• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BISKUIT TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG DAUN KELOR (Moringa oleifera) DENGAN PENAMBAHAN JAMUR TIRAM (Pleurotus ostreatus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BISKUIT TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG DAUN KELOR (Moringa oleifera) DENGAN PENAMBAHAN JAMUR TIRAM (Pleurotus ostreatus)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BISKUIT TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG DAUN KELOR (Moringa oleifera) DENGAN

PENAMBAHAN JAMUR TIRAM (Pleurotus ostreatus)

NASKAH PUBLIKASI

Disusun oleh:

FITHRI FAKHRUNNISA ALKHAM A 420 100 077

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014

(2)
(3)

UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BISKUIT TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG DAUN KELOR (Moringa oleifera) DENGAN

PENAMBAHAN JAMUR TIRAM (Pleurotus ostreatus)

Fithri Fakhrunnisa Alkham, A 420 100 077, Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah

Surakarta, 2014, 30 halaman

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh tingginya harga tepung terigu di pasaran, daun kelor yang memiliki potensi untuk dijadikan tepung dan memiliki gizi yang cukup baik, dan jamur tiram yang memiliki kandungan protein yang cukup tinggi. Kombinasi dari tepung terigu, tepung daun kelor, dan jamur tiram dapat dijadikan inovasi baru dalam pembuatan biskuit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar protein biskuit tepung terigu dan tepung daun kelor (Moringa oleifera) dengan penambahan jamur tiram (Pleurotus ostreatus) dan mengetahui organoleptik biskuit tepung terigu dan tepung daun kelor (Moringa oleifera) dengan penambahan jamur tiram (Pleurotus ostreatus). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua factorial. Faktor tersebut yaitu komposisi tepung terigu dan tepung daun kelor(100%:0%, 90%:10%, 80%:20%, 70%:30%) dan penambahan jamur tiram(0 gram, 50 gram, 100 gram, 150 gram) dengan 16 taraf perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan jamur tiram berpengaruh pada kadar protein biskuit. Hasil kadar protein terendah pada perlakuan T0J0 yaitu 4,07 gram , sedangkan kadar protein tertinggi pada perlakuan T3J3 yaitu 5,69 gram. Biskuit dengan perlakuan komposisi tepung terigu 100% dan tepung daun kelor 0% serta tanpa penambahan jamur merupakan biskuit yang dapat diterima oleh masyarakat.

Kata kunci: tepung terigu, kelor, jamur tiram, uji kadar protein, uji organoleptik PENDAHULUAN

Pada umumnya, sumber protein yang digunakan oleh masyarakat Indonesia masih terbatas pada susu sapi yang harganya belum bisa terjangkau oleh masyarakat menengah ke bawah. Sementara itu, kedelai sebagai sumber protein nabati yang dapat menggantikan protein susu sapi masih tergantung pada produk impor (Balitbang Pertanian, 2008). Selain itu harga tepung terigu di pasaran juga terus mengalami kenaikan. Oleh karena itu, diperlukan sumber protein tinggi dan pengganti tepung terigu yang murah dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah.

(4)

Tanaman kelor dapat menjadi alternatif sumber protein yang berpotensi untuk dijadikan tepung dan juga dapat dijadikan suplemen herbal (Janah, 2013). Hal ini karena per 100 gram tepung daun kelor memiliki kandungan protein sebesar 27 % (Kementerian Pertanian, 2010). Selain itu, ekstrak daun kelor mengandung katekol, tanin, gallic tanin, steroid dan triterpenoid, flavonoid, saponin, anthraquinon, alkaloid dan gula (Thomas, 1994). Manfaat dari daun kelor antara lain anti peradangan, hepatitis, memperlancar buang air kecil, dan anti alergi (Utami, 2013), dan dapat meningkatkan produksi air susu ibu (Mutiara, 2011).

