• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keywords: PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Keywords: PENDAHULUAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Potensi Pemberian Air Rebusan Kacang Kedelai (Glycine max (L) merrill) Terhadap Ekspresi IL-1 (Interleukin-1) Jaringan Ginjal dan Gambaran Histopatologi

Glomerulus Ginjal Tikus (Rattus norvegicus) Pasca Induksi Streptokinase The potency of soybean (Glycine max (L.) Merrill) stewed water on kidney IL-1

(Interleukin-1) expression and histopatological of glomerulus on rats (Rattus norvegicus) induced by Streptokinase

Ricky Kartika Cahya Ningsih Lestari, Aulanni’am dan Agung Pramana Warih Marhendra Program Studi Pendidikan Dokter Hewan, Program Kedokteran Hewan,

Universitas Brawijaya ricky_senyum@yahoo.co.id

ABSTRAK

Fibrosis ginjal merupakan manifestasi akhir dari penyakit ginjal kronis yang dicirikan oleh akumulasi dan pengendapan matriks ekstraseluler. Fibrosis ginjal diawali dengan adanya inflamasi yang ditandai dengan meningkatnya ekspresi IL-1 yang memiliki kemampuan dalam memicu fibrosis, yang berakibat pada kerusakan struktur glomerulus. Untuk menekan proses awal terjadinya fibrosis dapat menggunakan antioksidan seperti yang terkandung dalam air rebusan kacang kedelai. Tujuan dari penelitian ini ialah mengetahui penurunan ekspresi IL-1 dan perbaikan gambaran histopatologi bagian glomerulus ginjal pada tikus (Rattus norvegicus) model fibrosis ginjal yang diinduksi streptokinase setelah mendapatkan terapi air rebusan kacang kedelai. Pada penelitian ini terdapat 4 kelompok perlakuan yaitu kontrol negatif (A), kontrol positif (B), terapi dosis 6 g/ 200 g BB (C), terapi dosis 9 g/200 g BB (D). Induksi streptokinase dilakukan secara intravena pada vena coccygea, dengan dosis Streptokinase 6000 IU/ekor tikus pada hari 1, 6 dan 11. Terapi dilakukan selama 15 hari pada hari ke-15 sampai ke-30. Pengukuran parameter ekspresi IL-1 diamati dengan metode imunohistokimia dan gambaran histopatologi glomerulus ginjal dilakukan dengan pewarnaan HE dan diamati menggunakan mikroskop. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian terapi air rebusan kacang kedelai mampu menurunkan ekspresi IL-1 secara signifikan (P<0,05). Persentase penurunan ekspresi IL-1 terbesar mencapai 95,98% pada dosis terapi 9 g/200 g BB. Tikus yang diterapi dengan air rebusan kacang kedelai mampu menekan terjadinya kerusakan pada glomerulus yang mengarah pada fibrosis karena induksi streptokinase. Dosis 9 g/200 g BB tikus adalah dosis terbaik yang dapat memperbaiki gambaran histopatologi ditandai dengan berkurangnya matrik ekstraseluler.

Kata kunci :Fibrosis, Kacang Kedelai, Interluekin-1, Streptokinase, Glomerulus Abstract

Renal fibrosis is the final manifestation of renal diseases. The initiation of renal fibrosis is an inflammation that characterized by increasing of IL-1 expression which can lead to fibrosis and damage of glomerulus structure. Renal fibrosis progression can be reduced by antioxidants that contained in soybean stewed water. The purpose of this study was to know the decreasing of IL-1 expression and repairing of glomerulus histopathological appearance of renal fibrosis rats induced streptokinase after soybean stewed water therapy. In this study, rats model were divided into 4 groups: negative control group (A), positive control group (B), C and D were therapy group with soybean steawed water dose of 6 g/200 BW and 9 g/200 g BW respectively. Streptokinase were injected 6000 IU on day 1, 6 and 11on vena coccygea. Therapy was conduced 15 days on 16th until 30th day . The IL-1 expression was observed by immunohistochemistry methods and histopathological of glomerulus appearance was

(2)

determined by HE staining and observed microscopically. The results showed that soybean steawed water therapy decreased expression of IL-1 significantly (P< 0.05). The decreasing of IL-1 expression was 95.98% on group with dose therapy of 9 g/200 g BW. Soybean stewed water was able to repair histopathological of glomerulus in renal fibrosis rat. The best therapeutic dose was 9 g/200 g BW that showed by repairing of histopathological glomerulus identified by reducing of extracellular matrix.

Keywords: Fibrosis, soybean, cytokin proinflamation, streptokinase, glomerulus PENDAHULUAN

Fibrosis ginjal merupakan manifestasi akhir dari berbagai macam penyakit ginjal kronis (Liu, 2006). Angka kejadian penyakit ginjal pada anjing kurun waktu 2003-2008 cukup tinggi antara lain penyakit glomerulus (22,9%), penyakit tubulointerstitial (8,6%), penyakit neoplastik (8,6%), kondisi obstruksi sekunder kemih (24,3%), dan penyakit lainnya (35,7%) telah diidentifikasi. Kasus glomerulonefritis diklasifikasikan sebagai glomerulus akut (5,7%), glomerulonefritis pada membran (4,3%), glomerulonefritis membrano proliferatif (4,3%), glomerulonefritis fokal segmental (2,9%) (Yu et al., 2010). Glomerulonefritis merupakan mekanisme kerusakan pada ginjal yang mengarah pada terjadinya fibrosis ginjal.

