• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu tanaman yang dapat digunakan dalam bidang kosmetik adalah jambu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu tanaman yang dapat digunakan dalam bidang kosmetik adalah jambu"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini banyak masyarakat yang menggunakan berbagai produk kosmetik. Salah satu tanaman yang dapat digunakan dalam bidang kosmetik adalah jambu biji (Psidium guajaya L.). Pemanfaatan jambu biji (Psidium guajaya L.) dilakukan dengan cara mengkonsumsi daunnya atau diekstrak terlebih dahulu.

Menurut Sudarsono dkk. (2002), daun jambu biji (Psidium guajaya L.) mengandung flavonoid, tanin, fenolat dan minyak atsiri yang mampu bertindak sebagai antioksidan, sehingga perlu dikembangkan suatu sediaan yang dapat diaplikasikan secara topikal sebagai kosmetika. Efektivitas dan kenyamanan dalam penggunaan ekstrak daun jambu biji dapat ditingkatkan dengan cara memformulasikannya dalam bentuk sediaan gel, yang memiliki keuntungan antara lain tidak lengket, konsentrasi pembentuk gel hanya sedikit untuk membentuk massa gel yang baik, dan viskositas gel tidak mengalami perubahan yang berarti pada suhu penyimpanan (Lieberman dkk., 1989). Karbopol merupakan geling agent yang memiliki kemampuan mengentalkan lebih efisien pada viskositas tinggi dan menghasilkan gel dengan tingkat kejernihan yang baik (Allen, 2002), sehingga dianggap sudah cukup untuk membuat sediaan gel yang memiliki pH 4,5-6,5, viskositas < 300 dPa.s, daya sebar 3-5 cm dan daya lekat >1 detik.

(2)

Dalam membuat sediaan gel, basis gel seringkali ditambahkan bahan humektan atau pelembab untuk memperbaiki konsistensinya dan juga dapat berfungsi sebagai cosolvent (Rowe dkk., 2006). Salah satu bahan humektan adalah propilen glikol. Dengan meningkatnya kelarutan, maka sediaan akan lebih mudah melepas zat aktif dari basis dan akan berpengaruh pada efektivitasnya. Dalam memformulasikan sediaan gel ada beberapa metode yang dapat dilakukan untuk mendapatkan optimasi formula. Salah satunya adalah metode SLD, yang cocok untuk mencari perbandingan komponen optimal dalam kegiatan optimasi formula (Zhu dkk., 2008). Metode ini cocok untuk prosedur optimasi formula dimana jumlah total dari bahan yang berbeda adalah konstan. Pelaksanaan metode SLD yaitu dengan mempersiapkan formulasi yang bervariasi terdiri dari kombinasi bahan tambahan (Bolton, 1997).

Dari uraian di atas, dilakukan optimasi perbandingan kombinasi karbopol dan propilen glikol dengan metode SLD untuk menghindari trial and error dalam usaha memperoleh hasil gel ekstrak daun jambu biji (Psidium guajaya L.) dengan sifat fisik gel optimal. Penelitian ini dilakukan untuk memperbaiki penelitian sebelumnya oleh Reza Fauziah (2016) yang berjudul “Formulasi Gel Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) dengan Kombinasi Karbopol dan CMC-Na Menggunakan Metode Simplex Lattice Design”. Dalam penelitian yang dilakukan tersebut, viskositas dari gel ekstrak daun jambu biji terlalu tinggi yaitu 520 dPa.s. Sedangkan gel dengan viskositas 300-450 dPa.s sudah sulit untuk diaplikasikan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini juga hanya digunakan satu basis yaitu karbopol. Disamping itu, ada juga penelitian yang dilakukan oleh Rusdiana yang

