• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS NILAI TAMBAH PUPUK KOMPOS DARI LIMBAH

KOTORAN TERNAK SAPI PADA KOMUNITAS SWABINA

PEDESAAN SALASSAE (KSPS) DI KECAMATAN

BULUKUMPA KABUPATEN BULUKUMBA

ISMAIL 105961103916

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2020

(2)

ANALISIS NILAI TAMBAH PUPUK KOMPOS DARI LIMBAH KOTORAN TERNAK SAPI PADA KOMUNITAS SWABINA PEDESAAN

SALASSAE (KSPS) DI KECAMATAN BULUKUMPA KABUPATEN BULUKUMBA

ISMAIL 105961103916

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2020

(3)
(4)
(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Nilai Tambah

Pupuk Kompos Dari Limbah Kotoran Ternak Sapi Pada Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS) Di Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam

bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi.

Makassar, November 2020

Ismail 105961103916

(6)

ABSTRAK

ISMAIL. 105961103916. Analisis Nilai Tambah Pupuk Kompos Dari Limbah

Kotoran Ternak Sapi Pada Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS) Di Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba. Dibimbing oleh ST. AISYAH. R dan ANDI RAHAYU ANWAR.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai tambah yang dihasilkan pupuk kompos dari limbah kotoran ternak sapi di Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS) Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba. Penentuan tempat penelitian dilakukan secara sengaja (purpossive) dengan pertimbangan bahwa dikomunitas swabina pedesaan salassae merupakan lembaga yang beternak sapi dan mengolah limbah kotoran ternak sapinya.

Metode penentuan sampel yang digunakan adalah metode sensus atau sampling jenuh dengan jumlah sampel sebanyak 13 orang. Jenis data yang digunakan yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Sumber data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Metode analisis yang digunakan yaitu analisis nilai tambah untuk menegetahui besarnya nilai tambah dari pengolahan limbah kotoran ternak sapi menjadi pupuk kompos.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai tambah bruto yang dihasilkan dari pengolahan limbah kotoran ternak sapi menjadi pupuk kompos di komunitas swabina pedesaan salassae (KSPS) peresponden adalah sebesar Rp 6.262.246, rata-rata nilai tambah netto dari pengolahan limbah kotoran ternak sapi menjadi pupuk kompos adalah sebesar Rp 6.142.246, dan rata-rata nilai tambah perbahan baku yang diperoleh adalah sebesar Rp 404,7.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah yang tiada henti diberikan kepada hamba-Nya. Shalawat dan salam tak lupa penulis kirimkan kepada Rasulullah SAW beserta para keluarga, sahabat dan para pengikutnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Nilai Tambah Pupuk Kompos Dari Limbah Kotoran Ternak Sapi Pada Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS) Di Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba”.

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar sarjana pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Ibu Dr. St. Aisyah. R, S.Pt., M.Si selaku pembimbing 1 dan ibu Andi Rahayu Anwar, S.P., M.Si selaku pembimbing 2 yang senantiasa meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis sehingga skripsi dapat diselesaikan.

2. Ibu Dr. Ir. Kasifah, M.P selaku penguji 1 dan Bapak Sahlan, S.P., M.Si selaku penguji 2 yang senantiasa memberikan saran kepada penulis sehingga skripsi dapat diselesaikan.

(8)

3. Bapak Dr. H. Burhanudin, S.Pi., M.P., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.

4. Ibu Dr. Sri Mardiyati, S.P., M.P., selaku Ketua Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.

5. Kedua orangtua ayahanda Yusuf dan Ibunda Musdalifah, Kakak Sri Yulanda dan segenap keluarga yang senantiasa memberikan bantuan baik moril maupun material sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Seluruh Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah membekali segudang ilmu kepada penulis.

7. Kepada lembaga Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS) yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di lembaga tersebut. 8. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi dari awal hingga

akhir yang penulis tidak dapat disebut satu persatu

Akhir kata penulis ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang terkait dalam penulisan skripsi ini, semoga karya tulis ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan. Semoga kristal-kristal Allah senantiasa tercurah kepadanya. Aamiin.

Makassar, November2020

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL. ... HALAMAN PENGESAHAN ... ABSTRAK ... ... KATA PENGANTAR. ... ... iv DAFTAR ISI ... ... vi

DAFTAR TABEL. ... ... viii

DAFTAR GAMBAR. ... ... x DAFTAR LAMPIRAN. ... xi I. PENDAHULUAN... ... 1.1 Latar Belakang ... ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... ... 3 1.3 Tujuan Penelitian ... ... 3 1.4 Kegunaan Penelitian.. ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... ... 2.1 Limbah Kotoran Ternak ... 5

2.2 Pupuk Kompos Kotoran Sapi ... 7

2.3 Nilai Tambah ... ... 8

2.4 Penelitian Terdahulu Yang Relevan... 10

2.5 Kerangka Pikir ... ... 14

III. METODE PENELITIAN ... 3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian... 16

3.2 Teknik Penentuan Sampel ... 16

(10)

3.3 Jenis Dan Sumber Data ... 17

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 18

3.5 Teknik Analisis Data . ... 18

3.6 Definisi Operasional .. ... 20

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Sejarah Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS). ... 21

4.2 Visi dan Misi Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS). ... 21

4.3 Struktur Organisasi... 22

4.4 Tujuan Kelembagaan. ... 24

4.5 Strategi Pelaksanaan Program dan Kegiatan... 24

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden ... 26

5.2 Proses pengolahan limbah kotoran ternak sapi menjadi pupuk kompos... 30

5.3 Karakteristik Usaha ... 32

5.4 Penggunaan Alat ... 36

5.5 Bahan Baku Dan Bahan Penolong ... 37

5.6 Analisis Nilai Tambah... 39

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 42

6.2 Saran ... 42 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(11)

DAFTAR TABEL

1. Data jumlah sapi di Kabupaten Bulukumba tahun 2015 – 2019 ... 2 2. Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan

dilaksanakan ... 10 3. Karaktersitik responden berdasarkan umur peternak yang melakukan

pengolahan limbah kotoran ternak sapi menjadi kompos di KSPS ... 26 4. Karaktersitik responden berdasarkan tingkat pendidikan peternak

yang melakukan pengolahan limbah kotoran ternak sapi menjadi kompos di KSPS... 27 5. Karaktersitik responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga

peternak yang melakukan pengolahan limbah kotoran ternak sapi menjadi kompos di KSPS ... 28 6. Karaktersitik Responden Berdasarkan Pengalaman Usaha Peternak

Yang Melakukan Pengolahan Limbah Kotoran Ternak Sapi Menjadi Kompos Di KSPS ... 29 7. Karaktersitik usaha berdasarkan jumlah sapi jantan dan betina

peternak yang melakukan pengolahan limbah kotoran ternak sapi menjadi kompos di KSPS ... 33 8. Karaktersitik usaha berdasarkan jumlah sapi peternak secara

keseluruhan di komunitas swabina pedesaan salassae (KSPS) ... 34 9. Karakteristik usaha berdasarkan jumlah kotoran ternak sapi di

komunitas swabina pedesaan salassae (KSPS) ... 35

(12)

10. Karakteristik usaha berdasarkan jumlah pupuk kompos yang dihasilkan peternak di komuntas swabina pedesaan salassae (KSPS). ... 36 11. Rincian penggunaan dan penyusutan peralatan pada pengolahan

limbah kotoran ternak sapi menjadi pupuk kompos... 37 12. Penggunaan bahan baku dan bahan penolong pada pengolahan

limbah kotoran ternak sapi menjadi pupuk kompos... 38 13. Rincian perhitungan nilai tambah dari pengolahan limbah kotoran

(13)

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka Pikir Penelitian Analisis Nilai Tambah ... 15

2. Struktur Lembaga Komunitas Swabina Pedesaan Salassae ... 22

3. Proses penumpukan bahan kompos... 30

4. Penyomprotan bahan kompos ... 31

5. Proses fermentasi... 31

6. Kompos ... 32

7. Kunjungan langsung ke kandang peternak sapi yang melakukan pengolahan limbah kotoran sapinya menjadi pupuk kompos ... 54

8. Wawancara dengan peternak sapi yang melakukan pengolahan kotoran sapinya menjadi pupuk kompos ... 54

9. Proses pengemasan pupuk kompos ... 55

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Data olahan hasil penelitian ... 45 2. Surat izin penelitian ... 53 3. Dokumentasi... 54

(15)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peternakan merupakan salah satu bagian dari sektor agribisnis yang sekarang keberadaannya cukup memegang peranan penting bagi kehidupan masyarakat dan juga perekonomian rakyat, sehingga dapat menggerakan perekonomian rakyat saat ini (Kusuma, 2017). Sektor peternakan di Indonesia mempunyai potensi yang sangat baik untuk dikembangkan. Ditinjau dari kekayaan sumberdaya alam dan daya dukung ekosistem yang sangat besar, Indonesia sangat berpotensi untuk dapat menghasilkan produk dan jasa peternakan secara meluas seperti bahan pangan dan pakan, farmasi, bioenergi, kosmetika, agrowisata, estetika, dan sebagainya (Ismail, 2008).

