• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIFITAS PENGURANGAN TEPUNG IKAN PADA KADAR PROTEIN YANG BERBEDA DALAM PAKAN IKAN LELE Clarias sp LUCIA DEWI INDRAYANI MANURUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEKTIFITAS PENGURANGAN TEPUNG IKAN PADA KADAR PROTEIN YANG BERBEDA DALAM PAKAN IKAN LELE Clarias sp LUCIA DEWI INDRAYANI MANURUNG"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIFITAS PENGURANGAN TEPUNG IKAN PADA

KADAR PROTEIN YANG BERBEDA DALAM PAKAN

IKAN LELE Clarias sp

LUCIA DEWI INDRAYANI MANURUNG

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Efektifitas pengurangan tepung ikan pada kadar protein yang berbeda dalam pakan ikan lele clarias sp” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Mei 2011 Lucia Dewi Indrayani Manurung C151080371

(4)
(5)

ABSTRACT

LUCIA DEWI INDRAYANI MANURUNG. The Effectivity of Fish Meal Reduction at Different Levels of Protein in The Diets on The Growth Performance of Clarias sp. Under direction of DEDI JUSADI and NUR BAMBANG PRIYO UTOMO.

This study was conducted to evaluate the effect of fish meal reduction at different levels of protein in diet Clarias sp. Six diets were used, diets A, B, C, D, E and F contain 32%, 30% and 28% protein with two level use of fish meal, 5% and 7%. Completely randomized design with 6 treatments and 3 replicates was used in this experiment. catfish with an average body weight of ± 21 g were kept in net with size of 1 x 1 x 1 m placed in ponds of 5 x 6 x 1 m, with density 100 fish each net. Fish overe fed on tested diets at satiation for 60 days of culture period. The results showed that regardless of fish meal content in the diet, fish fed on the diets contained 32% and 30% of protein had higher daily growth rate and feed efficiency of protein than that fed 28% protein diet. Feed consumption and survival rate were relatively similar among all treatments. Based on this research indicates that fish diet contain of 30% protein and 5% fish meal still able to support growth of catfish.

(6)
(7)

RINGKASAN

LUCIA DEWI INDRAYANI MANURUNG. Efektifitas pengurangan tepung ikan pada kadar protein yang berbeda dalam pakan ikan lele (Clarias sp). Dibimbing oleh DEDI JUSADI, NUR BAMBANG PRIYO UTOMO.

Saat ini bahan baku utama yang digunakan sebagai bahan pakan ikan adalah tepung ikan. Tepung ikan memiliki kandungan protein yang tinggi. Oleh karena itu pada pakan ikan tepung ikan dapat dikatakan sebagai sumber protein utama. Tepung ikan mempunyai banyak kelebihan seperti kandungan proteinnya yang tinggi (65-67%), mudah dicerna oleh ikan, kandungan asam amino esensial mendekati kebutuhan ikan, dan kandungan atraktannya yang meningkatkan palatabality. Peran tepung ikan sebagai sumber protein utama dalam pakan mengakibatakan permintaan akan tepung ikan meningkat dan muncul permasalahan dalam hal ketersediaannya. Penggunaan kombinasi bahan baku lain perlu dilakukan untuk mengurangi penggunaan tepung ikan misalnya dengan menggunakan bahan baku sumber protein nabati seperti Soy bean meal (SBM) dan bahan baku hewani seperti Poultry By-product Meal (PBM) dan Meat and bone meal (MBM). Dengan demikian kombinasi bahan baku sumber protein pada pakan diharapkan dapat saling melengkapi asam amino yang dibutuhkan ikan, sehingga dapat mengurangi persentase penggunaan tepung ikan pada pakan dengan berbagai persentase protein pakan, dengan cara mengurangi penggunaan tepung ikan dari 7% menjadi 5%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respon ikan lele terhadap penurunan tingkat protein dengan pengurangan sumber protein yang berasa dari tepung ikan dan mengetahui persentase terbaik pemanfaatan tepung ikan sebagai sumber protein bagi pertumbuhan ikan lele.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2010 sampai Januari 2011di Hachery Pembenihan dan Pembesaran PT. Suri Tani Pemuka, Cianjur, Jawa Barat. Perlakuan pakan pada penelitian ini ada 6 jenis perlakuan pakan A, B, C, D, E dan F yaitu pakan dengan kandungan protein 32%, 30% dan 28 % yang masing-masing protein pakan mengandung tepung ikan 5% dan 7%. Ikan uji yang digunakan adalah ikan lele sangkuriang (Clarias sp) bobot awal ± 21 g. Wadah pemeliharaan 3 buah bak beton dengan ukuran 5 x 6 x 1 m. Dimana di dalam

masing–masing bak pemeliharaan dipasang 6 buah hapa dengan ukuran 1 x 1 x 1 m. Jumlah ikan yang ditebar 100 ekor ikan per hapa. Ikan diberi makan

tiga kali sehari pukul 08.00, 12.00 dan 16.00 WIB secara at satiation (sampai kenyang) selama 60 hari. Penelitian ini menggunakan model rancangan acak kelompok (RAK), terdiri dari 6 perlakuan dan 3 ulangan. Analisa data dilakukan dengan prokram SAS dan SPSS ver.16 for windows.

Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang nyata pada parameter yang diukur, laju pertumbuhan harian A, B, C, D, E dan F berturut-turut (2,5%; 2,52%; 2,51%; 2,45%; 2,20% dan 2,18%), efisiensi pakan (77,59%; 73,18%; 71,57%; 70,10%; 61,49%; 59,47%), retensi protein 32,45%; 30,97%; 35,16%; 36,42%; 33,48; 31, 54%), retensi lemak (66,42%; 65,56%; 61,81%; 62,97%; 60,39%; 66,57%), kecernaan pakan (58,54%; 61,24%; 54,75%; 63,45%; 61,39%; 56,89%), kecernaan protein pakan (74,19%; 79,04%; 70,84%; 80,21%; 77,01%; 76,15%). Sedangkan untuk kelangsungan hidup tidak berbeda nyata yaitu

(8)

(99,67-100%). Eksresi amonia terkecil pada perlakuan A dan D. Untuk biaya pakan per kg ikan dihasilkan pakan A (kadar protein 32% dengan tepung ikan 5%) menghasilkan biaya pakan terendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampai dengan kadar protein 30% dapat meningkatkan laju pertumbuhan harian dan efisiensi pakan ikan lele yang baik. Sedangkan apabila kandungan protein pakan diturunkan hingga 28%, laju pertumbuahan harian dan efisiensi pakan ikan menurun. sedangkan secara ekonomis Secara ekonomis pakan 32% dengan kandungan tepung ikan 5% menghasilkan biaya pakan yang paling rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu sebesar Rp. 5876.

(9)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(10)
(11)

EFEKTIFITAS PENGURANGAN TEPUNG IKAN PADA

KADAR PROTEIN YANG BERBEDA DALAM PAKAN

IKAN LELE Clarias sp

LUCIA DEWI INDRAYANI MANURUNG

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(12)
(13)

Judul Tesis : Efektifitas Pengurangan Tepung Ikan pada Kadar Protein yang Berbeda dalam Pakan Ikan Lele Clarias sp

Nama : Lucia Dewi Indrayani Manurung

NRP : C151080371

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Dedi Jusadi , M.Sc. Dr. Ir. Nur Bambang Priyo Utomo, M.Si. Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Akuakultur

Prof. Dr. Ir. Enang Harris, M.S. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(14)
(15)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya lah, sehingga tesis yang berjudul “Efektifitas pengurangan tepung ikan pada kadar protein yang berbeda dalam pakan ikan lele clarias sp” berhasil diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Ilmu Akuakultur Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).

Dengan selesainya penulisan tesis ini, penulis hendak menyampaikan banyak terima kasih kepada:

1. Komisi pembimbing Bapak Dr. Dedi Jusadi selaku dosen pembimbing pertama dan Dr. Nur Bambang Priyo Utomo, selaku dosen pembimbing kedua yang telah banyak memberikan arahan dan saran-sarannya selama penyelesaian tesis ini.

2. Kepada Pihak PT. Suri Tani Pemuka yang telah memberikan izin dan fasilitas bagi saya dalam melaksanakan penelitian ini. terima kasih banyak atas perhatiannya dan bantuannya sehingga penelitian dan penulisan tesis saya ini dapat berjalan lancar.

3. Ungkapan terima kasih yang tak terhingga dan tulus kepada kedua orang tua, Bapakku Ismed Manurung dan Mama’ku Zuraidah serta ketiga saudaraku dan semua keponakan atas segala doa, dorongan semangat dan kasih sayangnya.

Penulis sadar memiliki keterbatasan pemikiran, hingga memungkinkan terjadinya kesalahan dan kekeliruan dalam penyusunan tesis ini. Untuk itu kritik, saran dan masukan dari semua pihak adalah hal yang paling berarti untuk penyempurnaannya. Semoga tulisan ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2011 Lucia Dewi Indrayani Manurung

(16)
(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjungbalai, Sumatera Utara, pada tanggal 12 Febuari 1983 sebagai anak kedua dari empat bersaudara, dari Ayah bernama Ismed Manurung dan ibu bernama Zuraidah. Tahun 2001 penulis lulus dari SMUN 1 Tanjungbalai dan pada tahun yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI. Penulis memilih program studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor di Bogor. Pada tahun 2006 penulis menyelesaikan studi sarjana di IPB dan pada tahun 2008 melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana, Program Studi Ilmu Akuakultur, Institut Pertanian Bogor (IPB).

