• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "VI. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

VI. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

Tujuan Instruksional Umum :

 Mengetahui peranan ternak babi dalam usaha penyediaan daging.

 Mengetahui sifat-sifat karakteristik yang menentukan produktivitas ternak babi.

 Mengetahui parameter yang digunakan untuk mengukur penampilan produksi dan reproduksi pada ternak babi.

Tujuan Instruksional Khusus :

 Mengetahui penampilan ternak babi yang umum dipelihara di Indonesia.  Mengetahui pengaruh vital statistik, jumlah putting dan temperamen induk

terhadap pertumbuhan dan produksi babi.

 Mengetahui sistem perkawinan, lama bunting, litter size, seleksi yang paling baik digunakan untuk peningkatan produksi dan reproduksi.

Uraian Materi

Ternak Babi

Ternak babi dipelihara dengan tujuan utama untuk menghasilkan daging babi yang berkualitas baik. Tergantung dari lama pemeliharaan, babi yang dipelihara digolongkan dalam tipe lemak dan bacon. Kini penggolongan tipe babi hampir lenyap karena para peternak mempunyai tujuan yang sama yaitu menghasilkan daging babi yang yang berkualitas (Sihombing, 1997).

Bangsa-bangsa babi terbentuk karena adanya permintaan konsumen, sifat bahan pakan yang tersedia dan cara beternak baik modern maupun tradisional. Bangsa babi yang sekarang ada ini berasal dari dua jenis babi liar yaitu Sus scrofa dan Sus vitatus. Sus scrofa merupakan babi liar atau babi hutan yang merupakan nenek moyang bangsa – bangsa babi yang terdapat di Eropa. Sedangkan Sus vitatus menurunkan babi – babi di Asia.

(2)

Secara umum babi dapat digolongkan atas dasar tipe, pola warna dan tempat asalnya. Pembagian bangsa babi menurut tipenya berdasarkan atas tujuan pemeliharaan maupun hasil yang diharapkan yaitu babi-babi untuk menghasilkan lemak, daging maupun kombinasi keduanya. Berdasarkan tipe bangsa babi terbagi menjadi bangsa babi tipe lemak (lard type), tipe daging (meat type) dan tipe kombinasi keduanya (bacon type). Termasuk tipe lard adalah bangsa-bangsa babi yang berasal dari Asia dan Indonesia. Tipe daging antara lain bangsa babi Hampshire, Poland China, Berkshire, Duroc, Chester white, dsb. Sedangkan tipe bacon adalah bangsa babi Yorkshire, Landrace, Tamworth dsb (Devendra dan Fuller, 1979).

Bangsa babi Landrace merupakan tipe bacon yang sangat istimewa, badannya panjang, berwarna putih. Babi ini banyak digunakan dalam persilangan dengan babi di Asia Tenggara. Babi Landrace mempunyai kelemahan pada kakinya dan kurang tahan terhadap sinar matahari (Hardjosubroto, 1994).

Bangsa babi Landrace berasal dari Denmark kemudian dikembangkan di Amerika Serikat dan Australia, sangat terkenal di negara asalnya dengan ciri khas tubuh dan kaki panjang (Sihombing, 1997). Babi ini juga terkenal karena memiliki prestasi reproduksi yang sangat baik yaitu paling banyak menghasilkan anak sekelahiran dengan jumlah putting yang terbanyak dibandingkan babi unggul lainnya serta dari segi produksinya adalah persentase dagingnya yang tinggi (Nugroho dan Whendarto, 1990).

Bangsa babi Yorkshire yang bertasal dari Inggris merupakan bangsa babi tipe besar, panjang dan berwarna putih. Bangsa babi ini merupakan babi yang paling baik reproduktivitasnya diantara bangsa babi Inggris dan Amerika, mempunyai efisiensi yang tinggi dalam penggunaan pakan (Hardjosubroto, 1994). Merupakjan bangsa babi tipe besar dan tersebar hampir diseluruh pelosok dunia dengan sebutan umum Large White (Nugroho dan Whendarto, 1990). Ciri-ciri babi ini adalah warna tubuh putih dengan kulit yang cenderung merah dengan totol pigmen hitam pada kulitnya. Bobot babi jantan adalah 320 sampai 455 kg dengan induk berbobot sekitar 225 – 365 kg. Terkenal sebagai babi yang memiliki pertumbuhan cepat, sifak keindukan

(3)

yang baik, dapat memelihara anaknya dengan baik dengan produksi susu setiap laktasi yang baik (Sihombing, 1997).

