• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skripsi. Oleh: Salwa Nurbaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Skripsi. Oleh: Salwa Nurbaya"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

PEMAHAMAN HADIS TENTANG MEMBASUH JILATAN ANJING PERSPEKTIF FATWA SUARA MUHAMMADIYAH

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Salwa Nurbaya

1113034000141

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1441 H/2019 M

(2)

Skripsi

t

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar sarjana agama (S.Ag)

01Ch:

Salwa Nurbava

NIM:1113034000141

Pembimbing

Dro ⅣIuhamnlad Zuhdi Zainio Ⅳl.Ag

NIP:196508172000031001

PROGRAⅣ

ISTUDIILMU AL…QUR`AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USIIILUDDIN

IINIVERSITAS NEGEIItI

SYARIF Ll■り

AYATULLAⅡ

JAKARTA

(3)

Skripsi berjudul "Pemahaman Hadis Tentang Membasuh Jilatan Anjing Perspellif Fatwa suara Muhammadiyah" telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada 26

Desember 2019. Skripsi

ini

telah diterima sebagai salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Agama (s.Ag) pada program studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir.

Ciputat, 26 Desembet 2019 Sidang Munaqasyah,

Kctua Mcrangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

]厠

NIP:1971021719顔3031002

Fahrizal Mahdin LC.ⅣIIRKH NIP:198208162015031004 Anggota,

Penguji

II

Abdul Hakim Wahid.S.Httls y.A.

NコP:197804242015031001 Pembiinbing

Dro Muhammad Zuhdi Zaini.M.A負 NIP:196508172000031001

(4)

Namat NIM

Yallg bcrtandatangan di bawah inil

:Sal、va Nllrbaya :1113034000141

Dengan

ini

menyatakan bahrva skripsi yang berjudul "PEMAHAMAN

HADIS TENTANG MEMBASUH .IILATAN ANJING PERSFEKTIF FATWA SUARA MUHAMMADIYAH" adalah benar merupakan karya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam pen),Llsunannya. Adapun krrtipan yang ada dalam pen),usunan karya ini telah saya cantumkan sumber kutipannya dalam skripsi. Saya bersedia melakukan proses semestinya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku jika ternyata skripsi ini sebagian atau keseluruhan merupakan plagiat karya orang lain.

Demikian pemyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.

Jakarta,09 Dcscmbcr 2019 Pcncliti

Salwa Nurbaya ll13034000141

(5)

i

Salwa Nurbaya,

Pemahaman Hadis Tentang Membasuh Jilatan Anjing Perspektif Fatwa Suara Muhammadiyah.

Mengikuti zaman modern segala sesuatu diciptakan untuk mempermudah kehidupan para milenial. Dewasa ini, umat islam tidak memperhatikan kebersihan dalam memelihara anjing sebagaimana telah disebutkan dalam hadits. Bahwa apabila anggota badan kita terkena jilatan anjing maka harus dibasuh tujuh kali dan satu kali menggunakan tanah tetapi jika penulis perhatikan mereka tidak mengikuti aturan yang sudah ditetapkan dalam hadis yaitu membasuh kurang dari tujuh kali dan tanah diganti menjadi sabun dengan alasan bahwa sabun lebih higienis daripada tanah. Karena itu, penulis tertarik mengkaji hadis tentang jilatan anjing dalam bejana khususnya hadis riwayat al-Da>ruquthni> yang berkaitan langsung dengan masalah diatas.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan cara analisis-deskriptif, baik dengan field research (lapangan) yaitu penulis mengumpulkan data serta informasi tentang hadis-hadis dalam Fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyyah dengan melakukan wawancara, maupun library research (kepustakaan), yakni menggunakan sumber-sumber data dari bahan-bahan tertulis dalam bentuk buku, kitab dan lain-lain yang relevan dengan topik pembahasan.

Hasil dari penelitian ini adalah Ditinjau dari segi kualitas, hadis “Jilatan Anjing dalam Bejana” yang diriwayatkan oleh Sunan al-Da>ruqutni> adalah Hadis D}aif, yaitu hadis d}aif, yaitu hadis yang tidak terkumpul sifat-sifat hadis hasan, disebabkan hilangnya satu syarat atau lebih. hadis ini tidak dapat dijadikan hujjah karna mengandung syaz} (bertentangan dengan periwayat yang lebih tsiqah) dan tidak dapat terangkat statusnya meskipun ada hadis pendukung yang semakna, hadis pendukung yang semakna itu adalah hadis mauquf (sesuatu yang disandarkan kepada sahabat baik itu perkataan, perbuatan, maupun taqrir) yang tidak dapat dijadikan hujjah. Sementara dilihat dari kajian matan, mencuci bejana bekas jilatan anjing sebanyak jumlah tertentu dan mencuci dengan menggunakan tanah bukan sebuah kewajiban, dan juga bukan perbuatan yang disunnahkan berdasarkan kajian mendalam yang dilakukan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah.

Kata Kunci: Jilatan Anjing, Hadis, Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah

(6)

ii

Alhamdulillah penulis panjatkan puji syukur atas nikmat yang Allah berikan dan kehadiratnya Allah SWT. Yang memberikan nikmat sehat jasmani maupun rohani serta hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyeleseikan penyusunan skripsi ini dengan judul “HADIS TENTANG MEMBASUH JILATAN ANJING PERSPEKTIF FATWA SUARA MUHAMMADIYAH.” S}alawat serta salam tak lupa juga penulis junjungkan kepada baginda Nabi Muhammad s.a,w. serta kepada keluarga dan para sahabat aamin allahumma aamiin.

Skripsi ini di ajukan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian munaqasyah guna memperoleh gelar Sarjana Agama Jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafir ( IQTAF) di Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Jakarta Syarif Hidayatullah. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tentu masih jauh dengan kesempurnaan dan masih banyak kekurangan, baik dari tekhnik penyusunan dan kosakata yang tertulis, maupun dari isi pembahasan yang ada dalam skripsi ini. Untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan dan kesempurnaan dalam skripsi ini.

(7)

iii

bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu,dengan penuh rasa hormat penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, MA selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan menuntut ilmu pada Program Sarjana Jurusan Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir ( IQTAF) di Fakultas Ushuluddin.

2. Dr,Yusuf Rahman , M.A. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Eva Nugraha, MA selaku ketua Jurusan di Fakultas Ushuluudin pada bidang al-Qur’an dan Tafsir ( IQTAF) yang telah membantu dan memberi saya kesempatan dalam penyusunan Skripsi.

4. Fahrizal Mahdi, LC,MIRKH selaku Sekretaris Jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir (IQTAF) yang sudah membantu dalam prosedur Skripsi.

5. Kholik Ramdan Mahesa selaku yang membantu Sekertaris Jurusan banyak meluangkan( IQTAF ) yang sudah banyak membantu untuk proses awal pembuatan surat untuk para Dosen yang bersangkutan judul dan sampai selesei skripsi penulis.

(8)

iv

memberi saya pengetahuan bagaiman menentukan kata-kata yang benar dalam penulisan skripsi serta judul yang bagus.

7. Maulana, MA selaku Dosen penguji proposal yang senantiasa sabar memberi arahan serta pertanyaan-pertanyaan dalam menentukan judul yang baik untuk proses lanjutan penulisan skripsi.

8. Dr. Muhammad Zuhdi Zaini, M. Ag selaku Dosen Pembimbing yang selalu saya lontarkan dengan banyak dan berbagai pertanyaan dalam penulisan skripsi ini hingga selesainya bimbingan skripsi dengan beliau hingga saya dapat melanjutkan sidang dengan penguji skripsi berikutnya.

9. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu Nama para dosen yang saya hormati dengan tulus memberikan ilmu pengetahuan serta wawasan yang luas mengenai segala aspek keilmuan selama penulis mengikuti perkuliahan.

10. Teruntuk Papa dan Mama tersayang, kakak-kakakku Heri Darmawan, Linda Pusnawati, Neneng Nita Sundarti dan kakak iparku Fuad Anwar dan Ai Nurlaela yang tak henti-hentinya

(9)

v

manusia yang bermanfaat dan sukses dunia akhirat, selalu mendoakan penulis dalam shalat sepertiga malam, tak ada kata yang pantas penulis ucapkan selain mendoakan kalian semua, semoga Allah mengampuni segala dosa dan menyayangi kalian semua, sebagaimana kalian semua menyayangi penulis di waktu kecil. Amin.