Fibrosis ginjal dimulai dari inflamasi, proliferasi fibroblas dan terjadinya pengendapan yang berlebihan dari matrik ekstraseluler. Aktivasi sel dalam ginjal seperti aktivasi sistem komplemen memicu produksi dan sekresi sitokin pro-inflamasi berupa IL-1, TNF-α dan TGF– β. Gradien sitokin chemotactic memberikan sinyal secara langsung dan menyebabkan terjadinya infiltrasi monosit, makrofag, trombosit pada bagian ginjal yang mengalami luka dan terjadi pengaktifan sel inflamasi yang menyusup aktif pada glomerulus atau interstisial yang mengakibatkan dihasilkannya molekul yang merugikan seperti Reactive Oxygen Species (ROS), fibrogenik dan sitokin-sitokin inflamasi (Cho, 2010). Adanya aktivasi dari sitokin inflamasi dan ROS akan merangsang sel-sel mesangial dan sel epitel untuk mengalami transisi menjadi EMT. EMT

merupakan diferensiasi epitel menjadi fibroblast. Adanya peradangan yang berkelanjutan maka terjadi pengaktifan fibroblas ke myofibroblas. Perubahan ini mengakibatkan peningkatan proliferasi, produksi sitokin dan kapasitas yang lebih besar dalam menghasilkan matrik ekstraseluler dan terjadi deposisi terus menerus matrik ekstraseluler pada jaringan yang luka (Liu, 2006 ; Mezzano et al., 2001). Pengendapan matrik ekstraseluler secara terus menerus mengakibatkan timbulnya jaringan ikat dan akan menyebabkan perubahan struktur ginjal seperti pada glomerulus akan mengakibatkan kerusakan sel podocyte dan lesi pada glomerulus akibat endapan dari kolagen (Shirota, 1995).

Peradangan dalam tahapan fibrosis akan ditandai dengan peningkatan Interleukin-1 merupakan mediator inflamasi yang penting dalam fibrosis yang dapat menunjukkan tingkat keparahan infeksi (Tang, 2012). Fibroblas yang berasal dari ginjal sakit menunjukkan respon IL-1 yang lebih besar daripada IL-1 yang berasal dari ginjal normal (Yhee, et al., 2008).

Terapi fibrosis ginjal dapat dilakukan dengan menekan proses awal terbentuknya

fibrosis menggunakan antioksidan. Antioksidan mampu menangkap radikal

bebas dan mengubah radikal bebas menjadi molekul yang stabil (Winarsi 2007). antioksidan banyak terdapat pada kacang kedelai berupa isoflavon. Isoflavon terdiri atas genestein, daidzein dan glistein (Dixon, 2002).

Penggujian efek terapi kacang kedelai pada fibrosis ginjal dapat dilakukan dengan penggunaan hewan coba model fibrosis yang

(3)

diinduksi dengan streptokinase. Streptokinase merupakan produk yang dihasilkan dari proses katabolisme dari bakteri Streptococcus β-haemolytic group C dengan berat molekul 47 kDa (Stainner et al., 2012). Streptokinase memiliki kemampuan mengaktifkan plasminogen yang bekerja tidak selektif dan aktivitasnya luas sehingga menimbulkan fibrinolisis dan pemecahan fibrinogen diseluruh sistem vaskular (Sacher, 2004). Plasminogen berperan sebagai faktor yang mempercepat kejadian fibrosis (Adam et al., 2009).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penurunan ekspresi IL-1 pada dan gambaran histopatologi bagian glomerulus ginjal pada tikus model fibrosis ginjal hasil induksi streptokinase yang mendapatkan terapi air rebusan kacang kedelai (Glycine max (L) Merrill).

MATERI DAN METODE

Persiapan hewan coba

Persiapan hewan coba dilakukan dengan melakukan proses adaptasi terhadap lingkungan laoratorium tempat penelitian selama tujuh hari. Tikus kemudian dibagi dalam 4 kelompok perlakuan. Setiap kelompok perlakuan terdiri dari 5 ekor tikus. Hewan model yang digunakan adalah tikus (Rattus norvegicus) strain Wistar yang diperoleh dari Unit Pengembangan Hewan Percobaan (UPHP) UGM Yogyakarta dengan berat badan 150-200 g, usia 10 minggu dan memiliki jenis kelamin jantan. Penggunaan hewan coba dalam penelitian ini sudah mendapatkan persetujuan laik etik oleh Komite Etik Penelitian Universitas Brawijaya dengan nomor 218-KEP.

Preparasi dan injeksi streptokinase

Streptokinase dengan konsentrasi 1.500.000 IU dilarutkan dengan ringer laktat sebanyak 2 ml kemudian dihomogenkan. Diambil 1ml yang mengandung streptokinase sebanyak 750.000 IU dan dilarutkan dengan ringer laktat sampai 5 ml, .Selanjutnya diambil 1ml dari larutan akhir, untuk mendapatkan streptokinase konsentrasi 6000 IU diambil sejumlah 40 µl dari larutan.

