• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, dan e) manfaat penelitian. kebutuhan semua anggotanya. Cuban (1988) seperti yang dikutip

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. penelitian, dan e) manfaat penelitian. kebutuhan semua anggotanya. Cuban (1988) seperti yang dikutip"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menjabarkan mengapa penelitian dilaksanakan, yang meliputi: a) latar belakang, b) diagnosis permasalahan institusi/organisasi, c) fokus dan rumusan masalah, d) tujuan penelitian, dan e) manfaat penelitian.

1.1. Latar Belakang

Organisasi, apapun itu bentuknya, memerlukan tata kelola yang baik agar dapat mencapai tujuan bersama dan memenuhi kebutuhan semua anggotanya. Cuban (1988) seperti yang dikutip oleh Bush (2007: 392) menyebutkan prinsip dasar dari mengelola adalah “mempertahankan secara efisien dan efektif pengaturan organisasi saat ini”. Menurut Belfield (2002: 6), seperti yang dikutip oleh Laila (2015: 698), “efisiensi adalah tentang memanfaatkan sumber daya yang tersedia sebaik-baiknya, sehingga efisiensi memiliki dua sisi: apa yang dikeluarkan dibandingkan dengan apa yang dimasukkan”. Secara efisien,

(2)

2

seorang manajer harus mampu mengelola segala aspek dan sumber daya di dalam organisasi secara tepat, tanpa membuang biaya, waktu, dan tenaga. Di sisi lain, efektivitas berhubungan dengan “a means-end relationship” (Laila, 2015: 698) atau berhubungan dengan dan saling berkaitan antara alat-alat untuk mencapai hasil dan hasil itu sendiri. Secara efektif, seorang manajer harus mampu mengelola segala aspek di dalam organisasi sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Organisasi pendidikan juga membutuhkan sistem pengelolaan yang efektif dan efisien. Pada kenyataannya, organisasi pendidikan, baik itu sekolah maupun universitas, terdiri dari berbagai sumber daya dan komponen yang beragam. Belum lagi, lingkungan di sekitar mereka juga sangat berpengaruh terhadap organisasi. Uysal & Ҫağda (2018: 488) menyebutkan bahwa “organisasi-organisasi pendidikan dipengaruhi oleh perkembangan-perkembangan baru di dalam masyarakat…”. Maka, menjadi penting bagi sekolah dan universitas untuk memastikan “pada tingkat mana segala praktik pendidikan mereka berakibat pada pencapaian target-target

(3)

3

pendidikan” dan “bagaimana pengaruh kualitas berbagai sumber daya terhadap kualitas pendidikan” (Laila, 2015: 698-699).

Pusat bahasa, sebagai organisasi yang merupakan unit penunjang akademik dalam sebuah organisasi pendidikan tinggi, tidak terlepas dari keharusan dan kebutuhan untuk memiliki sistem pengelolaan yang efektif dan efisien. Pusat bahasa merupakan sebuah unit yang bergerak dalam bidang linguistik terapan, sehingga perannya melebihi dari pusat pengajaran bahasa. Ingram (2001: 4) mengungkapkan bahwa pusat bahasa berbeda dengan pusat pengajaran bahasa karena pusat bahasa berpusat pada linguistik terapan yang mencakup penelitian, konsultasi, dan pengajaran, bukan cuma pengajaran bahasa saja. Bahkan, Ruane (2003: 3) menyebutkan, pusat bahasa harus mengutamakan kegiatan penelitian dan pengembangan karena kegiatan tersebut menjadi status pusat bahasa. Pada dasarnya, kegiatan pusat bahasa yang dimiliki oleh universitas menjalankan program mereka dalam pengajaran bahasa, penerapan linguistik, dan penyediaan jasa konsultasi linguistik kepada lingkungan universitas dan sekitar universitas. Bahkan, Ingram (2001: 3) juga

(4)

4

menyebutkan peran pusat bahasa sebagi pelaksana kebijakan bahasa di lingkungan institusi mereka berada. Peran yang begitu besar dan kompleks ini menuntut pusat bahasa untuk menjalankan kegiatan mereka secara terencana dan bertujuan. Maka, sangat penting bagi pusat bahasa untuk memiliki sistem pengelolaan yang efektif dan efisien.

