• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II MOTIF PEMBANGUNAN TAMBAK DI DESA TANGGA BATU I KECAMATAN PORSEA Gambaran Umum Desa Tangga Batu I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II MOTIF PEMBANGUNAN TAMBAK DI DESA TANGGA BATU I KECAMATAN PORSEA Gambaran Umum Desa Tangga Batu I"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

MOTIF PEMBANGUNAN TAMBAK DI DESA TANGGA BATU I KECAMATAN PORSEA 1986-2005

2.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

2.1.1 Gambaran Umum Desa Tangga Batu I

Adapun faktor geografis dalam penulisan sejarah adalah merupakan suatu hal yang tidak boleh diabaikan. Sebab dengan melihat dan menganalisis daerah yang akan diteliti, maka akan diperoleh berbagai aktifitas yang pernah terjadi di daerah itu serta latar belakang historisnya. Cerita sejarah baru dianggap benar jika pengungkapan sejarah disertai dengan menyebutkan daerah tempat kejadian sejarah itu terjadi

Porsea adalah sebuah kecamatan yang berada di kabupaten Tapanuli Utara, provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Sungai Asahan yang airnya bersumber dari Danau Toba mengalir membelah kota ini. Terdapat dua pabrik besar yang beroperasi di kecamatan ini di antaranya adalah PT Inalum dan juga PT. Inti Indorayon Utama atau yang paling sering disingkat PT.IIU. Pabrik yang berada tepat di Desa Tangga Batu I adalah PT. IIU. Terdapat pabrik pengolahan kertas PT Toba Pulp Lestari yang sebelumnya bernama PT Inti Indorayon Utama. Pabrik ini berhenti beroperasi pada tahun 1998 karena protes masyarakat. Melihat kondisi di sekitar pabrik industri PT. Inti Indorayon Utama semakin buruk, maka pemerintah memutuskan untuk

(2)

memenuhi tuntutan masyarakat menutup kegiatan operasional PT. Indorayon Utama

pada 13 Maret 1998.11

Kecamatan Porsea terdiri atas 14 desa, 3 kelurahan, dan 47 dusun/lingkungan

dengan luas wilayah 37,89 km2. Jumlah penduduk 14,872 jiwa terdiri dari 7.773

laki-laki dan 7.099 perempuan, dengan jumlah 3.326 KK. Kecamatan Porsea berada pada 20-24’- 20-37 LU dan 990-03 - 990-16 BT.

Adapun Kecamatan Porsea berbatasan dengan wilayah:

Sebelah Utara : Kecamatan Lumban Julu

Sebelah Selatan : Kecamatan Silaen dan Sigumpar

Sebelah Barat : Kecamatan Uluan

Sebelah Timur : Kecamatan Siantar Narumonda

Kecamatan Porsea berada di dataran tinggi bukit barisan dengan ketinggian antara 905-1500 M di atas permukaan laut dengan topografi dan kontur tanah yang beraneka ragam yakni datar, landai, miring dan terjal. Sesuai dengan letak yang berada di garis khatulistiwa, Kecamatan Porsea tergolong ke dalam daerah tropis

basah dengan suhu berkisar antara 170 C - 290 C.

Desa Tangga Batu I merupakan salah satu desa di Kecamatan Porsea yang

dekat dengan daerah Porsea dengan wilayah terluas mencapai 6,43 Km2 atau sekitar

11 Protes masyarakat diakibatkan rusaknya tanaman dan juga rumah masyarakat akibat zat

(3)

16,97 % dari luas total kecamatan Porsea. Selain itu kepadatan penduduknya dengan jumlah penduduk pendatangnya lebih banyak dibanding desa lain, jarak yang paling dekat dengan lokasi industri PT IIU. Desa Tangga Batu I sebelum berdiri PT Inti Indorayon Utama merupakan tempat pengembalaan kerbau sebagai hewan peliharaan masyarakat setempat. Pada masa itu Desa Tangga Batu I dikenal dengan nama Desa Sosor Ladang, karena Sosor Ladang berarti (kampung kecil yang masih banyak di

tumbuhi rumput di ladang tempat penggembalaan kerbau).12

Desa ini masih jarang di huni masyarakat pada waktu itu karena masyarakat

masih banyak tinggal di Huta Nagodang, salah satu dusun pedalaman. Desa Sosor Ladang adalah pada saat ini dikenal dengan nama Desa Tangga Batu I. Pada awalnya Desa Tangga Batu I merupakan desa yang belum banyak mengalami perkembangan baik dari segi pendidikan maupun dari segi pembangunan infrastuktur, sebelum didirikan pabrik ini. Direncanakan PT Toba Pulp Lestari, Tbk, didirikan sebagai realisasi Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri No. 6 tahun 1968 jo. Undang-Undang No. 12 tahun 1970 berdasarkan akta No. 329 tanggal 26 April 1983 dari Misahardi Wilamarta, SH, notaris di Jakarta. Akta pendirian telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam surat keputusannya No. C2-5130.HT01-01 TH.83 tanggal 26 Juli 1983, serta diumumkan dalam Berita

