• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

109 `

PENGARUH PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA

Oleh : Ahmad Nizar Rangkuti

Dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Padangsidimpuan Email :

Abstract

The emergence of this research is based on the lack of mathematical skills of students, especially at the primary / MI. Lack of ability is one of them triggered by the selection and use of learning approaches that are less varied. This research is a quantitative research in the form of experiments. Data collection techniques used instrument of observation, interviews and tests. Analysis of data such as observation data and interviews conducted with descriptive analysis and quantitative data were analyzed using statistical formulas in the form of t-test with SPSS version 17. The results showed there are significant PMR approach to the learning outcomes of students in Class VA MIN 1 Padangsidimpuan.

(2)

PENDAHULUAN

Banyak hasil penelitian yang menyatakan bahwa hasil belajar siswa pada topik pecahan masih rendah, diantaranya adalah: (1) hasil penelitian Soedjadi, dkk. menyebutkan bahwa pecahan merupakan salah satu topik yang dianggap sulit oleh siswa SD, bahkan beberapa guru SD masih mengalami kesulitan. Kesulitan pada topik pecahan terletak pada menerapkan operasi pecahan dan menuliskan pecahan yang dikaitkan dengan gambaran keseluruhan/kesatuan dan kumpulan benda, dan (2) hasil laporan Depdikbud RI menunjukkan bahwa banyak siswa kelas I SLTP di Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan (pada bulan September dan Oktober 2006) yang menjawab benar soal pecahan hanya 53,3%.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas pembelajaran khususnya pada topik pecahan diantaranya adalah metode atau pendekatan pembelajaran yang kurang bervariasi. Belajar matematika cenderung untuk belajar mengkonstruksi makna matematika itu sendiri, artinya dengan pembelajaran yang terjadi diharapkan siswa dapat mengkonstruksi sendiri makna belajar.

Dalam mewujudkan revitalisasi pada pelajaran matematika perlu dilakukan penyajian materi pada bahan ajar, hendaknya difokuskan kepada aplikasi dalam kehidupan sehari-hari, atau dikaitkan pada dunia yang dekat pada siswa (dunia real), materi yang disajikan merupakan masalah-masalah kontekstual dengan mempresentasikan pada semua level dari tujuan belajar matematika (level rendah, sedang dan tinggi). Selain dari materi yang mengalami perubahan, metode pembelajaran juga hendaknya mengalami perubahan dari pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered) menuju pembelajaran matematika yang berfokus kepada siswa (student centered). Siswa hendaknya diberi kesempatan untuk mengembangkan nalarnya dengan cara aktif dalam belajar baik secara mental, fisik dan sosial. Sesuai dengan hlm ini, untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika, maka pendekatan yang tepat adalah Pendekatan Matematika Realistik (PMR).

Pembelajaran matematika di kelas ditekankan pada keterhubungan antara konsep matematika dengan pengalaman siswa sehari-hari. Pembelajaran matematika yang berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari adalah PMR. Pembelajaran matematika harus dekat dengan anak dan kehidupan nyata sehari-hari. Pembelajaran matematika realistik adalah pembelajaran yang mengaitkan dan melibatkan lingkungan sekitar, pengalaman nyata yang pernah dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari, serta menjadikan matematika sebagai aktivitas siswa. Dengan pendekatan PMR tersebut, siswa tidak harus dibawa ke

(3)

dunia nyata, tetapi berhubungan dengan masalah situasi nyata yang ada dalam pikiran siswa. Jadi siswa diajak berfikir bagaimana menyelesaikan masalah yang mungkin atau sering dialami siswa dalam kesehariannya.