Pentingnya pengelolaan yang efisien dan efektif dalam sebuah pusat bahasa juga tidak terlepas dari semakin besarnya tantangan yang dihadapi, terutama di dalam pendidikan tinggi. Ruane (2003: 10) dalam Language Centres in Higher Education: Facing the Challenge, mengungkapkan, salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh pusat bahasa adalah hubungan dengan institusi-institusi lainnya di dalam insitusi dimana pusat bahasa itu bernaung. Sering, pusat bahasa menjadi “keponakan miskin yang tidak dicintai” (Meyer, 1997: 10-11 seperti dikutip oleh Ruane (2003: 9) diantara departemen-departemen di dalam sebuah institusi pendidikan tinggi. Area kegiatan pusat bahasa yang sangat spesifik pada aplikasi linguistik mendapatkan porsi terakhir prioritas institusi.

(5)

5

Selain itu, terdapat “kesalahan konsep akan fungsi pengajaran bahasa di pendidikan akademik yang kemudian berakibat pada salahnya pemahaman tentang fungsi pusat bahasa di universitas” (Meyer, 1997: 6) seperti dikutip oleh Ruane (2002: 9). Departemen-departemen lain di dalam universitas cenderung tidak memahami apa yang sebenarnya dan seharusnya dilakukan oleh pusat bahasa dan bahkan memandang pekerjaan

mereka di bawah

“pengawasan ilmu bahasa” (Meyer, 1997: 10-11) seperti dikutip oleh Ruane (2002: 9). Ruane (2002: 9) menyebutkan salah satu keluhan yang sering disampaikan oleh staf yang bekerja di pusat bahasa adalah pekerjaan mereka dianggap sebagai “perangkat bisnis utama pengajaran bahasa di universitas”. Ketidakpahaman akan karakteristik pusat bahasa itu sendiri berakibat pada “kurangnya kontrol terhadap pengambilan keputusan dan kegiatan-kegiatan pusat bahasa” (Ruane, 2002: 9). Maka, menjadi sangat mungkin bila banyak pusat bahasa yang dimiliki oleh universitas tidak berjalan sebagaimana mestinya.

(6)

6

Alfehaid (2016: 153), dalam Managing English Language Centres in the UK: Challenges and Implications, memberikan contoh lain dalam permasalahan pengelolaan pusat bahasa. Pusat Bahasa Inggris di Britania Raya menghadapi tantangan dalam pendanaan karena dukungan dana pemerintah yang terbatas terhadap institusi pendidikan tinggi dimana mereka bernaung. Konsekuensinya, institusi pendidikan tinggi lebih memilih untuk menginvestasikan dana yang terbatas tersebut untuk departemen-departemen lain yang lebih penting, seperti penelitian dan pengembangan. Tantangan lain pun juga harus dihadapi dengan semakin tingginya kontrol pemerintah terhadap sistem dan hasil proses pendidikan yang mereka danai. Selain itu, khusus yang terjadi di Britania Raya, Pusat Bahasa Inggris harus berhadapan pula dengan keberagaman dan multikulturalisme karena semakin banyaknya orang masuk ke Britania Raya dan belajar Bahasa Inggris. Alfehaid (2016: 154) menyebutkan, para manajer Pusat Bahasa Inggris di Britania Raya harus berhati-hati dalam mengelola dan menerjemahkan keberagaman sehingga mereka

(7)

7

dapat menciptakan lingkungan pembelajaran yang inklusif dan terbuka bagi para siswa dan staf pusat bahasa.

Pendapat Ruane (2002) dan Alfehaid (2016) menunjukkan berbagai tantangan yang dihadapi oleh pusat bahasa. Tantangan itu berasal dari dalam lingkungan tempat pusat bahasa berada yang mencakup ketidakpahaman tentang karakteristik pusat bahasa, kegiatan pusat bahasa, dan bagaimana pusat bahasa seharusnya berjalan. Tantangan terhadap pusat bahasa pun juga berasal dari luar lingkungan tempat pusat bahasa berada yang mencakup dukungan dana yang terbatas dan kompleksitas masyarakat tempat pusat bahasa berada. Berbagai tantangan tersebut menuntut adanya sistem pengelolaan pusat bahasa yang efektif dan efisien sehingga pusat bahasa dapat berjalan sesuai dengan peran dan fungsinya.

