• Tidak ada hasil yang ditemukan

JUTAAN ORANG TANPA IDENTITAS HUKUM DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JUTAAN ORANG TANPA IDENTITAS HUKUM DI INDONESIA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI DASAR AIPJ TENTANG IDENTITAS HUKUM

JUTAAN ORANG

TANPA IDENTITAS HUKUM

DI INDONESIA

(2)

2. HAK

3. DATA

• Data yang lebih baik = luaran pembangunan yang lebih baik bagi anak, laki-laki dan perempuan

• Kecuali sensus yang diadakan 10 tahun sekali, pemerintah belum memiliki data akurat untuk secara efektif mengalokasikan

sumber-sumber daya kesehatan dan pendidikan bagi anak-anak Indonesia yang saat

ini 50-75% di antaranya tidak memiliki akta kelahiran

• Indonesia adalah penandatangan berbagai instrumen internasional yang menjamin hak setiap individu akan identitas hukum • Pada 2013,) Laporan Panel Tingkat Tinggi

Tokoh Terkemuka (High-Level Panel of

Eminent Persons) untuk Agenda

Pembangunan Pasca-2015 mengajukan

usulan tujan - tujuan ke-10:

Memastikan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Kelembagaan yang efektif agar Negara memberikan identitas hukum secara gratis dan universal, seperti pencatatan kelahiran

1. DAMPAK

• Tidak dimilikinya akta kelahiran berkorelasi erat dengan

pernikahan usia anak di Indonesia

Sekolah saat ini cenderung tidak mendukung anak yang

dinikahkan untuk meneruskan pendidikan

• Anak yang punya akta kelahiran memiliki akses lebih baik pada layanan kesehatan

Luaran pendidikan yang lebih baik berkorelasi dengan

dimilikinya akta kelahiran

• Dokumen identitas hukum penting untuk: • Ikut pemilihan umum

Melamar pekerjaan di sektor publik maupun swasta

• Mendapatkan paspor resmi agar pekerja migran lebih

terlindungi

• Mengakses program perlindungan sosial

3 ALASAN IDENTITAS HUKUM PENTING

BAGI PEMBANGUNAN INDONESIA

(3)

Survei Rumah Tangga yang dilakukan oleh PEKKA terhadap lebih dari 320.000 orang di 17 provinsi

Studi kuantitatif cross-sectional di Jawa Barat, NTB, dan NTT serta studi kualitatif di Jawa Barat, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara yang dilakukan PUSKAPA

Analisis data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS)

Analisis data dari penyedia layanan identitas hukum: • Mahkamah Agung RI (Ditjen Badilag dan Badilum) • Kemendagri

• Kemenag

• Kantor/Dinas terkait di 20 kabupaten/kota di Jabar, NTB, NTT, Sulsel dan Sumut

Wawancara mendalam dengan para pemangku kepentingan yang merupakan pengambil kebijakan atau pihak penyedia layanan di 5 provinsi

(Jawa Barat, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara) dan 20 kabupaten/kota yang dilakukan oleh Program Identitas Hukum AIPJ dan PUSKAPA

Studi dasar

mencakup

kegiatan kompilasi

dan analisis data

dari berbagai

sumber dan

studi

menguraikan berbagai tantangan yang dihadapi oleh warga masyarakat, khususnya perempuan miskin, anak-anak rentan, dan penyandang disabilitas, dalam upaya memperoleh akta kelahiran, akta/buku nikah, atau akta cerai di Indonesia memberikan usulan kebijakan strategis serta tanggapan dan pelaksanaan yang dapat diambil untuk mengatasi berbagai kendala dalam upaya memperoleh akta kelahiran, akta/buku nikah, atau akta cerai di Indonesia sebagaimana telah diidentifikasi sebelumnya

memberikan informasi mengapa kepemilikan akta kelahiran merupakan hal yang penting bagi kesejahteraan dan pembangunan sosial anak-anak di Indonesia memberikan informasi mengapa akta/buku nikah dan akta cerai serta berbagai dokumen identitas hukum lainnya merupakan hal penting bagi kesejahteraan dan pembangunan sosial perempuan di Indonesia

Studi ini merupakan studi dasar (baseline study) yang dilakukan di tahun 2012-2013 oleh

AIPJ (Australia Indonesia Partnership for Justice, Kemitraan Australia Indonesia untuk Keadilan) dan merupakan upaya penelitian kolaboratif yang menggabungkan data dan analisis dari berbagai sumber dan studi penelitian yang dilakukan oleh AIPJ dan beberapa organisasi mitra.

Tujuan dan

Metodologi

Studi

• Mahkamah Agung RI, termasuk Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi serta Pengadilan Tinggi Agama

• Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri), termasuk dinas-dinas yang ada di tingkat kabupaten/kota dan provinsi

• Kementrian Agama (Kemenag), termasuk dinas-dinas yang ada di tingkat kabupaten/kota dan provinsi

• Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), dan pemerintah daerah • Pusat Kajian Perlindungan Anak Universitas Indonesia (PUSKAPA) • LSM Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA)

Studi dasar

dilakukan atas

(4)

ANAK TANPA

AKTA KELAHIRAN

di beberapa negara, termasuk Indonesia

dokumen resmi yang menunjukkan status pernikahan

orang tua adalah persyaratan akta kelahiran anak

dengan nama ayah dan nama ibu

akta kelahiran dengan nama kedua orang tua adalah hak anak dan memberikan perlindungan hukum yang lebih (waris, pengasuhan, dll.)