Topik pecahan pada dasarnya telah diperoleh siswa pada kelas 3 MIN. Topik pecahan juga banyak yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, meskipun begitu masih banyak siswa bingung untuk memahami materi pecahan tersebut. Dengan beberapa alasan tersebut, perlu diterapkan pembelajaran dengan pendekatan PMR. Sesuai dengan makna pembelajaran realistik yaitu penggunaan konteks nyata, siswa akan dapat dengan mudah mengaplikasikan materi pecahan dengan kehidupan sehari-hari. Di samping itu siswa diberikan kesempatan untuk mengkonstruksi dan memproduksi sendiri konsep, algoritma, dan aturan. Dengan demikian pembelajaran tersebut akan lebih bermakna bagi siswa yang bukan hanya sekedar pengalihan pengetahuan dari guru kepada siswa.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan studi tentang pengaruh pendekatan PMR terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa kelas 5 A MIN 1 Padangsidimpuan.

KAJIAN TEORI

1. Pendekatan Pembelajaran Matematika SD/MI

Dick dan Carey menyatakan bahwa strategi pembelajaran adalah komponen-komponen dari suatu kumpulan materi termasuk aktivitas sebelum pembelajaran, dan partisipasi siswa yang merupakan prosedur pembelajaran yang digunakan kegiatan selanjutnya1. Kemudian Gerlach dan Ely menyatakan bahwa

strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan metode pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu2. Kemp

menyebutkan bahwa stategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien3.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran merupakan suatu rencana tindakan (rangkaian kegiatan) yang termasuk juga penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti bahwa di dalam penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada

1 Dick dan Carey. The systematic design of instruction. Six edition. (United state of Amerika. Pearson, 2005) hal. 7.

2 Gerlack dan Ely. Teaching and Media. A Systematic approach. (Prentice-Hall Englewood Cliffs, 1990) hal. 18.

(4)

tindakan. Strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu, artinya disini bahwa arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan, sehingga penyusunan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan. Namun sebelumnya perlu dirumuskan suatu tujuan yang jelas yang dapat diukur keberhasilannya.

Strategi pembelajaran yang dilakukan biasanya dibuat secara tertulis, mulai dari penelaahan kurikulum, membuat program pengajaran satu semester atau satu tahun, dan menyusun rencana pembelajaran. Soedjadi menyebutkan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu siasat melakukan kegiatan pembelajaran yang bertujuan mengubah satu keadaan pembelajaran kita menjadi keadaan pembelajaran yang diharapkan4. Untuk mengubah keadaan itu

dapat ditempuh dengan berbagai pendekatan pembelajaran. Suatu pendekatan dapat dilakukan lebih dari satu metode dan satu metode bisa digunakan lebih dari satu teknik. Secara sederhana dapat diurut sabagai rangkaian.

Menurut Suherman, pendekatan pembelajaran adalah cara yang ditempuh guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi dengan siswa5. Menurut Suharno, Sukardi, Chodijah dan Suwalni bahwa

pendekatan pembelajaran diartikan model pembelajaran. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran adalah pengelolaan kegiatan belajar dan perilaku siswa agar dapat aktif melakukan tugas belajar sehingga dapat memperoleh hasil belajar yang optimal.

Ada dua jenis pendekatan yaitu pendekatan yang bersifat metodologi dan yang bersifat materi. Pendekatan metodologi berkenaan dengan cara siswa mengadaptasi konsep yang disajikan ke dalam struktur kognitifnya, yang sejalan dengan cara menyajikan bahan tersebut. Sedangkan pendekatan secara material adalah pendekatan pembelajaran matematika dimana guru dalam menayajikan konsep matematika melalui konsep matematika lainnya. Metode pembelajaran adalah cara menyajikan materi yang masih bersifat umum, misalnya guru dominan menyampaikan materi secara lisan atau melalui tanya jawab, sedangkan teknik pembelajaran adalah cara menyajikan materi yang lebih khusus sesuai dengan kekhususan bidang studi. Misalnya untuk mengajarkan

4 Soedjadi, R. Kiat-Kiat Pendidikan di Indonesia. (Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud, 1999) hal. 101. 5 Suherman, E. Evaluasi Proses Dan Hasil Belajar Matematika. (Jakarta: UT. Depdiknas, 2001) hal 7.

