• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS PAPER FILSAFAT SAINS MEMAHAMI PARADIGMA SAINS DALAM IPA SEBAGAI KESEPAKATAN KOLEKTIF DIANTARA PARA ILMUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TUGAS PAPER FILSAFAT SAINS MEMAHAMI PARADIGMA SAINS DALAM IPA SEBAGAI KESEPAKATAN KOLEKTIF DIANTARA PARA ILMUAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 TUGAS PAPER

FILSAFAT SAINS

MEMAHAMI PARADIGMA SAINS DALAM IPA SEBAGAI KESEPAKATAN KOLEKTIF DIANTARA PARA ILMUAN

Oleh

RAHMAWATI M / NIM : 30215005 RIRI JONUARTI / NIM : 30215004

PROGRAM STUDI DOKTOR FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

(2)

2

MEMAHAMI PARADIGMA SAINS DALAM IPA SEBAGAI KESEPAKATAN KOLEKTIF DIANTARA PARA ILMUAN

Oleh

Rahmawati M / NIM : 30215005 Riri Jonuarti / NIM : 30215004

Abstrak

Pembicaraan perkembangan pengetahuan (sains) dalam Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau Natural Science selalu menjadi hal yang menarik. Kemajuan ilmu ini seolah memiliki daya tarik tersendiri untuk dapat memikat manusia agar terus menggelutinya. Dapat dipahami, dalam arti luas, IPA menampilkan salah satu kemajuan pengetahuan manusia atas gejala – gejala alam. Kebenaran yang terungkap dalam pengkajian fenomena – fenomena alam memberikan sumbangsi terbesar dalam mendukung kemajuan teknologi yang dapat kita nikmati sekarang. Namun, ketika kita menengok sejarah perkembangan sains, terdapat paham otoritas. Pengetahuan yang diperoleh melalui otoritas ini biasanya tidak mengalami uji kebenaran lagi, serta merta diterima dengan baik sebagai suatu kebenaran oleh kelompoknya. Ilmu pengetahuan yang didasarkan pada otoritas ini termasuk dalam filsafat sekuler. Akan tetapi seiring perkembangan zaman dan kemajuan dalam berpikir secara ilmiah, otoritas dalam IPA tidaklah relevan dijadikan sebagai tolak ukur dalam menentukan suatu pembenaran. Perkembangan ilmu pengetahuan menuntut agar orang tidak mudah percaya begitu saja pada otoritas tetapi percaya pada pengamatan dengan teknik – teknik rasional. Adalah Galileo Galilei, ilmuan yang menggunakan teropong bintang untuk melihat ke angkasa dan mebenarkan konsep heliosentris yang dikemukakan oleh Copernicus. Sehingga mereka sepakat secara kolektif menolak konsep geosentris yang telah diyakini oleh kalangan nasrani saat itu. Sejak saat itulah dimulainya pengembangan dan penemuan ilmiah dengan berlandaskan metode ilmiah sebagai paradigm sains. Melalui pengambilan konsep yang ditempuh berdasarkan metode ilmiah yang telah disetujui bersama oleh para ilmuan menunjukkan bahwa sains dalam IPA merupakan hasil kesepakatan secara kolektif diantara para ilmuan.

Kata Kunci : IPA, Otoritas, Metode Ilmiah, Paradigma Sains

Bab 1 PENDAHULUAN

Sains adalah sebuah proses dalam usaha pencarian kebenaran. Sains merupakan suatu kebijakan yang diambil para ilmuwan untuk menyelidiki dan memahami fenomena-fenomena yang membutuhkan penjelasan. Proses ini melibatkan serangkaian kegiatan yang disebut dengan metode saintifik, yang terdiri dari: 1). Identifikasi masalah atau fenomena yang ingin dicarikan solusinya, 2). Perumusan hipotesis, 3). Eksperimen, 4). Pengumpulan data, dan 5). Pengambilan kesimpulan. Hasil dari rangkaian kegiatan ini adalah ilmu, dan perlu diketahui bahwa hasil dan proses tidak dapat dipisahkan.