Pusat bahasa di salah satu Perguruan Tinggi Buddha di Indonesia, Smaratungga Language Centre (SLC) juga menghadapi tuntutan peran dan tantangan yang sama. SLC merupakan pusat bahasa Sekolah Tinggi Ilmu Agama Buddha (STIAB) Smaratungga Boyolali yang berdiri sejak tahun 2014.

(8)

8

Sebagai pusat bahasa dari sebuah institusi pendidikan Agama Buddha, SLC didirikan dengan tujuan untuk menyelenggarakan kegiatan pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat dalam bidang bahasa dan budaya (Dokumen Proposal Pendirian SLC, 2014: 2-3). Terdapat empat fokus program bahasa di SLC, yaitu Bahasa Inggris, Bahasa Pali, Bahasa Sansekerta, dan Bahasa Jawa dan satu program kebudayaan Jawa. Selain itu, SLC diharapkan dapat mengembangkan kegiatan akademik institusi melalui kerjasama dengan lembaga bahasa insitusi di dalam dan luar negeri.

Namun, hasil studi pendahuluan di SLC menunjukkan bahwa pusat bahasa ini mengalami inkonsistensi pelaksanaan program. Sejak tahun 2014, SLC masih berfokus pada kegiatan operasional pengajaran satu bahasa saja. Secara rutin, SLC menyelenggarakan program Bahasa Inggris Bersertifikat di STIAB Smaratungga yang menjadi program Bahasa Inggris di Program Studi S1 Dharma Achariya. Namun, SLC tidak dilibatkan di dalam perkuliahan Bahasa Pali dan Bahasa Sansekerta di Program Studi S1 Dharma Achariya. Program

(9)

9

Bahasa Pali yang diselenggarakan SLC selama ini hanya bersifat kursus singkat. Selain itu, Program Studi S2 Dharma Achariya, hanya sekali menggunakan jasa SLC, yaitu program English for Graduate Program Students yang dilaksanakan pada bulan Agustus – Desember 2016 yang meliputi keterampilan berbicara (speaking) dan menulis (writing). Program Studi S2 Dharma Achariya tidak melibatkan SLC untuk menyusun perkuliahan Bahasa Inggris maupun kebijakan bahasa di lingkungan prodi, seperti menyelenggarakan TOEFL sebagai salah satu syarat kelulusan mahasiswa.

Fokus bahasa yang lebih tertuju ke satu bahasa saja, yakni Bahasa Inggris juga terlihat dari kegiatan penerjemahan dokumen yang dilakukan dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia dan sebaliknya. Studi dokumentasi yang dilakukan oleh peneliti terhadap Logbook Penerjemahan SLC (2018) menemukan bahwa terdapat delapan dokumen dari Bahasa Indonesia yang telah diterjemahkan ke Bahasa Inggris dari tahun 2015 sampai 2018. Sementara itu, kegiatan penerjemahan teks berbahasa Pali dan Sansekerta tidak pernah dilaksanakan.

(10)

10

Permasalahan lain dalam pengelolaan SLC adalah belum ada kegiatan penelitian yang dilakukan oleh SLC sebagai bagian dari kegiatan utama mereka sebagai pusat bahasa. Dalam bidang pengabdian masyarakat, SLC telah melaksanakan program Smaratungga Mengajar, Aham Tatha Onamati (ATO, dan Ampelpedia. Meskipun ketiga program tersebut merupakan program pelatihan guru relawan bagi mahasiswa STIAB Smaratungga, namun hasil program-program tersebut melibatkan masyarakat di sekitar lingkungan kampus karena para mahasiswa mengajar Bahasa Inggris dan Agama Buddha dengan pendekatan budaya lokal dan memproduksi sebuah buku tentang Kecamatan Ampel. Sebaliknya, mayoritas program yang diselenggarakan oleh SLC merupakan pengajaran bahasa seperti yang ditunjukkan di Tabel 1.1. di bawah ini:

(11)

11

Tabel 1.1. Daftar Seluruh Program SLC (2014-2018)