64% orang tua memandang negatif akta kelahiran dengan hanya nama ibu

akta kelahiran Buku/Akta Nikah/Akta Cerai

berbagai persyaratan seperti KTP dan KK juga harus dipenuhi sebelum mengurus akta kelahiran anak

padahal di antara perempuan pada 30% keluarga termiskin, hanya separuhnya yang memiliki KTP

akta kelahiran KTP

47% anak tidak tercatat, secara nasional

75% anak tidak punya

akta kelahiran punya akta/buku nikah55% pasangan tidak

di keluarga

30%

termiskin

anak yang tidak punya akta kelahiran dua kali lipat jumlahnya dibanding di perkotaan

di pedesaan

50% pernikahan tidak tercatat, secara nasional

(5)

keterkaitan ketiadaan identitas hukum dengan

disabilitas

anak dari orang tua yang memiliki disabilitas fisik

5 kali lebih tidak mungkin punya akta kelahiran

ketiadaan identitas hukum

diwariskan lintas generasi

anak dari orang tua yang tidak punya akta kelahiran

3 kali lebih tidak mungkin punya akta kelahiran

anak dari kakek-nenek yang tidak punya akta kelahiran

13 kali lebih tidak mungkin punya akta kelahiran

ketiadaan akta kelahiran

mempengaruhi kesempatan anak

meneruskan pendidikan

saat anak punya akta kelahiran, kemungkinan mereka

meningkat 58% untuk berada di SMP

saat anak punya akta kelahiran, kemungkinan mereka

meningkat 89% untuk berada di SMA

secara nasional tidak ada perbedaan

signifikan kepemilikan akta kelahiran secara gender, tetapi

dampak lebih berat dialami anak perempuan

Akta kelahiran juga merupakan suatu dokumen hukum yang membuktikan usia seseorang, dan selayaknya dapat membantu

mencegah anak dipekerjakan sebagai pekerja anak,

mengalami perdagangan anak, ataupun diperlakukan

(6)

Secara nasional,

29%

atau lebih dari

24 juta

anak di Indonesia tidak memiliki Akta Kelahiran

Di NUSA TENGGARA TIMUR, anak yang tidak memiliki Akta Kelahiran sebesar

51%

atau lebih dari

1

juta anak (SUSENAS 2012)

YANG HIDUP DI DALAM 30% KELUARGA TERMISKIN DI PROPINSINYA

100 ANAK LAKI-LAKI DI NUSA TENGGARA TIMUR

100 ANAK PEREMPUAN DI NUSA TENGGARA TIMUR

Hanya 9 anak memiliki akta kelahiran sebelum berusia 1 tahun. Hanya 47 anak memiliki akta kelahiran sebelum 18 tahun. 6 anak dinikahkan pada usia 18 atau lebih muda. Tidak seorangpun darianak ini punya akta kelahiran.

Sekolah tidak mendukung anak yang telah menikah untuk meneruskan pendidikan 12 tahun. Tidak ada yang tamat sekolah 12 tahun.

3 anak dinikahkan pada usia 17 atau lebih muda. Tidak seorangpun dari anak ini punya akta kelahiran.

Tidak seorang pun yang tamat sekolah 12 tahun

1 anak dinikahkan pada usia 16 atau lebih muda. Tidak ada dari anak ini yang punya akta kelahiran.

Tidak seorangpun tamat pendidikan 12 tahun.

1 anak dinikahkan pada usia 15 atau lebih muda. Tidak seorangpun dari anak ini punya akta kelahiran.

Tidak ada dari anak ini yang tamat pendidikan 12 tahun.

KONVENSI HAK-HAK ANAK

MENGATUR BAHWA SETIAP INDIVIDU

UU Perkawinan (1/1974) menyatakan batas minimum usia menikah

94% pasangan tidak memiliki akta/

60% anak-anak mereka tidak

Anak hanya bisa mendapatkan akta kelahiran dengan nama

Di NTT, orang tua yang tidak

lebih mungkin punya anak tanpa akta kelahiran, menunjukkan

30 perempuan usia 19-29 tahun tamat pendidikan 12 tahun di Indonesia. 6 perempuan dari mereka menikah sebelum usia 18 tahun.1

55 perempuan usia 19-29 tahun hanya bersekolah sampai SD. Hanya 15% perempuan usia 19-29 tahun tanpa akta kelahiran yang bisa tamat pendidikan 12 tahun. 53% perempuan usia 19-29 tahun yang punya akta kelahiran dapat tamat pendidikan 12 tahun.

1Memotret pendidikan tertinggi kelompok 19-29 tahun menunjukkan akses pada pendidikan yang lebih akurat bagi laki-laki dan perempuan. Apabila seluruh populasi di atas 19 tahun dilihat maka angka menjadi semakin kecil karena kebanyakan orang yang lebih tua bahkan tidak tamat SD.

Secara nasional,

29%

atau lebih dari

24 juta

anak di Indonesia tidak memiliki Akta Kelahiran

Di NUSA TENGGARA TIMUR, anak yang tidak memiliki Akta Kelahiran sebesar

51%

atau lebih dari

1

juta anak (SUSENAS 2012)

YANG HIDUP DI DALAM 30% KELUARGA TERMISKIN DI PROPINSINYA

100 ANAK PEREMPUAN DI NUSA TENGGARA TIMUR

Hanya 9 anak memiliki akta kelahiran sebelum berusia 1 tahun. Hanya 47 anak memiliki akta kelahiran sebelum 18 tahun. 6 anak dinikahkan pada usia 18 atau lebih muda. Tidak seorangpun darianak ini punya akta kelahiran.

Sekolah tidak mendukung anak yang telah menikah untuk meneruskan pendidikan 12 tahun. Tidak ada yang tamat sekolah 12 tahun.

3 anak dinikahkan pada usia 17 atau lebih muda. Tidak seorangpun dari anak ini punya akta kelahiran.

Tidak seorang pun yang tamat sekolah 12 tahun

1 anak dinikahkan pada usia 16 atau lebih muda. Tidak ada dari anak ini yang punya akta kelahiran.

Tidak seorangpun tamat pendidikan 12 tahun.

1 anak dinikahkan pada usia 15 atau lebih muda. Tidak seorangpun dari anak ini punya akta kelahiran.

Tidak ada dari anak ini yang tamat pendidikan 12 tahun.