Negara Republik Indonesia No. 97 tanggal 4 Desember 1984, Tambahan No 1176.13

12 Hasil wawancara dengan Bapak Mandahar Sitorus, tanggal 20 juli 2015. 13

(4)

Sebelum dibangunnya pabrik tersebut pada tahun 1985 Desa Tangga Batu I terdiri atas dua perkampungan yaitu: perkampungan Sisaba dan perkampungan Huta Nagodang. Letak kedua perkampungan sangat berdekatan sekali dengan pabrik Toba Pulp Lestari, Tbk yang terdiri atas sawah dan tanah berbatuan, dengan ketinggian 950-1500 m di atas permukaan laut. Daerah pegunungan di sekitar dua perkampungan ini mempunyai iklim tropis basah sehingga cocok untuk pertumbuhan pepohonan dan lokasi bagi industri pengolahan kayu. Kemudian dengan banyak pertimbangan dan mendapat izin maka dibangun industri yang bergerak di bidang pengolahan kayu yang berlokasi di Desa Tangga Batu I Kecamatan Porsea. Desa Tangga Batu I ini adalah penyatuan dari dua perkampungan yaitu kampung Sisaba dan kampung Hutanagodang.

Tabel 1

Tabel Luas Desa Sisaba Sebelum dan Sesudah PT. IIU Berdiri

No JENIS LAHAN LUAS LAHAN

SEBELUM INDUSTRI BERDIRI LUAS LAHAN SETELAH INDUSTRI BERDIRI 1. PERKAMPUNGAN 75 ha 65 ha 2. SAWAH 94 ha 69 ha 3. BERBATUAN 90 ha 90 ha Total 259 ha 234 ha

(5)

Tabel ini menunjukkan perkampungan Sisaba masih hutan dan belum ada eksploitasi terhadap daerah tersebut, sebelum desa itu pada akhirnya digabungkan dengan perkampungan Huta Nagodang.

Tabel 2

Tabel luas Desa Huta Nagodang Sebelum dan Sesudah PT. IIU Berdiri

No JENIS LAHAN LUAS LAHAN

SEBELUM INDUSTRI BERDIRI LUAS LAHAN SETELAH INDUSTRI BERDIRI 1. PERKAMPUNGAN 79 ha 69 ha 2. SAWAH 80 ha 65 ha 3. BERBATUAN 90 ha 90 ha Total 249 ha 234 ha

Sumber: Kantor kepala Desa Tangga Batu I, 2015

Tabel ini menunjukan perkampungan Huta Nagodang sebelum tergabung dengan perkampungan Sisaba menjadi desa Sosor Ladang yang akhirnya lebih dikenal dengan lebih nama Desa Tangga Batu I.

Adapun batas wilayah Desa Tangga Batu I antara lain:

Sebelah Utara : Desa Siantar Utara

Sebelah Selatan : Desa Pangombusan

(6)

Sebelah Timur : Desa Ambar Halim

Setelah PT. IIU berdiri tahun 1986, maka luas kedua desa ini berkurang 60 Ha. PT.IIU membeli tanah penduduk untuk lokasi pulp dan rayon dengan luas daerah 60 Ha. Ini dapat dilihat dari perubahan tanah penduduk.

Selanjutnya, PT.IIU tumbuh menjadi industri pulp dan rayon yang besar. Kedua desa tersebut disatukan menjadi satu desa pada tahun 1988 melalui usul pemerintah dan perusahaan serta persetujuan tokoh-tokoh adat, kepala desa, dan masyarakat. Fusi kedua (Desa Sisaba dan Desa Huta Nagodang) menjadi satu desa dengan nama baru yaitu Desa Tangga Batu I (Sosor Ladang) dengan luas pedesaan sebagai berikut:

Tabel 3

Tabel luas Desa Tangga Batu I Setelah PT. IIU Berdiri

No JENIS LAHAN LUAS LAHAN

1. PERKAMPUNGAN 148 ha

2. SAWAH 120 ha

3. BERBATUAN 180 ha

Total 448 ha

Sumber: Kantor kepala Desa Tangga Batu I, 2015

Dengan adanya perubahan terhadap tanah penduduk Desa Tangga Batu I tersebut, setelah PT. Inti Indorayon Utama berdiri, maka areal pemukiman

(7)

masyarakat berkurang luasnya, akan tetapi mengalami perkembangan yang pesat pada tahun 1986 dalam pembangunan. Pembangunan secara fisik yang terjadi di Desa Tangga Batu I kian marak, ini terlihat dari hasil perubahan yang ditimbulkan oleh keberadaan perusahaan pulp dan rayon yang sudah mulai beroperasi.