(3)

3

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah bagian dari sains. IPA memiliki ruang lingkup yang luas dan tidak hanya mempunyai arti ilmu yang mempelajari gejala alam, akan tetapi juga merupakan pengetahuan praktis dalam usaha menemukan suatu kebenaran (Gie Liang, 1991). IPA tidak diperoleh begitu saja, ia lahir karena tuntutan kebutuhan manusia yang harus dipenuhi dan perkembangannya dipengaruhi oleh budaya manusia. Oleh karena itu ilmu dan teknologi manusia di suatu tempat bisa saja berbeda dengan manusia yang menetap di daerah lain.

IPA juga diperoleh dari perdebatan panjang para pemikir. Tidak jarang para ilmuwan mengemukakan suatu teori yang didukung oleh sekumpulan orang yang berpandangan sama, dan tidak jarang pula hasil pemikiran tersebut dipertanyakan oleh sebagian pemikir yang lain. Perdebatan dalam mencari satu kebenaran membutuhkan waktu yang lama. Sehingga dalam selang waktu tersebut bermunculah satu per satu bukti yang bisa menyokong atau menolak teori tersebut. Sebagai salah satu contoh adalah teori yang dilahirkan oleh Claudius Ptolemi yang mengklaim bahwa bumi merupakan pusat alam semesta. Teori ini berhasil bertahan tanpa sanggahan hampir selama 1500 tahun, sampai akhirnya Nicolas Copernicus mengeluarkan sebuah hipotesis baru yang sangat bertolak belakang, yang dimuat dalam tulisan On The Revolution of The Sphere pada tahun 1543 (James Trefil, 2007). Pernyataan Copernicus tidak dapat diterima begitu saja sampai akhirnya Tycho Brahe dan Johannes Keppler membuktikan kebenaran teori tersebut lewat observasi dan eksperimen yang mereka lakukan lebih kurang satu abad setelah kemunculan teori tersebut.

Kembali kepada ilmu pengetahuan. Kita tahu bahwa tidak ada otoritas dalam IPA, yang ada hanyalah kesepakatan kolektif di antara para ilmuan. Pernyataan tersebut memiliki makna bahwa kebenaran dalam suatu keilmuaan tidak bisa diklaim begitu saja dan dipaksa kebenarannya tanpa ada kesepakan di antara ilmuwan yang lain. Hal ini dapat dianalogikan bahwa warna merah dikatakan bukan putih atau bukan warna-warna yang lain, melainkan merupakan hasil kesepakatan bersama dan bukan hanya kehendak dari satu individu. Oleh karena itu , dalam tulisan ini penulis ingin memaparkan bagaimanakah bentuk paradigma sains dalam IPA sebagai kesepakatan kolektif diantara para ilmuwan. Tulisan ini tidak hanya ditujukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Sains, melainkan juga dapat menambah pemahaman baik bagi penulis maupun pembaca mengenai paradigma sains tersebut dalam IPA sebagai kesepakatan dari sekumpulan ilmuwan.

(4)

4 Bab 2 PEMBAHASAN

2.1 Klasifikasi Sains dalam IPA

Klasifikasi sains (pengetahuan) dalam Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada dasarnya disusun berdasarkan sejarah dan perkembangan sains itu sendiri. Gejala – gejala pengetahuan yang paling umum terlebih dahulu terkuak ke permukaan. Selanjutnya disusul dengan gejala – gejala pengetahuan yang lebih kompleks atau rumit. Menurut Auguste Comte, pengklasifikasian sains dalam IPA dimulai dengan pengamatan gejala – gejala yang paling simple/sederhana yakni gejala yang letaknya paling jauh dari suasana kehidupan sehari – hari. Urutannya yaitu ilmu pasti, ilmu perbintangan (astronomi), ilmu alam(fisika), ilmu hayat(fisiologi atau biologi) dan fisika social (sosiologi). Namun secara garis besar, Auguste Comte membagi dalam dua golongan. Yang pertama adalah ilmu pengetahuan yang meliputi logika (matematika) dan Ilmu Pengetahuan Empiris yang terdiri dari astronomi, fisika, biologi dan sosiologi. Sementara gologan kedua adalah filsafat yang meliputi metafisika dan filsafat sains.