Babi Duroc berasal dari Barat Laut Amerika Serikat yang berasal dari babi merah dan dikembangkan di New York dan New Jersey (Sihombing, 1997). Bangsa babi Duroc berwarna merah, badannya besar, merupakan tipe lard, mempunyai efisiensi penggunaan pakan yang baik dan juga fertilitasnya tinggi. Dewasa ini babi Duroc banyak yang telah diubah menjadi tipe pork untuk memenuhi permintaan pasar (Hardjosubroto, 1994).

Tatalaksana pemeliharaan merupakan suatu penetapan usaha untuk mencapai sasaran dan tujuan produksi dengan menggunakan teori tertentu yang disebut teori zooteknik. Teori zooteknik adalah berbagai persyaratan terperinci dan detail untuk suatu proses biologi produksi ternak sesuai dengan jenis, bangsa, umur, bobot badan, fase produksi dan reproduksi yang input-outputnya dapat dilihat secara fisik (Adjisoedarmo, 1977).

Sebagai suatu spesies ternak, babi membutuhkan cara penanganan khusus. Cara-cara tatalaksana untuk babi yang diterapkan oleh satu peternak, juga bisa berbeda bila dibandingkan dengan peternak yang lain. Sistem produksi yang dianut oleh seseorang peternak tergantung pada ketrampilan tatalaksanan yang dimiliki oleh peternak, tersedianya modal, bahan pakan, tenaga kerja serta kesukaan pribadi masing-masing peternak (Williamson dan Payne, 1993).

Sifat Produksi

Usaha peternakan babi adalah suatu proses produksi yang bertujuan untuk dapat menghasilkan daging, lemak atau kombinasinya sebagai outputnya. Agar mendapatkan hasil yang maksimal diperlukan persyaratan tertentu yang sesuai dengan fase kehidupannya. Secara umum fase kehidupan ternak babi terdiri atas fase awal (starter), fase pertumbuhan (fase grower) dan fase akhir (fase finisher) (Purbojo, S.W., et al., 1989).

Produksi ternak babi dapat dilihat dari banyaknya anak yang disapih per induk per tahun, karena dengan meningkatnya jumlah anak babi yang disapih per induk per

(4)

tahun, keuntungan yang diperoleh peternak akan mengalami peningkatan. Hal itu dapat dilakukan dengan cara :

a. Meningkatkan laju kebuntingan dan menurunkan mortalitas embryo b. Meningkatkan jumlah anak per kelahiran

c. Meningkatkan kelahiran anak per induk per tahun d. Menekan mortalitas anak pra sapih (Sihombing, 1997).

Menurut Lasley (1978), sifat-sifat produksi yang mempunyai nilai ekonomi pada ternak babi antara lain adalah total berat litter saat sapih, berat pada umur 154 hari, pertambahan berat badan saat sapih sampai dijual, tipe dan konformasi tubuh saat jual dan kualitas karkas yang dikehendaki oleh konsumen, efisiensi penggunaan pakan dan laju pertumbuhan. Sifat-sifat yang lainnya adalah mortalitas yang rendah dan daya asuh induk. Sifat-sifat tersebut menjadi dasar dalam pemilihan bibit ternak babi.

Produktivitas ternak babi di Indonesia masih rendah. Rendahnya produktivitas babi dan kurangnya bibit unggul merupakan pembatas dalam peningkatan produksi babi di Indonesia. Keadaan ini semakin terasa akibat meningkatnya kebutuhan babi lokal dan terutama terbukanya ekspor komoditi ternak babi. Produktivitas ternak babi adalah gambaran daya produksi dan reproduksi seekor atau sekelompok babi yang dinilai dari jumlah anak yang lahir dan yang disapih, berat sapih, laju pertumbuhan, mortalitas, stillbirth dan kerdil.

Berat littter saat disapih dapat diukur berdasarkan performen anak babi saat pra sapih. Hal ini akan memberikan gambaran fertilitas induk, produksi susu induk, mothering ability dan laju pertumbuhan anak. Littter size dan berat sapih ditentukan oleh jumlah anak yang lahir per littter dan kemampuan anak babi tersebut untuk hidup sampai dengan sapih.

