan BB yang stabil dengan nilai laborat normal dan terbebas dari tanda malnutrisi.  Intervensi

1) Auskultasi bising usus.

R/. Hiperperistaltik usus meningkatkan motilitas lambung yang menurunkan dan mengubah fungsi arbsobsi.

2) Kaji adanya anoreksia, kelemahan umum, nyeri abdomen, mual dan muntah.

R/. Peningkatan adrenergik mengganggu sekresi insulin sehingga terjadi hiperglikemi, polidisi, poliuri, perubahan kecepatan dan kedalaman nafas.

3) Anjurkan pasien banyak makan dengan tinggi kalori dan mudah dicerna.

R/. Menjaga pemasukan kalori cukup tinggi karena adanya hipermetabolik.

4) Hindari makanan yang meningkatkan peristaltik usus (the, kopi, dan makanan berserat) dan

(10)

R/. Peningkatan motilitas saluran cerna menyebabkan gangguan arbsobsi (diare).

5) Kolaborasi.

 Konsul gizi untuk diet TKTP.

 Berikan obat sesuai indikasi (glukosa, B kompleks dan insulin).

d. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b/d perubahan mekanisme pelindung mata,

kerusakan penutup kelopak mata / eksoftalmus.  Kriteria hasil

1) Mempertahankan kelembaban membran mukosa mata dan terbebas dari ulkus.

2) Mengidentifikasi tindakan memberikan perlindungan pada mata dan mencegah komplikasi.

 Intervensi

1) Observasi odem periorbital, gangguan penutupan kelopak mata, penyempitan lapang

pandang, air mata berlebih, fotofobi benda di luar mata dan nyeri mata. R/. Manipulasi stimulasi adrenergik b/d tyrotoksikosis.

2) Evaluasi ketajaman mata, pandangan kabur / ganda (diplopia).

R/. Oftalmopati infiltrat akibat peningkatan jaringan retro orbita yang menciptakan eksoftalmus.

3) Anjurkan pasien menggunakan kaca mata gelap ketika terbangun dan gunakan penutup

mata saat tidur.

R/. Melindungi kerusakan kornea bila pasien tidak dapat menutup mata dengan sempurna.

4) Tinggikan bagian kepala tempat tidur dan batasi garam bila ada indikasi.

R/. Menurunkan odem jaringan (GJK) dimana memperberat eksoftalmus.

5) Anjurkan pasien melatih otot mata extra okuler.

R/. Memperbaiki sirkulasi dan mempertahankan gerakan bola mata.

6) Beri kesempatan pasien perubahan gambaran tubuhnya.

R/. Perubahan tubuh menyebabkan tidak percaya diri.

7) Kolaborasi.

 Berikan obat sesuai indikasi (obat tetes mata, prednison, anti tyroid dan diuretik).

Siapkan pembedahan sesuai indikasi.

e. Ansietas b/d faktor fisiologis, status metabolik (stimulasi SSP), efek pseudo katekolamin

dari hormon tyroid.  Kriteria hasil

1) Pasien rileks.

2) Ansietas berkurang sampai tingkat yang dapat diatasi.

3) Mengidentifikasi cara hidup sehat.

 Intervensi

1) Observasi tingkat prilaku adanya ansietas.

R/. Ansietas ringan s/d berat ditunjukkan dengan prilaku yang bermacam-macam.

(11)

R/. peningkatan pengeluaran B-adrenergik dan kelebihan tyroid dari kelebihan kateekolamin ketika epinefrin dalam keadaan normal.

3) Bersama pasien mendiskusikan tentang kekhawatiran.

R/. Menegaskan bahwa meskipun perasaan pasien tidak terkontrol lingkungan tetap aman.

4) Jelaskan prosedur lingkungan sekitar pasien.

R/. Menurunkan distorsi persepsi yang menyebabkan ansietas.

5) Bicara singkat dengan kata sederhana.

R/. Rentang perhatian yang pendek dan konsentrasi yang berkurang membataasi kemampuan mengasimilasi informasi.

6) Kurangi stimulus dari luar.

R/. Menciptakan lingkungan yang terapiutik.

7) Diskuskan emosi yang stabil.

R/. Memahami tingkah laku pasien dengan pendekatan yang berbeda.

8) Kolaborasi.

 Beri obat anti ansietas (sedatif).

 Rujuk pada konseling (ahli agama dan pelayanan sosial).

f. Resiko tinggi kerusakan proses pikir b/d perubahan fisiologis, peningkatan stimulasi SSP /

mempercepat aktifitas mental, perubahan pola tidur.  Kriteria hasil

1) Mempertahankan orientasi realita.