Selain tanaman kelor, jamur tiram juga dapat dijadikan sumber protein karena memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan jamur dan sayuran lainnya(Zulfahmi, 2011). Jamur tiram dapat dijumpai di daerah pegunungan yang sejuk, tergolong jenis jamur kayu, dan tumbuh di batang pohon. Selain protein, jamur tiram juga mengandung air, karbohidrat, vitamin (B1,B2, biotin, niasin, dan C), kalium, fosfor, ferrum, natrium, magnesium, cuprum, dan lemak. Manfaat dari jamur tiram antara lain berguna sebagai obat hipertensi, mencegah kanker dan obat penderita diabetes (Tim Web RSUA, 2013). Konsumsi jamur tiram belum terlalu banyak karena masyarakat belum terlalu menyukai jamur tiram dan kebanyakan dari masyarakat belum mengetahui tentang kandungan gizi jamur tiram. Salah satu cara meningkatkan asupan gizi masyarakat, yaitu dengan upaya menciptakan inovasi produk biskuit.

Biskuit merupakan produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu sekitar 70 % serta bahan penunjang lainnya seperti lemak, dan bahan pengembang yang diolah dengan cara dipanggang (Yulianingsih, 2007). Kombinasi antara tepung terigu, tepung daun kelor, dan jamur tiram diharapkan mampu memberikan terobosan baru yang bermanfaat dalam dunia makanan yang lezat dan menyehatkan.

Berdasarkan hasil penelitian dari Mahmudah (2013), menyatakan bahwa biskuit yang disubtitusi dengan tepung tulang ikan lele memiliki komposisi tepung terigu:tepung tulang ikan lele antara lain 100%:0%, 90%:10%, 80%:20%, dan 70%:30%. Biskuit dengan subtitusi 10% dan 20% merupakan biskuit yang paling

(5)

disukai oleh panelis. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Restyawati(2011) tentang biskuit crackers yang disubtitusi jamur tiram, memiliki kandungan protein sebesar 11,3325%. Berdasarkan penelitian dari Zakaria(2012), didapatkan hasil yaitu makanan yang diberi tepung daun kelor memiliki 28, 25% protein per 100 gram makanan.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis termotivasi untuk melakukan penelitian tentang: UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BISKUIT TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG DAUN KELOR (Moringa oleifera) DENGAN PENAMBAHAN JAMUR TIRAM (Pleurotus ostreatus).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan bulan Maret 2014 di Laboratorium Pangan Gizi Program Studi Gizi dan Laboratorium Kimia Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap(RAL) percobaan faktorial yaitu komposisi tepung terigu dan tepung daun kelor(100%:0%, 90%:10%, 80%:20%, 70%:30%) dan penambahan jamur tiram(0 gram, 50 gram, 100 gram, 150 gram) dengan 16 perlakuan kombinasi.

1. Faktor I : Komposisi tepung terigu : tepung daun kelor (T) T0 = Tepung terigu 100% : Tepung daun kelor 0%

T1 = Tepung terigu 90% : Tepung daun kelor 10% T2 = Tepung terigu 80% : Tepung daun kelor 20% T3 = Tepung terigu 70% : Tepung daun kelor 30% 2. Faktor II : Penambahan jamur tiram (J)

J0 = Tanpa penambahan jamur tiram J1 = Penambahan jamur tiram 50 gram J2 = Penambahan jamur tiram 100 gram J3 = Penambahan jamur tiram 150 gram

(6)

Tabel 1. Rancangan Percobaan

Perbandingan komposisi tepung terigu dengan tepung daun kelor

(T) Jamur (J) J0 J1 J2 J3 T0 T0J0 T0J1 T0J2 T0J3 T1 T1J0 T1J1 T1J2 T1J3 T2 T2J0 T2J1 T2J2 T2J3 T3 T3J0 T3J1 T3J2 T3J3

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menguji kadar protein biskuit menggunakan alat Fotometer Boehringer dengan cara membaca optical density atau absorbansinya pada panjang gelombang 578 nm dan pengujian sifat organoleptik dari biskuit menggunakan 20 panelis. Data yang diperoleh di analisis dengan deskriptif kualitatif.

