• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI PENGEMBANGAN PRODUSEN/PENANGKAR BENIH KEDELAI BERSERTIFIKAT DI JAWA TENGAH ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POTENSI PENGEMBANGAN PRODUSEN/PENANGKAR BENIH KEDELAI BERSERTIFIKAT DI JAWA TENGAH ABSTRAK"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI PENGEMBANGAN PRODUSEN/PENANGKAR BENIH KEDELAI

BERSERTIFIKAT DI JAWA TENGAH

Abdul Choliq, Sri Rustini, dan Yulianto

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Bukit Tegal Lepek, Sidomulyo, Kotak Pos 101 Ungaran 50501

ABSTRAK

Sistem perbenihan kedelai secara formal belum berjalan sebagaimana yang

diharapkan. Hingga saat ini sedikit sekali petani yang menggunakan benih kedelai

bersertifikat, disebabkan petani sulit memperoleh benih bersertifikat di pasaran.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui potensi pengembangan penangkar benih

kedelai unggul bermutu dan bersertifikat di Jawa Tengah. Penelitian dilaksanakan

pada tahun 2010 di Provinsi Jawa Tengah yaitu di Wonogiri, Grobogan, Sukoharjo, dan

Boyolali dengan metode survei. Data yang dipergunakan terdiri dari data primer dan

data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung terhadap petani

secara Purposive Random Sampling. Data sekunder dikumpulkan dari

lembaga-lembaga pemerintah yang terkait dengan industri benih meliputi Balai Pengawasan

Sertifikasi Benih (BPSB), Balai Benih di tingkat kabupaten, dan produsen benih lokal di

Jawa Tengah. Hasil menunjukkan terbuka peluang untuk pengembangan

produsen/penangkar benih kedelai di Jawa Tengah. Pengembangan produsen/

penangkar tersebut harus didukung oleh usaha pengawalan perjalanan benih

bersertifikat di pasar berdasarkan konsep jalinan alur benih antar lapang dan

antarmusim (jabalsim). Secara finansial memproduksi benih kedelai bersertifikat

merupakan salah satu usaha yang menguntungkan bila dikelola dengan baik dan tidak

menemui hambatan dalam budidayanya.

Kata kunci : penangkar, benih kedelai, bersertifikat

PENDAHULUAN

Pemerintah telah berupaya meningkatkan

produksi kedelai melalui perluasan areal

tanam dan peningkatan produktivitas dengan

penerapan teknologi tepat guna, diantaranya

varietas unggul berpotensi tinggi. Badan

Penelitian

dan

Pengembangan (Litbang)

Pertanian telah melepas sejumlah varietas

unggul kedelai tetapi baru sebagian yang

dimanfaatkan petani. Varietas-varietas unggul

tersebut memiliki keragaman potensi hasil,

umur panen, ukuran biji, warna biji, dan

wilayah adaptasi (Badan Litbang Pertanian,

2007).

Keberhasilan

pengembangan

varietas

unggul kedelai ditentukan oleh berbagai aspek,

terutama ketersediaan benih dan mutu benih

Penggunaan benih bermutu tinggi merupakan

prasyarat utama dalam budi daya kedelai.

Oleh karena itu, pengembangan varietas

unggul menuntut penyediaan benih yang

bermutu tinggi dan bersertifikat/berlabel dalam

jumlah yang cukup dan tersedia tepat waktu.

Sebagai sarana produksi yang membawa

sifat-sifat varietas tanaman, sebesar 60%

tingkat keberhasilan dan kegagalan hasil

panen ditentukan oleh benih.

Situasi perbenihan kedelai di Indonesia

sudah menjurus pada krisis benih. Hal ini

dapat dilihat pada saat musim tanam petani

mengalami kesulitan untuk mencari benih

unggul, sehingga benih yang ditanam berasal

dari pasar atau benih asalan yang memiliki

daya tumbuh rendah. Hingga saat ini sedikit

sekali petani yang menggunakan benih

kedelai bermutu, sebagaimana yang tercermin

dari penggunaan benih kacang-kacangan

bersertifikat yang kurang dari 3%. Untuk

memenuhi kebutuhan benih kedelai bermutu

dalam upaya peningkatan produksi dan

pendapatan

petani

perlu

dibina

usaha

penangkaran benih, terutama di sentra

produksi kedelai (Badan Litbang Pertanian,

2007).