Peternakan sapi potong merupakan salah satu usaha yang banyak dikembangkan di Indonesia. Ini terlihat dari peningkatan populasi sapi potong dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik peningkatan jumah sapi potong di Indonesia pada tahun 2018 yaitu 16.432.945 ekor sedangkan pada tahun 2019 yaitu 17.118.650 ekor. Ini menunjukkan bahwa peternakan sapi potong di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 685.705 ekor.

Populasi sapi potong di Kabupaten Bulukumba mengalami peningkatan yang dapat dilihat pada Tabel 1 berikut :

(16)

Tabel 1. Data jumlah sapi di Kabupaten Bulukumba tahun 2015 - 2019 No Kecamatan Tahun (ekor) 2015 2016 2017 2018 2019 1 Gantarang 10.940 11.312 11.722 12.185 12.262 2 Ujung Bulu 983 1.016 1.050 1.088 1.093 3 Ujung Loe 6.574 5.863 7.029 7.284 12.317 4 Bonto Bahari 2.679 2.763 2.859 2.955 2.964 5 Bontotiro 4.503 4.311 4.811 4.980 4.998 6 Herlang 4.762 4.417 5.085 5.260 5.277 7 Kajang 12.681 12.143 13.530 13.982 11.019 8 Bulukumpa 13.579 14.062 14.588 15.222 11.357 9 Rilau Ale 7.701 7.969 8.261 8.601 12.165 10 Kindang 3.942 4.086 4.242 4.436 2.982 Jumlah 68.344 67.942 73.177 75.993 76.434

Sumber : BPS Kabupaten Bulukumpa 2015 - 2019

Dari tabel 1 diatas menunjukkan bahwa jumlah sapi di Kabupaten Bulukumba mengalami peningkatan. Meningkatnya populasi sapi ini menimbulkan masalah terkait limbah kotoran dari sapi yang berdampak pada lingkungan dan kesehatan. Limbah dari kotoran sapi berupa limbah cair/urine dan limbah padat/fases. Dalam sehari satu ekor sapi dapat menghasilkan limbah padat 8 – 10 kg (Budiyanto, 2011). Oleh karena itu, pengembangan usaha peternakan sapi diperlukan upaya yang dapat mengurangi dampak dari limbah kotoran ternak sapi. Pengembangan potensi sektor peternakan sapi salah satunya dengan cara

(17)

pengolahan limbah kotoran ternak menjadi pupuk kompos yang dapat meningkatkan nilai tambah dari usaha peternakan dan dapat meminimalkan terjadinya polusi dari limbah kotoran ternak.

Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS) yang beralamat di Desa Salassae, Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba merupakan komunitas yang melakukan usaha peternakan sapi potong dan mengolah limbah kotoran ternak menjadi pupuk organik melalui teknologi pengkomposan yang dapat menghasilkan nilai tambah.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul yaitu “Analisis Nilai Tambah Pupuk Kompos Dari Limbah Kotoran Ternak Sapi Di Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS) Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba ”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumusan permasalahan yaitu apakah limbah kotoran ternak sapi yang diolah menjadi pupuk kompos menghasilkan nilai tambah terhadap peternak sapi di Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS) Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba?

1.3 Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah diatas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai tambah yang dihasilkan dari limbah kotoran ternak sapi yang diolah menjadi pupuk kompos di Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS) Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba

(18)

1.4 Kegunaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka kegunaan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a) Bagi peneliti, dapat dijadikan tambahan pengalaman dan pengetahuan, selain sebagai syarat untuk mendapatkan Gelar Sarjana Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.

b) Bagi pemerintah, diharapkan dengan penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan terutama pengembangan sektor peternakan sapi dengan melakukan pengolahan limbah kotoran ternak sapinya. c) Bagi komunitas swabina pedesaan salassae (KSPS), diharapkan hasil penelitian

ini dapat berguna sebagai tambahan informasi dan pengetahuan.

d) Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dengan penelitian ini dapat menjadi referensi dalam melakukan penelitiannya.

(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah Kotoran Ternak Sapi

Limbah merupakan bahan sisa yang berasal dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik dari skala rumah tangga, industri, pertanian, peternakan, dan sebagainya. Berdasarkan sifatnya limbah dibedakan menjadi 2 yaitu limbah organik dan limbah anorganik. Limbah organik adalah limbah yang dapat diurai secara sempurna melalui proses aerob maupun anaerob. Sedangkan limbah anorganik adalah limbah yang tidak dapat diurai secara biologi. Limbah organik yang dapat diurai melalui proses biologi mudah membusuk, seperti sisa makanan, kotoran/fases sapi, jerami, potongan kayu, daun-daun kering, dan sebagainnya. (Latifa, 2011).

Menurut Abdurrahman (2006), berdasarkan wujud limbah yang dihasilkan, limbah terbagi 3 yaitu :

a.

Limbah padat

Limbah padat adalah limbah yang memiliki wujud padat yang tidak bisa berpindah kecuali dipindahkan. Limbah padat dapat berasal dari kegiatan usaha manusia seperti usaha peternakan, pertanian dan usaha-usaha lainnya yang menghasilkan limbah padat.

b.

Limbah cair

Limbah cair adalah limbah yang memiliki wujud cair yang selalu berpindah ketempat yang lebih rendah. Contoh dari limbah cair ini adalah urine dari usaha peternakan.

(20)

c.

Limbah gas

Limbah gas adalah limbah yang berwujud gas. Limbah gas bisa dilihat dalam bentuk asap dan selalu bergerak sehingga penyebarannya luas. Contoh dari limbah gas adalah pembakaran limbah pertanian seperti jerami dan lain sebagainya.

Kotoran ternak merupakan salah satu limbah yang dihasilkan dari hewan ternak yang dipelihara dan dibudidayakan. Kotoran ternak memiliki potensi yang besar dalam pemanfaatan dan pengembangannya seiring dengan banyaknya hewan ternak yang dibudidayakan oleh masyarakat maupun perusahaan hewan ternak (Priyanto dkk, 2004). Salah satu usaha peternakan yang memiliki potensi dalam memanfaatkan dan mengembangkan limbah dari kotoran ternaknya adalah peternakan sapi.

Umumnya tujuan para peternak dalam beternak sapi adalah untuk mendapatkan daging sapi atau susu sapi. Selain menghasilkan daging atau susu, beternak sapi juga menghasilkan produk lain berupa kotoran. Kotoran sapi merupakan salah satu bahan potensial untuk membuat pupuk kompos. Satu ekor sapi setiap harinya menghasilkan kotoran berkisar 8 – 10 kg per hari (Budiayanto, 2011). Kotoran sapi merupakan pupuk dingin, yang memiliki kadar hara kotoran padat (feses) yaitu Nitrogen = 0,40%, Fosfor = 0,20%, Kalium = 0,10%, dan Air 85% sedangkan urine memiliki kadar hara yaitu Nitrogen = 1,00%, Fosfor = 0,50%, Kalium = 1,50%, dan Air 92% (Lingga, 2001).

Kotoran sapi memiliki kandungan serat yang tinggi. Serat atau selulosa merupakan senyawa rantai karbon yang akan mengalami proses dekomposisi

(21)

lebih lanjut. Proses dekomposisi senyawa tersebut memerlukan unsur N yang terdapat dalam kotoran. Sehingga kotoran sapi tidak dianjurkan untuk diaplikasikan dalam bentuk segar, perlu pematangan atau pengomposan terlebih dahulu (Risnandar, 2013).

2.2 Pupuk Kompos Kotoran Sapi

Kompos adalah hasil penguraian, pelapukan dan pembusukan bahan organik seperti kotoran hewan, limbah pertanian maupun bahan organik lainnya. Bahan kompos dapat diperolah dari lingkungan sekitar. Beberapa contoh bahan kompos adalah kotoran ternak sapi, batang, daun, akar tanaman, serta segala sesuatu yang dapat hancur (Soeryoko, 2011). Kompos yang baik memiliki ciri-ciri warna yang berbeda dengan warna bahan pembentuknya, tidak berbau, dan kadar airnya rendah serta sesuai dengan suhu ruang (Prihandini dkk, 2007).

Adapun manfaat pupuk kompos menurut Yovita (2001), adalah sebagai berikut :

a. memperbaiki struktur tanah berlempung sehingga menjadi ringan b. memperbesar daya ikat tanah berpasir sehingga tanah tidak berderai c. menambah daya ikat tanah terhadap air dan unsur-unsur hara tanah d. memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah

e. mengandung unsur hara yang lengkap, walaupun jumlahnya sedikit (jumlah ini tergantung dari bahan pembuat pupuk organik)

f. membantu proses pelapukan bahan mineral

g. memberi ketersediaan bahan makanan bagi mikrobia h. menurunkan aktivitas mikroorganisme yang merugikan

(22)

Pada pembuatan kompos ini bahan yang digunakan adalah kotoran / fases dari sapi dengna menggunakan Mol sebagai biodekomposernya. MOL digunakan untuk mempercepat fermentasi (Rakhmadi dkk, 2018). Unsur pelengkap lainnya antara lain:

1. Alat dan Bahan Untuk 50 kg kompos  50 kg feces sapi

 Arang sekam  Trichoderma / Mol 2. Cara pembuatan

 Campurkan semua bahan menjadi satu

 Masukkan bahan kompos kedalam box fermentasi

Inkubasi selama 1 – 2 minggu.