11. Teruntuk teman-teman Ciwi Ketjeh yaitu Meida Kartika, Nafi Aisyah, Aula Dzakiyyah, Nurul Fajriah, Hilma Rahmatia, Ilda Nuris Safitri. Dan teman-teman seperjuangan dipenghujung semester yaitu Omarwati, Lia Lianti, Fildzah Nida, Andini Nabila, Farij Hamdillah, teman lama yang sudah membantu penulis mengerjakan skripsi Zaim Najibbudin Rahman dan teman spesial yang sudah menemani selama 9 tahun Ahmad Faiz yang juga Penulis sangat berterimakasih telah mendukung dan memotivasi penulis dalam penyusunan skripsi.

12. Teruntuk Teman-Teman penulis yang banyak memberi semangat serta motivasi agar penulis tidak malas dalam penyusunan skripsi. 13. Seluruh pihak yang telah membantu proses kuliah penulis dan

(10)

vi

Untuk itu, penulis menerima segala saran dan kritikan demi perbaikan dan kemajuan penelitian dimasa mendatang. Terima kasih

(11)

vii

COVER SKRIPSI

HALAMAN PERSETUJUAN BIMBINGAN LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vii

PEDOMAN TRANSLITERASI ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi, Batasan dan Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Kajian Pustaka ... 8

E. Metode Penelitian ... 10

1. Jenis Penelitian ... 10

2. Sumber Data ... 11

3. Teknik Pengumpulan Data ... 11

4. Analisis Data ... 11

F. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II MANHAJ TARJIH MUHAMMADIYAH A. Manhaj Tarjih Muhammadiyyah ... 13

B. Unsur-Unsur Tarjih ... 15

C. Visi dan Misi Majelis Tarjikh Muhammadiyah ... 23

D. Metode-Metode Ijtihad Manhaj Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah ... 24

(12)

viii

A. Otentisitas Hadis Jilatan Anjing ... 43

B. Takhrij Hadis ... 43

C. Analisis Sanad Hadis ... 49

D. Kesimpulan (Natijah) ... 54

E. Perspektif Para Muhadissin ... 55

F. Perspektif Para Mufassir ... 63

G. Perspektif Para Fuqoha ... 69

BAB IV PEMAHAMAN HADIS JILATAN ANJING DALAM PERSPEKTIF FATWA SUARA MUHAMMADIYAH A. Fatwa-Fatwa Suara Muhammadiyah ... 77

B. Pemahaman Hadis ... 84

C. Pendekatan Burhani> : Mengganti Tanah Dengan Sabun dalam Membersihkan Jilatan Anjing ... 94

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 99

B. Saran-saran ... 100

DAFTAR PUSTAKA ... 103 LAMPIRAN

(13)

ix

PEDOMAN TRANSLITERASI

Pedoman Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini berpedoman pada hasil keputusan bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomor: 158 Tahun 1987 dan Nomor: 0543b/U/1987.

1. Konsonan

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:

Huruf Arab

Nama Huruf Latin Nama

ا

Alif Tidak dilambangkan Tidak

dilambangkan

ب

Ba B Be

ت

Ta T Te

ث

Ṡa ṡ Es (dengan titik di atas)

ج

Jim J Je

ح

Ḥa ḥ Ha (dengan titik di bawah)

خ

Kha Kh ka dan ha

د

Dal D De

ذ

Żal ż Zet (dengan

titik di atas)

ر

Ra R Er

ز

Zai Z Zet

س

Sin S Es

ش

Syin Sy es dan ye

ص

Ṣad ṣ es (dengan titik di bawah)

ض

Ḍad ḍ de (dengan titik di bawah)

ط

Ṭa ṭ te (dengan titik

(14)

x

ظ

Ẓa ẓ zet dengan

titik di bawah)

ع

‘ain ‘ koma terbalik

(di atas)

غ

Gain G Ge

ف

Fa F Ef

ق

Qaf Q Ki

ك

Kaf K Ka

ل

Lam L El

م

Mim M Em

ن

Nun N En

و

Wau W We

ه

ـ

Ha H Ha

ء

Hamzah ' Apostrof

ي

Ya Y Ye 2. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Nama Huruf Latin Nama

َ

Fathah A A

َ

Kasrah I I

َ

Dhammah U U

Adapun untuk vocal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Nama Huruf Latin Nama

ي َ

Fathah dan

ya

(15)

xi

و َ

Fathah dan wau Au a dan u Contoh:

ف ي ك

-kaifa

ل و ه

-haula

3. Vokal Panjang/ Maddah

Ketentuan alih aksara vocal panjang (maddah), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Harakat dan huruf

Nama Huruf dan

tanda Nama

...ي َ

ا

Fathah dan alif atau ya Ā a dan garis di atas

ى

ي

Kasrah dan ya Ī I dan garis di atas

و ى

Dhammah dan wau Ū u dan garis di atas Contoh:

ق

لا

-qāla

ر

م

ى

-ramā

ق ي

ل

-qīla

(16)

xii

4. Ta’ Marbūṭah

Transliterasi untuk Ta’ Marbūṭah ada dua: a. Ta’ Marbūṭah hidup

Ta’ Marbūṭah yang hidup atau mendapat harakat fathah, kasrah, dan

ḍommah, transliterasinya adalah “t”. b. Ta’ Marbūṭah mati

Ta’ Marbūṭah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya

adalah “h”.

c. kalau pada kata terkahir dengan Ta’ Marbūṭah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al serta bacaan kedua kata itu terpisah maka Ta’ Marbūṭah itu ditransliterasikan dengan ha (h).

No Kata Arab Alih Aksara

1

لا ف ط لأا ة ض و ر

rauḍah al-aṭfāl

2

ة ل ضا فلا ة ني د ملا

al-madīnah al-fāḍilah

3

ة م ك حلا

al-ḥikmah

5. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam system tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda (

َ

) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu.

Contoh:

ا نَّب ر

-rabbanā

(17)

xiii

ر بلا

-al-birr

ج حلا

–al-ḥajj

Jika huruf

ى

ber-tasydid di akhir sebuah kata dan didahului oleh huruf kasrah (

ىـ

ــــــــــــــ

ـ

), maka ia ditransliterasi seperti huruf maddah (ī). Contoh:

ى لع

: ‘Alī (bukan ‘Aliyy atau ‘Aly)

ى ب ر ع

: ‘Arabī (bukan ‘Arabiyy atau ‘Araby) 6. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu لا. Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi seperti biasa, al-, baik ketika dia diikuti oleh huruf syamsiyah maupun huruf qamariah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang mengikutinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar (-), Contohnya:

ل ج َّرلا

-al-rajulu

د يَّسلا

-al-sayyidu

ش مَّشلا

-al-syamsu

قلا

م ل

-al-qalamu

(18)

xiv

ع ي د ب لأ

-al-badĭ’u

ل لا ج لا

-al-jalālu 7. Hamzah

Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (') hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif. Contohnya:

ن و ر م أ ت

: ta'murūna

ء وَّنلا

: al-nau'

ئ ي ش

: syai'un

ت ر م أ

: umirtu

8. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa Indonesia Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari pembendaharaan bahasa Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya kata Al-Qur’an (dari al-Qur'ān), sunnah, khusus, dan umum. Namun bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka mereka harus ditransliterasi secara utuh. contoh:

Kata Arab Alih Aksara

نآ ر قلا ل لا ظ ي ف

Fī Ẓilāl al-Qur'ān

ن ي و د تلا ل ب ق ةَّن سلا

Al-Sunnah qabl al-tadwīn

لا ظ ف للا م و م ع ب ة ر اب علا

ب بَّسلا ص و ص خ ب

Al-‘ibārāt bi ‘umūm al-lafẓ lā bi khuṣūṣ al-sabab

(19)

xv

9. Lafẓ al-jalālah

(الله)

Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf

lainnya atau berkedudukan sebagai mudāf ilaih (frasa nominal), transliterasi tanpa huruf hamzah. Contoh:

الله ن ي د

: dīnullāh

الله ا ب

: billāh

Adapun ta marbūṭah di akhir kata yang disandarkan kepada lafẓ

al-jalālah, ditransliterasi dengan huruf (t). Contoh :

الله ة م ح ر ي ف م ه

: hum fī rahmatillāh 10. Huruf Kapital

Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf capital (All Caps), dalam transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf kapital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf kapital, misalnya, digunakan untuk menulis huruf awal nama dari (orang, tempat, bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat, maka huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (Al-). Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi yang didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam catatan rujukan (CK,DP,CDK, dan DR). Contoh:

(20)

xvi

Kata Arab Alih aksara

ل و س ر َّلا إ دَّم ح م ا م و

-Wa mā Muḥammadun illā rasūl

ب ي ذَّل ل ساَّنل ل ع ض و ٍت ي ب ل َّو أ َّن إ

ةَّك ب

اك ر اب م

-Inna awwala baitin wuḍi’a linnāsi bi Bakkata mubārakan

يَّذلا نا ض م ر ر ه ش

ر قلا ه ي ف ل ز ن أ

نآ

-Syahru Ramaḍān al-lażī unzila fīh

al-Qur'an

ي س و طلا ن ي دلا ر ي ص ن

-Naṣīr al-Dīn al-Ṭūsī

ي با ر فلا ر ص ن و ب أ

-Abū Naṣr al-Farābī

ي لا ز غلا

-Al-Gazālī

(21)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Najis Mugallaz}ah merupakan kategori najis berat yang mana anjing disamaratakan dengan babi yang para ulama sepakat bahwa apapun yang bersangkutan dengan babi itu haram dan najis. Akan tetapi dalam beberapa riwayat, ayat Al-Qur'an dan pendapat para ulama menyebutkan bahwa anjing tidak najis atas alasan tertentu.