(3)

berjudul “Formulasi Gel Antioksidan dari Ekstrak Daun jambu Biji (Psidium guajava L) dengan Menggunakan Aqupec HV-505” yang membahas IC50 ekstrak daun jambu

biji dan formulasi gel. Dalam penelitian ini didapatkan nilai IC50 ekstrak daun jambu

biji sebesar 7,2 mg/100 ml atau 0,0072%. Namun, hasil uji stabilitas viskositas dan pH dari penelitian ini menunjukkan ketidakstabilan selama masa penyimpanan dan basis yang dipakai cukup mahal. Oleh karena itu, dilakukan penelitian ini dengan basis karbopol yang lebih murah dibandingkan aqupec HV-505, dan memperbaiki stabilitas serta viskositas sediaan gel ekstrak daun jambu biji. Dalam penelitian ini, dicari perbandingan yang sesuai antara karbopol sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan sehingga menghasilkan formula optimal gel ekstrak daun jambu biji (Psidium guajaya L.) yang memenuhi syarat kualitas, serta mengujinya terhadap sifat fisik gel selama masa penyimpanan. Pelaksanaan optimasi pada kombinasi dari Karbopol dan proilen glikol menggunakan metode SLD dalam software Design Expert® version 7.1.5.

B. Rumusan Masalah

1. Berapakah perbandingan kombinasi Karbopol dan propilen glikol pada formulasi gel ekstrak daun jambu biji (Psidium guajaya L.) yang dapat memberikan sifat fisik optimal dengan metode SLD?

2. Bagaimanakah stabilitas fisik formula optimal gel ekstrak daun jambu biji (Psidium guajaya L.) selama penyimpanan?

(4)

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui perbandingan konsentrasi kombinasi Karbopol, propilen glikol pada formulasi gel ekstrak daun jambu biji (Psidium guajaya L.) yang dapat memberikan sifat fisik optimal dengan metode Simplex Lattice Design.

2. Mengetahui stabilitas fisik formula optimal gel ekstrak daun jambu biji (Psidium guajaya L.) selama penyimpanan

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai contoh formulasi gel dengan bahan alam yaitu ekstrak etanolik daun jambu biji (Psidium guajava L.) yang menghasilkan sifat dan stabilitas fisik yang optimal. Penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya dibidang pembuatan sediaan bahan alam sehingga dapat didapatkan sediaan gel yang berkualitas dengan menggunakan ekstrak etanolik daun jambu biji (Psidium guajava L.)

E. Tinjauan Pustaka 1. Daun jambu biji (Psidium guajava L.)

Bagian tanaman jambu biji (Psidium guajava L.) yang sering dimanfaatkan karena memiliki banyak manfaat adalah buah dan daunnya. Daun jambu biji berwarna hijau berbentuk bundar menjorong dengan panjang sekitar 5-13 cm dan lebar 3-6 cm, pinggir daun rata agak menggulung ke atas, ibu tulang daun dan tulang cabang menonjol pada permukaan bawah, serta bertulang menyirip. Sistematika tanaman Psidium guajava L. (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991) dapat dilihat pada tabel I.

(5)

Gambar 1. Daun jambu biji (Psidium guajava L.)

Tabel I. Sistematika tanaman (Psidium guajava L.)

(Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991)

Daun jambu biji mengandung flavonoid, tanin (17,40%), fenolat (575,3 mg/g), dan minyak atsiri (Sudarsono dkk., 2002). Salah satu flavonoid yang terkandung dalam daun jambu biji adalah kuersetin. Senyawa inilah yang diperkirakan bertanggung jawab terhadap efek antioksidan ekstrak daun jambu biji.

Kuersetin merupakan senyawa yang ada pada buah-buahan dan sayuran yang memiliki struktur yang terdiri dari lima gugus hidroksil yang menetukan aktivitas biologi campuran dan jumlah derivat yang mungkin (Materska, 2008). Kuersetin merupakan salah satu antioksidan yang paling poten diantara golongan antioksidan polifenol (Kaur dan Kapoor, 2001).