(5)

matematika diperlukan teknik tertentu yang berbeda dengan teknik yang digunakan untuk mengajarkan mata pelajaran sejarah.

Ada beberapa pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan dalam matematika yang dimaksudkan sebagai pendekatan secara metodologi :

a) Pendekatan Konstruktivisme

Dalam kelas konstruktivis sesorang guru tidak mengajarkan kepada siswa bagaimana menyelesaikan persoalan, namun mempresentasikan masalah dan mendorong siswa untuk menemukan cara mereka sendiri dalam menyelesaikan permasalahan. Ketika siswa memberikan jawaban, guru mencoba untuk tidak mengatakan bahwa jawabannya benar atau tidak benar, namun guru mendorong siswa untuk setuju atau tidak setuju kepada ide seseorang dan saling tukar menukar ide sampai persetujuan dicapai tentang apa yang dapat masuk akalnya. Pendekatan ini secara radikal berbeda dengan pendekatan tradisional dimana guru adalah seseorang yang selalu mengetahui jawabannya. Justru dalam pendekatan ini, para siswa diberdayakan oleh pengetahuannya yang berada pada diri mereka. Mereka berbagi strategi dan penyelesaian, debat antara satu dengan yang lainnya, berpikir secara kritis tentang cara terbaik untuk menyelesaikan masalah.

b) Pendekatan Pemecahan Masalah

Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesainnya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Melalui kegiatan ini aspek-aspek kemampuan matematika yang penting seperti penerapan aturan pada masalah tidak rutin, penemuan pola, penggeneralisasian, komunikasi matematika dan lain-lain dapat dikembangkan secara lebih baik.

Di dalam kurikulum matematika sekolah disebutkan bahwa tujuan pembelajaran matematika adalah melatih dan menumbuhkan cara berpikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif dan konsisten, serta mengembangkan sikap gigih dan percaya diri dalam menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan masalah siswa merupakan hasil belajar yang sangat penting dalam pembelajaran matematika.

Polya telah mengembangkan suatu strategi pemecahan masalah yaitu, memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan

(6)

masalah sesuai dengan rencana, dan melakukan pemeriksaan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan. Langkah-langkah ini dapat diajarkan oleh guru untuk dapat digunakan oleh siswa dalam memecahkan masalah matematika. Pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah dapat dilakukan guru melalui penyajian soal-soal tidak rutin, kemudian siswa baik secara individu atau secara berkelompok menyelesaikan masalah tersebut dengan menggunakan strategi pemecahan masalah menurut Polya. Dalam hal ini, peran guru sangat penting untuk memantau kegiatan siswa dan membantu siswa dalam menerapkan strategi yang tepat yang disesuaikan dengan situasi yang terjadi.

c) Pendekatan Open Ended

Suatu soal yang memiliki beragam jawaban yang benar disebut soal tidak lengkap atau soal open-ended. Penerapan soal open-ended dalam kegiatan pembelajaran dapat dilakukan melalui penyajian soal kepada siswa yang sasarannya bukan hasil akhir pemecahannya, tetapi siswa diharapkan dapat mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang berbeda dalam menjawab permasalahan. Jadi proses yang dilakukan oleh siswa bagaimana sampai pada pemecahan/jawaban adalah titik perhatiannya, bukan pada hasil akhir jawabannya. Sifat keterbukaan (open) dari problem akan hilang jika guru hanya mengajukan satu alternative cara dalam menjawab permasalahan. Tujuan dari pembelajaran open-ended menurut Nohda ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola piker matematis siswa melalui problem solving secara simultan6. Perlu memberi kebebasan pada siswa untuk berpikir bebas sesuai

dengan minat dan kemampuannya. Ciri-ciri bahwa kegiatan siswa dan kegiatan matematika disebut terbuka jika memenuhi ketiga aspek berikut, yaitu ; (1) kegiatan siswa harus terbuka; (2) kegiatan matematika adalah ragam berpikir; dan (3) kegiatan siswa dan kegiatan matematika merupakan satu kesatuan.