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian dari uji kadar protein dan uji organoleptik biskuit tepung terigu dan tepung daun kelor (Moringa oleifera) dengan penambahan jamur tiram (Pleurotus ostreatus) adalah sebagai berikut:

1. Uji Kadar Protein

Tabel 2. Hasil Uji Kadar Protein (gr) Biskuit Tepung Terigu dan Tepung Daun Kelor dengan Penambahan Jamur Tiram

No. Perlakuan

Ulangan (Kadar

Protein(gr)) Rata-rata(gr) Standar Deviasi

I II 1. T0J0 4,33 3,81 4,07* 0,36770 2. T1J0 4,22 3,93 4,075 0,20506 3. T2J0 4,09 4,35 4,22 0,18385 4. T3J0 4,03 4,34 4,185 0,21920 5. T0J1 4,38 3,89 4,135 0,34648 6. T1J1 4,17 4,24 4,205 0,04950 7. T2J1 4,27 4,56 4,415 0,20506 8. T3J1 4,78 4,39 4,585 0,27577 9. T0J2 5,17 3,83 4,5 0,94752 10. T1J2 4,46 4,22 4,34 0,16971 11. T2J2 4,83 4,64 4,735 0,13435 12. T3J2 4,95 5,14 5,045 0,13435 13. T0J3 4,62 4,72 4,67 0,07071 14. T1J3 5,18 4,69 4,935 0,34648 15. T2J3 4,93 5,46 5,195 0,37477 16. T3J3 5,07 6,31 5,69** 0,87681 Keterangan:

*)kadar protein terendah **)kadar protein tertinggi

(7)

2. Uji organoleptik

Hasil uji organoleptik biskuit tepung terigu dan tepung daun kelor (Moringa oleifera) dengan penambahan jamur tiram (Pleurotus ostreatus) adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Hasil Uji Organoleptik dan Daya Terima Masyarakat terhadap Biskuit Tepung Terigu dan Tepung Daun Kelor dengan Penambahan Jamur Tiram (20 Panelis)

Perlakuan

Penilaian

Warna Aroma Rasa Tekstur Daya

Terima T0J0 Coklat muda Tidak khas kelor Manis Tidak keras Suka T1J0

Hijau

kecoklatan Khas kelor Agak manis Agak keras

Kurang suka T2J0

Hijau

kecoklatan Khas kelor

Kurang

manis Agak keras Tidak suka T3J0

Hijau kecoklatan

Sangat khas

kelor Tidak manis Sangat keras Tidak suka T0J1 Coklat muda Tidak khas kelor

Kurang

manis Tidak keras

Kurang suka T1J1 Hijau muda Sangat khas kelor Kurang

manis Agak keras

Kurang suka T2J1 Hijau tua Khas kelor Tidak manis Kurang keras

Kurang suka T3J1 Hijau tua

Sangat khas

kelor Tidak manis Tidak keras Tidak suka T0J2 Coklat muda Tidak khas kelor Agak manis Tidak keras

Kurang suka T1J2 Hijau muda Khas kelor

Kurang manis Keras Kurang suka T2J2 Hijau

kecoklatan Khas kelor

Kurang

manis Sangat keras Tidak suka T3J2 Hijau kecoklatan Sangat khas kelor Kurang

manis Kurang keras Tidak suka T0J3 Coklat muda Tidak khas kelor Agak manis Tidak keras Agak suka T1J3 Coklat muda

Kurang khas kelor

Kurang

manis Keras Agak suka T2J3

Hijau

kecoklatan Khas kelor Tidak manis Agak keras Tidak suka T3J3 Hijau tua

Sangat khas kelor

Kurang

manis Sangat keras Tidak suka

PEMBAHASAN 1. Uji Kadar Protein

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar protein terendah pada perlakuan T0J0 yaitu sebesar 4,07 gram karena dosis tepung terigu yang digunakan sebesar 100% dan tidak ada penambahan tepung daun kelor dan