َ ح

َ د

َ ث ن

َ عَا

َ ب

َ د

َ

َهالل

ََ ب

َ ن

ََ ي

َ و

َ س

َ ف

َ

َ ع

َ ن

َ

َ م

َهلا

َ ك

َ

َ ع

َ ن

ََ أ

َهب

َه زلاَي

َ ن

َهدا

َ

َ ع

َهن

َا

َ ل

َ ع

َ ر

َهج

َ

َ ع

َ ن

ََ أ

َهب

َ ي

َ

َ ه

َ ر

َ ي

َ ر

َ ةَ

َ ق

َ لا

ََ أ

َ ن

َ

َ ر

َ س

َ و

َ ل

َ

َهالل

َ

َ ص

َ ل

َ اللَى

َ

َ ع

َ لَ ي

َهه

َ

َ و

َ س

َ ل

َ مَ

َ ق

َ لا

ََهإ

َ ذا

َ

َ ش

َهر

َ ب

َ

َ لا

َ ك

َ ل

َ ب

ََهف

َ ي

ََهإ

ن

َهءا

َ

َ أ

َ ح

َهد

َ ك

َ مَ

َ فَ ل

َ ي

َ غ

َهس

َ ل

َ ه

َ

َ س

َ ب

َ ع

َََا

َ

“Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf dari Mâlik dari Abu Al-Zina>d dari Al-A'raj dari Abu Hurairah berkata, "Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: "Jika anjing menjilat bejana seorang dari kalian, maka hendaklah ia cuci hingga tujuh kali.”1

Berdasarkan hadits ini, Imam Syafi'I menganggap bahwa anjing adalah binatang yang najis, sebab kenajisannya maka Rasul memerintahkan untuk mencuci bekas jilatannya hingga tujuh kali yang mana hal ini menunjukkan bahwa najis anjing adalah najis yang berat. Karena hal itu, Imam Syafi'I yang dikenal sangat berhati-hati dalam mementapkan suatu hukum, maka memilih untuk menetapkan hukum memelihara anjing untuk keperluan apapun adalah haram.2

1َ Abu> ‘Abdullah Muhammad bin Ismâil al-Bukha>ri, al-Jami’ al-S}ahih

(selanjutnya disebut S}ahih al-Bukha>ri), (Beirut: Da>r al-Fikr, tt.) kitab al-Taha>rah no. 167.

2َNur Aslihah, Skripsi : "Pemeliharaan Anjing Dalam Perspektif Hadis" (Jakarta:

(22)

َ ل هح أَ ا ذا مَ ك نو ل أ س ي

َهح هرا و ج لاَ نهمَ م ت م ل عَ ا م وَ تا به ي طلاَ م ك لَ ل هح أَ ل قَ م ه ل

َه اللََّ م ساَاو ر ك ذا وَ م ك ي ل عَ ن ك س م أَا مهمَاو ل ك فَ اللََّ م ك م ل عَا مهمَ ن ه نو مه ل ع تَ نيهبه ل ك م

َ س هح لاَ عي هر سَ اللََّ نهإَ اللََّاو ق تا وَهه ي ل ع

(َهبا

4

)

َ

Artinya : Mereka menanyakan kepadamu "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?". Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu latih dengan melatihnya untuk berburu; kamu mengajarkannya menurut apa yang telah diajarkan oleh Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu. Dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya). Dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah maha cepat hisab-Nya.3

Menurut Imam Ma>liki dengan dalil ayat Al-Qur'an diatas anjing sebagai hewan yang najis dan beliau justru lebih longgar dalam menetapkan hukum dan mengatakan bahwa memelihara anjing untuk keperluan mengamankan rumah hukumnya adalah mubah. Maka apabila terkena jilatan atau tetesan air liurya maka wajib dibersihkan sesuai

syari’at Nabi.4

Namun, mengikuti zaman modern segala sesuatu diciptakan untuk mempermudah kehidupan para milenial. Dewasa ini, umat islam tidak memperhatikan kebersihan dalam memelihara anjing seperti yang telah disebutkan hadits diatas. Bahwa apabila seekor anjing atau anggota badan kita terkena jilatan anjing maka harus dibasuh tujuh kali dan satu kali menggunakan tanah tetapi jika penulis perhatikan mereka tidak mengikuti aturan yang sudah ditetapkan dalam hadis yaitu hanya membasuh satu kali dan tanah diganti menjadi sabun dengan alasan bahwa sabun lebih higienis daripada tanah.

3َQ.S Al-Ma>'idah [5]: 4.

4َNur Aslihah, Skripsi : "Pemeliharaan Anjing Dalam Perspektif Hadis" (Jakarta:

(23)

Menurut Fatwa Tajih hadis-hadis tentang perintah mencuci bejana dari jilatan anjing bisa diklasifikasikan ke dalam empat kategori.

Kategori pertama adalah hadis-hadis yang mencantumkan perintah

mencuci bejana sebanyak tujuh kali, tanpa diiringi perintah menggunakan tanah pada salah satunya. Hadis-hadis tersebut adalah sebagai berikut:

1

َ.

َ صَه اللََّ لو س رَ نهإَ لا قَ ة ر ي ر هَىهب أَ ن ع

َ ل

َ اللَى

َ

َ ع

َ لَ ي

َهه

َ

َ و

َ س

َ ل

َ لا قَم

ََ

َ ب هر شَا ذهإ

َظفللاَ وَ ملسمَ وَ يراخبلاَ هاور[َ .ا ع ب سَ ه لهس غ ي ل فَ م كهد ح أَ هءا نهإَ ىهفَ ب ل ك لا

]يراخبلل

َ

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa ia berkata: Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: Apabila anjing minum dari bejana salah seorang di antara kamu sekalian, hendaklah ia mencucinya sebanyak tujuh kali.” [HR. Bukha>ri dan Muslim dengan lafal milik al-Bukha>ri] 2 . َََََ

َ ب هر شَا ذهإ:َ لا قَملسَوَهيلعَاللَىلصَهاللَ ل و س رَ ن أَ ة ر ي ر هَيهب أَ ن ع

]كلامَهاور[َ. تا ر مَ ع ب سَ ه لهس غ ي ل فَ م كهد ح أَهءا نهإَيهفَ ب ل كل ا

ََ

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: Apabila anjing minum dari bejana salah seorang di antara kamu sekalian, hendaklah ia mencucinya sebanyak tujuh kali.” [HR. Ma>lik] 3 . ََََ

َ

َه اللََّ لو س رَ لا قَ ة ر ي ر هَىهب أَ ن ع

َ م كهد ح أَ هءا نهإَ رو ه هَملسوَهيلعَاللَىلصَ

هاور[َ. تا ر مَ ع ب سَ ه لهس غ يَ ن أَههيهفَ ب ل ك لاَ غ ل وَا ذهإ

ََ

]ملسم

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda: Sucinya bejana salah seorang di antara kamu sekalian jika dijilati anjing adalah dengan mencucinya sebanyak tujuh kali.” [HR. Muslim] 4 َ.