Jumlah anak per induk menggambarkan fertilitas induk dan pejantan serta kualitas tatalaksana yang dipengaruhi oleh lingkungan, umur ternak, bibit, mortalitas embrio, lama bunting, pakan, musim dan kelahiran (Lasley, 1978). Bangsa yang

(5)

berbeda akan mempunyai kemampuan dalam menghasilkan ovum, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kemampuan dalam menghasilkan litter (Carrol dan Krider, 1971). Hasil penelitian Gaugler et al. (1984) menunjukkan bahwa rata-rata litter size dari babi Landrace murni adalah 10,74 ekor, sedangkan babi Yorkshire murni adalah 11,52 ekor lebih besar jika dibandingkan dengan silangan kedua bangsa tersebut, yaitu Landrace x Yorkshire 9,97 ekor dan Yorkshire x Landrace 10,43 ekor.

Menurut Carrol dan Krider (1971), jumlah anak yang dilahirkan akan mempengaruhi berat lahir, berat sapih serta performens selanjutnya. Selanjutnya Pond dan Maner (1974) menyatakan bahwa anak babi yang dilahirkan pertama cenderung mempunyai berat lahir yang lebih besar jika dibandingkan dengan berat lahir terakhir. Selanjutnya dikatakan bahwa anak-anak babi yang dilahirkan oleh induk yang mengalami stress panas ternyata mempunyai berat lahir yang lebih rendah jika dibandingkan dengan induk yang tidak mengalami stress panas. Menurut hasil penelitian Dewani (1989) berat lahir babi Landrace, Yorkshire dan Duroc berturut-turut adalah 1,17; 1,37 dan 1,26 kg/ekor sedangkan berat sapih umur 42 hari masing-masing 9,07; 9,02 dan 9,05 kg/ekor.

Menurut Parakkasi (1983), kemampuan induk dalam menghasilkan air susu akan mempengaruhi pertumbuhan anak. Hal ini disebabkan jumlah anak sekelahiran akan mempengaruhi kemampuan induk untuk memelihara anak-anaknya, sehingga akan mempengaruhi waktu penyapihan dan pertumbuhan anak babi. Pertumbuhan anak selama dalam asuhan induk dinilai dari jumlah anak dan berat badan pada saat lahir dan sapih dan ini berhubungan dengan daya asuh induknya.

Aritonang dan Silalahi (2001) menyatakan bahwa pertambahan berat badan harian anak yang masih dalam asuhan induk adalah 147 g dengan kisaran 105 – 181 g/ekor. Tidak ada perbedaan pertambahan berat badan harian antara bangsa murni dengan persilangan.

Menurut Fahmy dan Bernard (1972) produktivitas babi biasanya ditentukan oleh prolifikasi dan maternal ability, yaitu kesanggupan induk dalam menghasilkan

(6)

anak saat lahir secara hemat dan memeliharanya dengan efisien hingga disapih. Diantara banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas, berat dan jumlah anak lahir dan disapih paling besar pengaruhnya, dalam hal ini dirumuskan dalam satuan IDAI (Indeks Daya Asuh Induk).

Menurut Hardjosubroto (1994), seleksi terhadap ternak babi jarang sekali dilakukan secara ilmiah. Seleksi yang biasanya dilakukan oleh para peternak yaitu melalui pemilihan bentuk luar, berat badan dan kadang-kadang jumlah anak sekelahiran dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas ternak babi yang mereka miliki. Selain itu juga dilakukan dengan cara persilangan, bangsa babi yang sering digunakan dalam persilangan adalah bangsa Landrace dan Yorkshire terhadap babi Jawa.

Produksi Anak Babi (Feeder pig)

Sistem produksi anak babi (feeder pig) menghasilkan babi sapihan yang dijual untuk dibesarkan di peternakan yang lain. Upaya tatalaksana yang akan diterapkan meliputi seleksi dan pemeliharaan kelompok, yaitu pada saat kawin, melahirkan, serta pemeliharaan anak yang lahir (Blakely dan Bade, 1991). Selanjutnya dinyatakan bahwa dengan cara ini akan dapat dihasilkan rata-rata 2,2 litter per induk per tahun, dengan jumlah rata-rata 8,5 ekor tiap litter dan berat saat pemasaran sebesar 20 kg atau lebih.