2.3 Nilai Tambah

Nilai tambah merupakan nilai yang ditambahkan kepada barang dan jasa yang dipakai oleh unit produksi dalam proses produksi sebagai biaya antara. Nilai yang ditambahkan ini sama dengan balas jasa atas ikut sertanya faktor produksi dalam proses produksi. Semakin besar biaya antara yang digunakan, maka semakin kecil nilai tambah produk. Begitu juga sebaliknya, semakin kecil biaya antara yang digunakan maka semakin besar nilai tambah produk yang dihasilkan (Makki et al, 2001).

Menurut Mathias dan Djamal (2009), nilai tambah merupakan sesuatu bahan yang belum diproses hanya akan dinilai sebagai bahan mentah. Nilai jualnya akan meningkat setelah diolah. Semakin banyak kerja rekayasa pada

(23)

desain produk, maka nilai tambah yang melekat pada produk yang diolah itu pun akan meningkat cepat sekali sehingga membentuk nilai tambah secara bertingkat.

Menurut Ravianto et al (1988), dalam menghitung nilai tambah yang perlu diperhatikan adalah :

1. Perputaran penjualan

Perputaran penjualan sering dicampuradukkan dengan lain-lain seperti gedung yang disewakan atau usaha sampingan, yang intinya pendapatan tersebut bukan dari hasil proses yang dihasilkan perusahaan. Untuk itu pendapatan tersebut tidak boleh dimasukkan sebagai penjualan atau penerimaan usaha yang akan dicari nilai tambahnya.

2. Bahan yang dibeli

Bahan yang dibeli adalah bahan yang dibeli berkaitan dengan usaha tersebut harus dikurangi dari penjualan atau penerimaan. Mulai dari bahan baku, bahan bakar dan lain-lain yang habis sekali pakai harus diperhitungkan baik yang emplisit atau eksplisit.

3. Jasa yang dibeli

Jasa yang dibeli lebih rumit dibandingkan bahan-bahan yang dibeli. Biaya transportasi untuk mengangkut bahan baku atau produk akhir harus diperhitungkan. Biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang bukan untuk keperluan pribadi.

(24)

4. Depresiasi dan biaya penyewaan

Depresiasi dikenakan pada bangunan atau alat-alat yang dibeli, sedangkan biaya sewa akan dikenakan pada alat-alat atau bangunan yang disewa.

Menurut Tarigan (2004), nilai tambah menggambarkan tingkat kemampuan menghasilkan pendapatan disuatu wilayah. Nilai tambah juga dapat digunakan untuk mengukur tingkat kemakmuran masyarakat setempat dengan asumsi seluruh pendapatan itu dinikmati masyarakat setempat (Tarigan, 2004).Menurut Sicat dan Arndt (1991), salah satu faktor yang mempengaruhi nilai tambah adalah penyusutan, yaitu biaya penggantian untuk kelapukan modal dalam produksi, penyusutan merupakan konsumsi modal dan pemakaian modal.

2.4 Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Tabel 2. Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan dilaksanakan

No Judul Kesimpulan

1. Analisis Nilai Tambah Produksi Limbah Kotoran Ternak Rumah Potong Hewan Kota Pekanbaru (Kusuma, 2017)

Total nilai tambah bruto yang dihasilkan pada produksi limbah kotoran ternak adalah sebesar Rp. 28.543.000. dan nilai tambah netto yang diperoleh dari produksi ni adalah sebesar Rp. 28.338.000. Nilai tambah yang dinikmati oleh para pekerja produksi sebesar Rp. 14.271,5. Nilai tambah ini merupakan keuntungan

(25)

No Judul Kesimpulan

yang didapatkan oleh pekerja produksi dalam 1 kg bahan baku. 2. Analisis Nilai Tambah Dan

Pendapatan Usaha Pengolahan Limbah Ternak (Ustriyana, 2011)

Pengelolaan limbah peternakan dapat memberikan manfaat ekonomi dan lingkungan bila dikelola dengan baik. Hasil analisis nilai tambah dan pendapatan usaha menunjukkan bahwa pengolahan limbah untuk pembuatan pupuk organik memberikan keuntungan yang cukup signifikan. Peternak masih sangat jarang melakukan pengolahan limbah hasil ternaknya, karena mengganggap kegiatan tersebut membutuhkan waktu dan perhatian khusus.

3 Coexistence mode of production based dairy cow supporting farming in producing biogas as renewable energy resources (Aisyah dkk, 2020)

Perkembangan Peternakan Sapi Perah di PT Kabupaten Enrekang dapat

diklasifikasikan berdasarkan

periodisasinya yaitu periode pertama

(1980-2001) dan periode kedua

(2002-sekarang). Pada periode 1980-

(26)

No Judul Kesimpulan

2001, hanya model produksi subsisten dan Periode 2002-sekarang melihat munculnya dua cara produksi yaitu subsisten dan komersial. Dilihat dari ciri-ciri teknologi produksi yang sederhana dan orientasi produksi

yang hanya untuk kebutuhan

subsisten dan komersial, kekuatan

produksi bersifat nonkapitalistik.

Kemudian dinilai dari karakteristik pembagian kerja dan relasi yang

rendah organisasi produksi

berdasarkan kombinasi moralitas dan rasionalitas. Jadi, mode produksi peternakan sapi perah adalah non-kapitalistik.

4 Analisis Nilai Tambah Pengolahan Kedelai Menjadi Susu Kedelai Pada Skala Industri Rumah Tangga Di Kota Medan (Aminah dkk, 2013)

Proses pengolahan kacang kedelai menjadi susu kedelai pada skala industri rumah tangga di daerah penelitian masih tergolong sederhana. Nilai tambah (value added) yang dihasilkan dari pengolahan kacang kedelai menjadi susu kedelai pada

(27)

No Judul Kesimpulan

skala industri rumah tangga di daerah penelitian masih rendah dengan rasio nilai tambah < 50% (37,8%) untuk satu kali proses produksi atau per harinya.

5 Analisis Pendapatan Dan Nilai Tambah Pada Agroindustri Keripik Ubi Di Kecamatan Tanah Luas Kabupaten Aceh Utara (Zulkifli, 2012).

Agroindustri pengolahan keripik ubikayu memberikan keuntungan yang diterima adalah sebesar Rp 4.340.625 per lima kali proses produksi selama satu bulan.

Nilai tambah yang dinikmati pengusaha dari agroindustri sebesar Rp 5.495,00 per kilogram bahan baku yang dimanfaatkan. Nilai tambah ini merupakan keuntungan yang didapatkan oleh agroindustri keripik Ubikayu dalam 1 kilogram penggunaan bahan baku.

Dengan adanya agroindutri pengolahan ubikayu menjadi keripik ubikayu memberikan keuntungan

(28)

No Judul Kesimpulan

tersendiri bagi petani ubikayu, dimana petani dapat menjual ubikayu secara borongan kepada industri keripik ubikayu dengan harga yang lebih tinggi.

2.5 Kerangka Pikir

Usaha ternak sapi merupakan usaha yang memiliki potensi yang besar kedepannya. Hal ini sejalan dengan meningkatnya populasi sapi setiap tahunnya. Seiring dengan meningkatnya populasi sapi menimbulkan masalah baru terkait dengan limbah dari usaha ternak sapi. Dimana limbah yang dihasilkan yaitu limbah padat (fases) dan limbah cair (urine) yang apabila tidak ditangani dengan baik akan berdampak pada lingkungan dan kesehatan manusia.

Salah satu cara penanganan limbah kotoran ternak sapi yaitu melakukan pengolahan limbah kotoran sapi menjadi pupuk kompos. Pengolahan limbah kotoran sapi menjadi pupuk kompos akan mengurangi dampak terhadap lingkungan dan kesehatan serta peternak sapi mendapatkan nilai tambah dari hasil pengolahan limbah kotoran ternak sapinya menjadi pupuk kompos. Secara umum kerangka pikir dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

(29)

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian Analisis Nilai Tambah Usaha ternak sapi Limbah kotoran

Ternak sapi

Produksi daur ulang limbah

Pupuk kompos Analisis nilai tambah produksi

limbah kororan sapi

(30)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS) yang terletak di Dusun Batu Tujua, Desa Salassae, Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purpossive) dengan pertimbangan bahwa di Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS) merupakan salah satu lembaga masyarakat yang beternak sapi dan mengolah limbah kotoran ternak sapinya. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret – Oktober 2020.

3.2 Teknik Penentuan Sampel

Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan metode sensus atau sampling jenuh. Peneliti memilih teknik sampling jenuh karena semua populasi dijadikan sampel dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini yang menjadi sampel yaitu peternak sapi yang melakukan pengolahan limbah kotoran ternaknya menjadi pupuk kompos/organik pada Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS) di Desa Salassae Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba. Adapun jumlah peternak sapi yang melakukan pengolahan kotoran ternaknya yaitu sebanyak 13 orang.

(31)

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : a. Data kuantitatif

Data kuantitatif dalam penelitian ini yaitu data jumlah ternak, jumlah kotoran / fases sapi, jumlah pupuk kompos yang dihasilkan, jumlah biaya peralatan dan biaya bahan baku serta bahan penolong yang dipakai dalam sekali proses produksi.

b. Data kualitatif

Data kualitatif dalam penelitian ini yaitu data pendidikan responden, pengalaman mengolah kotoran sapi menjadi pupuk kompos dan kondisi kandang sapi responden serta cara pemeliharaan sapi potong yang dilakukan.