ملسوَهيلعَاللَىلصَه اللََّ لو س رَ لا قَ لا قَ ة ر ي ر هَىهب أَ ن ع

ََ

َ ب ل ك لاَ غ ل وَا ذهإ

َهاور[َ. را رهمَ ع ب سَ ه لهس غ ي لَ م ثَ ه ق هر ي ل فَ م كهد ح أَهءا نهإَىهف

]ملسم

(24)

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw bersaba: Apabila anjing menjilati bejana salah seorang di antara kamu sekalian, maka siramlah dengan air dan cucilah sebanyak tujuh kali.” [HR. Muslim]

5 . َََ َََ

َ

َ ك لاَ غ ل وَا ذهإَ لا قَملسوَهيلعَاللَىلصَ هىهب نلاَ هن عَ ة ر ي ر هَىهب أَ ن ع

َىهفَ ب ل

]دمحاَهاور[َ. تا ر مَ ع ب سَ ه لهس غا فَهءا نهلإا

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Nabi saw, beliau bersabda: Apabila anjing menjilati bejana, maka cucilah sebanyak tujuh kali.” [HR. Ahmad]

Kategori kedua adalah hadis yang di dalamnya terdapat redaksi

perintah mencuci sebanyak tujuh kali dengan salah satunya menggunakan tanah. Hadisnya adalah sebagai berikut:

1 . ََََََ َ

َ لا قَ لا قَ ة ر ي ر هَىهب أَ ن ع

َ

َ هءا نهإَ رو ه هَملسوَهيلعَاللَىلصَه اللََّ لو س ر

َ .هبا رُّتلاهبَ ن ه لاو أَ تا ر مَ ع ب سَ ه لهس غ يَ ن أَ ب ل ك لاَ ههيهفَ غ ل وَ ا ذهإَ م كهد ح أ

َهاور[

]ملسم

َ َ

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah saw bersabda: Bersihnya bejana salah seorang dari kamu sekalian apabila dijilati oleh anjing adalah dengan ia mencucinya sebanyak tujuh kali, salah satu (cuciannya) menggunakan tanah.” [HR. Muslim] 2 . ََََََ

َ

َا ذهإَ لا قَملسوَهيلعَاللَىلصَه اللََّ ىهب نلاَ ن أَ ة ر ي ر هَىهب أَ ن ع

َ ب ل ك لاَ غ ل و

]دوادَوبأَهاور[َ.هبا رُّتلاهبَ ة عهبا سلاَ تا ر مَ ع ب سَ هو لهس غا فَهءا نهلإاَىهف

َ

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah saw bersabda: Apabila anjing menjilati bejana cucilah sebanyak tujuh kali, cucian ke tujuh dengan tanah.” [HR Abu> Da>ud]

(25)

Kategori ketiga adalah hadis yang di dalamnya terdapat perintah

mencuci bejana sebanyak delapan kali, cucian yang terakhir menggunakan tanah. Hadisnya adalah sebagai berikut:

1 . ََََََ َ

َ رَ لا قَ:َهل ف غ م لاَهن باَهن ع

اَ غ ل وَا ذهإَملسوَهيلعَاللَىلصَه اللََّ لو س

َ ب ل ك ل

اور[َ.هبا رُّتلاَيهفَ ة نهما ثلاَ هو ر هف ع وَ،َ تا ر مَ ع ب سَ هو لهس غا فَهءا نهلإاَيهف

]ملسمَه

َ

Artinya: “Diriwayatkan dari Ibnu Mughaffal, Rasulullah saw bersabda: Apabila anjing menjilati bejana, maka cucilah sebanyak tujuh kali, dan gunakanlah tanah di cucian ke delapan.” [HR. Muslim]

Kategori keempat adalah hadis yang perintah mencuci bejana kurang

dari tujuh kali dan tidak menggunakan tanah. Hadis tersebut adalah: 1 . َََََ َ

َ ل س غ يَ"َ: م ل س وَ هه ي ل عَ اللََّى ل صَه اللََّ ل و س رَ لا قَ: لا قَ ة ر ي ر هَيهب أَ ن ع

َهب ل ك لاَهغ و ل وَ نهمَء ا نه لإا

َ

]ينطقرادلاَهاور[َ. اع ب سَ و أَ، اس م خَ و أَ، اث لَ ث

َ َ

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Bejana dicuci dari jilatan anjing sebanyak tiga kali atau lima kali atau tujuh kali.” [HR. ad-Da>ruquthni>]

2 .

َ ث لَ ثَ ه لهسغ اَ م ثَ، ه ق هر ه أ فَهءا نه لإاَيهفَ ب ل ك لاَ غ ل وَا ذهإَ: لا قَ ة ر ي ر هَيهب أَ ن ع

]ينطقرادلاَهاور[َ. تا ر م

َ

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: Apabila anjing menjilati bejana, maka tumpahkanlah, kemudian cucilah sebanyak tiga kali.” [HR. ad-Da>ruquthni>]5

5 Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. Fatwa Tarjih:

Sabun bisa Hilangkan Najis Jilatan Anjing ?. (disidangkan pada hari Jum’at, 25 Syakban

1431 H / 6 Agustus 2010), http://www.suaramuhammadiy ah.id/2016/10/05/fatwa-tarjih-sabun-bisa-hilangkan-najis-jilatan-anjing/8/

(26)

Dalam kategori hadis-hadis diatas hadis dalam kategori keempat yang mendapat banyak sorotan, dan juga telah terjadi kontradiksi antar hadis satu dengan yang lain.

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis jelaskan diatas, penting kiranya bagi penulis untuk menjadikannya suatu karya ilmiah berupa skripsi dengan judul :

"HADIS TENTANG MEMBASUH JILATAN ANJING PERSPEKTIF FATWA SUARA MUHAMMADIYAH" B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan di atas menghasilkan perbedaan dalam menentukan sikap dalam membasuh jilatan anjing. Pemahaman boleh atau tidaknya mengganti tanah dengan sabun menjadi meluas yang kemudian menjadi suatu permasalahan di masyarakat. Di sini lah penulis mengidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut :

a. Najis Mugallaz}ah merupakan kategori najis berat yang mana anjing disamaratakan dengan babi yang para ulama sepakat bahwa apapun yang bersangkutan dengan babi itu haram dan najis. Akan tetapi dalam beberapa riwayat, ayat Al-Qur'an dan pendapat para ulama menyebutkan bahwa anjing tidak najis atas alasan tertentu.

b. Mengikuti zaman modern segala sesuatu diciptakan untuk mempermudah kehidupan para milenial. Dewasa ini, umat islam tidak memperhatikan kebersihan dalam memelihara anjing seperti yang telah disebutkan hadits diatas. Bahwa apabila seekor anjing atau anggota badan kita terkena jilatan anjing maka harus dibasuh tujuh

(27)

kali dan satu kali menggunakan tanah tetapi jika penulis perhatikan mereka tidak mengikuti aturan yang sudah ditetapkan dalam hadis yaitu hanya membasuh satu kali dan tanah diganti menjadi sabun dengan alasan bahwa sabun lebih higienis daripada tanah

c. Menurut Fatwa Tarjih hadis-hadis tentang perintah mencuci bejana dari jilatan anjing bisa diklasifikasikan ke dalam keempat kategori. Diantara kategori tersebut, terjadi kontradiksi antara satu hadis dengan yang lain, yakni tentang hadis perintah mencuci bejana kurang dari tujuh kali dan tidak menggunakan tanah. Hadis ini dimuat dalam kategori keempat.

2. Batasan Masalah

Berdasarkan beberapa identifikasi yang telah penulis ungkap sebelumnya, penulis mengarahkan penelitian ini agar sesuai dengan masalah yang dicari dan tidak terjadi kekeliruan dalam memahami hadis yang akan dibahas, penulis membatasi masalah ini hanya dalam kajian study memahami hadis cara membasuh jilatan anjing dengan memfokuskan satu perawi yang meriwayatkan hadis yang berbeda yaitu hadis riwayat ad-Da>ruth Quthni> dalam kategori keempat.

3. Rumusan Masalah

Dari batasan masalah diatas, penulis hanya mengambil dua rumusan masalah yang menjadi inti pembahasan, yaitu :

1. Bagaimana otentisitis hadis jilatan anjing ?

2. Bagaimana kandungan makna hadis tentang jilatan anjing ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana sikap jika ingin membasuh jilatan anjing.

(28)

b. Untuk menjelaskan beberapa perbedaan dalam memahami hadis membasuh jilatan anjing.

c. Untuk mendapatkan pemahaman yang tepat secara metodik dalam memahami hadis.

d. Untuk mengetahui bagaimana memahami hadits tentang jilatan anjing menurut persfektif fatwa suaras Muhammadiyah.

2. Manfaat Penelitian

a. Untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana program studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

b. Pembaca mengetahui kondisi sosial dan sebab munculnya hadis membasuh jilatan anjing dengan air 7 kali salah satunya dengan tanah.

c. Sebagai bahan untuk menambah wawasan pemikiran penulis.

d. Sebagai bahan rujukan tambahan bagi seseorang yang memelihara anjing dan bagaimana bersikap jika terkena jilatan anjing.

D. Kajian Pustaka

Data yang penulis gunakan ialah berupa kajian kepustakaan dan lapangan. Kemudian melakukan wawancara dengan perwakilan dari Majelis Tarjih Muhammadiyah.