Ilmu pengetahuan merupakan seluruh usaha sadar manusia untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari bernagai segi kenyataan di alam. Ilmu bukanlah sekedar ilmu pengetahuan, tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori – teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam ilmu tertentu. Matematika murni (logika) dianggap sebagai ilmu alam, akan tetapi digunakan sebagai penyedia alat/perangkat dan kerangka kerja yang digunakan dalam ilmu – ilmu alam. Matematika melatih manusia untuk berpikir secara logis dan memberikan keterampilan yang tinggi pada seseorang dalam hal daya abstraksi, analisis permasalahan dan penalaran logika. Dengan demikian, dapat membantu mengkaji alam sekitar sehingga dapat dikembangkan menjadi teknologi untuk kesejahteraan ummat.

Jika dipandang dari segi empirisme, ilmu pengetahuan diturunkan dari pengalaman yang dialami manusia semasa hidup. Berarti, pernyataan ilmiah harus berdasarkan dari pengamatan atau pengalaman. Hipotesa ilmiah dikembangkan dan diuji dengan metode empiris melalui berbagai pengamatan dan eksperimentasi. Setelah pengamatan dan eksperimentasi ini dapat selalu diulang dan mendapatkan hasil yang konsisten, hasil ini dapat dianggap sebagai bukti yang dapat digunakan utnuk mengembangkan teori – teori yang betujuan untuk menjelaskan fenomena alam.

(5)

5

Golongan ilmu pengetahuan selanjutnya adalah filsafat dalam hal ini dibagi lagi menjadi dua cabang yaitu metafisika dan filsafat sains. Metafisika dipergunakan untuk menunjukkan filsafat pada umumnya maupun cabang filsafat yang mempelajari pertanyaan – pertanyaan terdalam. Metafisika sering disebut sebagai filsafat petama yang berarti bahwa ilmu yang menyelidiki apa hakekat di balik alam nyata ini. Seing juga disebut dengan filsafat tentang hal yang ada. Persoalannya adalah menyelidiki hakekat segala sesuatu dari alam nyata dengan tidak terbatas pada apa yang dapat ditangkap oleh panca indera saja. Filsafat pertama menyelidiki pengandaian – pengandaian paling mendalam dan paling akhir dalam pengetahuan manusiawi yang mendasari segala macam pengetahuan lainnya.

2.2 Tidak Ada Otoritas dalam IPA

Otoritas merupakan kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh sesorang yang telah mendapat pengakuan dari kelompoknya atau orang – orang yang dipimpinnya. Otoritas dalam hal ini telah menjadi sumber ilmu pengetahuan melalui sesorang yang mempunyai kewibawaan dalam pengetahuannya. Pengetahuan yang diperoleh melalui otoritas ini biasanya tidak mengalami uji kebenaran lagi, serta merta diterima dengan baik sebagai suatu kebenaran oleh kelompoknya. Hal ini disebabkan penyampaian ilmu pengetahuan yang memiliki otoritas ini telah dipercaya dan dalam penyampainnya penuh dengan kewibawaan. Ilmu pengetahuan yang didasarkan pada otoritas ini termasuk dalam filsafat sekuler. Yakni adanya orang mendapat otoritas sebagai sumber ilmu yang didasarkan pada kesaksian yang bisa diberikan.

Namun, ilmu pengetahuan tidak didasarkan pada otoritas melainkan pada pengamatan yang dilakukan secara kontinu dan disepakati bersama diantara para ilmuan. Ilmu penegtahuan merintis jalan kemandirian dalam berpikir berdasarkan pengamatan terhadap gejala – gejala alam. Tentunya harus diakui bahwa sikap menghargai pengamatan atau observasi merupakan lawan otoritas adalah sesuatu yang tidaklah mudah. Namun ilmu pengetahuan menuntut agar orang tidak mudah percaya begitu saja pada otoritas tetapi percaya pada pengamatan dengan teknik – teknik rasional.

Di dalam kebiasaan akademik para ilmuan akan melakukan penelitian ilmiah sebagai cara untuk bekerja secara ilmiah kaena di dalam penelitian itulah terdapat unsur dan jiwa metode ilmiah.