Untuk menyelesaikan studi di sekolah pascasarjana, penulis melakukan penelitian dengan judul tesis “Efektifitas Pengurangan Tepung Ikan pada Kadar Protein yang Berbeda dalam Pakan Ikan Lele Clarias sp”, di bawah bimbingan Dr. Dedi Jusadi, dan Dr. Nur Bambang Priyo Utomo.

(18)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1 Perumusan Masalah ... 2 Tujuan Penelitian ... 2 Manfaat Penelitian ... 3 Hipotesis ... 3 TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Ikan Lele ... 5

Kebutuhan Nutrien Ikan Lele ... 5

Kebutuhan Protein dan Energi ... 7

Tepung Ikan ... 8

Poultry By-Product Meal PBM ... 9

Meat Bone Meal (MBM) ... 10

Tepung Bungkil Kedelai ... 10

Kecernaan Pakan ... 11

Eksresi Amonia ... 11

BAHAN DAN METODE Pakan Uji... 13

Pemeliharaan Ikan dan Pengumpulan Data ... 15

Analisis Kimia ... 17

Analisis Kimia Pakan dan Ikan Uji ... 17

Pengamatan Kecernaan ... 17

Pengamatan Eksresi Amoniak ... 18

Parameter yang di Ukur ... 18

Tingkat Konsumsi Pakan ... 18

Laju Pertubuhan Harian (LPH) ... 19

Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) ... 19

Efisiensi Pakan (EP) ... 19

Retensi Protein (RP) ... 19

Retensi Lemak (RL) ... 20

Kecernaan Protein dan Kecernaan Total ... 20

Eksresi Amonia ... 20

(19)

xiv

Analisis Data ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 23

Pembahasan ... 26

KESIMPULAN ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 33

(20)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Kadar asam amino kebutuhan dasar ikan lele ... 6

2 Komposisi bahan pakan perobaan (g/100g pakan) ... 13

3 Komposisi proksimat (% bobot kering) dan energi pakan uji ... 14

4 Komposisi asam amino assensial pakan percobaan (% protein) ... 15

5. Kelangsungan hidup (SR), jumlah konsumsi pakan (JKP) , laju pertumbuhan harian (LPH), efisiensi pakan (EP), retensi protein (RP), retensi lemak (RL) dan kecernaan pakan (KP), kecernaan protein pakan... 24

6. Harga pakan ikan ... 25

(21)
(22)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Komposisi asam amino essensial dalam empat jenis pakan

(berdasarkan perhitungan) ... 15 2 Kolam penelitian ... 16

(23)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Hasil proksimat awal dan akhir tubuh ikan (dalam bobot kering) ... 39 2 Hasil proksimat tubuh ikan lele ... 40 3 Perhitungan laju pertumbuhan, jumlah konsumsi pakan, efisiensi

pakan, kelangsungan hidup dan kecernaan pakan ikan ... 41 4 Perhitungan retensi protein ... 42 5 Perhitungan retensi lemak ... 43 6 Kecernaan protein dan kecernaan pakan ... 44 7 Eksresi total amonia nitrogen (TAN) ... 45 8 Rekapitulasi data kisaran kualitan air selama penelitan ... 45 9 Analisis ragam dan uji lanjut Duncan untuk jumlah konsumsi pakan

(JKP) ... 46 10 Analisis ragam dan uji lanjut Duncan untuk survival rate (SR) ... 47 11 Analisis ragam dan uji lanjut Duncan untuk retensi protein (RP) ... 48 12 Analisis ragam dan uji lanjut Duncan untuk retensi lemak (RL) ... 49 13 Analisis ragam dan uji lanjut Duncan laju pertumbuhan harian (LPH) .. 50 14 Analisis ragam dan uji lanjut Duncan efisiensi pakan (EP)... 51 15 Analisis ragam dan uji lanjut Duncan kecernaan pakan (KP) ... 52 16 Analisis ragam dan uji lanjut Duncan kecernaan protein pakan (KPP) .. 53 17 Kandungan asam amino essensial bahan baku pakan percobaan (%) ... 54 18 Perhitungan kandungan Argnin bahan baku percobaan (%) ... 54 19 Perhitungan kandungan Histidin bahan baku percobaan (%) ... 55 20 Perhitungan kandungan Leusin bahan baku percobaan (%) ... 55 21 Perhitungan kandungan Isoleusin bahan baku percobaan (%) ... 56 22 Perhitungan kandungan Lisin bahan baku percobaan (%) ... 56 23 Perhitungan kandungan Methionin bahan baku percobaan (%) ... 57 24 Perhitungan kandungan Fenillanin bahan baku percobaan (%) ... 57 25 Perhitungan kandungan Treonin bahan baku percobaan (%) ... 58 26 Perhitungan kandungan Triptophan bahan baku percobaan (%) ... 58 27 Perhitungan kandungan Valin bahan baku percobaan (%) ... 59 28 Prosedur analisis proksimat bahan pakan dan tubuh ikan uji ... 60

(24)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pakan ikan lele saat ini memiliki kadar protein sekitar 32%. Sementara saat ini harga pakan yang terus naik tetapi tidak diiringi dengan harga ikan lele, yang cenderung tetap bahkan terkadang turun. Untuk mengatasi hal ini perlu adanya usaha untuk menurunkan biaya pakan, misalnya dengan menurunkan kadar protein pakan. Hasil penelitian (Rahmawati, 2009) tidak dapat menurunkan kadar protein dimana seiring dengan diturunkannya protein pakan maka pertumbuhan ikan terlihat semakin menurun pula.

Saat ini bahan baku utama yang digunakan sebagai bahan pakan ikan adalah tepung ikan. Tepung ikan memiliki kandungan protein yang tinggi. Oleh karena itu pada pakan ikan tepung ikan dapat dikatakan sebagai sumber protein utama. Tepung ikan mempunyai banyak kelebihan seperti kandungan proteinnya yang tinggi (65-67%), mudah dicerna oleh ikan, kandungan asam amino esensial mendekati kebutuhan ikan, dan kandungan atraktannya yang meningkatkan palatabality (Hardy 2008).

Peran tepung ikan sebagai sumber protein utama dalam pakan mengakibatkan permintaan akan tepung ikan meningkat dan muncul permasalahan dalam hal ketersediaannya. Penggunaan kombinasi bahan baku lain perlu dilakukan untuk mengurangi penggunaan tepung ikan misalnya dengan menggunakan bahan baku sumber protein nabati seperti Soy bean meal (SBM) dan bahan baku hewani seperti Poultry By-product Meal (PBM) dan Meat and bone meal (MBM). Bahan baku tepung kedelai dipercaya dapat saling melengkapi asam amino pada ikan (NRC 1993) dan dapat menggantikan sebagian peranan tepung ikan dalam pakan (Suprayudi et al. 1999; Catacutan & Gregoria 2004). Bahan baku sumber protein seperti Poultry By-product Meal (PBM) menurut Yigit. M et all., (2006) dapat menggantikan tepung ikan hingga lebih dari 25% tanpa menyebabkan indikasi pada pertumbuhan, penggunaan nutrien dan retensi nitrogen dengan pola asam amino yang juga dapat melengkapi asam amino dari ikan. Dengan demikian kombinasi bahan baku sumber protein pada pakan diharapkan dapat saling melengkapi asam amino yang dibutuhkan ikan, sehingga

(25)

2

dapat mengurangi persentase penggunaan tepung ikan pada pakan dengan berbagai persentase protein pakan, dengan cara mengurangi penggunaan tepung ikan dari 7% menjadi 5%. Hal dapat dilakukan untuk mengetahui sampai berapa persen tepung ikan bisa dikurangi penggunaanya.

Perumusan Masalah

Tepung ikan merupkan sumber protein utama dalam pakan ikan karena merupakan bahan baku yang memiliki pola asam amino yang mendekati tubuh ikan sehingga bahan ini sangat baik untuk menunjang pertumbuhan ikan. Permasalahan yang ada saat ini adalah ketersedian dan harga tepung ikan yang mahal dengan demikian dibutuhkan bahan-bahan alternatif lain yang komposisi asam aminonya mendekati tubuh ikan atau merancang komposisi formulasi bahan baku yang menghasikan profil asam amino pakan yang dapat menunjang kinerja pertummbuhan. Salah satu contohnya pada penelitian Yigit. M et all., (2006) menyatakan Poultry By-product Meal (PBM) dapat menggantikan tepung ikan hingga lebih dari 25% tanpa menyebabkan indikasi pada pertumbuhan, penggunaan nutrien dan retensi nitrogen dengan pola asam amino yang juga dapat melengkapi asam amino dari ikan. Untuk itu pengurangan tepung ikan dalam pakan dari 7% menjadi 5% diharapkan dapat memiliki kadar asam amino yang sama pada kadar protein yang berbeda sehingga persentase tepung ikan sebagai sumber protein pada berbagai tingkatan protein pakan dapat dikurangi dari 7% menjadi 5%. Hal ini juga dapat menekan biaya produksi.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

 Mengetahui respon ikan lele terhadap penurunan tingkat protein dengan pengurangan sumber protein yang berasal dari tepung ikan.

 Mengetahui persentasi terbaik pemanfaatan tepung ikan sebagai sumber protein bagi pertumbuhan ikan lele.

(26)

3

Manfaat Penelitian

Keberhasilan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kadar protein pakan dan jumlah tepung ikan minimum yang dapat memberikan laju pertumbuhan dan efisiensi pakan yang tinggi pada ikan lele.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah pemberian pakan berkadar protein dan tepung ikan minimum dapat menghasilkan efisiensi pakan dan pertumbuhan ikan lele yang optimal.