No Nama Kegiatan Waktu Pelaksanaan

1 Bahasa Inggris Bersertifikat Dari 2014

2 Korean Coaching Class 12/3/2014

3 English for Graduate Program Students 2/11/2014

4 TOEFL iBT Preparation SMA Sedes 16/11/2015-16/12/2015

5 Pelatihan Bahasa Korea 18/01/2016

6 French Coaching Class 24/02/2016

7 Smaratungga Mengajar 2016 7/3/2016 8 3RITE: Race, Religion, and Respect in Initial Teacher

Education – Indonesia and Australia

9/6/2016

9 English Competition Day 2016 18/06/2016

10 Conversation 1 10/10/2016-18/11/2016

11 Korean Short Course 15/10/2016-2/11/2016

12 Pelatihan Bahasa Jawa 3/12/2016

13 Festival Budaya Jawa 3/12/2016

14 Layar Tancep (Joe Dirt) 27/2/2017

15 Layar Tancep (Im Not Stupid Too) 30/3/2017

16 Layar Tancep (Monster Truck) 17/4/2017

17 Layar Tancep (The Little Rascal) 15/6/2017

18 Aham Tatha Onamati 2017 13/08/2017

19 TOEFL Trial 26/10/2017

20 Layar Tancep (Moana) 27/10/2017

21 Japanese Coaching Class 18/11/2017

22 Ampelpedia 15/02/2018

23 Layar Tancep (Stand By Me) 21/2/2018

24 Layar Tancep (Nacho Libre) 8/3/2018

25 Layar Tancep (Wonder) 14/3/2018

26 Pelatihan Bahasa Pali (SLC Potluck Party) 2/5/2018

27 TOEFL Trial (SLC Potluck Party) 2/5/2018

28 Achieving Harmony Vol. 1 dan 2 1/6/2018

29 Layar Tancep (Tanah Air Beta) 15/8/2018

(12)

12

Tabel 1.1 menunjukkan bahwa dari 29 program, 11 program merupakan program pelatihan bahasa yang terdiri dari Bahasa Inggris Bersertifikat, Korean Coaching Class, English for Graduate Program Students, TOEFL iBT Preparation SMA Sedes, Pelatihan Bahasa Korea, French Coaching Class, Conversation 1, Korean Short Course, Pelatihan Bahasa Jawa, Japanese Coaching Class, dan Pelatihan Bahasa Pali (SLC Potluck). Kesebelas program tersebut merupakan program utama. Program lain seperti Layar Tancep dan English Competition Day merupakan program promosi SLC untuk menjalin hubungan dengan mahasiswa dan masyarakat sekitar, Sementara itu, TOEFL Trial menjadi bagian dari program bahasa dengan menyelenggarakan tes TOEFL bagi civitas akademika STIAB Smaratungga. 3RITE: Race, Religion, and Respect in Initial Teacher Education – Indonesia and Australia merupakan program penelitian pendidikan guru di mana SLC berperan sebagai fasilitator bagi para mahasiswa yang mengikuti. Sedangkan, Festival Budaya Jawa merupakan kegiatan kebudayaan Jawa. Hal ini ini menunjukkan bahwa berdasarkan

(13)

13

komposisi program pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat, program pengajaran bahasa mendominasi pelaksanaan program-program SLC selama ini.

Lebih jauh, bila mengacu kepada apa yang diungkapkan oleh Ingram (2001: 220) tentang kegiatan pusat bahasa, SLC belum melaksanakan kegiatan konsultasi linguistik dan belum sepenuhnya berperan sebagai penentu kebijakan berbahasa di lingkungan institusi induk karena tidak dilibatkan ke dalam seluruh program bahasa di Program Studi S1 dan S2 Dharma Achariya. Hal ini menunjukkan bahwa SLC belum berperan secara optimal sebagai pusat bahasa yang seharusnya berperan dalam linguistik terapan, penyediaan jasa konsultasi linguistik, dan pelaksana kebijakan bahasa di dalam lembaga STIAB Smaratungga. Sebaliknya, SLC justru telah berubah peran sebagai pusat pengajaran bahasa karena selama ini SLC hanya berfokus pada pengajaran Bahasa Inggris di Program Studi S1.

