BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Medis 1. Pengertian
Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium dengan ciri tersendiri, bulat, keras, berwarna putih hingga merah muda pucat, sebagian besar terdiri atas otot polos dengan beberapa jaringan ikat. Kira-kira 95% berasal dari korpus uteri dan 5% dari serviks. Hanya kadang-kadang saja berasal dari tuba fallopi atau ligamentum rotundum. Mioma uteri adalah tumor pelvis yang paling sering terjadi pada kira-kira 25% wanita kulit putih dan 50% kulit hitam pada umur 50 tahun ( Benson & Pernoll, 2008 : 548).
Mioma uteri adalah tumor jinak yang berasal dari miometrium dan merupakan tumor jinak tersering pada wanita di atas usia 30 tahun. Angka kejadiannya diperkirakan 3 dari 10 wanita berusia > 30 tahun menderita mioma uteri ( Endjun, 2008 : 271).
Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos yang terdiri dari sel-sel jaringan otot polos jaringan fibroid dan kolagen (Nurarif & Hardi, 2013 : 445).
Mioma uteri adalah tumor jinak yang struktur utamanya adalah otot polos rahim. Mioma uteri terjadi pada 20%-25% perempuan di usia reproduktif, tetapi oleh faktor yang tidak diketahui secara pasti (Anwar, 2011 :274).
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menopangnya (Unicef, 2013).
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus yang disebut juga dengan mioma uteri atau uterin fibroid. Mioma uteri umumnya terjadi pada usia lebih dari 35 tahun (Marmi, 2010).
Mioma uteri yaitu tumor jinak pada rahim, selain bisa ganas, lebih sering muncul tumor jinak pada rahim atau mioma uteri. Jenis tumornya tidak hanya satu. Bisa tumbuh dibagian dinding luar rahim, pada otot rahimnya, atau bisa juga dibagian dinding dalam rahim sendiri. Ini jenis tumor yang lebih banyak ditemukan. Rata-rata pada wanita di atas usia 30 tahun (Irianto, 2015).
2. Etiologi
Mioma uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium, menurut teori onkogenik maka patogenesa mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor yaitu insiator dan promotor. Faktor-faktor yang menginisiasi pertumbuhan mioma uteri masih belum diketahui dengan pasti. Dari penelitian menggunakan glucose-6-phospatase dihydrogenase diketahui bahwa mioma berasal dari jaringan yang uniselular. Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi mioma melibatkan mutasi somatik dari miometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid seks dan growth factor lokal.
3. Klasifikasi mioma uteri
Mioma uteri menurut letaknya dibagi menjadi 3 yaitu
1) Mioma submukosum : dibawah endometrium dan menonjol ke cavum uteri
2) Mioma intramural : berada di dinding uterus di antara serabut miometrium
3) Mioma subserosum : tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa (Nurafif & Hardi, 2013 :445 ).
Menurut (Anwar, 2011) Mioma diklasifikasikan berdasarkan lokasinya
1) Mioma submukosa : menempati lapisan dibawah
endometrium dan menonjol ke dalam kavum uteri. 2) Mioma intramural : mioma yang berkembang diantara
miometrium.
3) Mioma subrerosa : mioma yang tumbuh dibawah lapisan serosaa uterus dan dapat bertumbuh ke arah luar dan juga bertangkai.
4. Degenerasi
Mioma kadang-kadang mengalami proses degenerasi sehingga tampak menyerupai kantung gestasi (anekhoik), atau dapat pula mengalami proses kalsifikasi sehingga tampak lebih hiperekhoik dibanding miometrium normal. Mioma yang cepat membesar dan memiliki vaskularisasi yang baik, tampak
hipoekhoik homogen. Mioma uteri submukosum sering
menimbulkan menometroragia, dismenorea, atau keguguran berulang. Mioma serviks jarang terjadi, diperiksakan terjadi pada 8% dari semua jenis mioma uteri, serviks tampak membesar dan kehilangan akhogenitas normalnya (Endjun, 2008).
Bila terjadi perubahan pasokan darah selama pertumbuhanya, maka mioma dapat mengalami perubahan sekunder atau degeneratif sebagai berikut.
a. Degenerasi jinak
1) Atrofi : ditandai dengan pengecilan tumor yang umumnya terjadi setelah persalinan atau menopause.
2) Hialin : terjadi pada mioma yang telah matang atau tua di mana bagian yang semula aktif tumbuh kemudian terhenti akibat kehilangan pasokan nutrisi da berubah warnanya menjadi kekuningan, melunak atau melebur menjadi cairan gelatin sebagai tanda terjadinya degenerasi hialin.
3) Kistik : setengah mengalami hialinisasi, hal
tersebut berlanjut dengan cairnya gelatin sehingga mioma konsistensinya menjadi kistik. Adanya kompresi atau tekanan fisik pada bagian tersebut dapat menyebabkan keluarnya cairan kista ke kavum uteri, kavum peritonium, atau retroperitoneum.
4) Klasifikasi : disebut juga degenerasi kalkareus yang umumnya mengenai mioma subrerosa yang sangat rentan terhadap defisit sirkulasi yang dapat menyebabkan pengendapan kalsium karbonat dan fosfat di dalam tumor.
5) Septik : dapat menyebabkan mioma mengalami nekrosis dibagian tengah tumor yang berlanjut dengan infeksi yang ditandai dengan nyeri, kaku dinding perut, dan demam akut. 6) Kaneus : degenerasi merah yang diakibatkan oleh
trombosis yang yang diikuti dengan terjadinya bendungan vena dan perdarahan sehingga menyebabkan perubahan warna mioma.
7) Miksomatosa : degenerasi lemak yang terjadi setelah proses degenerasi hialin dan kistik. Degenerasi ini sangat jarang dan umumnya asimtomati.
b. Degenerasi ganas
1) Transformasi ke arah keganasan : bisa menjadi miosarkoma terjadi pada 0,1% - 0,5% penderita mioma uteri
( prawirohardjo, 2011). 5. Tanda dan Gejala mioma uteri
Menurut (Benson & Pernoll, 2008) tanda gejala mioma uteri yaitu : 1) perdarahan uterus abnormal
Perdarahan uterus abnormal dijumpai pada kira-kira 30% pasien dengan mioma uteri.Menoragi merupakan pola perdarahan uterus abnormal yang paling umum dan meskipun pola apa saja mungkin terjadi, paling sering berupa perdarahan bercak pre menstruasi dan sedikit perdarahan terus menerus setelah menstruasi.
2) efek penekanan. 3) nyeri dan infertilitas.
Menurut (Anwar, 2011) tanda dan gejala mioma uteri yaitu :
1) Perdarahan abnormal uterus
Perdarahan menjadi manifestasi klinik utama pada mioma dan hal ini terjadi pada 30% penderita. Bila terjadi secara kronis maka dapat terjadi anemia defisiensi zat besi dan bila berlangsung lama dan dalam jumlah yang besar maka sulit untuk dikoreksi dengan suplementasi zat besi.
2) Nyeri
Mioma tidak menyebabkan nyeri dalam pada uterus kecuali apabila kemudian terjadi gangguan vaskuler. Nyeri lebih banyak terkait dengan proses degenerasi akibat oklusi pembuluh darah, infeksi, torsi tangkai mioma atau kontraksi uterus sebagai upaya untuk mengeluarkan mioma subrerosa dari kavum uteri.
3) Efek tekanan
Walaupun mioma dihubungkan dengan adanya desakan tekan, tetapi tidaklah mudah untuk menghubungkan adanya penekanan organ dengan mioma. Bila ukuran tumor lebih besar lagi, akan terjadi penekanan ureter, kandung kemih dan rektum (prawiroharjo 2011).
Menurut (Nurafif & Hardi, 2013) tanda dan gejala mioma uteri yaitu :
1) Perdarahan abnormal : Hipermenore, menoragia, metroragia. Disebabkan oleh :
a) Pengaruh ovarium sehingga terjadi hiperplasi endometrium. b) Permukaan endometrium yang lebih luas dari biasanya. c) Atrofi enddometrium yang lebih luas dari biasanya.
d) Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma diantara serabut miometrium sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.
2) Nyeri
Dapat timbul karena gangguan sirkulasi yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Pada mioma submukosum yang dilahirkan dapat menyempitkan canalis servikalis sehingga menimbulkan dismenore.
3) Gejala penekanan
Penekanan pada vesika urinaria menyebabkan poliuri, pada uretra menyebabkan retensio urine, pada ureter menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rectum menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan limfe menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.
4) Disfungsi reproduksi
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab infertilitas masih belum jelas, 27- 40% wanita dengan mioma uteri mengalami infertilitas.
Mioma uteri dapat mempengaruhi kehamilan, bisa menyebabkan :
a. Infertilitas
b. Bertambahnya resiko abortus c. Hambatan pada persalinan d. Inersia atau atonia uteri
e. Kesulitan pelepasan plasenta dan
f. Gangguan proses involusi masa nifas (Unicef, 2013). 6. Diagnosis
Menurut (Unicef, 2013) Diagnosis dari mioma uteri
a. Adanya masa yang terlihat menonjol atau teraba seperti bagian janin.
b. Diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan USG
Menurut (Benson & Pernoll, 2008) Diagnosis banding mioma uteri yaitu Pembesaran atau ketidak peraturan uterus yang di sebebkan oleh mioma dapat di sebab kan oleh kehamilan, adenomiosis atau neoplasma uteri yang salah didiagnosis. Keadaan lain yang perlu di pertimbangkan adalah subinfolusi, kelainan kongenital, perlekapan adneksa, omentum atau usus besar, hipertrofi jinak dan sarkoma atau karsinoma.
7. Komplikasi
Menurut (Marmi, 2010) Komplikasi mioma uteri terbagi menjadi 3 yaitu :
1) Pertumbuhan leimiosarkoma 2) Torsi (putaran tangkai) 3) Nekrosis dan infeksi 8. Terapi
Terapi harus memperhatikan usia, paritas, kehamilan, konservasi fungsi reproduksi, keadaan umum, dan gejala yang ditimbulkan. Bila kondisi pasien sangat buruk, lakukan upaya perbaikan yang diperlukan termasuk nutrisi, suplementasi zat esensial, ataupun transfusi. Pada keadaan gawat darurat akibat infeksi atau gejala abdominal akut, siapkan tindakan bedah gawat darurat untuk menyelamatkan penderita. Pilihan prosedur bedah terkait dengan mioma uteri adalh miomektomi atau histerektomi ( Anwar, 2011).
9. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Nurafif & Hardhi, 2013) pemerikasaan diagnostik mioma uteri meliputi :
a. Tes laboratorium
Hitung darah lengkap dan apusan darah : leukositosis dapat disebabkan oleh nekrosis akibat torsi atau degenerasi.
Menurunnya kadar hemoglobin dan hematokrit menunjukan adanya kehilangan darah yang kronik.
b. Tes kehamilan terhadap chorioetic gonadotropin
Sering membantu dalam evaluasi suatu pembesaran uterus yang simetrik menyerupai kehamilan atau terdpat bersama-sama dengan kehamilan.
c. Ultrasonografi
Apabila keberadaan massa pelvis meragukan, sonografi dapat membantu.
d. Pielogram intravena
Dapat membantu dalm evaluasi diagnostik. 1) Pap smear serviks
Selalu diindikasikan untuk menyingkap neoplasia serviks sebelum histerektomi.
2) Histerosal pingogram
Dianjurkan bila klien menginginkan anak lagi dikemudian hari untuk mengevaluasi distorsi rongga uterus dan kelangsungan tuba falopi (Nurarif & Kusuma, 2013).
Menurut (Marmi, 2010) deteksi mioma uteri dapat dilakukan dengan cara :
1) Pemeriksaan darah lengkap
Hb : turun, Albumin : turun, Lekosit : turun atau meningkat, Eritrosit : turun.
2) USG : terlihat massa pada daerah uterus.
3) Vaginal toucher : didapatkan perdrahan pervaginam, teraba massa, konsistensi dan ukurannya.
4) Sitologi : menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.
5) Rontgen : untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat menghambat tindakan operasi
6) ECG : mendeteksi, kelainan yang mungkin terjadi yang dapat mempengaruhi tindakan operasi.
Menurut (Setyorini, 2014) pemeriksaan fisik mioma uteri meliputi :
1) Pemeriksan abdomen : teraba massa didaerah pubis atau abdomen bagian bawah dengan konsistensi kenyal, bulat, berbatas tegas, sering berbenjol atau bertangkai, mudah digerakan, tidak nyeri.
2) Pemeriksaan bimanual : didapatkan tumor tersebut menyatu atau berhubungan dengan uterus, ikut bergerak pada pergerakan serviks.
10. Planning
a. Olahraga secara teratur dan konsumsi makanan yang banyak mengandung nutrisi terutama dari tumbuh- tumbuhan sehingga dapat membuat daya tahan tubuh meningkat.
b. Jagalah kebersihan diri khususnya bagian kewanitaan sekurang-kurangnya sekali sehari.
c. Berhenti merokok dan berhenti minum minuman yang berakohol.
d. Mempertahankan berat badan yang ideal dan kenali gejala tumor (Nurarif & Hardi, 2013).
11. Penanganan
Menurut (Benson & Pernoll, 2008) Penanganan mioma tergantung pada sejumlah variabel termasuk jumlah, ukuran, lokasi, gejala, degomerasi, keinginan reproduksi (umur, paritas, harapan untuk melahirkan), kesehatan umum, dekatnya dengan menopause dan kemungkinan keganasan. Untuk mioma kecil tanpa gejala, penatalaksanaan konservatif (yaitu pemantauan cermat tetapi tanpa terapi) berupa pemeriksaan (dan pencitraan ultrasonografi bila ada) setiap 4-6 bulan. Sebenarnya sebagian besar kasus dapat ditangani deangan cara ini sehingga tidak perlu operasi.
Menurut (Marmi, 2010) Indikasi mioma uteri yang dapat diangkat adalah mioma submukosum bertangkai. Pada mioma uteri yang masih kecil khususnya pada penderita yang mendekati masa menopause tidak dilakukan pemeriksaan pelvic secara rutin tiap tiga bulan atau enam bulan. Adapun cara penanganan pada mioma uteri yang perlu diangkat adalah dengan pengobatan operatif diantaranya yaitu histerektomi dan umumnya dilakukan histerektomi total abdominal. Tindakan histerektomi total tersebut
dikenal dengan nama Total Abdominal Histerektomy and Bilateral Salpingho Ophorectomy (TAH-BSO). TAH-BSO adalah suatu tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus, serviks, kedua tuba fallopi dan ovarium dengan melakukan insisi pada dinding, perut pada malignan neoplasmatic desease, leymioma dan chronic endrometriosis.
Menurut (Yatim, 2008) obat-obatan yang biasa diberikan kepada penderita mioma uteri yang mengalami perdarahan melalui vagina yang tidak normal antara lain :
1. Obat anti inflamasi yang nonsteroid (Nonsteroid
Antiinflamation = NSAID) 2. Vitamin
3. Dikerok (kuretase)
4. Obat-obat hormonal (misalnya pil KB)
5. Operasi penyayatan jaringan myom ataupun mengangkat rahim keseluruhan (Histerektomi)
6. Bila uterus hanya sedikit membesar apalagi tidak ada keluhan, tidak memerlukan pengobatan khusus.
12. Patofiologi Uterus
Uterus
Bagan 2. 1 patofisiologi uterus
Sumber : (Prawirohardjo, 2011), (Benson & Pernoll, 2008), (Nurafif & Hardhi, 2013) Uterus
Abnormal Normal
Tidak ada benjolan 1. Terdapat benjolan
2. Perdarahan uterus abnormal
3. Efek tekanan
4. Penekanan ureter, kandung kemih dan rektum.
5. Nyeri dan infertilitas
Pemeriksaan Diagnostik 1. Tes laboratorium 2. Ultrasonografi 3. Pap smear 4. Histerosal pingogram Submukosum Intramural Subrerosum Mioma Uteri
B. Manajemen Kebidanan
1. Pengertian Manajemen Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis, mulai dan pengkajian, analisis data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Mufdilah 2012:110).
2. Prinsip Proses Manajemen Kebidanan
a. Secara sistematis mengumpulkan dan pemperbaharui data yang lengkap dan relevan dengan melakukan pengkajian yang komprehensif terhadap kesehatan setiap klien, termasuk mengumpulkan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik.
b. Mengidentifikasi masalah dan membuat diagnosa berdasarkan interpretasi data dasar.
c. Mengidentifikasi kebutuhan terhadap asuhan kesehatan dalam menyelesaikan masalah dan merumuskan tujuan asuhan kesehatan bersama klien.
d. Memberi informasi dan support sehingga klien dapat membuat keputusan dan tanggung jawab terhadap kesehatannya.
e. Membuat rencana asuhan yang komprehensif bersama klien.
f. Secara pribadi bertanggung jawab terhadap implementasi secara individu.
g. Melakukan konsultasi, prencanaan dan melaksanakan manajemen dengan kolaborasi dan merujuk klien untuk mendapatkan asuhan selanjutnya.
h. Merencanakan manajemen terhadap komplikasi tertentu,
dalamsituasi darurat dan bila ada penyimpangan dari keadaan normal.
i. Melakukan evaluasi bersama klien terhadap pencapaian asuhan kesehatan dan merevisi rencana asuhan sesuai dengan kebutuhan. (Mufdilah, 2012:111)
3. Sasaran Manajemen Kebidanan
Bidan sesuai dengan perannya sebagai tenaga kesehatan memiliki kewajiban memberikan asuhan untuk menyelamatkan ibu dan anak dari gangguan kesehatan.Untuk melaksanakan asuhan tersebut digunakan metode pendekatan yang disebut manajemen kebidanan.Metode dan pendekatan digunakan untuk mendalami permasalahan yang dialami oleh pasien atau klien dan kemudian merumuskan permasalahan tersebut, serta akhirnya mengambil langkah pemecahannya.
Permasalahan kesehatan ibu dan anak yang ditangani oleh bidan
mutlak menggunakan metode dan pendekatan manajemen
kebidanan.Sesuai dengan lingkup dan tanggung jawab bidan, maka sasaran manajemen kebidanan ditujukan baik kepada individu ibu dan anak, keluarga maupun kelompok masyarakat.Manajemen kebidanan dapat digunakan oleh bidan didalam melaksanakan kegiatan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan kesehatan ibu dan anak dalam lingkup dan tanggung jawab.
Manajemen kebidanan membantu proses berfikir bidan dalam melaksanakan asuhan dan pelayanan kebidanan. Manajemen kebidanan tidak hanya diimplementasikan pada asuhan kebidanan pada individu, akan tetapi dapat juga diterapkan didalam pelaksanaan pelayanan kebidanan yang ditujukan kepada keluarga dan masyarakat. Manajemen kebidanan mendorong bidan menggunakan cara yang teratur dan rasional, sehingga mempermudah pelaksanaan yang tepat dalam memecahkan masalah pasien dan kliennya. Dan kemudian akhirnya tujuan mewujudkan kondisi ibu atau anak yang sehat, dapat dicapai (Mufdilah, 2012:122).
4. Menurut Hellen Varney Langkah-langkah Manajemen Kebidanan 1) langkah 1 (Pertama) Pengumpulan Data Dasar
Langkah pertama merupakan awal yang akan menentukan langkah berikutnya. Mengumpulkan data adalah menghimpau informasi tentang klien atau orang yang meminta asuhan.Memilih informasi data yang tepat diperlukan analisa situasi yang menyangkut manusia yang rumit karena sifat manusia yang komplek. Kegiatan pengumpulan data dimulai saat klien masuk dan dilanjutkan secara terus menerus selama proses asuhan kebidanan
sumber.Sumber yang dapat memberikan informasi paling akurat yang dapat diperoleh secepat mungkin dan upaya sekecil mungkin.Pasien dalam sumber informasi yang akurat dan ekonomis, disebut sumber data primer, sumber data alternative atau sumber data sekunder adalah data yang yang sudah ada praktikan kesehatan lainnya, anggota keluarga.
Pengumpulan data dasar yaitu meliputi identitas pasien misalnya pada Ny. N umur 51 tahun dengan keluhan utamanya ibu merasakan ada benjolan saat diraba di perut bagian bawah, dirasakan sejak kurang lebih 1 bulan yang lalu, benjolan tumbuh membesar dan dirasakan makin besar 4 hari terakhir, riwayat kesehatan keluarga : tidak ada riwayat penyakit menular, penyakit keturunan dan tidak ada yang menderita tumor.
Data secara garis besar, diklasifikasikan menjadi data subyektif dan data obyektif. Pada waktu mengumpulkan data subyektif bidan harus : mengembangkan hubungan antar pesonal yang efektif dengan pasien/ klien/ yang diwawancarai, lebih memperhatikan hal- hal yang menjadi keluhan utama pasien dan yang mencemaskan, berupaya mendapatkan data/ fakta yang sangat bermakna dalam kaitan dengan masalah pasien.
Pada waktu mengumpulkan data obyektif bidan harus : mengamati ekspresi dan perilaku pasien, mengamati perubahan/ kelainan fisik, memperhatikan aspek sosial budaya pasien,
menggunakan teknik pemeriksaan yang tepat dan benar, melakukan pemeriksaan yang terarah dan berkaitan dengan keluhan pasien.
Pemeriksaan dilakukan dengan memakai instrumen atau alat pengukur. Tujuannya untuk memastikan batas dimensi angka, irama, kuantitas. Misalnya : tinggi badan dengan meteran, berat badan dengan timbangan, tekanan darah dengan tensimeter.
2) Langkah II (Kedua) Interprestasi Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interprestasi yang benar atas data-data yang dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterprestasikan sehingga ditemukan masalah atau diagnosa yang spesifik.
Langkah awal dari perumusan masalah atau diagnosa kebidanan adalah pengelolaan atau analisa data yaitu menggabungkan dan menghubungkan data satu dengan lainnya sehingga tergambar fakta.
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan oleh bidan dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan.
Standar nomenklatur diagnosa kebidanan : 1. Diakui dan telah disahkan oleh profesi.
3. Memilki ciri khas kebidanan.
4. Didukung oleh clinical judgement dalam praktik kebidanan.
5. Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan.
DS :
a. ibu mengatakan nyeri saat menstruasi b. Ibu mengatakan menstruasi banyak.
DO :
a. TFU 1 jari bawah pusat dan teraba massa dengan ukuran 15x 15 cm dibagian abdomen bawah
b. VT : Portio : lunak, OUE/ OUI : tertutup c. USG : uterus antifleksi ukuran 15x15 cm
3) Langkah III (Ketiga) Mengidentifikasi Diagnose atau Masalah Potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasikan masalah atau diagnose potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnose yang sudah diindentifikasi. Langkah
ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan
diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa atau masalah potensial ini benar-benar terjadi.
Diagnosa potensial : infertilitas.
4) Langkah IV (Keempat) Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan yang Memerlukan Penanganan Segera
Beberapa data menunjukkan situasi emergensi dimana bidan perlu bertindak segera demi keselamatan ibu, beberapa data menunjukkan situasi yang memerlukan tindakan segera sementara menunggu intruksi lain. Bidan mengevaluasi situasi setiap pasien untuk menentukan asuhan pasien yang paling tepat. Langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan.
Kolaborasi dengan dokter dan menentukan rencana operasi.
5) Langkah V (Kelima) Merencanakan Asuhan yang Komprehensif atau Menyeluruh
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah sebelumnnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnose atau masalah yang telah diidentifikasi atau antisipasi, pada langkah ini informasi atau data dasar yang tidak lengkap di lengkapi. Suatu rencana asuhan harus sama-sama
disetujui oleh bidan maupun wanita itu agar efektif, karena pada akhirnya wanita itulah yang akan melaksankan rencana itu atau tidak. Oleh karena itu tugas dalam langkah ini termasuk membuat dan mendiskusikan rencanan dengan wanita itu begitu juga termasuk penegasan akan persetujuannya.
Jelaskan pada ibu tentang penyakit dan kondisi yang dialaminya dan tindakan yang akan dilakukan, kolaborasi dengan dokter tentang rencana operasi, informed consent dan informed choice pada ibu dan keluarga tentang rencana operasi, anjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi, vitamin dan gizi seimbang seperti sayuran, buah-buahan serta
mengkonsumsi susu, beri kesempatan untuk
mengungkapkan perasaanya, beri KIE tentang personal hygiene, penatalaksanaan pemberian obat.
6) Langkah VI (keenam) Melaksanakan Perencanaan dan Penatalaksanaan
Pada langkah keenam ini rencana menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah ke-5 dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan selurunya oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan
lainnya. Dalam situasi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter dan keterlibatannya dalam manajemenasuhan bagi
pasien yang mengalami komplikasi, bidan juga
bertanggung jawab terhadap terlaksanakannya rencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut. Manajemen yang efisien akan menyingkat waktu, biaya dan meningkatkan mutu asuhan.
Kaji ulang apakah tindakan antisipasi untuk mengatasi masalah atau diagnosa potensial yang diidentifikasi sudah tepat.
Menjelaskan pada ibu tentang penyakit mioma uteri, melakukan kolaborasi dengan dokter tentang rencana operasi pengangkatan mioma, memberikan inform consent dan inform choice pada ibu dan keluarga, memberi KIE tentang personal hygiene.
7) Langkah VII ( Ketujuh) Evaluasi
Pada langkah ke-7 ini dilakukan evaluasi keefektifm dari asuahan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah bener-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi didalam masalah dan diagnosa. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam penatalaksanaannya.Ada kemungkinan bahwa
sebagaiamana rencana tersebut telah efektif sedang sebagaimana belum efektif. Manajemen kebidanan ini merupakan suatu kontinen, maka perlu mengulangi kembali dari awal setiap asuhan mengidentifikasi mengapa proses manajemen tidak efektif serta melakukan penyesuaian pada rencana asuhan berikutnya.
C. Teori Hukum Kewenangan Bidan
Lingkup praktik kebidanan adalah terkait erat dengan fungsi, tanggung jawab dan aktivitas bidan yang telah mendapatkan pendidikan, kompeten dan memiliki kewenangan untuk melaksanakanya. Bidan dalam melaksanakan peran, fungsi dan tugasnya didasarkan pada kemampuan dan kewenangan yang diberikan.Kewenangan tersebut diatur melalui
Peraturan Mentri Kesehatan (Permenkes) Nomor
1464/Menkes/Per/X/2010. Tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan, kewenangan Bidan adalah :
1. Kewenangan Bidan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan, kewenangan yang dimiliki bidan meliputi:
a) Pasal 9
Bidan dalam penyelenggaraan praktik, berwenang untuk
memberikan pelayanan meliputi :
1) Pelayanan kesehatan ibu
2) Pelayanan kesehatan anak
3) Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
b) Pasal 12
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana sebagaimana diamksud dalam pasal 9 nomor 3, berwenang untuk :
1. Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana dan
2. Memberi alat kontrasepsi oral dan kondom
Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009
c) Pasal 71
1) Kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mat bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan. 2) Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi :
a. Saat sebelum hamil, hamil, melahirkan, dan sesudah melahirkan
b. Pengaturan kehamilan, alat kontrasepsi, dan kesehatan seaksual dan
c. Kesehatan sistem reproduksi
3) Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanankan melalui kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Dalam menjalankan tuganya, bidan melakukan kolaborasi konsultasi dan merujuk sesuai dengan kondisi pasien, kewenangan dan kemampuanya. Dalam keadaan darurat bidan juga diberi wewenang pelayanan kebidanan yaitu yang ditunjukan untuk menyelamatkan jiwa.
Lingkup praktik bidan adalah pada BBL, bayi, balita, anak, perempuan, remaja putri, wanita pranikah, wanita selama masa hamil, bersalin dan nifas, wanita pada masa interval dan wanita menoupose (Mufdilah, 2012.104).
D. Kewenangan Bidan dalam Menangani Mioma Uteri
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 Kompetensi bidan di Indonesia dalam melaksanakan Asuhan Kebidanan pada wanita/ ibu dengan gangguan reproduksi terdapat pada kompetensi 9 yaitu :
1. Pengetahuan dasar
a. Penyuluhan kesehatan mengenai kesehatan reproduksi, penyakit menular seksual (PMS), HIV/AIDS.
b. Tanda dan gejala infeksi saluran kemih serta penyakit seksual yang lazim.
c. Tanda, gejala dan penatalaksanaan pada kelainan ginekologi meliputi : keputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan haid. 2. Ketrampilan dasar
a. Mengidentifikasi gangguan masalah dan kelainan-kelainan sistem reproduksi.
b. Memberikan pengobatan pada perdarahan abnormal dan abortus spontan (bila belum sempurna).
c. Melaksanakan kolaborasi dan atau rujukan secara tepat pada wanita/ ibu dengan gangguan sistem reproduksi.
d. Memberikan pelayanan dan pengobatan sesuai dengan kewenangan pada gangguan reproduksi meliputi : keputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan haid.
e. Mendokumentasikan temuan-temuan dan intervensi yang dilakukan.
3. Ketrampilan tambahan
a. Menggunakan mikroskop untuk pemeriksaan hapusan vagina. b. Mengambil dan pengiriman sediaan pap smear
13. Pathway Mioma Uteri
Bagan 2.2 Pathway mioma uteri
Sumber : (Nurafif& Hardhi, 2013), (Anwar, dkk, 2011), (Benson & Pernoll, 2008) Mioma Uteri
Tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa.
Berada di dinding uterus diantara serabut miometrium.
Dibawah endometrium dan menonjol ke cavum uteri.
Mioma Subrerosum Mioma Intramural
Mioma Submukosum
Tanda dan Gejala
1. Perdarahan abnormal (hipermenorea, menoragia, metroragia) 2. Nyeri pada uterus
3. Efek penekanan ureter, kandung kemih dan rektum
Penatalaksanaan 1. Miomektomi 2. histerektomi