Selanjutnya, setelah melakukan pencarian yang intensif di perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah, khususnya tentang kajian pustaka yang berfokus membahas tentang anjing, penulis menemukan skripsi yang membahas tentang "Analisis Pendapat Imam Malik Terhadap

Jual-Beli Anjing". Oleh Annisa Tulfiada, 2012. Skripsi yang ditulis olehnya

(29)

ini berbeda pembahasan dengan yang saya kaji, dimana saya membahas hukum jilatan anjing menurut Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah.

Skripsi Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017 karya Nur Aslihah Mansur yang berjudul "Pemeliharaan Anjing Dalam Perspektif Hadis". Dalam skripsi ini mengetahui bagaimana kualitas hadis yang berhubungan dengan pemeliharaan anjing dan mengetahui bagaimana pemahaman serta penyelesaian tentang hadis pemeliharaan anjing. Pembahasan dalam skripsi ini bersifat umum, sementara penelitian yang penulis lakukan lebih spesifik pada Fatwa Tarjih dan Tajdid Muhammadiyyah.

Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid yang diterbitkan dalam website Suara Muhammadiyah yang disidangkan pada hari Jum’at, 25 Syakban 1431 H / 6 Agustus 2010. Dalam fatwa ini menjelaskan tentang boleh-tidaknya mengganti tanah dengan sabun, yang akan menjadi landasan penting dalam skripsi ini.

Setelah mengkaji karya-karya penelitian diatas, penulis belum menemukan skripsi yang membahas tentang jilatan anjing, dan sejauh mana dampak yang ditimbulkan jika terkena najis jilatan anjing. Berdasarkan pertimbangan ini, pembahasan ini masih layak untuk dikaji dan diharapkan pula bagi peneliti-peneliti selanjutnya unuk terus melanjutkan penelitian ini, supaya khazanah ilmu pengetahuan yang ada semakin berkembang dan maju.

(30)

E. Metode Penelitian

Dalam penelitian skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan

penelitian kualitatif jenis penelitian analisis deskriptif, untuk

langkah-langkahnya Yaitu: 1. Jenis Penelitian

Di dalam skripsi ini, penulis menggunakan dua peneitian yang dijadikan sebagai sumber data yaitu lapangan (Field Research) penulis mengumpulkan data serta informasi tentang hadis-hadis dalam Fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyyah dengan melakukan wawancara. Adapun kepustakaan (Library Research), dengan menggunakan sumber-sumber data dari bahan-bahan tertulis dalam bentuk buku, kitab dan lain-lain yang relevan dengan topik pembahasan. dimana semua datanya dikumpulkan dari berbagai sumber dokumentasi. Tahap awal penelitian mengumpulkan berbagai sumber yang berasal dari kitab-kitab hadis dan buku-buku yang terkait dengan penelitian. Sumber-sumber tersebut kemudian diolah dan diklasifikasikan sesuai dengan permasalahan yaitu tentang jilatan anjing.

2. Sumber Data

Data yang penulis gunakan bersumber dari hasil kepustakaan dan lapangan, yaitu menggunakan kitab Sunan ad-Da>ruthquthni> sebagai sumber primer adapun sumber sekunder yang penulis gunakan yaitu 3 kitab hadis seperti (Sahih Bukha>ri, Sahih Muslim, dan Sunan Abu> Da>ud). Dan buku-buku, ataupun tulisan ilmiah yang dapat mendukung penelitian skripsi ini. Adapun lapangan adalah melakukan wawancara dengan perwakilan dari Majelis Tarjih dan Tajdid selaku yang mengeluarkan fatwa tersebut.

(31)

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data ini adalah mengumpulkan hadis-hadis tentang jilatan anjing dalam kitab-kitab hadis, cara pengumpulannya dengan Takhrij Hadis yaitu mencari akar kata, yang dimaksud akar kata adalah kata yang terdapat pada matan hadis. Metode pencarian ini mengambil hadis-hadis yang dimuat dalam website resmi PP Muhammadiyah (Suara Muhammdiyah).

4. Analisis Data

Setelah data terkumpul penulis akan menganalisis data tersebut sehingga penelitian ini dapat terlaksana secara rasional, sistematis, dan terarah. Penelitian ini menggunakan metode analisis sanad dan matan

Adapun teknik operasional penelitian ini meliputi sebagai berikut : 1. Melakukan penelitian sanad (kritik sanad) dari data yang

diperoleh, untuk kemudian menentukan kedudukan hadis. 2. Melakukan penelitian matan yaitu mengkaji makna teks hadis

tersebut, dan secara kontekstual mengumpulkan informasi tentang makna yang dimaksud dari teks hadis tersebut yang

menunjuk kepada metode memahami hadis dan

mempertimbangkan latar belakang serta tujuannya. Sumber-sumber yang digunakan adalah otoritatif seperti al-Qur’an, Hadis, Syarh Hadis, dan karya-karya yang terkait dengan perbincangan seputar tema ini.

3. Teknik penulisan

Teknik penulisan skripsi ini menggunakan Pedoman Transliterasi Arab Latin yang merupakan hasil keputusan bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomor: 158 Tahun 1987 dan Nomor: 0543b/U/1987

(32)

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan tersebut dimaksudkan sebagai gambaran yang akan menjadi pokok bahasan dalam penulisan skripsi, sehingga dapat memudahkan dalam memahami dan mencerna masalah-masalah yang akan dibahas. Adapun sistematika penulisan adalah sebagai berikut :

BAB I, merupakan pendahuluan berisi uraian secara global, kemudian

dirinci ke dalam bab yang terdiri dari latar belakang, identifikasi masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, serta sistematika penulisan.

BAB II, merupakan uraian tentang sejarah Majelis Tarjih dan Tajdid

Muhammadiyyah beserta metode-metode penelitian yang sering digunakan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah.

BAB III, merupakan penjelasan sekitar kualitas hadis tentang jilatan

anjing terutama pada proses pengumpulan hadis (Takhrij) serta menguraikan persfektif para ulama dimulai dari muhadissin, mufassir, dan fuqoha.

BAB IV, melakukan penjelasan kepada pemahaman hadis dalam

presfektif fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah, pemahaman hadis dilihat dari latar belakang terjadinya dan petunjuk hadis yang saling bertentangan, serta pengaplikasian metode pendekatan burhani pada hadis tentang jilatan anjing yang mana melahirkan pemahaman tekstual terhadap hadis tentang jilatan anjing.

BAB V, merupakan penutup yang terdiri dari kesimpulan seluruh

uraian yang telah dikemukakan atas permasalahan yang diteliti, kemudian disertai dengan saran-saran.

(33)

13

MANHAJ TARJIH MUHAMMADIYAH

A. Manhaj Tarjih Muhammadiyyah

Muhammadiyah merupakan sebuah gerakan pembaruan sosial yang berbasis nilai-nilai keagamaan Islam. Muhammadiyah sendiri mendefinisikan dirinya sebagai “Gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf

nahi munkar dan tajdid, bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah, (serta) berasas Islam.”1 Sebagai demikian, muhammadiyah tentu terlibat

dalam pengkajian penafsiran, dan penerapan ajaran agama Islam itu sendiri. Untuk tujuan tersebut didalam persyarikatan ini diadakan suatu majelis khusus yang bertugas melaksanakan tanggung jawab dimaksud, yang sekarang dinamakan Majelis Tarjih dan Tajdid yang terdapat pada setiap level organisasi sejak tingkat pusat dan cabang.2

Dalam melaksanakan pengkajian dan penafsiran ajaran agama tentu ada prinsip dan metode tertentu yang dipegangi. Prinsip dan metode tersebut disebut manhaj tarjih.3

a. Arti Tarjih

Menurut bahasa, kata “tarjih” berasal dari “rajjaha”. Rajjaha berarti memberi pertimbangan lebih dari pada yang lain. Menurut istilah, para ulama berbeda-beda dalam memberikan perumusan tarjih ini.

1 Anggaran Dasar Muhammadiyah, Tahun 2005, Pasal 4 ayat (1) dan Berita

Resmi Muhammadiyah, edisi khusus, No. 1/2005 (Rajab 1426 H/September 2005 M).

11.

2 Majelis Tarjih Muhammadiyah didirikan pertama kali tahun 1928 sebagai

buah dari Keputusan Kongres Muhammadiyah ke-16 di Pekalongan tahun 1927. Kelembagaan Majelis Tarjih lengkap dengan susunan pengurus dan Qaidah Majelis Tarjih disahkan dalam Kongres Muhammadiyah ke-17 di Jogjakarta tahun 1928 dengan ketua pertamanya KH. Mas Mansur (w.1365/1946). Pada tahun 1995 sampai dengan tahun 2005, Majelis ini disebut Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam. Pada periode 2005 hingga sekarang lembaga ini diberi nama Majelis Tarjih dan Tajdid.