Kemudian ditambahkan ringer laktat sampai 100µl. Induksi dilakukan intravena pada vena coccygea pada kelompok B, C, D pada hari ke satu, enam dan sebelas (Lukito, 2013).

Preparasi dan Pemberian Air Rebusan.

Kacang kedelai ditimbang untuk dosis C sebanyak 30 g dan dosis D sebanyak 45 g. Kacang kedelai kemudian direndam selama 6-8 jam pada 100ml air, suhu kamar. Kacang kedelai kemudian ditiriskan dan ditumbuk kasar. Masing-masing dosis kacang kedelai direbus dengan air sebanyak 75 ml, dilakukan sampai air hanya tersisa 10 ml. Air rebusan kemudian disaring dari ampas dan didinginkan. Air rebusan kacang kedelai diberikan sebanyak 2 ml untuk masing-masing tikus pada kelompok C dan D. Air rebusan kacang kedelai diberikan setiap hari pada tikus, mulai hari ke 16 sampai hari ke 30 pasca induksi streptokinase yang pertama. Pemberian terapi air rebusan kacang kedelai yang diberikan pada tikus kelompok C dengan dosis 6 g/200 g BB dan kelompok D dengan dosis 9 g/200 g BB sebanyak 2ml. Air rebusan diberikan satu kali sehari, melalui sonde lambung (Nurcahyaningtyas, 2012).

Pengambilan Organ Ginjal

Pengambilan organ ginjal tikus (Rattus norvegicus) dilakukan dengan dislokasi leher tikus. tikus diletakkan posisi terlentang dan dilakukan incisi pada bagian abdomen, kemudian diambil organ ginjalnya (Lukito, 2013). Organ ginjal mula-mula dibilas dengan NaCl-fisiologis 0,9% dan selanjutnya organ ginjal direndam dalam PFA 10 % (Junqueira, 1998).

Pewarnaan preparat hematoxylin Eosin.

Pewarnaan Hematoxylin-Eosin pada organ glomerulus preparat menurut Robert, 2012 ialah melalui beberapa tahapan yaitu deparafinasi dan hidrasi menggunakan xylol dan alkohol beringkat. Tahapan selanjutnya ialah pewarnaan dengan mayer’s hematoxylin-eosin. Tahap akhir ialah dehidrasi dan clearing mengunakan alkohol 3

(4)

bertingkat dan xylol. Selanjutnya dilakukan mounting dengan entellan dan ditutup dengan cover glass.

Pewarnaan preparat dengan

imunohistokimia

Pewarnaan imunohistokimia menggunakan metode indirect. Prinsip pewarnaan ialah menggunakan antibodi primer (mouse anti IL-1) pada preparat ginjal sehingga terjadi ikatan antara antibodi primer dengan antigen. Kemudian direaksikan dengan antibodi sekunder berlabel (rabbit anti-mouse IgG biotin labeled) diikuti dengan penambahan substrat chromogen (Thomas, 2001).

Pengamatan Histopatologi dan Pewarnaan Imunohistokimia.

Pengamatan gambaran histopatologi glomerulus ginjal hasil pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) menggunakan mikroskop dengan perbesaran 400x. Pengamatan ekpresi IL-1 diamati menggunakan mikroskop perbesaran 400x sebanyak lima lapang pandang, kemudian dilakukan analisa gambar dengan software axiovison.

Analisa Data

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisa kualitatif deskriptif untuk gambaran histopatologi glomerulus ginjal dan analisa semi kuantitatif untuk ekspresi IL-1 yang dilakukan dengan uji ANOVA, dan dilanjutkan dengan uji BNJ α = 5% untuk melihat perlakuan yang memberikan hasil signifikan dalam terapi fibrosis ginjal. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekspresi Interleukin-1

Ekspresi IL-1 jaringan ginjal pada ke-empat kelompok menunjukkan perbedaan. Ekspresi IL-1 tertinggi ditunjukkan pada kontrol positif (B) yang ditandai dengan banyaknya endapan warna coklat (Gambar 1 B, Tabel 1). Tingginya ekspresi IL-1 merupakan tanda terjadinya inflamasi pada ginjal karena IL-1 merupakan sitokin utama

yang memediasi terjadinya inflamasi (Kumar, 2006). Streptokinase yang diinjeksikan pada tikus bersifat toksik yang dapat merusak jaringan ginjal akibat aktifitasnya mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin. Kerusakan jaringan yang terjadi akan direspon dengan adanya IL-1 (Artlett, 2012). Ekspresi IL-1 menunjukkan terjadinya penurunan yang ditandai dengan berkurangnya warna coklat pada kelompok terapi. Warna coklat pada kelompok C bila dibandingkan dengan kelompok B terlihat terlihat berkurang (Gambar 1 C, Tabel 1).

