• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara komitmen terhadap organisasi dengan kualitas pelayanan kesehatan pada petugas paramedis perawatan di RSUD Wirosaban - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Hubungan antara komitmen terhadap organisasi dengan kualitas pelayanan kesehatan pada petugas paramedis perawatan di RSUD Wirosaban - USD Repository"

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh : Diyah Anggraeni NIM : 029114070

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

HUBUNGAN ANTARA KOMITMEN TERHADAP ORGANISASI DENGAN KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN PADA PETUGAS

PARAMEDIS PERAWATAN DI RSUD. WIROSABAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh : Diyah Anggraeni NIM : 029114070

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2007

(3)
(4)
(5)

HALAMAN PERSEMBAHAN

When the times of my life seem ever so dark, I turn to the Lord. He comforts my

heart, his love and His Grace fill my every need and his promise trough Jesus

makes my life complete

Dedicated for :

• Tuhan Yesus Kristus yang selalu melimpahkan nikmat karunia di dalam

kehidupanku.

• Keluarga besar Antonius Sukirman • Keluarga Bapak R. Sarwono • Tante Florentina dan Om Ganis • My beloved person Abang Rinto

(6)

HALAMAN MOTTO

Barang siapa yang tidak tahu apa-apa, tentu tidak mencintai apapun, barang siapa tidak berbuat apa-apa, tentu juga tidak mengerti apaun. Dan barang siapa tidak mengerti apa-apa adalah tidak berguana. Tetapi barang siapa mengerti dan mencintai, mengamati, melihat….. Makin banyak pengetahuan yang melekat pada sesuatu, makin besar ia, makin besar pula cinta…….Barang siapa menganggap bahwa semuabuah-buahan menjadi matang bersamaan

dengan matangnya buah strawberry, berarti ia tidak tahu apa-apa tentang buah anggur.

Paracelcus

(7)
(8)

ABSTRAK

Diyah Anggraeni (2007). Hubungan Antara Komitmen Organisasi Dengan Kualitas Pelayanan Kesehatan Pada Petugas Paramedis Perawatan RSUD. Wirosaban Yogyakarta: Jurusan Psikologi, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang positif antara komponen-komponen dalam komitmen organisasi dengan kualitas pelayanan kesehatan pada petugas paramedis perawatan RSUD. Wirosaban Yogyakarta. Penelitian ini memiliki hipotesis yang berbunyi: (1) Ada hubungan yang positif antara komitmen afektif dengan kualitas pelayanan kesehatan pada petugas paramedis perawatan RSUD. Wirosaban Yogyakarta; (2) Ada hubungan yang positif antara komitmen kontinuitas dengan kualitas pelayanan kesehatan pada petugas paramedis perawatan RSUD. Wirosaban Yogyakarta; (3) Ada hubungan yang positif antara komitmen normatif dengan kualitas pelayanan kesehatan pada petugas paremedis perawatan RSUD. Wirosaban Yogyakarta. Subjek yang dipakai dalam penelitian ini adalah petugas paramedis perawatan RSUD. Worosaban Yogyakarta yang berstatus pegawai tetap dengan jumlah subjek penelitian sebanyak 70 orang.

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data ialah dengan menggunakan skala yang terdiri atas skala kualitas pelayanan kesehatan dan komitmen organisasi. Koefisien reliabilitas untuk skala kualitas pelayanan kesehatan sebesar 0,904, komitmen afektif adalah sebesar 0,800, untuk komitmen kontinuitas adalah sebesar 0,641, untuk komitmen normatif adalah sebesar 0,523. Untuk mengetahui hubungan antara komponen-komponen dalam komitmen organisasi dengan kualitas pelayanan kesehatan pada petugas paramedis perawatan RSUD. Wirosaban Yogyakarta digunakan teknik korelasi product moment pearson dan tehnik korelasi spearman brown. Secara lebih rinci untuk mengetahui hubungan antara komitmen afektif dengan kualitas pelayanan kesehatan menggunakan tehnik korelasi spearman brown. Sedangkan untuk mengetahui hubungan antara komitmen kontinuitas dengan komitmen normatif dengan kualitas pelayanan kesehatan menggunakan tehnik korelasi product moment pearson.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa: (1) Ada hubungan yang positif antara komitmen afektif dengan kualitas pelayanan kesehatan pada petugas paramedis perawatan RSUD. Wirosaban Yogyakarta, koefisien korelasi yang didapat sebesar 0,265 dengan p=0,026, p<0,05 (2) Tidak ada hubungan positif yang signifikan antara komitmen kontinuitas dengan kualitas pelayanan kesehatan pada petugas paramedis RSUD Wirosaban Yogyakarta, koefisien korelasi yang didapat sebesar -0,035 dengan p=0,776, p> 0,05 (3) Tidak ada hubungan positif yang signifikan antara komitmen normatif dengan kualitas pelayanan kesehatan pada petugas paramedis perawatan RSUD. Wirosaban Yogyakarta, koefisien korelasi yang didapat sebesar 0,226 dengan p=0,060, p>0,05.