KONVENSI HAK-HAK ANAK

MENGATUR BAHWA SETIAP INDIVIDU

UU Perkawinan (1/1974) menyatakan batas minimum usia menikah

94% pasangan tidak memiliki akta/

60% anak-anak mereka tidak

Anak hanya bisa mendapatkan akta kelahiran dengan nama

Di NTT, orang tua yang tidak

lebih mungkin punya anak tanpa akta kelahiran, menunjukkan

30 perempuan usia 19-29 tahun tamat pendidikan 12 tahun di Indonesia. 6 perempuan dari mereka menikah sebelum usia 18 tahun.1

55 perempuan usia 19-29 tahun hanya bersekolah sampai SD. Hanya 15% perempuan usia 19-29 tahun tanpa akta kelahiran yang bisa tamat pendidikan 12 tahun. 53% perempuan usia 19-29 tahun yang punya akta kelahiran dapat tamat pendidikan 12 tahun.

1Memotret pendidikan tertinggi kelompok 19-29 tahun menunjukkan akses pada pendidikan yang lebih akurat bagi laki-laki dan perempuan. Apabila seluruh populasi di atas 19 tahun dilihat maka angka menjadi semakin kecil karena kebanyakan orang yang lebih tua bahkan tidak tamat SD.

(7)

Secara nasional,

47%

atau lebih dari

40 juta

anak di Indonesia tidak memiliki akta kelahiran apabila turut memasukkan jumlah mereka yang mengaku memiliki akta kelahiran tetapi tidak dapat menunjukkannya

Secara nasional,

64%

anak yang tidak memiliki Akta Kelahiran berasal dari keluarga termiskin

Di NUSA TENGGARA TIMUR, angka tersebut mencapai

68%

atau lebih dari

1,4 juta

anak bila turut memasukkan jumlah mereka yang mengaku memiliki akta kelahiran tetapi tidak dapat menunjukkannya (SUSENAS 2012)

70%

anak yang tidak memiliki akta kelahiran

30%

keluarga termiskin di NUSA TENGGARA TIMUR (PEKKA SPKBK 2012)

YANG HIDUP DI DALAM 30% KELUARGA TERMISKIN DI PROPINSINYA

100 ANAK LAKI-LAKI DI NUSA TENGGARA TIMUR

Hanya 17 anak memiliki akta kelahiran sebelum berusia 1 tahun. Hanya 44 anak memiliki akta kelahiran sebelum 18 tahun. 1 anak dinikahkan pada usia 18 atau lebih muda.

Tidak seorang pun yang dinikahkan pada usia 17 atau lebih muda.

Tidak ada yang dinikahkan pada usia 16 atau lebih muda. Tidak ada yang dinikahkan pada usia 15 atau lebih muda.

26 laki-laki usia 19-29 tahun tamat pendidikan 12 tahun di Indonesia. 1 dari mereka menikah sebelum usia 18 tahun.

58 laki-laki usia 19-29 tahun hanya bersekolah sampai SD.

Hanya 16% laki-laki usia 19-29 tahun tanpa akta kelahiran yang bisa tamat pendidikan 12 tahun. 43% laki-laki usia 19-29 tahun yang punya akta kelahiran dapat tamat pendidikan 12 tahun.

Sumber: PEKKA, Survei Rumah Tangga 2012 dan PUSKAPA-AIPJ, Studi Dasar Identitas Hukum 2013

(DIRATIFIKASI INDONESIA PADA 1990)

DI BAWAH 18 TAHUN ADALAH ANAK.

adalah 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki.

buku nikah dari Capil atau KUA.

memiliki akta kelahiran.

kedua orang tua apabila akta/buku nikah orang tua disertakan.

punya akta kelahiran 2.65 kali

ketiadaan identitas hukum diturunkan lintas generasi

Secara nasional,

47%

atau lebih dari

40 juta

anak di Indonesia tidak memiliki akta kelahiran apabila turut memasukkan jumlah mereka yang mengaku memiliki akta kelahiran tetapi tidak dapat menunjukkannya

Secara nasional,

64%

anak yang tidak memiliki Akta Kelahiran berasal dari keluarga termiskin

Di NUSA TENGGARA TIMUR, angka tersebut mencapai

68%

atau lebih dari

1,4 juta

anak bila turut memasukkan jumlah mereka yang mengaku memiliki akta kelahiran tetapi tidak dapat menunjukkannya (SUSENAS 2012)

70%

anak yang tidak memiliki akta kelahiran

30%

keluarga termiskin di NUSA TENGGARA TIMUR (PEKKA SPKBK 2012)

YANG HIDUP DI DALAM 30% KELUARGA TERMISKIN DI PROPINSINYA

100 ANAK LAKI-LAKI DI NUSA TENGGARA TIMUR

Hanya 9 anak memiliki akta kelahiran sebelum berusia 1 tahun. Hanya 17 anak memiliki akta kelahiran sebelum berusia 1 tahun. Hanya 47 anak memiliki akta kelahiran sebelum 18 tahun. Hanya 44 anak memiliki akta kelahiran sebelum 18 tahun. 6 anak dinikahkan pada usia 18 atau lebih muda. Tidak seorangpun darianak ini punya akta kelahiran.

Sekolah tidak mendukung anak yang telah menikah untuk meneruskan pendidikan 12 tahun. Tidak ada yang tamat sekolah 12 tahun. 1 anak dinikahkan pada usia 18 atau lebih muda.

3 anak dinikahkan pada usia 17 atau lebih muda. Tidak seorangpun dari anak ini punya akta kelahiran.

Tidak seorang pun yang tamat sekolah 12 tahun Tidak seorang pun yang dinikahkan pada usia 17 atau lebih muda.

Tidak ada yang dinikahkan pada usia 16 atau lebih muda. 1 anak dinikahkan pada usia 16 atau lebih muda. Tidak ada dari anak ini yang punya akta kelahiran.

Tidak seorangpun tamat pendidikan 12 tahun.

1 anak dinikahkan pada usia 15 atau lebih muda. Tidak seorangpun dari anak ini punya akta kelahiran.

Tidak ada dari anak ini yang tamat pendidikan 12 tahun. Tidak ada yang dinikahkan pada usia 15 atau lebih muda.

KONVENSI HAK-HAK ANAK

MENGATUR BAHWA SETIAP INDIVIDU

UU Perkawinan (1/1974) menyatakan batas minimum usia menikah

30 perempuan usia 19-29 tahun tamat pendidikan 12 tahun di Indonesia.