3 Syamsul Anwar, Manhaj Tarjih Muhammadiyah (Yogyakarta: Panitia

(34)

Sebagian besar ulama Hanafiyah, Syafi’iyyah, dan Hanabilah, memberikan rumusan bahwa tarjih itu perbuatan mujtahid, sehingga dalam kitab Kasyf-u ‘I-Asar disebutkan, bawa tarjih itu adalah :

َ تَ ق

َ د

َ ي

َ مَ

َ لا

َ ج

َ ت

َ ه

ا

َ د

ََ أ

َ ح

َ د

َ

َ طلا

َ ر

َ يَ ق

َ ي

َ ن

َ

َ لا

َ م

َ ع

َ را

َ ض

َ ي

َ ن

ََ ل

َ م

َ فَا

َ ي

َ ه

َ

َ م

َ ن

َ

َ م

َ ز

َ ي

َ ة

َ

َ م

َ ع

َ تَ ب

َ ر

َ ةَ

َ ت

َ ج

َ ع

َ ل

َ

َ لا

َ ع

َ م

َ ل

ََ أ

َ و

َ ل

ى

َ

َ م

َ ن

َ

َ لا

َ خ

َ ر

“Usaha yang dilakukan oleh Mujtahid untuk mengemukakan satu diantara dua jalan yang bertentangan, kecuali adanya kelebihan yang nyata untuk dilakukan tarjih itu.” Dalam penjelasan kitab tersebut dikatakan bahwa mujtahid yang mengemukakan satu dari dua dalil itu lebih kuat dari yang lainnya.

Frasa “manhaj tarjih” secara harfiah berarti cara melakukan tarjih. Sebagai sebuah istilah, manhaj tarjih lebih dari sekedar cara bertarjih. Istilah tarjih sendiri sebenarnya berasal dari disiplin ilmu Ushul

Fiqih. Dalam ilmu ushul fiqih, tarjih berarti melakukan penilaian

terhadap dalil-dalil syar’i secara zahir tampak saling bertentangan atau evaluasi terhadap pendapat-pendapat fiqih untuk menentukan mana yang lebih kuat. Ar-Ra>zi> mendefinisikan tarjih dalam ushul fiqih sebagai :”menguatkan salah satu dalil atas yang lain sehingga diketahui mana

yang kuat, lalu diamalkan yang lebih kuat itu dan tinggalkan yang tidak kuat.” Definisi Ar-Ra>zi> ini menjelaskan dua hal pokok tentang

pengertian tarjih, yaitu:

a. Bahwa tarjih itu adalah perbuatan mujtahid dan bukan sifat dari suatu dalil.

b. Bahwa obyek tarjih adalah dalil-dalil yang tampak saling bertentangan untuk diambil yang lebih kuat.4

Barangkali akan lebih sempurna kalau kita tambahkan pengertian yang menyebutkan adanya pertentangan dua dalil itu dalam kualifikasi

(35)

yang sama, seperti yang dikemukakan oleh ustadz Ali Hasballah, dengan rumusan :

َ ا

َ ظ

َ ه

ا

َ ر

َ

َ ما

َ تَ ي

َ زا

ََ أ

َ ح

َ د

َ

َ دلا

َ لَ ي

َ لَ ي

َ ن

َ

َ لا

َ م

َ ت

َ م

َ ثا

َ لَ ي

َ ن

ََ ب

َ و

َ ص

َ ف

ََ ي

َ ج

َ عَ

لَ ه

ََ أ

َ و

َ ل

ى

ََ ب

َ لا

َ ع

َ تَ ب

َ را

َ

َ م

َ ن

َ

ا

ل

َ خ

َ ر

َ

“Menampakkan kelebihan salah satu dari dua dalil yang sama dengan sesuatu yang menjadikannya lebih utama dari yang lain dalam ungkapan atau penggunaannya.”5

B. Unsur-Unsur Tarjih

Ketentuan ulama ushul menetapkan, bahwa tarjih akan terpenuhi dengan adanya unsur-unsur: Pertama, adanya dua dalil. Kedua, adanya sesuatu yang menjadikan salah satu dalil itu lebih utama dari yang lain. Sedangkan untuk dua dalil itu diisyaratkan:

a. Bersamaan martabatnya. b. Bersamaan kekuatannya.

c. Keduanya menetapkan hukum yang sama dalam satu waktu.

Mengenai sesuatu yang menjadikan salah satu dalil itu lebih utama dari yang lain, dijabarkan oleh ulama ushul secara panjang lebar dan mendetail. Sebagai acuan dapat dilihat uraian Imam al-Ghazali> dalam kitabnya “Al-Mustasyfa” atau uraian al-Amidi dalam kitabnya “Al-Ihkam fi Ushul-i ‘l-Ahkam”.

Al-‘Iraqi memberikan keterangan sesuatu yang dapat dijadikan dasar untuk mentarjih itu sampai 110 macam.

Pada permulaan abad 20 umat Islam Indonesia menyaksikan munculnya gerakan pembaharuan pemahaman dan pemikiran Islam yang pada esensinya dapat dipandang sebagai salah satu mata rantai dari serangkaian gerakan pembaharuan Islam yang telah dimulai sejak dari

5Asjumuni Abdurrahman, Manhaj Tarjih Muhammadiyah (Metodologi dan

(36)

Ibnu Taimiyyah di Siria, diteruskan Muhammad ‘Ibnu ‘Abdul Wahab di Saudi Arabia dan kemudian Jamaluddin al-‘Afghani bersama muridnya Muhammad ‘Abduh dimesir. Munculnya gerakan pembaharuan pemahaman agama itu merupakan sebuah fenomena yang menandai proses Islamisasi yang terus berlangsung. Dengan proses Islamisasi yang terus berlangsung –Meminjam konsep Nakamura- dimaksudkan suatu proses dimana sejumlah besar orang islam memandang keadaan agama yang ada, termasuk diri mereka sendiri, sebagai belum memuaskan. Karenanya langkah perbaikan diusahakan untuk memahami kembali tentang Islam, dan selanjutnya berbuat sesuai dengan apa yang mereka anggap sebagai standard Islam yang benar.6

Peningkatan agama seperti itu tidak hanya merupakan pikiran-pikiran abstrak tetapi diungkapkan secara nyata dalam bnetuk organisasi-organisasi yang bekerja secara terprogram. Salah satu organisasi-organisasi itu di indonesia adalah Muhammadiyah yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H bertepatan dengan 18 November 1912. KH. Ahmad Dahlan yang semasa kecilnya bernama Muhammad Darwis dilahirkan di Yogyakarta tahun 1968 atau 1969 dari ayah KH. Abu Bakar, Imam dan Khatib Masjid Besar Kauman, dan Ibu yang bernama Siti Aminah binti KH. Ibrahim penghulu besar di Yogyakart. KH. Ahmad Dahlan kemudian mewarisi pekerjaan ayahnya menjadi khatib masjid besar di Kauman. Disinilah ia melihat praktek-praktek agama yang tidak memuaskan di kalangan abdi dalem keraton, sehingga membangkitkan sikap kritisnya untuk memperbaiki keadaan.7

6Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, “Sejarah,” Diakses, 24

Oktober, 2017, http://tarjih.muhammadiyah.or.id/content-3-sdet-sejarah. html

7 Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, “Sejarah,” Diakses, 24

(37)

Persyarikatan Muhammadiyah pada mulanya didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan bersifat lokal, tujuannya terbatas pada penyebaran agama dikalangan penduduk Yogyakarta. Pasal dua Anggaran Dasarnya yang asli berbunyi (dengan ejaan baru), maka perhimpunan itu maksudnya: a. Menyebarkan pengarjaran Agama Kanjeng Nabi Muhammad Sallahu

‘Alaihi Wassalam kepada penduduk Bumiputra di dalam residentie Yogyakarta.

b. Memajukan hal Agama Islam kepada anggota-anggotanya8

Berkat kepribadian dan kemampuan Dahlan memimpin organisasinya, maka dalam waktu singkat organisasi itu mengalami perkembangan pesat sehingga tidak lagi dibatasi pada residensi Yogyakarta, melainkan meluas ke seluruh jawa dan menjelang tahun 1930 telah masuk ke pulau-pulau luar jawa.9

Misi utama yang dibawa oleh Muhammadiyah adalah pembaharuan (Tajdid) pemahaman agama. Adapun yang dimaksud dengan pembaharuan oleh Muhammadiyah ialah yang seperti dikemukakan oleh M. Djindar Tamimy: Maksud dari kata-kata “Tajdid” (Bahasa Arab) yang artinya pembaharuan adalah mengenai dua segi, ialah dipandang menurut sasarannya:

1. Pembaharuan dalam arti mengembalikan kepada keasliannya atau kemurniannya, ialah bila tajdid itu sasarannya mengenai soal-soal prinsip perjuangan yang sifatnya tetap atau tidak berubah-ubah. 2. Pembaharuan dalam arti modernisasi. Ialah bila tajdid itu sasarannya

mengenai masalah seperti: metode sistem, teknik strategi, taktik

8 Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. “Sejarah,” Diakses, 24

Oktober, 2017, http://tarjih.muhammadiyah. or.id/content-3-sdet-sejarah. html

9 Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. “Sejarah,” Diakses 24

(38)

perjuangan, dan lain-lain yang sebangsa itu, yang sifatnya berubah-ubah, disesuaikan dengan situasi dan kondisi ruang dan waktu.10

Tajdid dalam kedua artinya itu sesungguhnya merupakan watak daripada ajaran islam itu sendiri dalam perjuangannya. Disimpulkan bahwa pembaharuan itu tidaklah selamanya berarti memodernkan, akan tetapi juga memurnikan, membersihkan yang bukan ajaran.11

Muhammadiyah adalah gerakan keagamaan yang bertujuan menegakkan agama islam ditengah-tengah masyarakat, sehingga terwujud masyarakat islam sebenar-benarnya. Islam sebagai agama terakhir tidaklah memisahkan masalah rohnai dan persoalan Dunia, tetapi mencakup kedua segi ini. Sehingga Islam yang memancar ke dalam berbagai aspek kehidupan tetaplah merupakan satu kesatuan. Pembaharuan Islam sebagai satu kesatuan inilah yang ditampilkan muhammadiyah itu sendiri. Sehingga dalam perkembangan sekarang ini Muhammadiyah menampakan diri sebagai pengembangan dari pemikiran perluasan gerakan-gerakan yang dilahirkan oleh KH. Ahmad Dahlan sebagai karya amal shaleh.12

Usaha pembaharuan Muhmmadiyah secara ringkas dapat dibagi ke dalam tiga bidang garapan, yaitu: bidang keagamaan, pendidikan, dan kemasyarakatan. Akan tetapi pada sub-bab ini penulis hanya menjelaskan bagian bidang keagamaan saja :

a. Bidang keagamaan

Pembaharuan dalam bidang keagamaan ialah penemuan kembali ajaran atau prinsip dasar yang berlaku abadi, yang karena waktu,

10 Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. “Sejarah,” Diakses 24

Oktober, 2017, http://tarjih.muhammadiyah. or.id/content-3-sdet-sejarah. html

11 Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. “Sejarah,” Diakses, 24

Oktober, 2017, http://tarjih.muhammadiyah. or.id/content-3-sdet-sejarah. html

12 Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. “Sejarah,” Diakses 24

(39)

lingkungan situasi dan kondisi mungkin menyebabkan dasar-dasar tersebut kurang jelas tampak tertutup oleh kebiasaan dan pemikiran tambahan lain.13

Diatas telah dijabarkan bahwa yang dimaksud pembaharuan dalam bidang keagamaan adalah memurnikan dan mengembalikan kepada keasliannya. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan agam baik menyangkut aqidah (keimanan) ataupun ritual (ibadah) haruslah sesuai dengan yang aslinya yaitu sebagaimana diperintahkan oleh Allah dalam al-Qur’an dan dituntun oleh Nabi Muhammad SAW dalam sunah-sunahnya.14

Dalam masalah aqidah Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah dan khufarat tanpa mengabaikan prinsip-prinsip toleransi menurut ajaran islam, sedang dalam ibadah Muhammadiyah berkerja untuk tegaknya ibadah tersebut sebagaimana yang dituntukan Rasulullah SAW tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.15

Dengan kembali kepada ajaran dasar ini yang disebut al-Qur’an dan Hadis, Muhammadiyah berusaha menghilangkan segala macam tambahan yang datang kemudian dalam agama. Di indonesia keadaan ini terasa sekali, bahwa keadaan keagamaan yang nampak adalah serapan dari berbagai unsur kebudayaan yang ada.16

Majelis Tarjih didirikan atas dasar keputusan kongres Muhammadiyyah ke- XVI di pekalongan pada tahun 1927 yang pada

13 Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. “Sejarah,” Diakses 24

Oktober, 2017 http://tarjih.muhammadiyah. or.id/content-3-sdet-sejarah. html

14Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. “Sejarah,” Diakses 24

Oktober, 2017 http://tarjih.muhammadiyah. or.id/content-3-sdet-sejarah. html

15 Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. “Sejarah,” Diakses 24

Oktober, 2017, http://tarjih.muhammadiyah. or.id/content-3-sdet-sejarah. html

16 Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. “Sejarah,” Diakses 24

(40)

saat itu K.H. Ibrahim (1878-1934) masih menjabat sebagai Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan atas usul dari K.H. Mas Mansyur, seorang tokoh ulama Muhammadiyah yang bersal dari Surabaya.

Pada kongres tersebut diusulkan bahwa Muhammadiyah perlu memiliki sebuah lembaga yang menangani persoalan-persoalan hukum agama. Melalui lembaga ini diharapkan persoalan tersebut bisa dihadapi khususnya oleh warga muhammadiyah. Sehingga warga Muhammadiyah tidak terpecah belah dalam mengamalkan ajaran islam, khususnya masalah yang terkait dengan masalah khilafiyah.

Fungsi dari majelis ini adalah mengeluarkan fatwa atau memastikan hukum tentang masalah-masalah tertentu, menghidupkan tarjih, tajdid, dan pemikiran Islam dalam Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan yang kritis-dinamis dalam kehidupan masyarakat dan proaktif dalam menjalankan problem dan tantangan perkembangan sosial budaya dan kehidupan pada umunya sehingga Islam selalu menjadi sumber pemikiran, moral, dan praksis sosial di tengah kehidpan masyarakat, bangsa dan negara yang sangat kompleks.17

Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah No. 5/PP/1971 menetapkan Qaidah Lajnah Tarjih. Dalam pasal 2 disebutkan bahwa tugas dari Majlis Muhammadiyah adalah:

a. Menyelidiki dan memahami ilmu agama islam untuk memperoleh kemurniannya.

b. Menyusun tuntunan akidah, akhlak, ibadah, dan muamalah duniawiyah.

c. Memberi fatwa dan nasihat, baik atas permintaan maupun Tarjih sendiri yang memandang perlu.

17 Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. “Sejarah,” Diakses 24

(41)

d. Menyalurkan perbedaan pendapat/faham dalam bidamg keagamaan kearah yang lebih maslahat.

e. Mempertinggi mutu ulama.

f. Hal-hal dalam bidang keagamaan yang diserahkan oleh Pimpinan Pusat.

Masalah itu tidak perlu semata-mata terletak pada bidang agama dalam arti sempit, tetapi mungkin juga terletak pada masalah yang dalam arti biasa tidak terletak dalam bidang agama, tetapi pendapat apapun juga haruslah dengan sendirinya didasarkan atas syari’ah yaitu al-Qu’an dan Hadis yang dalam proses pengambilan hukumnya didasarkan pada ilmu ushul fiqh. Majelis ini berusaha untuk mengembalikan suatu persoalan kepada sumbernya yaitu al-Qur’an dan al-Hadis, baik masalah itu semula sudah ada hukumnya dan berjalan dimasyarakat tetapi masih dipertikaikan dikalangan umat islam, ataupun yang merupakan masalah-masalah baru, yang sejak semula memang belum ada ketentuan hukumnya, seperti masalah keluarga berencana, bayi tabung, bank dan lain-lain.

b. Tokoh-Tokoh yang berpengaruh dalam Majelis Tarjih Muhammadiyah

Setelah usul K.H. Mas Mansyur diterima secar aklamasi oleh peserta kongres tentang Majelis Tarjih, maka untuk melengkapi kepengurusan dari Majelis Tarjih, yang kemudian segera dibentuk panitia. Panitia perumus ini beranggota tujuh orang ulama Muhammadiyah yang bertugas membuat rancangan qaidah dan membentuk susunan pengurus Majelis Tarjih Pusat.

(42)

1. K.H. Mas Mansyur, Surabaya18

2. A. R. Sutan Mansyur, Maninjau19

3. H. Muchtar, Yogyakarta. 4. H. A. Mukti, Kudus 5. Kartosudharmo, Jakarta 6. M. Kusni, dan

7. M. Junus Anis, Yogyakarta.

Setelah panitia selesai merumuskan kemudian hasilnya dibawa kedalam kongres Muhammadiyah ke 17 tahun 1923 di Yogyakarta, dan dalam kongres tersebut sekaligus disahkan tentang Qaidah Majelis Tarjih. Adapun susunan pengurus Majelis Tarjih Pusat yang pertama adalah sebagai berikut:

1. K.H. Mas Mansyur, sebagai Ketua. 2. K.H. R. Hajid, sebagai Wakil Ketua. 3. H.M. Aslam Zainuddin, sebagai Sekretaris. 4. H. Jazari Hisyam, sebagai Wakil Sekretaris.