d) Pendekatan Matematika Realistik

Pendekatan Matematika Realistik (PMR) merupakan pendekatan pembelajaran matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. PMR menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran sehingga siswa diharapkan dapat menemukan dan merekonstruksi

(7)

konsep matematika atau pengetahuan matematika formal. Selanjutnya, siswa diberi kesempatan menerapkan konsep-konsep matematika untuk memecahkan masalah sehari-hari atau masalah dalam bidang lain. Dengan kata lain, PMR berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari (mathematize of everyday experience) dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari (everydaying mathematics), sehingga siswa belajar dengan bermakna (pengertian). Pembelajaran PMR berpusat pada siswa, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator dan motivator, sehingga memerlukan paradigma yang berbeda tentang bagaimana siswa belajar, bagaimana guru mengajar, dan apa yang dipelajari oleh siswa dengan paradigma pembelajaran matematika selama ini. Karena itu, perubahan persepsi guru tentang mengajar perlu dilakukan bila ingin mengimplementasikan pembelajaran matematika realistik.

2. Pendidikan Matematika Realistik

Paradigma baru dalam pembelajaran sekarang ini khususnya PMR menekankan terhadap proses pembelajaran dimana aktivitas siswa dalam mencari, menemukan dan membangun sendiri pengetahuan yang dia perlukan benar-benar menjadi pengalaman belajar tersendiri bagi setiap individu.

Menurut de Lange, pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR meliputi aspek-aspek berikut7: (a) Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah

(soal) yang “riil” bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya sehingga siswa segera terlibat dalam pembelajaran secara bermakna. (b) Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut. (c) Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal terdapat persoalan/ masalah yang diajukan. (d) Pengajaran berlangsung secara interaktif : siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pelajaran.

Paradigma baru pendidikan sekarang ini juga lebih menekankan pada siswa sebagai manusia yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang. Dalam PMR, siswa dipandang sebagai seseorang yang memiliki pengetahuan dan pengalaman sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya sehingga siswa dapat mengembangkan pengetahuan tersebut apabila diberikan kesempatan untuk

(8)

mengembangkannya. Dengan demikian, siswa harus aktif dalam pencarian dan pengembangan pengetahuan. Hadi menyatakan bahwa PMR mempunyai konsepsi tentang siswa sebagai berikut8: (a) Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif

tentang ide-ide matematika yang mempengaruhi belajar selanjutnya. (b) Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan untuk dirinya sendiri (c) Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali dan penolakan. (d) Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri berasal dari seperangkat ragam pengalaman. (e) Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya dan jenis kelamin mampu memahami dan mengerjakan matematika.

Selain konsepsi tentang siswa, PMR juga merumuskan peran guru dalam pembelajaran yaitu9: (a) Guru hanya sebagai fasilitator belajar. (b) Guru harus

mampu membangun pengajaran yang interaktif. (c) Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif menyumbang pada proses belajar dirinya, dan secara aktif membantu siswa dalam menafsirkan persoalan riil. (d) Guru tidak terpaku pada materi yang terdapat dalam kurikulum, melainkan aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia riil baik fisik maupun sosial. Berdasarkan aspek-aspek pembelajaran, konsepsi siswa dan peran guru dalam pembelajaran tersebut mempertegas bahwa RME sejalan dengan paradigma baru pendidikan sehingga pantas dikembangkan di Indonesia10.

a. Prinsip-prinsip Pendidikan Matematika Realistik

Van den Huivel-Panhuizen menyebutkan beberapa prinsip RME yaitu11:

1) Prinsip Aktivitas, Prinsip ini menyatakan bahwa aktivitas matematika paling banyak dipelajari dengan melakukannya sendiri.

2) Prinsip Realitas, Prinsip ini menyatakan bahwa pembelajaran matematika dimulai dari masalah-masalah dunia nyata yang dekat dengan pengalaman siswa (masalah yang realitas bagi siswa).