(6)

6

Jadi dapat dikatakan bahwa pendekatan ilmiah itu, cara pemecahannya melalui penelitian sedangkan pendekatan non-ilmiah melalui cara non penelitian. Kedua cara tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu untuk memperoleh kebenaran, tetapi sifat, cara kerja dan keaunggulan kebenarannya berbeda.

2.3 Kesepakatan Kolektif Para Ilmuan dalam IPA

Secara umum, sains memberikan pengetahuan tentang alam, meskipun sifatnya parsial. Sains yang lebih terkhusus mengkaji fenomena alam atau biasa dikenal Ilmu Pengetahuan Alam (Natural Science) ini sudah mampu mengungkapkan amat banyak aspek alam semesta dan memungkinkan diciptakan teknologi yang efektif. Pada hakekatnya sifat keingintahuan dimiliki oleh setiap pribadi manusia. Dengan sifat keingintahuan inilah merupakan potensi besar dalam menumbuhkan keterampilan hidup untuk mengamati berbagai fenomena alam melalui proses pengamatan, penemuan sehingga dapat menjadi motor/penggerak dalam mempelajari IPA.

Adanya hubungan atau korelasi antara apa yang dipelajari oleh seseorang dengan apa yang dipelajari oleh orang lain sangat berhubungan erat. Setiap orang dapat memanfaatkan karya orang lain untuk dikaji dan dikembangkan menjadi suatu temuan yang baru asalkan beradasarkan etika ilmiah yang telah disepakati bersama. Dalam hal ini menjunjung tinggi nilai – nilai kejujuran ilmiah. Selain itu, dalam hal pengamatan dan pengkajian gejala alam, manusia acapkali diperhadapkan pada berbagai keterbatasan dalam memahaminya. Apabila menggunakan kaidah yang benar dalam mengkajinya maka akan diperoleh hasil yang sama. dalam hal publikasi hasil kajian diwajibkan tetap mematuhi aturan – aturan ilmiah (etika ilmiah) dengan tidak memanipulasi data hasil temuan atau tidak sesuai dengan hasil pengamatan. Karena pada dasarnya hasil temuan seseorang berpotensi mendapatkan hasil yang berbeda dalam pengamatan fenomena alam yang sama. Hal ini diperlukan diskusi yang mendalam antara para pakar ilmuan sehingga diperoleh kesepakatan bersama sebagai hasil dari proses dari sains dalam IPA (Natural Science).

Melalui penalaran yang konsisten, semua fenomena alam digali dan dikembangkan dari suatu gejala alam yang tidak diragukan lagi kebenarannya. Hasil penemuan proses sains dalam IPA sangatlah terbuka untuk dikaji dengan cara pandang yang berbeda sehingga sains alam bukanlah ilmu yang otoriter. Sebagai contoh, teori tentang cahaya yang dikemukakan oleh Huygens, Maxwell

(7)

7

maupun Newton, selanjutnya teori tentang atom yang berbeda antara Dalton, J.J Thompson,, Rutherford maupun Niels Bohr. Kesepakatan terakhir adalah kesesuaiannya dengan hasil pengamatan saat itu atau dengan kata lain kesepakatan kolektif dalam pengamatan gejala alam yang sama di masa tersebut. Namun tidak menutup kemungkinan hasil kesepakatan itu masih bisa berubah karena adanya pengamatan yang lebih baru yang tentunya juga mendapat dukungan dari ilmuan lain. Potensi perkembangan sains dalam IPA inilah menunjukkan bahwa sains bersifat dinamis.

Perkembangan ilmu alam yang gemilang dimulai di tahun 800 M yaitu di daerah – daerah berperadaban Islam, saat para ilmuan Islam berada pada kelompok terdepan dalam peradaban. Para cendikiawan muslim telah memiliki pandangan bahwa ilmu – ilmu yang berbeda mempunyai perspektif tunggal, dan dipandang saling berhubungan sebagaimana cabang – cabang “pohon” pengetahuan. Seluruh cabang – cabang ilmu pengetahuan dipandang sebagai satu kesatuan dan koherensi di dalam dunia. Secara umum sumbangan yang diberikan para ilmuan Islam terhadap ilmu alam sangat besar. Ilmuan – ilmuan Islam saat itu telah menoreh langkah – langkah eksperimentasi dalam memecahkan ilmu alamiah. Dengan mengembangkan langkah eksperimentasi, maka dapat memperluas pengamatan atau penyelidikan dalam bidang kedokteran, kimia, obat –obatan, astronomi dan biologi.

