• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI (Bantaeng Industrial Park) DI KABUPATEN BANTAENG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI (Bantaeng Industrial Park) DI KABUPATEN BANTAENG"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI

(Bantaeng Industrial Park) DI KABUPATEN BANTAENG

Oleh:

Syamsul Alam

Nomor Induk Mahasiswa : 10561 0916 14

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(2)

SKRIPSI

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI

(Bantaeng Industrial Park) DI KABUPATEN BANTAENG

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Administrasi Negara

Disusun dan Diajukan Oleh: SYAMSUL ALAM

Nomor Stambuk: 10561 04916 14

Kepada

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(3)
(4)
(5)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama Mahasiswa : syamsul Alam

Nomor Stambuk : 105610491614

Program Studi : Ilmu Administrasi Negara

Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tanpa bantuan dari pihak lain atau telah ditulis/ dipublikasikan orang lain atau melakukan plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai aturan yang berlaku, sekalipun itu pencabutan gelar akademik.

Makassar, 17 Juli 2020 Yang Menyatakan,

(6)

ABSTRAK

SYAMSUL ALAM, 2020. Kebijakan Pengembangan Kawasan Industri

(Bantaeng Industrial Park) di Kabupaten Bantaeng. (Dibimbing Oleh Muhlis Madani dan Abdi).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mengetahui implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Industri (Bantaeng Industrial Park) di Kabupaten Bantaeng. Jenis penelitian ini adalah fenomenologi dengan tipe penelitian kualitatif yang bersifat menjelaskan Kebijakan Pengembangan Kawasan Industri (Bantaeng Industrial Park) di Kabupaten Bantaeng.

Informan penelitian seluruhnya sejumlah 11 orang, masing-masing berasal dari Dinas Perindustrian, PT. Huadi dan masyarakat disekitar kawasan industri. Informasi penelitian dikumpulkan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi.

Hasil penelitian menunjukkan ada beberapa indikator pengelolaan industri dalam Kebijakan Pengembangan Kawasan Industri (Bantaeng Industrial Park) di Kabupaten Bantaeng yaitu : Persyaratan Administratif, Persyaratan Teknis, Persyaratan Lingkungan, Persyaratan Finansial sehingga tercapai Efektifitas Kebijakan Pengembangan Kawasan Industri (Bantaeng Industrial Park) di Kabupaten Bantaeng.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya penyusunan skripsi yang berjudul Kebijakan Kawasan Industri (Bantaeng Industrial park) di Kabupaten Bantaeng. dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini banyak mengalami berbagai kendala berkat bantuan, bimbingan, kerja sama dari berbagai pihak dan berkah dari Allah SWT sehingga kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada Bapak Dr. H. Muhlis Madani, M.Si selaku pembimbing I dan Bapak Dr. Abdi, M.Pd selaku pembimbing II yang telah dengan sabar, tekun, tulus dan ikhlas meluangkan waktu, tenaga dan pikiran memberikan bimbingan, motivasi arahan dan saran-saran yang sangat berharga kepada penulis selama menyusun skripsi.

Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse,M.ag Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Ibu Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Bapak Nasrul Haq, S.Sos., M.PA , Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan IlmuPolitik Universitas Muhammadiyah Makassar.

(8)

4. Ibu Dr. A. Rosdianti Razak, M.Si , Bapak Dr. Abdi, M.Pd , Bapak Dr. Jaelan Usman, M.Si , dan Bapak Nasrul Haq, S.Sos, M.PA , selaku penguji yang telah meluangkan waktunya selama proses ujian.

5. Bapak/ibu dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan bekal dan ilmu pengetahuan selama mengikuti pendidikan.

6. Kedua orang tua tercinta Bapak Moddin dan Ibu Marni yang telah memberikan sumbangan moral dan materil.

7. Bapak Kepala Dinas Ketenaga Kerjaan dan Perindustrian Kabupaten Bantaeng, Pengelolah PT. HUADI dan Masyarakat sekitar PT. HUADI , Terimakasih atas bantuan, dukungan serta kesediaan memberikan informasi sehingga penulis dapat melakukan penelitian dan dapat menyelesaikan tepat waktu.

8. Keluarga besar yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu yang tak pernah bosan memberikan saya motivasi atas bantuan dan dukungan yang diberikan dalam penulisan skripsi ini.

9. Adinda Arnis M. Nasir, S.Sos yang telah banyak membantu saya selama penelitian dan membantu dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini. 10. Kakanda senior yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan serta

motivasi saya dalam menyusun skripsi ini.

11. Teman-teman mahasiswa jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar khususnya

(9)

kelas C angkatan 2014 atas segala bantuan dan kebersamaanya selama menjalani perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.

12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang telah membantuh dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan, sehingga penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun demi skripsi ini.

Makassar, 17 Juli 2020

Syamsul Alam

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGAJUAN SKRIPSI ... ... i HALAMAN PERSETUJUAN ... ... ii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... ... iii ABSTRAK... ... iv KATA PENGANTAR ... ... v DAFTAR ISI ... ... viii DAFTAR TABEL... ... x DAFTAR GAMBAR ... ... xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... ... 1 B. Rumusan Masalah ... ... 6 C. Tujuan Penelitian ... ... 6 D. Kegunaan Penelitian ... ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kebijakan Publik... ... 8 B. Konsep Implementasi Kebijakan ...

(11)

C. Konsep Kawasan Industri ... ... 29 D. Kerangka Pikir ... ... 37 E. Fokus Penelitian ... ... 37 F. Deskripsi Fokus Penelitian ...

... 38

BAB III METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian ... ... 40 B. Jenis dan Tipe Penelitian ...

... 40 C. Sumber Data ...

... 41 D. Informan Penelitian ...

... 41 E. Teknik Pengumpulan Data ...

... 42 F. Teknik Analisis Data ...

... 43 G. Keabsahan Data ...

... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Objek Penelitian ... ... 46 B. Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Industri (Bantaeng

Industrial Park) di Kecamatan Pa’jukukkang Kabupaten Bantaeng ...

... 52 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... ... 63 B. Saran ... ... 65 DAFTAR PUSTAKA ... ... 66 LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

4.1 Nama Sungai, Panjang Sungai dan Kecamatan yang dilintasi 47

4.2 Perkembangan Penduduk 48

4.3 Tabel tingkat pendidikan 50

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1.1 Siklus Kebijakan Publik 14

1.2 Model Merile Grindle 17

1.3 Mazmanian Dan Sabatier 19

1.4 Model Gogging 21

1.5 Mdel Sren C. Winter 23

1.6 Mdel Edwar 28

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan industri ialah bagian pada usaha jangka panjang agar meningkatkan struktur ekonomi yang saat ini tidak seimbang, dikarenakan terlalu bercorak pertanian menuju arah struktur ekonomi yang lebih kokoh dan juga seimbang antara pertanian dan industri. Pembangunan pada industri ini ditujukan agar memperluas lapangan kerja, meningkatkan ekspor, menghemat devisa, meratakan kesempatan berusaha, memanfaatkan sumber daya alam serta energi dan menunjang pembangunan daerah, serta sumberdaya manusia. Indonesia yang memiliki keragaman sector usaha industri, dengan persebaran mulai dari Sabang hingga Merauke, sehingga industri patut dikembangkan untuk pertumbuhan ekonomi nasional.

Seiring perkembangan jaman, semakin banyak industri berkembang pesat. Industrialisasi dalam Indonesia berkembang dengan hasil yang sangat signifikan sehingga secara struktural kontribusi sektor industri kepada pertumbuhan ekonomi sudah melampai sektor pertanian (sektor primer) yakni sebelumnya menjadi sektor dominan, menyebabkan ada beberapa dampak negatif seperti, pertumbuhan permukiman disekitar kawasan industri, rusaknya kawasan lindung, kemacetan lalu lintas, dan lain-lain. Semakin banyak masalah yang akan terjadi maka diperlukan evaluasi kesesuaian pada lahan kawasan tempat dimana berdirinya indusri. Pemilihan lokasi yang baik bagi pembangunan kawasan industri, akan sangat berdampak terhadap perkembangan kawasan industri pada masa

(15)

mendatang. Pengembang kawasan industri sebelum membangun kawasan industrinya perlunya memilih lokasi yang bisa mengakomodasi kebutuhan investor umumnya, di samping itu harus memastikan bahwasanya lokasi kawasan industri berada pada wilayah rencana tata ruang wilayah dimana kawasan industri yang akan dibangun, dan pemilihan lokasi yang betul akan dapat menghemat biaya pada pembangunan kawasan industri.