Kelompok D menunjukkan ekspresi IL-1 yang paling rendah bila dibandingkan dengan kelompok C yang ditandai semakin berkurangnya warna coklat pada gambaran hasil imunohistokimia (Gambar 1 D, Tabel 1). Berkurangnya warna coklat pada gambaran hasil imunohistokima terjadi setelah tikus fibrosis diberikan terapi air rebusan kacang kedelai. Penurunan ekspresi IL-1 dikarenakan efek antioksidan dari kacang kedelai yang memberikan efek perlindungan terhadap membran sel (Purwanto, 2010). Membran sel akan terlindung dari kerusakan jaringan yang diikuti dengan menurunnya inflamasi dan ekspresi IL-1 didalam jaringan ginjal.

Hasil pengukuran ekspresi IL-1 pada tikus model fibrosis ginjal yang diinduksi streptokinase setelah mendapat terapi air rebusan kacang kedelai menunjukkan peningkatan secara signifikan ekspresi IL-1 pada kontrol positif dibandingkan kontrol negatif, hal ini ditunjukkan dengan angka persentase area 11,682 ± 0,3571 (Tabel 1). Tikus fibrosis ginjal yang mendapatkan terapi air rebusan kacang kedelai menunjukkan penurunan ekspresi IL-1. Penurunan ditunjukkan pada kelompok terapi 1 yang diberi dosis terapi 6 g/200 g BB tikus memiliki nilai persentase area 9,248 ± 0,39996, ekspresi IL-1 mengalami penurunan yang signifikan bila dibandingkan dengan kontrol positif, tetapi hasil terbaik penurunan terhadap ekspresi IL-1 ditunjukkan pada dosis terapi yang lebih tinggi yaitu dosis 9 g/200 g BB tikus.

(5)

Gambar 1. Ekspresi Interleukin 1 Pada Ginjal Tikus (perbesaran 1000x).

Keterangan : A= ginjal tikus kontrol negatif; B= ginjal tikus kontrol positif; C= ginjal tikus dosis terapi 6 g/200 g BB tikus; D= ginjal tikus dosis terapi 9 g/200 g BB tikus;

( )= ekspresi IL-1.

Tabel 1 Ekspresi Interleukin-1 (IL-1) pada Ginjal Tikus Perlakuan Kelompok perlakuan Ekspresi IL-1 (%)

(Rata-rata ±SD) Peningkatan ekspresi IL-1 dibandingkan kontrol negatif Penurunan ekspresi IL-1 dibandingkan kontrol positif Kontrol negatif 3,530 ± 0,4664a - Kontrol positif 11,682±0,3571c 230 Terapi 1(dosis 6g/200 g BB tikus) 9,248 ± 0,39996b - 20,46 Terapi 2(dosis 9g/200 g BB tikus) 4,018 ± 0,20608a - 95,98

Ket: Notasi yang berbeda menunjukkan perbedaaan yang signifikan. Penurunan ekspresi IL-1 kelompok terapi 2

menunjukkan ekspresi IL-1 menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan kontrol negatif yaitu nilai persentase area 4,018 ± 0,20608. Terapi 2 bila dibandingkan dengan kontrol negatif menunjukkan penurunan ekspresi IL-1 yang tidak signifikan, hal ini berarti keadaaan ginjal yang diberi terapi 2 masih mengekspresikan IL-1 dalam jumlah sedikit (Tabel 1).

Jumlah peningkatan persentase ekspresi IL-1 kontrol positif bila dibandingkan dengan kontrol negatif mencapai 230%. Peningkatan IL-1 pada kontrol positif merupakan respon tubuh terhadap inflamasi yang dipicu adanya zat asing berupa steptokinase dalam ginjal yang

mengakibatkan sel menghasilkan sitokin proinflamasi (Cho, 2010). Penurunan persentase ekspresi IL-1 pada kelompok terapi menunjukkan hasil terbaik pada dosis 9 g/200 g BB tikus yaitu mencapai 95,98 % terhadap kontrol positif (Tabel 1). Penurunan ekspresi IL-1 terjadi pada kelompok terapi, dikarenakan efek penghambatan dari kacang kedelai terhadap fibrosis ginjal, yang akan berpengaruh pada berkurangnya inflamasi pada ginjal, yang ditandai dengan penurunan ekspresi IL-1 (Boor, 2007).

Gambaran Histopatologi Ginjal

Hasil Pemeriksaan mikroskopis terhadap gambaran histopatologi glomerulus ginjal pada kontrol positif (B) menunjukkan

A B

C D

(6)

C

A

B

D

Gambar 2 Histopatolgi ginjal tikus model fibrosis ginjal hasil induksi streptokinase dan telah diterapi kacang kedelai (perbesaran 400x).

Keterangan: (A) ginjal tikus kontrol sehat; (B) ginjal tikus kontrol sakit; (C) ginjal tikus dosis terapi 6 g/200 g BB tikus; (D) ginjal tikus dosis terapi 9 g/200 g BB tikus ( ) matrik ekstraseluler

perubahan yang mengarah ke fibrosis yaitu terjadi peningkatan akumulasi matriks ekstraseluler pada bagian mesangial dan keadaan epitel yang tidak teratur, yang tidak ditemukan pada gambaran glomerulus pada kontrol negatif (A) (Gambar 2). Pemberian terapi air rebusan kacang kedelai pada kelompok terapi C dan D menunjukkan adanya perbaikan pada pemeriksaan mikrokopis gambaran histopatologi glomerulus ginjal yaitu ditandai dengan terjadinya penurunan akumulasi matrik ekstraseluler pada sel mesangial dan perbaikan susunan epitel, yang berbeda dari kontrol positif (Gambar 5.2). Dosis terapi yang memberikan perbaikan gambaran histopatologi yang menyerupai keadaan normal yaitu pada dosis terapi 9 g/200 g BB tikus.