3) Prinsip Perjenjangan, Prinsip ini menyatakan bahwa pemahaman siswa terhadap matematika melalui berbagai jenjang; dari menemukan (to invent), penyelesaian masalah kontekstual secara informal ke skematisasi, ke perolehan insign dan selanjutnya ke penyelesaian secara formal.

8Ibid 9Op cit

10Marpaung, Y. 2006. Karakteristik PMRI. Jurnal Pendidikan Matematika (MATHEDU, Surabaya, 1(1), 2006) hal 1-6

11 Van den Heuvel-Panhuizen, M. Mathematics education in the Netherlands: A guided tour. (Freudenthal Institute Cd-rom for ICME9. Utrecht: Utrecht University, 2000). hal 5-9.

(9)

4) Prinsip Jalinan, Prinsip ini menyatakan bahwa materi matematika di sekolah sebaiknya tidak dipecah-pecah menjadi aspek-aspek (learning strands) yang diajarkan terpisah-pisah.

5) Prinsip Interaksi, Prinsip ini menyatakan bahwa belajar matematika dapat dipandang sebagai aktivitas sosial selain sebagai aktivitas individu.

6) Prinsip Bimbingan, Prinsip ini menyatakan bahwa dalam menemukan kembali (reinvent) matematika siswa perlu mendapat bimbingan.

Ada tiga prinsip pokok dalam Pembelajaran Matematika Realistik, yaitu12: (a) guided reinvention and progressive mathematizing, (b) didactical phenomenology, dan (c) self developed models.

1. Penemuan Kembali terbimbing (guide reinvention) dan matematisari progresif (progressive mathematization)

Berdasarkan prinsip reinvention, para siswa diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama dengan proses saat matematika ditemukan. Sejarah matematika dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi dalam merancang materi pelajaran. Selain itu prinsip reinvention dapat pula dikembangkan berdasar prosedur penyelesaian informal. Dalam hal ini strategi informal dapat dipahami untuk mengantisipasi prosedur penyelesaian formal. Oleh karena itu perlu ditemukan masalah kontekstual yang dapat menyediakan beragam prosedur penyelesaian serta mengindikasikan rute pembelajaran yang berangkat dari tingkat belajar matematika secara nyata ke tingkat belajar matematika secara formal (progressive mathematizing).

Terdapat dua macam proses matematisasi, yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal. Matematisasi horizontal merupakan proses penalaran dari dunia nyata ke dalam simbol-simbol matematika, sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses penalaran yang terjadi di dalam sistem matematika itu sendiri, misalnya : penemuan cara penyelesaian soal, mengkaitkan antar konsep-konsep matematis atau menerapkan rumus-rumus matematika. Berikut ini disajikan skema matematika vertikal dan horizontal.

(10)

(Sumber: Gravemeijer, 1994)

Gambar 2.1. Matematika horizontal (----), matematika vertikal ( )

Pengembangan suatu konsep matematika dimulai oleh siswa secara mandiri berupa kegiatan eksplorasi dan memberikan peluang pada siswa untuk berkreasi dan mengembangkan pemikirannya. Peranan guru hanyalah sebagai pendamping yang akan meluruskan arah pemikiran siswa, sekiranya jalan berpikir siswa melenceng jauh dari pokok bahasan yang sedang dipelajari. 2. Fenomenologi didaktis (didactical phenomenology)

Fenomena pembelajaran harus menekankan bahwa masalah kontekstual yang diajukan kepada siswa harus memenuhi kriteria: 1) memunculkan ragam aplikasi yang harus diantisipasi dalam proses pembelajaran dan (2) kesesuaiannya sebagai hal yang berpengaruh dalam proses progressive mathematizing. Topik-topik matematika yang disajikan atau masalah kontekstual yang akan diangkat dalam pembelajaran harus mempertimbangan dua hal yakni aplikasinya (kemanfaatannya) serta kontribusinya untuk pengembangan konsep-konsep matematika selanjutnya.