Berbagai uraian di atas menunjukkan bahwa terdapat empat persoalan utama di dalam pengelolaan SLC. Pertama, terdapat inkonsistensi pelaksanaan program yang dilaksanakan

(14)

14

oleh SLC. Kedua, SLC lebih berfokus ke dalam program Bahasa Inggris saja. Ketiga, belum ada kegiatan penelitian yang dilaksanakan oleh SLC sebagai bagian dari kegiatan utama mereka sebagai pusat bahasa. Sebaliknya, program pengajaran dan pelatihan bahasa justru mendominasi menjadi kegiatan utama. Dan, keempat, SLC belum sepenuhnya berperan sebagai penentu kebijakan berbahasa di lingkungan institusi induk karena tidak dilibatkan ke dalam seluruh program bahasa di Program Studi S1 dan S2 Dharma Achariya. Dengan demikian, SLC justru telah mengalami pergeseran peran sebagai pusat pengajaran bahasa karena lebih banyak berfokus pada program pengajaran dan pelatihan bahasa.

Selain itu, studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti juga menemukan bahwa SLC merupakan lembaga bahasa pertama yang didirikan oleh institusi induk. Artinya, sejak berdiri di tahun 1986, SLC merupakan pengalaman pertama institusi induk dalam mengelola sebuah lembaga bahasa berbentuk pusat bahasa. Selama beroperasi dari tahun 2014-2018, SLC pun tidak memiliki satupun Standard Operating Procedure (SOP) yang

(15)

15

digunakan untuk memandu pengelolaan SLC. Padahal, SOP merupakan hal yang penting di dalam sebuah organisasi karena SOP merupakan “sebuah rangkaian instruksi tertulis yang mendokumentasikan sebuah rutinitas atau aktivitas yang diulang-ulang yang diikuti oleh para pekerja di dalam sebuah organisasi” (Bhattacharya, 2015: 29). Akyar (2012: 368) menyebutkan pentingnya SOP bagi kualitas sebuah organisasi karena dengan mengikuti prosedur baku, para pekerja dapat melaksanakan tugas-tugas yang diberikan dengan cara yang sama sehingga memungkinkan kontrol terhadap kualitas tugas-tugas yang diberikan.

Melihat apa yang telah terjadi pada SLC selama empat tahun berjalan, Ketua STIAB Smaratungga, sebagai penentu kebijakan keseluruhan organisasi di lingkungan STIAB Smaratungga, menganggap bahwa dibutuhkan sebuah tindakan untuk mengatasi permasalahan pengelolaan SLC agar SLC mampu berperan dan berfungsi sebagai pusat bahasa sesungguhnya. Hal ini ditunjukkan melalui hasil diskusi berikut ini:

(16)

16

“Saya melihat SLC justru lebih banyak berperan dalam pengajaran Bahasa Inggris saja ya. Padahal, pusat bahasa itu seharusnya menjadi pusat berbagai kegiatan bahasa di institusi. Nah, sekarang gimana caranya SLC bisa menjadi pusat bahasa, bukan pusat pengajaran bahasa saja, sesuai desain awal” (Hasil diskusi dengan Ketua STIAB Smaratungga, 3 September 2018).

Hal mendasar yang harus segera dilaksanakan adalah menata ulang manajemen SLC melalui tindakan-tindakan organisasional. Tindakan-tindakan tersebut dihasilkan melalui penelitian tindakan, yakni “sebuah proses penelitian sistematis yang bertujuan untuk membawa solusi-solusi efektif terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi di dalam kehidupan sehari-hari” (Ferrance, 1997 & Stringer, 2000, seperti yang dikutip oleh Durak, dkk, 2016: 71). Seperti yang diungkapkan oleh Vaughan, Boerum, & Whitehead (2019: 1), penelitian tindakan “berfokus pada penciptaan perubahan yang bermakna dan autentik, baik di sebuah kelas maupun komunitas”. Oleh karena itu, penelitian tindakan ini dilaksanakan untuk membawa perubahan dalam perbaikan tata kelola SLC agar SLC dapat berperan sebagai pusat bahasa sesuai dengan rancangan awal pendirian di tahun 2014.

(17)

17

Penelitian tindakan yang dilaksanakan berfokus pada penyusunan Standard Operating Procedure (SOP) Pengelolaan SLC untuk memandu pengelola SLC dalam menjalankan peran SLC sebagai pusat bahasa. Oleh karena itu, Model ADDIE (Branch, 2009) dipilih sebagai instrumen tindakan untuk menghasilkan Standard Operating Procedure (SOP) Pengelolaan SLC.