Hasil

penelitian

Nurasa

(2007)

menunjukkan

bahwa

secara

umum

penggunaan benih bersertifikat komoditas

kedelai memberi dampak yang positif atau

(2)

dapat meningkatkan produktivitas dibanding

penggunaan benih tidak bersertifikat dimana

produktivitasnya masing-masing 1.700 kg/ha

dan 1.400 kg/ha dengan R/C 1,26 dan 1,20.

Usahatani kedelai dengan benih bersertifikat

menguntungkan dari segi finansial dengan

pendapatan bersih sekitar 1,73 juta/ha. Hal ini

menunjukkan bahwa jika petani kedelai sudah

menggunakan benih bersertifikat diharapkan

kesejahteraannya akan meningkat. Untuk itu

perlu

dukungan

ketersediaan

benih

bersertifikat.

Purwantoro

(2009),

menambahkan upaya pengembangan benih

kedelai terhambat atau

jalan

ditempat.

Penyebab dari tidak jalannya perbenihan

kedelai

di

Indonesia

disebabkan

minat

menjadi penangkar benih kedelai rendah,

karena

kurang

memberikan

prospek

dibandingkan komoditas padi, karena kurang

memberikan keuntungan bagi penangkar.

Untuk itu perlu adanya cara-cara tertentu

untuk menumbuhkan minat penangkar benih

melalui kelompok-kelompok tani pada

sentra-sentra produksi kedelai di Indonesia dengan

membangun sistem jaringan benih sertifikasi

antar musim dan antar wilayah (jabalsim).

Berdasarkan permasalahan tersebut di

atas, makalah ini bertujuan mengetahui

potensi pengembangan penangkar benih

unggul bermutu dan bersertifikat di Jawa

Tengah dalam rangka mendukung program

ketahanan pangan dan swasembada kedelai

2014.

METODOLOGI

Penelitian dilaksanakan pada tahun 2010

di Provinsi Jawa Tengah yaitu di Wonogiri,

Grobogan, Sukoharjo, dan Boyolali, dengan

metode survei. Data yang dipergunakan terdiri

dari data primer dan data sekunder. Data

primer

diperoleh

dari

hasil

wawancara

langsung terhadap petani secara Purposive

Random Sampling yakni petani yang biasa

atau

pernah

menjadi

penangkar.

Data

sekunder dikumpulkan dari lembaga-lembaga

pemerintah yang terkait dengan industri benih

meliputi Balai Pengawasan Sertifikasi Benih

(BPSB), Balai Benih di tingkat kabupaten, dan

produsen benih lokal di Jawa Tengah. Hasil

dianalisis secara deskriptif (Saefudin, 1998).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan produksi kedelai di Jawa

Tengah

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir

perkembagan produksi kedelai di Jawa

Tengah

cenderung

memperlihatkan

tren

meningkat, baik untuk luas panen, produksi

maupun

produktivitasnaya,

secara

rinci

disajikan pada Tabel 1. Rerata produktivitas

kedelai di Jawa Tengah selama 5 tahun

sebesar 16,71 ku/ha, lebih rendah dari rerata

produktivitas di tingkt petani. Untuk varietas

Anjasmoro, Kaba, dan Grobogan hasil

rata-rata yang ada pada deskripsi di atas 20 ku/ha

(BPTP, 2010)). Dilihat dari rata-rata luas

panen tanaman kedelai di Provinsi Jawa

Tengah

seluas

95.459

ha/th

dan

bila

diasumsikan kebutuhan benih tiap hektarnya

rata-rata

40

kg/ha,

maka

benih

yang

dibutuhkan sekitar 3.818.360 kg/th.