2.1.2 Keadaan Penduduk Desa Tangga Batu I

Masalah demografi sebelum PT.Inti Indorayon Utama berdiri atau sebelum terjadinya penggabungan Desa Sisaba dan Desa Huta Nagodang, penulis tidak memperoleh data-data, karena kedua desa itu pada masa itu masih dipimpin oleh kepala desa masing-masing desa. Setelah PT. IIU berdiri dan kedua desa tersebut digabungkan menjadi Desa Tangga Batu I, maka faktor kependudukan sangat jelas mengalami perubahan dengan bergabungnya penduduk dua desa di tambah masuknya penduduk pendatang dari luar daerah, banyak datang dari luar pulau Sumatera dan bertempat tinggal di desa ini. Sangat jelas terlihat bahwa desa ini mengalami perubahan yang pesat dengan bertambahnya jumlah penduduk setempat dan migrasi penduduk luar yang bekerja sebagai karyawan dan karyawati perusahaan pulp dan rayon.

Angka kelahiran meningkat dengan tingkat menengah (middle-level). Maksudnya angka kelahiran penduduk semakin meningkat dari sebelumnya. Sebelum berdiri PT. IIU penduduk di Desa Tangga Batu I adalah masyarakat Batak yang terdiri dari marga Sitorus, Sirait, dan Manurung dari keturunan Ompu Narasaon. Akan tetapi marga yang paling banyak di desa ini adalah marga Sitorus.

(8)

Namun sejak pabrik ini beroperasi pada tahun 1986 Desa Tangga Batu I menjadi areal industri pulp dan rayon. Penduduk pendatang terdiri atas suku Jawa, Minangkabau, Karo, Nias, dan juga WNI( China, India). Peleburan kebudayan dari berbagai suku membuat masyarakat setempat dengan penduduk pendatang harus mampu berinteraksi dan saling toleransi. Hal ini mengakibatkan semakin banyak budaya baru masuk ke Desa Tangga Batu I. Interaksi sosial masyarakat Batak Toba dengan masyarakat pendatang yang berada di Desa Tangga Batu I semakin terlihat jelas. Pabrik kertas pulp dan rayon ini sangat membuka peluang besar tidak hanya bagi masyarakat pendatang tetapi juga bagi masyarakat Desa Tangga Batu I dan sekitarnya yang bekerja sebagai karyaan/karyawati di perusahaan raksasa ini. Namun pada awalnya hanya sebagai buruh kasar karena belum memiliki keahlian khusus dibidang pulp dan rayon juga mengoperasikan mesin pabrik.

2.1.3 Mata Pencaharian Penduduk Desa Tangga Batu I

Sebelum berdirinya PT. IIU, kehidupan sosial ekonomi masyarakat Desa Tangga Batu I masih dalam kondisi ekonomi menengah ke bawah. Masyarakat pada umumnya hidup hanya bergantung pada lahan pertanian hasil warisan. Dalam menopang kehidupannya masyarakat pada umumnya bergantung dari hasil pertanian di sawah yang mereka usahakan.

Sistem pengelolahan lahan pertanian yang diterapkan masih dilakukan dengan cara yang sederhana sekali dan bersifat tradisional yaitu menggunakan tenaga

(9)

manusia dan hewan.14 Dalam pengolahan tanah pertanian zaman dahulu bagi orang tua di kampung menjadi tenaga manusia yang disebut dengan Marsialap Ari (sistem

gotong-royong).15 Disamping bertani mereka juga mengusahakan pemeliharaan

ternak. Ternak yang dipelihara adalah beberapa kerbau, babi, dan unggas.

Perekonomian tidak mengalami perkembangan pesat dampaknya terhadap peningkatan mata pencaharian masyarakat karena hasil pertanian dan peternakan yang diperoleh hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Beras sebagai makanan pokok sering dikonversi dengan ubi kayu untuk penghematan, atau ubi kayu terlebih dahulu dimakan sebelum makan nasi.

Makan ubi sebelum makan nasi adalah sebuah cara makan yang dilakukan orang tua untuk bisa menghemat nasi. Beras sebagai bahan makanan pokok tidak mudah diperoleh seperti sekarang ini. Panen padi biasanya hanya sekali dalam satu tahun. Faktor lain yang membuat keadaan serba kekurangan adalah modernisasi pertanian dan sarana pertanian yang kurang memadai serta pengetahuan masyarakat kurang mendukung baik dalam pengolahan lahan pertanian, meningkatkan produksi hasil pertanian, dan masyarakat tidak semua mempunyai hewan–hewan ternak. Bisa dikatakan hanya beberapa keluarga yang mempunyai hewan ternak.

14

Hasil wawancara dengan Bapak Boturan Sitorus, tanggal 26 juli 2015.

15

Marsialap Ari yang dimaksud adalah adanya dua orang atau lebih kelompok masyarakat yang dalam pengerjaan ladangnya dilakukan secara bergantian, sebagai contoh Si A akan bekerja diladang si B untuk dua hari , maka si B juga akan bekerja di ladang si A hari selanjutnya, sebanyak hari yang di habiskan si A mengerjakan ladang si B. dan ini terkadang dilakukan agar kekompakan antar masyarakat perkampungan tetap terjalin.

(10)

Selain bertani, sebagian masyarakat mencari nafkah dengan berdagang dan bekerja sebagai pekerja harian. Pedagang adalah orang yang berdagang dari satu kampung ke kampung lain untuk menukarkan hasil pertanian. Sebelum berdirinya PT. IIU tingkat pengangguran terdapat di Desa Tangga Batu I. Penduduk tidak memiliki skill (keahlian) karena tingkat pendidikan rendah.