Sumber data yang digunakan pada penelitian ini yaitu : a. Data primer

Data primer dalam penelitian ini yaitu data yang diambil langsung dari peternak sapi yang melakukan pengolahan limbah kotoran ternak sapinya menjadi pupuk kompos pada komunitas swabina pedesaan salassae (KSPS).

b. Data sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini yaitu data perbedaan jumlah kotoran sapi antara jantan dan betina serta data jumlah pupuk kompos yang dihasilkan dalam satu kilogram kotoran sapi yang diperoleh dari pak Abdul Wahid selaku bidang advokasi dan pendidik pada Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS).

(32)

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : a. Observasi

Teknik pengumpulan data dengan cara observasi yaitu kunjungan secara langsung ke peternak sapi yang melakukan pengolahan limbah kotoran ternak sapinya menjadi pupuk kompos pada komunitas swabina pedesaan salassae (KSPS) di desa Salassae.

b. Wawancara

Teknik pengumpulan data secara wawancara yaitu memberikan pertanyaan kepada responden dengan menggunakan instrumen kuisioner yang sudah disiapkan sebelumnya.

c. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data dengan cara dokumentasi yaitu foto bersama peternak sapi yang mengolah limbah kotoran sapinya serta foto peta desa Salassae.

3.5 Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan yaitu teknik analisis data kuantitatif. Untuk melakukan analisis kuantitatif, penulis menggunakan analisis nilai tambah bruto, nilai tambah netto, dan nilai tambah perbahan baku. Adapun rumus nilai tambah yang digunakan antara lain (Zulkifli, 2012):

(33)

a. Nilai Tambah Bruto : NTb = Na-Ba

= Na-(Bb+Bp) Keterangan :

NTb = Nilai Tambah Bruto Na = Nilai Produk Akhir (Rp) Ba = Biaya Antara (Rp) Bb = Biaya Bahan Baku (Rp) Bp = Biaya Bahan Penolong(Rp) b. Nilai Tambah Netto (NTn) :

NTn = NTb – NP

NP = Keterangan :

NTn = Nilai Tambah Netto (Rp) NTb = Nilai Tambah Bruto (Rp) NP = Nilai Penyusutan

c. Nilai Tambah per BahanBaku : NTbb = NTb : Σbb

Keterangan :

NTbb = Nilai Tambah per Bahan Baku yang digunakan NTb = Nilai Tambah Bruto

Σbb = Jumlah Bahan Baku yang digunakan.

(34)

3.6 Definisi Operasional

a. Nilai tambah adalah pertambahan nilai suatu komodita karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan atau penyimpanan dalam suatu proses produksi. Dalam proses pengolahan nilai tambah dapat didefinisikan sebagai selisih antara nilai produk dan biaya bahan baku dan input lainnya, tidak termasuk tenaga kerja (Rp).

b. Kotoran ternak merupakan salah satu limbah yang dihasilkan dari hewan ternak yang dipelihara dan dibudidayakan (Kg).

c. Kotoran sapi adalah limbah hasil pencernaan sapi dan hewan dari subfamili Bovinae. Kotoran sapi memiliki warna yang bervariasi dari kehijauan hingga kehitaman, tergantung makanan yang dimakannya. Setelah terpapar udara, warna dari kotoran sapi cenderung menjadi gelap (Kg).

d. Nilai tambah bruto adalah nilai tambah yang mengurangkan antara nilai produk akhir dengan biaya antara (Rp).

e. Biaya antara adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang terdiri dari biaya bahan baku ditambah dengan biaya bahan penolong (Rp). f. Nilai tambah netto adalah nilai tambah yang mengurangkan antara nilai

tambah bruto dengan nilai penyusutan (Rp).

g. Nilai penyusutan adalah adalah nilai yang alokasi jumlah asetnya dapat disusutkan selama estimasi masa manfaatnya (Rp).

h. Nilai tambah perbahan baku adalah nilai tambah yang membagi antara nilai tambah bruto dengan jumlah bahan baku yang digunakan (Rp).

(35)

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.1

Sejarah Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS)

Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS) berdiri pada tahun 2011. Yang didirikan oleh Armin Salassa. Awalnya hanya beranggotakan 20 orang dan dari tahun ke tahun kemudian anggotanya bertambah. Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS) adalah lembaga yang bersifat independen tanpa dinaungi pemerintah desa, tetapi mampu bersaing dengan kelompok tani yang lain, memperkenalkan desa Salassae di KTI (Kawasan Indonesia Timur) bahkan diseluruh Indonesia, dengan sistem pertanian alami yang mereka terapkan di desa Salassae. Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS) memang bukan komunitas petani biasa, dengan semangat kerja keras yang dipegang teguh setiap anggotannya pertanian organik sukses dikembangkan di desa Salassae. Hanya dalam waktu 3 tahun puluhan petani di desa Salassae beralih dari cara bertani lama ke organik. Disisi lain Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS) mampu menjadi fasilitator bagi petani lainnya.

4.2 Visi dan Misi Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS)

a. Visi

Terwujudnya petani yang berdaulat di atas tanahnya sendiri mandiri secara ekonomi dan pangan.

b. Misi

Mewujudkan pertanian alami di setiap keluarga pertani yang ada di desa Salassae.

(36)

4.3 Struktur Organisasi

Berikut ini adalah struktur organisasi Komunitas Swabina Pedesaan Salassae yang dapat dilihat pada Gambar 2.

Pembina

Armin Salassa

Badan Musyawarah

Muhammad Nur

Ketua

Ponnong

Sekertaris

Abdul Wahid

Bendahara

Hasma

Lembaga Keuangan

Mikro

Jusmani

Pendidikan Dan

Advokasi

Abdul Wahid

Satsiun Agrobisnis

Muhammad Nur

Produksi Pertanian

Arman Tanggung

Logistik /

Perlengkapan

Bate

Gambar 2. Struktur Lembaga Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS).

(37)

Berikut tugas dari struktur keanggotaan pada Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS) adalah :

1. Pembina : pendiri dan penggagas berdirinya komunitas swabina pedesaan salassae (KSPS)

2. Badan Musyawarah

: memperkenalkan dan mengajak petani untuk beralih ke pertanian alami

3. Ketua : mengawasi semua anggota dalam lembaga 4. Sekertaris : mengatur / mencatat agenda kegiatan lembaga 5. Bendahara : mengatur keuangan lembaga

6. Lembaga

Keuangan Mikro

: mengatur koperasi yang ada dalam lembaga

7. Pendidikan Dan Advokasi

: mengajar petani tentang cara bertani alami

8. Stasiun Agrobisnis

: memasarkan hasil produk dari pertanian alami

9. Produksi

Pertanian Alami

: memproduksi hasil pertanian alami

10. Logistik / Perlengkapan

: mengawasi petani untuk menjamin kualitas dan mutu hasil pertanian alami

(38)

4.4 Tujuan Kelembagaan

Adapun tujuan dari Lembaga Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS) adalah sebagai berikut :

a. Penyebarluasan Praktek Pertanian Alami (Natural Farming)

Penyebarluasan praktek pertanian alami bertujuan untuk membangun kembali kemandirian petani tanpa harus tergantung pada industri penghasil bibit, pupuk, pestisida, dan pengatur pasar.

b. Pembangunan dan Penguatan Organisasi Tani

Pembangunan dan penguatan organisasi tani bertujuan untuk mendorong petani agar mampu bekerja sama secara berkelompok sehingga kegiatan usahataninya bisa lebih efektif dan efisien.

c. Peningkatan Pendapatan Ekonomi Keluarga Petani

Peningkatan pendapatan ekonomi keluarga petani bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup keluarga petani dalam memenuhi kebutuhannya, baik itu kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder sehingga petani dapat merasakan kesejahteraan.

d. Pengelolaan Sumber Daya Lahan Pertanian Secara Berkelanjutan

Pengelolaan sumber daya lahan pertanian secara berkelanjutan bertujuan untuk menjaga lahan pertanian dari kerusakan akibat penggunaan bahan-bahan kimia.

4.5 Strategi Pelaksanaan Program dan Kegiatan

Adapun strategi pelaksanaan program dan kegiatan pada Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS) adalah sebagai berikut :

(39)

a. Pengembangan SDM Petani dan Petani Pelatih

Dalam pengembangan SDM petani dan petani pelatih maka dapat diadakan pelatihan khusus petani itu sendiri dan pelatihan khusus untuk petani pelatih.

b. Pendidikan Pertanian Alami

Strategi pelaksanaan program dan kegiatan dalam pendidikan pertanian alami yaitu dengan cara memfasilitasi kegiatan pelatihan untuk petani yang ingin melakukan pertanian alami.

c. Pendampingan Lapangan.

Strategi pelaksanaan program dan kegiatan dalam pendampingan lapangan dilakukan dengan cara mengunjungi langsung petani yang melakukan praktek pertanian alami.

d. Kerja Sama Jaringan Organisasi Tani

Dalam strategi pelaksanaan program dan kegiatan dalam hal kerja sama jaringan organisasi tain dilakukan dengan melakukan kunjungan ke organisasi tani yang lain.