Divisi Spermatophyta

Sub divisi Angiospermae

Kelas Dicotyledonae

Bangsa Myrtales

Suku Myrtaceae

Marga Psidium

(6)

2. Ekstraksi

Ekstrak adalah hasil ekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, lalu hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan dengan kondisi sediaan yang pekat (DepKes RI, 1995).

Ekstraksi adalah peristiwa pengeluaran zat aktif dari suatu bahan dengan menggunakan pelarut tertentu sehingga zat aktif dapat larut dalam pelarut (Harbone, 1987). Pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi harus dapat melarutkan zat yang akan diekstraksi dan memisahkannya dari bahan dan zat yang lain sehingga ekstrak hanya akan mengandung zat-zat atau senyawa yang diinginkan. Ekstraksi daun jambu biji mengggunakan metode maserasi (perendaman). Metode ini dipilih untuk mencegah kerusakan senyawa-senyawa komponen oleh suhu tinggi. Pemilihan pelarut didasarkan pada lima faktor utama menurut DepKes RI, 2000, antara lain (1) selektivitas (2) mudah untuk digunakan (3) murah (4) ramah lingkungan dan (5) aman.

3. Gel

Gel merupakan sediaan setengah padat yang berupa dispersi koloid yang memiliki kekuatan oleh adanya jaringan yang saling berikatan pada fase terdispersi. Gel merupakan sediaan yang baik dalam sistem penghantaran obat untuk berbagai rute dan dapat diaplikasikan untuk berbagai macam bahan obat (Allen, 2002). Gel berdasarkan jumlah fasenya, dapat dibedakan menjadi gel fase tunggal dan gel fase ganda. Berikut uraian jenis gel berdasarkan fasenya:

(7)

a) Gel fase tunggal adalah gel yang terdiri dari makromolekul organik yang tersebar merata dalam cairan yang sedemikian rupa hingga tidak terlihat adanya ikatan antara makromolekul yang terdispersi dan cairan (DepKes RI, 1995).

b) Gel sistem dua fase adalah kasus di mana massa gel terdiri dari partikel-partikel kecil yang terpisah, gel disebut sistem dua fase sering disebut sebagai magma atau susu. gel dapat menebal dan membentuk thixotrope, dan harus digojog terlebih dahulu sebelum digunakan untuk mencairkan gel dan memungkinkan kemudahan menuangkan (Ansel dkk., 1999). Sediaan gel mengandung cairan pembawa yang berupa air atau alkohol dan basis gel seperti derivat selulosa, pati, Karbopol, gom xantan. Sediaan gel akan terlihat jernih pada sistem satu fase dan terlihat keruh pada sistem dua fase. Gel memiliki sifat kental, tidak berminyak, dan memberikan efek dingin ketika diaplikasikan pada permukaan kulit (Buhse dkk., 2005).

Gel merupakan suatu sistem yang dapat diterima untuk pemberian secara oral, dalam bentuk sediaan yang sesuai dan tepat, atau sebagai kulit kapsul yang terbuat dari gelatin dan digunakan untuk bentuk sediaan obat long-acting yang diinjeksikan secara i.m (intramuskular). Untuk penggunaan sebagai kosmetik, gel telah digunakan dalam berbagai bentuk produk kosmetik termasuk pada shampo, parfum, pasta gigi, kulit, dan sediaan perawatan rambut lainnya. Gel dapat digunakan untuk obat yang dapat diberikan secara topikal (non steril) atau dimasukkan ke dalam lubang tubuh atau mata (gel steril) (DepKes RI, 1995).