Sebagian masyarakat setempat tidak dapat mengenyam pendidikan yang berakibat meningkatnya pengangguran. Pada tahun 1986 pengangguran di Desa Tangga Batu I, dikategorikan sebagai berikut:

1. Pengangguran Musiman (unemployment of dynamic)

2. Pengganguran Tetap (unemployment of static)16

Pengangguran musiman dalam kehidupan sosial ekonomi Desa Tangga Batu I Kecamatan Porsea disebabkan mata pencaharian penduduk setempat bertani (1 kali setahun) dan tingkah laku masyarakat (Pattern of Behavior) masyarakat masih dipengaruhi kebiasaan social (Social Custom) yang tradisional. Mereka hanya dapat bekerja hanya pada waktu menuai hasil padi disawah secara keseluruhan, setelah habis masa menuai padi mereka menganggur. Itu sudah menjadi tradisi yang mengakar dari masa orang tua zaman dahulu. Biasanya setelah selesai menuai padi dari sawah, masyarakat Tangga Batu I hanya sebagian yang tergerak hatinya untuk

16

E. K Poerwandari, 2001. Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia, edisi Revisi. Jakarta: lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi(LPSP3) UI hal. 71-72.

(11)

pergi keladang untuk berkebun menambah pemasukan ekonomi keluarga sebagai

tambahan pendapatan keluarga.17

Selanjutnya, Pengganguran tetap terjadi dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat Tangga Batu I disebabkan oleh faktor kemalasan. Dimana sebagian penduduk setempat hanya menerima apa adanya tanpa ada usaha untuk bekerja. Rata-rata pengangguran tetap ini duduk di kedai tuak dari pagi hingga sore menghabiskan hari-hari tampa guna, sambil marnonang ( bercerita). Disinilah sering munculnya penyakit orang batak yang sering di istilahkan HOTEL yaitu: Hosom (Sikap Bermusuhan ), Teal (Sombong), Elat (Cemburu ), dan Late (Benci ). Keempat pola pikir ini yang negative ini sangat menonjol dalam kehidupan masyarakat Batak Toba.

Hal ini sudah menjadi satu budaya kecil untuk dilakukan masyarakat Batak Toba khususnya yang ada di Desa Tangga Batu I. Terkadang membicarakan hal yang tidak penting tentang orang lain tanpa melihat ke dirinya sendiri. Hal ini juga yang

sering menjadi pemicu konflik antar masyarakat.18

Setelah perencanaan dan kemudian PT. IIU berdiri tahun 1983 dan beroperasi pada tahun 1986 menjadi salah satu perusahaan raksasa pulp dan rayon, lambat laun terjadi perubahan yang sangat signifikan pada masyarakat Desa Tangga Batu I dan sekitarnya. Kemajuan pola pikir masyarakat Desa Tangga Batu I semakin berubah seiring berbaurnya penduduk pendatang dengan penduduk setempat. Yang membawa suatu perubahan besar baik dari segi interaksi sosial masyarakat, pendapatan

17

Hasil wawancara dengan Bapak Pardoal Sitorus, tanggal 30 juli 2015.

18

Hotman Siahaan dan Basyral Harahap. 1987. Orientasi Nilai-Nilai Budaya Batak. Jakarta: Sanggar William Iskandar. Hal. 34.

(12)

penduduk setempat maupun pendatang, kemajuan infrastruktur, dan bahkan pembangunan beberapa gedung sekolah untuk anak-anak karyawan maupun masyarakat setempat.

Rata-rata penduduk pendatang selalu bersikap lembut dalam bertutur kata sebagai contoh ialah suku Jawa, Minangkabau, dan Karo bila dibandingkan dengan tutur kata masyarakat setempat yang tutur katanya sedikit lebih keras atau lebih lantang karena orang Batak Toba terkenal dengan ketegasannya. Pembauran ini menimbulkan terjadinya hubungan persaudaraan hingga terjadinya perkawinan antar suku. Pembauran ini juga membawa dampak hal baru baik bagi kebudayaan

tradisional masyarakat Batak Toba yang tinggal di Desa Tangga Batu I.19

Beroperasinya pabrik pulp dan rayon meningkatkan mata pencaharian masyarakat. Masyarakat setempat yang memiliki kemampuan sedikit di fungsionalkan sebagai para pekerja di bagian yang hanya membutuhkan skill rendah. Sebagai contoh banyak ibu rumah tangga ataupun gadis di kampung bekerja sebagai buruh kasar di bagian pembibitan dan penghijauan sedangkan kaum pria di pekerjakan di bagian pabrik tetapi hanya sebagai karyawan biasa di lapangan. Pekerjaan ini di terima oleh masyarakat karena memang masyarakat setempat juga mengerti mereka tidak memiliki kemampuan khusus untuk mengoperasikan mesin industri.