(8)

jamur tiram. Sedangkan kadar protein tertinggi pada perlakuan T3J3 yaitu sebesar 5,69 gram karena dosis tepung terigu 70% dan penambahan tepung kelor 30% dan jamur 150 gram, sehingga dapat diartikan penambahan tepung daun kelor sebesar 30% dan jamur tiram 150 gram akan menyebabkan kadar protein biskuit semakin banyak. Tepung daun kelor dan jamur tiram berkontribusi pada kadar protein biskuit. Hal ini didukung oleh Gopalan dalam Bey(2010), yaitu dalam 100 gram tepung daun kelor memiliki 27,1 gram protein, menurut Chazali(2010) dalam 100 gram jamur tiram memiliki 5,94 gram protein, dan menurut Murtadho(2004) dalam 100 gram tepung terigu terdapat protein sebanyak 10,0%. Didukung juga oleh Restyawati(2011) yang menyatakan bahwa kadar protein biskuit jamur tiram yaitu 11,3325%.

Dalam pembuatan biskuit, untuk semua perlakuan takaran tepung terigu, tepung daun kelor, dan jamur tiram memiliki takaran yang berbeda. Sehingga hasil uji kadar protein pada biskuit pada setiap perlakuan ada yang tinggi dan ada yang rendah, hal ini sesuai dengan kadar protein yang terkandung pada tiap bahan yang dicampurkan.

Kadar protein biskuit pada setiap perlakuan berbeda, hal ini disebabkan karena protein saat pemanasan mengalami denaturasi protein, sehingga kadar protein dalam setiap perlakuan dapat berkurang. Hal ini didukung oleh Winarno(1993), menyatakan bahwa dengan pemanasan, protein dapat mengalami denaturasi, artinya strukturnya berubah dari bentuk unting ganda yang kuat menjadi kendur dan terbuka, sehingga memudahkan bagi enzim pencernaan untuk menghidrolisis dan memecahkannya menjadi asam-asam amino.

Berdasarkan hasil uji Anova Dua Jalur, Fhitung < Ftabel yaitu 3,122 < 3,239, maka H0 diterima, atau dapat dikatakan komposisi tepung terigu dan tepung daun kelor tidak berpengaruh terhadap kadar protein biskuit. Hasil uji anova Fhitung < Ftabel yaitu 9,477 > 3,239, maka H0 ditolak, atau dapat dikatakan penambahan jamur tiram berpengaruh terhadap kadar protein biskuit. Hasil uji anova Fhitung < Ftabel yaitu 0,373 < 2,537, maka H0 diterima, atau dapat dikatakan kombinasi komposisi tepung terigu, tepung daun kelor, dan jamur

(9)

tiram tidak berpengaruh terhadap kadar protein biskuit. Disamping itu, berdasarkan uji Post Hoc Test, ada perbedaan nyata pada perlakuan penambahan jamur tiram antara J0, J1, J2, dan J3.

2. Uji Organoleptik

Hasil penelitian organoleptik warna biskuit terdiri dari 4 warna, yaitu warna coklat muda, hijau kecoklatan, hijau muda, dan hijau tua. Warna produk makanan merupakan salah satu daya tarik masyarakat untuk mengkonsumsi suatu produk. Warna coklat berasal dari warna asli adonan biskuit yang tidak tercampur dengan tepung daun kelor. Sedangkan warna hijau berasal dari warna tepung daun kelor karena daun kelor memiliki klorofil(Kurniasih, 2013). Perlakuan komposisi tepung daun kelor yang digunakan pada pembuatan biskuit yaitu 10%, 20%, dan 30%, sehingga warna hijau dapat mendominasi warna biskuit yang dihasilkan pada saat pengujian.

Hasil penelitian uji organoleptik aroma biskuit terdiri dari 4 aroma, yaitu aroma tidak khas kelor, kurang khas kelor, khas kelor, dan sangat khas kelor. Aroma kelor berasal dari tepung daun kelor saat pembuatan biskuit, Perbedaan aroma pada setiap perlakuan disebabkan karena banyak sedikitnya dosis tepung daun kelor. Penambahan jamur tidak berpengaruh terhadap aroma biskuit.