Pembahasan

Hasil pewarnaan imunohistokimia menunjukkan keadaan sitokin proinflamasi pada kelompok negatif menunjukkan hasil ekspresi yang sedikit bila dibanding kelompok positif hal ini dikarenakan dalam keadaaan sehat IL-1 diekspresikan dalam jumlah sedikit oleh sel endotel, dan sel epitel ginjal (Arend, 2002). Interleukin 1 dalam keadaan normal berperan untuk aktivasi, pertumbuhan dan diferensiasi sel imun seperti

monosit, makrofag dan trombosit yang bertujuan untuk mengeliminasi patogen di dalam tubuh (Brocker,2010).

Perubahan yang terjadi setelah tikus diinduksi dengan streptokinase akan mengakibatkan peningkatan ekspresi IL-1. Perubahan tersebut merupakan proses adaptasi tubuh terhadap induksi streptokinase. Streptokinase akan berikatan dengan molekul plasminogen yang akan dikonversi menjadi plasmin yang dinamakan komplek plasmin streptokinase (Stainer, 2012).

Aktivitas komplek plasmin streptokinase akan menyebakan terjadinya proteolitik yang tidak selektif pada protein lain diluar fibrin seperti fibrinogen yang akan dipecah menjadi peptida-peptida yang tidak dapat dibekukan (Sacher, 2004). Adanya peptida tersebut akan memungkinkan terjadinya aktivasi dari sistem komplemen yang berperan sebagai respon terhadap inflamasi. Komplemen yang ditemukan dalam ginjal berupa C3 dan C5a. Komplemen C3 teraktivasi akan menghasilkan produk beracun berupa anafilatoksin yang akan menstimulasi protein kontraktil dalam pembuluh darah dan menaikkan permeabilitas vaskuler. Aktivasi dari komplemen C5a akan merangsang pelepasan basofil yang akan berperan meningkatkan permeabilitas kapiler ginjal dan

(7)

memicu kenaikan IL-1 yang akan menginduksi TNF-α. Adanya IL -1 yang berperan sebagai kemotaktik neutrofil akan mengakibatkan keluarnya neutrofil yang diikuti migrasi dari eusonofil, basofil dan makrofag ke tempat aktivasi komplemen (Behrman, 2000).

Bersama dengan makrofag, neurtofil akan melakukan proses fagositosis terhadap peptida yang terlarut (Mark, 2000). Hasil samping dari proses fagositosis yang berupa ROS. Radikal bebas yang dihasilkan dalam jumlah yang melebihi kemampuan antioksidan dan tidak dapat dikontrol dapat menyebabkan kerusakan jaringan yaitu dengan mengoksidasi lipid membran (Victor 2003).

Terjadinya peroksidasi lipid oleh ROS akan mengakibatkan hilangnya integritas dan permabilitas membran. Hilangnya permeabilitas akan mengakibatkan terjadinya peningkatan kalsium intraseluler. Kalsium intraseluler berlebih akan mengaktifkan enzim fosfolipase yang menguraikan fosfolipid membran yang akan memicu produksi enzim protease yang memecah protein membran. Pemecahan protein membran akan menyebabkan degradasi berlebihan atau akumulasi protein yang ada sehingga menyebabkan kerusakan seluler dan kondisi patologis (Kumar, 2006). Kerusakan membran akan mengakibatkan ginjal mengalami inflamasi yang mengakibatkan direkrutnya sitokin proinflamasi dalam hal ini ialah IL-1. IL-1 dalam fibrosis ginjal berperan dalam menginduksi sitokin lain seperti TGF-β, dengan adanya IL-1 dan TGF-β akan memicu terjadinya proliferasi fibroblas (Hadiwijaya, 2006). Aktivitas fibroblas akan menghasilkan matriks ekstraseluler yang dapat memicu terjadinya fibrosis (Meran, 2011). Fungsi IL-1 selain memicu produksi sitokin akan memicu penurunan ekspresi E-cadherin yang berperan sebagai molekul adhesi bagi epitel. Penurunan ekspresi E-cadherin akan menyebabkan epitel berubah menjadi EMT, yang akan berakibat pada jumlah matrik ekstaseluler yang dihasilkan kian menumpuk, karena EMT merupakan

proses deferensiasi sel epitel menjadi fibroblas (Boor, 2007; Jones, 2009). proses inflamasi pada fibrosis ginjal mengakibatkan peningkatan sitokin IL-1 dalam ginjal. Peningkatan sitokin IL-1 pada penelitian ini diamati melalui tehnik imunohistokimia dengan banyaknya warna coklat pada kontrol positif, yang menunjukkan ginjal mengalami kerusakan akibat induksi streptokinase.