Fase awal (starter) dimulai sejak awal kehidupan pasca lahir sampai penyapihan. Umumnya berlangsung selama dua bulan dihitung semenjak lahir. Pada fase ini merupakan fase paling kritis pada seluruh kehidupan pasca lahir, terutama 3 hari pertama setelah dilahirkan. Terdapat dua periode utama pada fase ini yaitu periode pre starter dan periode starter. Periode pre starter ditandai dengan kebutuhan pakan anak babi (genjik) yang sepenuhnya tergantung pada air susu induk. Periode ini selama 3 minggu. Periode starter ini anak babi sudah dapat memakan pakan selain air susu induk, walaupun pakan tersebut masih dalam bentuk bubur (Cole, 1972).

(7)

Angka kematian pada fase ini sangat tinggi, sebagaimana dilaporkan Noersinggih (1980) bahwa angka kematian anak babi dapat mencapai 22,44%. Sedangkan menurut Hartoko dan Adjisoedarmo (1981) angka kematian anak babi mencapai 14,90%. Sedangkan Wahju dan Dudung (1969) menyatakan bahwa angka kematian anak babi di Indonesia mencapai 30 – 50%.

Program Finishing

Program finishing meliputi pertumbuhan dan finishing bagi babi feeder untuk dipotong. Usaha pembesaran pada program finishing dari berat badan 20 kg menjadi 90 – 100 kg membutuhkan waktu 10 – 13 minggu dengan pakan sebanyak 250 – 350 kg. Konversi pakannya adalah 3,2. Laju pertumbuhan babi menurun setelah tercapai berat badan 100 kg, untuk menghasilkan bobot badan sesudah itu, efisiensinya sangat menurun (Blakely dan Bade, 1991).

Sifat Reproduksi

Babi merupakan ternak poliestrus. Babi betina mempunyai periode birahi setiap 21 hari yaitu antara 19 – 24 hari sepanjang tahun. Babi dara mempunyai periode birahi lebih pendek dari pada babi induk (Williamson dan Payne, 1993). Hanya pada saat babi birahi saja mereka mau menerima pejantan atau dapat dikawinkan.

Lama birahi pada ternak babi berlangsung 1 – 5 hari, atau rata-rata 2 – 3 hari. Gejala birahi akan terulang kembali setiap 21 hari apabila babi tidak bunting setelah dikawinkan. Babi dara hendaknya dikawinkan pertama kali pada umur 6 – 8 bulan dengan berat antara 102 – 113 kg. Perkawinan dilakukan setelah birahi ketiga, sedangkan babi induk dikawinkan kembali pada saat birahi pertama setelah anaknya disapih bila kondisi babi baik. Bila kondisinya kurang baik maka sebaiknya babi dikawinkan kembali setelah birahi ke dua.

Babi pejantan dipakai untuk mengawini pertama kali pada umur 7 – 8 bulan. Pemakaian babi jantan dibawah umur 15 bulan hendaknya tidak lebih dari 25 kali sebulan, sedangkan babi jantan dewasa dapat dipakai sebagai pemacek 20 – 40 kali per bulan (Williamson dan Payne, 1993). Selanjutnya dinyatakan bahwa ratio

(8)

pejantan dengan betina adalah 1 : 50, kecuali jika perkawinan dilakukan secara musiman. Menurut Sihombing (1997), seekor pejantan yunior dapat kawin kandang dengan 8 – 10 ekor babi dara selama satu periode 4 minggu, sedangkan pejantan senior dapat mengawini 10 – 12 ekor.

Untuk meningkatkan efisiensi reproduksi, babi dara harus dikawinkan pada umur dan bobot tubuh yang dicapai lebih dini dari yang lazim dianjurkan pada umur 8 bulan dan berat 114 kg (Sihombing, 1994). Namun demikian dari hasil penelitian di Inggris menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan produktivitas seumur hidup pada babi dara yang dikawinkan pada fase dini dengan yang dikawinkan lebih lambat.

Mortalitas pada periode starter dipengaruhi oleh produksi susu induk, jumlah anak sekelahiran, keseragaman berat lahir, mutu penanganan sebelum hingga setelah beranak sifat keindukan, abnormalitas kelenjar susu, temparamen induk, anak lahir lemah atau cacat sehingga kalah bersaing untuk mendapatkan air susu, infeksi dan defisiensi pakan sebelum dilahirkan sehingga terjadi kuntet (Nugroho dan Whendarto, 1990). Persentase mortalitas babi Duroc, Yorkshire dan Landrace pada minggu pertama adalah berturut-turut sebesar 15,6%, 8,0% dan 8,5% sedangkan persilangan induk Landrace dengan pejantan Yorkshire dan induk Landrace dengan pejantan Yorkshire adalah sebesar 25,6% dan 21,7% (Aritonang, 1988).