Hasil penelitian uji organoleptik rasa biskuit terdiri dari 4 rasa, yaitu tidak manis, kurang manis, agak manis, dan manis. Rasa manis pada biskuit berasal dari gula pada saat pembuatan biskuit. Tingkat kesukaan panelis terhadap biskuit tepung terigu dan tepung daun daun kelor dengan penambahan jamur tiram lebih rendah dibandingkan dengan biskuit kontrol. Hal ini disebabkan karena panelis umumnya telah mengenal biskuit di pasaran yang terbuat dari susu yang memiliki rasa manis, sehingga penilaian panelis lebih menyukai karakteristik biskuit kontrol yang lebih familiar dengan biskuit di pasaran. Selain itu, kepekaan panelis terhadap rasa, aroma, dan warna juga berbeda-beda.

(10)

Hasil penelitian uji organoleptik tekstur biskuit terdiri dari 5 tekstur, yaitu tektur tidak keras, kurang keras, agak keras, keras, dan sangat keras. Tekstur merupakan kenampakan luar pada biskuit yang bisa dirasakan menggunakan lidah yaitu keras atau tidaknya biskuit. Keras tidaknya biskuit ditentukan oleh komposisi bahannya. Hal ini didukung oleh Khomsan(2006) yang menyatakan bahwa gula, baking powder, dan telur dalam pembuatan cookies berfungsi sebagai pelembut tektur cookies dengan daya emulsi dari lecithin yang terdapat dalam kuning telur.

Hasil penelitian uji daya terima masyarakat terhadap biskuit, yaitu tidak suka, kurang suka, agak suka, dan suka. Daya terima masyarakat merupakan kesediaan masyarakat untuk menerima suatu produk. Biskuit yang disukai oleh panelis, hanya satu perlakuan saja yaitu perlakuan tepung terigu 100%, tepung kelor 0%, dan jamur 0 gram(T0J0). Pada perlakuan ini, biskuit warnanya coklat muda, tidak beraroma khas kelor, rasa manis, dan tekstur tidak keras. Dengan tidak adanya aroma khas kelor, biskuit ini lebih diminati oleh masyarakat. Mayoritas biskuit dinilai panelis berkisar antara agak suka hingga tidak suka. Faktor yang menyebabkan rendahnya kesukaan panelis karena pada daun kelor terdapat aroma langu.

Biskuit yang paling baik yaitu biskuit dengan perlakuan tepung terigu 100%, tepung kelor 0%, dan jamur 0 gram (T0J0), perlakuan tepung terigu 100%, tepung kelor 0%, dan jamur 50 gram (T0J1), perlakuan tepung terigu 70%, tepung kelor 30%, dan jamur 50 gram (T3J1), perlakuan tepung terigu 100%, tepung kelor 0%, dan jamur 100 gram (T0J2), dan perlakuan tepung terigu 100%, tepung kelor 0%, dan jamur 150 gram (T0J3) karena memiliki tekstur tidak keras.

Biskuit yang diteliti dapat dijadikan suplemen sehingga meskipun masyarakat kurang menyukai biskuit, masyarakat dapat menerima biskuit ini karena nutrisi yang terkandung dalam biskuit sangatlah baik untuk tubuh.

(11)

KESIMPULAN

1. Kadar protein terendah pada perlakuan tepung terigu 100%, tepung kelor 0%, dan jamur 0 gram (T0J0) yaitu 4,07 gram , sedangkan kadar protein tertinggi pada perlakuan tepung terigu 70%, tepung kelor 30%, dan jamur 150 gram (T3J3) yaitu 5,69 gram.

2. Biskuit yang paling baik yaitu biskuit dengan perlakuan tepung terigu 100%, tepung kelor 0%, dan jamur 0 gram (T0J0), perlakuan tepung terigu 100%, tepung kelor 0%, dan jamur 50 gram (T0J1), perlakuan tepung terigu 70%, tepung kelor 30%, dan jamur 50 gram (T3J1), perlakuan tepung terigu 100%, tepung kelor 0%, dan jamur 100 gram (T0J2), dan perlakuan tepung terigu 100%, tepung kelor 0%, dan jamur 150 gram (T0J3) karena memiliki tekstur tidak keras.