Penurunan ekspresi IL-1 pada ginjal terjadi setelah tikus sebagai hewan coba diberikan terapi air rebusan kacang kedelai. terapi dengan kedua dosis terapi air kacang kedelai menunjukkan bahan kandungan kacang kedelai berupa isofalvon seperti genestein, daidzein dan glistein berperan sebagai antioksidan kuat yang mampu mengurangi efek dari induksi streptokinase. Isoflavon menurut Fair (2004) berperan dalam memperlambat atau mencegah perkembangan penyakit ginjal, karena efek perlindungan yang dimiliki isoflavon mampu menghambat terjadinya peroksidasi lipid dalam proses inflamasi.

Radikal bebas merupakan molekul yang mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan, karena itulah radikal bebas menjadi reaktif dan memiliki kecenderungan untuk mengoksidasi molekul lain untuk mendapatkan pasangan elektronnya. Lipid terutama PUFA memiliki elektron yang mudah teroksidasi karena memiliki ikatan rangkap, yang akan melemahkan ikatan karbon hidrogen, sehingga hidrogen yang dekat dengan ikatan rangkap akan mudah teroksidasi. Radikal bebas memiliki kecenderungan untuk berikatan dengan molekul yang memiliki potensial reduksi yang rendah. Isoflavon memiliki potensial reduksi yang lebih rendah dibandingkan dengan PUFA (Astuti, 2008).

Isoflavon yang terikat dengan radikal bebas akan mengakibatkan radikal bebas menjadi tidak reaktif. Mekanisme isoflavon untuk menetralkan isoflavon ialah dengan cara berperan sebagai donor elektron. Donor elektron yang dilakukan isoflavon akan merubah radikal bebas menjadi senyawa yang lebih stabil yaitu radikal fenoksil. Mekanisme 7

(8)

lain yang digunakan isoflavon untuk menetralkan radikal bebas (ROS) ialah dengan cara menangkap ion radikal bebas dan merubahnya menjadi H2O. Awalnya isoflavon yang teroksidasi oleh radikal bebas akan membentuk radikal isoflavon. radikal isoflavon tersebut menjadi senyawa yang lebih stabil karena berikatan dengan radikal isoflavon lainnya. Isoflavon mampu menstabilkan senyawa oksigen reaktif karena gugus hidrogen isoflavon sangat rekatif mengubah senyawa radikal menjadi inaktif (Winarsi, 2007; Astuti, 2008).

Dihambatnya aktivitas ROS oleh isoflavon akan mengurangi terjadinya peroksidasi lipid, sehingga terjadinya kerusakan pada membran dapat dikurangi sehingga berdampak pada proses inflamasi yang menurun, yang akan berpengaruh pada sekresi sitokin yang dihasilkan, berkurangnya sekresi sitokin terutama IL-1 akan terlihat dengan penurunan area persentase pada kelompok terapi dibandingkan kontrol positif. Hasil terbaik dapat dilihat pada kelompok terapi dosis tertinggi yaitu 9 g/200 g BB tikus.

Gambaran histopatologi glomerulus ginjal pada kontrol negatif tidak menunjukkan adanya akumulasi matrik ekstraseluler dikarenakan matrik yang dihasilkan oleh sel mesangial dalam jumlah yang sedikit dan dimanfaatkan untuk menunjang dinding kapiler pada ginjal (Junqueira, 1998).

Perubahan gambaran ginjal pada kontrol positif, merupakan mekanisme lanjutan dari kerusakan akibat induksi stretokinase. Induksi streptokinase yang memicu terjadinya pemecahan protein membran akan mengakibatkan terjadinya inflamasi pada glomerulus yang ditandai dengan munculnya sitokin proinflamasi, setelah terjadinya inflamasi akan diikuti dengan adanya perubahan pada sel epitel glomerulus. Sel epitel akan kehilangan karekteristiknya dan akan berubah menjadi EMT (Epithelial Mesenchymal Transition). EMT memiliki karakteristik yang tidak membentuk lapisan antar sel secara khusus sehingga mudah bermigrasi (Lee, 2012). Berubahnya sel epitel menjadi EMT terlihat

pada gambaran kontrol positif dimana epitel tersusun tidak tersusun secara teratur. EMT kemudian akan berdiferensiasi menjadi fibroblast. Fibroblast akan aktif memproduksi matrik ekstraseluler, adanya peradangan yang berkelanjutan akan mengaktifkan fibroblast menjadi myofibroblast yang akan meningkatkan sintesis komponen matrik ekstraseluler yang dihasilkan (Hewitson, 2012). Deposisi matrik ekstraseluler inilah yang akan menyebabkan terjadinya penambahan ukuran dari sel yang akan berpengaruh pada penebalan sel mesangial (Shirota, 1995).