(8)

Gel dalam aplikasi atau penggunaannya memiliki beberapa keuntungan antara lain kemampuan penyebaran yang baik pada kulit, sifat sediaannya yang elastis, daya lekat yang baik, memberikan efek dingin, tidak menyumbat pori-pori kulit, mudah untuk dicuci menggunakan air karena sifatnya yang hidrofilik, dan mampu melepaskan obat dengan baik (Voigt, 1984). Sifat khas dari sediaan gel (Zatz & Kushla, 1996) antara lain :

a. Dapat mengembang, karena basis gel dapat mengabsorbsi larutan yang membuat volume bertambah.

b. Sineresis, adalah proses keluarnya cairan yang terjerat dalam massa gel ke atas permukaan gel. Peristiwa ini disebabkan oleh adanya kontraksi dalam massa gel.

c. Bentuk struktur gel resisten terhadap perubahan. Struktur gel bermacam-macam tergantung basis gel yang digunakan. Berdasarkan sifat cairan yang ada di dalam gel, maka gel dapat dibedakan menjadi gel hidrofobik dan gel hidrofilik. Umumnya gel hidrofobik mengandung parafin cair dan polietilen atau minyak lemak dengan bahan pembentuk gel koloidal silika, zink, sabun, atau aluminium (Lieberman dkk., 1989).

Sediaan gel mengandung air cukup tinggi sehingga akan lebih mudah terkontaminasi oleh mikroorganisme. Oleh karena itu, perlu ditambahkan dengan bahan pengawet atau preservatif ke dalam sediaan gel (Voigt, 1984). Kontrol kualitas yang dilakukan pada sediaan gel antara lain:

(9)

a. Organoleptis

Pemeriksaan organoleptis bertujuan untuk menerangkan dan menjelaskan sediaan gel yang meliputi bentuk, warna, bau dan kejernihan. Pengamatan ini dilakukan secara makroskopis (Paye dkk., 2001). Pengamatan organoleptis penting untuk menentukan apakah suatu sediaan gel sudah memenuhi syarat atau belum agar saat pemakaian dapat berefek optimal. b. Homogenitas

Pengujian homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah sediaan gel yang dihasilkan sudah tercampur dengan homogen dan sama rata. Pengujian homogenitas gel dapat diamati di atas kaca objek dengan bantuan cahaya. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat bagian-bagian yang tidak tercampur dengan baik. Gel yang bersifat stabil akan dapat menunjukkan susunan yang homogen.

c. pH

Pemeriksaan pH memiliki fungsi untuk mengetahui derajat keasaman dari sediaan gel yang dihasilkan. Nilai pH adalah nilai yang menunjukkan derajat keasaman suatu bahan. Pengamatan nilai pH dilakukan segera setelah sediaan selesai diproduksi. Sebaiknya besar nilai pH sama dengan nilai pH kulit atau tempat pemakaian untuk menghindari terjadinya iritasi. Untuk sediaan topikal, pH yang dianjurkan adalah 4,5 -6,5 (Draelos, 2006), sedangkan untuk Karbopol, pH yang baik dalam sediaan topikal adalah 5,00-8,00 agar fungsinya efektif (Islam dkk., 2004). Sehingga dari kedua

(10)

sumber pustaka, ditentukan rentang pH sediaan topikal yang baik dengan basis Karbopol adalah 5,00-6,50.

d. Viskositas

Viskositas merupakan suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir, semakin tinggi viskositas maka akan semakin tinggi tahanannya Viskositas menentukan sifat sediaan dalam campuran pada saat proses produksi, proses pengemasan, dan sifat-sifat penting pada saat pemakaian, seperti daya sebar, konsistensi atau bentuk, dan kelembaban. Selain itu, viskositas juga dapat mempengaruhi stabilitas fisik dan bioavailibilitas dari sediaan gel yang dibuat (Paye dkk., 2001). Semakin tinggi viskositas maka waktu retensi atau daya lekat pada tempat aksi akan semakin besar sedangkan daya sebarnya akan semakin kecil. Viskositas sediaan dapat ditingkatkan dengan menambahkan polimer (Donovan & Flanagan, 1996). e. Daya sebar

Pengujian daya sebar bertujuan untuk mengetahui kemampuan penyebaran sediaan gel yang dihasilkan pada tempat aplikasi. Daya sebar yang baik apabila gel mudah digunakan dengan mengoleskan tanpa memerlukan penekanan secara berlebih. Daya sebar dapat berkaitan dengan kenyamanan pada pemakaian. Kemampuan menyebar yang baik di kulit sangat diharapkan pada sediaan topikal. Diameter daya sebar sediaan semipadat sekitar antara 3-5 cm (Garg dkk., 2002).