6 perempuan dari mereka menikah sebelum usia 18 tahun.1 26 laki-laki usia 19-29 tahun tamat pendidikan 12 tahun di Indonesia. 1 dari mereka menikah sebelum usia 18 tahun.

55 perempuan usia 19-29 tahun hanya bersekolah sampai SD. 58 laki-laki usia 19-29 tahun hanya bersekolah sampai SD. Hanya 15% perempuan usia 19-29 tahun tanpa akta kelahiran yang bisa tamat pendidikan 12 tahun.

53% perempuan usia 19-29 tahun yang punya akta kelahiran dapat tamat pendidikan 12 tahun. Hanya 16% laki-laki usia 19-29 tahun tanpa akta kelahiran yang bisa tamat pendidikan 12 tahun. 43% laki-laki usia 19-29 tahun yang punya akta kelahiran dapat tamat pendidikan 12 tahun.

Sumber: PEKKA, Survei Rumah Tangga 2012 dan PUSKAPA-AIPJ, Studi Dasar Identitas Hukum 2013

(DIRATIFIKASI INDONESIA PADA 1990)

DI BAWAH 18 TAHUN ADALAH ANAK.

adalah 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki.

buku nikah dari Capil atau KUA.

memiliki akta kelahiran.

kedua orang tua apabila akta/buku nikah orang tua disertakan.

punya akta kelahiran 2.65 kali

(8)

Tabel 1. Angka dan Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang Tidak Memiliki Akta Kelahiran di NTT (SUSENAS)

SUSENAS 2012 menunjukkan bahwa dari 2.136.255 anak usia 0-17 tahun di Nusa Tenggara Timur, 51% diantaranya tidak memiliki akta kelahiran. Angka tersebut meningkat hingga 68% jika turut memasukkan jumlah mereka yang mengaku memiliki akta kelahiran tapi tidak dapat menunjukkannya. Sementara itu, di tingkat kabupaten angka tersebut cukup bervariasi.

Di Kabupaten Belu jumlah anak yang tidak memiliki akta kelahiran dan mengaku memiliki tetapi tidak dapat menunjukkannya mencapai 76% dari total populasi anak di tahun 2012. Sementara itu di Kabupaten Timor Tengah Utara data tersebut mencapai 85%, di Kabupaten Manggarai Timur 79% anak, dan di Kabupaten Sumba Barat Daya tercatat sebesar 90%. SUSENAS menanyakan perihal kepemilikan Akta Kelahiran pada penduduk usia 0-17 tahun dengan pilihan jawaban:

i) Punya dan bisa menunjukkan

ii) Punya tapi tidak bisa menunjukkan

iii) Tidak Punya iv) Tidak Tahu

Studi Dasar yang dilakukan PUSKAPA dan AIPJ pada 2013 menunjukkan bahwa 73% dari mereka yang menjawab “Punya tapi tidak bisa menunjukkan” pada akhirnya mengaku tidak

pernah memiliki dokumen tersebut.

Di bawah ini menunjukkan persentase kepemilikan akta kelahiran anak usia 0-17 tahun (SUSENAS 2012) yang (i) memiliki akta kelahiran, (ii) tidak memiliki akta kelahiran dan (iii) tidak memiliki dan mengaku memiliki tetapi tidak dapat menunjukkan dokumen.

KEPEMILIKAN

Memiliki

Akta Kelahiran Tidak MemilikiAkta Kelahiran

Tidak Memiliki + Mengaku Memiliki Tetapi Tidak Bisa Menunjukkan Akta Kelahiran

Sumber: SUSENAS 2012

32%

51%

68%

Persentase Kepemilikan Akta Kelahiran Anak Provinsi NTT Tahun 2012 Kabupaten/Kota Tahun 2011 2012 2011 (%) 2012 (%) Tidak Memiliki Tidak Memiliki + Mengaku Me-bisa tunjukkan dokumen Tidak Memiliki Tidak Memiliki + Mengaku Me-bisa tunjukkan dokumen Tidak Memiliki Tidak Memiliki + Mengaku Me-bisa tunjukkan dokumen Tidak Memiliki Tidak Memiliki + Mengaku Me-bisa tunjukkan dokumen Belu 107,524 130,675 109,931 129,321 65% 79% 65% 76% Manggarai Timur 92,367 101,167 80,938 96,074 81% 88% 66% 79% Sumba Barat Daya 122,481 132,444 125,741 139,648 83% 90% 81% 90% Timor Tengah Utara 75,539 81,621 75,169 87,700 76% 82% 73% 85% Sumba Barat 37,226 45,989 37,774 49,671 68% 84% 67% 88% Sumba Timur 60,214 79,771 64,274 83,691 60% 79% 61% 80% Kupang 61,557 71,404 49,473 66,897 46% 54% 38% 51% Timor Tengah Selatan 149,964 166,360 143,244 170,525 77% 85% 73% 86% Alor 41,605 56,004 31,918 47,987 50% 68% 37% 56% Lembata 24,483 30,701 27,626 32,528 48% 61% 53% 63% Flores Timur 28,584 36,500 31,306 40,974 29% 36% 31% 41% Sikka 35,342 85,241 33,841 58,838 29% 71% 28% 48% Ende 52,991 75,092 52,727 75,981 50% 71% 50% 72% Ngada 19,723 36,801 16,247 30,928 32% 59% 26% 49% Manggarai 74,317 96,562 45,324 83,536 52% 68% 31% 58% Rote Ndao 28,432 35,201 23,964 30,698 56% 69% 43% 55% Manggarai Barat 43,953 62,079 45,426 78,310 42% 59% 41% 71% Sumba Tengah 19,549 26,762 24,734 27,609 65% 89% 81% 90% Nagekeo 30,965 47,688 26,046 39,524 57% 87% 46% 70% Sabu Raijua 14,731 20,514 16,031 20,751 43% 60% 38% 49% Kupang 23,556 66,442 13,479 48,566 17% 48% 11% 39% Total 1,145,103 1,485,018 1,075,213 1,439,757 55% 71% 51% 69%

(9)

ANGKA KELAHIRAN DAN

AKTA KELAHIRAN

1Anak usia 1 hari sampai dengan 1 tahun kurang satu hari

Jumlah Kelahiran Hidup di Nusa Tenggara Timur pada tahun 2011 mencapai 118.719 anak. Jika data tersebut dibandingkan

dengan data estimasi jumlah anak di bawah 1 tahun1 yang memiliki dan dapat menunjukkan akta kelahiran pada tahun 2012, maka

cakupan kepemilikan akta kelahiran di Nusa Tenggara Timur pada 2012 adalah sebesar 10%. Pada tahun berikutnya angka cakupan tersebut meningkat menjadi 11%.