Meningkatnya persaingan dan kebutuhan penggunaan lahan baik untuk kebutuhan industri, permukiman, maupun kebutuhan akan lainnya berdampak konflik karena adanya suatu benturan kepentingan. Selain itu penggunaan lahan yang tidak didasari dengan kesesuain lahan akan mengakibatkan terjadinya bencana alam baik banjir maupun longsor, rusaknya resistensi fisik tanah, ketidakselarasan ekologi dan lainnya, yang pada akhirnya akan merusak atau memperburuk produktivitas tanah, oksigen yang tercemar karena polusi udara, dan kurangnya kawasan lindung serta daerah resapan air. Hal itu disebabkan karena kurangnya perencanaan secara matang, Disisi lain pembangunan dan perkembangan industri di daerah perkotaan menimbulkan permasalahan baru bagi daerah perkotaan untuk penggunaan lahan karena dengan adanya pembangunan, pembangunan industri diperkotaan akan mendorong meningkatnya kebutuhan akan lahan, yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan lahan. Hal ini memaksa terjadinya perubahan penggunaan lahan yang kemudian menjadi beban tambahan bagi daerah perkotaan.

Berdasarkan penetapan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Kawasan Industri.

(16)

Permasalahan penggunaan ruang dan sumberdaya alam maupun sumber daya manusia yang memadai akan terjadi dimasa mendatang terasa semakin meningkat. Beberapa kasus seperti perubahan penggunaan lahan dari hutan ke permukiman, dari pertanian ke industri, sarana dan prasarana semakin sulit dikendalikan pada kondisi yang ideal (Suratman, 2005 dalam Khadiyanto, 2005). Pembangunan pusat pertumbuhan baru seperti kawasan industri ataupun dengan melakukan penyebaran pembangunan industri dipinggiran kota tetap harus memperhatikan kondisi potensi, dan faktor-faktor geografis untuk mendukung pertumbuhan industri yang ada dan memperhatikan dampak yang dapat ditimbulkan sehingga dapat diminimalisir agar tidak menjadi permasalahan di masa mendatang.

Menurut Tarigan (2005: 55-56), kebijakan yang sifatnya menetapkan atau mengatur, artinya pemerintah menetapkan penggunaan lahan pada suatu sub wilayah (zona) atau lokasi yang hanya boleh untuk kegiatan penggunaan tertentu yang sepesifik. Kawasan industri ialah sarana untuk mengembangkan industri yang berwawasan lingkungan dan juga memberikan kemudahan serta daya tarik bagi investasi. Pada umumnya kawasan industri dibentuk agar membuat lingkungan kondusif untuk akitivitas investasi, impor, ekspor dan perdagangan sehingga mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan juga sebagai katalis reformasi ekonomi.

Pengelolaan lahan dan penggunaan lahan industri yang ada di Kabupaten Bantaeng harus mengevaluasi sumber daya lahan sesuai dengan sifat fisik yang dimiliki suatu lahan dari ketidaksesuaian pada penggunaan lahan yang tidak

(17)

memperdulikan potensi lahan, maka agar kedepannya membutuhkan upaya konservasi yang tepat sehingga perencanaan dalam pemanfaatan lahan tanpa merusak ataupun merubah resistensi tanah. Evaluasi lahan merupakan proses pendugaan potensi pada sumber daya lahan untuk berbagai penggunaan. Lahan sangat bervariasi pada berbagai faktor seperti topografi, iklim, geomorfologi, geologi, vegetasi tanah, air atau penggunaan lahan.

Pada umumnya lahan yang merupakan objek penelitian, keadaannya kompleks dan juga tidak merupakan suatu unsur fisik maupunpun sosial ekonomi yang berdiri sendiri-sendiri, akan tetapi merupakan hasil interaksi pada lingkungan biofisisnya (Mangunsukardjo, 1985 dalam Khadiyanto, 2005). Oleh karena itu tindakan klasifikasi kesesuaian lahan penting artinya untuk perencanaan penggunaan lahan yang optimal. Kebijakan publik ialah kewenangan pemerintah menjalankan tugas serta fungsinya dalam hubungannya pada masyarakat serta dunia usaha. Pada umumnya kebijakan pemerintah dalam mengembangkan kawasan industri merupakan kebijakan negara yang berorientasi dalam kepentingan publik (masyarakat). Adapun kebijakan ini ditetapkan untuk mencapai sasaran dalam rencana pembangunan Kawasan industri Bantaeng (KIBA).

Rencana ini sudah membuka pintu lebar lebar kepada investor untuk menanamkan modalnya, penandatanganan dari berbagai pihak pelancaran kelancaran peruwujudannya terus di laksanakan dengan jalan acuan pengadaan kawasan industri Bantaeng (KIBA) ini adalah Perda No. 02 tahun 2012 tentang

(18)

dalam Perda tersebut menyebutkan “kawasan indutri besar ditetapkan di kawasan

industri Bantaeng di Kecamatan Pa’jukukkang”. Inilah acuan pemerintah

memberikan peluang kepada investor untuk menanamkan modal mereka untuk membangun industri di Kabupaten Bantaeng.

Pembangunan Kabupaten Bantaeng memang mengalami peningkatan yang cukup pesat, citranya sebagai kabupaten yang maju di Sulawesi Selatan tak bisa di bantah media-media terus memberitakan sisi kemajuan kabupaten yang sohor dengan julukan ‘Butta Toa’, atau tanah tua ini sehingga bupati bantaeng yang dua kali menjabat pada periodenya pada tahun 2008-2013 dan di periode kedua pada tahun 2013-2018 mendapat pujian. Meskipun begitu, Untuk menghimpun informasi tentang rencana pembangunan kawasan industri di Kabupaten Bantaeng yang berbasis Bantaeng Industry Park (BIP) masih terdapat persoalan diantaranya adalah. persoalan dampak lingkungan seperti dilihat dari segi bidang industry pengelolaan biji nikel (smelter) dan pengelolaan biji besi (mangan) di kecamatan Pa’jukukang Kabupaten Bantaeng permasalahan yang ada masih lemahnya sarana prasarana yang mendukung dalam pengangkutan impor biji nikel dan biji besi di Kabupaten Bantaeng itu sendiri serta masih minimnya masyarakat lokal yang di pekerjakan sebagai tenaga ahli dalam kerja sama pengelolahan biji nikel dan biji besi yang ada meskipun banyak perusahaan suasta asing yang bekerja sama dengan pemerintah setempat dalam pengelolahan industri ini. Adapun beberapa kalangan dari pihak elit kekuasaan di Pemerintahan di Kabupaten Bantaeng beranggapan bahwa dengan keberadaan program Bantaeng industri Park (BIP) ini memiliki manfaat sebagai sumber pendapatan Daerah dan pembuka lapangan

(19)

kerja. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang kondisi fisik dalam pengembangan industri besar dari sudut pandang geografi. Sehingga peneliti mengambil judul “Kebijakan Pengembangan Kawasan Industri

(Bantaeng Industrial park) di Kabupaten Bantaeng.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, masalah yang menjadi fokus penilitian ini adalah bagaimana Implementasi kebijakan pengembangan Kawasan industri (Bantaeng Industrial Park) Di Kecamatan Pa’jukukkang Kabupaten Bantaeng dengan indikator: persyaratan administrasi, persyaratan teknis, persyaratan lingkungan dan persyaratan finansial

C. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah yang ada di atas maka tujuan dan manfaat dari proposal ini adalah :

1. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini antara lain:

a. Untuk mengetahui implementasi kebijakan pengembangan kawasan industry (Bantaeng Industrial Park) Di Kecamatan Pa’jukukkang Kabupaten Bantaeng.

b. Untuk mengetahui factor apa yang mempengaruhi implementasi kebijakan pengembangan kawasan industry (Bantaeng Industrial Park) Di

(20)

D. Kegunaan Penelitian.

Apabila tujuan penelitian tersebut dapat tercapai, maka penelitian ini diharapkan berguna sebagai:

a. Bahan informasi dan kajian bagi pemerintah untuk menjadi bahan acuan dan sekaligus evaluasi peningkatan sumber daya manusia ahli (SDM) serta untuk pengembangan program Bantaeng Industrial Park (BIP) jangka panjang di Kabupaten Bantaeng.

b. Bagi peneliti lain yang hendak mengadakan penelitian atau masukan bagi pemerintah setempat yang bekerjasama dengan pihak swasta (asing) khususnya dalam memajukan program Bantaeng Industrial Park (BIP) di Kabupaten Bantaeng sebagai sumber pendapatan Daerah.

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kebijakan Publik

1. Kebijakan Publik

Carl J federick dikutip Leo agustino (2008:7) mendifinisikan kebijakan ialah serangkaian tindakan atau kegiatan yang di usulkan seorang atau kelompok maupun pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat kesulitan serta kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu.

Pengertian kebijakan menurut pendapat Said zainal abidin dalam dedy mulyadi (2015:38-39), dapat di bedakan dalam tiga tingkat:

1. Kebijakan umum, ialah kebijakan yang menjadi pedoman ataupun petunjuk pelaksanaan baik bersifat positif ataupun yang bersifat negative yang meliputi kesuluruhan wilayah atau instansi yang bersangkutan. 2. Kebijakan pelaksanaan, adalah kebijakan yang cara yang dilakukan

dalam pelaksanaan kebijakan umum baik tingkat pusat dan daerah 3. Kebijakan teknis adalah kebijakan operasional yang beradah di bawah

kebijakan pelaksanaan.

Anderson dalam Tahir (2014:12), kebijakan adalah suatu tindakan yang mempunyai tujuan yang di lakukan seorang pelaku atau sejumlah pelaku untuk memecahkan suatu masalah, Selanjutnya Anderson dalam Tahir (201421) mengklasifikasikan kebijakan, policy menjadi dua: subtansi dan procedural.

(22)

Kebujakan subtansi yaitu apa yang perlu di kerjakan oleh pemerintahan sedangkan kebijakan prosedural adalah siapa dan bagaimana kebijakan itu diselenggarakan. Ini berarti kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang di kembangkan oleh badan-badan serta pejabat-pejabat Pemerintah.

Pada kamus besar Bahasa Indonesia pada edisi tahun 2014 dijelaskan bahwa kabijakan berasal dari kata bijak yang dimana artinya:

1. Selalu menggunakan akal budinya, mahir, pandai. 2. Pandai bercakap; petah lidah.

Yang selanjutnya dijelaskan bahwa kebijakan diartikan sebagai berikut: 1. Kepandaian, kemahiran, kebijaksanaan.

2. Rangkaian konsep serta asas yang menjadi sumber dan dasar rencana pada pelaksanaan pekerjaan, cara bertindak dan kepemimpinan (tentang pemerintahan, organisasi dan lainnya); suatu cita-cita, prinsip, tujuan atau maksud sebagai pedoman agar manajemen pada usaha mencapai tujuan.

Mustopadidjaja dalam Tahir (2014:21) mengungkapkan, bahwasanya istilah kebijakan sangat lazim digunakan pada kegiatan pemerintah, serta perilaku negara yang pada umumnya dan kebijakan tersebut dijelaskan dalam berbagai bentuk peraturan yang mengikat.

Di dalam kamus politik menurut Marbun (2007) mengatakan bahwa kebijakan ialah rangkaian konsep serta asas yang dijadikan garis besar dalam dasar rencana pelaksanaan pada suatu pekerjaan, kepemimpinan didalam

(23)

pemerintah atau organisasi pernyataan cita-cita, tujuan prinsip atau maksud sebagai garis pedoman untuk mencapai sasaran.

Rahayu (2010) mengintisarikan bahwa kabijakan terdiri dari unsur-unsur esensial, yaitu: 1. Tujuan (goal) 2. Proposal (plans) 3. Program 4. Keputusan 5. Efek

Irfan islamy yang dikutip suandi (2010 : 12) kebijakan harus dibedakan dengan kebijaksanaan. Policy diterjemahkan dengan pola berbeda artinya dengan wisdom yang mengartikan kebijaksanaan. Pengertian kebijaksanaan memerlukan pertimbangan-pertimbangan. Lebih jauh lagi kebijakan mencakup aturan-aturan yang ada didalamnya.

Richard rose (winamo, 2012 : 20) menyerankan bahwa kabijakan hendaknya dipahami sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi-konsekuensinya bagi mereka yang bersangkutan dari pada sebagai suatu keputusan sendiri. Berdasarkan definisi rose menegaskan bahwa kebijakan dipahami sebagai arah atau pola pelaksanaan dan bukan sekedar suatu keputusan yang untlak untuk melakukan suatu.

(24)

2. Siklus Kebijakan Publik

Munculnya permasalahan publik adalah merupakan titik awal dari perlunya keputusan yang dilakukan pemerintah untuk membuat kebijakan. Masalah timbul karena adanya faktor ketidakseimbangan antara kebutuhan dan tersedianya sarana pelaksanaan. Lester dan Stewart (2002:5) menyusun tahapan dalam enam langkah yaitu sebagai berikut:

Stage VI Stage I

Policy Change Agenda settting

Stage II Stage V

Policy Formulation Policy Change

Stage IV

policy Evaluation

Stage III Policy

Implementation

Gambar 1.1 Siklus Kebijakan Publik

1. Agenda Setting, yakni pembuat kebijakan akan mengumpulkan masalah-masalah publik. Dari masalah-masalah yang telah dikumpulkan, kemudian dianalisa dan selanjutnya penyusunan kebijakan.

(25)

2. policy formulation, merupakan proses perumusan pilihan-pilihan kebijakan oleh Pemerintah.

3. policy implementation, yaitu proses untuk melaksanakan kebijakan agar mencapai hasil.

4. policy evaluation, proses untuk memonitor dan menilai hasil atau kinerja kebijakan.

5. Policy Change, yaitu proses menyusun penyempurnaan kebijakan. 6. Policy Termination, yaitu proses mengakhiri suatu kebijakan.

Berdasarkan penjelasan dari Lester dan Stewar tentang siklus kebijakan di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa dalam pembuatan kebijakan harus sesuai dan secara berurutan, sehingga kebijakan yang disususun dapat terlaksana dengan baik serta tercapainya tujuan yang diharapkan.

3). Ciri-ciri Kebijakan Publik

Kebijakan publik itu pada hakikatnya merupakan sebuah aktivitas yang khas (aunique activity), dalam artian dia mempunyai ciri-ciri tertentu yang tidak dimiliki oleh kebijakan jenis lain. Ciri khusus yang melekat dalam kebijakan publik bersumber pada kenyataan bahwa kebijakan itu lazimnya digunakan oleh mereka yang berkepentingan. David Easton (1953:1965:18) menyatakan sebagai orang-orang yang memiliki otoritas (public authorities) dalam sistem politik. Dalam sistem politik/masyarakat tradisional yang sederhana, mereka itu contohnya para ketua adat atau ketua suku. Sedangkan di sistem politik atau masyarakat moderen yang kompleks, mereka itu adalah para eksekutif, legislator,

(26)

hakim, administrator, monarki, dan sejenisnya. Mereka inilah masih menurut pendapat Easton, merupakan orang-orang yang kesehariannya terlibat langsung dalam urusan-urusan politik, sistem politik, dan dianggap oleh sebagian besar warga sistem politik itu sebagai pihak yang mempunyai kapasitas dan bertanggung jawab atas urusan-urusan politik tadi.

Mengingat posisi strategisnya yang demikian itu, mereka dengan sendirinya dianggap berhak untuk mengambil tindakan-tindakan tertentu atas nama warga sistem politik, sepanjang tindakan-tindakan tersebut masih berada dalam batas-batas koridor peran dan kewenangan mereka. Di negara-negara yang menganut paham demokrasi konstitusional, kata Gerston (2002:3), kebijakan publik itu di buat dan dijalankan oleh “people who have been authorized to act by

populer consent and in accordance with established norms and procedures” (

orang yang telah di beri wewenang untuk bertindak dengan persetujuan populer dan sesuai dengan norma-norma dan prosedur).

B. Konsep Implementasi Kebijakan

1. Pengertian Implementasi Kebijakan

Menurut Salusu (2002), menyatakan bahwasanya implementasi ialah seperangkat kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan suatu keputusan. Suatu keputusan dimaksudkan agar mencapai sasaran. Sehingga terealisasikan pencapaian sasaran tersebut, sangat diperlukan serangkaian aktivitas yang dapat dikatakan bahwa implementasi ialah operasionalisasi pada berbagai aktivitas-aktivitas guna mencapai sasaran tertentu.

(27)

Budi Winarno (2015: 102) merumuskan bahwa implementasi kebijakan public merupakan : “Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh badan public yang diarahkan guna mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam serangkaan keputusan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah kepututsan-keputusan menjadi tindakanoperasional dalam kurung waktu yang tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang di tetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan.

Kamus Webster (Wahab, 2008: 64) merumuskan secara singkat bahwa to

impelement (mengimplementasikan) berarti to provide the meansfor carrying out

(menyediakan sarana guna melaksanakan sesuatu), to give paractical effect to (menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu).Implementasi kebijakan dapat dipandang sebagai sesuatu prose melaksankan keputusan kebijakan (biasa dalam bentuk undang-undang, pweraturan pemerintah, keputusan peradilan, perintah eksekutif, atau dekrit presiden).

Ripley dan Franklin (Winarno, 2012: 148) menyatakan bahwasanya implementasi ialah apa yang terjadi sesui dengan peraturan yang berlaku menurut undang-undang. (tangible output). Istilah implementasi merunjuk pada sejumlah kegiatan yang mengikuti pada pernyataan maksud tentang tujuan-tujuan program serta hasil-hasil yang diinginkan para pejabat pemerintah.Implementasi mencakup tindakan-tindakan tanpa tindakan oleh actor pelaksana, khususnya para birokrat, yang menjalankan program berjalan.

(28)

Menurut Salusu (Mustari, 2013:129), implementasi ialah seperangkat kegiatan yang dilakukan dengan secara menyeluruh untuk semua proses yang akan menghasilkan keputusan. keputusan selalu dimaksudkan agar mencapai sasaran, guna merealisasikan pencapaian sasaran tersebut, diperlukan serangkaian aktivitas.Jadi dapat dikatakan implementasi adalah operasional dari berbagai aktivitas guna mencapai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya.

Implementasi kebijakan merupakan aspek penting dari keseluruhan proses kebijakan. Udoji (Mustari, 2013: 136) dengan tegas mengatakan bahwa the

execution of policies is as important if not more important than policy-making.

(Pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan akan sekedar berupa rencana bagus tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan). Dengan kata lain pembuatan kebijakan tidak akan berakhir setelah kebijakan ditentukan atau disetujui.

Implementasi kebijakan menurut William N. Dunn (2003: 132) “Implementasi adalah pelaksanaan pengendalian kebijakan di dalam kurun waktu tetentu untuk mewujudkan suatu kebijakan yang masih bersifat abstrak kedalam kenyataan ”.Jadi implementasi kebijakan merupakan suatu wujud nyata dari kebijakan yang telah dilaksanakan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

(29)

2. Model Implementasi Kebijakan

Beberapa ahli yang mengembangkan model implementasi kebijakan adalah sebagai berikut :

a. Merilee S. Grindle

Keberhasilan implementasi menurut Merilee S. Grindle dalam Nugroho (2006: 634) dipengaruhi oleh isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan kebijakan (content of implementation).Ide adalah bahwa setelah kebijakan realisasikan, barulah implementasi kebijakan dilakukan.Keberhasilannya ditentukan oleh derajat implementasi dari kebijakan tersebut.

Isi Kebijakan tersebut mencakup hal-hal berikut: a) Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan b) Jenis manfaat yang dihasilkan

c) Derajat perubahan yang diinginkan d) Kedudukan pembuat kebijakan e) Siapa pelaksana program f) Sumber daya yang dikerahkan.

Sedangankan Lingkungan Kebijakan (context of implementation) mencakup: a) Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat

b) Karakteristik lembaga dan penguasa c) Kepatuhan dan daya tanggap.

Namun demikian, jika dicermati model Grindle dapat dipahami bahwa keunikan model ini terletak pada pemahamanya yang komprehensif terhadap kebijakan, khususnya yang menyangkut implementor, penerima implementasi dan

(30)

arena konflik yang mungkin terjadi diantara para pelaksana implementasi, serta kondisi-kondisi sumber daya implementasi yang diperlukan.

Gambar 1.2 Model Merile Grindle

b. Mazmanian dan Sabatier

Mazmaninan dan Sabatier dalam Subarsono (2005) menjelaskan bahwa ada tiga kelompok variable yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, yaitu: a) Karakterisitik dari masalah (tranctability of the problems), indikatornya:

1. Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan 2. Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran

3. Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi 4. Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan.

T ujuan-tujuan kebijakan Apakah tujuan tercapai Program aksi dan proyek khusus yang direncanakan dan dibiayai Kegiatan-kegiatan implementasi dipengaruhi oleh:

1) Muatan kebijakan (policy

content), meliputi:

a) T ipe manfaat b) Derajat perubahan yang

dicita-citakan. c) Lokasi pengambilan

keputusan d) Pelaksana program e) Sumber daya yang

disediakan. 2) Konteks implementasi,

meliputi:

a) Kekuatan, kepentingan dan strategi dari aktor-aktor yang terlibat. b) Karakteristik kelembagaan c) Konsistensi/kepatuhan dan responsivitasi. Pengukuran keberhasilan Apakah program dan proyek dilaksanakan sesuai rencana? Hasil akhir: a) Dampak terhadap masyarakat, perorangan dan kelompok b) T ingkat perubahan dan penerimaanya

(31)

b) Karakteristik kebijakan/ undang-undang (ability of statute to structure

implementation), indikatornya:

1. Kejelasan isi kebijakan

2. Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis

3. Besarnya alokasi sumber daya finansial terhadap kebijakan tersebut

4. Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi pelaksanaan.

5. Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana 6. Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan

7. Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan.

c) Variable lingkungan (nonstatutory variables affecting implementation), indikatornya:

1. Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi 2. Dukungan public terhadap sebuah kebijakan

3. Sikap dari kelompok pemilih (consrtituency groups)

(32)

Proses implementasi

Gambar 1.3 Model Mazmanian dan Sabatier

c. Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn

Van Meter dan Van Horn pada subarsono (2005) menjelaskan bahwasanya ada 6 variabel yang dapat mempengaruhi kinerja implementasi, antara lain:

a) Standar serta sasaran kebijakan

Standar serta sasaran kebijakan harus jelas dan juga terukur, sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang dapat menyebabkan terjadinya konflik diantara para agen implementasi.

b) Sumber daya

Kebijakan perlu didukung oleh sumber daya, baik itu sumber dayamanusia maupun sumber daya non manusia.

c) Komunikasi antar organisasi serta penguatan aktivitas T ractability of the problems

1. T echnical difficulties

2. Diversity of target group behaviour

3. T arget group as a percentage of the population 4. Extent of behavioral change required

Ability Of Statute T o Structure Implementation 1. Clear and consistent objectives

2. Incorporations of adequate causal theory 3. Initial allocation of financial resources

4. Hierarchical integration within amang implementing institutions

5. Decisions rules of implementing agencles 6. Recruitment of implementing officials 7. Formal acces by out siders

Nonstatury Variables Affecting Implemenrtation:

1. Socioeconomic conditions and technology 2. Public support

3. Attitudes and resources of constituency groups

4. Support from sovereigns

5. Commitment and leadership skill of implementiatiff officials Policy outputs of implementi ng agencies Major revision in statute Perceive d impacts Actual impacts of policy outputs Compliance with policy outputs by target groups

(33)

Pada berbagai kasus, implementasi sebuah program terkadang perlu didukung serta dikoordinasikan dengan instansi lain sehingga tercapai keberhasilan yang diinginkan.

d) Karakteristik agen pelaksana

Sejauhmana kelompok-kelompok kepentingan akan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan.Termasuk didalamnya karakteristik para partisipan yakni mendukung atau menolak, kemudian juga bagaimana sifat opini publik yang ada dilingkungan dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan.

e) Kondisi sosial, ekonomi dan politik

Kondisi sosial, ekonomi dan politikmencakup sumber daya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan. f) Disposisi implementor

Disposisi implementor mencakup tiga hal penting, yaitu:

a. Respons implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemaunya untuk melaksanakan kebijakan

b. Kognisi, yakni pemahamanya terhadap kebijakan

c. Intensitas disposisi implementor yakni prefensi nilai yang dimiliki ole implementor.

d. Gogging

Malcolm Goggin, Ann Bowman dan Jamse Lester mengembangkan apa yang disebutkan sebagai “communication model” untuk imolementasi kebijakan, yang disebutkan sebagai “generasi ketiga model implementasi kebijakan”.

(34)

Goggin, dkk. Bertujuan untuk mengembangkan sebuah model implementsi kebijakan yang lebih ilmiah dengan mengedepankan pendekatan metode penelitian dengan adanya variabel independen, intervening dan dependen meletakkan faktor komunikasi sebagai penggerak dalam implementasi kebijakan. Yaitu :

a) Variabel independen : yaitu mudah tidaknya masalah dikendalikan berdasarkan dengan indikator masalah baik berupa teori dan teknis pelaksanaan, keragaman objek dan perubahan seperti apa yang dikehendaki. b) Variabel intervening : yaitu variable yang kemampuan kebijakan untuk

meringkas proses implementasi dengan indikator kejelasan dan konsistensi tujuan yang ditentukan sebelumnya.

c) Variabel dependen : yaitu variabel yang mempengaruhi proses implementasi yang berdasarkan dengan indikator kondisi sosial ekonomi dan teknologi dukungan public, sikap dan risorsis konstituen, dukungan pejabat yang lebih tinggi dan komitmen dan kualitas serta kemampuan cara memimpin dari pejabat pelaksana.

(35)

Gambar 1.4 Model Gogging

e. Soren C. Winter

Model lain yang menarik yang juga termasuk dalam kategori generasi ketiga ini dan mendapat perhatian dari banyak ahli adalah “integrated

implementation model” yang dikembangkan oleh Soren C. Winter (2013). Mereka

melihat implementasi sebagai suatu hal yang tidak berdiri sendiri, mereka memperkenalkan pandanganya sebagai model integrated.Model

integratedmenunjukkan bahwa sukses implementasi ditentukan mulai dari

formulasi sampai evaluasi, yang dengan sendirimya berarti ada keterkaitan antara proses politik dan administrasi. Variabel-variabel yang mempengaruhi proses implementasi kebiajakan sebagai berikut:

a) Perilaku organisasi dan antarorganisasi (organizational and inter-organizational behavior) Interdependent variables Intervening variables Dependant variables Federal-level feedback inducements and constraints (Feedback) State implementation State decisional outcome Statebs capacity

Sate and lokal level indocument and contraints

(36)

Dimensi-dimensinya adalah komitmen dan koordinasi antar organisasi. Penerapan kebijakan public dalam mencapai hasil yang optimal, jarang berlangsung dalam kelompok sendiri, tanpa menggunakan organisasi lain sebagai pendukung atau piranti pelaksanaan. Implementasi kebijakan memerlukan hubungan antar organisasi untuk membawa perubahan kebijakan umum ke dalam aturan yang jelas, dan ini berlangsung secara berkelanjutan dalam proses sosial yang dapat mengkonversi arah kebijakan melalui tindakan. b) Perilaku birokrasi tingkat bawah (Street Level Bureaucratic Behavior)

Dimensinya adalah diskreasi.Variabel selanjutnya menjadi factor kunci dalam implementasi kebijakan adalah perilaku birokrasi level bawah.Hal ini dimaksudkan sebagai kemampuan untuk melaksanakan dan menjalankan program-program sebagai keputusan penting dengan menggunakan pengaruh yang lebih dominan diluar kewenangan formal (diskresi).

c) Perilaku kelompok sasaran (target grup behavior)

Perilaku kelompok sasaran (target grup behavior) yang tidak hanya member pengaruh pada efek/dampak kebijakan, tetapi juga mempengaruhi kinerja birokrat/aparat tingkat bawah.Dimensinya mencakup respon positif dan negative masyarakat dalam mendukung atau tidak mendukung kebijakan. Hal yang tak kalah pentingnya adalah faktor komunikasi ikut berpengaruh terhadap penerimaan kebijakan oleh kelompok sasaran. Terjadinya „eror‟ atau „distorsi‟ atas proses komunikasi akan menjadi titik lemah dalam mencapai efektivitas pelaksanaan kebijakan ( Parawangi,: 2011 : 74).

(37)

Gambar 1.5 Model Soren C.Winter

f. Ripley dan Franklin

Implementasi merupakan apa saja yang terjadi sesudah undang-undang ditetapkan dan yang memberikan baik otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit), atau suatu jenis keluaran yang nyata (tangible output) Ripley dan Franklin (Winarno, 2014: 148). Istilah implementasi menuju pada sejumlah kebijakan yang mengikuti pernyataan dimaksud tujuan-tujuan program dan hasil yang diinginkan oleh birokrasi/pejabat pemerintah. Implementasi mencakup tindakan-tindakan oleh berbagai actor yang yang dimaksud untuk membuat program berjalan sebaik mungkin.

Kriteria pengukuran keberhasilan implementasi menurut Ripley dan Franklin (Winarno 204: 149) dapat didasari pada tiga aspek, yaitu (1) tingkat kepatuhan birokrasi terhadap birokrasi di atasnya atau tingkatan birokrasi sebagaimana di atur dalam undang-undang, (2) adanya kelancaran rutinitas dan

Implementition Model Implementation procces Organizational and integrational bihaviour T arget group behaviour Streer level bureaucratic bihaviour policy formulation Conflict Symboli cpolicy Polic y desig Implementation result performance outcome feedback feedback

(38)

tidak adanya masalah, serta (3) pelaksanaan dan dampak yang telah dikehendaki dari semua program sudah yang ada dan terarah.

Ripley dan Franklin memperkenalkan pendekatan “kepatuhan” dan pendekatan “kenyataan” dalam implementasi kebijakan (Ripley dan Franklin, 1986 : 11). Pendekatan kepatuhan muncul dalam literature administrasi public, pendekatan ini menfokuskan pada tingkat kepatuhan agen atau individu. Perspektif kepatuhan merupakan analisa karakter dan kualitas sikap atau perilaku sebuah organisasi. Menurut Ripley dan Franklin paling tidak terdapat dua kekurangan perspektif kepatuhan yaitu:

1. Banyak faktor non birokrasi yang berpengaruh tetapi justru kurang diperhatikan.

2. Adanya program yang tidak didesain dengan baik.

Perspektif kedua ialah perspektif factual yang berasumsi bahwa terdapat banyak factor yang mempengarhi proses implementasi kebijakan yang mengharuskan implementor agar lebih leluasa mengadakan penyesuaia n.

Keberhasilan kebijakan ataupun program juga dikaji berdasarkan perspektif proses implementasi dan perspektif hasil. Pada perspektif proses program pemerintah dinyatakan berhasil jika pelaksanaanya berdasarkan dengan petunjuk dan ketentuan pelaksanaan yang dibuat oleh pembuat program yang mencakup antara lain cara pelaksana, agen pelaksanaan, kelompok sasaran dan manfaat program tersebut. Sedangkan perspektif hasil program dapat dinilai dengan dengan berhasil jika program tersebut membawa dampak seperti yang apa

(39)

di inginkan, suatu program mungkin bias berhasil dilihat dari hasil prosesnya, tetapi bisa jadi gagal ditinjau dari dampak yang dihasilkan, atau begitupun sebaliknya.

g. George Edward III

Menurut Edward III (Mustari, 2013: 134), “In our approach to tlie study of

policy implementation, we begin in the abstract and ask: what are preconditions for subcessfid policy implementation? What are tlie primary obstacles to successful policy implementation? “salah satu pendekatan studi implementasi

adalah harus dimulai dengan pernyataan abstrak, seperti yang dikemukakan sebagai berikut, yaitu:

a) Apakah yang menjadi persyaratan terbesar bagi implementasi kebijakan ? b) Apakah yang menjadi penghambat utama dalam keberhasilan implementasi

kebijakan ?