(27)

TINJAUAN PUSTAKA

Sifat Umum Ikan Lele

Ikan lele (Clarias sp) merupakan ikan lele asli Indonesia. Budidaya ikan ini biasanya dilakukan di kolam-kolam tergenang hampir diseluruh propinsi di Indonesia. Karena ikan ini memiliki alat pernafasan labirin, ikan ini memiliki kemampuan untuk hidup pada kadar oksigen yang rendah oleh karena itu ikan ini dapat dipelihara pada kepadatan yang tinggi. Ikan ini memiliki kemampuan merangkak di luar air, sehingga di sebut “ walking catfish“. Adapun ciri-ciri utama ikan ini adalah badan licin tidak bersisik dan memanjang, kepala gepeng (depressed), mulut mendatar dan di ujung kepala, memiliki empat pasang kumis, sirip punggung dan sirip dubur panjang mencapai panjang ekor, sirip ekor berbentuk bulat diujungnya dan badan berwarna abu-abu. Klasifikasi ikan lele adalah Phillum Chordata, Kelas Actinopterygii, Ordo Siluriformis, Familia Clariidae dan Genus Clarias.

Kebutuhan Nutrien Ikan Lele

Protein adalah merupakan komponen utama jaringan dan organ dari tubuh hewan dan juga senyawa nitrogen lainnya seperti asam nukleat, enzim, hormon dan vitamin, sehingga keberadaannya harus secara terus menerus disuplai dari makanan untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan tubuh (Furuichi 1988). Jumlah protein yang diperlukan dalam pakan secara langsung dipengaruhi oleh komposisi asam amino pakan. Ikan membutuhkan 10 jenis asam amino essensial untuk menghasilkan pertumbuhan yang maksimal yaitu arginin, histidin, metionin, lisin, fenilalanin, isoleusin, treonin, triptofan dan valin. Asam amino esensial adalah asam amino yang tidak dapat disintesis oleh tubuh sehingga harus tersedia dalam pakan (NRC, 1983).

Jumlah protein yang diperlukan dalam pakan secara langsung dipengaruhi oleh komposisi asam amino pakan. Ikan, seperti hewan lain tidak memiliki kebutuhan protein yang mutlak tetapi memerlukan suatu campuran yang seimbang antara asam amino esensial dan non-esensial. Selanjutnya NRC (1983) mengemukakan pula bahwa kekurangan asam amino esensial menyebabkan

(28)

5

penurunan pertumbuhan. Jumlah asam amino yang akan digunakan untuk pertumbuhan juga semakin menurun seiring dengan penurunan tingkat pertumbuhan. Jumlah asam amino yang digunakan untuk pertumbuahan dan maintenance sangat tergantung dengan kualitas protein, tingkat asupan protein dan kandungan energi yang dapat dicerna dari pakan serta keadaan fisiologi ikan itu sendiri. Asam amino yang digunakan sebagai sumber energi akan dideaminasi dan dilepaskan sebagai amonia yang akan dikeluarkan melalui insang. Pakan yang mempunyai kualitas protein yang baik akan menghasilkan eksresi nitrogen yang lebih sedikit dari pada pakan yang mempunyai kualitas protein yang buruk (Furuichi 1988). Kebutuhan asam amino yang diberikan oleh NRC disajikan pada Tabel 1. masing-masing untuk lele (catfish), trout, salmon, karper atau mas (carp), dan nila atau mujahir (tilapia).

Tabel 1. Kebutuhan Asam Amino Untuk Ikan Menurut NRC Lele (Channel Catfish) Rainbow Trout Pacific Salmon Karper (Common Carp) Tilapia (Nila) Energi (kcal DE/kg pakan 3.000 3.600 3.600 3.200 3000 Protein (Kecernaan) % 32 (28) 38 (34) 38 (34) 35 (30,5) 32 (28) Asam Amino Arginin (%) 1,20 1,5 2,04 1,31 1,18 Histidin (%) 0,42 0,7 0,61 0,64 0,48 Isoleusin (%) 0,73 0,9 0,75 0,76 0,87 Leusin (%) 0,98 1,4 1,33 1,00 0,95 Lisin (%) 1,43 1,8 1,70 1,74 1,43 Methionin + sintin (%) 0,64 1,0 1,36 0,94 0,90 Fenilalanin + tirosin (%) 1,40 1,8 1,73 1,98 1,55 Treonin (%) 0,56 0,8 0,75 1,19 1,05 Tiptofan (%) 0,14 0,2 0,17 0,24 0,28 Valin (%) 0,84 1,2 1,09 1,10 0,78

Sumber : Nutrient Requirements of Fish (1993) dalam Subandiyono dan Sri Hastuti, 2009 Penelitian membuktikan bahwa antar spesies ikan terdapat perbedaan yang sangat besar dalam kebutuhannya terhadap asam amino. Beberapa perbedaan tersebut kemungkinan disebabkan oleh perbedaan pada laju pertumbuhan, bobot pakan yang dikonsumsi, dan sumber asam amino dalam pakan. Kekurangan atau defisiensi akan protein atau asam amino esensial berakibat menurunkan perolehan bobot.

(29)

6

Kebutuhan Protein dan Energi

Protein adalah nutrien yang sangat penting untuk fungsi jaringan normal, untuk pemeliharaan tubuh, penggantian jaringan-jaringan tubuh yang rusak dan untuk pertumbuhan. Kebutuhan protein ikan dipengaruhi oleh berbagai factor seperti ukuran ikan, suhu air, tingkat pemberian pakan, jumlah dan kualitas pakan alami, kandungan energi pakan dan kualitas protein (Watanabe, 1988). Kebutuhan protein pada stadia awal lebih tinggi dibanding selama fase lanjutan dari pertumbuhan. Lovell (1989) menyatakan bahwa channel catfish yang berukuran 3 g memerlukan protein yang 4 kali lebih banyak dibandingkan ikan berukuran 250 g untuk pertumbuhan maksimum. Menurut Agus Kurnia (2002), diacu dalam Page dan Andrew (1973), kebutuhan protein bervariasi menurut bobot tubuh. Mereka menemukan bahwa channel catfish ukuran 14-100 g memerlukan pakan yang mengandung 35% protein, sedangkan yang berukuran 114-500 g memerlukan hanya 25% protein. Namun, pada umumnya ikan membutuhkan protein sekitar 35-50% dalam pakannya (Hepher, 1990). Kebutuhan protein pakan untuk beberapa jenis catfish telah ditentukan pada stadia yang berbeda dari pertumbuhan dan pada kondisi yang beragam. Ikan lele Clarias batrachus memerlukan kadar protein 30% (Chuapoehuk, 1987) dan African Catfish, C. gariepinus, 45-49% (Machiels & Henken, 1984) dalam pakan.

Protein berperan penting untuk pertumbuhan (Watanabe, 1988). Kandungan protein mencapai 60-75% dari bobot tubuh ikan, sehingga ikan membutuhkan protein untuk pertumbuhannya yang hanya bisa dipasok melalui pakan (Akiyama et al., 1992 diacu dalam Velasco et al., 2000). Selanjutnya kebutuhan protein kasar untuk ikan lele Clarias batrachus adalah 30% sedangkan untuk Clarias gariepinus adalah 40%.

Protein berfungsi sebagai zat pembangun yang membentuk jaringan baru untuk pertumbuhan, pengganti jaringan yang rusak, reproduksi, sebagai zat pengatur dalam pembentukan enzim dan hormon serta penjaga dan pengatur berbagai proses metabolisme dalam tubuh dan berfungsi sebagai zat pembakar karena unsur karbon didalamnya dapat difungsikan sebagai sumber energi pada saat kebutuhan energi tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak (Sahwan, 2003).

(30)

7

Kebutuhan ikan akan protein sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ketersediaan energi non protein (lemak dan karbohidrat), spesies, ukuran dan umur ikan, kualitas protein, suhu air, serta tingkat pemberian pakan (Furuichi, 1988; Watanabe, 1988; Shiau, 1998). Kekurangan protein akan menyebabkan ikan kehilangan bobot tubuhnya karena protein dari beberapa jaringan vital akan diambil kembali untuk memelihara fungsi jaringan yang lebih vital lagi dan untuk mengganti sel yang mati. Sebaliknya kelebihan protein pada makanan akan menyebabkan proporsi protein yang disimpan dalam jaringan hanya sedikit, sedang selebihnya akan diubah dan digunakan sebagai sumber energi. Kelebihan protein juga akan menyebabkan pembuangan nitrogen yang banyak ke lingkungan budidaya. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan perbandingan antara energi dan protein yang optimum di dalam makanan (Boonyaratpalin, 1991).

Tepung Ikan

Tepung ikan merupakan bahan pakan sumber protein dan asam amino berkualitas tinggi tergantung jenis ikan yang digunakan. Pada prinsipnya pembuatan tepung ikan adalah suatu proses pengeringan yang bertujuan untuk mendapatkan tepung berkadar air hingga 10%, sehingga produk tetap stabil dan terbebas dari pertumbuhan bakteri dan penguraian enzim (Burkle et al. 2007).

Lim (2004) menyatakan bahwa tepung ikan banyak digunakan sebagai sumber protein sebagian besar spesies budidaya. Hal ini disebabkan oleh kandungan protein yang tinggi, profil asam amino yang sesuai, kecernaan protein dan asam amino yang tinggi. Tepung ikan mengandung protein 60-80% dan hampir 80-95% dapat dicerna ikan serta memiliki nilai lisin dan metionin yang tinggi, yaitu dua jenis asam amino yang jumlahnya sedikit pada bahan-bahan pakan yang berasal dari tumbuhan (Lovel 1988).