3. Mengembangkan model-model sendiri (self-developed model)

Mengembangkan model adalah mempelajari konsep-konsep, prinsip-prinsip atau materi lain yang terkait dengan matematika, dengan melalui masalah-masalah kontekstual, siswa perlu mengembangkan sendiri model-model atau cara-cara menyelesaikan masalah tersebut. Model yang dikembangkan siswa harus dapat menjembatani pengetahuan informal dan pengetahuan matematika formal. Model matematika dikembangkan oleh siswa secara mandiri untuk memecahkan masalah. Pada awalnya, model matematika itu berupa model situasi yang telah diakrabi siswa berdasarkan pengalaman siswa sebelumnya (model of). Melalui proses generalisasi dan formalisasi, model itu akhirnya dirumuskan dalam bentuk model matematika yang formal (model

(11)

for). Tingkat pemodelan dimulai dari tingkat situasional menuju penalaran

formalyang ditunjukkan dengan gambar berikut.

(Sumber: Gravemeijer, 1994)

Gambar 2.2. Tingkat pemodelan dari situasional menuju formal Siswa diberikan kesempatan untuk menjalani suatu proses yang disebut matematisasi yang biasanya dimulai dari matematisasi horisontal dilanjutkan matematisasi vertikal. Dalam proses matematisasi tersebut digunakan model of (model of situation) yang dikembangkan menjadi model for (model for formal

mathematics). Model yang pertama dikembangkan masih berbentuk pengetahuan

matematika informal yang kemudian akan dikembangkan dan disempurnakan sendiri oleh siswa menjadi bentuk pengetahuan matematika formal dalam bentuk

model for, dengan bimbingan orang dewasa. Keberagaman jenis model yang

digunakan dapat bergeser/berubah dari model konkrit, semi konkrit, semi abstrak sampai ke model abstrak merupakan ciri dari terjadinya proses matematisasi yang berangkat dari situasi yang pada awalnya tidak terstruktur kemudian bergerak menjadi sesuatu yang terstruktur, general dan formal.

Penggunaan berbagai model terhadap situasi (model of) untuk menuju pada matematika yang formal merupakan suatu yang esensial. Hal ini berarti model dapat dipandang sebagai suatu alat atau jembatan yang menghubungkan bagian konkret ataupun informal dengan bagian abstrak atau bagian formal, misalnya rumus atau teorema.

3. Hasil belajar

Seseorang dikatakan belajar apabila ia dapat mengasumsikan dirinya sendiri atau terjadi suatu proses yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku. Piaget berpandangan bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungan sedangkan lingkungan tersebut mengalami perubahan.13

(12)

Skinner, seperti yang dikutip Barlow dalam bukunya Educational Psykology:

The Teaching-Learning Process, berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses

adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang berlangsung secara progresif.14

Sehubungan dengan hal di atas, Gagne mendefinisikan belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku yang meliputi perubahan kecenderungan manusia seperti sikap, minat atau nilai dan perubahan kemampuannya yakni peningkatan kemampuan untuk melakukan berbagai jenis performance (kinerja). Sedangkan menurut Sunaryo, belajar merupakan suatu kegiatan dimana seseorang membuat atau menghasilkan suatu perubahan tingkah laku yang ada pada dirinya dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan.15

Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan tingkah laku dalam hal pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap maupun nilai. Hasil belajar adalah kemampuan atau kecakapan yang dimliki siswa setelah mengikuti pembelajaran.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di MIN 1 Padangsidimpuan. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas 5 A MIN 1 Padangsidimpuan tahun ajaran 2014/2015 yang berjumlah 23 orang. Data penelitian dikumpul menggunakan teknik observasi, wawancara, dan tes hasil belajar.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan bentuk eksperimen. Rancangan penelitiannya ditampilkan pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Rancangan penelitian

Pretest Perlakuan Posttest

O1 X O2

Keterangan :

X : Pembelajaran dengan pendekatan PMR

O1 : Tes awal sebelum pembelajaran dengan pendekatan PMR

O2 : Tes akhir setelah pembelajaran dengan pendekatan PMR TEMUAN PENELITIAN

Untuk melihat hasil belajar siswa diberikan post test dan dibandingkan dengan pre test. Setelah dianalisis dengan bantuan Program SPSS versi 17 ditemukan bahwa rata-rata hasil belajar setelah penerapan pembelajaran PMR lebih

14Muhibbin Syah. Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 64. 15Kokom Komalasari. Op. Cit., hlm. 2.