Perbaikan gambaran ginjal terjadi pada kedua dosis terapi setelah diberikan air rebusan kacang kedelai selama dua minggu. Kandungan isoflavon yang terdapat pada air rebusan kacang kedelai akan bertindak sebagai antioksidan yang menetralkan radikal bebas pada glomerulus yang terpapar oleh streptokinase. ROS yang terdapat pada glomerulus akan dioksidasi oleh isoflavon, karena isofalvon sebagai antioksidan memiliki gugus hidroksil yang memiliki aktivitas tinggi yang dengan mudah berikan dengan ROS. Hasil oksidasi antara ROS dan antioksidan akan menghasilkan senyawa yang lebih stabil (Nijveldt, 2001). Dampak dari aktivitas isolfavon ini akan menurunkan kerusakan membran sel pada glomerulus yang terjadi akibat pemecahan komponen membran, karena isoflavon akan menyeimbangkan jumlah antioksidan dalam tubuh yang berperan melindungi sel dari radikal bebas (Asih, 2008). Berkurangnya kerusakan akan berpengaruh pada menurunnya epitel yang berubah menjadi EMT sehingga struktur epitel dapat dipertahankan dengan tetap teratur dan melekat pada membran basalis. Terjadinya penurunan kerusakan sel pada glomerulus menurut Purwanto (2010) akan diikuti dengan berkurangnya sintesis dan aktifitas sitokin IL-1 dan TGF-β yang akan berpengaruh berkurangnya epitel yang berdiferensiasi menjadi EMT dan fibroblast. Berkurangnya jumlah fibroblas akan berpengaruh pada jumlah sintesis komponen matrik ekstraseluler. Berkurangnya jumlah matrik ekstraseluler akan mengurangi

(9)

endapan matrik ekstraseluler pada sel mesangial.

KESIMPULAN

Pemberian air rebusan kacang kedelai mampu menurunkan ekspresi interleukin 1 secara signifikan (P<0,05) yaitu sebanyak 95, 98% pada dosis terapi 9 gram/200 gram BB. dosis rebusan kacang kedelai dosis 9 g/200 gram BB juga mampu memperbaiki gambaran histopatologi glomerulus yang ditandai dengan berkurangnya akumulasi matrik ekstraseluler.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terima kasih peneliti sampaikan kepada laboratorium biokimia dan asisten biokima FMIPA universitas Brawijaya yang telah memfasilitasi penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA.

Adam, J.M. and H.K. Susanto.2009. Plasminogen Activator Inhibitor-1 and High Sensitivity C-Reactive Protein In Obesity. The Indonesian Journal of Medical Science 2 (1): 23-31.

Arend, W.P. 2002. The Balance Between IL-1 and IL-1Ra In Disease. Cytokine Growth Factor Rev 13: 323–340. Arttlett, C.M. 2012. The Role Of The NLRP3

Inflammasome In Fibrosis. the Open Rheumatology Journal, 6: 80-86 Astuti, S. 2008. Isoflavon Kedelai dan

Potensinya Sebagai Penangkap Radikal Bebas. J.Teknol Industri Dan Hasil Pertanian Vol. 13, No. 2: 126-136.

Asih, A. 2008. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Isoflavon dari Kacang Kedelai (Glycine max). Jurnal Kimia 3 (1), 33-40.

Bherman, K. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Ed. 15. EGC, Jakarta. 1810-1818.

Boor, P., K. Sebekova and T. Ostendorf. 2007. Treatment Targets in Renal Fibrosis. Nephrol. Dial. Transplant.22 (12): 3391-3407.

Brocker, C., D. Thompson and A. Matsumoto. 2010. Evolutionary Divergence And Functions Of The Human Interleukin (Il) Gene Family. Human Genomics.5 (1): 30–55

Cho, M.H. 2010. Renal Fibrosis. Korean J Pediatr: 735-740

Dixon, R.A. and D. Ferrirera. 2002. Genistein. Phytochemistry Volume 60, Issue 3 (Abstr): 205.

Fair, D., R.M. Obron, P.N. Evan, and H.M. Aukema. 2004. Dietary Soy Protein Attenuates Renal Disease Progression After 1 and 3 Weeks in Han:SPRD-cy Weanling Rats. J. Nutr 134 (6 ): 1504-1507.

Hadiwijaya, S. 2006. Ekspresi Interleukin-1 dan Tumor Nekrosis Faktor - Α Pada Cerebral Palsy Tipe Spastik. Jurnal kedokteran yarsi 14(1): 055-060. Hewitson, T.D. 2012. Fibrosis In The Kidney:

Is A Problem Shared A Problem Halved. Proceeding Fibrogenesis & Tissue Repair 5(Suppl 1):S14

Jones, L. K., S. Timoty and J.K. David. 2009. IL-1RI Deficiency Ameliorates Early Experimental Renal Interstitial Fibrosis. Nephrol Dial Transplant (2009) 24: 3024–3032.

Junqueira, L. C., C. Jose, and R. O. Kelley. 1998. Histologi Dasar. EGC. Jakarta. 372.

Kumar, M. and F. Abbas. 2006. Dasar Patologi Penyakit Ed: 7. EGC.Jakarta. 7-8.

Liu, Y. 2006. Renal Fibrosis: New Insights Into The Pathogenesis and Therapeutics. Kidney Int 69: 213–217.