Bahan baku pembuatan tepung ikan dapat berupa ikan segar utuh serta limbah hasil perikanan berupa sisa-sisa pengolahan dan ikan rucah yang tidak dimanfaatkan secara ekonomis. Tepung ikan dengan bahan baku ikan lemuru utuh segar mengandung protein 71.62 %, ikan lemuru hasil limbah pengalengan mengandung protein 55.04%, sedangkan limbah kepala udang dijadikan tepung kepala udang dengan kandungan protein 35.90%, kandungan protein tepung ikan

(31)

8

mutu 1 adalah 65%, mutu II 55% dan mutu III 45% (SNI 1996). Kandungan tepung ikan yang tinggi digunakan sebagai bahan pakan ikan pada stadia awal atau pada ikan karnivora. Namun demikian karena harganya yang relatif mahal jika dibandingkan dengan sumber protein nabati lainnya, maka penggunaan tepung ikan dikombinasikan dengan sumber protein nabati untuk ikan omnivora (Li, 2000).

Poultry By-Product Meal (PBM)

Poultry By-Product Meal (PBM) merupakan bagian yang tidak termanfaatkan dari pemotongan unggas yang masih dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein bagi pakan ikan sebagai substitusi dari pakan ikan, terdiri atas kepala, kaki, telur yang tidak berkembang dan jeroan. Kemudian, bagian tersebut lebih baik harus dihancurkan dan dibersihkan. Bulu tidak digunakan dalam proses Poultry By-product Meal yang juga disebut Poultry offal meal atau tepung buangan unggas. Kandungan protein dari PBM rata-rata adalah 61% (Hertrampf JW, 2000).

Kira-kira 70% dari berat hidup dari ayam petelur dan broiler adalah dikonsumsi manusia. Kepala, kaki dan jumlah isi perut 19.7% pada ayam petelur dan 16.5% pada ayam broiler. Bagian dari buangan yang tidak dikonsumsi jumlahnya menurun dari 0.4% per 100 g meningkat pada berat hidup pada ayam broiler.

Poultry By-product Meal adalah terdiri dari bermacam-macam material. Protein memiliki keunggulan dari jaringan penghubung. Jumlah rata-rata protein kasar 61% dari 56,4 untuk ”whole poulty meal” 84,2% adalah lebih rendah dalam protein dan dan hampir sama untuk jumlah lemak. Poultry By-product Meal selalu termasuk beberapa urea dari saluran pencernaan. Jumlah 0,5% dianggap normal. Tingginya urea pada Poultry By-product Meal mengindikasikan bahwa pencampuran. Bulu yang kasar juga digunakan untuk pencampuran produk yang menurunkan kualitas proteinnya. Poultry By-product Meal merupakan sumber asamamino esensial yang baik.

(32)

9

Meat Bone Meal (MBM)

Meat Bone Meal (MBM) atau tepung daging dan tulang merupakan bahan baku pakan yang terbuat dari hasil pengolahan limbah hewn ternak. Kandungan protein yang terdapat pada MBM berkisar antara 45-55%, (Lovell, 1989). Namun NRC (1993) menyatakan bahwa kandungan protein MBM masih berada di bawah tepung ikan. Scoot ,Nesheim, and Young (1982) juga menambahkan bahwa tepung tulang dan daging (MBM) memiliki kandungan asam amino methionine dan cystine dalam jumlah sedikit tetapi memiliki kandungan asam amino lysine yang tinggi. Selain itu, karena merupakan hasil pengolahan limbah ternak yakni tulang dan daging maka bahan ini memiliki kandugan fosfor yang tinggi (Lovell, 1989). Namun pemakaian MBM dalam pakan ikan tidak dapat seutuhnya menggantikan tepung ikan sebagai sumber protein hewani . Millamena et al., (2002) menyebutkan bahwa sumber protein yang baik dalam pakan ikan adalah bahan baku yang memeiliki kandungan asam amino mendekati kandungan asam amino ikan budidaya. Hal tersebut yang membatasi bagi MBM dalam persentase pemakaian dalam pakan ikan. Lebih lanjut Millamena et al., (2002) menyebtkan bahwa sumber protein yang baik dalam pakan ikan adalah bahan baku yang memiliki kandungan asam amino mendekati komposisi asam amino ikan budi daya. Lebih lanjut Millamena et al., (2002) menyatakan bahwa rekomndasi pemakaian MBM pada formulasi pakan ikan karnivor 20% dan ikan herbivor serta omnivor hanya mencapai 25%.

Tepung Bungkil Kedelai

Menurut Li (2000), tepung bungkil kedelai mengandung 42-48% protein kasar dan 0,5-3,5% minyak. Tepung bungkil kedelai memiliki profil asam amino terbaik jika dibandingkan sumber protein nabati lainnya. Tepung bungkil kedelai memiliki hampir semua asam amino esensial serta palatabilitas yang tinggi untuk ikan jenis channel catfish. Faktor anti nutrisi di tepung kedelai, terutama trypsin inhibitor dapat dikurangi melalui proses pemanasan pada pembuatan pakan ikan.

(33)

10

Kecernaan Pakan

Pakan yang masuk ke saluran pencernaan akan dicerna menjadi senyawa sederhana berukuran mikro, dimana asam amino dihidrolisis menjadi asam - asam amino atau peptida sederhana, lemak menjadi gliserol dan asam lemak dan karbohidrat menjadi gula sederhana (Helver, 1988). Senyawa-senyawa sederhana tersebut kemudian diabsorbsi melalui sel-sel enterosit yang terdapat di dinding usus, selanjutnya melalui peredaran darah dialirkan ke seluruh tubuh. Pakan yang dicerna oleh tubuh ikan dapat diukur sehingga diperoleh nilai kecernaan (koefisien kecernaan). Nilai kecernaan ini menggambarkan kemampuan ikan dalam mencerna suatu pakan dan juga menggambarkan kualitas pakan yang dikonsumsi oleh ikan.

Ekskresi Amonia

Jika karbohidrat dan lemak yang digunakan sebagai sumber energi , maka lemak dan karbohidrat ini akan menghasilkan oksidasi lengkap menjadi karbondioksida dalam air, tetapi jika protein dipakai sebagai sumber energi, hanya ikatan karbonnya yang dipakai sebagai sumber energi sedangkan nitrogen (amino) yang dipakai sebagai sumber energi, maka ikan dapat dimetabolisme dan harus dikeluarkan. Proses kimia dimana gugus amino dikeluarkan dari asam amino dikenal sebagai proses transaminasi dan deaminasi. Reaksi dikatalis oleh enzim amino transferase didalam sitosol hepatocyt dan enzim glutamat dehidrogenase dalam mitokondria. Amonia yang telah terbentuk kemudian dilepas kepembuluh darah hepatic untuk selanjutnya diangkut ke organ pengeluaran yang dalam hal ini insang melalui sistem sirkulasi darah (Dosdat et al., 1996 ; Hepher, 1990).

Eksresi amonia menunjukkan jumlah relatif protein pakan yang dicerna untuk sintesis protein atau sumber energi (Ming, 1985). Amonia dalam perairan terdapat dalam dua bentuk yaitu un-ionized (NH3) dan ionized (NH4+). Amonia dalam bentuk NH3 bersifat lipofilik yang mudah berdifusi melalui membran respirasi sehingga bersifat toksik bagi kehidupan akuatik dibandingkan NH4+ yang kemampuan penetrasinya ke dalam membran respirasi lebih kecil (Jobling, 1994). Tingkat toksisitas amonia dipengaruhi oleh pH dan temperatur lingkungan

(34)

11

perairan. Konsentrasi amonia akan meningkat dengan meningkatnya pH dan temperatur. Lingkungan dengan konsentrasi amonia tinggi dapat menyebabkan ikan stres, pertumbuhan terhambat bahkan kematian (Forsberg & Summerfelt, 1992; Jobling, 1994).

Ming (1985) mengemukakan bahwa meningkatnya eksresi amonia dengan cepat lebih banyak dibandingkan oleh laju eksresi nitrogen eksogenous yang lebih tinggi dibandingkan eksresi nitrogen endogenous. Laju eksresi amonia eksogenous lebih banyak dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi (kadar protein pakan, kualitas protein bahan pakan, keberadaan energi non protein) dan laju pemberian pakan, sedangkan eksresi amonia endogenous diperoleh dari deaminasi asam amino hasil katabolisme protein jaringan tubuh (Jobling, 1994).

Jobling (1994) mengemukakan bahwa eksresi amonia ikan yang diberi pakan lebih tinggi dibandingkan ikan-ikan yang berpuasa, peningkatan tersebut bahkan sampai 2 kali lebih tinggi (Kashio et al., 1993). Eksresi amonia akan meningkat begitu selesai mengkonsumsi pakan, dan beberapa jam kemudian terjadi puncak eksresi.

Toleransi hewan akuatik terhadap amonia berbeda-beda, tergantung pada spesies, kondisi fisiologis ikan dan kondisi lingkungan hidupnya (Ming, 1985). Secara umum, konsentrasi amonia dalam air tidak boleh lebih dari 1 mg/l. Konsentrasi amonia sebesar 0,4–2 mg/l sudah cukup untuk menyebabkan kematian ikan dalam waktu singkat.