(13)

baik dari rata-rata hasil belajar sebelum penerapan pembelajaran PMR. Berikut ini akan ditunjukkan hasilnya.

Deskripsi Pre test Post test

Mean 65,95 77,69

Standar Deviasi 2,6 2,0

Berdasarkan analisis statistik deskriptif di atas ditemukan bahwa rata-rata post test lebih tinggi dari pada rata-rata pre test. Kemudian setelah dilakukan uji signifikansi (uji t) ditemukan bahwa α = 0,05 > sig, artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai pre test dengan nilai post test. Ini menunjukkan

pembelajaran adalah efektif. Di bawah ini ditampilkan hasil uji signifikansi dengan menggunakan program SPSS versi 17.

PEMBAHASAN

Pembelajaran matematika topik pecahan dengan PMR dapat merangsang aktivitas siswa. Hal ini terlihat pada awalnya siswa pendiam, tetapi setelah dilakukan pembelajaran dengan PMR siswa lebih banyak bertanya, mengajukan pendapat, berdiskusi dengan temannya, lebih terbuka dan humoris. Guru juga mengakui bahwa aktivitas siswa berubah dari yang pemalu menjadi berani, pendiam menjadi lebih banyak bertanya dan mengajukan pendapat. Kreativitas siswa sebelum diterapkan pembelajaran PMR sangat rendah. Secara umum siswa hanya terpaku pada satu jenis solusi saja. Tetapi setelah dilakukan eksperimen, kreativitas siswa dapat tergali.

Selama proses pembelajaran ditemukan terjadi peningkatan motivasi yang sangat signifikan. Beberapa siswa yang pada awalnya pendiam dan enggan mengajukan pendapat saat pembelajaran, sekarang sudah menjadi pemberani dan selalu memberikan gagasan atau ide- ide. Beberapa siswa yang pada awalnya tidak

(14)

pernah maju ke depan kelas untuk menyajikan hasil kerja kelompok, sekarang sudah berani dan selalu ingin tampil. Bahkan sebelum ditunjuk oleh guru untuk maju ke depan kelas, siswa tersebut sudah maju lebih duluan. Beberapa siswa sudah lebih awal sampai di sekolah walaupun waktu pembelajaran belum dimulai. Menurut informasi dari guru kelas, siswa B sangat jarang mengerjakan PR pada pembelajaran sebelumnya, sekarang sudah mengerjakan PR atau tugas setiap ada PR atau tugas diberikan oleh guru. Para siswa bersemangat bekerja karena aktivitas yang dirancang berkaitan langsung dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini sejalan dengan pendapat Treffers dan Goffree (1985) bahwa siswa akan memahami konsep matematika jika diawali dengan soal kontekstual dan melakukan aktivitas matematika secara horizontal dan vertikal.

Dalam proses pembelajaran, siswa melakukan aktivitas matematika, sehingga mereka memperoleh pengetahuan seperti yang diharapkan. Artinya hasil belajar mereka semakin bagus. Penalaran siswa semakin bagus. Performansi siswa seperti rasa percaya diri, penalaran, aktivitas, kreativitas, dan motivasi siswa secara umum lebih bagus setelah pembelajaran PMR dilakukan. Hasil belajar siswa juga lebih bagus bila dibandingkan dengan pembelajaran yang lain. Hasil belajar secara totalitas lebih baik setelah menggunakan produk yang dikembangkan. Ini menunjukkan bahwa produk yang dihasilkan adalah efektif digunakan, artinya memiliki efektivitas yang tinggi.

