• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA / DASAR PEMIKIRAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KERANGKA / DASAR PEMIKIRAN"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KERANGKA / DASAR PEMIKIRAN

2.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

Sejak awal kemunculannya, film selalu mendapat perhatian banyak dari masyarakat—tidak hanya karena teknologi yang digunakan, tetapi juga karena kemampuannya menghibur bahkan mempengaruhi masyarakat. Indonesia sendiri sempat mengalami guncangan komunikasi massa pada masa peralihan komunikasi dari komunikasi massa liberalis menuju komunikasi massa sosialis, yang mau

tidak mau membuat perfilman Indonesia terombang-ambing.23 Permasalahan ini

kemudian diatasi pemerintah dengan mengeluarkan Penetapan Presiden No.1 Tahun 1965, tentang ―Pembinaan Perfilman‖. Penetapan Presiden ini mengatur tentang film, agar film menjadi pendukung dan penyebar ideologi-ideologi

negara.24 Undang-undang yang mengatur perfilman Indonesia saat ini pun masih

menghendaki bahwa film sebagai media massa, yaitu UU RI No.8 tahun 1992 tentang Perfilman. Dalam pasal 5 dituliskan bahwa : ―Film sebagai media komunikasi massa pandang-dengar mempunyai fungsi penerangan, pendidikan,

pengembangan budaya bangsa, hiburan, dan ekonomi.‖.25

Kemudian terdapat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 23 tahun 1999 tentang Pelaksanaan Serah Simpan dan Pengelolaan Rekan Film

23 Oey Hong Lee. Publisistik Film. Jakarta: Ichtiar, 1965. 24 Ibid.

25KPI Online. (2000, 22 Juni). Undang-Undang Perfilman [online]. Diakses pada tanggal 6 April 2015 dari

http://www.kpi.go.id/download/regulasi/UU%20No.%208%20Tahun%201992%20Tentang%20 Perfilman.pdf

(2)

15

Cerita atau Film Dokumenter. Dalam peraturan ini dijelaskan bahwa Karya Rekam Film Cerita atau Film Dokumenter pada dasarnya merupakan salah satu karya budaya bangsa sebagai perwujudan cipta, rasa dan karsa manusia serta mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjuang pembangunan pada umumnya, khususnya pembangunan pendidikan, penulisan, pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi serta penyebaran informasi.26

2.2 Film Dokumenter

Film diartikan secara singkat sebagai sebuah potongan-potongan gambar yang bergerak yang kemudian disusun menjadi sebuah cerita. Pada dasarnya, film dibedakan menjadi fiksi dan non-fiksi. Contoh dari film fiksi ada banyak, karena pada dasarnya cerita pada film fiksi bisa dibuat, sedangkan salah satu contoh dari film non-fiksi adalah dokumenter.

Dokumenter sebenarnya adalah sebutan yang digunakan untuk film pertama karya Lumiere bersaudara yang berkisah tentang perjalanan yang dibuat sekitar tahun 1980-an. Namun dalam perkembangannya akhirnya sebutan dokumenter bisa digunakan bebas untuk film yang menyajikan sebuah realita dan

dibuat untuk berbagai macam tujuan.27

Ada beberapa jenis film dokumenter, diantaranya adalah laporan perjalanan, sejarah, biografi, nostalgia, rekonstruksi, investigasi, perbandingan

26 Lubis Gafura. Pemakaian Bahasa Gaul dalam Film Remaja Indonesia. Jakarta, 1999. 27 Heru Effendy. Mari Membuat Film: Panduan Menjadi Produser. Jakarta: Panduan, 2002.

(3)

16

dan kontradiksi, ilmu pengetahuan, dan dokudrama.28 Untuk berfokus pada cerita

dari seorang case manager, maka penulis menggunakan jenis film documenter biografi. Dokumenter biografi adalah jenis film dokumenter yang bercerita tentang seseorang, entah dia yang dikenal oleh masyarakat luas, yang memiliki keunikan, kehebatan, atau mungkin aspek-aspek lain yang bisa diangkat menjadi sebuah tema dokumenter. Jenis dokumenter biografi ini pun dibagi lagi menjadi

beberapa golongan29 :

1. Biografi Potret, yaitu biografi yang mengupas tentang human interest seseorang.

2. Biografi Kronologi, yaitu biografi yang mengupas tentang kronologis seseorang, misalnya menceritakan perjalanan dari ia lahir hingga kemudian meninggal beserta kesuksesan-kesuksesan yang ia raih selama ia hidup.

3. Profil, biasanya biografi ini membahas aspek positif dari tokoh biografi tersebut.

Tipe film dokumenter lebih cenderung mengelompok dari pendekatan wujud yang terlihat secara kasat mata serta dapat dirasakan dampaknya oleh penonton, sehingga lebih dekat dengan gaya film seperti unsur mise-en-scene,

28 Jenis-Jenis Film Dokumenter (2014, 16 Agustus). International Design School Articles [online]. Diakses pada 5 April 2015 dari http://www.idseducation.com/2014/08/16/jenis-jenis-film-dokuementer/

(4)

17

sinematografi, editing dan suara. Menurut Bill Nichols klasifikasi tipe-tipe film

dokumenter yaitu :30

1. Tipe Expository. Tipe ini berupa narasi (voice over) yang memaparkan/menjelaskan serangkaian fakta yang dikombinasikan bersamaan dengan gambar-gambar di film. Kekuatan narasi yaitu menyampaikan informasi abstrak yang tidak mungkin digambarkan oleh shot serta dapat memperjelas peristiwa atau action tokoh yang terekam kamera dan kurang dipahami. Penekanan pada jenis ini adalah penyampaian informasi.

2. Tipe Observational. Film dokumenter observational merupakan film yang filmmaker-nya menolak untuk mengintervensi objek dan peristiwanya. Mereka berusaha untuk netral dan tidak menghakimi subjek atau peristiwanya. Tipe ini juga menolak menggunakan narasi atau komentar dari luar ruang cerita. Penekanannya adalah untuk memaparkan potongan kehidupan manusia sceara akurat atau mempertunjukkan gambaran kehidupan manusia secara langsung.

3. Tipe Interactive. Tipe dokumenter ini menjadi kebalikan dari dokumenter observational, pembuat filmnya menunjukkan diri secara mencolok di layar dan melibatkan diri pada peristiwa serta berinteraksi dengan subjeknya. Aspek utama dari dokumenter interactive adalah wawancara, terutama dengan subjek-subjeknya

30 Kusen Dony Hermansyah (2011, 5 April). Tipe-Tipe (Mode) Dokumenter [online]. Diakses pada tanggal 2 Juni 2016 dari

(5)

18

sehingga bisa didapatkan komentar-komentar dan respon langsung dari narasumbernya (subjek film).

4. Tipe Reflexive. Tipe ini lebih memfokuskan pada bagaimana film itu dibuat artinya penonton dibuat menjadi sadar akan adanya unsur–unsur film dan proses pembuatan film tersebut. Tujuannya untuk membuka ‗kebenaran‘ lebih lebar kepada penontonnya. 5. Tipe Performative. Tipe film dokumenter ini pada satu sisi justru

mengalihkan perhatian penonton dari ‗dunia‘ yang tercipta dalam film. Sedangkan sisi yang lain justru menarik perhatian penonton pada aspek ekspresi dari film itu sendiri. Tujuannya untuk merepresentasikan ‗dunia‘ dalam film secara tidak langsung. Aspek penciptaan tersebut bertujuan untuk menggambarkan subjek atau peristiwanya secara lebih subjektif, lebih ekspresif, lebih stylistik, lebih mendalam serta lebih kuat menampilkan penggambarannya.

6. Tipe Poetic. Film dokumenter tipe ini cenderung memiliki interpretasi subjektif terhadap subjek-subjeknya. Pendekatan dari tipe ini mengabaikan kandungan penceritaan tradisional yang cenderung menggunakan karakter tunggal (individual characters) dan peristiwa yang harus dikembangkan.

(6)

19

2.3 Fungsi Film Dokumenter

Inti dari dokumenter adalah suatu usaha eksplorasi dari orang-orang, pelaku-pelaku yang nyata dan situasi yang sungguh nyata. Jadi sebenarnya ketika kita memfilmkan dokumenter adalah bentuk usaha kita untuk menampilkan

kembali situasi nyata dan orang-orang yang terlibat di dalamnya.31 Maka atas

dasar tersebut, dokumenter memiliki beberapa fungsi, yaitu32 :

1. Dokumenter dan waktu

Biasanya film dokumenter menampilkan masa lalu dan masa kini. Namun dapat juga digunakan untuk meramalkan masa depan. Seperti pada film The War Game (1965) oleh Peter Watkins, pengetahuan pada peristiwa pengebomam kota Dresden, Hiroshima, dan Nagasaki, untuk mencuatkan dugaan akan serangan nuklir ke London.

2. Dokumenter sebagai penanganan kreatif atas realitas

Mencakup semua bentuk non-fiksi seperti alam, ilmu pengetahuan, cerita tentang perjalanan, industri, pendidikan, dan bahkan film untuk kepentingan promosi.

3. Dokumenter untuk menangani masalah sosial

Perhatian pada kualitas dan keadilan kehidupan masyarakat, biasanya membawa film dokumenter melampaui sekedar fakta-fakta, menuju kepada dimensi moral dan etika, yang akan meneliti kembali penataan kehidupan masyarakat dan lebih jauh lagi mengenai kesadaran manusia.

31 Michael Rabiger. Directing The Documentary: Third Edition. Singapore: Focal Press, 1998. 32 Ibid.

(7)

20

4. Dokumenter, individualitas dan cara pandang

Emile Zola, seorang sastrawan Prancis terkemuka, menyatakan bahwa sebuah pekerjaan seni adalah sudut alam yang dilihat melalui sebuah watak tertentu. Maka setiap dokumenter akan menghadirkan keterlibatan kondisi manusia yang segar, unik, dan memikat.

5. Dokumenter sebagai sebuah cerita yang terorganisasi

Film dokumenter yang sukses, seperti layaknya film fiksi, memerlukan cerita yang bagus dengan karakter yang menarik, penekanan-penekanan melalui narasi, dan sudut pandang yang lengkap.

6. Rentang bentuk dokumenter

Sebuah film dokumenter dapat terkontrol dan melalui perenungan, spontan dan tak dapat diduga, puitis dan mengesankan, sangat observatif, memuat komentar atau bahkan tidak ada narasi sama sekali, menginterogasi subyek, bahkan menyergap atau menangkap basah subyek. Dapat memaksa atau meminta, menggunakan kata-kata, gambar, musik, atau perilaku manusia. Bisa menggunakan literatur, seni teater, tradisi lisan dan bantuan musik, lukisan, lagu, essay, atau koreografi.

7. Ketelitian untuk melihat situasi yang ada; berhadapan dengan kenyataan yang sesungguhnya

Film dokumenter tidak memiliki batasan, tetapi film dokumenter selalu memantulkan daya tarik dan rasa hormat pada aktualitas. Aktualitas adalah sesuatu yang obyektif, yang dapat dilihat, diukur, dan kita setujui bersama.

(8)

21

8. Dokumenter untuk menggugah sebuah kesadaran

Salah satu fungsi ini adalah ketika penonton merasa adanya pertentangan batin untuk direnungkan. Seperti misalnya film dokumenter tentang pendidikan para prajurit muda. Di satu sisi penonton merasa penting untuk mendidik para prajurit dengan disiplin tinggi, di satu sisi ada rasa kemanusiaan yang kadang terusik karena yang tampak seolah hanya kekerasan semata.

9. Dokumenter sebagai sebuah bentuk seni sosial

Tujuannya adalah untuk mengarahkan kepada penonton, pengalaman-pengalaman pembuatnya dalam perjuangannya untuk memahami setiap kejadian khusus yang tengah terjadi.

2.4 Tahap-Tahap Pembuatan Film Dokumenter

Pada dasarnya tahapan pembuatan film dokumenter sama saja dengan film-film yang lain—terdiri dari tiga tahapan, yaitu tahap pra produksi, produksi, dan pasca produksi.

2.4.1 Pra Produksi

Dalam tahap pra produksi ini tim awalnya melakukan riset mendalam terhadap topik yang dipilih sebagai tema dokumenter. Setelah riset selesai dilakukan, tim kembali mengadakan brain storming untuk memilah-milah data riset—kira-kira bagian mana yang akan dijadikan permasalahan, klimaks, cerita, dan sebagainya. Dalam tahap produksi ini

(9)

22

semua persiapan yang dibutuhkan dalam pembuatan dokumenter mulai ‗dimatangkan‘.

2.4.2 Produksi

Tahapan kedua adalah produksi, dimana proses shooting dimulai. Schedule biasanya ditentukan oleh produser. Di lapangan, sutradara memulai pekerjaan dengan memastikan bahwa setiap departemen produksi beserta peralatannya dalam kondisi prima—karena produksi sebuah dokumenter adalah mengejar timing, biasanya tidak ada re-take kecuali dalam proses rekonstruksi cerita.

2.4.3 Pasca Produksi

Tahapan terakhir adalah pasca produksi, dimana setiap hasil shoot—audio dan visual—diserahkan kepada editor untuk dilakukan editing.

2.5 Unsur Penunjang Proses Produksi

Dalam pembuatan sebuah film, terdapat beberapa hal yang menunjang proses pembuatan tersebut, salah satunya adalah tim produksi yang terdiri dari beberapa orang yang berpengalaman yang dipercaya bisa menghasilkan hasil maksimal sehingga film tersebut bisa menjadi film yang berkualitas. Beberapa

jabatan dalam tim produksi tersebut antara lain adalah33 :

1. Produser eksekutif

33Kreatif Production. (2009, 10 Desember). Jabatan Dalam Bidang Film [online]. Diakses pada 11 April 2015 dari http://www.kreatifproduction.com/?p=700

(10)

23

Produser eksekutif adalah seorang investor yang membiayai proyek film yang diberikan kepada film maker. Produser eksekutif bisa terdiri dari beberapa orang, bahkan banyak orang.

2. Produser

Produser adalah seorang atau beberapa orang yang bertugas mengelola segala hal yang berhubungan dengan pembuatan film. Produser harus menginisiasi, mengkoordinasi, mensupervisi dan mengontrol segala hal tentang pembiayaan, merekrut personal atau kru dan pengaturan distribusi. Seorang produser akan terlibat pada keseluruhan proses pembuatan film dari awal sampai akhir. Produser adalah orang yang harus bertanggung jawab kepada produser eksekutif yang berhubungan dengan kinerja keseluruhan tim.

3. Koordinator Produksi

Koordinator ini bertugas mengkoordinasikan semua yang berhubungan dengan informasi di dalam produksi. Dia bertanggung jawab untuk mengatur semua logistik dari perekrutan kru produksi, menyewa peralatan dan pencarian talent (artis).

4. Sutradara

Sutradara bertanggung jawab terhadap aspek kreatif film, termasuk konten dan mengendalikan alur plot cerita, memilih lokasi dimana eksekusi scene akan berlangsung, juga menentukan waktu dan isi dari soundtrack film. Meskipun kekuasaan dan wewenang sutradara sangat besar, ia tetap harus tunduk pada komando produser.

(11)

24

5. Asisten Sutradara

Tugasnya adalah membantu kinerja sutradara dalam mengawasi dan menjalankan proses produksi. Intinya, asisten sutradara memastikan dan menjaga lingkungan dan hubungan antara sutradara, kru, dan talent tetap kondusif. Asisten sutradara tidak bisa hanya satu orang, biasanya posisi ini ditempati oleh dua sampai tiga orang.

6. Penulis Naskah

Penulis naskah adalah orang yang menciptakan dan meletakkan dasar acuan bagi pembuatan film dalam bentuk tertulis yang kemudian akan diterjemahkan menjadi sebuah treatment dan storyboard sesuai dengan adegan yang tertera di dalam naskah tersebut.

7. Penata Kamera

Penata kamera atau Director of Photography (DOP) adalah orang yang mengepalai departemen kamera. Dia mengatur seluruh unit kamera dan kameramen untuk merealisasikan apa yang ada di dalam naskah.

8. Kameramen

Kameramen adalah orang yang bertanggung jawab atas segala hal yang berhubungan dengan proses pengambilan shot/potongan-potongan gambar. 9. Penata Artistik

Bertanggung jawab untuk segala hal yang berhubungan dengan properti lokasi, kostum, grafis, dan ilustrator. Penata artistik atau biasa disebut art director membantu mengembangkan dan mengawasi estetika dan detail set seperti apa yang diharapkan oleh sutradara.

(12)

25

10. Penata Suara

Kerja dari penata suara adalah segala hal yang berhubungan dengan audio dan media penciptanya di dalam film tersebut, mulai dari clip on, boomer, sampai soundtrack dan efek suara yang diinginkan oleh sutradara.

2.6 Sutradara

2.6.1 Pengertian Sutradara

Di proses pementasan teater, penanggung jawab proses transformasi naskah lakon ke bentuk pemanggungan adalah sutradara yang merupakan pimpinan utama kerja kolektif sebuah teater. Baik buruknya pementasan teater sangat ditentukan oleh kerja sutradara, meskipun unsur– unsur lainnya juga berperan tetapi masih berada di bawah kewenangan sutradara. Pada mulanya pementasan teater tidak mengenal sutradara. Pementasan teater muncul dari sekumpulan pemain yang memiliki gagasan untuk mementaskan sebuah cerita. Kemudian mereka berlatih dan memainkkannya di hadapan penonton. Sejalan dengan kebutuhan akan pementasan teater yang semakin meningkat, maka para aktor memerlukan peremajaan pemain. Para aktor yang telah memiliki banyak pengalaman mengajarkan pengetahuannya kepada aktor muda. Proses mengajar dijadikan tonggak awal lahirnya ―sutradara‖. Dalam terminologi Yunani sutradara (director) disebut didaskalos yang berarti guru dan pada abad

(13)

26

pertengahan di seluruh Eropa istilah yang digunakan untuk seorang

sutradara dapat diartikan sebagai master.34

Menurut Robert Cohen (1994) istilah sutradara seperti yang dipahami dewasa ini baru muncul pada jaman Geroge II. Seorang bangsawan (duke) dari Saxe-Meiningen yang memimpin sebuah grup teater dan menyelenggarakan pementasan keliling Eropa pada akhir tahun 1870-1880. Dengan banyaknya jumlah pentas yang harus dilakukan, maka kehadiran seorang sutradara yang mampu mengatur dan mengharmonisasikan keseluruhan unsur artistik pementasan dibutuhkan. Meskipun demikian, produksi pementasan teater Saxe-Meiningen masih mengutamakan kerja bersama antar pemain yang dengan giat berlatih untuk meningkatkan kemampuan berakting mereka.

Model penyutradaraan seperti yang dilakukan oleh George II diteruskan pada masa lahir dan berkembangnya gaya realisme. Andre Antoine di Tokohcis dengan Teater Libre serta Stansilavsky di Rusia adalah dua sutradara berbakat yang mulai menekankan idealisme dalam setiap produksinya. Max Reinhart mengembangkan penyutradaraan dengan mengorganisasi proses latihan para aktor dalam waktu yang panjang. Gordon Craig merupakan seorang sutradara yang menanamkan gagasannya untuk para aktor sehingga ia menjadikan sutradara sebagai

pemegang kendali penuh sebuah pertunjukan teater.35 Berhasil tidaknya

sebuah pertunjukan teater mencapai takaran artistik yang diinginkan

34 Herman Sutanto. (2008, Agustus). Awal Mula Penyutradaraan [online]. Diakses pada tanggal 27 November 2013 dari http://16sanggarsastra.unirow.ac.id

(14)

27

sangat tergantung kepiawaian sutradara. Dengan demikian sutradara menjadi salah satu elemen pokok dalam teater modern.

Oleh karena kedudukannya yang tinggi, maka seorang sutradara harus mengerti dengan baik hal-hal yang berhubungan dengan pementasan. Oleh karena itu, kerja sutradara dimulai sejak merencanakan sebuah pementasan, yaitu menentukan lakon. Setelah itu tugas berikutnya adalah menganalisis lakon, menentukan pemain, menentukan bentuk dan gaya pementasan, memahami dan mengatur blocking serta melakukan serangkaian latihan dengan para pemain dan seluruh pekerja artistik hingga karya teater benar-benar siap untuk dipentaskan.

Sebagai pimpinan, sutradara selain bertanggung jawab terhadap kelangsungan proses terciptanya pementasan juga harus bertanggung jawab terhadap masyarakat atau penonton. Meskipun dalam tugasnya seorang sutradara dibantu oleh stafnya dalam menyelesaikan tugas– tugasnya tetapi sutradara tetap merupakan penanggung jawab utama. Untuk itu sutradara dituntut mempunyai pengetahuan yang luas agar mampu mengarahkan pemain untuk mencapai kreativitas maksimal dan dapat mengatasi kendala teknis yang timbul dalam proses penciptaan.

Sebagai seorang pemimpin, sutradara harus mempunyai pedoman yang pasti sehingga bisa mengatasi kesulitan yang timbul. Ada beberapa

tipe sutradara dalam menjalankan penyutradaraanya36, yaitu:

36 Herman Sutanto. Loc.Cit.

(15)

28

1. Sutradara konseptor. Ia menentukan pokok penafsiran dan menyarankan konsep penafsiranya kepada pemain. Pemain dibiarkan mengembangkan konsep itu secara kreatif. Tetapi juga terikat kepada pokok penafsiran tsb.

2. Sutradara diktator. Ia mengharapkan pemain dicetak seperti dirinya sendiri, tidak ada konsep penafsiran dua arah ia mendambakan seni sebagai dirinya, sementara pemain dibentuk menjadi robot – robot yang tetap buta tuli.

3. Sutradara koordinator. Ia menempatkan diri sebagai pengarah atau polisi lalulintas yang mengkoordinasikan pemain dengan konsep pokok penafsirannya.

4. Sutradara paternalis. Ia bertindak sebagai guru atau suhu yang mengamalkan ilmu bersamaan dengan mengasuh batin para anggotanya. Film disamakan dengan padepokan, sehingga pemain adalah cantrik yang harus setia kepada sutradara. 2.6.2 Tugas Utama Sutradara

Tugas sutradara film yang utama adalah mengarahkan para aktris dan aktor untuk membawakan peran yang sesuai dengan isi script, selain itu sutradara harus mempunyai kemampuan stimulasi supaya ia mampu membimbing aktris dan aktor untuk menghidupkan peran yang dimainkan dalam film tersebut. Berikut adalah tugas utama seorang sutradara dari tahap pra produksi sampai pasca produksi:

(16)

29

I. Tahap Pra Produksi

1. Interpretasi Skenario (Script Conference)

a. analisis scenario yang menyangkut isi cerita, stuktur dramatis, penyajian informasi dan semua hal yang berhubungan dengan estetika dan tujuan artistik film.

b. Hasil analisa didiskusikan dengan kepala departemen (sinematografi, artristik, suara, editing) dan produser untuk merumuskan konsep penyutradaraan film.

2. Pemilihan Crew

Sutradara dan Produser memilih dan mementukan kru yang akan terlibat di dalam produksi.

3. Casting

Sutradara mementukan dan melakukan casting terhadap para pemain utama dan pendukung yang dibantu oleh Asisten Sutradara dan Casting Director.

4. Latihan / Rehearsal

a. Kepada pemain utama sutradara menyampaikan visi dan misinya terhadap penokohan yang ada di dalam skenario, lalu mendiskusikannya dengan tujuan untuk membangun kesamaan persepsi karakter tokoh antara sutradara dan pemain utama.

b. Sutradara melakukan pembacaan skenario (reading) bersama seluruh pemain untuk membaca bagian dari dialog dan action pemain masing–masing.

(17)

30

c. Sutradara melakukan latihan pemeranan dengan pemain utama. d. Sutradara melakukan evaluasi terhadap hasil latihan pemeranan

yang telah direkam sebelumnya. 5. Hunting

a. Hunting lokasi bersama Penata Fotografi, Penata Artristik, Asisten Sutradara, dan Manajer Produksi.

b. Menentukan lokasi yang akan digunakan shooting berdasarkan diskusi dengan Penata Fotografi, Penata Artristik, Asisten Sutradara, dan Penata Suara.

c. Sutradara memastikan lokasi berdasarkan semua aspek teknis. 6. Perencanaan shooting dan blocking / planning coverage dan staging

a. Sutradara merumuskan dan menyusun director shot pada setiap scene yang ada di skenario.

b. Sutradara membuat ilustrasi staging pemain dan peletakan kamera ke dalam bentuk floorplan.

c. Sutradara membuat storyboard dibantu oleh storyboard artist. 7. Praproduksi Final (Final preproduction)

Sutradara melakukan diskusi/evaluasi bersama-sama dengan crew dan pemain utama untuk persiapan shooting yang terkait dengan teknis penyutradaraan dan artistik.

(18)

31

II. Tahap Produksi

1. Berdasarkan Breakdown shooting sutradara menjelaskan adegannya kepada astrada (asisten sutradara) dan kru utama lainnya tentang urutan shoot yang akan diambil (take).

2. Mengkoordinasikan kepada asisten sutradara untuk melakukan latihan blocking pemain yang disesuaikan dengan blocking kamera. 3. Sutradara memberikan pengarahan kepada pemain apabila dirasa

kurang dalam berakting.

4. Sutradara mengambil keputusan yang cepat dan tepat dalam hal kreatif apabila ada persoalan di lapangan.

5. Melihat hasil shooting.

III. Tahap Pasca Produksi

1. Bila ada catatan khusus dari editor. Sutradara melihat dan mengevaluasi hasil shooting atau materi editing.

2. Melihat dan mendiskusikan dengan editor hasil rough cut dan fine cut.

3. Melakukan evaluasi tahap akhir dan diskusi dengan penata musik tentang ilustrasi musik yang telah dikonsepkan terlebih dulu pada saat pra produksi.

4. Melakukan evaluasi dan diskusi jalannya mixing berdasarkan konsep suara yang telah ditentukan pada saat praproduksi.

(19)

32

5. Berdasarkan konsep warna yang telah ditentukan pada saat praproduksi, sutradara melakukan koreksi warna di studio, setelah berdiskusi dengan produser dan penata fotografi.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data dari hasil uji kualitatif pemanis yang terdapat dalam es lilin tidak berlabel dan tidak bermerk yang dijual di kecamatan Klojen kabupaten Malang, maka diketahui

D-III TLB (Teknik Listrik Bandara) Formasi Pola Pembibitan Kemenhub: 24 Taruna/Taruni 3 Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP).

quality function deployment (QFD) menurut Cohen pada proses perancangan desain produk Laksmi Islamic Wedding Service Surabaya. dalam memenuhi kebutuhan dan

karena atas berkat rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul: Pengaruh Penggunaan Media Gambar Timbul Terhadap Hasil

Dengan mengetahui hasil temuan baru dari penelitian ini yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara status pekerjaan istri dengan peranan suami istri dalam

• Perseroan akan membuka tujuh pabrik baru untuk meningkatkan kapasitas produksi. Pembangunan tujuh pabrik baru tersebut merupakan bentuk kerjasama dengan Mitsubushi Jepang

Dengan melakukan praktikum siswa akan menjadi lebih yakin atas satu hal daripada hanya menerima dari guru dan buku, dapat memperkaya pengalaman, mengembangkan sikap ilmiah,

Na diklofenak merupakan derivat fenil asetat, yang mempunyai efek farmakologi adalah penghambat siklooksigenase yang kuat dengan efek antiinflamasi, analgetik dan