(35)

BAHAN DAN METODA

Pakan Uji

Penelitian ini terdiri atas enam jenis perlakuan pakan dengan kadar protein yang berbeda dan sumbangan protein tepung ikan yang berbeda pula. Setiap perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali. Perlakuan pakan uji dapat dilihat di bawah ini :

A : Pakan dengan protein 32 % dengan kandungan protein tepung Ikan 5 %. B : Pakan dengan protein 32 % dengan kandungan protein tepung Ikan 7 %. C : Pakan dengan protein 30 % dengan kandungan protein tepung Ikan 5 %. D : Pakan dengan protein 30 % dengan kandungan protein tepung Ikan 7 %. E : Pakan dengan protein 28 % dengan kandungan protein tepung Ikan 5 %. F : Pakan dengan protein 28 % dengan kandungan protein tepung Ikan 7 %. Tabel 2 Komposisi bahan pakan percobaan (g/100g pakan)

Bahan Pakan Perlakuan

P 32% P 30% P 28% TI 5% TI 7% TI 5% TI 7% TI 5% TI 7% Jagung 15,8 8 18,94 19,1 18,82 18,85 Wheat Brand 15 15 17 17,21 17,1 17 Tepung Industri 7,7 24,85 14,52 14,21 10 13,1 Wheat Flour - - - - 2 0,91 Tepung Gaplek 10,6 5 4,79 5 10,7 9,52 SBM3) 19,4 15,85 16,21 16,1 12,76 12,1 MBM1) 3 3 3 3 2,5 - PBM2) 17 14,3 13,91 10 11,33 11,82 HCFM4) 0,6 - 0,3 0,79 - - Tepung darah - - - - 2 1,1 Tepung Ikan 8,3 11,7 8,3 11,7 8,7 11,7 MDCP5) 0,6 0,42 0,73 0,73 1 1 Minyak ikan 1,78 1,7 1,78 2 1,79 2,21 Minyak kedelai - - - - 0,7 - Premix 0,18 0,21 0,42 0,39 0,61 0,58 Jumlah (%) 100 100 100 100 100 100

Keterangan : 1) Meat and bone meal 4) Chicken hydrolize feather meal

2)

Poultry by product meal 5)Monodikalsium pospat

3)

Soy bean meal

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat komposisi pakan uji kandungan protein 32%, 30% dan 28% dengan masing-masing pada tiap tingkat perlakuan protein mengandung kandungan tepung ikan 5% dan 7%. Pengurangan proporsi tepung

(36)

14

ikan digantikan dengan mengkombinasikan bahan nabati dan hewani lain dalam pakan sebagai sumber protein. Sumber protein hewani yang digunakan yaitu terdiri dari, Meat and Bone Meal, Poultry by Product Meal. Sedang sumber nabati adalah SMB (soy bean meal).

Tabel 3 Komposisi proksimat (% bobot kering) dan energi pakan uji

Komposisi Proksimat Perlakuan

P 32% P 30% P 28% TI 5% TI 7% TI 5% TI 7% TI 5% TI 7% Protein 32,33 32,7 30,38 30,79 28,47 28,69 Lemak 7,88 7,74 7,87 7,78 7,58 6,31 Kadar abu 9,03 9,37 8,6 8,39 7,43 8,07 Serat kasar 5,81 5,49 6,19 6,25 6,42 6,92 Kadar air 9,41 9,57 8,59 9,78 9,85 10,71 BETN 1) 35,54 35,13 38,37 37,01 40,25 39,3 DE (kkal kg)2) 2658,3 2649,7 2660 2633,1 2616,7 2497,8 C/P (kkal/g)3) 8,22 8,1 8,76 8,55 9,19 8,71 KH/L4) 4,51 4,54 4,88 4,76 5,31 6,23

Ket: 1) Bahan ekstrak tanpa nitrogen

2) 1 g protein = 3.5 kkal DE, 1 g lemak = 8.1 kkal DE, BETN = 2.5 kkal DE (NRC, 1977) 3) Rasio energi/protein

4) Rasio karbohidrat/lemak

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat nilai proksimat pakan uji. Pakan uji yang diberikan memiliki kandungan energi yang hampir sama (isoenergi) dan kadar lemak yang sama. Namun yang berbeda adalah pakan uji mengandung kadar protein dan sumbangan protein tepung ikan yang berbeda semakin menurun kadar protein maka serat kasar pada pakan mengalami peningkatan. Kandungan serat kasar pakan uji juga meningkat antara 5.49-6.92%. Hal ini menunjukan semakin rendah kadar protein dalam pakan uji maka serat kasar pakan meningkat.

(37)

15

Tabel 4 Komposisi asam amino essensial pakan percobaan (% protein) Asam amino essensial Perlakuan Tubuh P 32% P 30% P 28% Ikan* TI 5% TI 7% TI 5% TI 7% TI 5% TI 7% Arginin 6,67 4,14 3,89 3,69 3,89 3,74 3,77 Histidin 2,17 1,45 1,43 1,34 1,44 1,65 1,57 Leusin 7,40 4,14 3,99 3,78 4,01 4,38 4,29 Isoleusin 4,29 2,67 2,51 2,42 2,46 2,33 2,45 Lisin 8,51 3,82 3,82 3,47 3,85 3,97 3,96 Methionin 2,92 1,08 1,08 0,98 1,05 1,04 1,07 Fenillanin 4,14 2,40 2,31 2,19 2,33 2,51 2,46 Treonin 4,41 2,52 2,44 2,27 2,42 2,50 2,45 Tripthofan 3,28 1,28 1,30 0,98 1,42 1,26 1,10 Valin 5,15 2,89 2,71 2,60 2,76 2,97 2,84

Keterangan: *Wilson dan Poe (1985)

Gambar 1 Komposisi asam amino essensial dalam empat jenis pakan (berdasarkan perhitungan)

Berdasarkan Tabel 4 dari hasil perhitungan didapat bahwa nilai asam amino pada pakan antar perlakuan relatif sama. Gambar 1 memperlihatkan bahwa semua perlakuan memiliki pola asam amino yang menyerupai tubuh ikan lele. Dengan demikian profil asam amino semua perlakuan relatif sama.

Pemeliharaan Ikan dan Pengumpulan Data

Pemeliharaan ikan dilakukan di bak beton sebanyak 3 buah dengan ukuran 5 x 6 x 1 m. Dimana di dalam bak pemeliharaan dipasang 6 buah hapa

(38)

16

dengan ukuran 1 x 1 x 1 m yang nantinya digunakan untuk memelihara ikan uji dengan 6 perlakuan pakan dan sebagai ulangannya dipasang 6 buah hapa pada 2 bak lainnya. Pengaturan dan penempatan wadah perlakuan dilakukan secara acak (Steel & Torrie, 1993).

Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan lele (Clarias sp) dengan bobot rata-rata ± 21 g. Ikan uji dibagi ke dalam 6 perlakuan dengan tiga kali ulangan. Pemeliharaan ikan selama penelitian dilakukan di Ciranjang-Cianjur, Jawa Barat pada bulan November 2010–Februari 2011. Jumlah ikan yang dipelihara sebanyak 100 ekor per jaring (hapa). Penempatan hapa dalam bak dilakukan secara acak.

Gambar 2 Kolam penelitian.

Pemeliharaan ikan dimulai dengan mengadaptasikan ikan selama 1 minggu. Frekwensi pemberian pakan dilakukan sebanyak tiga kali sehari.

Setelah masa adaptasi berakhir, ikan dipuasakan selama 1 hari kemudian ikan ditimbang sebagai data bobot awal ikan, selanjutnya ikan diberikan pakan perlakuan. Pemeliharaan dilakukan selama 60 hari. Pakan perlakuan diberikan sampai ikan berukuran 75- 100 g. Pemberian pakan dilakukan tiga kali sehari. Pemberian pakan dilakukan secara at satiation (sampai kenyang) dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak tiga kali yaitu pukul 08.00, 12.00 dan 16.00 WIB. Banyaknya pakan yang diberikan selama percobaan dicatat untuk mengetahui tingkat konsumsi pakan yang selanjutnya akan dijadikan dasar untuk

(39)

17

menghitung efisiensi pakan. Ikan disampling setiap 15 hari sekali untuk mengetahui pertumbuhannya.

Analisis Kimia

Analisis Kimia Pakan dan Ikan Uji

Analisis proksimat dilakukan terhadap bahan baku, pakan percobaan dan sampel ikan uji pada awal dan akhir percobaan. Analisis yang akan dilakukan meliputi kadar protein kasar, lemak kasar, serat kasar, abu, air dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) dan kadar asam amino ikan akhir.

Analisis proksimat untuk protein kasar dilakukan dengan metode Kjeldahl, lemak kasar dengan metode ekstraksi dengan Soxchlet, abu dengan pemanasan sampel dalam tanur bersuhu 600 °C, serat kasar menggunakan metode pelarutan sampel dengan asam dan basa kuat serta pemanasan dan kadar air dengan metode pemanasan dalam oven bersuhu 105-110 °C (Takeuchi, 1988). Sampel yang digunakan untuk analisa proksimat pada awal penelitian diambil 6 ekor ikan sampel, dan pada akhir penelitian diambil 6 ekor ikan tiap ulangan. Pengamatan Kecernaan

Pengukuran parameter kecernaan dilakukan pada awal pemeliharaan yaitu pada ukuran ± 20 g. Setiap akuarium ukuran 60 x 40 x 40 cm diisi 10 ekor ikan dan masing-masing akuarium diberi pakan perlakuan yang sudah ditambahkan 0.5% Cr2O3 sebagai indikator kecernaan (Watanabe, 1988). Pada hari ke tujuh setelah ikan diadaptasikan pakan dan lingkungan kemudian ikan diberi pakan uji yang mengandung Cr2O3. Feses ikan mulai dikumpulkan kemudian disimpan dalam botol film. Feses yang sudah terkumpul tersebut disimpan dalam lemari pendingin (freezer) untuk menjaga kesegarannya. Setelah terkumpul cukup banyak, feses dikeringkan di dalam oven bersuhu 110 °C selama 4-6 jam. Selanjutnya dilakukan analisis kandungan protein dan Cr2O3 terhadap feses yang sudah dikeringkan tadi dengan bantuan alat spektrofotometer yang memiliki panjang gelombang 350 nm.