Usaha ternak babi menempati urutan ke tiga dalam penyediaan daging setelah ternak unggas dan ternak sapi/kerbau. Pola usaha peternakan babi di Indonesia saat ini sangat bervariasi dari usaha tradisional hingga industri peternakan. Peternakan babi rakyat memelihara hanya beberapa ekor hingga puluhan ekor, sedangkan usaha peternakan yang berbentuk perusahaan memelihara sampai ratusan ekor babi dari berbagai fase pertumbuhan.

Produktivitas merupakan gambaran kemampuan atau daya produksi dan reproduksi dari ternak. Daya produksi dan reproduksi ternak ini dalam perkembangannya dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Kedua faktor tersebut, peranan peternak sangat menentukan dalam pengelolaan ternaknya untuk mencapai produktivitas yang tinggi.

(9)

Kemampuan berproduksi dan reproduksi yang dinilai dari berbagai parameter, berkaitan dengan sifat-sifat karakteristik masing-masing bangsa babi, terutama sifat yang mempunyai arti ekonomis, sehingga sangat perlu dipahami dan dicatat oleh peternak sebagai bahan evaluasi untuk meningkatkan produktivitas ternak babi. Sifat-sifat karakteristik yang menentukan produktivitas babi diantaranya adalah :

 Sifat-sifat penampilan fisik tubuh

 Sifat-sifat penampilan produksi dan reproduksi  Sifat-sifat penampilan karkas

Sifat Penampilan Fisik Tubuh

Bentuk ukuran tubuh

Bentuk ukuran tubuh yang panjang merupakan salah satu alternatif pilihan dalam suatu usaha produksi ternak babi. Ternak yang panjang mengindikasikan adanya ruas tulang belakang jumlahnya lebih banyak, dan ini dapat tercapai apabila babi mendapat fasilitas perawatan yang baik sehingga akan mengalami pertumbuhan yang sempurna. Panjang karkas merupakan salah satu kriteria dalam penilaian kualitas karkas, selain ketebalan lemak punggung dan konformasi bagian-bagian karkas yang meliputi luas penampang loin, tebal ham, picnic dan boston butt.

Lingkar dada dan dalam dada

Lingkar dada yang lebih luas dan dalam dada yang lebih lebar adalah merupakan indikasi dalam suatu seleksi babi. Bentuk dada yang bidang dan lebar memberi kesempatan paru-paru dan jantung berkembang lebih sempurna, sehingga fungsi kedua organ tersebut untuk oksidasi dan metabolisme zat gizi akan maksimal. Hal ini akan dapat meningkatkan produktivitas penampilannya dan berkorelasi positif terhadap pertumbuhan.

Jumlah puting susu

Bentuk ukuran tubuh yang panjang akan memberi peluang adanya puting susu lebih banyak dan posisi puting akan lebih longgar. Dengan demikian anak-anak babi akan cukup mendapatkan tempat pada waktu menyusu sehingga tidak berebutan.

(10)

Ketenangan induk waktu menyusui anaknya akan memacu kelenjar susu untuk mengeluarkan susunya. Produksi susu yang lebih banyak akan memacu pertumbuhan lebih cepat.

Temperamen

Temperamen yang tenang menandakan terwujudnya efisiensi pakan yang lebih baik, produksi susu banyak dan setiap saat mau menyusui anaknya. Induk yang mempunyai sifat keibuan baik, akan lebih banyak menghasilkan anak yang hidup disapih dengan berat badan yang lebih baik.

Sifat Penampilan Produksi dan Reproduksi

Suatu ukuran perkembangan populasi ternak babi yang paling banyak digunakan adalah kemampuan atau daya reproduksi. Kesanggupan penampilan umumnya diukur dari beberapa faktor, diantaranya :

 Jumlah anak yang dilahirkan hidup  Jumlah anak yang disapih

 Angka kematian selama laktasi

 Angka kematian selama masa pertumbuhan.

Sedangkan untuk mengukur penampilan produksi digunakan parameter antar lain :  Berat lahir dan berat sapih

 Laju pertumbuhan

 Efisiensi penggunaan pakan

Daya penampilan produksi dan reproduksi ini dipengaruhi oleh banyak faktor, baik dari segi genetik maupun lingkungan, terutama yang menyangkut sistem perkawinan, lama bunting, produksi susu induk, jumlah anak yang lahir dan disapih, sistem penggunaan pejantan dan seleksi.