5. K.H. Badawi , K.H. Hanad, K.H. Washil, K.H. Fadlil dan lain-lain yang kesemuanya itu menjadi anggota. Majelis Tarjih ini sendiri tidak memiliki bendahara karena semua biaya yang dikeluarkan ditanggung oleh persyarikatan Muhammadiyah.

Dalam pemilihan ketua Majelis Tarjih tidak ada periodesasinya karena Majelis Tarjih itu termasuk dalam unsur pembantu dalam persyarikatan. Jadi untuk jabatan ketuapun secara normalnya mengikuti

18 K.H Mas Mansyur (1896-1946) yang berasal dari Surabaya, Jawa timur.

Beliau juga pernah menjadi Ketua Pengurus Besar yang kini Pimpinan Pusat dari tahun 1937 sampai 1944.

19 Buya Ahmad Rasyid Sutan Mansur yang berasal dari Minangkabau,

Sumatera Barat, Beliau juga pernah menjadi Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyyah periode 1953-1969.

(43)

periodesasi di Persyarikatan yaitu selama 5 tahun. Dalam pemilihan agar bisa menjadi ketua Majelis Tarjih tergantung kapsitasnya diantaranya alim ibadahnya, cerdik cendekiawan, intelektual yang tinggi dan ilmu keagamaanya itu lebih tinggi dari pada yang lainnya. Pemilihan untuk menjadi ketua Majelis Tarjih tidak dilakukan dalam Muktamar akan tetapi dipilih dan ditunjuk langsung oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dan juga bisa menjabat lebih dari satu periode (lebih dari 5 tahun).

C. Visi dan Misi Majlis Tarjikh Muhammadiyah

a. Visi

Tertatanya manajemen dan jaringan guna meningkatkan efektifitas kinerja Majelis menuju gerakan tarjih dan tajdid yang lebih maju, profesional, modern, dan otoritatif sebagai landasan yang kokoh bagi peningkatan kualitas persyarikatan dan amal usaha20

b. Misi

1. Mewujudkan landasan kerja Majelis yang mampu memberikan ruang gerak yang dinamis dan berwawasan ke depan.

2. Revitalisasi peran dan fungsi seluruh daya majelis.

3. Mendorong lahirnya ulama tarjih yang teroganisasi dalam sebuah intitusi yang lebih memadai.

4. Membangun model jaringan kemitraan yang mendukung terwujudnya gerakan tarjih dan tajdid yang lebih maju, profesional, modern, dan otoritatif.

5. Menyelenggarakan kajian terhadap norma-norma islam guna mendapatkan kemurniannya, dan menemukan substansinya agar

20 Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. “Visi,” Diakses 28 Oktober,

(44)

didapatkan pemahaman baru sesuai dengan dinamika perkembangan zaman.

6. Menggali dan mengembangkan nilai-nilai Islam, serta menyebarluaskannya melalui berbagai sarana publikasi.21

D. Metode-Metode Ijtihad Manhaj Tarjih dan Tajdid

Muhammadiyah

a. Sumber-sumber Ajaran Agama

Manhaj (metodologi) tarjih juga mengandung pengertian sumber-sumber pengambilan diktum ajaran agama. Sumber pokok ajaran agama islam adalah al-Qur’an dan as-Sunnah yang ditegaskan dalam sejumlah dokumen resmi Muhammadiyah, yaitu antara lain:

1. Pasal 4 ayat (1) Anggran Dasar Muhammadiyah yang telah dikutip diatas yang menyatakan bahwa “Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, Dakwah ‘Amar Ma'ruf Nahi> Munkar dan Tajdid, bersumber kepada al-Qur’an dan as-Sunnah.

2. Putusan Tarjih di Jakarta Tahun 2000 Bab II ankgka 1 menegaskan, “Sumber ajaran islam adalah Qur’an dan as-Sunnah al-Maqbulah.“22 Putusan Tarjih ini merupakan penegasan kembali apa

yang sudah ditegaskan dalam putusan-putusan terdahulu.23

َ تلاَ ي فَ ل ص لأا

َ ش

َ ر

ََ ي

َ ع

ََ ا

َ ل

َ س

َ ل

َ م

َ ي

َ

َ ع

َ ل

َ اَ ى

َ ل

َ ط

َ ل

َ َِ

َ

َ ه

َ و

ََ ا

َ قل

َ ر

َ نآ

ََ ا

َ كل

َ ر

َ ي

َ مَ

َ و

َ ا

َ حل

َ د

َ ي

َ ث

َ

َ شلا

َ ر

َ ي

َ ف

َ

21 Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. “Misi,” Diakses 28 Oktober,

2017, http://tarjih .muhammadiyah.or.id/content-6-sdet-misi.html

22 Keputusan Musyawarah Nasional XXV Tarjih Muhammadiyah di Jakarta

Tahun 2000, (Yogyakarta: Sekretariat Majelis Tarjih dan Tajdid, 2012). 6

(45)

"Dasar mutlak dalam penetapan hukum islam adalah al-Qur'an dan al-Hadis asy-Syarif."24

Mengenai hadis (sunnah) yang dapat menjadi hujah adalah sunnah makbulah seperti ditegaskan dalam Putusan Tarjih Jakarta tahun 2000 yang dikutip diatas. Istilah sunnah makbulah merupakan perbaikan terhadap rumusan lama dalam Himpunan Putusan Tarjih tentang definisi agama islam yang menggunakan ungkapan “sunnah sahihah.” Istilah sunnah sahihah sering menimbulkan salah paham dengan mengindetikkannya dengan hadis sahih. Akibatnya hadis hasan tidak diterima sebagai hujah syari’ah, padahal sudah menjadi ijmak seluruh umat islam bahwa hadis hasan juga menjadi hujah agama. Oleh karena itu, untuk menghindari salah paham tersebut, rumusan itu diperbaiki sesuai dengan maksud sebenarnya dari rumusan yang bersangkutan, yaitu bahwa yang dimaksud sunnah sahihah adalah sunnah yang bisa menjadi hujah, yaitu hadis sahih dan hadis hasan.25

Karenanya dalam rumusan baru dikatakan “sunnah makbulah”, yang berarti sunnah yang dapat diterima sebagai hujjah agama, baik berupa hadis sahih maupun hadis hasan.

Hadis daif tidak dapat dijadikan hujah syari’ah. Namun ada suatu pengecualian dimana hadis daif bisa juga menjadi hujjah, yaitu apabila hadis tersebut :

1. Banyak jalur periwayatannya sehingga satu sama lain saling menguatkan.

2. Ada indikasi berasal dari Nabi Muhammad saw. 3. Tidak bertentangan dengan al-Qur’an.

24 Himpunan Putusan Tarjih, cet. Ke-3 (Yogyakarta: Pimpinan Pusat

Muhammadiyah,t.t.), 278.

Gambar

Tabel  di  atas  menggambarkan  jalur  periwayataan  al-A’raj  bersambung  pada  Nabi  Saw,  sementara  Ata  terhenti  pada  Abu  Hurairah

Referensi

Dokumen terkait

11 Juni 2013 tentang Penetapan Penyedia Barang / Jasa Kegiatan APBD Tahun Anggaran 2013 Dinas Pekerjaan Umum, Pertambangan dan Energi Kabupaten Labuhanbatu Selatan1. Nomor Paket

Sistem pencernaan berpengaruh dengan pemenuhan nutrisi, dikarenakan nutrisi yang didapatkan oleh sapi berasal dari sumber makanan yang di makan oleh sapi dan pemrosesan saat

Analisis data dalam penelitian kualitatif adalah proses mencari dan mengatur secara sistematis transkrip wawancara, catatan lapangan, dan bahan- bahan yang lain yang telah

- OTONOMI DAERAH, PEMERINTAHAN UMUM, ADMINISTRASI KEUANGAN DAERAH, PERANGKAT DAERAH, KEPEGAWAI. Ringkasan Anggaran Pendapatan

Hasim Purba, SH, M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktunya

Dalam menjalankan kegiatan pelayanan, Customer Service Officer harus mampu bertanggung jawab melayani setiap nasabah dari awal hingga selesai. Nasabah akan merasapuas jika

Akibat hukum yang timbul bagi para pihak yang melakukan pelanggaran di bidang paten... Upaya-upaya penegakan hukum bidang paten di Kabupaten

Dari hasil penelitian yang ada, rumusan masalah pada perancangan sistem informasi e- learning menggunkan metode cooperative problem based learning dengan menyajikan