Sehingga untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas, Edward III mengusulkan 4 (empat) variabel yang paling mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan, yaitu:

a) Komunikasi (Communication)

Komunikasi merupakan sarana untuk menyebarkan informasi, baik dari atas ke bawah maupun dari bawah ke atas. Untuk menghindari terjadinya kesalahan informasi yang disampaikan atasan ke bawahan, perlu adanya tiga hal, yaitu: (1) penyaluran (transmisi) yang lebih akan menghasilkan implementasi yang terbaik pula (2) adanya kejelasan informasi untuk pelaksana kebijakan agar tidak membingungkan dalam pelaksanaan kebijakan,

(40)

dan (3) ada konsistensi yang diberikan dalam pelaksanaan kebijakan. Jika yang dikomunikasikan berubah-ubah akan mengakibatkan terjadinya kesalahan dalam pelaksanaan kebijakan yang bersangkutan.

b) Sumber-sumber (Resourcess)

Sumber-sumber dalam implementasi kebijakan mempunyai peranan penting, sebab implementasi kebijakan tidak akan efektif apabila sumber-sumber pendukungnya tidak tersedia. Sumber-sumber yang dimaksud adalah yaitu sebagai berikut :

(1) sumber daya manusia seperti tingkat pendidikan dan kompetensi yang dimiliki.

(2) sumber daya non manusia seperti ketersediaan dan ketepatan penggunaan dana serta sarana dan prasarana.

c) Disposisi (Dispotition or Attitude)

Disposisi dalam implementasi dan karakteristik, perilaku yang dimiliki oleh implementor kebijakan, seperti komitmen, kejujuran, komunikatif, cerdik dan sifat demokratis. Pelaksana tugas sebaiknya memiliki disposisi yang baik, dia dapat menjalankan kebijakan itu dengan baik sesuai dengan apa yang diinginkan dan yang ditetapkan oleh pembuat kebijakan. Implementasi kebijakan apabila memiliki perilaku yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka dalam proses implementasinya menjadi tidak efektif dan efisien. Wahab, menjelaskan bahwa disposisi atau catatan merupakan watak dan karakteristik yang dimiliki oleh pelaksana tugas, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor mendapatkan disposisi yang baik,

(41)

maka dia akan menjalankan kebijakan dengan sangat baik sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan.

d) Struktur Birokrasi (Bureaucratic Structure)

Suatu kebijakan seringkali melibatkan lembaga ataupun organisasi dalam proses pelaksanaan tugas, sehingga sangat diperlukan koordinasi yang efektif antara lembaga-lembaga yang terkait dalam mendukung keberhasilan implementasi. Dalam suatu implementasi kebijakan, struktur organisasi mempunyai peranan penting Salah satu dari aspek struktur organisasi ialah adanya prosedur operasi yang standar (Standard Operating Procedures/SOP). Fungsi dari SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam melaksanakan semua kegiatan oleh pelaksana tugas kebijakan. Struktur organisasi yang panjang akan cenderung lemah dalam proses pengawasan dan menimbulkan birokrasi yang rumit dan kompleks. Hal demikian pada gilirannya dapat menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.

Gambar 1.6 Model Edward III Beureaucrartic structures Communication Resources Disposition Implemenatation

(42)

C. Konsep Kawasan Industri

1. Pengertian Kawasan Industri

Panca kurniasih (2011, dalam Agus, 2005) menyatakan bahwa industry adalah usaha untuk memproduksi barang-barang jadi, dari bahan baku atau bahan mentah melalui suatu proses penggarapan dalam jumlah besar, sehingga barang-barang gitu bisa diperoleh dengan harga satuan serendah mungkin tetapi tetap dengan mutu setinggi mungkin.

Menurut (moeliono 2008:534) industri kegiatan memproses atau mengolah barang dengan menggunakan sarana dan peralatan, misal mesin, kegiatan yang mengelola bahan mentah baku, barang setengah jadi, dan barang jadi menjadi sebuah barang dengan nilai yang tinggi untuk penggunaannya.

Industri suatu bentuk kegiatan masyarakat sebagai bagian dari sistem perokonomian atau system mata pencaharian yang merupakan suatu usaha dari manusia untuk menggabungkan atau mengelola bahan-bahan dari sumber daya lingkungan menjadi sebuah barang yang bermanfaat bagi manusia (hendro dalam sutanta, 2010),

Menurut kementerian perindustrian Republik Indonesia tahun 2014, industri ialah kegiatan ekonomi yang mengelola bahan baku dan memanfaatkan sumber daya industri sehingga dapat menghasilkan barang yang mempunyai manfaat dan nilai tambah.

Pengertian industri menurut Kartasaputra, 1987 dalam Nurkolis, 2014 industri adalah kegiatan ekonomi yang mengelola bahan mentah, bahan baku,

(43)

barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang yang bernilai tinggi. Istilah industri memiliki dua arti :

1. Industri dapat berupah himpunan perusahaan-perusahaan sejeni. Dalam konteks ini sebutan misalnya kosmetika berarti himpunan dari bebagai macam industri kosmetik.

2. Industri dapat pula menunjuk kesuatu sektor ekonomi yang di dalamnya terdpat kegiatan produktif yang mengelola bahan mentah menajdi barang jadi atau barang setengah jadi. Kegiatan pengolohan itu sendiri dapat bersifat mesin elektronikal atau bahkan manual (Dumairy, 2000 dalam BAPPEDA kabupaten purbalingga, 2015). Pengertian menurut undang-undang no 3 tahun 2014 adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengelola bahan baku dan memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi, termasuk jasa industri.

Menurut badan pusat statistik tahun 2010 industri mempunyai dua pengertian yaitu :

1. Pengertian secara luas ,industri merupakan semua usaha dan kegiatan dalam bidang ekonomi bersifat produktif.

2. Pengertian secara sempit, industri mencakup industri pengelolahan yaitu suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang yang setengah jadi atau barang jadi, kemudian

(44)

barang yang kurang nilainya menjadi sebuah barang yang lebih nilainya dan sifatnya lebih kepada pemakaian akhir.

Menurut Mulyadi dan Monstiska dalam Maramis (2013:9) permasalahan yang sering tejadi pada kawasan industri adalah :

1. Permasalahan lingkungan hidup : mengenai izin pengelolaan limbah yang semakin mengikuti perkembangan aturan-aturan yang diciptakan oleh konvensi lingkungan hidup internasional. Permasalahan atas lingkungan hidup tersebut, akan dapat berpengaruh terhadap izin usaha industri, izin import bahan baku, serta izin ekspor.

2. Permasalahan tata ruang kawasan industri: memang sudah ada peraturan tentang tata ruang, sesuai dengan PP no 24/2009 tentang kawasan industri, namun tetap ada beberapa industri yang dibangun di luar kawasan industri.

3. Permasalahan atas dukungan dan komitmen pemerintah daerah, khususnya dalam hal perizinan dan mekanisme insentif yang menarik bagi investor. Dalam banyak kasus, pemerintah daerah mengeluarkan peraturan daerah (perda) yang bertentangan dengan peraturan kawasan industri.

4. Permasalahan energi: yaitu berupa kekurangan pada energi listrik maupun gas, yang dibutuhkan oleh perusahaan dalam kawasan industri.

a. Perencanaan Pembangunan Daerah Kawasan Industri

Aspek pemilihan lokasi yang sangat tepat bagi pembangunan kawasan industri, akan berpengaruh terhadap perkembangan kawasan

(45)

industry dimasa yang akan datang. Pengembangan kawasan industri sebelum pembangun kawasan industrinya harus memiliki lokasi yang mampu mengakomodasi kebutuhan investor pada umumnya, disamping itu juga dapat memastikan bahwa kawasan lokasi industri berada dalam sebuah wilayah rencana tata ruang wilayah di mana kawasan industri akan di bangun, dan pemilihan lokasi yang baik akan sangat menghemat biaya pembangunan kawasan industri.