1.2. Diagnosis Permasalahan Institusi/Organisasi

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang dialami oleh Smaratungga Language Centre (SLC) adalah SLC belum menjalankan perannya sebagai pusat bahasa di dalam sebuah institusi pendidikan tinggi. Sebaliknya, SLC justru telah berubah peran sebagai pusat pengajaran bahasa karena kegiatan yang dilakukan mayoritas berfokus pada pengajaran bahasa. Hal ini terjadi karena belum adanya panduan operasional yang baku, yang dapat digunakan untuk memandu pengelolaan SLC. Oleh karena itu, pusat bahasa ini membutuhkan Standard Operating Procedure (SOP) pengelolaan untuk memandu pengelola SLC

(18)

18

dalam menjalankan peran dan fungsi SLC sebagai pusat bahasa, bukan pusat pengajaran bahasa.

1.3. Fokus dan Rumusan Masalah

Fokus dan Rumusan Permasalahan di dalam penelitian ini adalah: Apakah langkah-langkah Model ADDIE dapat digunakan dalam penyusunan Standard Operating Procedure (SOP) Pengelolaan SLC dalam rangka restrukturisasi SLC menjadi pusat bahasa?

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah merestrukturisasi Smaratungga Language Centre (SLC) sebagai pusat bahasa, dari pergeseran fungsi sebagai pusat pengajaran bahasa, dengan menyediakan Standard Operating Procedure (SOP) pengelolaan SLC. Restrukturisasi yang dimaksud adalah mengembalikan fungsi SLC menjadi pusat bahasa seperti pada rancangan awal pendirian SLC.

(19)

19 1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini terbagi menjadi 2 (dua) manfaat, yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat menambah bahan kajian dalam manajemen pendidikan dalam bidang pengelolaan dan pengembangan organisasi, khususnya organisasi berupa pusat bahasa dengan kebutuhan spesifik.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai usulan oleh Direktur SLC sebagai acuan atau arah dalam mengelola dan mengembangkan pusat bahasa.

Hasil penelitian ini pun dapat digunakan oleh Ketua Sekolah Tinggi sebagai pedoman untuk menentukan posisi dan prioritas pusat bahasa diantara program-program sekolah tinggi yang lainnya. Selain itu, hasil penelitian ini dapat digunakan oleh Ketua Sekolah Tinggi Agama Buddha lain di Indonesia sebagai pedoman dalam mengelola pusat bahasa, apabila mereka akan mendirikan pusat bahasa di lingkungan sekolah tinggi mereka.

Gambar

Tabel 1.1. Daftar Seluruh Program SLC (2014-2018)
Tabel  1.1  menunjukkan  bahwa  dari  29  program,  11  program  merupakan  program  pelatihan  bahasa  yang  terdiri  dari  Bahasa Inggris Bersertifikat, Korean Coaching Class, English for  Graduate  Program  Students,  TOEFL  iBT  Preparation  SMA  Sedes

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum tujuan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam meningkatkan hasil belajar siswa

produk yang sama baikknya dengan metode lain,yang tidak terlalu produk yang sama baikknya dengan metode lain,yang tidak terlalu banyak memerlukan biaya tambahan (bahan pembantu,

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis penggunaan dan kadar zat pengawet natrium benzoat pada produk saus tomat yang diperdagangkan di pasar tradisional (pasar

Puri merupakan tempat tinggal untuk kasta Ksatria yang memegang pemerintahan Umumnya menempati bagian kaja kangin di sudut pempatan agung di pusat desa.. Puri umumnya

Berdasarkan hasil analisis datanya menunjukan bahwa tingkat kemampuan pemecahan masalah dengan menggunakan soal berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking

Unit usaha melakukan pemisahan terhadap bahan baku yang menggunakan dokumen Surat Angkutan Kayu Lelang (SAL). Seluruh kayu lelang dilengkapi dengan dokumen SAL atau

berhadap dengan hukum, peran guru sangat besar tentu melalui sebuah dialetika yang dikenal dengan sebutan memanusiakan hubungan. pendidikan karakter yang diimbangi

Perizinan mengenai pengangkutan laut diatur dalam Pasal 27 UU Pelayaran, namun pada tahun 2020 Pemerintah mengesahkan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta