• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JAUH DALAM MENGUKUR TINGKAT BAHAYA EROSI DI KAWASAN DATARAN TINGGI DIENG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGGUNAAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JAUH DALAM MENGUKUR TINGKAT BAHAYA EROSI DI KAWASAN DATARAN TINGGI DIENG"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN

PENGINDERAAN JAUH DALAM MENGUKUR TINGKAT BAHAYA

EROSI DI KAWASAN DATARAN TINGGI DIENG

Sukristiyanti1, Asep Mulyono2, dan Andarta F. Khoir1

1

Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI

Kompleks LIPI Gedung 70, Jl. Sangkuriang Bandung 40135 Email : sukris.tiyanti@gmail.com

2

UPT Loka Uji Teknik Penambangan dan Mitigasi Bencana, Liwa Pekon Padang Dalom, Kecamatan Balik Bukit, Liwa Lampung Barat

ABSTRAK

Berdasarkan berbagai penelitian, hasil pengukuran erosi dengan menggunakan citra satelit dan Sistem Informasi Geografis (SIG) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dibanding dengan hasil pengukuran langsung di lapangan. Pengukuran erosi dengan bantuan citra satelit dan SIG membuat pekerjaan lebih mudah dan efisien. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung tingkat bahaya erosi (TBE) tahun 1991 dan tahun 2009 di wilayah Dataran Tinggi Dieng melalui pemanfaatan data penginderaan jauh dan SIG dengan menggunakan rumus RUSLE (Revised Universal Soil Loss Equation). Penghitungan TBE di wilayah penelitian untuk tahun 1991 dan 2009 menggunakan 4 variabel, dimana 3 variabel (indeks erosivitas, indeks erodibilitas, dan indeks topografi) memiliki nilai yang tetap, sedangkan indeks tutupan lahan merupakan data multiwaktu. Tutupan lahan tahun 1991 dan 2009 diperoleh dari citra Landsat pada kedua waktu tersebut. Hasil penelitian menyebutkan TBE sangat berat menunjukkan peningkatan dari tahun 1991 ke 2009 sebesar 2,5%. Hal ini menunjukkan kualitas lingkungan di wilayah penelitian mengalami penurunan.

Kata Kunci : Dataran tinggi Dieng, RUSLE, SIG, Erosi.

ABSTRACT

Based on various studies, the erosion measurement results by using satellite imagery and Geographic Information Systems (GIS) showed that there is no significant difference compared with the field measurement. Erosion measurements with satellite imagery and GIS make the job easier and more efficient. The aim of this study is to calculate the erosion rate (TBE) in 1991 and in 2009 in the area of Dieng Plateau by using sattelite imagery, GIS, and the RUSLE (Revised Universal Soil Loss Equation) formula. Calculation of TBE in the study area for 1991 and 2009 used four variables, where land cover index is time series data while the rest (erosivity, erodibility, and topographic index) are single data. Land cover in 1991 and 2009 are obtained from Landsat imagery in those periods. The study result mentioned that there is an increase 2,5 % of very heavy TBE in those periods. This shows that the environment quality of the research area

(2)

PENDAHULUAN

Budidaya tanaman kentang di dataran tinggi Dieng telah dikenal sejak tahun 1950-an, namun budidaya tanaman ini hanya sebatas tanaman pelengkap disamping tanaman utama yang diusahakan berupa tembakau dan palawija. Sejak tahun 1980-an, budidaya tanaman kentang lebih menggeliat dan menjadi komoditas utama di dataran tinggi Dieng karena lebih menguntungkan dan mengakibatkan perubahan pola tanaman secara besar-besaran sampai saat ini. Penanaman besar-besaran komoditas kentang oleh masyarakat dataran tinggi Dieng telah merubah wajah dataran tinggi Dieng, termasuk dengan kawasan konservasi alam dan cagar budaya. Semua sumber alam yang mendukung pertanian tanaman ini dimanfaatkan, termasuk tempat-tempat yang dahulu dianggap suci oleh nenek moyang mereka dan masih dihormati oleh orang-orang tua. Kini kentang ditanam di sekitar tempat berdirinya candi-candi dan taman-taman air yang menjadi cagar budaya (Setyawan, 2012).

Hal tersebut mengakibatkan terjadinya pola perubahan lahan yang diakibatkan oleh tekanan penduduk untuk pemukiman dan media tanam. Semakin tingginya pola pengelolaan lahan mengakibatkan munculnya kerusakan lahan. Kerusakan lahan tidak bisa lepas dari kondisi status sosial ekonomi di daerah yang bersangkutan, maka situasi masyarakat dengan segala aktivitasnya yang cenderung berubah akan mempengaruhi pula karakteristik kerusakan lahan/tanah. Oleh karena itu adanya kecenderungan masyarakat yang kembali bertumpu pada sektor primer dengan tingkat pemanfaatan lahan yang lebih intensif pada hampir setiap daerah memberikan akibat langsung terhadap kemungkinan terjadinya kerusakan lahan/tanah (Andriana, 2007). Kerusakan lahan salah satunya diakibatkan oleh tingkat erosi tanah.

Erosi merupakan terangkatnya lapisan tanah atau sedimen karena tekanan yang ditimbulkan oleh gerakan angin atau air pada permukaan tanah atau dasar perairan (Poerbandono, Harto, & Rallyanti, 2006). Perhitungan tingkat bahaya erosi (TBE) menggunakan metode RUSLE sebelumnya lebih banyak digunakan untuk skala plot, namun saat ini dengan memanfaatkan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat digunakan untuk luasan lahan yang lebih besar.

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk menghitung tingkat bahaya erosi (TBE) tahun 1991 dan tahun 2009 di wilayah Dataran Tinggi Dieng melalui pemanfaatan data penginderaan jauh yang dipadukan dengan SIG.

METODOLOGI

Wilayah penelitian berada di Dataran Tinggi Dieng yang termasuk dalam 2 wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah. Wilayah penelitian berada pada koordinat antara 103,8257o hingga 103,9324o BT dan -7,2378o hingga -7,1772o LS. Luas wilayah penelitian adalah 7924,585 Ha. Dataran Tinggi Dieng berada pada iklim zona sejuk menurut Junghuhn, yang membuat klasifikasi iklim berdasarkan ketinggian wilayah. Zona sejuk ada di daerah dengan ketinggian 1500-2500 m di atas permukaan air laut (Iklim Menurut Schmidt–Ferguson, Oldeman dan Junghuhn - See more at:

(3)

http://www.siswapedia.com/iklim-menurut-schmidt-ferguson-oldeman-dan-junghuhn/#sthash.3LXGubQ4.dpuf). Lokasi daerah penelitian dapat dicapai melalui jalan darat dari Kota Semarang atau dari Kota Yogyakarta.

TBE merupakan hasil klasifikasi dari nilai laju erosi tanah (A). nilai A dihitung menggunakan metode RUSLE (Renard, Foster, Weesies, McCool, & Yoder, 1997) yang merupakan penyempurnaan dari metode Universal Soil Loss Equation/USLE (Wischmeier & Smith, 1978) dengan persamaan sebagai berikut:

CP LS K R A    Dimana,

A : laju erosi tanah rata-rata tahunan (ton/ha/tahun) R : indeks erosivitas hujan

K : indeks erodibilitas tanah

LS : indeks kemiringan dan panjang lereng CP : indeks penutupan vegetasi dan pengelolaan

Klasifikasi nilai A menjadi lima kelas (TBE) berdasarkan pada klasifikasi nilai A dari Departemen Kehutanan (Departemen-Kehutanan, 1998), yaitu sangat ringan, ringan, sedang, berat, dan sangat berat yang ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Tingkat bahaya erosi (TBE) Kelas TBE Laju Erosi Tanah (A)

(ton/ha/tahun) Keterangan

I ≤ 15 Sangat ringan (very light)

II >15 – 60 Ringan (light)

III >60 – 180 Sedang (moderate)

IV >180 – 480 Berat (heavy)

V >480 Sangat berat (very heavy)

Indeks Erosivitas (R)

Merupakan indeks yang menunjukkan besarnya curah hujan yang dapat menyebabkan terjadinya erosi. Nilai erosivitas hujan dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Rahim, 2003):

Indeks Erodibilitas (K)

Merupakan indeks yang menunjukkan resistensi partikel tanah terhadap pengelupasan dan transportasi partikel-partikel tanah tersebut oleh adanya energi kinetik dari air hujan. Nilai erodibilitas tanah dihitung dari hasil penelitian permeabilitas jenis tanah yang telah dilakukan sebelumnya (Ilyas, 1985).

(4)

Wilayah Penelitian

Indeks Topografi (LS)

Merupakan indeks topografi yang terbagi atas dua bagian, yaitu panjang (L) dan Kemiringan lereng (S). Indeks LS dihitung berdasarkan peta kemiringan lereng yang dapat diturunkan dari model elevasi digital (DEM) dengan persamaan sebagai berikut (Paningbatan, 2001):

dimana S adalah kemiringan lereng. Indeks Penutupan Lahan dan Pengelolaan (CP)

Indeks CP ditentukan berdasarkan jenis tutupan lahan dan pengelolaan lahan (Asdak, 2004).

HASIL

Berdasarkan peta curah hujan di kawasan Dieng dan sekitarnya diketahui curah hujan tahunan wilayah penelitian berada di zona hujan kisaran antara 3000-3500 mm/tahun (Gambar 1). Nilai curah hujan tersebut selanjutnya digunakan sebagai dasar perhitungan indeks erosivitas hujan/R (Rahim, 2003), sehingga diperoleh nilai R antara 168,5 – 199,3.

Gambar 1. Peta curah hujan wilayah penelitian

Indeks erodibilitas tanah (K) didapatkan dari peta jenis tanah Pulau Jawa 1:1.000.000 (sumber: Balai Besar Litbang Sumberdaya Pertanian, Litbang, DEPTAN). Peta jenis tanah wilayah penelitian ditunjukkan pada Gambar 2. Jenis tanah di wilayah penelitian sebagian besar Regosol dan sebagian kecil Andosol. Berdasarkan Tabel 2, indeks erodibilitas di wilayah penelitian adalah 0,301 untuk Regosol dan 0,278 untuk Andosol.

(5)

Wilayah Penelitian

Gambar 2. Peta jenis tanah wilayah penelitian

Tabel 2. Indeks erodibilitas tanah (K) menurut Puslitbang Pengairan (1985)

Jenis Tanah Indeks K

Alluvial 0,156

Andosol 0,278

Grumusol 0,176

Latosol 0,075

Podsolik merah kekuningan 0,166

Regosol 0,301

Wilayah penelitian dikelompokkan menjadi 6 (enam) kelas lereng dengan masing-masing persentase luasan sebagai berikut: 0-8% (23,2%), 8-15% (12,9%), 15-20% (9%), 20-30% (19%), 30-40% (18,5%) dan >40% (17,4%), yang ditunjukkan pada Gambar 3. Wilayah yang terluas berada pada kelas lereng antara 0-8% yang dikategorikan datar-agak datar, sedangkan wilayah yang dikategorikan sangat curam (>40%) menempati 17,4 % dari total luas wilayah. Hasil perhitungan indeks LS dari masing-masing kelas lereng ditunjukkan pada Tabel 3.

(6)

Gambar 3. Peta lereng wilayah penelitian Tabel 3. Indeks LS Kelas lereng Indeks LS Luas (%) (Ha) % 0 – 8 0,1 – 3,3 1841,2 23,2 8 – 15 3,3 – 7,4 1027,0 12,9 15 – 20 7,4 – 10,8 710,9 9,0 20 – 30 10,8 – 18,5 1507,6 19,0 30 – 40 18,5 – 27,1 1471,8 18,5 > 40 > 27,1 1383,2 17,4

Peta tutupan lahan di wilayah penelitian pada tahun 1991 dan tahun 2009 (Gambar 4) diperoleh dari interpretasi citra Landsat yang disempurnakan dengan survei lapangan. Tabel 4 menunjukkan indeks CP yang ditentukan oleh jenis tutupan lahan (Asdak, 2004).

Wilayah Penelitian

(7)

Tabel 4. Indeks CP

Tutupan Lahan Indeks CP

Hutan tanpa tumbuhan rendah 0,03

Pemukiman/Pabrik 0,01

Semak Belukar 0,10

Tanah Terbuka 0,07

Tegalan umbi-umbian 0,63

Tubuh Air` 0,00

Gambar 4. Peta penggunaan lahan wilayah penelitian tahun 1991 dan 2009

Penghitungan A dengan menggunakan variabel R, K, LS, CP dengan variasi nilai CP tahun 1991 dan 2009 menghasilkan nilai laju erosi tahunan (A) tahun 1991 dan 2009. Klasifikasi pada nilai A menghasilkan TBE yang ditunjukkan pada Gambar 5.

1991

(8)

Gambar 5. TBE tahun 1991 dan 2009

ANALISIS

TBE terdiri atas 5 tingkat, yaitu sangat ringan (I), ringan (II), sedang (III), berat (IV), dan sangat berat (V). TBE di wilayah penelitian pada tahun 1991 dari tingkat sangat ringan ke sangat berat secara berturut-turut adalah 590 Ha; 2.317,9 Ha; 1.255,6 Ha; 1.478 Ha; dan 2271,5 Ha. Pada tahun 1991, wilayah penelitian didominasi oleh TBE ringan dan sangat berat. Pada tahun 2009,TBE di wilayah penelitian dari tingkat sangat ringan ke sangat berat secara berturut-turut adalah 696,3 Ha; 2.178,5 Ha; 1.110,5 Ha; 1457,1 Ha; dan 2.470,7 Ha. Pada tahun 2009, wilayah penelitian juga didominasi oleh TBE ringan dan sangat berat. Dari TBE ringan dan sangat berat yang mendominasi wilayah penelitian pada dua waktu penelitian tersebut, TBE sangat berat menunjukkan peningkatan. Hal ini merupakan pertanda buruk pada kualitas lingkungan di wilayah penelitian, dimana TBE sangat berat mengalami peningkatan dari tahun 1991 ke 2009. Luasan masing-masing TBE di wilayah penelitian pada tahun 1991 dan 2009 ditunjukkan pada Tabel 5 (dalam satuan Ha) dan Gambar 6 (dalam persentase).

Tabel 5. Luas TBE di wilayah penelitian tahun 1991 dan 2009

TBE Luas (Ha)

Tahun 1991 Tahun 2009 Selisih I (Sangat ringan) 590,0 696,3 106,3 II (Ringan) 2317,9 2178,5 -139,4 III (Sedang) 1255,6 1110,5 -145,1 IV (Berat) 1478,0 1457,1 -20,9 V (Sangat berat) 2271,5 2470,7 199,2

(9)

Gambar 6. Grafik persentase luas TBE tahun 1991 dan 2009 di wilayah penelitian

Dari Tabel 5 dan Gambar 6 menunjukkan bahwa peningkatan luasan TBE sangat berat di wilayah penelitian adalah 199,2 Ha atau 2,5%.

Penghitungan TBE di wilayah penelitian untuk tahun 1991 dan 2009 menggunakan 4 variabel, dimana 3 variabel (R,K,LS) memiliki nilai yang tetap, sedangkan 1 variabel yaitu CP merupakan data multi waktu. Oleh karena itu perubahan TBE di tahun 1991 dan 2009 disebabkan oleh berubahnya kondisi tutupan lahannya. Meningkatnya luasan wilayah TBE sangat berat disebabkan oleh peningkatan luas tegalan dan permukiman. Tegalan merupakan dominasi tutupan lahan yang mengalami kenaikan luasan selama periode 18 tahun yaitu sebesar 1,9%. Demikian juga dengan luasan pemukiman yang meningkat 1,3% dari tahun 1991 ke tahun 2009. Hal ini nampak pada Tabel 6 yang menunjukkan persentase luasan tutupan lahan di tahun 1991 dan 2009.

Tabel 6. Persentase tutupan lahan tahun 1991 dan 2009 di wilayah penelitian

Tutupan Lahan 1991 2009 Selisih

Hutan 9,6% 8,6% -1,0% Semak Belukar 18,9% 16,7% -2,2% Pabrik 0,3% 0,6% 0,2% Pemukiman 4,1% 5,4% 1,3% Tanah Terbuka 0,7% 0,5% -0,2% Tegalan 65,7% 67,6% 1,9% Tubuh Air` 0,6% 0,7% 0,1% I (Sangat

ringan) II (Ringan) III (Sedang) IV (Berat)

V (Sangat berat) tahun 1991 7.5% 29.3% 15.9% 18.7% 28.7% tahun 2009 8.8% 27.5% 14.0% 18.4% 31.2% 0.0% 5.0% 10.0% 15.0% 20.0% 25.0% 30.0% 35.0% Luas

(10)

KESIMPULAN

Pada tahun 1991 dan 2009, wilayah penelitian didominasi oleh TBE ringan (29,3% dan 27,5%) dan sangat berat (28,7% dan 31,2%). Dari TBE ringan dan sangat berat yang mendominasi wilayah penelitian pada dua waktu penelitian tersebut, TBE sangat berat menunjukkan peningkatan (2,5%). Hal ini merupakan pertanda buruk pada kualitas lingkungan di wilayah penelitian, dimana TBE sangat berat mengalami peningkatan dari tahun 1991 ke 2009. Meningkatnya luasan wilayah TBE sangat berat disebabkan oleh peningkatan luas tegalan (1,9%) dan permukiman (1,3%). Untuk mengendalikan TBE, maka diperlukan pengendalian alih fungsi lahan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi yang telah memberikan kesempatan dalam berkontribusi di kegiatan penelitian wilayah Dataran Tinggi Dieng dan seluruh anggota tim penelitian yang telah bahu membahu di lapangan serta di studio.

DAFTAR PUSTAKA

Andriana, R. (2007). Tesis: Evaluasi Kawasan Lindung Dataran Tinggi Dieng Kabupaten Wonosobo. Semarang: Universitas Diponegoro.

Asdak, C. (2004). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Departemen-Kehutanan. (1998). Pedoman Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Teknik Lapangan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai. Jakarta: Departemen Kehutanan. Iklim Menurut Schmidt–Ferguson, Oldeman dan Junghuhn - See more at:

http://www.siswapedia.com/iklim-menurut-schmidt-ferguson-oldeman-dan-junghuhn/#sthash.3LXGubQ4.dpuf. (n.d.). Retrieved Februari 28, 2014, from http://www.siswapedia.com/iklim-menurut-schmidt-ferguson-oldeman-dan-junghuhn/ Ilyas, M. (1985). Monitoring dan Evaluasi Sedimentasi dan Erosi. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Pengairan, Dirjen Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum.

Paningbatan, J. (2001). Hydrology and Soil Erosion Models for Catchment Research and Management.

Poerbandono, B., Harto, A., & Rallyanti, P. (2006). Evaluasi Perubahan Perilaku Erosi Daerah Aliran Sungai Citarum Hulu dengan Pemodelan Spasial. Jurnal Infrastruktur dan Lingkungan Binaan II (2) .

Rahim, S. (2003). Pengendalian Erosi Tanah dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup. Jakarta: Bumi Aksara.

Renard, K., Foster, G., Weesies, G., McCool, D., & Yoder, D. (1997). Predicting soil erosion by water: A guide to conservation planning with the Revised Universal Soil Loss Equation (RUSLE). Washington DC.: Agricultural Handbook 703 US. Gov. Print. Office.

(11)

Setyawan, A. D. (2012). Konflik Kepentingan Berkaitan Permasalahan Ekologi, Ekonomi, dan Sosio-budaya di Tanah Tinggi Dieng, Indonesia. Geografia Online Malaysia Journal of Society and Space 8 issue 4 , 88-104.

Wischmeier, W., & Smith, D. (1978). Predicting Rainfall Erosion Losses - A Guide to Conservation Planning. Washington DC.: US Department of Agriculture. Agriculture Handbook No. 537.

Gambar

Gambar 1. Peta curah hujan wilayah penelitian
Gambar 2. Peta jenis tanah wilayah penelitian
Gambar 3. Peta lereng wilayah penelitian  Tabel 3. Indeks LS  Kelas lereng  Indeks LS  Luas   (%)  (Ha)  %  0 – 8  0,1 – 3,3  1841,2  23,2  8 – 15  3,3 – 7,4  1027,0  12,9  15 – 20  7,4 – 10,8   710,9  9,0  20 – 30  10,8 – 18,5  1507,6  19,0  30 – 40  18,5
Tabel 4. Indeks CP
+3

Referensi

Dokumen terkait

Namun tidak beda nyata yang terjadi pada panjang porus stomata diduga bahwa walaupun pada pagi siang dan sore cahaya yang masuk ke dalam tanaman merangsang akumulasi ion kalium

Dari hasil penelitian di Dusun 12 Translok Desa Margasari Lampung Timur terdapat 7 jenis tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat antara lain api-api ( Avicennia marina )

Pantai Timur Jaya tidak dapat dipakai sebagai dasar dalam pengambilan keputusan bagi pemilik perusahaan yang juga dikasus ini adalah direktur perusahaan untuk mengganti

Fungsi dan Tugas : Fungsi utama KBK Eksplorasi Penangkapan Ikan (EPIK) adalah memenuhi kebutuhan mahasiswa dan dosen untuk melakukan kegiatan pengajaran dan penelitian dalam

“Pada akhir tahun 2013, UT diharapkan dapat melaksanakan 258 penelitian; mempublikasikan paling sedikit 30% dari jumlah penelitian dalam jurnal ilmiah nasional;

Tidak adanya perbedaan antara persentase larutan kapur dan proses pengulitan terhadap protein kerupuk kulit kaki ayam sampai pada tingkat konsentrasi larutan kapur

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis isi melalui pendekatan deskriptif kuantitatif untuk mengukur berapa kandungan pesan dakwah yang ada

Berdasarkan hasil penelitian tingkah laku makan pada Domba Garut betina yang dikandangkan terungkap bahwa frekuensi deglutisi terjadi sebanyak 19 ± 0,17 kali/jam,