(40)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden

Karakteristik responden adalah gambaran mengenai identitas responden dalam penelitian ini. Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi karakteristik sosial peternak yaitu umur peternak, tingkat pendidikan peternak, jumlah tanggungan keluarga peternak dan pengalaman peternak dalam melakukan pengolahan limbah kotoran ternak sapi. Untuk melihat karakteristik responden tersebut dijelaskan pada tabel-tabel berikut.

a. Umur Peternak

Umur peternak merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan kerja dan pola pikir dalam menentukan peningkatan dan pengembangan usaha. Untuk mengetahui karakteristik responden berdasarkan umur peternak dapat dilihat pada Tabel 3 berikut:

Tabel 3. Karaktersitik responden berdasarkan umur peternak yang melakukan pengolahan limbah kotoran ternak sapi menjadi kompos di KSPS

No Umur ( tahun ) Jumlah ( orang ) Persentase ( % )

1 19 – 24 2 7,7 2 25 – 30 2 15,4 3 31 – 36 2 15,4 4 37 – 42 4 38,4 5 43 – 48 2 7,7 6 49 - 54 1 15,4 Total 13 100

(41)

Dari tabel 3 diatas menunjukkan bahwa umur responden yang melakukan pengolahan limbah kotoran ternak sapi menjadi pupuk kompos di komunitas swabina pedesaan salassae (KSPS) pada tingkat umur 19 - 24 tahun yakni berjumlah 2 orang dengan persentase 15,4 %, tingkat umur 25 - 30 tahun yakni berjumlah 2 orang dengan persentase 15,4 %, tingkat umur 31 - 36 tahun yakni berjumlah 2 orang dengan persentase 15,4 %, pada tingkat umur 37 – 42 tahun yakni berjumlah 4 orang dengan persentase 30,7 %, pada tingkat umur 43 – 48 tahun yakni berjumlah 2 orang dengan persentase 15,4 %, dan pada tingkat umur 49 – 54 tahun berjumlah 1 orang dengan persentase sebesar 7,7 %.

b. Tingkat Pendidikan

Menurut Ahmadi (2003), seseorang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan mampu memanfaatkan potensi didalam maupun diluar dirinya dengan lebih baik. Orang itu akan menemukan pekerjaan yang paling tidak setara dengan pendidikannya kerja. Untuk mengetahui karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan peternak dapat dilihat pada Tabel 4 berikut:

Tabel 4. Karaktersitik responden berdasarkan tingkat pendidikan peternak yang melakukan pengolahan limbah kotoran ternak sapi menjadi kompos di KSPS

No Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 SD 5 38,5

2 SMP 2 15,3

3 SMA 5 38,5

4 S-1 1 7,7

Total 13 100

Sumber : data primer setelah diolah, 2020

(42)

Dari tabel 4 diatas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden untuk SD yaitu sebanyak 5 orang dengan persentase 38,5 %, SMP yakni sebanyak 2 orang dengan persentase 15,3 %, SMA sebanyak 5 orang dengan persentase 38,5, dan S-1 yakni 1 orang dengan persentase 7,7 %. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden masih tergolong rendah, namun bukan penentu dari keberhasilan usahanya. Hal ini didukung oleh Yunus (2004), pendidikan yang cukup belum tentu dapat mendorong seseorang untuk mengatasi persoalan dalam hal peningkatan pendapatan dari usaha ternak sapinya. c. Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan kepala keluarga yang terdiri dari istri, anak dan anggota keluarga lainnya yang tinggal dalam satu rumah dan makan dari satu dapur. Untuk lebih jelas mengenai jumlah tanggungan responden dapat dilihat pada Tabel 5 berikut : Tabel 5. Karaktersitik responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga

peternak yang melakukan pengolahan limbah kotoran ternak sapi menjadi kompos di KSPS

No Jumlah Tanggungan (orang) Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 2 – 3 5 38,5

2 4 – 5 7 53,8

3 6 - 7 1 7,7

Total 13 100

Sumber : data primer setelah diolah, 2020

Dari tabel 5 diatas menunjukkan bahwa responden yang memiliki jumlah tanggungan keluarga 2 - 3 yaitu sebanyak 5 orang dengan persentase 38,5 %,

(43)

jumlah tanggungan 4 - 5 yaitu sebanyak 7 orang dengan persentase 53,8 %, dan jumlah tanggungan 6 – 7 yaitu sebanyak 1 orang dengan persentase 7,7 %.

d. Pengalaman Usaha

Pengalaman peternak dalam melakukan pengolahan limbah kotoran ternak sapi dapat menjadi pedoman dalam menajalankan usahanya. Pengalaman sangat berpengaruh terhadap kemampuan peternak dalam menghadapi berbagai persoalan dalam usahanya. Untuk lebih jelas terkait dengan pengalaman usaha responden dapat dilihat pada Tabel 6 berikut :

Tabel 6. Karaktersitik Responden Berdasarkan Pengalaman Usaha Peternak Yang Melakukan Pengolahan Limbah Kotoran Ternak Sapi Menjadi Kompos Di KSPS

No Pengalaman Usaha (Tahun ) Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 1 – 2 1 7,7 2 3 - 4 1 7,7 3 5 – 6 6 46,1 4 7 – 8 2 15,4 5 9 - 10 3 23,1 Total 13 100

Sumber : data primer setelah diolah, 2020

Dari tabel 6 diatas bahwa pengalaman usaha peternak yang melakukan pengolahan limbah kotoran ternak sapi menjadi pupuk kompos 1 - 2 tahun sebanyak 1 orang dengan persentase 7,7 %, pengalaman usaha 3 - 4 tahun sebanyak 1 orang dengan persentase 7,7 %, pengalaman usaha 5 – 6 tahun sebanyak 6 orang dengan persentase 46,1 %, pengalaman usaha 7 – 8 tahun

(44)

sebanyak 2 orang dengan persentase 15,4, dan pengalaman usaha 9 – 10 tahun sebanyak 3 orang dengan persentase 23,1% Berdasarkan pengalaman yang telah dimiliki oleh peternak dapat menjadi pedoman dalam menghadapi berbagai persoalan dalam usahanya, baik dari pengambilan keputusan maupun masalah teknis dilapangan karena dilandasi dengan pengalaman yang diperoleh selama bertahun-tahun.

5.2 Proses pengolahan limbah kotoran ternak sapi menjadi pupuk kompos

Berikut cara pembuatan pupuk kompos dari kotoran ternak sapi dengan menggunakan Mikro Organisme Lokal (MOL) pada rumpun bambu sebagai bioaktivator yaitu :

1. Siapkan kotoran ternak sapi.

2. Tumpukkan kotoran sapi yang sudah disiapkan dengan ketinggian 25 cm

Gambar 1. Proses penumpukan bahan kompos

3. Semprot dengan Mikro Organisme Lokal (MOL) yang telah di campur dengan air dengan perbandingan 1 cc MOL : 1000 cc air.

(45)

Gambar 2. Penyomprotan bahan kompos

4. Tutup dengan terpal untuk menghindari sinar matahari langsung dan air hujan.

Gambar 3. Proses fermentasi

5. Dibalik setiap 3 hari sekali untuk mempercepat pengomposan 6. Kemudian tunggu sampai dingin sekitar 10 hari sampai 1 bulan.

(46)

Gambar 4. Kompos

Pupuk kompos yang telah mengalami proses pengomposan kurang lebih 1 bulan dilakukan pembongkaran kompos, tekstur pada kompos menjadi lembek dan sedikit berair, warnanya hitam kecoklatan dan baunya menyengat. Kemudian dilakukan penjemuran (tidak dengan sinar matahari), penjemuran kompos dilakukan hanya dengan di angin-anginkan selama 2 hari. Hal tersebut menyebabkan kompos memiliki tekstur yang keras, jadi sebelum dilakukan pengayakan perlu menghaluskan kompos dengan cara di injak-injak dan meremas gumpalan kompos agar lebih halus, setelah itu kompos bisa diayak dan dimasukkan kedalam karung.

5.3 Karakteristik Usaha

Karakteristik usaha merupakan gambaran dari usaha pengolahan limbah kotoran ternak sapi menjadi pupuk kompos di Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS). Adapun karakteristik usaha dalam penelitian ini meliputi jumlah ternak sapi jantan dan betina, jumlah sapi secara keseluruhan, jumlah kotoran sapi yang dipakai, dan jumlah pupuk kompos yang dihasilkan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel-tabel berikut :

(47)

a. Jumlah sapi jantan dan betina

Jumlah sapi jantan dan betina dalam usaha produksi pupuk kompos sangat berpengaruh terhadap jumlah pupuk kompos yang dihasilkan karena adanya perbedaan jumlah kotoran yang dihasilkan antara jantan dan betina. Jumlah sapi jantan dan betina di Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS) dapat dilihat pada Tabel 7 berikut :

Tabel 7. Karaktersitik usaha berdasarkan jumlah sapi jantan dan betina peternak yang melakukan pengolahan limbah kotoran ternak sapi menjadi kompos di KSPS

No Jumlah Sapi Jumlah (ekor) Persentase (%)

1 Jantan 29 50,0

2 Betina 29 50,0

Total 58 100

Sumber : data primer setelah diolah, 2020

Dari tabel 7 diatas menunjukkan bahwa jumlah sapi jantan dan betina di Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS) bernilai sama yaitu 29 ekor dengan persentase 50%.