Tabel 1. Luas panen, produktivitas, dan

produksi tanaman kedelai di Provinsi

Jawa Tengah

Tahun

Luas

panen

(ha)

Produktivitas

(ku/ha)

Produksi

(ton)

2005

115.368

14,48

167.107

2006

56.115

23,57

132.269

2007

84,098

14.65

123.209

2008

111.653

14,96

167.081

2009

110,061

15,91

175.156

Rata-rata

95.459

16,71

152.964,4

Sumber:: Anonim (2010)

Kebutuhan dan ketersediaan benih kedelai

di Jawa Tengah (2005 – 2009)

Kebutuhan

dan

ketersediaan

benih

kedelai untuk kurun waktu 5 tahun

(2005-2009) sangat berfluktuatif, hal ini terlihat pada

Gambar 1 dimana kebutuhan benih kedelai

tidak dapat dipenuhi karena tidak tersedianya

benih, dan kalaupun ada biasanya benih yang

tersedia hanya sedikit yang berlabel. Menurut

Dirjentan

(2010),

salah

satu

penyebab

kesenjangan produktivitas ditingkat petani

yang cukup besar adalah petani masih belum

optimal dalam penggunaan benih unggul

varietas potensi tinggi dan bersertifikat.

Hasil survei ke beberapa kabupaten

sentra produksi kedelai seperti Boyolali,

Sukoharjo, dan Wonogiri mendapat gambaran

bahwa tidak ditemukan adanya penangkar/

produsen khusus yang memproduksi benih

kedelai. Produsen benih kedelai semata-mata

memproduksi benih hanya untuk memenuhi

kebutuhan suatu program seperti Bantuan

Langsung Benih Unggul (BLBU) atau program

di Dinas. Bila dilihat dari sisi petani pengguna

(3)

benih, tidak ditemukan petani yang selalu

menggunakan benih bermutu atau berlabel.

Penggunaan benih kedelai berlabel pada saat

menjalankan suatu program pemerintah.

Untuk kebutuhan benih, petani membeli

kedelai di pasar hanya dengan memilih biji

kedelai yang dianggap bagus namun dengan

harga yang murah.

Gambar 1. Kebutuhan dan ketersediaan benih

kedelai ( 2005-2009)

Petani

di

Jawa

Tengah

biasanya

menggunakan sistem jabal dalam pemenuhan

kebutuhan benih tanpa sertifikat. Sistem jabal

benih palawija sudah sampai lintas kabupaten,

sehingga hampir di semua kabupaten ada

penangkar/produsen benih palawija. Sebaran

penangkar/produsen benih palawija (jagung

dan kedelai) tahun 2009 terlihat pada gambar

2. Pada gambar ini menunjukkan bahwa

kabupaten

Grobogan

dan

Wonogiri

merupakan sentra produksi dengan jumlah

penangkar masing-masing lebih dari 19 dan

25 unit, sedangkan yang lain di bawah 11

bahkan

beberapa

kabupaten

jumlah

penangkar/produsen kurang dari 5 unit.

Prinsip sebagian petani adalah bahwa

usahatani kedelai bukan merupakan usaha

pokok, sehingga perlakuannya kurang serius

dibandingkan

pada

saat

mengusahakan

tanaman padi, baik dalam penggunaan benih,

pemupukan

maupun

pemeliharaannya.

Kondisi

yang

demikian

memperbesar

keengganan produsen benih palawija untuk

selalu memproduksi benih kedelai.

Gambar 2. Peta sebaran penangkar/produsen

benih palawija di Jawa Tengah

Benih kedelai apabila disimpan dengan

cara yang kurang tepatakan cepat menurun

daya kecambahnya. Oleh karena itu, masa

berlakunya sertifikat benih kedelai yang

dikeluarkan oleh BPSB tidak lebih dari tiga

bulan.

Berdasarkan

kenyataan

tersebut,

jarang petani yang mau menyimpan benih

kedelainya dalam bentuk biji di tempat

penyimpanan.

Petani

lebih

memilih

menyimpan benih kedelai di lapangan atau

mengikuti kebiasaan pengadaan benih melalui

jabal.

Sistem penyediaan benih kedelai di Jawa

Tengah

Pedagang yang bergerak di bidang usaha

penjualan benih kedelai, seperti halnya padi,

terdiri atas produsen dan penyalur yang dapat

diuraikan sebagai berikut:

Penyediaan benih kedelai oleh produsen

Produsen benih kedelai yang telah maju

dapat memproduksi benih dasar (FS) dan

(SS), sementara benih penjenisnya (BS)

diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman

Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Dalam

penyediaan

benih

kedelai

bersertifikat,

produsen bekerjasama dengan petani atau

kelompok

tani

yang

pengelolaannya

ditentukan

oleh

produsen.