(40)

18

Pengamatan Ekskresi Amonia

Pengamatan ekskresi amonia ini menggunakan 12 akuaium berukuran 60 x 40 x 40 cm. Masing-masing akuarium mewakili tiap-tiap perlakuan pakan dengan 2 ulangan. Tiap akuarium dimasukkan 5 ekor ikan uji. Pengamatan ekskresi amonia dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak amonia yang dikeluarkan oleh ikan uji setelah mengkonsumsi pakan yang diberikan. Oleh sebab itu, sebelum dilakukan pengamatan ini ikan dipuasakan terlebih dahulu selama 1 (satu) hari, kemudian ditimbang bobotnya. Sementara itu, akuarium disiapkan dan diisi air serta diaerasi kuat selama semalaman (24 jam). Setelah itu, ikan diberi pakan perlakuan sampai kenyang dan dibiarkan selama 1 jam agar ikan beradaptasi, selanjutnya siap dimasukkan ke dalam akuarium yang telah di aerersi kemudian ditutup dengan menggunakan plastik. Pengukuran analisis amonia diukur melalui metode Phenate (Tarras et al. dalam Ming, 1985).

Sebanyak 48 buah botol sampel bervolume 100 ml disiapkan untuk pengambilan air sampel sebanyak yang terdapat dalam wadah botol plastik sebanyak 4 kali, yaitu pada jam ke 0, 1, 2, 3. Pengambilan sampel pada jam ke 0 dilakukan sebelum ikan uji dimasukkan ke dalam wadah. Selanjutnya, pengambilan air sampel dilakukan dengan mengikuti prosedur yang sudah ditentukan setelah ikan uji dimasukkan ke dalam wadah. Kemudian sampel disimpan dalam lemari pendingin. Selanjutnya sampel didestilasi dan diukur kandungan total amonia nitrogennya (TAN) dengan bantuan alat spektrofotometer.

Parameter yang di Ukur

Tingkat Konsumsi Pakan

Tingkat konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ikan selama pemeliharaan. Tingkat konsumsi pakan dapat dihitung dengan cara menimbang jumlah pakan ikan yang dikonsumsi ikan setiap harinya selama masa pemeliharaan.

(41)

19

Laju Pertumbuhan Harian (LPH)

Laju pertumbuhan harian (LPH) dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini (Huisman, 1987) :

% 100 1 x Wo Wt t         

Keterangan: α = Laju pertumbuhan harian (%) t = Waktu pemeliharaan (hari)

Wt = Rerata bobot individu pada akhir pemeliharaan (g) W0 = Rerata bobot individu pada awal pemeliharaan (g) Tingkat Kelangsungan Hidup (SR)

Tingkat kelangsungan hidup dihitung berdasarkan persamaan (Effendie,1997) : % 100 x No Nt SR

Keterangan: SR = Kelangsungan hidup ikan

Nt = Jumlah ikan pada akhir pemeliharaan N0 = Jumlah ikan pada awal pemeliharaan Efisiensi Pakan (EP)

Nilai efisiensi pakan dihitung berdasarkan persamaan (Takeuchi, 1988) :

% 100 ) ( x F Bo Bd Bt FE   

Keterangan: FE = Efisiensi Pakan (%)

Bt = Biomassa ikan pada akhir percobaan (g) B0 = Biomassa ikan pada awal percobaan (g)

Bd = Biomassa ikan yang mati selama percobaan (g) F = Jumlah pakan yang dikonsumsi selama percobaan (g) Retensi Protein (RP)

Nilai retensi protein dihitung berdasarkan persamaan (Takeuchi, 1988) :

% 100 ) ( x P I F RP  

(42)

20

Keterangan: RP = Retensi Protein (%)

F = Jumlah protein tubuh ikan pada akhir pemeliharaan (g) I = Jumlah protein tubuh ikan pada awal pemeliharaan (g) P = Jumlah protein yang dikonsumsi ikan (g)

Retensi Lemak (RL)

Nilai retensi lemak dihitung berdasarkan persamaan (Takeuchi, 1988) :

% 100 ) ( x L I F RL      

Keterangan: RL = Retensi lemak (%)

F = Jumlah lemak tubuh ikan pada akhir pemeliharaan (g) I = Jumlah lemak tubuh ikan pada awal pemeliharaan (g)

L = Jumlah lemak yang dikonsumsi ikan (g) Kecernaan Protein dan Kecernaan Total

Nilai kecernaan protein dan kecernaan total dihitung berdasarkan persamaan (Takeuchi, 1988) : % 100 ' ' 1 Pr x b b x a a otein Kecernaan         % 100 ' 1 x a a otal KecernaanT        

Keterangan: a = % Cr2O3 dalam pakan a’ = % Cr2O3 dalam feses b = % protein dalam pakan b’ = % protein dalam feses Ekskresi Amonia

Nilai ekskresi amonia dihitung dengan rumus (Ming, 1985) :

Ekskresi amonia/NH3-N (mg/g tubuh/jam) =

t x gram Ikan Bobot toxV N NH ti N NH ) ( 3 3  

Keterangan: [NH3-N]ti = Konsentrasi amonia pada akhir pengamatan (mg/l) [NH3-N]t0 = Konsentrasi amonia pada awal pengamatan (mg/l)

V = Volume air didalam wadah t = Waktu pengambilan sampel

(43)

21

Biaya Pakan Ikan

Biaya pakan kan dapat dihitung dengan rumus di bawah ini :

ikan

Biayapakan xH apakan

EP arg 100

Keterangan: EP = Efisiensi Pakan (%)

Analisa Data

Penelitian ini akan menggunakan (RAK) Rancangan Acak Kelompok (Steel and Torrie, 1991), dengan 6 perlakuan dan 3 ulangan. Parameter yang diuji secra statistik adalah laju pertumbuhan harian, kelangsungan hidup, efisiensi pakan, retensi protein, retensi lemak dan kecernaan pakan percobaan. Untuk mengetahui pengaruh pakan uji terhadap setiap peubah yang diukur tersebut digunakan analisis ragam (ANOVA). Jika terdapat perbedaan antara perlakuan dilanjutkan dengan Uji Duncan dengan selang kepercayaan 95%.

(44)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil penelitian terhadap enam jenis pakan uji dengan kadar protein dan kadar tepung ikan yang menunjukkan adanya perumbuhan pada ikan lele setelah 60 hari pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 2. Penambahan bobot biomassa akhir rata-rata paling tinggi adalah pada perlakuan protein 32% dengan kandungan 5% protein tepung ikan adalah 4,63 kali lipat atau tumbuh sebesar 78,8 g sedangkan pertumbuhan bobot rata-rata akhir terkecil adalah pada perlakuan 28% dengan kandungan 7% protein tepung ikan yaitu 3,64 kali atau tumbuh sebesar 58,8 g. Secara garis besar penambahan bobot rata-rata individu pada tiap perlakuan pakan uji dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.

Gambar 2 Perubahan bobot rata-rata individu ikan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan juga didapatkan hasil-hasil penelitian yang meliputi kelangsungan hidup, jumlah konsumsi pakan, retensi protein, retensi lemak, laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan dan kecernaan pakan. Data di atas disajikan berturut-turut pada Tabel 5 di bawah ini. Analisis anova dan hasil uji dari pengamatan yag diukur disajikan pada Lampiran 3 sampai dengan Lampiran 6.

(45)

24

Tabel 5 Kelangsungan hidup (SR), jumlah konsumsi pakan (JKP), lajupertumbuhan harian (LPH), efisiensi pakan (EP), retensi protein (RP), retensi lemak (RL) dan kecernaan pakan (KP)dan kecernaan protein pakan (KPP) Perlakuan Perlakuan P 32% P 30% P 28% TI 5% TI 7% TI 5% TI 7% TI 5% TI 7% SR (%) 100±0,0a 99,67±0,58a 100±0,0a 99,67±0,58a 99,67±0,58a 99,67±0,58a JKP (g) 10053,33±0,44 a 9370,13±0,40 a 9400,00±0,54 a 9260,00±0,22 a 8223,33±0,52 a 8106,67±0,06 a LPH (%) 2,59±0,05a 2,52±0,03a 2,51±0,17a 2,45±0,09a 2,20±0,08b 2,18±0,09b EP (%) 77,59±1,38a 73,18±1,81a 71,57±6,36a 70,10±2,58a 61,49±2,42b 59,47±4,34b RP (%) 32,45±0,54ab 30,97±0,72b 35,16±5,71ab 36,42±2,38a 33,48±1,07ab 31,54±1,29b RL (%) 66,42±5,26a 65,56±9,87a 61,81±13,73b 62,97±5,13a 60,39±11,65b 66,57±4,87a KP (%) 58,54±3,39bc 61,24±0,42ab 54,75±0,29c 63,45±1,89a 61,39±0,21ab 56,89±0,53c KPP (%) 74,19±3,65bc 79,04±0,50a 70,84±1,20c 80,21±0,15a 77,01±0,00ab 76,15±0,41ab Keterangan: 1)

Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan penaruh perlakuan yang berbeda nyata (p < 0.05)

2) Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata±standar deviasi

Tabel 5 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan harian pada ikan yang diberi pakan buatan dengan kadar protein 30 dan 32% adalah sama. Pengurangan jumlah persentase tepung ikan dari 7% menjadi 5% tidak mempengaruhi pertumbuhan ikan. Tetapi ketika kadar protein diturunkan menjadi 28% maka pertumbuhan ikan terlihat mengalami penurunan. Hasil ini seiring dengan efisiensi pakan yakni, ketika protein pakan diturunkan sampai 28% maka nilai efisiensi pakan semakin kecil pula.