Sistem perkawinan

Kawin ganda (double mating) menghasilkan angka kebuntingan (conception rate) 12 – 14% lebih baik dari pada kawin tunggal. Pada induk babi yang dalam masa berahi, ovulasi sel telur tidak terjadi sekaligus atau serentak tetapi terjadi

(11)

berangsur-angsur atau bertangga-tangga. Maka perkawinan ganda akan menghasilkan anak 0,1 ekor lebih banyak pada perkawinan hari pertama dan 0,6 ekor lebih banyak pada perkawinan hari kedua dibandingkan dengan perkawinan tunggal untuk setiap kelahiran. Rotasi pemakaian pejantan unggul tiap tahun akan meningkatkan kualitas produktivitas.

Jumlah susu induk

Jumlah susu yang dihasilkan induk babi berbeda-beda antara bangsa babi yang satu dengan bangsa babi yang lain. Produksi susu induk sangat penting untuk pertumbuhan dan dalam penentuan waktu penyapihan serta dalam pemberian pakan tambahan (creep feeding).

Pengukuran produksi susu induk babi lebih sulit dilakukan dibandingkan dengan ternak sapi. Secara tradisional, pengukuran dapat dilakukan dengan cara menimbang anak babi sebelum dan sesudah selesai menyusu. Selisih berat yang diperoleh merupakan estimasi produksi susu induk setiap kali menyusui. Puncak produksi pada masing-masing induk berbeda menurut bangsa babi, misalnya pada babi Duroc puncak produksi dicapai pada minggu ke tiga, Polland China pada minggu ke empat dan babi Landrace pada minggu ke lima.

Produksi susu induk berkorelasi positif dengan jumlah anak yang disusui, total berat sapih dan berkorelasi negatif terhadap perubahan berat badan induk selama laktasi. Efisiensi produksi susu induk babi cukup tinggi sampai 45%. Efisiensi produksi dipengaruhi oleh suhu lingkungan, kondisi tubuh pada permulaan menyusui dan aras konsumsi energi selama masa menyusui.

Jumlah anak yang lahir dan disapih

Jumlah ovum yang diovulasikan induk babi berkisar 7 – 22 buah. Jumlah ini cenderung meningkat sampai kelahiran ke empat atau ke lima. Dari jumlah tersebut yang berhasil dibuahi dan menjadi embryo 4 – 14 buah. Persentase ovum yang diovulasikan dan menjadi embryo pada umur 25 hari setelah kawin sangat nyata dipengaruhi oleh :

(12)

 Pejantan

 Energi pakan sebelum kawin  Suhu lingkungan.

Pakan yang diberikan pada induk babi sebelum dikawinkan akan mempengaruhi litter size dan kondisi anaknya.

Flushing pada babi dara menjelang dikawinkan (10–14 hari sebelum dikawinkan) akan meningkatkan kuantitas dan kualitas ovum yang diovulasikan.

Kematian embryo sebagian besar terjadi pada permulaan sampai dengan pertengahan masa kebuntingan. Pakan yang kurang memenuhi syarat dan suhu lingkungan yang tinggi akan melemahkan pertumbuhan sampai adanya kematian embryo.

Induk babi yang sudah beranak 2 – 3 kali atau lebih akan memperlihatkan jumlah anak yang dilahirkan dan anak yang disapih lebih banyak dan lebih berat serta lebih efisien dalam penggunaan pakan per kg anak babi yang disapih dibandingkan dengan babi yang pertama kali beranak.

Jumlah anak yang lahir hidup berkisar antara 8 – 10 ekor, sedangkan yang disapih rata-rata 7,5 ekor. Jumlah anak yang dilahirkan ini meningkat dari 8,7 ekor pada kelahiran pertama dan 10,9 ekor pada kelahiran berikutnya sampai dengan kelahiran ke empat serta agak konstan sampai dengan kelahiran ke delapan.

Persentase kematian anak babi sampai umur 8 minggu masih cukup tinggi yaitu 25 – 30%. Hal ini dapat diatasi dengan manajemen yang baik, sehingga persentase kematian dapat diturunkan hingga 15 – 20% dan peternak dapat melakukan penyapihan lebih awal.