PENUTUP

Penerapan pembelajaran dengan pendekatan PMR dapat memberi efek positif bagi siswa. Efek positif tersebut dapat dilihat selam proses dan setelah proses pembelajaran selesai. Eke positif tersebut dapat dilihat dari segi keberanian, aktivitas, kreativitas siswa dapat meningkat setelah diterapkan pembelajaran ini.

Berdasarkan temuan ini, perlu dilakukan pembelajaran matematika dengan menerapkan pendekatan PMR agar kemampuan siswa tergali dan dapat ditingkatkan.

(15)

DAFTAR PUSTAKA

De Lange, J. 1987. Mathematics, insight and meaning. Utrecht: OW &OC

Freudenthal, H. 1973. Mathematics as an educational task. Dordrecht, the Netherlands: Kluwer Academic Publishers.

_________, H. 1991. Revisiting Mathematics Education: China lectures. Dordrecht, the Netherlands: Kluwer Academic Publishers.

Gravemeijer, K & Cobb, P. 2006. Educational Design Research: Design Research from a Learning Design Perspective (pp. 45-85). UK: Routledge

Gravemeijer, Koeno. 1999. How Emergent Models May Foster the Constitution of Formal Mathematics. Mathematical Thinking and Learning, l(2), 155-177. Krulik and Reys. 1980. Problem Solving in School Mathematics. Washington DC:

NCTM

Keller, Jhon M. 1993. Motivational design of Instruction. Dalam Reigulth, Charles M. (Ed.), Instructional Design Theories and Model: An Overview of Their Current

status. London: Law Rence erldaum Associaties Publishers.

Kemp, Jerold E. 1995. The Instructional Design Process. New York: Haiper & Row.

Publishers

Lange Jzn, J. De. 1987. Mathematics, Insight and Meaning. Utrecht: OW&OC.

Marpaung, Yansen, 2006, Karakteristik PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia), Jurnal Pendidikan Mateatika MATHEDU, Surabaya, 1(1): 1- 6 Muhsetyo, Gatot, dkk, 2007. Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Universitas

Terbuka

Rosjidan dkk. 2001. Belajar dan Pembelajaran. Malang: Universitas Negeri Malang. Sardiman AM, 2006. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT. Raja

Grafindo Persada

Suherman, E. 2001. Evaluasi Proses Dan Hasil Belajar Matematika. Jakarta: UT. Depdiknas.

___________2003. Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI Uzer Usman. 2004. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosyda Karya. Van den Heuvel-Panhuizen, M. 2000. Mathematics education in the Netherlands: A

guided tour. Freudenthal Institute Cd-rom for ICME9. Utrecht: Utrecht

Gambar

Gambar 2.1. Matematika horizontal (----), matematika vertikal (     )

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman keudara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei).Sekali batuk dapat

11) Semua siswa ditugaskan untuk berkelompok dengan teman yang duduk di bangku belakangnya (berpasangan/berdua) kemudian mengerjakan tugas di halaman 34 (Ajang Pendapat)

Metode Role Playing merupakan sistem perencanaan untuk memilih, mengorganisasikan, dan menyajikan materi pelajaran melalui dramatisasi yang mengekspresikan sikap dan

(48) “Kenapa saya berani tawarkan semua ke bapak ibu, asal yang rajin yang mau kerja ya.” (49) “Bapak aja dan warga sini mandangnya laut itu luas, gak usah beli ini tanah, nanti

ActiveState produces a Python distribution that bundles a wide range of Python versions and a good collection of external libraries—more business-oriented than scientific in

Peran auditor dalam suatu perusahaan diperlukan dalam upaya mengaudit proses bisnis yang telah berlangsung, sehingga hasil dari aktivitas bisnis yang telah dilakukan

Menimbang, dalam hukum acara pidana pada tahap pemeriksaan di siding Pengadilan, pada dasarnya penjelasan umum dan ketentuan Pasal 164 dan 196 KUHAP menyatakan bahwa