• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

154 BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Modernitas yang ditandai oleh rasio instrumental mengimplikasikan beberapa persoalan seperti filsafat kesadaran, positivisme, universalitas serta kecenderungan ideologi yang mapan. Habermas bermaksud merekonstruksi rasio di zaman modern. Rasio yang berpusat pada subjek hendak direkonstruksi oleh Habermas menjadi rasio komunikatif. Habermas juga hendak mengintegrasikan pengetahuan teoritis, praktis dan estetis berdasarkan pada prinsip tindakan komunikasi, artinya estetika kemudian diintegrasikan dengan sains, norma dan hukum sosial serta politik. Habermas juga menyebut rasio instrumental di era modern merupakan pemiskinan rasionalitas barat yakni subjek yang memandang kenyataan secara instrumental saja. Sikap dasar ekspresif dalam dimensi estetik diperlukan untuk menyeimbangkan rasionalisasi sikap objektivikasi yang menghasilkan sains berdasarkan rasionalitas instrumental, dan sikap penyesuaian-norma yang menghasilkan hukum dan penyesuaian-norma. Sedangkan Lyotard menyatakan beberapa persoalan modernitas seperti narasi besar yang universal, tragedi kemanusiaan dan persoalan legitimasi pengetahuan. Berdasarkan permasalahan modernitas tersebut, Lyotard membentuk suatu paradigma baru yakni postmodern, paradigma yang menekankan ketidakpastian, ketidakstabilan, paradoks dan disensus dan paralogi. Lyotard mejelaskan strategi paralogi, yakni gerakan menggerogoti sesuatu yang mapan, sebagai legitimasi pengetahuan serta

(2)

155 gerakan dalam seni. Melalui estetika, Lyotard hendak menolak aturan-aturan seni yang mapan, termasuk kriteria penilaian seni. Melalui estetika postmodern, Lyotard mendeklarasikan perang terhadap totalitas dan determinisme yang didengungkan oleh modernitas dengan selalu menciptakan bentuk-bentuk baru karya seni, memberikan perasaan sublim dan menghidupkan perbedaan-perbedaan.

Dasar pemikiran Habermas perihal estetika adalah rasio komunikatif, yakni rasio yang mendorong tindakan komunikasi yang ditujukan untuk mencapai kesepemahaman atau konsensus. Rasio komunikatif merupakan formulasi hasil rekonstruksi Habermas yang dimaksudkan untuk membebaskan manusia dari dominasi rasio yang berpusat pada subjek. Pemikiran Habermas perihal estetika merupakan hasil dari rasionalisasi bidang estetis. Sedangkan Lyotard memberi dasar sublim dalam pemikiran estetikanya. Lyotard mengadopsi konsep sublim dari Kant dalam usahanya merumuskan cara berfikir yang dapat melampaui zaman modern (strukturalisme dan fenomenologi). Ia hendak menawarkan cara berfikir yang dapat memikirkan sesuatu yang tak terbatas, dapat melawan sesuatu yang mapan dan terus mengkreasikan sesuatu yang baru. Ia menjelaskannya dalam bidang seni yang dianggapnya mampu mengakomodasi cara berfikir tersebut. Seni mampu mempresentasikan yang tak dapat terpresentasikan, mampu mendobrak berbagai macam aliran yang mengekang kreativitas, dan mendorong untuk menciptakan jenis dan aliran yang baru.

Poin dalam pemikiran estetika Habermas antara lain estetika sebagai interpretasi kebutuhan, estetika sebagai proses komunikatif serta estetika sebagai

(3)

156 proses belajar. Estetika sebagai interpretasi kebutuhan yakni kebutuhan merupakan latar belakang yang mendeterminasi tindakan subjek dalam hubungannya dengan dunia eksternal. Seni mampu menggoyahkan fondasi tradisi kultural yang membentuk identitas/karakter individu. seni berperan dalam mendobrak sesuatu yang mapan, atau mencairkan tradisi kultural yang kokoh dan kaku terhadap interpretasi kebutuhan dan kemudian mengeksplorasi bentuk-bentuk alternatif dari realisasi diri sebagai jalan menuju kebahagiaan manusia. Sedangkan estetika dalam teori tindakan komunikatif yakni secara subjektif, estetika merupakan proses kreatif subjek. Secara sosial estetika, mewujud dalam presentasi diri dan secara objektif mewujud dalam karya seni. Estetika sebagai proses belajar merupakan tahapan evolusi motivasi subjek menuju ego dewasa.