2) Mengenali perubahan dan faktor penyebab.

 Intervensi

1) Kaji proses pikir pasien (memori, perhatian, orientasi, tempat, orang dan waktu).

R/. Menentukan kelainan proses sensorik.

2) Catat perubahan tingkah laku.

R/. Kemungkinan pasien hiperwaspada dan berlanjut ke psikotik.

3) Kaji tingkat ansietas.

R/. Mengubah proses berpikir.

4) Ciptakan lingkungan yang tenang.

R/. Menurunkan stimulasi eksternal.

5) Hadirkan realita secara terus menerus, gamblang tanpa melawan pikiran yang tidak logis.

R/. Membatasi reaksi yang menentang.

6) Berikan jam, kalender, ruangan dengan jendela, mengatur tingkat cahaya untuk

menstimulasi siang dan malam. R/. Meningkatkan petunjuk operasi.

7) Berikan tindakan yang aman (penghalang tempat tidur dan supervisi yang ketat.

R/. Mencegah trauma dari halusinasi dan disorientasi.

8) Kolaborasi.

(12)

g. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, prognosis, dan kebutuhan

pengobatan.  Kriteria hasil

1) Pasien mengerti proses penyakit.

2) Mengidentifikasi tanda dan gejala penyakit.

3) Memulai perubahan pola hidup dalam berpartisipasi intervensi pengobatan.

 Intervensi

1) Tinjau ulang proses penyakit.

R/. Memberi pengetahuan dasar kepada pasien.

2) Beri informasi yang tepat.

R/. Berat ringannya keadaan menentukan tindakan pengobatan.

3) Diskusikan sumber dan faktor pencetus krisis tyroid yang terjadi.

R/. Psikologis sering menjadi faktor pencetus.

4) Berikan informasi tentang perjalanan penyakit secara teratur.

R/. Pasien dengan pengobatan kemungkinan mengalami kekambuhan setelah 5 tahun.

5) Diskusikan mengenai terapi obat yang diberikan.

R/. Obat anti tyroid pemberiannya dalam waktu yang lama.

6) Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan pengawasan khusus.

R/. Identifikasi adanya reaksi toksik.

h. Kepercayaan diri terganggu b/d perubahan penampilan, selera makan yang berlebihan dan

penurunan BB.

 Kriteria hasil

1) Ungkapan secara verbal perasaan diri sendiri dan sakit yang dialami.

2) Menjelaskan perasaan frustrasi dan kehilangan kontrol.

3) Menjelaskan alasan meningkatnya selera makan.

 Intervensi

1) Singkirkan benda-benda yang memperlihatkan perubahan tubuhnya (cermin).

2) Berikan motivasi pasien untuk mengembngkan strategi efektif untuk mengatasi masalah.

3) Buatkan jadwal makan untuk pasien, bila pasien malu atur suasana agar tidak terlihat

(13)

4) Kompres dingin bila perlu

4. Implementasi

Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan dilanjutkan pada Nursing Order untuk membantu klien mancapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan

seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaan sudah berhasil

dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor kekurangan yang terjadi

saat tahap pengkajian, analisa, perencanaan dan pelaksanaan tindakan. Pada pasien

Referensi

Dokumen terkait

Harga kemudian bergerak kembali menuju F, pindahkan stop order Buy ke titik E dengan SL buy pada 50% swing yang baru. Saat harga menyentuh level E maka order ang sudah aktif

Model Cox Proportional Hazard (Cox PH) adalah model regresi pada analisis survival yang dapat digunakan untuk melihat pengaruh kovariat terhadap waktu survival dari individu

a. Perilaku tersebut lebih dari ketentuan pekerjaan yang telah ditentukan. Tindakan tersebut tidak memerlukan latihan, bersifat alami dan sukarela c. Tindakan tersebut tidak

Tapi aku terlalu sibuk untuk berkencan dengan siapa pun secara serius, dan kebanyakan wanita tidak ada yang tahan dengan pacar yang lebih sering keliling dunia daripada di

Diet tinggi lemak menunjukkan kecenderungan meningkatkan kadar IL-6 tikus putih jantan setelah diinduksi Staphylococcus aureus dan tidak signifikan secara

Dengan membangun aplikasi pada sistem usulan pelaksanaan anggaran dan pengelola keuangan secara online, SKPD dapat mengajukan usulan anggaran dengan mengunggah data

Pengaruh negatif dan signifikan kohesivitas kelompok terhadap senjangan anggaran menunjukkan bahwa terjadinya senjangan anggaran yang diakibatkan oleh adanya proses