Masyarakat menerima pekerjaan itu pada masa itu dengan bersyukur karena telah mengurangi jumlah angka pengangguran. Para orang tua menerima pekerjaan

19

E. F Purba & O.H.S Purba .1997. Migrasi Spontan Batak Toba (MARSERAK)

(13)

itu meski hanya sebagai buruh kasar, di pabrik yang di bangun di desa mereka demi mendapatkan tambahan pendapatan. Orang tua menerima pekerjaan ini untuk biaya menyekolahkan anak-anaknya setinggi mungkin agar kelak tidak merasakan kesusahan seperti yang dirasakan oleh orang tuanya.

Meskipun dengan pendapatan yang rendah orang tua selalu memotivasi anak-anaknya untuk bersekolah setinggi mungkin. Ini menjadi tujuan dan mimpi dari orang tua masyarakat Batak Toba, menginginkan keberhasilan dan kesuksesan anak-anaknya di masa yang akan datang. Ada satu pemikiran dalam masyarakat Batak Toba anak-anak mereka harus lebih baik kesejahteraan hidupnya di masa mendatang. Satu motto orang Batak Toba adalah: “Anakkonhi do Hamoraon Di Ahu”. Anak

adalah harta yang paling berharga,20 Orang tua menghabiskan waktu dan tenaganya

sepanjang masa hidupnya untuk bekerja keras baik di ladang maupun sebagai buruh di pabrik asalkan anak-anak mereka mendapat pendidikan yang lebih baik.

2.1.4 Pendidikan Penduduk Desa Tangga Batu I

Pendidikan merupakan tolak ukur keberhasilan keluarga pada masyarakat Batak. Dalam adat Batak Toba terdapat istilah Anakkonhi do Hamoraon Di Ahu (Anak merupakan simbol kekayaan bagi suatu keluarga orang Batak Toba ). Apabila salah seorang dari keluarga tersebut tidak ada yang berhasil dalam pendidikan yang lebih tinggi atau meraih titel sarjana walaupun keluarga tersebut orang berada, maka di mata orang Batak keluarga Namora (Orang kaya yang berpengaruh dalam kehidupan masyarakat) tersebut belum berhasil, kecuali bagi

20 Irmawati, op.cit. hal . 122.

(14)

orang Napogos (Orang miskin yang statusnya rendah dipandang masyarakat), hal tersebut wajar karena keluarga tidak mempunyai biaya untuk menyekolahkan anak.

Pada awal tahun pembangunan pabrik, pendidikan masyarakat masih rendah. Oleh karena itu, masyarakat di Desa Tangga Batu I tertinggal di bidang pendidikan, terutama pendidikan di perguruan tinggi. Namun seiring dengan semakin majunya pola pikir masyarakat, maka untuk peningkatan mutu pendidikan terus diupayakan, oleh pihak perusahaan pulp dan rayon membangun sekolah dan mulai membuka kesempatan seluas-luasnya kepada penduduk untuk mengenyam pendidikan.

Di desa Tangga Batu I terdapat 2 Sekolah Dasar (SD) dan 1 Sekolah Menengah Pertama ( SMP) dengan rincian 1 sekolah dasar dan 1 sekolah menengah pertama, swasta yang di bangun oleh PT. IIU dan 1 sekolah dasar lainya adalah sekolah di bangun pemerintah. Sekolah dasar dan sekolah menengah pertama ini merupakan sekolah yang di bangun oleh perusahaan sebagai bentuk perhatian bagi pendidikan masyarakat yang tinggal di Desa Tangga Batu I baik itu anak- anak karyawan perusahaan ataupun anak-anak dari peduduk setempat. Hal ini sangat menunjang kemajuan pendidikan masyarakat di Desa Tangga Batu I.

2.1.5 Kontribusi Pabrik Toba Pulp Lestari Bagi Penduduk setelah Kembali Beroperasi

Seperti yang telah dipaparkan di atas, pernah PT IIU di berhentikan kegiatan operasinya atas protes masyarakat pada 1998. Saat kembali beroperasi industri ini di tahun 2000, pihak manajemen dengan sabar melakukan pendekatan kepada masyarakat sekitar, khususnya tokoh-tokoh masyarakat. Pihak manajemen

(15)

menjanjikan teknologi ramah lingkungan dan melakukan program pemberdayaan masyarakat atau Community Develoment sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan ( Coporate social Responsibility) lebih baik.

Selain itu, perusahaan juga memperkenalkan “paradigma baru” dalam aktifitas lembaga yang menjadikan masyarakat sekitar mau menerima pengoperasian kembali perusahaan. Paradigma baru itu antara lain:

1. Penggunaan Teknologi ramah lingkungan.

2. Pengelolaan sumber daya hutan yang berkelanjutan.

3. Pelaksanaan tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsibility) yaitu:

a. Mengutamakan putra daerah setempat menjadi karyawan dan menduduki jabatan yang tersedia dengan persyaratan keahlian setiap jenjang.

b. Melakukan kerjasama kemitraan bisnis dengan masyarakat lokal

c. Menyisihkan kontribusi sosial untuk pengembangan

masyarakat sebesar 1% dari net sales per tahun.