b. Jumlah Sapi Secara Keseluruhan

Peternak sapi yang ada di Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS) merupakan peternak dalam skala kecil karena ternaknya yang sedikit, dimana jumlah ternak sapi terbanyak hanya 11 ekor dan jumlah ternak sapi yang terendah yaitu 2 ekor. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 8 berikut :

(48)

Tabel 8. Karaktersitik usaha berdasarkan jumlah sapi peternak secara keseluruhan di komunitas swabina pedesaan salassae (KSPS)

No Jumlah Ternak Sapi ( Ekor ) Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 2 – 3 6 46,1

2 4 – 5 5 38,5

3 6 – 7 1 7,7

4 > 7 1 7,7

Total 13 100

Sumber : data primer setelah diolah, 2020

Dari tabel 8 diatas menunjukkan bahwa responden dengan jumlah ternak sapi 2 - 3 ekor sebanyak 6 orang dengan persentase 46,1 %, responden dengan jumlah ternak sapi 4 - 5 ekor sebanyak 5 orang dengan persentase 38,5 %, responden dengan jumlah ternak sapi 6 - 7 ekor sebanyak 1 orang dengan persentase 7,7 %, dan responden dengan jumlah ternak sapi diatas 7 ekor sebanyak 1 orang dengan persentase 7,7 %.

c. Jumlah Kotoran Sapi

Menurut Budiyanto (2011), satu ekor sapi dapat menghasilkan kotoran berkisar 8 – 10 kg per hari. Adapun perbedaan jumlah kotoran sapi antara betina dan jantan sehingga pada penelitian ini diambil untuk betina 10 kg/hari dan jantan 9 kg/hari. Berikut jumlah kotoran sapi peternak yang melakukan pengolahan limbah kotoran ternak sapi menjadi pupuk kompos di Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS) yang dapat dilihat pada Tabel 9 dibawah :

(49)

Tabel 9. Karakteristik usaha berdasarkan jumlah kotoran ternak sapi di komunitas swabina pedesaan salassae (KSPS)

No Kotoran Sapi (Kg/Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 7.300 – 13.213 6 46,1

2 13.214 – 19.127 5 38,5

3 19.128 – 25.041 1 7,7

4 > 25.041 1 7,7

Total 13 100

Sumber : data primer setelah diolah, 2020

Dari tabel 9 diatas menunjukkan bahwa responden dengan jumlah kotoran sapi 7.300 – 13.213 Kg adalah sebanyak 6 orang dengan persentase 46,1 %, responden dengan jumlah kotoran ternak sapi 13.214 – 19.127 Kg adalah sebanyak 5 orang dengan persentase 38,5 %, responden dengan jumlah kotoran sapi 19.128 – 25.041 Kg yaitu 1 orang dengan persentase 7,7 %, dan responden dengan jumlah kotoran sapi > 25.041 Kg yaitu 1 orang dengan persentase 7,7 %. d. Jumlah Pupuk Kompos

Pupuk kompos merupakan pupuk organik yang berasal dari sisa tanaman dan kotoran hewan yang telah mengalami proses dekomposisi atau pelapukan (Prihandini dkk, 2007). Menurut pak Abdul Wahid selaku bidang pendidikan dan advokasi di Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS) untuk mengetahui jumlah pupuk kompos yaitu dihasilkan dapat diketahui dari banyaknya kotoran ternak sapi yang dipakai sebagai bahan baku di kurang 25%, hal ini karena berkurangnya kadar air pada kotoran ternak sapi. Untuk lebih jelas terkait jumlah

35 30

(50)

pupuk kompos yang dihasilkan peternak di Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS) dapat dilihat dari Tabel 10 berikut :

Tabel 10. Karakteristik usaha berdasarkan jumlah pupuk kompos yang dihasilkan peternak di komuntas swabina pedesaan salassae (KSPS). No Pupuk Kompos (Kg) Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 5.475 – 9.910 6 46,1

2 9.911 – 14.346 5 38,5

3 14.347 – 18.782 1 7,7

4 > 18.782 1 7,7

Total 13 100

Sumber : data primer setelah diolah, 2020

Dari tabel 10 menunjukkan bahwa responden dengan jumlah pupuk kompos 5.475 – 9.910 Kg adalah sebanyak 6 orang dengan persentase 46,1 %, responden dengan jumlah pupuk kompos 9.911 – 14.346 Kg adalah sebanyak 5 orang

dengan persentase 38,5 %, responden dengan jumlah pupuk kompos 14.347 – 18.782 Kg sebanyak 1 orang dengan persentase 7,7 %, dan responden

dengan jumlah pupuk kompos > 18.782 Kg sebanyak 1 orang dengan persentase 7,7 %.

5.4 Penggunaan Peralatan

Penggunaan peralatan yang efektif dan efisien dapat menjadikan kegiatan produksi pengolahan limbah kotoran ternak sapi menjadi pupuk kompos berjalan lancar dan dapat meningkatkan hasil serta keuntungan bagi peternak itu sendiri. Peralatan yang digunakan peternak di Komunitas swabina pedesaan salassae (KSPS) dalam mengolah limbah kotoran ternak sapinya menggunakan alat yang

(51)

sama yaitu cangkul, sekop, sepatu, gerobak, dan tenda. Sehingga pada penelitian ini untuk penggunaan peralatan hanya satu tabel yang dibuat oleh peneliti, dimana satu tabel tersebut sudah mewakili untuk ke 13 responden. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 11 berikut.

Tabel 11. Rincian penggunaan dan penyusutan peralatan pada pengolahan limbah kotoran ternak sapi menjadi pupuk kompos.

No Alat Jumlah Umur ekonomis (tahun) Nilai awal/harga (Rp) Nilai sisa (Rp) Penyusutan (Rp) 1 Cangkul 1 2 80.000 50.000 15.000 2 Sekop 1 2 60.000 40.000 10.000 3 Sepatu 1 2 100.000 60.000 20.000 4 Gerobak 1 2 400.000 250.000 75.000 5 Tenda 1 2 50.000 30.000 10.000 Total 5 670.000 430.000 120.000 Jumlah 1.560.000

Sumber : data primer setelah diolah, 2020

Dari tabel 11 diatas menunjukkan bahwa total biaya peralatan yang dikeluarkan oleh peternak untuk mengolah limbah kotoran ternak sapinya menjadi pupuk kompos adalah Rp 670.000. Biaya peralatan yang terbesar untuk pembelian gerobak Rp 400.000. dan biaya terendah yang dikeluarkan untuk pembelian tenda Rp 50.000. Nilai penyusutan peralatan yaitu Rp 120.000. Adapun jumlah nilai penyusutan 13 responden adalah Rp 1.560.000.

5.5 Bahan Baku Dan Bahan Penolong

Bahan baku merupakan bahan mentah yang dapat diolah dan dimanfaatkan sebagai sarana produksi dalam suatu usaha. Ketersediaan bahan baku secara

(52)

cukup dan berkelanjutan akan menjamin suatu perusahaan untuk bisa berproduksi dalam waktu yang relatif lama. Dalam memproduksi pupuk kompos bahan baku yang digunakan adalah limbah kotoran ternak sapi dan MOL (mikro organisme lokal).

Bahan penolong merupakan bahan yang digunakan untuk kelancaran dalam memproduksi pupuk kompos. Adapun bahan penolong yang digunakan dalam memproduksi pupuk kompos dari limbah kotoran ternak sapi yaitu karung, mesin jahit karung, dan benang. Untuk lebih jelasnya terkait penggunaan bahan baku dan bahan penolong dapat dilihat pada Tabel 12 berikut.

Table 12. Penggunaan bahan baku dan bahan penolong pada pengolahan limbah kotoran ternak sapi menjadi pupuk kompos

Bahan baku Harga (RP)

Kotoran sapi -

MOL (mikroorganisme lokal) 39.000

Bahan penolong

Karung 3.000

Mesin jahit karung Lembaga

Benang Lembaga

Sumber : data primer setelah diolah, 2020

Dari tabel 12 diatas menunjukkan bahwa dalam memproduksi pupuk kompos dari limbah kotoran ternak sapi bahan bakunya tidak ada biaya karena bahan baku yang digunakan adalah kotoran dari ternak sapi milik peternak sendiri, sementara untuk bahan baku MOL (mikroorganisme lokal) biayanya yaitu Rp 39.000. Untuk bahan penolong hanya karung yang dibeli oleh peternak dengan

(53)

harga Rp 3.000 perlembar, sedangkan untuk bahan penolong yaitu mesin jahit karung dan benang difasilitasi oleh lembaga. Untuk lebih jelas terkait dengan biaya bahan penolong dapat dilihat pada lampiran.