Berdasarkan Tabel 5 nilai kecernaan protein pakan dan kecernaan pakan pada perlakuan protein 32%, 30% dengan kandungan protein tepung ikan 7% dan perlakuan 28% dengan kandungan protein 5% lebih baik dari perlakuan lainnya. Tingginya nilai kecernaan pada kadar potein 32% dan 32%dapat disebabkan karena kontribusi 7% tepung ikan yang cukup baik sehingga menghasilkan nilai kecernaan pakan dan kecernaan protein pakan yang baik pula. Hertrampf (2000) mengungkapkan bahwa nilai kecernaan tepung ikan untuk channel catfish (Ictalurus puctatus) adalah 85.5%.

(46)

25

Tabel 6 Harga pakan ikan

Parameter Perlakuan

P 32% P 30% P 28%

TI 5% TI 7% TI 5% TI 7% TI 5% TI 7%

Harga pakan 4559 4712 4460 4634 4475 4630

Efisiensi pakan (%) 77,59 73,27 71,57 71,66 61,03 59,40 Biaya pakan ikan/kg (Rp) 5876 6431 6232 6467 7332 7795

Berdasarkan Tabel 6, secara biologis penggunaan protein tepung ikan dapat diturunkan dari 7% menjadi 5%. Kadar protein dapat diturunkan sampai 30% dengan kandungan protein tepung ikan 5%. Sedangkan dari sisi ekonomis harga pakan dengan kandungan protein 32% dengan tepung ikan 5%, lebih baik dari perlakuan lainnya, karena menghasilkan biaya pakan sebesar Rp 5876.

Tabel 7 Ekskresi amoniak (EA) ikan lele

Perlakuan Perlakuan P 32% P 30% P 28% TI 5% TI 7% TI 5% TI 7% TI 5% TI 7% EA (mgNH3/g/jam) 0.001±0.001 0.006±0.002 0.008±0.005 0.001±0.008 0.007±0.002 0.005±0,00

Keterangan:1)Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata±standar deviasi

Dari Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa pada perlakuan pakan dengan kandungan protein 30% dengan kandungan tepung ikan 5% menghasilkan ekskresi amoniak ikan lele lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Sedangkan nilai ekskresi amoniak terendah yaitu pada pakan dengan kadar protein 32% dengan kandungan tepung ikan 5% dan pakan dengan kandungan protein 30% dengan kandungan tepung ikan 7%. Hal ini berarti bahwa asam-asam amino yang diserap dan dimanfaatkan untuk sintesis tubuh pada perlakuan pakan dengan kandungan protein 32% yang mengandung tepung ikan 5% dan pakan dengan kandungan protein 30% dengan kandungan tepung ikan 7% lebih efekif dari perlakuan lainnya.

(47)

26

Pembahasan

Dalam budidaya tingkat kelangsungan hidup ikan merupakan faktor yang penting karena hal ini menjadi salah satu faktor keberhasilan dalam budidaya. Pada penelitian ini tingkat kelangsungan hidup ikan lele sangkuring ini cukup baik yaitu 99.67-100%. Hal ini menunjukkan bahwa ikan dapat bertahan hidup dengan baik pada media budidaya yang digunakan dalam penelitian. Halver (2002) menyatakan bahwa nutrisi yang sesuai harus diperlihatkan sebagai faktor kritis dalam mendukung pertumbuhan dan kesehatan ikan.

Nilai kecernaan menggambarkan kemampuan ikan dalam mencerna suatu pakan dan menggambarkan kualitas pakan yang dikonsumsi. Berdasarkan data kecernaan pakan pada Tabel 5, Perlakuan protein 30% da 32% dengan kandungan protein tepung ikan 7% memiliki nilai kecernaan baik. Hal ini dapat disebabkan karena kontribusi 7% protein dan kombinasi bahan baku lain pada kedua perlakuan tersebut cukup baik sehingga menghasilkan nilai kecernaan pakan dan kecernaan protein pakan yang baik pula. Hertrampf (2000) mengungkapkan bahwa nilai kecernaan untuk tepung ikan untuk channel catfish (Ictalurus puctatus) adalah 85.5%.

Pertumbuhan ikan terjadi karena kemampuan ikan memanfaatkan nutrien pakan menjadi nutrien tubuh dan mengkonversi nutrien menjadi energi. Laju pertumbuhan harian (LPH) menunjukkan persentasi penambahan bobot ikan setiap harinya. Semakin tinggi nilai LPH, maka ikan tersebut dapat tumbuh semakin baik pula. Dari Tabel 4 memperlihatkan bahwa LPH perlakuan 32% dan perlakuan 30% menghasilkan pertumbuhan yang tidak berbeda nyata. Sedangkan LPH pada perlakuan 28% lebih rendah dari perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa dengan penurunan kandungan protein sampai kadar protein 28% memperlihatkan pertumbuhan yang rendah pula yang dapat disebabkan penyerapan nutrien dari pakan lebih rendah padahal fungsi utama protein adalah untuk pertumbuhan, oleh sebab itu energi yang digunakan untuk tumbuh sedikit. Kekurangan protein juga menyebabkan ikan kehilangan bobot tubuhnya karena protein dari beberapa jaringan vital akan diambil kembali untuk memelihara fungsi jaringan yang lebih vital lagi dan untuk mengganti sel yang mati. Lovell (1989) menyatakan bahwa protein dapat digunakan sebagai sumber energi jika

(48)

27

kebutuhan energi dari lemak dan karbohidrat tidak mencukupi dan juga sebagai penyusun utama enzim, hormon dan antibodi. Rendahnya pertumbuhan pada perlakuan dengan kadar protein 28% juga dapat disebabkan karena walaupun protein tidak digunakan sebagai sumber energi yang utama, namun karena kadar protein pakan masih rendah sehingga belum mencukupi kebutuhan optimal ikan untuk tumbuh. Reis et al., (1988) dalam penelitannya terhadap channel catfish yang menemukan bahwa ikan yang diberi pakan dengan kadar protein rendah mempunyai pertumbuhan yang rendah, hal ini disebabkan rendahnya protein yang masuk kedalam tubuh ikan. Dari data hasil pertumbuhan ikan tersebut dapat dikatakan bahwa sampai dengan kadar protein 30% dapat meningkatkan pertumbuhan ikan lele yang baik. Sedangkan apabila kandungan protein pakan diturunkan hingga 28%, pertumbuhan ikan menurun.

Nilai efisiensi pakan pada perlakuan 32%, dan 30% adalah sama. Sedangkan nilai efisiensi pakan terendah adalah pada perlakuan 28%. Penurunan nilai efisiensi pakan ini diiringi dengan turunnya pertumbuhan pula padahal pertumbuhan ikan yang tinggi menunjukkan bahwa ikan mampu menyerap nutrien dalam pakan, sehingga menghasilkan energi sesuai kebutuhan ikan. Unsur utama yang sangat terkait dengan pertumbuhan adalah protein, dimana fungsi utama protein adalah untuk pertumbuhan. Disamping itu protein juga berfungsi untuk pemeliharaan jaringan, pemeliharaan tubuh dan penggantian jaringan tubuh yang rusak. Pada Tabel 4 memperlihatkan bahwa semua perlakuan mempunyai pola asam amino yang hampir sama. Untuk menentukan pola asam amino ditentukan berdasarkan pola asam amino tubuh ikan lele. Menurut Shigueno (1975) bahwa profil asam amino essensial tubuh ikan (dengan membandingkan pola asam amino bahan baku dan pola asam amino tubuh ikan) dapat digunakan untuk menentukan kebutuhan asam amino essensial. Pola asam amino pakan ini dihitung berdasarkan kandungan asam amino essensial bahan baku pakan yaitu jagung, Wheat brand pellet, Tepung industri, Wheat flour, Tepung gaplek, SBM, Meat and bone meal (MBM), Poultry by product meal (PBPM), tepung bulu, tepung darah dan tepung ikan seperti pada Lampiran 17 sampai 26 komposisi asam amino disajikan pada Tabel 4 dan pola asam amino disajikan pada Gambar 1

(49)

28

yang memperlihatkan bahwa semua pakan perlakuan mempunyai pola asam amino yang menyerupai pola asam amino tubuh ikan lele.

Karena pola asam amino pada pakan hampir sama antara satu perlakuan dengan perlakuan lainnya maka pada perlakuan 32 dan 30% pada kadar tepung ikan 5% dan 7% memiliki LPH dan episiensi pakan yang sama pula. hal ini dapat disebabkan karena sampai tarap level protein 30% dengan sumbangan tepung ikan 5% dan 7% masih mampu untuk menigkatkan pertumbuhan ikan secara optimal. Tetapi ketika kadar protein di turunkan 28% maka pertumbuhan ikan menurun walaupun pola asam amino ikan hampir sama dengan perlakuan lainya. Ini dapat disebabkan karena rendahnya protein yang masuk kedalam tubuh ikan sehingga pertumbuhan ikan lebih rendah dari perlakuan lainnya.