Proses

sertifikasinya diusulkan oleh produsen kepada

BPSB. Produsen benih kedelai pemula hanya

diperkenankan memproduksi benih pokok

(SS) dan benih sebar (ES).

Produsen

sering

berusaha

untuk

memperoleh

informasi

tentang

program

pemerintah

dalam

peningkatan

produksi

kedelai atau program bantuan benih kedelai

langsung

kepada

petani.

Berdasarkan

informasi tersebut mereka akan melakukan

penangkaran

varietas

kedelai

yang

(4)

diprogramkan pemerintah, dengan harapan

pemerintah akan mengambil benih dari

penangkar tersebut. Produsen tidak berani

menangkarkan benih yang belum jelas

pasarnya. Disamping itu, produsen juga

memiliki peta dominasi sebaran varietas

kedelai yang disukai petani di suatu wilayah.

Produsen akan melakukan penangkaran benih

kedelai

dalam jumlah

yang

volumenya

diperkirakan dapat terserap pasar di wilayah

yang dituju.

Apabila lahan yang dimiliki produsen

luasnya kurang untuk memenuhi kebutuhan

pasar,

biasanya

produsen

bekerjasama

dengan petani atau kelompok tani. Benih yang

ditanam dan cara budidayanya ditentukan

oleh produsen. Kedelai yang dihasilkan akan

dibeli oleh produsen dengan harga 10% di

atas harga pasar biji konsumsi. Apabila akan

diproduksi sebagai benih bersertifikat, maka

pengelolaan

pasca

panen

dan

proses

sertifikasinya

diusahakan

sendiri

oleh

produsen dengan bantuan BPSB.

Produsen tidak selalu memproduksi benih

kedelai

bersertifikat,

tetapi

memproduksi

kedelai untuk dijual sebagai kedelai super

(Gambar 6). Kedelai super diproduksi oleh

produsen

tanpa

melalui

proses

seleksi

kemurnian di lapangan. Biji-biji kedelai super

disortasi biji rusak dan kotorannya, kemudian

dilakukan penjemuran hingga kadar air yang

aman untuk disimpan. Oleh karena kedelai

super mempunyai penampilan yang jauh lebih

baik daripada biji kedelai untuk konsumsi,

maka produsen memberikan harga yang lebih

tinggi daripada kedelai biasa. Harga kedelai

super di tingkat pedagang penyalur Rp.

8.500,-/kg sedangkan harga kedelai biasa Rp.

5.500,-/kg. Produsen tidak perduli benih super

yang dibeli oleh petani akan digunakan untuk

konsumsi (tahu,tempe) atau akan ditanam

sebagai benih. Harga benih bersertifikat yang

dihasilkan oleh produsen dijual dengan harga

lebih tinggi dari benih super. Tergantung jenis

varietasnya, bila benih yang dihasilkan

berkelas FS sering dijual dengan harga Rp.

15.000,- - 17.000,-/kg, kelas SS dijual Rp.

13.000,- - 15.000,-/kg, dan kelas ES dijual Rp.

11.000,- - 13.000,-/kg.

Produsen juga melayani penjualan benih

kedelai dalam jumlah kecil (kurang dari 10 kg),

misal hanya 7 kg. Produsen juga melayani

permintaan pemesanan dan pengantaran

benih kedelai, bahkan sampai luar daerah.

Ongkos

pengiriman

dibebankan

kepada

pemesan.

Penyediaan benih kedelai oleh penyalur

Para

penyalur

biasanya

membuka

usahanya di pasar-pasar tradisional dan

memasarkan kedelainya dalam kios. Mereka

memperoleh kedelai dari para tengkulak yang

membeli hasil panen petani langsung dari

lahan, dari produsen, atau dari petani

langsung. Penyalur memperoleh kedelai dari

petani atau tengkulak sebagai kedelai curah

yang bercampur antara biji rusak dan biji utuh.

Harga pembelian dari petani tergantung

kondisi biji kedelai yang dijual kepada

penyalur.

Pedagang penyalur di pasar Simo,

Kabupaten

Boyolali

menyatakan

bahwa

kedelai yang dijual adalah kedelai lokal warna

hijau, Malabar, Galunggung, dan Wilis.

Penyalur tersebut tidak mengetahui

nama-nama varietas kedelai yang baru. Kedelai

yang dipasarkan selain dari petani atau

tengkulak di Boyolali, diperoleh pula dari

daerah lain seperti Kabupaten Grobogan,

Kebumen, Gombong, Klaten, dan bahkan dari

Lumajang.