(11)

f. Daya lekat

Pengujian daya lekat bertujuan untuk mengetahui waktu retensi atau kemampuan melekat suatu sediaan gel yang dihasilkan pada saat penggunaan ditempat aplikasi. Daya lekat merupakan kemampuan sediaan untuk menempel pada lapisan epidermis. Tidak terdapat persyaratan khusus mengenai daya lekat sediaan semipadat. Semakin besar kemampuan gel untuk melekat, maka akan semakin baik penghantaran obatnya. Sediaan semipadat disarankan memiliki daya lekat lebih dari satu detik (Zatz & Kushla, 1996). Apabila daya lekat terlalu rendah dapat mengakibatkan sediaan yang tidak efektif dalam menghantarkan obat saat terapinya nanti karena sediaan yang mudah lepas dari permukaan kulit.

4. Monografi Bahan a. Karbopol

Karbopol merupakan basis gel yang kuat sehingga penggunaannya hanya digunakan dalam rentang 0,5% - 2%. Karbopol bersifat asam, berupa serbuk halus, berewarna putih, serta higroskopis. Karbopol larut di dalam air, etanol, gliserin, dan dapat terdispersi di dalam air untuk membentuk larutan koloidal yang bersifat asam. Karbopol memiliki sifat merekat yang rendah (Rowe dkk., 2006).

d. Propilen glikol

Propilen glikol biasa digunakan untuk solvent atau pelarut dan pengawet untuk sediaan parenteral maupun non-parenteral. Propilen glikol merupakan pelarut yang lebih baik dibandingkan gliserin dan dapat melarutkan berbagai

(12)

macam senyawa, seperi kortikosteroid, fenol, barbiturat dan kebanyakan alkaloid (Rowe dkk., 2006). Propilen glikol memiliki ciri fisik cair, jernih, tidak berwarna, kental, praktis tidak berbau, memiliki rasa manis, dan sedikit tajam menyerupai gliserin. Propilen glikol memiliki fungsi sebagai humektan, penahan lembab, memungkinkan daya sebar yang tinggi dari sediaan, dan melindungi gel dari kemungkinan pengeringan (Rowe dkk., 2006)

e. Metil paraben

Metil paraben dapat digunakan secara tunggal maupun dikombinasikan dengan antimikroba lain. Efek pengawet dari metil paraben dapat meningkat dengan ditambah propilen glikol (2% - 5%) ke dalam sediaan dan digunakan sebagai pengawet untuk sediaan topikal pada konsentrasi 0,02% - 0,3% (Rowe dkk., 2006).

f. NaOH

NaOH yang memiliki pH basa (12-14), di dalam sediaan gel dapat digunakan sebagai penetralisir Karbopol yang memiliki sifat asam. NaOH memiliki ciri fisik berbentuk batang, butiran, massa hablur/keping, kering keras, rapuh, dan menunjukkan susunan hablur putih, mudah meleleh, basah, sangat alkalis, korosif, segera menyerap O2. NaOH juga memiliki sifat mudah larut dalam air (Rowe dkk., 2006).

f. Aquadest

Air murni adalah air yang dimurnikan lewat proses destilasi, dengan menggunakan penukar ion, osmosis balik, atau proses lain yang sesuai. Air murni memiliki ciri-ciri benig, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak

(13)

berasa. Air murni ini dalam formulasi gel memiliki fungsi sebagai pelarut (DepKes RI, 1995).