Apabila turut memasukkan jumlah anak yang mengaku memiliki akta kelahiran tetapi tidak dapat menunjukkannya, maka cakupan ini meningkat menjadi 15%. Pada tahun berikutnya angka cakupan tersebut meningkat menjadi 20%.

Estimasi Jumlah Kelahiran Hidup di NTT Tahun 2011

Estimasi Jumlah anak usia di bawah 1 tahun yang memiliki akta kelahiran dan dapat menunjukkan dokumen + mengaku memiliki tetapi

tidak dapat menunjukkan dokumen di NTT Tahun 2012

Estimasi Jumlah anak usia di bawah 1 tahun yang memiliki akta kelahiran dan dapat menunjukkan dokumen + mengaku memiliki tetapi

tidak dapat menunjukkan dokumen di NTT Tahun 2013

Cakupan

118.719

17.546

23.714

15%

20%

Estimasi Jumlah Kelahiran Hidup

di NTT Tahun 2012 Cakupan

121.030

Data Estimasi Jumlah Kelahiran Hidup: PUSDATIN Kementerian Kesehatan Data Estimasi Jumlah Kepemilikan Akta Kalahiran: SUSENAS

Estimasi Jumlah Kelahiran Hidup

di NTT Tahun 2011 kelahiran dan dapat menunjukkan dokumen di NTT Tahun 2012Estimasi jumlah anak usia di bawah 1 tahun yang memiliki akta

Estimasi jumlah anak usia di bawah 1 tahun yang memiliki akta kelahiran dan dapat menunjukkan dokumen di NTT Tahun 2013

Cakupan

118.719

11.372

12.819

10%

11%

Estimasi Jumlah Kelahiran Hidup

di NTT Tahun 2012 Cakupan

121.030

Data Estimasi Jumlah Kelahiran Hidup: PUSDATIN Kementerian Kesehatan Data Estimasi Jumlah Kepemilikan Akta Kalahiran: SUSENAS

(10)

KEMISKINAN

Data nasional menunjukkan bahwa hidup dalam kemiskinan menurunkan peluang seseorang memiliki dokumen identitas hukum, termasuk akta kelahiran. Data di Nusa Tenggara Timur menunjukkan bahwa 65% anak yang tidak memiliki akta kelahiran,

adalah mereka yang hidup di keluarga termiskin (Q1). Sementara itu, hanya 1% Anak di keluarga terkaya (Q5) yang tidak memiliki akta kelahiran.

Persentase Anak Tanpa Akta Kelahiran

Berdasarkan Kuintil Sosial Ekonomi Rumah Tangga

Provinsi Nusa Tenggara Timur

(SUSENAS 2012)

Q1

Q2

Q3

Q4

Q5

20% termiskin

20% terkaya

(11)

Tabel 3. Angka dan Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang Tidak Memiliki Akta Kelahiran + Mengaku Memiliki

Tetapi Tidak Bisa Menunjukkan Dokumen Berdasarkan Gender di Nusa Tenggara Barat (SUSENAS 2012)

Tabel 2. Angka dan Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang Tidak Memiliki Akta Kelahiran Berdasarkan Gender

di Nusa Tenggara Timur (SUSENAS 2012)

Data nasional menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan berdasarkan gender antara anak laki-laki dan anak perempuan dalam kepemilikan akta kelahiran. Hal

yang sama juga terjadi di Nusa Tenggara Timur.

Pada tahun 2012, jumlah anak laki-laki dan perempuan yang

GENDER

tidak memiliki akta kelahiran di Nusa Tenggara Timur relatif sama yaitu masing-masing sebesar 50%.

Sementara jumlah anak laki-laki dan perempuan yang tidak memiliki akta kelahiran dan mengaku memiliki tetapi tidak dapat menunjukkannyamasing-masing sebesar 67%.

Kabupaten/Kota Laki-laki Perempuan Selisih rasio akta kelahiran L - P Populasi -miliki Akta Kela-hiran + Mengaku

Memiliki Tetapi Tidak Bisa

Tunjuk-kan Dokumen

Proporsi terhadap

populasi Populasi

-miliki Akta Kela-hiran + Mengaku

Memiliki Tetapi Tidak Bisa Tunjuk-kan Dokumen Proporsi terhadap populasi Belu 88,091 66,948 76% 81,933 62,374 76% 0% Manggarai Timur 62,195 48,797 78% 60,343 47,278 78% 0%

Sumba Barat Daya 80,929 72,435 90% 74,589 67,212 90% -1%

Timor Tengah Utara 52,286 44,897 86% 50,781 42,804 84% 2%

Alor 43,940 24,517 56% 41,508 23,470 57% -1% Ende 54,303 40,020 74% 51,387 35,960 70% 4% Flores Timur 52,412 21,234 41% 47,731 19,740 41% -1% Kupang 67,860 36,363 54% 62,669 30,534 49% 5% Kupang 65,090 24,839 38% 61,057 23,727 39% -1% Lembata 26,728 16,357 61% 25,026 16,170 65% -3% Manggarai 73,291 43,833 60% 70,885 39,704 56% 4% Manggarai Barat 56,887 40,832 72% 53,793 37,477 70% 2% Nagekeo 28,977 20,303 70% 27,415 19,221 70% 0% Ngada 32,569 15,441 47% 30,748 15,487 50% -3% Rote Ndao 27,972 14,836 53% 28,024 15,862 57% -4% Sabu Raijua 21,800 10,487 48% 20,655 10,263 50% -2% Sikka 62,751 29,464 47% 59,739 29,374 49% -2% Sumba Barat 29,099 26,087 90% 27,184 23,584 87% 3% Sumba Tengah 15,892 14,129 89% 14,751 13,480 91% -2% Sumba Timur 55,010 43,761 80% 50,237 39,930 79% 0% Timor Tengah Selatan 100,483 84,244 84% 97,230 86,282 89% -5% Total 1,098,565 739,824 67% 1,037,685 699,933 67% 0% Kabupaten/Kota