SARAN

1. Penelitian selanjutnya diharapkan meneliti kadar kalsium pada biskuit 2. Peneliti berikutnya diharapkan mampu mengatasi organoleptik dari biskuit

terutama pada aroma langu pada biskuit daun kelor.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Anonim. 2006. “Pengujian Organoleptik (Evaluasi Sensori) dalam Industri Pangan”(online). (http://tekpan.unimus.ac.id/wp-

content/uploads/2013/07/Pengujian-Organoleptik-dalam-Industri-Pangan.pdf , diakses pada Jumat, 6 desember 2013).

Astawan, Made. 2006. Membuat Mi dan Bihun. Jakarta: Penebar Swadaya.

Auliana, Rizqie. 2001. Gizi dan Pengolahan Pangan. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008. “Mutu Kedelai Nasional Lebih Baik dari Kedelai Impor, Siaran Pers Tanggal 12 Februari 2008”(online). (http://www.litbang.deptan.go.id/press/one/12.com , diakses pada Selasa, 26 November 2013).

(12)

Bey, Hiawatha H. 2010. “All Thing Moringa”(online). (http://www.allthingmoringa.com , diakses pada Sabtu, 5 Oktober 2013). Cardigans, The Jeaniest. 2011. “Laporan Praktikum Penentuan Kadar Protein

Metode Biuret”(online). (http://see-around-

theworld.blogspot.com/2011/11/laporan-praktikum-penentuan-kadar_21.html, diakses pada Minggu, 2 Maret 2014).

Chazali, Syammahfuz. 2010. Usaha Jamur Tiram Skala Rumah Tangga. Jakarta Penebar Swadaya.

Djarijah, Nunung Marlina. 2001. Budidaya Jamur Tiram, Pembibitan, Pemeliharaan, dan Pengendalian Hama Pemyakit. Yogyakarta: Kanisius.

Janah, Vita Nurul. 2013. “Suplemen Herbal Kaya Nutrisi Berbasis Daun Kelor Sebagai Alternatif Makanan Olahan dalam Rangka Peningkatan Kualitas Hidup Penderita HIV/AIDS di kelompok Dukungan Sebaya (KDS) Cita Cilacap”. PKM-M. Cilacap: Stikes Al Irsyad Al Islamiyyah Cilacap. Kartasapoetra, G. 2005. Ilmu Gizi (Korelasi, Gizi, Kesehatan, dan Produksi

Kerja). Jakarta: Rineka Cipta.

Kementerian Pertanian. 2010. Kelor Mineral Blok Suplemen. Nusa Tenggara Barat : Kementerian Pertanian Badan Penelitian Dan Pengembanganpertanian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.

Khomsan, Ali. 2006. Solusi Makan Sehat. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Krisnasi, A. Dudi. 2012. “Kelor Super Nutrisi”(online).

(http://kelorina.com/blog/ebook-kelor-super-nutrisi.com diakses pada Kamis, 3 Oktober 2013).

Kurniasih. 2013. Khasiat dan Manfaat Daun Kelor.Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Lailani. 2013. “Penetapan Total Protein Serum dengan Metode Biuret” (online).

(http://lailanihikari.wordpress.com/2013/03/15/penetapan-total-protein-serum-dengan-metode-biuret.html, diakses pada Minggu, 2 Maret 2014). Mahmudah, Siti. 2013. “Pengaruh Substitusi Tepung Tulang Ikan Lele (Clarias

batrachus) Terhadap Kadar Kalsium, Kekerasan dan Daya Terima Biskuit”. Skripsi. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

(13)

Medicine de la Nature. 2008. “Moringa Oleifera, The Tree of Life”(online). (http://www.fondationensemble.org/fichestech/FT_MORINGA_gb_WE B.pdf , diakses pada Sabtu, 5 Oktober 2013).

Muchtadi, Deddy. 2010. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Bandung: Alfabeta.