Selanjutnya pada masa ilmu pengetahuan modern, ilmuan – ilmuan pelopornya adalah Copernicus, Keppler, Galileo Galilei. Adalah Galileo Galilei, ilmuan yang menggunakan teropong bintang untuk melihat ke angkasa dan mebenarkan konsep heliosentris yang dikemukakan oleh Copernicus. Sehingga mereka sepakat secara kolektif menolak konsep geosentris yang telah diyakini oleh kalangan nasrani saati itu. Sehingga sejak saat itulah dimulainya pengembangan dan penemuan ilmiah dengan berlandaskan metode ilmiah. Melalui pengambilan konsep ilmiah yang ditempuh berdasarkan metode ilmiah yang telah disepakati bersama oleh para ilmuan menunjukkan bahwa sains dalam IPA merupakan hasil kesepakatan secara kolektif diantara para ilmuan.

Bab 3 KESIMPULAN

(8)

8

1. Sains dalam IPA memiliki ruang lingkup yang luas dan tidak hanya mempunyai arti ilmu yang mempelajari gejala alam, akan tetapi juga merupakan pengetahuan praktis dalam usaha menemukan suatu kebenaran.

2. Ilmu pengetahuan Alam tidak didasarkan pada otoritas melainkan pada pengamatan yang dilakukan secara kontinu dan disepakati bersama diantara para ilmuan. Oleh sebab itu ilmu pengetahuan menuntut agar orang tidak mudah percaya begitu saja pada otoritas tetapi percaya pada pengamatan dengan teknik – teknik rasional.

3. Kesepakatan bersama secara kolektif diantara para ilmuan melalui pengambilan konsep ilmiah yang ditempuh berdasarkan metode ilmiah.

DAFTAR PUSTAKA

Ismail Ramadhan, “Filsafat Ilmu dalam Paadigma Sains Sekuler dan Iskam”, Jurnal Hukum Syariah, 2009

Karwadi, “ Integritas Paradigma Sains dan Agama dalam Pembelajaran Aqidah, Vol. XVII, 2008. Liong Gie, “Pengantar Filsafat Ilmu”, Yogyakarta, 1991.

Murtono, “Pendidikan Sains dalam Al Qur’an”, Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol. II No.2, 2005.

Trefil, James, and Robert.M, “The Integrated Approach Science Fifth Edition”, Wiley, 2007.

Referensi

Dokumen terkait

Usaha dan upaya untuk senantiasa melakukan yang terbaik atas setiap kerja menjadikan akhir dari pelaksanaan penelitian yang berwujud dalam bentuk penulisan skripsi

Penelitian ini menggunakan perusahaan property dan real estate sebagai objek penelitian karena dalam sektor ini memiliki potensi yang menjanjikan di masa yang

Oleh karena itu dari uraian di atas sebagai penerus bangsa yang konsen di bidang pendidikan, dipandang penting melakukan kajian secara mendalam dalam bentuk

Dari tabel breakdown dan cost model di atas dapat diketahui bahwa item pekerjaan yang mempunyai biaya tertinggi adalah pekerjaan struktural dengan persentase sebesar

Matematika merupakan mata pelajaran yang bersifat abstrak, sehingga dituntut kemampuan guru untuk dapat mengupayakan metode yang tepat sesuai dengan tingkat

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) Aktivitas peserta didik kelas III SD Islam Nurul Ihsan Palangka Raya pada saat pembelajaran berlangsung dengan menggunakan

luka maka ion-ion ini akan membentuk tawas di mana tawas dalam darah terdapat protein yang di sebut faktor XIII merupakan transglutaminase yang sangat spesifik dan membentuk

Penerapan Sanksi Berupa Memanggil Yang Bersangkutan Dengan Orang Tuanya Terhadap Tingkat Kedisplinan Siswa di SMA Negeri 14 Bandar Lampung Tahun