Sedangkan pemikiran Lyotard perihal estetika berkisar pada cara berfikir kritis, dorongan sublim dalam seni, serta seni eksperimental Avant-Garde. Sublim sebagai dasar estetika merupakan dorongan cara berfikir yang sanggup memikirkan sesuatu yang tak terbatas. Sublim merupakan dorongan dalam seni untuk mendobrak standart kategori estetik yang mapan, dan terus bergerak mencari dan menemukan aturan baru. Seni dalam estetika postmodern, mampu mempresentasikan yang tak terpresentasikan dalam wujudnya sendiri. Dalam seni Avant-Garde, Lyotard melihat ada unsur eksperimentasi terus-menerus, yang tidak terikat pada aturan tertentu, berbeda dengan realisme yang tidak mempertanyakan realitas dan cenderung mendukung status quo. Kesenangan dalam seni Avant-Garde dihasilkan dari pencarian suatu aturan baru secara terus-menerus, ketika aturan baru itu mapan, maka akan terus dipertanyakan kembali

(4)

157 dengan bereksperimentasi mencari aturan baru lagi. Lyotard mengajukan cara bagi seni untuk tidak terjebak dalam logika kapitalisme yakni melalui presenting the unpresentable. Dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, maka seni berpotensi untuk melakukan eksperimen dengan berbagai medium.

Posisi Habermas dalam mengkritik modernitas adalah sebagai kritikus yang masih percaya pada proyek zaman modern yang sudah digagas sejak revolusi Prancis dan deklarasi kemerdekaan Amerika, yakni cita-cita untuk membentuk masyarakat emansipatif. Posisi yang bertentangan diperankan oleh Lyotard, ia menyatakan pememutusan proyek zaman modern yang mendewakan rasionalitas dan objektivitas makna untuk memulai era baru yang disebutnya postmodern.

Estetika merupakan kritik terhadap rasionalitas. Habermas menyatakan bahwa filsafat kesadaran dan rasio instrumental dalam modernitas merupakan pemiskinan rasionalisme barat, karena hanya memandang realita secara objektif saja. Secara umum, Habermas memberikan tiga macam cara pandang/sikap dasar terhadap realita, yakni objektif, normatif dan eskpresif. Sikap dasar ekspresif inilah yang berkaitan dengan estetika, pengalaman alam dalam aktor yang dikomunikasikan. Jadi estetika sebagai kritik menurut Habermas merupakan suatu sikap dasar aktor secara ekspresif yang juga harus dirasionalisasikan. Target kritiknya sebenarnya adalah sikap dasar yang objektivistik terhadap realita yang telah tertanam ke dalam struktur dan norma di masyarakat. Estetika juga merupakan kritik terhadap positivisme. Positivisme terbentuk dalam sistem birokrasi, ekonomi dan administrasi. Sikap dasar ekspresif yang dirasionalisasikan

(5)

158 nantinya akan mampu menyelamatkan manusia dari economic and administrative imperative (tuntutan ekonomi dan administrasi) dalam berfikir dan bertindak dalam hubungannya dengan realitas, alam, sosial serta individual. Estetika mampu mengubah hubungan individu dengan dunia-kehidupan secara refleksif untuk mencari dan menemukan interpretasi kebutuhan, self-realization dan identitas yang cocok dengan situasi dan kondisi yang mengalami perubahan. Sublim dalam estetika merupakan kritik terhadap modernitas, dalam hal ini narasi-narasi besar yang universal. Sublim menjelaskan bahwa subjek dapat memikirkan sesuau yang tak terbatas. Estetika dalam seni dan sastra berperan dalam memaknai pengalaman secara eksperimentatif melalui phrase. Ia juga berperan dalam menawarkan ruang representasi baru sebagai tempat relasi sosial beroperasi. Dalam konteks yang lebih khusus, estetika sublim merupakan kritik terhadap estetika modern yang menuntut totalitas namun selalu gagal dan menimbulkan penyesalan. Estetika sublim yang sebenarnya memberikan kesenangan dengan pencarian bentuk maupun aturan baru secara terus menerus. Target kritik Lyotard berikutnya adalah seni realisme yang cenderung mendukung status quo. Sublim memberikan dorongan pada seni untuk kritis terhadap realitas dengan selalu bereksperimentasi. Estetika juga merupakan kritik terhadap historisisme. Melalui seni Avant-Garde Habermas dan Lyotard mencerabut seni Avant-Garde dari historisitasnya dan mengambil semangat eksperimentalnya.

Kritik terhadap estetika Habermas yakni ia memerangkap nilai estetika dalam teori tindakan komunikatif dan menyetarakannya dengan sains dan moral. Seni memiliki pemaknaan yang lebih kompleks, tidak bisa dikekang oleh suatu

(6)

159 teori tertentu. Habermas juga masih melihat estetika dalam karya seni berkutat pada persoalan sesuatu yang indah. Sedangkan Lyotard merancukan pengertian eksperimental dan dengan eklektik dalam seni. Hubungan sublim dengan seni yang dirumuskan Lyotard juga problematis, karena sublim menuntut klaim universal, sedangkan Lyotard mengaitkannya dengan ide différend yang menuntut pluralitas. Sublim sebagai dorongan seni Avant-Garde yang eksperimental selalu mencari aliran dan aturan baru. Dalam pemikiran Kant, konsep yang menjelaskan kreasi yang baru adalah jenius, bukan sublim.

Kontribusi Habermas perihal budaya dan seni populer adalah pemikirannya perihal pembedaan sistem dan dunia-kehidupan. Dunia-kehidupan seharusnya berkembang berdasarkan logika internalnya, atau seni yang mengalami proses rasionalisasi, sehingga tidak mudah terpengaruh sistem. Seni dalam industri media massa merupakan fenomena seni yang gagal berkembang dengan logika internalnya. Maksud Habermas dengan nilai estetika yang berkembang dengan logika internalnya adalah seni seharusnya memiliki imunitas terhadap sistem. Perkembangan seni dimulai berdasarkan logika internalnya, lalu diinstitusionalisasikan sehingga bisa menghasilkan structure forming effect. Lyotard juga bertentangan dengan seni kontemporer dalam logika kapitalisme, yang kemudian disebutnya dengan seni populer. Dengan dorongan sublim dan semangat eksperimentatif, Lyotard bermaksud hendak menyelamatkan seni dari pengaruh kapitalisme. Kontribusi Lyotard dalam perkembangan seni di era kapitalisme dan informasi adalah ia memberikan jalan perihal bagaimana seni berperan dalam masyarakat kontemporer. Peran yang ia maksud adalah politik

(7)