Kelebihan dari penyapihan awal :

 Frekuensi beranak per tahun lebih besar  Menghemat biaya pakan induk dan anak  Memperkecil resiko dalam pemeliharaan  Efisiensi tenaga dan peralatan.

(13)

Peternak komersial melakukan penyapihan pada umur 3 – 5 minggu, dengan diberi pakan secara creep feeding pada beberapa hari sebelum dilakukan penyapihan. Hal ini akan membiasakan anak babi dengan pakan konsentrat selain susu induk, sehingga pada waktu disapih tidak mengalami gangguan pencernaan.

Pengaruh suhu terhadap produktivitas ternak babi

Ternak babi sangat peka terhadap suhu lingkungan yang ekstrim. Suhu lingkungan yang ekstrim merupakan salah satu faktor ekonomi yang penting dalam produksi ternak babi. Suhu yang terlalu tinggi maupun terlalu rendah sangat berpengaruh terhadap menurunnya konsumsi pakan, rendahnya pertambahan berat badan dan efisiensi pakan, mudahnya terkena infeksi penyakit dan berakibat kematian.

Suhu yang tinggi dapat menyebabkan kematian pada foetus pada beberapa spesies ternak, tetapi pada induk babi lebih sensitif lagi terjadinya stress dan kematian. Induk babi bunting pada umur kebuntingan 85 hari mengalami suhu ruangan di atas 37,2 oC selama tiga hari berturut-turut, yang akan mengakibatkan menurunnya konsumsi pakan, frekuensi pernapasan dan suhu rektal meningkat.

Kemungkinan yang dapat terjadi pada kondisi tersebut adalah induk babi ada yang dapat bertahan menyesuaikan ke situasi normal, namun ada induk yang mengalami keguguran sampai adanya kematian. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi suhu lingkungan yang tinggi adalah menyemprotkan air ke tubuh induk babi untuk menurunkan suhu tubuh dan menyediakan air minum sepanjang hari.

Suhu lingkungan yang dibutuhkan anak babi yang baru lahir mendekati suhu kritis 30 oC, kemudian menurun 20 – 23 oC untuk babi dengan berat 50 kg dan 17 – 22 oC untuk babi dengan berat sampai 100 kg. Suhu yang ideal untuk babi yang digemukkan adalah 17 – 18 o

(14)

Latihan soal :

1. Sebut dan jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas ternak babi di Indonesia !

2. Jelaskan bagaimana perkembangan dan prospek ternak babi di Indonesia! 3. Jelaskan pengaruh suhu terhadap pertumbuhan ternak babi !

4. Jelaskan keuntungan dari penyapihan awal pada ternak babi !

RANGKUMAN SINGKAT

Pola usaha peternakan babi di Indonesia saat ini sangat bervariasi dari usaha tradisional hingga industri peternakan. Peternakan babi rakyat memelihara hanya beberapa ekor hingga puluhan ekor, sedangkan usaha peternakan yang berbentuk perusahaan memelihara sampai ratusan ekor babi dari berbagai fase pertumbuhan. Sifat-sifat karakteristik yang menentukan produktivitas babi diantaranya adalah :

 Sifat-sifat penampilan fisik tubuh

 Sifat-sifat penampilan produksi dan reproduksi  Sifat-sifat penampilan karkas

Referensi

Dokumen terkait

Performans reproduksi induk babi melalui ovulasi ganda pada babi dara sebelum pengawinan dapat memperbaiki bobot lahir, litter size sapih, dimensi tubuh, produksi air susu induk

limbah ternak babi yang dapat berupa kotoran ternak dan sisa - sisa pakan ternak. yang terbuang.Permasalahan lainnya yang terjadi setelah

Maria erviana kusuma, 2015, Skripsi.Pengaruh dosis pupuk kotoran ternak ayam terhadap pertumbuhan dan produksi rumput brachiaria humudicola pada pemotongan

Biaya total yang dikeluarkan oleh peternak dalam satu tahun usaha adalah sebesar Rp2.028.678,- Secara ringkas besarnya biaya produksi pada usaha ternak babi di Kabupaten

Selanjutnya terhadap pertumbuhan dan produktivitas pada babi tersebut lebih jauh dilaporkan bahwa berat badan akhir babi yang mendapat batang segar dan batang eceng gondok

Data primer dikumpulkan antara lain, karakteristik petani dalam dalam usaha ternak babi berupa, jumlah ternak yang dipelihara, identitas peternak, status usaha, biaya produksi dan biaya