Laki-laki Perempuan Selisih rasio

akta kelahiran L - P Populasi memiliki akta

kelahiran

Proporsi terhadap

populasi Populasi memiliki akta kelahiran

Proporsi terhadap populasi

Belu 88,091 58,528 66% 81,933 51,403 63% 3%

Manggarai Timur 62,195 40,723 65% 60,343 40,215 67% -2%

Sumba Barat Daya 80,929 66,934 83% 74,589 58,808 79% 4%

Timor Tengah Utara 52,286 38,411 73% 50,781 36,758 72% 1%

Alor 43,940 16,680 38% 41,508 15,238 37% 1% Ende 54,303 27,291 50% 51,387 25,436 50% 0% Flores Timur 52,412 16,708 32% 47,731 14,598 31% 1% Kupang 67,860 26,344 39% 62,669 23,129 37% 2% Kupang 65,090 5,972 9% 61,057 7,507 12% 4% Lembata 26,728 13,628 51% 25,026 13,998 56% -5% Manggarai 73,291 24,679 34% 70,885 20,646 29% 5% Manggarai Barat 56,887 23,963 42% 53,793 21,463 40% 2% Nagekeo 28,977 13,000 45% 27,415 13,046 48% -3% Ngada 32,569 8,077 25% 30,748 8,170 27% -2% Rote Ndao 27,972 11,737 42% 28,024 12,227 44% -2% Sabu Raijua 21,800 8,078 37% 20,655 7,953 39% -2% Sikka 62,751 16,152 26% 59,739 17,689 30% -4% Sumba Barat 29,099 19,809 68% 27,184 17,965 66% 2% Sumba Tengah 15,892 12,527 79% 14,751 12,207 83% -4% Sumba Timur 55,010 33,464 61% 50,237 30,810 61% 0% Timor Tengah Selatan 100,483 69,193 69% 97,230 74,051 76% -7% Total 1,098,565 551,898 50% 1,037,685 523,317 50% 0%

(12)

Tabel 4. Angka dan Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang Tidak Memiliki Akta Kelahiran

Berdasarkan Wilayah di Nusa Tenggara Timur (SUSENAS 2012)

Tabel 5. Angka dan Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang Tidak Memiliki Akta Kelahiran + Mengaku Memiliki

Tetapi Tidak Bisa Tunjukkan

Berdasarkan Wilayah di Nusa Tenggara Timur (SUSENAS 2012) Data nasional menunjukkan adanya kesenjangan hingga dua kali lipat antara jumlah anak-anak di perkotaan yang memiliki akta kelahiran dibandingkan dengan mereka yang berada di wilayah pedesaan. Kesenjangan kepemilikan akta kelahiran antara wilayah perkotaan dan pedesaan juga terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Pada tahun 2012, jumlah anak yang tidak memiliki akta kelahiran di wilayah perkotaan tercatat sebesar 22%.

Sementara itu jumlah anak yang tidak memiliki akta kelahiran di wilayah pedesaan mencapai 57%.

Jika turut memasukkan jumlah anak yang mengaku memiliki akta kelahiran tetapi tidak dapat menunjukkan, maka presentase tersebut meningkat hingga 51% di wilayah perkotaan. Sementara di wilayah pedesaan, data tersebut mencapai 71%.

AKSES

Kabupaten/Kota

Kota Desa Populasi Anak

di Kota Jumlah Anak Tanpa Akta Kelahiran di Kota

Proporsi terhadap populasi

Populasi Anak

di Desa Jumlah Anak Tanpa Akta Kelahiran di Kota

Proporsi terhadap populasi

Belu 34,053 14,924 44% 135,971 95,007 70%

Manggarai Timur - - - 122,538 80,938 66%

Sumba Barat Daya 9,459 6,220 66% 146,059 119,521 82%

Timor Tengah Utara 10,643 3,084 29% 92,424 72,085 78%

Alor 18,477 2,784 15% 66,971 29,134 44% Ende 35,834 9,814 27% 69,857 42,913 61% Flores Timur 19,117 2,438 13% 81,026 28,868 36% Kupang 3,784 1,320 35% 126,746 48,153 38% Kupang 118,292 12,830 11% 7,855 648 8% Lembata 9,041 3,291 36% 42,713 24,335 57% Manggarai 34,424 8,943 26% 109,753 36,382 33% Manggarai Barat 7,739 1,911 25% 102,941 43,514 42% Nagekeo - - - 56,392 26,046 46% Ngada 8,050 816 10% 55,267 15,431 28% Rote Ndao 3,406 259 8% 52,590 23,705 45% Sabu Raijua 1,549 382 25% 40,907 15,649 38% Sikka 22,510 1,601 7% 99,981 32,240 32% Sumba Barat 10,242 4,027 39% 46,041 33,747 73% Sumba Tengah - - - 30,643 24,734 81% Sumba Timur 24,130 5,489 23% 81,117 58,785 72%

Timor Tengah Selatan 16,555 4,626 28% 181,158 138,619 77%

Total 387,305 84,759 22% 1,748,950 990,454 57%

Kabupaten/Kota

Kota Desa Populasi Anak

di Kota

Jumlah Anak Tanpa Akta Kelahiran+Mengaku Memiliki Tapi Tidak Bisa

Tunjukkan Dokumen Proporsi terhadap populasi Populasi Anak di Desa

Jumlah Anak Tanpa Akta Kelahiran+Mengaku Memiliki Tapi Tidak Bisa

Tunjukkan Dokumen Proporsi terhadap populasi Belu 34,053 20,329 60% 135,971 108,992 80% Manggarai Timur - 0 122,538 96,075 78%