160 representasi, yang memberikan ruang representasi yang mengakomodasi hubungan sosial yang demokratis, ia merupakan ruang di mana hubungan sosial beroperasi, dan perjuangan kelas mengambil perannya. Subkultur dalam pemikiran Habermas memang tidak banyak mempengaruhi perubahan struktur di masyarakat, tapi setidaknya perlawanan simbolik dalam subkultur bisa berperan sebagai alternatif dalam pemaknaan atas pengalaman. Subkultur juga merupakan pemaknaan terhadap identitas subjek di masyarakat. Identitas dalam tradisi dominan mengalami proses pemaknaan secara aktif yang memungkinkan munculnya kondisi yang dibayangkan Habermas, yakni masyarakat emansipatif. Sedangkan kontribusi Lyotard dalam fenomena subkultur adalah semangat perlawanan simbolik subkultur bisa mendapatkan legitimasinya dalam dorongan sublim. Hal ini dimaksudkan supaya subkultur bukanlah gerakan reaktif dan spontan saja namun ia menjadi budaya yang memiliki landasan perlawanan yang kreatif dengan terus mencari model-model resistensi yang mampu berkompetisi seiring berkembangnya zaman. Pemikiran Habermas bisa dikatakan tidak sesuai dengan perkembangan seni dalam estetika postmodernisme (kitsch, parody, pastiche dan camp) karena Habermas menganggap seni tidak boleh terombang-ambingkan oleh sesuatu di luar dirinya, seperti teknologi dan sistem. Perkembangan teknologi dan informasi diandaikan sebagai sistem yang berpretensi menjajah dunia-kehidupan manusia. Jika nilai-nilai kehidupan, termasuk estetika telah dikuasai oleh sistem maka kehidupan sosial tidak memiliki pegangan nilai untuk berkembang secara evolutif. Seni parodi, pastiche, kitsch dan camp bisa dikatakan merupakan pluralitas pemaknaan dan ekspresi

(8)

161 pengalaman manusia, seperti yang dibayangkan Lyotard. Seni tersebut merupakan eksperimentasi berbagai bentuk yang berusaha keluar dari tradisi pemaknaan yang lama. Seni parodi, pastiche, kitsch dan camp adalah bentuk perayaan besar terhadap keberagaman pemaknaan pengalaman manusia.

B. SARAN

Pemikiran Habermas dan Lyotard masih memerlukan perhatian untuk dikembangan lebih lanjut, apalagi jika melihat konteks zaman yang terus berkembang serta perbedaan situasi dan kondisi kebudayaan di Indonesia. Habermas sendiri terus merevisi karyanya disesuaikan dengan permasalahan zaman yang terus berkembang, dengan fokus perhatian yang berbeda-beda. Begitu juga dengan Lyotard karyanya juga mendapat banyak kritik baik dari seniman, maupun para filsuf setelahnya. Hal ini disebabkan karena perkembangan permasalahan zaman yang terus berubah, sedangkan seorang pemikir memiliki keterbatasan usia yang tidak memungkinkannya untuk terus memperbaiki pemikirannya menyesuaikan perkembangan zaman. Maka dari itu, diharapkan adanya para penerus yang terus melanjutkan dan merevisi pemikiran-pemikiran mereka, dan yang berpotensial dalam meneruskannya adalah para sarjana ilmu filsafat.

Perkembangan kebudayaan khususnya di Eropa yang notabene memiliki tradisi filsafat yang panjang cenderung menuju pada usaha homogenisasi bangsa Eropa. Sumbangan Habermas pada kebudayaan Eropa adalah tentang komunikasi rasional antarbangsa, yang kemudian membentuk kelompok yang disebut dengan

(9)

162 Uni Eropa. Baru-baru ini, Yunani mengalami krisis keuangan, salah satunya disebabkan karena pola pengaturan ekonomi yang diatur oleh Uni Eropa dan wajib diterapkan oleh para anggotanya, termasuk Yunani. Permasalahan ini perlu mendapatkan perhatian, apakah rumusan Habermas tentang komunikasi rasional dan konsensus pada akhirnya membawa dampak homogenisasi yang mengakibatkan monopoli kekuatan baik politik, ekonomi maupun kebudayaan. Pemikiran Habermas perlu diteliti lebih lanjut perihal dampak penerapan dan realisasinya di masyarakat.