Murthado, Taufik. 2004. Seri Makanan Favorit Bolu Gulung. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Mutiara, Titi. 2011. Uji Efek Pelancar ASI Tepung Daun Kelor (Moringa oleifera (Lamk))pada Tikus Putih Galur Wistar. Laporan Hasil Penelitian Disertasi Doktor Tahun Anggaran 2011 Universitas Brawijaya.

Rahmat, Suryani. 2011. Untung Besar dari Bisnis Jamur Tiram. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Restyawati, Dwi Trisya. 2011. Praktek Produksi (Pp)Biscuit Crackers Dengan Substitusi Jamur Tiram (Pleurotus Ostreatus) Sebagai Alternatif Makanan Kecil Berprotein Tinggi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Rohman, Abdul. 2007. Analisis Makanan. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press.

Sediaoetama, Achmad Djaeni. 1999. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi di Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat.

SNI. 1992. Biskuit SNI 01-2973-1992. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

Sumarsih, Sri. 2010. Untung Besar Usaha Bibit Jamur Tiram. Jakarta: Penebar Swadaya.

Tim Web RSUA. 2013. Jamur Tiram Bantu Atasi Kolesterol Tinggi. Surabaya: Rumah Sakit Universitas Airlangga.

Thomas. 1994. Tanaman Obat Tradisional. Yogyakarta: Kanisius.

Utami, Prapti. 2013. The Miracle of Herbs. Jakarta: PT.Agro Media Pustaka. Winarno, F.G. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi, dan Konsumen. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama.

Yazid, Estien. 2007. Penuntun Praktikum Biokimia untuk Mahasiswa Analisis. Yogyakarta : Andi.

Yulianingsih , Endah. 2007. Laporan Magang Proses Produksi Biskuit di PT. Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk Unit IV Sragen Jawa Tengah. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

(14)

Zakaria. 2012. Penambahan Tepung Daun Kelor Pada Menu Makanan Sehari-Hari Dalam Upaya Penanggulangan Gizi Kurang Pada Anak Balita. Makassar: Poltekkes Kesehatan Kemenkes Makassar.

Zulfahmi, Muhammad. 2011. Analisis Biaya dan Pendapatan usaha Jamur Tiram Putih Model Pusat Pelatihan Pertanian Perdesaan Swadaya(P4S) Nusa Indah. Jakarta: Universitas Syarif Hidayatullah.

Gambar

Tabel 2. Hasil Uji Kadar Protein (gr) Biskuit Tepung Terigu dan Tepung Daun  Kelor dengan Penambahan Jamur Tiram
Tabel 3. Hasil Uji Organoleptik dan Daya Terima Masyarakat terhadap Biskuit  Tepung Terigu dan Tepung Daun Kelor dengan Penambahan Jamur  Tiram (20 Panelis)

Referensi

Dokumen terkait

Experiment duration time (given in throughputs) that is re- quired for the determination of a retardation factor that is accurate to within 20%, 10%, and 5% of its actual value when

Tanggal Akhir Pembayaran Pemesanan Saham Tambahan 21 Desember 2010 Tanggal Penjatahan Pemesanan Saham Tambahan 22 Desember 2010 Tanggal Pengembalian Uang Pesanan Saham Tambahan

Rancang bangun alat pendeteksi dan perekaman suhu menggunakan sensor LM35 dan mikrokontroler Arduino Uno dapat digunakan sebagai contoh untuk meningkatkan

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, hikmat dan kasih karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “ Upaya Meningkatkan

Bagi pendekatan yang ketiga pula, satu kaedah penghampiran telah digunakan untuk memetakan permukaan boleh berbentang yang terletak pada ruang tiga dimensi kepada satah

Hasi penelitian menunjukkan bahwa dukungan keluarga yang diberikan oleh keluarga pada lansia dalam kategori sedang yaitu 37 orang ( 52,1%), dukungan informasional keluarga

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien diare anak di Instalasi rawat inap RSUD Dr.. Jenis penelitian ini ialah

Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas ... Hasil Uji Reliabilitas ... Penilaian Variabel Kualitas produk ... Penilaian Variabel Kualitas pelayanan... Penilaian Variabel Harga ...