Secara biologis untuk pakan lele penggunaan protein tepung ikan dapat diturunkan dari 7% menjadi 5%. Kadar protein dapat diturunkan samapai 30% dengan kandungan protein tepung ikan 5%. Sedangkan dari sisi ekonomis tingginya efisiensi pakan yang diiringi dengan pertambahan bobot pada kandungan protein 32%, yang mengandung protein tepung ikan 5% lebih baik dari perlakuan lainnya yaitu dihasilakan efisiensi penggunaan pakan terbaik sehingga biaya pakan ikan/kg yaitu sebesar Rp 5876. Dari hasil tersebut dapat menurunkan biaya produksi yang dikeluarkan dari biaya pakan. Secara umum pakan dengan kandungan protein tepung ikan 5% menghasilkan efisiensi pakan yang tinggi sehingga menghasilkan biaya pakan ikan/kg yang lebih rendah dibandingkan dengan pakan yang mengandung protein tepung ikan yang lebih besar yaitu 7%. Hal ini dapat disebabkan karena keberadaan tepung ikan sebanyak 5% memerlihatkan biaya yang lebih rendah pula akibat penggunaan tepung ikan yang lebih rendah selain karena dengan sumbangan tepung ikan 5% yang dikombinasikan dengan bahan baku lainnya terbukti dapat menghasilkan atraktan dan palatabiliti yang dapat disebabkan karena asam-asam amino yang terkandung pada pakan yang dianggap sudah memenuhi untuk pertumbuhan ikan lele yang baik sehingga efisiensi pakan ikan pun menjadi lebih tinggi.

Ekskresi amoniak yang rendah pada tiap perlakuan berarti bahwa asam amino dapat diserap dan dimanfaatkan untuk sintesis tubuh tiap-tiap perlakuan. Degani et al., (1985) mengemukan bahwa produksi amonia berkolerasi secara

(50)

29

linier dengan kadar protein pakan. Hal ini dibuktikan melalui penelitiannya dimana produksi ikan Anguilla anguilla yang diberi pakan dengan kadar protein 25-35% lebih rendah dibandingkan dengan yang diberi pakan 45-55% protein. Hal ini juga terbukti dari hasil penelitian ini dimana dengan kandungan protein 28-32% ekskresi amonia ikan lele masih rendah dan masih aman untuk ikan hidup. Secara umum konsentrasi hewan akuatik teradap amonia berbeda dan bergantung pada spesies, kondisi lingkungan hidupnya. Secara umum konsentrasi amonia dalam air tidak boleh lebih dari 1 mg/l. Konsentrasi amonia sebesar 0.4-2 mg/l dalam waktu singkat dapat menyebabkan kematian pada ikan (Ming 1985).

(51)

KESIMPULAN

1. Untuk pertumbuhan ikan lele kadar protein pakan berkisar antara 30%-32%. 2. Secara ekonomis pakan 32% dengan kandungan tepung ikan 5%

menghasilkan biaya pakan yang paling rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu sebesar Rp. 5876.

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Boonyaratpalin, M. 1991. Nutritional Studies on Seabass (Lates calcarifer). In Fish Nutrition Research in Asia. S. S. De Silva (Eds.). International Development Research Centre. Canada. 33 – 41 pp.

Burkle KA. Edward RA, Fleet GH, Wootton M. 2007. Ilmu Pangan. Purnomo H, Adiono penerjemah. Jakarta: Ul-Press.

Chuapoehuk, W. 1987. Protein Requirement of Waliking Catfish, Clarias batrachus (Linnaeus) Fry. Aquaculture, 63 : 215 – 219.

Degani GA, A. Horowitz, D. Levanon. 1985. Effect of protein level in purifed diet and density, ammonia and O2 level on growth of juvenile European eels (Anguilla anguilla L.). Aquaculture 46: 193-200.

Dosdat, A., F. Servais, R. Metailler, C. Huelvan and E. Desbruyeres. 1996. Comparison of Nitrogeneous Losses in Five Teleost Fish Species. Aquaculture, 141 : 107 – 127pp.

Effendie, M.I. 1997. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka nusantara. Bogor. 159 hal.

Forsberg, J. A. and R. C. Summerfelt. 1992. Ammonia Excretion by Fingerling Walleyes Fed Two Formulated Diets. The Progressive Fish-Culturist, 54 : 45 – 48pp.

Furuichi, M. 1988. Dietary Requirement. p39 – 47. In Fish Nutrition and Mariculture. By T. Watanabe (Ed.). Kanagawa International Fisheries Training Centre. Japan International Cooperation Agency (JICA). JapanGuillaume, 1997.

Halver, J. E. 1988. Fish Nutrition. Academic Press, Inc. London. 789 pp.

Halver JE, Ronald WH. 2002. Fish Nutrition. United States of America. Academic Press.Combridge, New York. 388 p.

Hardy RW. 2008. Farmed fish diet requirements for the next decade and implications for global availability of nutrients. In Lim C, Webster CD, Lee CS, eds. Alternative Protein Sources in Aquaculture Diets. The Haworth Press. Taylor & Francis Group, New York and London, p: 1-16. Hepher B. 1990. Nutrition of pond fishes. Cambridge University Press. Cambrige.

(53)

34

Hertrampf JW, P.F Pascual. 2000. Handbook on ingredients for aquaculture feeds. Kluwer Academic Publishers. Belanda.

Huisman, E.A 1987. Principle of Fish Production. Departement of Fish Culture & Fisheries Wageningen. Agricultural University Wageningen. Netherlands. P : 57-122

Jobling, M. 1994. Fish bioenergetics. The Norwegian Collage of fishery Science University of Tromso, Norway. Chapman and Hall. 308 pp.

Koshio, S., S. I. Teshima, A. Kanazawa and T. Watase. 1993. The Effect of Dietary Protein Content on Growth, Digestion Efficiency and Nitrogen Excretion of Juvenile Kuruma Prawns, Penaeus japonicus. Aquaculture, 113 : 101 – 114pp.

Li MH, Robinson EH, Hardy R. 2000. Protein source for feeds. In: Styckney RR. (editor). Encyclopedia of Aquaculture. John Wilwy and Sons, New York, p: 688-695

Lim C, Klesius PH. 2004. Use of alternatife protein source in diet of warm water fishes. Abstrak 11 th International Symposium on Nutrition and Feeding in Fish. Phuket Island, 2-7 Mei 2004. Hlm 30.

Lovell, T. 1988. Nutrition and Feeding of Fish. Auburn Univercity. Published by Van Nostrad Academy of Sciences Washington DC.260 pp.

Lovell, T., 1989. Nutrition and Feeding of Fish. Van NostrandReinhold, New York, NY, USA. 268 pp.

Machiels, M.A.M. and Henken, A.M. 1985. Grow Rate, Feed Utilization and Energy Metabolism of The African Catfish, Clarias gariepinus (Burchell, 1822), as Affected by Dietary Protein and Energy Content. Aquaculture, 44 : 271 - 284.

Millamena, O. M, Relicado M. Coloso, and Felicitas P. Pascual. 2002. Nutrition in Tropical Aquaculture. Aquaculture Department. Southeast Asian Fisheries Development Center. Tighauan, Iloilo: Philippines

Ming, F. W. 1985. Ammonia Excretion Rate as an Index for Comparing Efficiency of Dietary Protein Utilization among Rainbow Trout (Salmo gairdneri) Different Strains. Aquaculture, 46 : 27 – 35pp.

[NRC] National Research Council. 1983. Nutrient Requirements of Domestic Animal: Nutrient Requirements of Warmwater Fishes and Shellfishes. Washington: National Academy Press.102 pp

National Research Council. 1993. Nutrient Requirement of Fish. National Academi Press. Washington D.C. 102 pp

Gambar

Tabel 1. Kebutuhan Asam Amino Untuk Ikan Menurut NRC
Tabel 2  Komposisi bahan pakan percobaan (g/100g pakan)
Tabel 3  Komposisi proksimat (% bobot kering) dan energi pakan uji
Tabel 4 Komposisi asam amino essensial pakan percobaan (% protein)  Asam amino  essensial  Perlakuan  Tubuh  P 32%  P 30%  P 28%  Ikan*  TI 5%  TI 7%  TI 5%  TI 7%  TI 5%  TI 7%  Arginin  6,67  4,14  3,89  3,69  3,89  3,74  3,77  Histidin   2,17  1,45  1,4
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pria metroseksual kini sudah tidak canggung lagi untuk memakai berbagai kosmetika seperti bedak dan lipbalm yang awalnya produk tersebut hanya diperuntukkan bagi kaum wanita saja..

[r]

Setelah merumuskan segemen – segmen pasar smartphone xiaomi, kami menganalisa target pasar yang akan dituju oleh perusahaan xiaomi dengan produk smartphonenya adalah yaitu segmen

formula tablet lepas lambat captopril dengan sifat fisik dan pelepasan obat yang baik karena HPMC pada tablet dapat membentuk suatu lapisan gel yang kental yang memperlambat

1) Dalam hal disuatu daerah tidak terdapat pemborong pekerjaan berbadan hukum, atau terdapat pemborong pekerjaan berbadan hukum tetapi tidak memenuhi kualifikasi yang

program aplikasi, peserta didik dapat menjelaskan berbagai kegunaan perangkat lunak program aplikasi berbasis pengolah grafis dengan tepat dan benar.  Disajikan seperangkat

Hal-hal yang belum tercantum dalam persyaratan dan ketentuan/tata tertib ini akan diatur, kemudian akan disesuaikan dengan kebutuhan pada saat

Perangkat pembelajaran matematika SMP dengan pendekatan kontekstual budaya Lombok berorientasikan prestasi belajar matematika dan apresiasi nilai budaya bangsa siswa