Dengan adanya paradigma baru ini PT. Toba Pulp Lestari, pemerintah dan masyarakat sudah mulai mempercayai dan menerima pengoperasian kembali pabrik

(16)

penghasil kertas tersebut. Adanya program tanggung jawab sosial oleh pabrik,

semakin menambah kepercayaan terhadap perusahaan.21

Dalam implementasi program tanggung jawab sosial perusahaan PT. TPL memberikan bantuan terhadap masyarakat setempat dengan memberikan lapangan pekerjaan yang dibutuhkan masyarakat setempat demi meningkatkan perekonomian keluarga mereka, pemberian beasiswa terhadap siswa-siswi, perbaikan sarana dan prasarana yang mendukung perekonomian masyarakat seperti pemberian pupuk dan bibit, pembangunan jalan dan asuransi kesehatan serta adanya pemberian dana ganti rugi kepada setiap kepala rumah tangga untuk perbaikan atap rumah masyarakat.

2.2 Motif Pendorong Masyarakat Batak Toba Membangun Tambak 2.2.1 Sistem Nilai Budaya yang Dianut Masyarakat

Sistem nilai budaya adalah suatu sistem yang terdiri dari konsep-konsep yang hidup di dalam pikiran sebagian besar masyarakat, tentang hal-hal yang mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Karena itu suatu sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia, merupakan keputusan yang kurang tegas yang biasa dirasakan. Kemudian dimunculkan sebagai suatu

tindakan, walaupun kadang-kadang kurang rasional.22

Sistem nilai di dalam masyarakat memberi pola bertingkah laku atau dengan kata lain memberikan seperangkat model untuk bertingkah laku. Sistem ini dihayati benar oleh masyarakat pendukungnya dalam kurun waktu tertentu sehingga

21 http://www.lifestyle.roll.co.id/fashionista/25-latest/36304-

Taput-gunakan-cd-pt-tpl-untuk-infrastuktur.html.

22 Koentjaraningrat, Kebudayaan mentalitet dan Pembangunan, Jakarta: P.T.Gramedia,

(17)

mendominasi keseluruhan kehidupan dalam arti mengarahkan bertingkah laku. Konsepsi nilai budaya telah berakar dalam pikiran kelompok masyarakat berkenaan dengan bagaimana masyarakat memandang hidup, karya, waktu, dan alam pikiran dengan hubungan sosial antar sesama mereka dalam kelompok kekerabatan yang luas.23

Masyarakat Batak Toba di Desa Tangga Batu I umumnya menganut konsep totalitas yaitu bahwa komunitas, dan individu merupakan kesatuan dan totalitas yang

satu sama lain tidak terpisahkan.24 Hal ini di pengaruhi oleh tiga unsur yang

memperngaruhi tingkah laku masyarakat Batak Toba. Ketiga unsur hagabeon,

hamoraon, dan hasangapon tersebut adalah suatu yang fungsional dan harus

harmonis. Putusnya hubungan manusia dengan salah satu unsur tersebut berarti

memusnahkan kehidupan dunia.25 Totalitas dipandang sebagai unsur pertemuan,

kesatuan, kesempurnaan, kepunahan dan penjumlahan yang terakhir dan tanpa akhir

pandangan totalitas ini memperngaruhi sistem nilai keagamaan dan

kemasyarakatan.26

Demikian juga dalam memecahkan suatu masalah, tidak memenggal sedemikian rupa tetapi secara intuitif mereka mencari hubungan yang ada atau dianggap saling mengisi. Misalnya persoalan senioritas dalam silsilah yang kemungkinan menjadi pokok permasalahan, justru dapat diselesaikan secara tuntas dengan cara memperkuat rasa solidaritas. Cita-cita bekerja produktif dan terencana

23

Ibid., hal 34.

24 Hotman Siahaan, Persekutuan agama Budaya Orang Batak Toba, Khusus HKBP, Prima 2

februari 1979. Hal 20.

25 Ibid hal 20 26

(18)

mendorong masyarakat untuk selalu bekerja keras. Bagaimanapun sulitnya dalam mencari nafkah keinginan untuk sukses selalu melintas dalam pikiran orang Batak Toba.

Kesadaran bersama merupakan cara berpikir dan bertindak masyarakat Batak Toba. Pesta tambak menuntut tanggung jawab bersama. Selama mereka menyadari ada usaha bersama, maka mereka akan memelihara dan membuat sukses setiap upacara adat. Setiap pribadi atau keluarga rela berkorban dalam hal memenuhi kebutuhan kelompok marganya. Pandangan terhadap sesama ini sangat erat kaitannya

dengan dilandasi prinsip Dalihan Na Tolu.27 (tiga motto peraturan budaya Batak

Toba) karena satu sama lain merupakan kelompok yang tidak dapat dipisahkan. Setiap anggota masyarakat adat termasuk kedalam suatu marga. Anggota semarga adalah kerabat yang paling dekat hubungannya.

Hak dan kewajiban anggota-anggota masyarakat yang diikat prinsip Dalihan

Na Tolu dimanifestasikan sebagai tanda solidaritas kebersamaan dan

kegotongroyongan yang mengambarkan suatu sistem nilai sosial. Semua anggota yang terpadu dalam masyarakat Dalihan Na Tolu akan selalu menuntut dan melaksanakan kewajibannya. Secara kontekstual masing-masing memberikan status inisial terhadap yang lain, sehingga setiap pribadi, keluarga dan kelompok masyarakat akan selalu berusaha untuk ikut serta dalam setiap upaya adat yang dianggap menyangkut diri dan tanggung jawabnya.

27Dalihan NaTolu dalam adat Batak Toba merupakan struktur sosial Batak Toba yang terdiri

dari: Hula-Hula ( pemberi dari istri), Dongan Sabutuha (anggota klen sendiri), dan Boru( penerima istri).

(19)

2.2.2 Cita- Cita Dasar dalam Hidup

Sembilan tradisi kebudayaan masyarakat Batak Toba. Sembilan nilai utama dalam kebudayaan dan tradisi orang Batak Toba yaitu: Kekerabatan, Religi,

Hagabeon, Hasangapon, Hamoraan, Hamajuon, Uhum dan ugari, Pangayoman, dan

Konflik. Kesembilan tradisi ini cita-cita dasar masyarakat Batak Toba mengakui ada tiga unsur yang paling prinsipil menjadi orientasi hidup yaitu realita cita-cita untuk

Hagabeon, Hamoraon, dan Hasangapon. secara umum masyarakat Batak menyadari

betapa sempurnanya hidup apabila dapat mencapai ketiga cita-cita dasar itu. Mempunyai banyak anak sehingga mempunyai keturunan yang besar adalah

hagabeon. Memiliki angkatan atau generasi sekaligus memiliki kekuatan dan hari

depan keluarga. Segala daya upaya dilakukan untuk mengantarkan anak ke jenjang yang terhormat dan terpandang dengan cara menyekolahkan sesuai kemampuan yang ada.

Keluarga akan bangga apabila anak mempunyai kedudukan yang baik di tengah masyarakat, karena akan menunjukkan dan membawa nama keluarga. Ada kecenderungan keluarga untuk menggantungkan harapan hidup di masa yang akan mendatang kepada anak-anaknya.

Sejajar dengan hagabeon, unsur hamoraon (kekayaan) tidak kalah pentingnya dalam menwujudkan hasangapon. Ada keyakinan pada masyarakat Batak Toba, bahwa kedudukan berkenaan dengan kekayaan. Di Bona Pasogit ( daerah asal) kekayaan dapat diartikan sebagai penguasaan atas tanah yang luas, hewan peliharaan, dan uang. Sedangkan, di perantauan hamoraon mencakup kedudukan yang tinggi dalam pekerjaandan kehidupan ekonomi yang baik.

(20)

Hasangapon (kehormatan/wibawa) adalah sebuah pengakuan dari masyarakat

terhadap seorang individu atas kehebatan, kekayaan, keberhasilan dan lain sebagainya. Ini merupakan kebulatan yang sempurna karena dengan memiliki

hangabeon (anak laki-laki dan perempuan) sekaligus memiliki hamoraon (kekayaan)

harus dibarengi hasangapon (kehormatan/wibawa). Tercapainya cita-cita hagabeon,

hamoraon, dan hasangapon dapat di manisfestasikan dalam upacara adat (upacara

pesta tambak) parpomparan (keturunan) per marga dan perkeluarga. Berkat akan diperoleh secara berkesinambungan dengan melaksanakan kewajiban dalam upacara adat. Salah satu kehormatan tertinggi kepada orang tua jika keturunannya mampu mencapai cita-cita tersebut berdasarka prinsip Dalihan na Tolu. Penghormatan kepada para leluhur menjadi motif masyarakat Batak Toba untuk membangun

tambak leluhurnya.

2.3 Pembangunan Tambak di Desa Tangga Batu I

Pembangunan tambak tidak asing di kalangan masyarakat Batak Toba. Banyak pihak telah mencoba mendefinisikan dan mengartikan pembangunan tambak dengan menganalisis serta mengartikan hal-hal yang melatarbelakangi, memotifasi, dan tujuan yang diharapkan dari pembangunan tambak. Ada pendapat pro dan kontra tentang pembangunan tambak. Tentu hal itu disebabkan oleh adanya perbedaan-perbedaan motivasi dan tujuan pembangunan tambak itu sendiri, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang membawa perubahan dan pergeseran nilai-nilai agama maupun nilai-nilai budaya.

(21)

Pembangunan tambak dilakukan sesuai dengan keinginan untuk mengangkat status sosial, keluarga, dan pribadi di kampung halaman. Ini karena mampu di bidang materi dan sudah mapan. Unsur Toal (persaingan congkak) muncul di kalangan orang Batak sendiri. Ada suatu pemikiran bahwa keberhasilan yang diperoleh atas

pasu-pasu (berkat) arwah nenek moyang, sehingga timbul keinginan untuk menggali

tulang-belulang nenek moyang dan menyimpanya di dalam tambak dengan mengadakan pesta yang meriah.