Kadang-kadang

pedagang

penyalur

mengunjungi

lahan-lahan

pertanaman kedelai petani dan memesan

langsung kepada petani. Jika mendekati saat

panen petani didatangi lagi dan menentukan

harga kedelai seperti yang dilakukan oleh

penebas. Harga yang disepakati seringkali

berkisar Rp. 3.000,- - Rp.5000,- per rengkot

(1,1 kg).

Penyalur melakukan sortasi biji rusak

pada kedelai yang dibeli dari petani, kemudian

memisahkan dari kedelai lain yang masih

bercampur antara yang rusak dan yang utuh.

Biji campuran dijual kepada konsumen

seharga Rp. 5.200,- - Rp. 5.400,-/kg. Biji yang

telah disortir dijual kepada konsumen seharga

Rp. 6000,-/kg (Gambar 3). Biasanya petani

membeli biji yang telah disortir tersebut untuk

digunakan sebagai benih. Petani tidak perduli

nama varietas yang dibeli serta bersertifikat

atau tidak. Yang digunakan sebagai dasar

pertimbangan membeli atau tidak kedelai

tersebut untuk benih adalah hasil panen baru

dan harganya murah.

(5)

Gambar 3. Biji kedelai hasil sortasi dijual

terpisah

Informasi yang diperoleh dari beberapa

penangkar benih yang pernah mencoba

memproduksi benih kedelai merasa terlalu

repot dan banyak mengeluarkan biaya untuk

tenaga kerja, dari mulai seleksi di lapang

maupun penanganan pasca panen. Terlebih

lagi masa simpan benih kedelai sangat

pendek yakni hanya tiga bulan.

Potensi pengembangan penangkar benih

kedelai bersertifikat

Peluang pengembangan penangkar benih

kedelai bersertifikat masih terbuka luas

dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai

berikut :

1. Sosialisasi dan diseminasi penggunaan

benih

kedelai

unggul

bermutu

(bersertifikat) perlu terus ditingkatkan

melalui unit-unit percontohan produksi

benih maupun konsumsi, sehingga petani

betul-betul

merasakan

manfaat

dari

teknologi tersebut. Diharapkan di masa

yang

akan

datang

petani

kedelai

mempunyai

keyakinan

sehingga

menggunakan benih unggul bermutu

seperti itu penting seperti halnya yang

terjadi pada penggunaan benih bermutu

pada padi.

2. Produsen benih harus mengetahui dan

mempunyai jaringan yang pasti tentang

musim, lokasi, dan varietas yang akan

dikembangkan. Peta persebaran varietas,

musim, dan lokasi merupakan hal penting

yang

harus

dipunyai

untuk

keberlangsungan

produksi

benihnya.

Produsen juga perlu bekerja sama dengan

pemerintah

mengetahui

kemungkinan

program-program yang akan dilaksanakan,

untuk bisa menjadi pemasok benih pada

program tersebut.

3. Perbaikan teknik produksi kedelai untuk

benih maupun konsumsi spesifik lokasi

juga diperlukan. Tujuannya adalah untuk

meningkatkan produksi sesuai dengan

potensi

masing-masing

varietas

di

wilayah-wilayah tertentu yang diharapkan

mampu menjadi pemasok benih sesuai

prinsip enam tepat.

4. Secara finansial usaha penangkaran

benih realatif menguntungkan dengan

beberapa

catatan.

Selama

proses

produksi, pertanaman tumbuh normal dan

tidak

terserang

OPT

yang

berarti,

sehingga

produksi

yang

dihasilkan

mendekati

hasil

rata-rata potensinya

(sekitar 2 t/ha). Dengan biaya input

produksi (budidaya dan pasca panen)

berkisar Rp12 juta – Rp15 juta dan harga

jual benih sekitar Rp10.000/kg, maka

penangkar

masih

berpeluang

untuk

mendapatkan keuntungan,.