Di sisi lain, Lyotard dengan deklarasinya untuk memerangi universalitas dan mengmumkan perayaan akan keberagaman, masih mengandung beberapa persoalan. Pertama, ia mengakibatkan kecenderungan terhadap relativitas. Hal ini akan menjadi masalah jika berada pada ranah moral. Peristiwa Auschwitz yang dikritik Lyotard tentang genosida di Negara rasional seperti Jerman akan memiliki pembenaran moral sendiri, yang tidak boleh dinilai berdasarkan standart moral lainnya, apalagi dengan standart nilai moral yang universal. Pemikiran Lyotard perihal sublim dan pemaknaan pengalaman manusia perlu dirumuskan lebih lanjut supaya tidak terjebak pada relativisme moral yang eksklusif dan beku yang dapat berakibat membenarkan fenomena kekerasaan dalam kehidupan bermasyarakat.

Habermas, dalam hal estetika, sebenarnya tidak membahasnya secara khusus, ia mengintegrasikan nilai estetika dengan nilai sains dan moral yang mensyaratkan praktik komunikasi. Estetika dalam pemikiran Habermas merupakan dimensi reflektif dan interpretatif dari praktik komunikasi. Dalam hal

(10)

163 ini, estetika sebagai pemaknaan pengalaman manusia perlu dikembangkan lebih lanjut untuk memberikan gambaran tentang kehidupan yang berbasis estetika yang reflektif dan interpretatif.

Di era kontemporer belum banyak pemikir atau filsuf yang konsen di permasalahan estetika setelah Lyotard. Kesenian di era kontemporer menghadapi tantangan berupa perkembangan teknologi dan kapitalisme. Pemikiran estetika Lyotard, dalam hal seni, perlu diperhatikan dan dikembangkan, karena rumusannya tentang sublim dan estetika postmodern, menurut Lyotard mampu menyelamatkan seni dari perangkap ekonomi dan komodifikasi. Apalagi melihat perkembangan Avant Garde yang dianggap kurang dapat menampilkan kreativitas yang baru dan cenderung meniru kreativitas seni Avant Garde sebelumnya. Sublim dalam pemikiran Lyotard yang terwujud dalam estetika postmodern mengarahkan seni pada peran politiknya dalam kehidupan. Hal ini masih mengandung berbagai macam persoalan, karena seni membawa beban peran praktisnya, seni menjadi tidak bebas atau membawa suatu misi tertentu, yakni politik representasi. Sublim perlu dirumuskan lebih lanjut untuk bisa membawa kesenian dalam semangat perlawanannya terhadap berbagai macam simbolisasi yang merepresi pengalaman manusia, demi membawa manusia pada kemerdekaannya dalam berekspresi.

Referensi

Dokumen terkait

Efek pengereman dari flux kutub arus ini dapat diperkecil dengan mengurangi jumlah lilitan kumparan arus (dengan suatu penyesuaian menambah lilitan pada kumparan tegangan),

harga momen inersia dalam batas aman yang sesuai dengan besarnya beban yang diterima oleh girder guna mendapatkan defleksi yang diinginkan... Terbukti memenuhi syarat

Hasil analisis keragaman menun- jukkan bahwa pengaruh interaksi antara kehalusan bahan dengan lama ekstraksi tidak berbeda nyata terhadap kadar kur- kumin ekstrak temulawak

tinggi dari masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi sehingga sangat membantu pemerintah daerah dalam meningkatkan pembangunan pendidikan. Diberikannya

Perhitungan dengan mengunakan metode direct costing akan melibatkan elemen-elemen biaya yang bersifat variabel saja sebagai unsur harga pokok maupun dalam

Nilai rugi kelengkungan mendekati nol menunjukkan keadaan yang sama dengan keadaan fiber optik dalam keadaan lurus tanpa mengalami kelengkungan, panjang gelombang 1310 nm mengalami

Pada rangkaian listrik yang bercabang, jumlah kuat arus yang masuk pada suatu titik cabang sama dengan julah kuat arus yang keluar dari. titik

Sesuai dengan hasil dari pengamatan mikro yang dapat dilihat pada Gambar 6.pada proses perendaman selama 2 jam kekuatan tarik mengalami kenaikan disebabkan karena