(10)

Lee, K and C.M. Nelson. 2012. New Insights Into The Regulation Of Epithelial– Mesenchymal Transition And Tissue Fibrosis. International Review of Cell and Molecular Biology 294: 171-202 Lukito, P. F. 2013. Studi Ekspresi E-Cadherin

dan Gambaran Histopatologi Ginjal Tikus (Rattus norvegicus) Fibrosis Ginjal Pasca Induksi Streptokinase [Skripsi]. Program Kedokteran Hewan. Universitas Brawijaya.

Marks, D.B. and C.M Smith. 2003. Biokimia kedokteran dasar Ed:1.EGC, Jakarta. 321-328.

Meran, S. and R. Steadman. 2011. Fibroblasts And Myofibroblasts In Renal Fibrosis. Int J Exp Pathol 92(3): 158-167. Mezzano, S.A. and M.R Ortega. 2001.

Angiotensin II and Renal Fibrosis. Journal of American Heart associations 38:635-638

Nijveldt, R.J., E. V. Nood, D. E. Hoorn, and P. A. Leeuwen. 2001. Flavonoids: A Review Of Probable Mechanisms Of Action And Potential Applications. Am J Clin Nutr October vol. 74 no. 4 418-425

Nurcahyaningtyas, Haviani Rizka. 2012. Efek Antihiperlipidemia Susu Kacang Kedelai (Glycine max (L.) Merri) pada Tikus Putih Jantan yang Diberi Diit Tinggi Kolestelrol dan Lemak [Skripsi]. Fakutas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia

Purwanto, A dan W. Henry. 2010. Efek Sumplementasi Ekstraks Protein Kecambagh Kedelai Terhadap Kadar IL-1beta Penderita Diabetes Tipe 2. J.Teknol Dan Intusri Pangan, Vol XXI No.1: 6-10

Robert, H.L. 2012. The Science And Application Of Hematoxylin And Eosin Staining. Cancer Center Northwestern University.

Sacher, A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium Ed:11. EGC, Jakarta.

Stainner, K. M., and J. Horst. 2012. Dual Control Of Streptokinase And Streptolysin S Production By The Covrs And Fascax Two-Component Regulators In Streptococcus Dysgalactiae Subsp. Equisimilis. American Society For Microbiology 70(7): 3627-3636.

Shirota, K., M. Yanagi and Y, Ikeda.1995. Renal Glomerular Fibrosis In Two Pig. Vet Pathol 32: 236-241.

Tang A., A. Sharma, R. Jen, A.F. Hirschfeld, and M.A. Chilvers. 2012 Inflammasome-Mediated IL-1β Production In Humans With Cystic Fibrosis. Plos One 7(5): 1371

Thomas, B., A.J. Farmilo and M. Key.2001. Handbook Immunochemical Staining Methods 3rd Edition. Dako Corporation Carpinteria. California. Victor V.M. 2003. Changes in the

Superoxide Production and Other Macrophage Functions Could Be Related to the Mortality of Mice with Endotoxin-Induced Oxidative Stress. Physiol Res 52: 101-110.

Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami Dan Radikal Bebas. Kanisius, Yogyakarta. Yhee, J.Y., J. H. Kim, J. Hyang and J. H Yul.

2008. Effects Of T Lymphocytes, Interleukin-1, And Interleukin-6 On Renal Fibrosis In Canine End-Stage Renal Disease. Journal Of Veterinary Diagnostic Investigation Vol. 20 No. 5 585-592.

Yu, C.H. and J.H. Sur.2010. Histopathological Retrospective Study Of Canine Renal Disease In Korea, 2003-2008. J.Vet Sci; 11(4): 277-283

Gambar

Gambar 1. Ekspresi Interleukin 1 Pada Ginjal Tikus (perbesaran 1000x).
Gambar 2 Histopatolgi ginjal tikus model fibrosis ginjal hasil induksi streptokinase dan telah diterapi  kacang kedelai (perbesaran 400x)

Referensi

Dokumen terkait

Siswa menerima informasi tentang kompetensi dan materi yang akan dipelajari, langkah pembelajaran dan penilaian yang akan dilaksanakan terkait elemen masukan pada full

Di antara kaedah tetap yang banyak mengandungi hukum feqah padanya ialah perkara yang yakin tidak dihilangkan oleh syak. Jika seseorang yang melakukan sesuatu

7 Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa praktik tidak aman lebih banyak terdapat pada responden yang memiliki kategori pengawasan kurang baik yaitu

Penelitian dan pengembangan, pelayanan jasa teknis bidang teknologi bahan baku, bahan pembantu, proses, produk, peralatan dan pelaksanaan pelayanan dalam bidang

Mobilitas ion telah ditentukan menggunakan perumusan Choelo.Hasil penentuan mobilitas menggunakan data eksperimen arus dan tegangan dan perumusan Choelo sangat mendekati

Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara terstruktur mempergunakan interview guide sebagai panduan didalam memperoleh informasi dari masing-masing informan,

burnetii seperti abortus pada ruminansia dan beberapa bakteri dari kelompok famili Proteobacteria sub divisi gamma (E. jejuni) tidak terjadi amplifikasi silang (cross

Tujuan: Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor predisposisi perilaku ibu balita tentang ISPA dengan kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Gombong