5. Optimasi menggunakan SLD

Optimasi formula merupakan suatu metode atau desain eksperimental yang bertujuan untuk memperoleh interpretasi formula secara matematis serta memudahkan dalam proses penyusunannya (Armstrong & James, 1986). Metode SLD adalah salah satu teknik yang digunakan dalam prosedur optimasi formula yang digunakan dalam perencanaan formulasi suatu sediaan obat. Prosedur tersebut dapat digunakan untuk menentukan proporsi relatif, komposisi bahan-bahan yang digunakan untuk membuat suatu formula paling optimal mengenai variabel atau hasil yang ditentukan. Suatu masalah umum dalam farmasetika terjadi jika komponen-komponen formulasi diubah dalam upaya untuk mengoptimalkan penampilannya mengenai variabel-variabel seperti kelarutan obat, disolusi, dan kekerasan. Penerapan suatu rancangan SLD dapat digunakan untuk membantu menyelesaikan masalah formulasi sediaan dan akurat dalam memprediksikan hasil eksperimen (Cui dkk.,2009).

Suatu formula terdiri dari beberapa komponen dan setiap perubahan fraksi dari salah satu komponen yang ada dalam campuran akan membuat satu atau lebih komponen lain berubah.

Jika Ri adalah fraksi dari komponen 1 dalam suatu campuran, maka :

0 ≤ Ri ≤ 1 , i = 1, 2, 3, …n ... (1) formula akan mengandung paling sedikit satu komponen dan jumlah fraksi semua komponen adalah :

(14)

Ri + R2 + … + Rn = 1 ... (2) Area yang menyebutkan kemungkinan kombinasi dari komponen-komponen yang dapat dinyatakan dalam interior dan garis batas gambar dengan titik n titik sudut dan n-1 dimensi. Semua fraksi dari 2 komponen dapat dinyatakan sebagai garis lurus ( 2 titik sudut, 1 dimensi ) ( Bolton, 1997 ). Untuk dua komponen atau faktor persamaan yang digunakan adalah:

Y = X1 ( A ) + X2 ( B ) + X1.2 ( A ) ( B ) ………..…...(3) keterangan dari persamaan 3 adalah sebgai berikut:

Y = Respon ( hasil percobaan )

A, B = Besar kadar komponen A dan komponen B dimana ( A ) + ( B) adalah 1 bagian

X1, X2, X1.2 = Koefisien yang dapat dihitung dari hasil percobaan

Untuk penerapan 2 komponen atau faktor perlu dilakukan 3 percobaan yaitu percobaan yang menggunakan I ( 100% A dan 0% B ), II ( 100%B dan 0% A ) dan III ( campuran 50%A dan 50%B ) ( Bolton, 1997 ).

F. Landasan Teori

Daun jambu biji (Psidium guajava L) memiliki senyawa flavonoid yang dapat digunakan sebagai antioksidan. Menurut Sudarsono dkk. (2002), daun jambu biji mengandung flavonoid, tanin (17,40%), fenolat (575,3 mg/g) dan minyak atsiri. Salah satu senyawa flavonoid yang terdapat di daun jambu biji adalah kuersetin. Kandungan kuersetin inilah yang menyebabkan daun jambu biji memiliki aktivitas terapeutik (Fauziah, 2016).

(15)

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Rusdiana berjudul “Formulasi Gel Antioksidan dari Ekstrak Daun jambu Biji (Psidium guajava L) dengan Menggunakan Aqupec HV-505”, didapatkan nilai IC50 yang dimiliki ekstrak daun jambu bjij sebesar 7,2 mg/100 ml atau 0,0072%. Dengan menggunakan nilai IC50, didapatkan bobot ekstrak untuk membuat sediaan gel sebesar 8,00%. Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganikyang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan (DepKes RI,1995). Gel memiliki potensi yang lebih baik dibandingkan dengan salep pada sediaan topical, karena gel tidak lengket, energi yang diperlukan untuk formulasi tidak begitu besar, stabil dan memiliki nilai estetika yang baik. Dalam memformulasikan sediaan gel diperlukan satu atau lebih gelling agent atau bahan pembentuk gel untuk memperoleh sifat fisik dan stabilitas fisik yang optimal.