Gambar 4. Pedagang benih kedelai di salah

satu wilayah kecamatan di

Boyolali

Gambar 5. Kedelai konsumsi dijadikan benih,

sebelum ditanam dilakukan

sortasi

(6)

Gambar 6 Benih kedelai tanpa sertifikat, di

pasar kecamatan, di kab. Boyolali

Gambar 7. Benih kedelai bersertifikat, hasil

pendampingan kelembagaan

perbenihan

KESIMPULAN

Terbuka peluang untuk pengembangan

produsen/ penangkar benih kedelai di

Jawa Tengah, dengan catatan harus

didukung

oleh

usaha

pengawalan

perjalanan benih bersertifikat di pasar

berdasarkan konsep jalinan alur benih

antarlapang dan antarmusim (jabalsim).

Secara finansial

memproduksi

benih

kedelai bersertifikat merupakan salah satu

usaha yang menguntungkan bila dikelola

dengan baik dan tidak menemui hambatan

dalam budidayanya

DAFTAR PUSTAKA

Anonim (2010). Jawa Tengah Dalam Angka

2010. Kerjasama Bappeda Provinsi Jawa

Tengah dengan Badan Pusat Statistik

Provinsi Jawa Tengah

Badan Litbang Pertanian, 2007. Pedoman

Umum Produksi Benih Sumber Kedelai.

Departemen Pertanian, Jakarta.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa

Tengah (2010), Deskripsi Varietas Padi,

Jagung,

dan

Kedelai.

Materi

Pendampingan SL PTT.

Direktorat

Jenderal

Produksi

Tanaman

Pangan. 2010. Pedoman Pelaksanaan

Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman

Terpadu (SL-PTT) Padi. Jagung dan

Kedelai

Tahun

2010.

Departemen

Pertanian. 2010.

Purwantoro, 2009. Percepatan Penyebaran

Varietas

Unggul

Melalui

Sistem

Penangkaran

Perbenihan

Kedelai

Di

Indonesia. Online :

http://balitkabi.litbang

.

deptan.go.id/, 8 Mei 2009.

Nurasa, T., 2007. Revitalisasi Benih dalam

Meningkatkan Pendapatan Petani Kedelai

di Jawa Timur. Jurnal Akta Agrosia Edisi

Khusus No. 2 hlm 164 - 171.\

Saifuddin Azwar (1998). Metode Penelitian.

Pustaka Pelajar Offset. Yogyakarta.

Gambar

Gambar 2. Peta sebaran penangkar/produsen  benih palawija di Jawa Tengah  Benih  kedelai  apabila  disimpan  dengan  cara  yang  kurang  tepatakan  cepat  menurun  daya  kecambahnya
Gambar 4.  Pedagang benih kedelai di salah  satu wilayah kecamatan di  Boyolali
Gambar 6 Benih kedelai tanpa sertifikat, di  pasar   kecamatan, di kab. Boyolali

Referensi

Dokumen terkait

mengenai pemanfaatan multimedia bahwa hasil dari pembahasan tersebut menyatakan bahwa pemanfaatan media audio-visual dapat meningkatkan kemampuan membaca anak

(1) Pendapatan Pemerintah yang diperoleh dari jasa layanan keolahragaan atau terkait dengan keolahragaan dalam penyelenggaraan keolahragaan dan sumber pendanaan

Tugas Akhir ini disusun dengan judul “Pengaruh faktor pembentuk Cash Conversion Cycle terhadap Profitabilitas (Profit Margin) pada perusahaan Sektor Pertambangan

5) aspek outcome. 1) Aspek context PKL Alternatif Jurusan TITL SMK Negeri 1 Sumatera Barat yang ditinjau dari kebutuhan, tujuan dan misi PKL Alternatif. Berdasarkan

Hasil penelitian ini akan menguatkan penelitian-penelitian sebelumnya (Saifuddin, 2011) bahwa penyebaran radikalisme sasarannya bukan hanya masyarakat biasa tetapi juga

Kemudian untuk proses matching antara citra query dengan citra database dilakukan perhitungan jarak dari nilai histogram RGB tadi da nilai jarak yang paling

Pemberian terapi air rebusan kacang kedelai pada kelompok terapi C dan D menunjukkan adanya perbaikan pada pemeriksaan mikrokopis gambaran histopatologi glomerulus

Tahunan Badan, SPT Tahunan Orang Pribadi dan Wajib Pajak Yang Terdaftar Sebelum Sensus Pajak Nasional 4 Tabel 1.3 : Jumlah Penerimaan Pajak dari Data