Sumba Barat Daya 9,459 9,459 100% 146,059 130,189 89%

Timor Tengah Utara 10,643 3,504 33% 92,424 84,197 91%

Alor 18,477 4,387 24% 66,971 43,600 65% Ende 35,834 21,906 61% 69,857 54,075 77% Flores Timur 19,117 4,865 25% 81,026 36,108 45% Kupang 3,784 1,320 35% 126,746 65,577 52% Kupang 118,292 47,299 40% 7,855 1,267 16% Lembata 9,041 5,386 60% 42,713 27,142 64% Manggarai 34,424 26,704 78% 109,753 56,833 52% Manggarai Barat 7,739 6,418 83% 102,941 71,892 70% Nagekeo - 0 56,392 39,525 70% Ngada 8,050 1,203 15% 55,267 29,726 54% Rote Ndao 3,406 259 8% 52,590 30,439 58% Sabu Raijua 1,549 1,027 66% 40,907 19,724 48% Sikka 22,510 7,355 33% 99,981 51,483 51% Sumba Barat 10,242 7,125 70% 46,041 42,546 92% Sumba Tengah - 0 30,643 27,609 90% Sumba Timur 24,130 15,912 66% 81,117 67,779 84%

Timor Tengah Selatan 16,555 11,272 68% 181,158 159,254 88%

(13)

SECARA NASIONAL

ALASAN ORANG TIDAK

MEMILIKI IDENTITAS HUKUM

Terlalu mahal

41%

Lokasi layanan terlalu jauh

15%

Tidak tahu caranya memperoleh dokumen identitas hukum

12%

Proses terlalu rumit

9%

Di Nusa Tenggara Barat,

94% pasangan dari rumah tangga

termiskin tidak memiliki akta/buku nikah.

60% anak-anak mereka tidak memiliki akta kelahiran

Alasan terbesar di NTT adalah:

Jika orang tua tidak memiliki akta/buku nikah, maka mereka harus

berurusan

dengan 3 lembaga berbeda untuk bisa mendapatkan akta kelahiran anak mereka

dengan nama ayah dan ibu:

1.Pengadilan untuk mengesahkan perkawinan

2.KUA atau Disdukcapil untuk mencatat dan menerbitkan akta/buku nikah

3.Disdukcapil untuk mencatat dan menerbitkan akta kelahiran

(14)

Mempermudah persyaratan yang non diskriminatif dan menghapuskan denda dan biaya administratif. Meski

penerapan denda keterlambatan di dalam sebuah sistem administrasi kependudukan dianggap dapat mendorong masyarakat agar mengurus tepat waktu, hal ini hanya akan terjadi sistem yang ada sudah menjangkau 95% populasi. Bukti juga menunjukkan bahwa sebagian besar orang tidak punya dokumen identitas hukum adalah bukan karena tidak mau, tetapi karena hambatan finansial akibat jarak yang jauh atau biaya memenuhi persyaratan yang ada. Oleh karena itu, pengenaan denda menjadi tidak sesuai bahkan bertentangan dengan permasalahannya. Denda harus disikapi dengan beberapa opsi sebagai berikut:

a. Untuk pelayanan terpadu (Yandu) agar diberlakukan kebijakan khusus bahwa denda administratif tidak diberlakukan. Hal ini sejalan dengan tujuan Yandu yang adalah menjangkau masyarakat yang selama ini sulit memperoleh dokumen kependudukan dan identitas hukum karena hambatan biaya dan akses.

b. Untuk secara selektif tidak memberlakukan denda pada masyarakat tidak mampu sesuai dengan program Pemerintah untuk mengurangi kemiskinan. Ketidakmampuan ini dapat ditunjukkan dengan dokumen: Surat Keterangan Tunjangan Sosial seperti Kartu Keluarga Miskin (KKM), Kartu Jaminan kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Kartu Beras Miskin (Raskin), Kartu Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Bantuan Langsung Tunai (BLT), Kartu Perlindungan Sosial (KPS), atau dokumen lainnya yang yang berkaitan dengan daftar penduduk miskin dalam basis data terpadu pemerintah atau yang dikeluarkan oleh instansi lain yang berwenang untuk memberikan keterangan tidak mampu; atau Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang dikeluarkan oleh Kepala Desa/Lurah/Kepala wilayah setempat.

c. Untuk meninjau kembali dan mencabut Perda menyangkut denda administratif dan pungutan atau retribusi yang berkaitan.

Perjanjian internasional dan regional yang ditandatangani Indonesia menyatakan bahwa yang Akta Kelahiran universal wajib mencantumkan nama individu, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, serta nama kedua orangtua yang diketahui. Mengingat hanya separuh pernikahan di Indonesia yang tercatat, dan untuk penduduk

miskin bahkan kurang dari separuh, maka harus disediakan alternatif yang lebih mudah, sama-sama berkekuatan hukum dan secara standar diterapkan agar nama ayah dan ibu dicantumkan dalam akta kelahiran tanpa diskriminasi terhadap anak.

Melakukan layanan keliling untuk memperkecil jarak layanan dengan masyarakat dan membuat layanan terpadu agar proses yang semula rumit dan melibatkan 3 instansi dapat dipermudah dan 3 instansi dapat diakses masyarakat secara bersamaan (dalam hal ini adalah pelayanan terpadu pengesahan perkawinan di

Pengadilan, pencatatan nikah dan penerbitan buku nikah, serta pencatatan kelahiran dan penerbitan akta kelahiran pada waktu yang bersamaan di lokasi yang sama di Kecamatan atau Desa.

Mengalokasikan sumber daya daerah dan menguatkan kerjasama lintas sektor untuk penyebarluasan informasi mengenai identitas hukum, pelaksanaan layanan identitas hukum dan pelayanan keliling dan terpadu. Diperlukan adanya kolaborasi yang lebih besar antara berbagai lembaga pemerintah dalam memberikan

akta kelahiran bagi anak, dan bila perlu, akta/buku nikah bagi orang tua mereka, termasuk melalui: (i) bidan/tenaga kesehatan yang terlibat membantu persalinan, (ii) guru yang terlibat dalam program pendidikan anak usia dini (PAUD), (iii) guru di sekolah dasar, (iv) fasilitator/pendamping yang terlibat dalam program-program pembangunan sosial di tingkat desa seperti misalnya PNPM Generasi yang kegiatannya turut mencakup anak-anak putus sekolah, anak-anak dan orang dewasa yang menyandang disabilitas serta kelompok rentan lainnya, dan (v) para pejabat yang terkait dengan anak-anak yang tinggal di panti asuhan dan tempat-tempat penahanan.

Sejalan dengan UU Keterbukaan Informasi Publik (UU No 14 tahun 2008), Mahkamah Agung, Kemendagri dan Kemenag harus terus mempublikasikan laporan tahunan tentang kinerja kelembagaan yang menguraikan layanan publik apa saja yang telah diberikan. Laporan tahunan ini idealnya memasukkan informasi berupa data

terpilah berdasarkan usia, jenis kelamin, dan status disabilitas orang yang memperoleh dokumen identitas hukum, serta data terpilah berdasarkan kabupaten/kota. Dalam satu dasawarsa terakhir, Peradilan Agama telah mengembangkan sistem manajemen perkara secara elektronik untuk mengumpulkan data dari 359 Pengadilan Agama dan 29 Pengadilan Tinggi Agama di seluruh Indonesia. Informasi ini dapat dilihat oleh masyarakat secara daring (dalam-jaringan, online) melalui www.badilag.net dan www.infoperkara.badilag.net. Peradilan Umum juga telah memiliki sistem manajemen perkara secara elektronik untuk mengumpulkan data dari 350 Pengadilan Negeri dan 30 Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia. Informasi manajemen perkara ini dapat dilihat dalam bentuk agregat oleh staf Mahkamah Agung RI.

Temuan utama dan rekomendasi selengkapnya dapat dibaca di Laporan Studi Dasar Identitas Hukum “Jutaan Orang Tanpa Identitas Hukum di Indonesia” (DFAT, PEKKA and PUSKAPA 2014).

Laporan tersebut dapat diunduh melalui: http://bit.ly/1eyBeLf

(15)

Studi dasar AIPJ tentang Identitas Hukum dikoordinir dan ditulis oleh:

Cate Sumner, Penasihat Utama AIPJ, Program Identitas Hukum Santi Kusumaningrum, Co-Director, PUSKAPA UI

Tim Peneliti dan Analisis: Tim Identitas Hukum AIPJ

Wahyu Widiana, Penasihat Senior AIPJ, Program Identitas Hukum Hilda Suherman, Koordinator, Program Identitas Hukum Cate Sumner, Penasihat Utama AIPJ, Program Identitas Hukum

Tim Peneliti PUSKAPA

Dipimpin oleh: Santi Kusumaningrum (Co-Director) Irwanto Rahmadi Wenny Wandasari Putu Duff Michelle Jackson Mas’ud Suharti Azhar Zaini Ahmad Abdan Syakur Mahmudah Kalla Fauziah Tiaida Rama Adiputra Prisilia Riski Craig Spencer Mackenzie Lawrence W.S. Libby Ratuarat Noldi Todu Hungu Emanuel Suban Wujon Timoriyani Samauna Relisius Hayon Berkhman Gromang Firkan Maulana Harriz Jati Bahrul Fuad Matt MacFarlane Lilith Pope ILah Asti Januarti Raita Kurniadewi Ary Bariyaldi Gunawan Ni Luh Putu Maitra Agastya Muhammad Jaedi

Tim Peneliti PEKKA

Dipimpin oleh: Nani Zulminarni (Koordinator Nasional) Kodar Tri Wusananingsih (Koordinator Program) Tim Sekretariat Nasional PEKKA

Tim Sekretariat Daerah PEKKA Tim SMERU

Tim Peradilan Keluarga Australia

Leisha Lister, Executive Advisor

William Crawford, Statistical Services Unit

(16)

Gambar

Tabel 1. Angka dan Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang Tidak Memiliki Akta Kelahiran di NTT (SUSENAS)SUSENAS 2012 menunjukkan bahwa dari 2.136.255 anak usia
Tabel 3. Angka dan Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang Tidak Memiliki Akta Kelahiran + Mengaku Memiliki  Tetapi Tidak Bisa Menunjukkan Dokumen Berdasarkan Gender di Nusa Tenggara Barat (SUSENAS 2012) Tabel 2
Tabel 5. Angka dan Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang Tidak Memiliki Akta Kelahiran + Mengaku Memiliki  Tetapi Tidak Bisa Tunjukkan

Referensi

Dokumen terkait

Etika merupakan suatu ilmu yang membahas perbuatan baik dan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia.Dan etika profesi terdapat suatu kesadaran

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis untuk lebih mengetahui dan mengidentifikasi secara mendalam mengenai pengaruh pendapatan PAD, belanja

∗ Setelah 6-12 jam terlihat gejala birahi, sapi induk dibawa dan diikat ke kandang kawin yang dapat dibuat dari besi atau kayu, kemudian didatangkan pejantan yang dituntun oleh

Valbury Asia Securities or their respective employees and agents makes any representation or warranty or accepts any responsibility or liability as to, or in relation to, the

Sumber: Data primer penelitian (2016) Berdasarkan Gambar di atas dapat dilihat bahwa lamun yang memiliki tingkat petutupan yang tertinggi dari seluruh jenis lamun

Salah satu penyebab pencemaran dalam kegiatan budidaya tambak, terutama untuk budidaya tambak intensif dan semi intensif adalah melimpahnya buangan limbah cair organik yang dibuang

Penelitian tentang pengaruh antara Kepemilikan Asing terhadap Transparansi Informasi telah banyak dilakukan diantaranya: Haniffa & Cooke (2002), Sari, dkk (2010), yang

Batik printing dibuat menggunakan motif pabrikan, yaitu motif batik yang telah dicetak secara otomatis. Dalam pengerjaannya, batik printing tidak membutuhkan metode dasar