Komponen gelling agent dan humektan adalah bagian yang ikut berpengaruh terhadap kualitas fisik sediaan gel yang dibuat. Karbopol adalah salah satu gelling agent yang mempunyai kemampuan mengentalkan yang lebih efisien pada viskositas tinggi dan menghasilkan gel dengan tingkat kejernihan yang baik (Allen, 2002). Sedangkan propilen glikol berfungsi sebagai humektan agar sediaan gel yang dibuat tetap dapat mempertahankan kandungan air sehingga kualitas sifat fisik dan stabilitas sediaan selama masa penyimpanan tetap baik.

Penambahan propilen glikol dapat melarutkan lapisan keratin pasa stratum corneum sehingga menigkatkan jumlah obat yang berpenetrasi lewat kulit dengan cara mengurangi ikatan obat dengan jaringan kulit (Remon, 2007). Uji sifat fisik

(16)

selama masa penyimpanan dilakukan untuk menjamin bahwa sediaan gel yang dibuat memiliki sifat yang sama seperti saat sediaan awal dibuat. Ketidakstabilan fisik dari sediaan gel ditandai dengan adanya kemunculan warna yang berbeda atau pemucatan warna, timbul bau, pemisahan fase, perubahan bentuk, sineresis, perubahan konsistensi, terbentuknya gas, dan perubahan fisik lainnya. Sineresis adalah suatu kondisi pengerutan gel secara alamiah saat didiamkan dan mengakibatkan sebagian cairannya terlepas keluar. Hal ini terjadi diakibatkan struktur matriks/serat gel yang terus mengeras dan akhirnya mengakibatkan terdesaknya air ke luar (Martin dkk., 1993).

G. Hipotesis

Dalam penelitian ini dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:

1. Variasi konsentrasi Karbopol dan propilen glikol mempengaruhi sifat fisik gel ekstrak daun jambu biji (Psidium guajva L.).

2. Sifat fisik gel ekstrak daun jambu biji (Psidium guajva L.) tidak mengalami perubahan yang signifikan selama penyimpanan.

Gambar

Tabel I. Sistematika tanaman (Psidium guajava L.)

Referensi

Dokumen terkait

Bedak yang akan diproduksi ini dapat diaplikasikan pada kulit wajah yang berjerawat karena ukuran partikel bedak tabur (loose powder) sekitar 200 mesh lebih besar daripada

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi gliserol terhadap karakteristik edible film dan konsentrasi yang terbaik yang ditambahkan dalam pembuatan

Gambar 6 menunjukkan diagram blok dari sistem.Voice command, untuk mengontrol pergerakan lengan.Button, diinisialisasikan sebagai pengganti fungsi voice command.Sensor

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan terdapat pengaruh nyata varietas tanaman yang diuji terhadap tinggi tanaman, namun tidak terdapat pengaruh nyata

Puncak Keemasan Dunamis Indonesia dalam membangun awareness terhadap produk animasi beakbug telah dilakukan dengan menggunakan konsep Brand Visualization yang

Kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan adalah penelitian Rekomendasi Prioritas Perbaikan Jalan di Kota Malang menggunakan metode AHP untuk pembobotak

Auksokrom adalah suatu substituen (biasanya gugus jenuh) yang bila terikat pada kromofor akan mengubah panjang gelombang dan intensitas dari serapan maksimum. Contohnya : -OH,

Memberikan kontribusi pengetahuan dan pengalaman dalam penelitian yang berhubungan dengan tradisi konflik perguruan Setia Hati Terate dan perguruan Setia Hati Tunas