Ada beberapa hal yang memotifasi masyarakat Batak Toba dalam pembangunan tambak:

Pertama, meningkatnya kemampuan ekonomi masyarakat yang dibarengi

dengan pembangunan yang gencar di sana-sini telah membawa sebagian besar masyarakat, termasuk putra putri Tapanuli Utara, di perantauan, ke dalam hidup yang lebih makmur. Kemajuan ekonomi ini mendorong mereka untuk mengangkat martabat saudara mereka yang ada di kampung dan juga menghormati leluhur yang telah memperanakkan mereka, karena mereka beranggapan bahwa keberhasilan selama ini dapat tercapai atas pasu-pasu (berkat) dari sumangot (arwah) leluhur.

Kedua, sebagai pemersatu keluarga. Pepatah Batak Toba mengatakan, “Hau na pajonokjonok do marsiososan,” yang artinya “pada keluarga dekat sering timbul

perselisihan satu dengan yang lain.” Dari pepatah ini dapat ditarik kesimpulan mengenai kegunaan didirikannya tambak, yakni supaya ada tempat untuk mempersatukan hati dan pikiran mereka di bawah otoritas leluhur. Selain itu,

(22)

pertengkaran di antara saudara-bersaudara kerap dihubungkan dengan belum digalinya kuburan leluhur dan belum dipindahkannya tulang-belulang mereka ke tempat yang lebih baik. Karena itu, agar tidak terkena malapetaka penggalian tulang

leluhur dan pemindahannya ke tempat yang lebih baik harus dilakukan.28

Ketiga, sebagai pemersatu marga. Pesta mangongkal holi tidak hanya

dilakukan dan di biayai oleh satu kepala keluarga tetapi oleh setiap kepala keluarga. Besar kecilnya sumbangan tidak menjadi penghalang karena yang dipentingkan

adalah kebersamaan.29 Pada waktu pesta dilaksanakan mereka menari bersama

sehingga tercipta keakraban dan kesatuan.

Keempat, untuk menghormati orang tua. Dalam katekismus kecil ajaran

agama Kristen Protestan yang ditulis oleh Martin Luther yang memberi pengertian tentang hukum kelima dari sepuluh hukum, dikatakan demikian: Kita harus takut dan mengasihi Allah, sebab itu jangan kita bersikap remeh terhadap orang tua kita, terhadap pemerintah dan terhadap orang yang lebih tua. Jangan kita menimbulkan kemarahan mereka, tetapi hendaklah kita selalu menghormati dan mengasihi mereka. Dengan pemahaman ini banyak orang Batak Toba menggali tulang leluhur dan mendirikan tambak bagi orang tua mereka sebagai suatu penghormatan kepada orang tua karena hal ini sesuai dengan hukum kelima.

28

Ibid. hal 43.

29

Harus diakui bahwa pembagian biaya yang seperti ini hanya teori karena kerap satu keluarga akan sangat diberatkan atau terpaksa.

(23)

Kelima, mengharapkan berkat dari arwah leluhur. Biasanya sebelum

pembangunan tambak dimulai masih banyak keluarga memohon berkat dari arwah

leluhur dengan menyajikan makanan istimewa dan khusus sebagai sesajen.30

30

Gultom, Penggalian 14-15. Dipaparkan bahwa seorang yang dituakan membacakan seruan dan permohonan kepada seluruh leluhur dari yang pertama sampai yang terakhir yang akan

Gambar

Tabel  ini  menunjukkan  perkampungan  Sisaba  masih  hutan  dan  belum  ada  eksploitasi  terhadap  daerah  tersebut,  sebelum  desa  itu  pada  akhirnya  digabungkan  dengan perkampungan Huta Nagodang

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Masa Kerja Terhadap Pembentukan Mikronukleus Akibat Paparan Timbal Pada Pedagang Kaki Lima

Pramuka Siaga Penggalang, penegak, dan pandega serta Cara membinanya; i) Kurikulum Pramuka siaga pramuka penggalang, pramuka penegak dan pramuka pandega; j)

Penelitian ini berlokasi di Desa Kemiri Kecamatan Sigaluh Kabupaten Banjarnegara dengan pertimbangan (1) Kesenian tradisional Rodat Rock Gempor merupakan salah satu

Para perupa pada era sekarang harus dituntut untuk senantiasa mengikuti perkembangan teknologi informasi, hal tersebut bisa direpresentasikan melalui karya-karya

Model tutorial adalah model pembelajaran yang menyediakan rancangan pembelajaran secara kompleks disertai dengan latihan di dalam program komputer sehingga siswa

Rebana adalah alat musik ritmis perkusi yang tergolong dalam kelompok membranofone atau alat musik yang bersumber bunyinya berasal dari membrane atau kulit binatang

Dinas Pendapatan Daerah atau yang dikenal dengan sebutan Dipenda atau Dispenda adalah organisasi yang berada di bawah pemerintah daerah yang memiliki tanggung