5.6 Analisis nilai tambah

Analisis nilai tambah produksi limbah kotoran ternak sapi dilakukan untuk mengetahui besarnya nilai tambah kotoran ternak sapi yang digunakan sebagai bahan baku dalam memproduksi pupuk kompos, dimana analisis nilai tambah yang digunakan dalam penelitian ini yaitu meliputi nilai tambah bruto (NTb), nilai tambah netto (NTn), dan nilai tambah perbahan baku (NTbb). Perhitungan analisis nilai tambah pengolahan limbah kotoran ternak sapi di komunitas swabina pedesaan salassae (KSPS) dapat dilihat pada Tabel 13 berikut :

Tabel 13. Rincian perhitungan nilai tambah dari pengolahan limbah kotoran ternak sapi di komunias swabina pedesaan salassae (KSPS)

No Uraian Rata-rata

1 Nilai produk akhir (Rp) 6.961.707

2 Biaya bahan baku (Rp) 3.000

3 Jumlah bahan baku (Kg) 15.470

4 Biaya bahan penolong (Rp) 696.462

5 Biaya antara (Rp) 699.461

6 Nilai penyusutan (Rp) 120.000

7 Nilai tambah bruto (Rp) 6.262.246 8 Nilai tambah netto (Rp) 6.142.246 9 Nilai tambah perbahan baku (Rp/Kg) 404,7 Sumber : data primer setelah diolah, 2020

(54)

Dari tabel 13 diatas menunjukkan analisis nilai tambah yang meliputi nilai tambah bruto, nilai tambah netto, dan nilai tambah perbahan baku dari peternak yang melakukan pengolahan limbah kotoran ternak sapinya menjadi pupuk kompos di komunitas swabina pedesaan salassae (KSPS).

a. Nilai Tambah Bruto

Nilai tambah bruto adalah dasar dari perhitungan nilai tambah netto dan nilai tambah perbahan baku. Analisis nilai tambah pengolahan limbah kotoran ternak sapi menjadi pupuk kompos di komunitas swabina pedesaan salassae (KSPS) yaitu rata-rata nilai produk akhir sebesar Rp 6.961.707, ini merupakan nilai rata-rata yang dijual dari peternak di komunitas swabina pedesaan salassae kepada konsumen. Rata-rata biaya antara dari pengolahan limbah kotoran ternak sapi menjadi pupuk kompos adalah sebesar Rp 699.461. Adapun rata-rata nilai tambah bruto yang diperoleh adalah sebesar Rp 6.262.246. Semakin besar biaya antara maka semakin kecil nilai tambah bruto yang dihasilkan, semakin kecil biaya antara maka semakin besar nilai tambah bruto yang dihasilkan.

b. Nilai Tambah Netto

Nilai tambah netto adalah nilai tambah bruto dikurang nilai penyusutan alat, dimana nilai penyusutan alat dapat diketahui dari nilai awal dikurang nilai sisa alat kemudian dibagi umur ekonomis peralatan. Adapun rata-rata nilai tambah netto yang diperoleh dari pengolahan limbah kotoran ternak sapi menjadi pupuk kompos di komunitas swabina pedesaan salassae adalah sebesar Rp 6.142.246.

(55)

c. Nilai Tambah Perbahan Baku

Nilai tambah perbahan baku bertujuan untuk mengetahui produktivitas limbah kotoran ternak sapi yang dimanfaatkan untuk menghasilkan pupuk kompos. Nilai tambah perbahan baku dapat diketahui dari nilai tambah bruto di bagi dengan jumlah bahan baku yang digunakan. Adapun rata-rata nilai tambah perbahan baku dari pengolahan limbah kotoran ternak sapi menjadi pupuk kompos di komunitas swabina pedesaan salassae adalah sebesar Rp 404,7 Artinya dalam 1 kilogram kotoran sapi yang diolah menjadinpupuk kompos menghasilkan nilai tambah sebesar Rp 404,7

(56)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai analisis nilai tambah pupuk kompos dari limbah kotoran ternak sapi di Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS) yang menggunakan analisis nilai tambah bruto (NTb), nilai tambah netto (NTn) dan nilai tambah perbahan baku (NTbb) dapat disimpulkan bahwa :

Rata-rata nilai tambah bruto yang dihasilkan dari pengolahan limbah kotoran ternak sapi di komunitas swabina pedesaan salassae (KSPS) peresponden adalah sebesar Rp 6.262.246, rata-rata nilai tambah netto dari pengolahan limbah kotoran ternak sapi menjadi pupuk kompos adalah sebesar Rp 6.142.246, dan rata-rata nilai tambah perbahan baku yang diperoleh adalah sebesar Rp 404,7.

6.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka penulis menyarankan kepada peternak yang melakukan pengolahan limbah kotoran ternak sapinya menjadi pupuk kompos dapat berinovasi lagi untuk membuat produk baru seperti media tanam sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dari limbah kotoran ternak sapinya. Adapun saran untuk peternak sapi yang belum melakukan pengolahan limbah kotoran sapinnya untuk mengolahnya sehingga dapat menambah pendapatannya.

(57)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, U. 2006. Kinerja Sistem Lumpur Aktif pada Pengolahan Limbah Cair.Surabaya.

Ade Rakhmadi, Allismawita dan Indri Juliyarsi, 2018. Teknologi Pembuatan Kompos Kotoran Sapi Simental Dengan Penggunaan Tithonia (Thitonia Diversifolia) Dan Mol Rebung Pada Kelompok Tani Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Andalas

Badan Pusat Statistik, 2019. Kabupaten Bulukumba dalam angka 2015-2019. Diakses Pada tanggal 20 November 2020

Budiyanto, M.A.K. 2011.Tipologi pendayagunaan kotoran sapi dalam upaya mendukung pertanian organik di Desa Sumbersari Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang. Jurnal Gamma, 7 (1): 42-49.

Dwi Tia Puteri Kusuma, 2017. Analisis Nilai Tambah Produksi Limbah Kotoran Ternak Rumah Potong Hewan Kota Pekanbaru

Fahmi Ismail, 2008.Peranan dan Dampak Investasi Sektor Peternakan dalam Perekonomian Indonesia.Skripsi. Fakultas peternakan, Institut pertanian bogor, Bogor

Kementrian Keuangan Republik Indonesia Badan Kebijakan Fiskal Pusat Kebijkan Ekonomi Makro, 2012.Laporan Kajian NilaiTambah Produk

Pertanian. Tim Kajian Nilai Tambah– Pusat Kajian Ekonomi Makro.

Jakarta.

Latifah, N. 2011. Limbah Organik, Anorganik, dan B3. http://nurullatifah. wordpress.com.

Lingga, P, 2001. Petunjuk dan Cara Pemupukan.Jakarta : Bathara Karya Aksara Makki, M. F. et al. 2001. Nilai Tambah Agroindustri pada Sistem Agribisnis

Kedelai di Kalimantan Selatan. Dalam jurnal Agro Ekonomika. Vol. VI. No. 1. Juli 2001.

Mathias, K., dan Djamal, J.S, 2009. Grand Techno – EconomicStrategi, Siasat

MemicuProduktivitas untukMemenangkan Persaingan Global. PT Mizan

Pustaka. Bandung.

Peni Wahyu Prihandini Dkk, 2007.Petunjuk Teknis Pembuatan Kompos Berbahan Kotoran Sapi.Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor Priyanto Dkk, 2004.Potensi dan Peluang Pola Integrasi Ternak Kambing dan

Perkebunan Kakao Rakyat. Pemda Lampung

(58)

Ravianto. 1988. Dasar-Dasar Produktivitas. Karunika. Jakarta. Risnandar, C, 2012. Jenis dan karakteristik pupuk

kandang.https://alamtani.com/pupuk-kandang/. Diakses pada tanggal 20 April 2020.

Sudiyono, 2002. Pemasaran Pertanian. Universitas Muhammdiyah Malang. Malang

Sicat, G. P. dan Arndt, H. W. 1991. Ilmu Ekonomi untuk Konteks Indonesia. LP3S. Jakarta.

Sudiyono, A. 2004. Pemasaran Pertanian. Edisi Kedua. UMM Press. Malang Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif,

dan R&D. Bandung: Alfabeta

Soeryoko H. 2011. Kiat Pintar Memproduksi kompos. Yogyakarta : Andi Offset Setiawan Samhis, 2019. Definisi Limbah Padat Beserta cara penanganannya.

https://www.gurupendidikan.co.id/limbah-padat/. Diakses pada tanggal 16 April 2020.

Tarigan, R. 2004. Ekonomi Regional. Bumi Aksara. Jakarta.

Yovita, 2001. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya. Jakarta.

Zulkifli, 2012. Analisis Pendapatandan Nilai Tambah Pada Agroindustri Keripik Ubikayu DiKecamatan Tanah Luas Kabupaten Aceh Utara. Skripsi Tidak diterbitkan Universitas Malikussaleh. Kabupaten Aceh Utara.