Menurut sriyadi langka-langka yang dilakukan badan usaha dalam pemilihan lokasi usaha menggunakan tiga langkah sebagai berikut:

1. Memilih wilatyah (daerah) secara umum. Untuk ini ada lima faktor dasar, yaitu:

a) Dekat dengan pasar b) Dekat dengan bahan baku c) Tersedia fasilitas pengangkutan

d) Terjaminnya pelayanan umum seperti penerangan listrik, air, dan bahan bakar

e) Kondisi iklimdan lingkungan yang menyenangkan

2. Memili masyarakat tertentu di wilayah yang dipilih pada pemilihan tingkat pertama. Pilihan didasrkan atas enam faktor, yaitu:

a) Tersedianya tenaga secara cukup dalam jumlah dan type skill yang diperlukan.

(46)

c) Adanya perusahaan yang bersifat suplementer atau komplementer dalam hal bahan baku, hasil produksi, buruh dan tenaga terampil yang dibutuhkan.

d) Adanya kerja sama yang baik anatara sesama perusahaan yang ada

e) Peraturan daerah yang menunjang

f) Kondisi kehidupan masyarakat yang menyenangkan. 3. Memilih lokasi tertentu.

a) Pertimbangan utama pada langkah ini ialah soal tanah. Adakah tanah yang longgar untuk bangunan,halaman, tempat parkir dan yang tidak boleh dilupakan adanya kemungkinan untuk perluasan. Juga harus diperhatikan keadaan tofograpinya sesuai dengan bangunan yang didirikan, keadaan lapisan tanahnya berhubungan dengan masalah drainase dan pembuatan limbah. b) Urutan berikutnya sesudah tanah adalah masalah transportasi.

Apakah di tempat yang sudah dipilih ada transportasi seperti transportasi, angkutan motor atau sungai bahkan angkutan udarah atau pelabuhan yang mungkin sangat diperlukanm untuk perusahaan tertentu. Dapatkah pegawau atau pekrja mencapai pabrik dengan mudah baik dengan mobil ataupun tanpa mobil. c) Urutan berikutnya baru macam-macam faktor yang lain,

misalnya ada tidaknya pembatasan-pembatasan yang bersangkutan dengan perwilayaan yang melarang didirikannya

(47)

tipe bangunan tertentu seperti yang direncanakan. Adakah fasilitas pemadan kebakaran yang memadai. Adakah larangan membuang limbah hingga memerlukan biaya tertentu untuk membuangnya.

2. Syarat Berdirinya Industri

Syarat berdirinya industri adalah untuk dapat melaksanakan industrialisasi, secara umum dicontohkan berupa syarat yang berlaku untuk setiap jenis industri, yaitu:

1) Tersedianya bahan mentah dan sumber tenaga alam maupun manusia

2) Tersedianya tenaga kerja yang terdidik dan tenaga ahli untuk dapat mengolah sumber-sumber alam

3) Tersedianya modal dan transportasi yang baik 4) Memiliki daerah pemasaran yang baik.

5) Adanya manajemen yang baik untuk melancarkan dan mengatur Segala pengolahan industri .

6) Kestabilan pemerintah (Rahardjo, 1984 dalam Inkantriani, 2008).

3. Klasifikasi Industri

a. Industri Dasar atau Hulu

Industri hulu memiliki sifat sebagai berikut: padat modal, skala besar, menggunakan teknologi maju dan teruji. Lokasinya yang selalu dipilih dekat dengan bahan baku yang mempunyai sumber energi sendiri dan

(48)

pada umumnya lokasi ini belum pernah tersentuh pembangunan. Oleh karena industri hulu membutuhkan perencanaan yang sangat matang beserta tahapan pembangunannya, mulai dari perencanaan sampai operasional. Di sudut lain dibutuhkan pengaturan tataruang, rencana pemukiman, pengembangan kehidupan perekonomian, pencegahan kerusakan lingkungan dan lain-lain. Pembangunan industri ini dapat mengeakibatkan perubahan lingkungan, baik dari aspek social, ekonomi dan budaya maupun pencemaran. Terjadi perubahan tatanan sosial, pola konsumsi, tingkah laku, sumber air, kemunduran kualitas udara, penyusutan sumber daya alam dan sebagainya.

b. Industri Hilir

Industri ini merupakan perpanjangan dari proses industri hulu. Pada umumnya industri ini mengolah bahan yang setengah jadi menjadi barang jadi, lokasinya selalu diusahakan dekat pasar, menggunakan teknologi madya dan teruji, padat karya.

c. Industri Kecil

Industri kecil sangat pesat berkembangnya di perdesaan dan perkotaan, memiliki peralatan yang sederhana walaupun hakikat produksinya sama dengan industri hilir, tetapi sistem pengolahannya jauh lebih sederhana. Sistem tata letak pabrik maupun pengolahan limbah belum mendapat perhatian. Sifat industri ini lebih mengutamakan padat karya dari masyarakatnya.

(49)

Sesuai dengan program pemeritah, untuk lebih memudahkan pembinaannya, maka industri dasar dibagi lagi menjadi industri kimia dasar dan industri mesin dan logam dasar, sedangkan industri hilir biasa juga disebut dengan aneka industri.Selain pengelompokan di atas, industri juga diklasifikasikan secara konvensional sebagai:

1) Industri primer yaitu industri yang dapat mengubah bahan mentah menjadi bahan setengah jadi.

2) Industri sekunder yaitu industri yang dapat mengubah barang setengah jadi menjadi barang jadi.

3) Industri tersier yaitu industri yang sebagaian besar meliputi industri jasa dan perdagangan atau industri yang mengolah bahan industri sekunder. Klasifikasi industri berdasarkan SK Menteri Perindustrian No.19/M/I/1986:

4) Industri kimia dasar : misalnya industri semen, obat-obatan, kertas, pupuk, dsb.

5) Industri mesin dan logam dasar : misalnya industri pesawat terbang, kendaraan bermotor, tekstil, dll.

6) Industri kecil : industri roti, kompor minyak, makanan ringan, es, minyak goreng, dll.

7) Aneka industri : industri pakaian, industri makanan dan minuman, dan lain-lain.

(50)

4. Jenis-Jenis / Macam Industri Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerjanya

1) Industri rumah tangga adalah industri yang jumlah karyawannya ataupun tenaga kerja berjumlah antara 1-4 orang.

2) Industri kecil adalah industri yang jumlah karyawan ataupun tenaga kerja berjumlah antara 5-19 orang

3) Industri sedang atau industri menengah adalah industri yang jumlah karyawannya atau tenaga kerjanya berjumlah antara 20-99 orang.

4) Industri besar adalah industri yang jumlah karyawannya atau tenaga kerjanya berjumlah antara 100 orang atau lebih.

D. Kerangka Pikir

Implementasi kebijakan adalah tahap yang penting dalam kebijakan. Tahap ini menentukan apakah kebijakan yang dibuat oleh pemerintah benar-benar aplikabel di lapangan dan berhasil untuk menghasilkan output dan outcomes seperti yang sudah direncanakan dalam hal ini Pengembangan kawasan industri (Bantaeng Industrial Park) di Kabupaten Bantaeng.

Berdasarkan hal tersebut, kerangka pikir yang akan menjadi acuan dalam penelitian ini adalah :

(51)

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir

E. Fokus Penelitian

Berdasarkan kerangka pikir diatas, maka fokus penelitian ini berangkat

dari latar belakang masalah kemudian dirumuskan dalam rumusan dan dikaji berdasarkan teori dalam tinjauan pustaka, adapun focus penelitian yang berpijak dari rumusan masalah. Focus penelitian ini terdiri dari beberapa hal pokok yang perlu di uraika yaitu: mengetahui Implementasi kebijakan Izin Usaha Perindustrian di Kabupaten Bantaeng, serta untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi dalam Implementasi kebijakan Izin Usaha Perindustrian di Kabupaten Bantaeng.

Kebijakan Pengembangan kawasan Industri (Bantaeng Industrial Park) di

Kabupaten Bantaeng Perda No 2 Tahun 2012 Indikator pengelolaan Industri Persyaratan Administratif Persyaratan Teknis Persyaratan Lingkungan Persyaratan Finansial

Evektifitas Pengembangan Kawasan Industri ( Banteng Industrial Park)

(52)

F. Deskripsi Fokus Penelitian

1. Implementasi adalah penerapan rangkaian sebuah konsep dan asas yang menjadi pedoman ataupun dasar rencana dalam hal pelaksanaan suatu kebijakan, kepemimpinan, dan cara bertindak.

2. Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng No 02 tahun 2012 tentang rencana tata ruang wilayah Kabupaten Bantaeng

3. Persyaratan administratif adalah perizinan yang diperlukan sebagai syarat administratif yang harus dipenuhi oleh setiap pelaku yang masuk mendirikan industri di kabupaten bantaeng

4. Persyaratan teknis ialah struktur sosial formal stabil yang memiliki sumber-sumber yang berasal dari lingkungan atau sebuah aturan, norma, perysaratan yang umum dalam bentuk sebuah dokumen formal yang dapat menciptakan kriteria, metode, proses.

5. Persyaratan lingkungan sangat penting dimiliki oleh setiap orang yang ingin melakukan perindustrian agar mengetahui dampak positif dan dampak negatif terhadap lingkungan yang di akibatkan oleh berbagai aktivitas perindustrian tersebut.

6. Persyaratan finansial adalah setiap pelaku yang ingin melakukan perindustrian mampu mengelola keuanganya atau bagaimana menghitung dan mengatur risiko dalam melakukan perindustrian di lokasi tersebut 7. Faktor pendukung merupakan hal-hal yang dapat menunjang pelaksanaan

(53)

dari terlaksananya pengelolaan izin perindistrian yang dilaksanakan oleh Kantor Dinas perindustrian

8. Faktor penghambat merupakan hal-hal yang dapat menyebabkan terhambatnya pelaksanaan implementasi pengelolaan perindustrian sehingga menjadi terganggu dan tidak terlaksana secara maksimal.

(54)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Bedasarkan judul penelitian “Kebijakan Pengembangan Kawasan Industri (Bantaeng Industrial Park)” Penelitian ini dilaksanakan dari 13 April sampai dengan 15 Juni. Adapun menjadi penentuan lokasi penelitian adalah Kantor Dinas Perindustrian Kabupaten Bantaeng.

B. Jenis dan Tipe Penelitian

Adapun jenis dan tipe penelitian ini menggunakan : 1) Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif, yaitu menjelaskan fenomena secara mendalam dengan pengumpulan data. Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Maleong, 2004) bahwa metode penelitian kualitatif sebagai suatu prosedur penelitian yang dapat menghasilkan data deskriptif berupa fakta tertulis ataupun lisan dari orang-orang dengan perilaku yang dapat diamati.

2) Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian adalah pendekatan fenomenologi deskriptif yaitu menekankan pada subyektivitas pengalaman hidup manusia.

(55)

C. Sumber Data

Sumber data merupakan segala hal yang mampu memberikan informasi mengenai data. Berdasarkan sumbernya,data dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder.

1) Data Primer merupakan data yang dibuat oleh seorang peneliti dengan maksud khusus menyelesaikan suatu permasalahan yang sedang ditanganinya. Data dirangkum sendiri oleh peneliti lansung dari sumber utama atau tempat dilakukannya penelitian.

2) Data Sekunder merupakan data yang diperoleh untuk mendukung data primer yang sumbernya dari data-data yang sudah diperoleh sebelumnya menjadi seperangkat informasi dalam bentuk dokumen, laporan-laporan, dan informasi tertulis lainnya yang berkaitan dengan peneliti. Pada penelitian ini data sekunder yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a) Studi pustaka merupakan metode pengumpulan data-data yang didapat melalui buku-buku ilmiah, tulisan (jurnal), karangan ilmiah yang sangat berkaitan dengan penelitian.

b) Dokumentasi yaitu dengan menggunakan catatan-catatan yang ada dilokasi serta sumber-sumber yang relevan dengan objek penelitian.

D. Informan Penelitian

Pemilihan informan sebagai suatu sumber data dalam penelitini merupakan berdasar pada asas subyek dalam penguasaan permasalahan, memiliki data, dan bersifat akurat. informan ditentukan melalui teknik snowball sampling, yaitu proses ditentukannya informan berdasarkan informan yang sebelumnya

(56)

tanpa harus menentukan jumlahnya secara pasti dengan mencari informasi secara akurat terkait topik penelitian yang dibutuh. Pencarian informan akan selesai setelah informasi yang didapatkan dalam penelitian dianggap telah memadai dan bersedia memberikan informasi lengkap dan akurat.

1. Dinas Perindustrian Kabupaten Bantaeng 2. Pengelola Kawasan Industri

3. Masyarakat

E. Teknik Pengumpulan Data

Menyusun instrumen adalah pekerjaan yang paling penting dalam suatu penelitian. Tapi untuk mengumpulkan data jauh lebih penting untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan kegunaannya. Metode atau cara pengumpulan data yang penyusun gunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah dengan cara dokumentasi, observasi, dan wawancara.

1. Observasi merupakan teknik dalam pengumpulan data yang mana peneliti mengamati secara langsung terhadap gejala-gejala subyek yang diselidiki. Fungsi observasi ini untuk menyaring dan melengkapi data yang mungkin tidak diperoleh melalui interview atau wawancara. Dalam penelitian ini observasi dilakukan ketika diperlukan pengecekan langsung terhadap Kebijakan Pengembangan Kawasan Industri (Bantaeng Industrial Park). 2. Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang berarti barang tertulis. Jadi

dokumentasi adalah suatu teknik dimana data diperoleh dari dokumen yang ada pada suatu benda tertulis, buku-buku, yang berkaitan dengan objek penelitian. Tujuan digunakan metode ini untuk memperoleh data

(57)

secara jelas dan konkret tentang Kebijakan Pengembangan Kawasan Industri (Bantaeng Industrial Park).

3. Wawancara merupakan proses untuk memperoleh keterangan guna untuk penelitian dengan sistem tanya jawab, sambil bertatapan muka secara lansung antara peneliti dengan menggunakan interview guide (panduan wawancara).

F. Teknik Analisis Data

Analisa data ialah langkah selanjutnya untuk mengolah data dari hasil penelitian menjadi data, dimana data diperoleh, dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa untuk menyimpulkan persoalan yang diajukan dalam menyusun hasil penelitian. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitianini merupakan model analisa interaktif (interactive model of analysis). Dalam model ini terdapat 3 komponen pokok. Menurut Miles dan Huberman dalam Sugiono (2013) ketiga komponen tersebut yaitu :

1. Redaksi Data merupakan komponen pertama analisi data untuk memperpendek, mempertegas, membuat fokus , membuang hal tidak penting dan menyusun data sedemikian rupa sehingga dapat ditarik kesimpulan dari peneliti dilakukan.

2. Sajian Data merupakan suatu informasi yang memungkinkan memberikan kesimpulan. Secara singkat dapat berarti cerita sistematis dan logis supaya makna peristiwanya menjadi lebih mudah dipahami.

3. Penarikan Kesimpulan dalam awal pengumpulan data peneliti sudah harus mulai mengerti apa arti dari hal-hal yang ia temui dengan mencatat

Gambar

Gambar  1.2 Model Merile  Grindle  b.  Mazmanian  dan  Sabatier
Gambar  1.3 Model Mazmanian  dan Sabatier
Gambar  1.4 Model Gogging  e.  Soren C. Winter
Gambar  1.5 Model Soren  C.Winter  f.  Ripley dan  Franklin
+6

Referensi

Dokumen terkait

Judul Skripsi : Implementasi Kebijakan Pemerintah Kabupaten Magetan dalam Program Pengembangan Ekonomi Kawasan (Studi Penelitian PPEK di Desa Janggan Kec. Poncol

Dampak positif implementasi Kebijakan pengembangan Bandar Udara Udara Haji Abdullah dan dampaknya terhadap pelaksanaan Kawasan Perdagangan Bebas Free Trade Zone di Kabupaten

Sedangkan faktor penghambat implementasi kebijakan pengembangan kawasan agrowisata belimbing tasikmadu di Desa Tasikmadu Kecamatan Palang Kabupaten Tuban, yaitu tidak

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa implementasi kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi (KAKD) dalam usaha pengembangan ekonomi