(59)

LAMPIRAN

1. Data Olahan Hasil Penelitian

Lampiran 1. Karakteristik responden yang melakukan pengolahan limbah kotoran ternak sapi pada KSPS

No Nama Pendidikan Umur (tahun) Jumlah Tanggungan Keluarga (orang) Pengalaman pengolahan limbah (tahun) 1 Abdul wahid SD 39 4 10 2 Arman. T SMA 40 2 7 3 Hartono SMP 32 3 5 4 Azis SMP 40 4 6 5 Rudianto SD 36 4 6

6 Basri Bali SMA 51 5 8

7 Tahmil SMA 48 4 10 8 Lukman SD 45 6 6 9 Dirga SMA 24 3 5 10 Adi SD 25 2 3 11 Muh. Nur SD 38 2 10 12 Reski S-1 30 4 5 13 Indra SMA 19 4 1 Total 467 47 82 Rata-rata 35,92 3,61 6,30 45

(60)

Lampiran 2. Karakteristik usaha dalam pengolahan limbah kotoran ternak sapi menjadi pupuk kompos Di KSPS

No Nama Ternak Jumlah Ternak Kotoran Ternak (kg/tahun) Pupuk Kompos Jantan Betina 1 Abdul wahid - 2 2 7.300 5.475 2 Arman. T 1 5 6 21.535 16.151 3 Hartono 1 2 3 10.585 7.939 4 Azis 5 - 5 16.425 12.319 5 Rudianto 1 2 3 10.585 7.939 6 Basri Bali 2 3 5 17.520 13.140 7 Tahmil 9 2 11 36.865 27.649 8 Lukman 2 3 5 17.520 13.140 9 Dirga 2 1 3 10.220 7.665 10 Adi - 2 2 7.300 5.475 11 Muh. Nur 3 2 5 17.155 12.866 12 Reski 1 2 3 10.585 7.939 13 Indra 2 3 5 17.520 13.140 Jumlah 29 29 58 201.115 150.837 Rata-rata peresponden 2,23 2,23 4,46 15.470,3 11.602,8 Rata-rata per 5 ekor sapi 17.337,5 13.003,2

(61)

Lampiran 3. Biaya bahan penolong (bp) pada pengolahan limbah kotoran ternak sapi pada komunitas swabina pedesaan salassae (KSPS)

No Karung Mesin

jahit karung

Benang Biaya Bahan Penolong (Rp) Volume (lembar) Harga satuan (Rp) Jumlah (Rp) 1 110 3.000 330.000 - - 330.000 2 323 3.000 969.000 - - 969.000 3 159 3.000 477.000 - - 477.000 4 246 3.000 738.000 - - 738.000 5 159 3.000 477.000 - - 477.000 6 263 3.000 789.000 - - 789.000 7 553 3.000 1.659.000 - - 1.659.000 8 263 3.000 789.000 - - 789.000 9 153 3.000 459.000 - - 459.000 10 110 3.000 330.000 - - 330.000 11 257 3.000 771.000 - - 771.000 12 159 3.000 477.000 - - 477.000 13 263 3.000 789.000 - - 789.000 Jumlah 9.054.000 Rata-rata peresponden 696.462 Rata-rata per 5 ekor sapi 780.517,2

(62)

Lampiran 4. Data hasil olahan nilai produk akhir (na) pada pengolahan limbah kotoran ternak sapi menjadi pupuk kompos.

No Jumlah pupuk kompos (Kg) Harga kompos (Rp/Kg) Nilai akhir (Rp) 1 5.475 600 3.285.000 2 16.151 600 9.690.600 3 7.939 600 4.763.400 4 12.319 600 7.391.400 5 7.939 600 4.763.400 6 13.140 600 7.884.000 7 27.649 600 16.589.400 8 13.140 600 7.884.000 9 7.665 600 4.599.000 10 5.475 600 3.285.000 11 12.866 600 7.719.600 12 7.939 600 4.763.400 13 13.140 600 7.884.000 Jumlah 90.502.200 Rata-rata peresponden 6.961.707 Rata-rata per 5 ekor sapi 7.801.913,8

(63)

Lampiran 5. Data hasil olahan biaya antara (ba) pada pengolahan limbah kotoran ternak sapi menjadi pupuk kompos.

No Biaya bahan baku (Rp)

Biaya bahan penolong (Rp) Biaya antara (Rp) 1 3.000 330.000 333.000 2 3.000 969.000 972.000 3 3.000 477.000 480.000 4 3.000 738.000 741.000 5 3.000 477.000 480.000 6 3.000 789.000 792.000 7 3.000 1.659.000 1.662.000 8 3.000 789.000 792.000 9 3.000 459.000 462.000 10 3.000 330.000 333.000 11 3.000 771.000 774.000 12 3.000 477.000 480.000 13 3.000 789.000 792.000 Jumlah 39.000 9.054.000 9,093,000 Rata-rata / responden 3.000 696.462 699.461 Rata-rata per 5 ekor sapi 3.362 780.517,2 783.879,3 49

(64)

Lampiran 6. Data hasil olahan nilai tambah bruto pada komunitas swabina pedesaan salassae (KSPS) No Na (Rp) Ba (Rp) NTb (Rp) 1 3.285.000 333.000 2.952.000 2 9.690.600 972.000 8.718.600 3 4.763.400 480.000 4.283.400 4 7.391.400 741.000 6.650.400 5 4.763.400 480.000 4.283.400 6 7.884.000 792.000 7.092.000 7 16.589.400 1.662.000 14.927.400 8 7.884.000 792.000 7.092.000 9 4.599.000 462.000 4.137.000 10 3.285.000 333.000 2.952.000 11 7.719.600 774.000 6.945.600 12 4.763.400 480.000 4.283.400 13 7.884.000 792.000 7.092.000 Jumlah 90.502.200 9,093,000 81.409.200 Rata-rata peresponden 6.961.707 695.307 6.262.246 Rata-rata per 5 ekor sapi 7.801.913,8 783.879,3 7.018.034,5

(65)

Lampiran 7. Data hasil olahan nilai tambah netto pada komunitas swabina pedesaan salassae (KSPS). No NTb (Rp) Np (Rp) NTn (Rp) 1 2.952.000 120.000 2.832.000 2 8.718.600 120.000 8.598.600 3 4.283.400 120.000 4.163.400 4 6.650.400 120.000 6.530.400 5 4.283.400 120.000 4.163.400 6 7.092.000 120.000 6.972.000 7 14.927.400 120.000 14.807.400 8 7.092.000 120.000 6.972.000 9 4.137.000 120.000 4.017.000 10 2.952.000 120.000 2.832.000 11 6.945.600 120.000 6.825.600 12 4.283.400 120.000 4.163.400 13 7.092.000 120.000 6.972.000 Jumlah 81.409.200 1.560.000 79.849.200 Rata-rata peresponden 6.262.246 120.000 6.142.246 Rata-rata per 5 ekor sapi 7.018.034,5 134.482,7 6.883.551,7 51

(66)

Lampiran 8. Data hasil olahan nilai tambah perbahan baku pada komunitas swabina pedesaan salassae (KSPS).

No NTb (Rp) Σbb (Rp) NTbb (Rp) 1 2.952.000 7.300 404,4 2 8.718.600 21.535 404,8 3 4.283.400 10.585 404,7 4 6.650.400 16.425 404,9 5 4.283.400 10.585 404,7 6 7.092.000 17.520 404,8 7 14.927.400 36.865 404,9 8 7.092.000 17.520 404,8 9 4.137.000 10.220 404,8 10 2.952.000 7.300 404,4 11 6.945.600 17.155 404,9 12 4.283.400 10.585 404,7 13 7.092.000 17.520 404,8 Jumlah 81.409.200 201.115 5.261,6 Rata-rata peresponden 6.262.246 15.470,3 404,7 Rata-rata per 5 ekor sapi 7.018.034,5 17.337,5 453,6

(67)

2. Surat Izin Penelitian

(68)
(69)
(70)

3. Dokumentasi

Gambar 3. Kunjungan langsung ke kandang peternak sapi yang melakukan pengolahan limbah kotoran sapinya menjadi pupuk kompos

Gambar 4. Wawancara dengan peternak sapi yang melakukan pengolahan kotoran sapinya menjadi pupuk kompos

Gambar

Tabel 1.  Data jumlah sapi di Kabupaten Bulukumba tahun 2015 - 2019  No  Kecamatan  Tahun (ekor)  2015  2016    2017  2018  2019  1  Gantarang   10.940  11.312  11.722  12.185  12.262  2  Ujung Bulu  983  1.016  1.050  1.088  1.093  3  Ujung Loe  6.574  5.
Tabel  2.  Penelitian  terdahulu  yang  relevan  dengan  penelitian  yang  akan  dilaksanakan
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian Analisis Nilai TambahUsaha ternak sapi Limbah kotoran
Gambar  2.  Struktur  Lembaga  Komunitas  Swabina  Pedesaan  Salassae  (KSPS).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metode tersebut hanya menghasilkan gambaran secara umum hasil penelitian tingkat kepuasan pengguna jasa kereta api sedangkan pada penelitian ini menggunakan analisis

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, serta

Pemasaran produk kerajinan kulit pada umumnya di pusat-pusat perdagangan (lokal), kota-kota besar: Jawa Tengah, Bali, Yogyakarta (regional) dan obyek- obyek wisata yang ada di

Dalam mengatur dan melaksanakan pembagian tugas terdapat 19 orang yang termasuk kategori tinggi karena setiap ada kegiatan yang dilaksanakan, mereka

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Peran pemerintah daerah dalam membantu Komunitas Swabina Pedesaan Salassae untuk pengelolaan pertanian organik di Kecamatan

kotoran ternak dan sisa pakan diproses menjadi kompos maka setidaknya dari setiap ekor sapi penggemukan dapat dihasilkan 1,5 ton kompos per 6 bulan. Memanfaatkan limbah sapi yang

Manajemen pemeliharaan sapi intensif, pengolahan limbah pertanian sebagai pakan ternak sapi dan pembuatan biogas, kompos dan pupuk cair layak dikembangkan karena

Berdasarkan hasil penelitian mengenai model komunikasi penyuluhan pertainan dalam adopsi penggunaan alat siram sprinkler pada tanaman cabai di Desa Arabika