(9)

ABSTRACT

Diyah Anggraeni (2007). The Relationship Between Oganization Commitment and Health Service Quality On Medical Care Officer Of RSUD. Wirosaban Yogyakarta : Deparment Of Psychology, Faculty Of Psychology, Sanata Dharma University.

The objective of the research is to find out wheather there is a positive relationship between each component of commitment organization and health service quality on medical care officer of RSUD. Wirosaban Yogyakarta. The hypotesis are : (1) There is a significant positive relation between affective commitment and health service quality on medical care officer of RSUD. Wirosaban Yogyakarta; (2) There is a significant positive relation between continuance commitment and health service quality on medical care officer of RSUD. Wirosaban Yogyakarta; (3) There is a significant positive relation between normative commitment and health service quality on medical care officer of RSUD. Wirosaban Yogyakarta. The subjects being used in research are the medical care officer or RSUD. Wirosaban Yogyakarta was full time official medical care. In addition, there are 70 people becoming the subject of the research.

The method used to collect data is by using scale, organization commitment and health service quality scale. The reliability coefficient of health service quality is 0,904; scale for affective commitment is 0,800, for continuance commitment is 0,641, for normative commitment is 0,523 The writer has been using pearson’s product moment correlation and spearman’s brown correlation in order to find out the relationship between each component of organization commitment and health service quality.

The result show, (1) there is a significant positive relationship between affective commitment and health service quality on medical care officer of RSUD, Wirosaban Yogyakarta r=0,266, p=0,026 P< 0,05 (2) there is non significant positive relationship between continuance commitment and health service quality on medical care officer of RSUD. Wirosaban Yogyakarta r =-0,035, p = 0,776 p > 0,05, (3) there is non significant positive relationship between normative commitment and health service quality on medical care officer of RSUD. Wirosaban Yogyakrta r = 0,226, p=0,060 p > 0,05.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Bapa di surga atas segala rahmat, kasih setia, karunia

dan terang roh kudusnya yang dilimpahkan, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penelitian ini merupakan suatu korelasi

pada para petugas paramedis perawatan sebagai subjek penelitian yang diajukan

untuk memnuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan

dan dorongan dari berbagai pihak sehingga karya ini dapat terwujud. Untuk itu

dalam kesempatan ini ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak

yaitu:

1. Bapak. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

2. Bapak Minto Istana, S.Psi., M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang

selalu memberi motivasi dan selalu sabar dalam membimbing penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Titik Kristiyani, S.Psi dan Ibu A. Tanti Arini, S.Psi, M.Si. selaku dosen

pembimbing akademik yang telah banyak membimbing dan mendampingi

penulis dalam studi.

4. Bapak dan ibu dosen yang dengan sabar memberikan ilmunya kepada penulis.

5. Ibu Nanik, Mas Gandung, Pak Gik di sekretariat Fakultas Psikologi yang telah

banyak membantu selama masa kuliah.

6. Kedua orang tua saya yang selalu memberi semangat. Terima kasih atas segala

kesabaran dan pengertiannya selama ini.

7. RSUD Wirosaban, Bapak Dr. Mulyo Hartana, Sp. PD, selaku direktur rumah

sakit, Mba Siti, Pak Timur selaku staf diklat yang sudah sangat membantu

penulis selama penelitian dan seluruh petugas paramedis perawatan yang telah

bersedia meluangkan waktu untuk mengisi skala.

8. Mba Deny, sahabat yang selalu ada dalam suka maupun duka, terima kasih

karena tidak bosan menanyakan kapan aku lulus.

(11)

9. Keluarga besar R. Sarwono yang telah membantu baik moril maupun materiil

selama saya studi.

10.Mbak Atun dan Mbak Rina yang selalu membantu mengotak-atik komputer.

11.My beloved “Abang Rinto yang selalu ada buatku melalui doamu, supportmu,

kebaikanmu, kesabaranmu,…..and specially your love……you’re my shoulder

to cry and my strenght to go……….

12.Keluarga Bapak. Ganis terima kasih atas dukungannya selama ini.

13.Sahabat-sahabatku Irna, Ria, Dewi, Sari, Phita, Siska, terimakasih atas doa

dan semangatnya.

14.Semua pihak yang tidak dapt disebutkan satu persatu, yang turut membantu

sehingga skripsi ini dapat selesai.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena

itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat melengkapi skripsi ini.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak

yang membutuhkannya, terutama bagi pembaca dan untuk kemajuan ilmu

pengetahuan.

Yogyakarta, Agustus 2007

Penulis

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pelayanan Kesehatan ... 11

1. Pengertian Pelayanan Kesehatan ... 11

2. Kualitas Pelayanan Kesehatan ... 13

3. Aspek-Aspek Kualitas Pelayanan Kesehatan ... 16

(13)

4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan ... 19

5. Profesi Pelayanan Rumah Sakit ... 22

B. Komitmen Organisasi ... 23

1. Pengertian Komitmen Organisasi ... 23

2. Jenis-Jenis Komitmen Organisasi ... 26

3. Peran Penting Komitmen Organisasi ... 31

C. Dinamika Hubungan Antara Komitmen Organisasi Dengan Kualitas Pelayanan Kesehatan ... 32

D. Hipotesis Penelitian ... 37

E. Kerangka Pemikiran ... 38

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 39

B. Variabel Penelitian ... 39

C. Definisi Operasional ... 40

1. Komitmen Organisasi ... 40

2. Kualitas Pelayanan Kesehatan ... 41

D. Subjek Penelitian ... 42

E. Alat Pengumpulan Data ... 43

F. Validitas dan Reliabilitas ... 50

1. Validitas ... 51

2. Analisis Aitem ... 51

3. Reliabilitas ... 52

G. Analisis Data ... 52

(14)

BAB IV. PERSIAPAN, PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

A. Persiapan Penelitian ... 54

B. Pelaksanaan Penelitian ... 55

C. Orientasi Kancah ... 55

D. Deskripsi Subjek Penelitian ... 56

E. Hasil Uji Coba dan Penelitian ... 57

1. Uji Kesahihan Aitem ... 58

2. Uji Validitas ... 63

3. Uji Reliabilitas ... 63

F. Analisis Data Hasil Penelitian ... 64

1. Uji Asumsi ... 64

2. Uji Hipotesis ... 67

G. Deskripsi Data Penelitian ... 71

H. Pembahasan ... 74

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 82

B. Saran………... 82

DAFTAR PUSTAKA

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel.1 : Sebaran aitem skala kualitas pelayanan kesehatan ... 45

Tabel.2 : Sebaran aitem skala kualitas pelayanan kesehatan ... 47

Tabel.3 : Sebaran aitem skala komitmen terhadap organisasi ... 49

Tabel.4 : Sebaran aitem skala komitmen terhadap organisasi ... 50

Tabel.5 : Jumlah subjek tiap bangsal perawatan ... 57

Tabel.6 : Sebaran aitem skala kualitas pelayanan kesehatan setelah uji coba ... 59

Tabel.7 : Sebaran aitem skala kualitas pelayanan kesehatan setelah uji coba ... 60

Tabel.8 : Sebaran aitem skala komitmen organisasi setelah uji coba ... 62

Tabel.9 : Sebaran aitem skala komitmen organisasi setelah uji coba ... 62

Tabel.10 : One Sample Kolmogrov Smirnov ... 64

Tabel.11 : Uji linearitas kualitas pelayanan kesehatan dengan komitmen afektif ... 65

Tabel.12 : Uji linearitas kualitas pelayanan kesehatan dengan komitmen kontinuitas ... 66

Tabel.13 : Uji linearitas kualitas pelayanan kesehatan dengan komitmen normatif... 66

Tabel.14 : Uji hipotesis komitmen afektif dengan kualitas pelayanan kesehatan ... 67

(16)

Tabel.15 : Uji hipotesis komitmen kontinuitas dengan kualitas

pelayanan kesehatan ... 68

Tabel.16 : Uji hipotesis komitmen normatif dengan kualitas pelayanan kesehatan ... 70

Tabel.17 : Deskripsi skor penelitian teoritis ... 71

Tabel.18 : Deskripsi skor penelitian empiris... 72

Tabel.19 : Deskripsi data penelitian berdasarkan masa kerja ... 73

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A : Skala Penelitian ... 84

Lampiran B : Uji Validitas dan Reliabilitas ... 85

Lampiran C : Uji Normalitas dan Linearitas ... 100

Lampiran D : Uji Hipotesis ... 105

Lampiran E : Deskripsi Data Penelitian ... 106

Lampiran F : Data Penelitian ... 115

Lampiran G : Ijin Penelitian ... 116

(18)

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi memberikan

peluang bagi masyarakat untuk memperoleh informasi atau pengetahuan yang

seluas-luasnya, tidak terkecuali di bidang pelayanan kesehatan. Akibatnya

masyarakat menjadi semakin tahu dan mampu menilai baik-buruknya suatu

pelayanan kesehatan. Di samping itu masyarakat juga mulai menyadari akan

pentingnya kesehatan. Perubahan pola piker ini membuat masyarakat menjadi

kritis sehingga terkadang muncul keraguan, ketidakpuasan terhadap pelayanan

kesehatan.

Dampak nyata tersebut memunculkan tuntutan masyarakat tentang

peningkatan dan profesionalisme yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan. Di

samping itu peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan

membuat para pengguna jasa pelayanan kesehatan atau pasien tidak lagi merasa

puas dengan ungkapan seorang dokter yang mengatakan bahwa “dirinyalah yang

paling tahu tentang kesehatan si pasien”. Pasien menuntut pula informasi yang

jelas tentang kondisi kesehatannya dan kecenderungannya yang akan datang

(Wijono,1997). Oleh karena itu lembaga pelayanan kesehatan secara keseluruhan

diharapkan senantiasa menjaga kualitas pelayanannya yang dipandang dari sudut

pandang pemberi jasa pelayanan dan penerima jasa pelayanan kesehatan.

(19)

Dewasa ini banyak sekali muncul permasalahan-permasalahan masyarakat

yang berkaitan dengan buruknya kualitas pelayanan kesehatan. Pasien-pasien

yang menjadi pengguna jasa banyak mengeluhkan kurangnya komunikasi yang

baik antara staf rumah sakit dengan pasien dalam hal diagnosis, prosedur medis,

maupun prognosa (Tylor dalam Smet, 1994). Keluhan umum lainnya adalah

bahwa pasien merasa diperlakukan seolah-olah mereka tidak ada atau individu

yang tergantung pada peran dokter tanpa bisa mendapatkan akses yang

seluas-luasnya tentang informasi medis (Sarafino dalam Smet, 1994). Kondisi ini muncul

karena adanya stigma dalam masyarakat bahwa petugas pelayanan kesehatan

adalah pihak yang paling tahu atas kepentingan pasien. Disamping itu banyak

terjadi variasi dalam praktek pelayanan kesehatan yang tidak layak atau tidak

dapat dibenarkan, misalnya permintaan tes diagnostik secara berlebihan,

peningkatan pemakaian prosedur-prosedur yang berbahaya dan pemberian

pengobatan yang tidak tepat. Variasi dalam praktek ini mengakibatkan penyediaan

pelayanan menjadi semakin komplek, membingungkan dan rawan terjadi

kesalahan (Murti, 2003). Munculnya berbagai permasalahan tersebut semakin

jelas menggambarkan fenomena perawatan medis yang cukup memprihatinkan

selama ini.

Wardono (2004), menambahkan bahwa pengelolaan pelayanan kesehatan

umumnya masih lemah dan masyarakat tidak menggunakan berbagai fasilitas

kesehatan secara efisien. Hal ini karena, sistem pelayanan yang ada selama ini

(20)

harapan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas

masih belum bisa terlaksana.

Sebuah survei pelayanan kesehatan di kota Yogyakarta semakin

mempertegas ketidakpuasan masyarakat akan pelayanan kesehatan. Menurut

survei yang melibatkan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) sebagai responden,

menyebutkan bahwa pelayanan di rumah sakit ini belum memuaskan.

Berdasarkan survei tersebut diketahui bahwa prosedur pelayanan dokter masih

dianggap belum memuaskan karena komunikasi dokter dengan pasien relatif

singkat (Kedaulatan Rakyat, 12 Maret 2006).

Berbagai permasalahan atau kasus yang muncul dalam bidang pelayanan

kesehatan menuntut masyarakat pengguna maupun penyedia jasa pelayanan untuk

memahami kembali hakikat pelayanan kesehatan. Pada dasarnya pelayanan

kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau

bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,

mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan

perseorangan, keluarga, kelompok, dan ataupun masyarakat (Saiffudin, 2002).

Sedangkan pelayanan kesehatan yang berkualitas berarti tingkat kesempurnaan

pelayanan kesehatan yang disatu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap

pasien sesuai dengan kepuasan rata-rata penduduk dan di lain pihak merupakan

kesesuaian antara tata cara penyelenggaraan pelayanan dengan kode etik dan

standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan (Azwar, 1994).

Peran pelayanan kesehatan yang berkualitas sangat berguna bagi

(21)

mengatasi masalah secara tepat sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi

ataupun standar yang telah ditetapkan serta tercapainya derajat kesehatan

masyarakat. Disamping itu pelayanan kesehatan yang berkualitas memberikan

dampak pada pencegahan pemborosan biaya akibat diagnosa ataupun

pemeriksaan-pemeriksaan yang seharusnya tidak penting untuk dilakukan, serta

dapat memberikan kepuasan bagi pemberi pelayanan maupun penerima

pelayanan.

Sedangkan pelayanan kesehatan yang buruk dapat memuculkan peluang

terjadinya berbagai efek samping (side effect) karena penggunaan berbagai ilmu

dan kemajuan teknologi kedokteran yang kurang tepat dalam penerapannya,

seperti munculnya kasus-kasus malpraktek. Selain itu kebutuhan dan tuntutan

kesehatan masyarakat tidak akan mengalami peningkatan, karena mereka sudah

merasa kecewa dengan pelayanan yang ada (Saiffudin, 2002). Pendapat tentang

dampak dari kualitas pelayanan yang buruk juga dikemukakan oleh Effendi

(1988), yang menyatakan bahwa kualitas pelayanan yang buruk akan

mengakibatkan ketimpangan dan akses pelayanan kesehatan hanya baik untuk

kelompok-kelompok masyarakat tertentu saja.

Rumah Sakit Umum Daerah sebagai wujud pelayanan kesehatan publik

diharapkan mampu berpartisipasi secara optimal untuk mewujudkan visi-misi

“Indonesia sehat 2010” dengan mengurangi peluang munculnya permasalahan

kesehatan akibat kualitas pelayanan yang buruk. Pada instansi atau organisasi

rumah sakit yang memberikan jasa pelayanan kesehatan ini, petugas pelayanan

(22)

menjadikan para petugas pelayanan kesehatan berada pada posisi yang crusial di

instansi tempatnya bekerja. Artinya para petugas pelayanan kesehatan ini,

khususnya tenaga paramedis perawatan yakni perawat dan bidan diharapkan

mampu memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan harapan pengguna

jasanya, sehingga mereka merasa dihargai sebagai individu yang menuntut

diperlakukan secara manusiawi.

Kualitas sumber daya manusia khususnya di rumah sakit perlu

ditingkatkan agar semakin maju, mandiri dan sejahtera yang pada gilirannya dapat

pula meningkatkan produktivitas di era persaingan bebas saat ini. Sejalan dengan

visi Departemen Kesehatan” Indonesia sehat 2010” maka salah satu strategi yang

harus dilakukan adalah meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit secara

profesional, sehingga masyarakat Indonesia memiliki kemampuan untuk

menjangkau pelayanan kesehatan secara adil dan merata. Oleh karena itu seluruh

jajaran pekerja di rumah sakit mulai dari pimpinan, tenaga medis, perawat dan

tenaga non medis merupakan subjek yang harus peduli dan tanggap terhadap

kualitas pelayanan jasa (Djoyosugito, 2001).

Suatu organisasi yang secara sadar melangkah ke arah perbaikan kualitas

akan menghadapi tantangan dalam menciptakan suatu lingkungan yang

mendukung perubahan dalam sikap, perilaku, dan proses dalam rangka

menciptakan produk yang berkualitas secara konsisten. Kualitas rumah sakit

sebagai organisasi kerja sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, adapun faktor

yang paling dominan adalah sumber daya manusia (Kreitner & Kinicki, 1992).

(23)

faktor seperti pendidikan, ketrampilan, gizi, kesehatan, tingkat penghasilan,

jaminan sosial, lingkungan dan iklim kerja, teknologi, dan motivasi. Selain itu

sumber daya manusia yang tangguh berkualitas dituntut untuk memiliki komitmen

organisasi yang tinggi. Komitmen organisasi diperlukan sebagai salah satu

indikator kinerja karyawan. Karyawan-karyawan dengan komitmen tinggi

diharapkan akan memperlihatkan kinerja yang optimal.

Strategi profesional untuk meningkatkan mutu atau kualitas pelayanan

kesehatan akan juga tergantung pada kepemimpinan suatu organisasi atau

birokrasi pemerintah yang menciptakan suatu lingkungan yang mengirimkan

pesan-pesan yang sangat kuat ke seluruh organisasi. Pesan ini menyampaikan

serangkaian nilai inti dan komitmen yang mempengaruhi angkatan kerja untuk

secara terus menerus memperbaiki atau meningkatkan kinerja organisasi. Maka

jelaslah bahwa komitmen terhadap organisasi memberikan dampak terhadap

outcome organisasi. Berkaitan dengan komitmen organisasi tersebut, organisasi

dipandang perlu memahami pentingnya komitmen organisasi terutama pada

perusahaan-perusahaan non profit yang skala gajinya tidak kompetitif

(Muchinsky,1987).

Kajian mutu pelayanan yang terkait dengan komitmen juga disampaikan

oleh Morgan (dalam Kotler,1994), bahwa pelayanan yang bermutu menuntut

adanya komitmen karyawan yang menyeluruh. Artinya, seorang karyawan dalam

memberikan pelayanan akan melibatkan faktor eksternal maupun internal dalam

dirinya. Komitmen ini dapat tumbuh jika terjadi kesepakatan yang adil antara

(24)

karyawan untuk bekerja dengan baik dan meningkatkan daya saing organisasinya.

Yudhawati (2005) dalam studinya tentang hubungan antara persepsi gaya

kepemimpinan tranformasional, transaksional, dan komitmen organisasional

dengan mutu pelayanan pramuniga Matahari Dept. Store Magelang, menyebutkan

bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara persepsi dan gaya

kepemimpinan transformasional dan mutu pelayanan, dan komitmen

organisasional dengan mutu pelayanan.

Menurut Allen & Mayer (1997), bahwa komitmen organisasi yang turut

mendukung outcome organisasi bukanlah merupakan satu konstruk, tetapi terdiri

atas tiga komponen penyusun. Komponen ini meliputi refleksi orientasi perasaan

terhadap organisasi (Affective Commitment), pertimbangan untung rugi jika

meninggalkan organisasi (Continuance Commitment), dimensi moral terhadap

organisasi (Normatif Commitment). Komitmen afektif mengarah pada ikatan

emosional terhadap organisasi, identifikasi nilai, terlibat dan menikmati

keanggotaannya di dalam organisasi tersebut. Komitmen kontinuitas mengarah

pada kecenderungan untuk terlibat dalam aktivitas organisasi yang didasarkan

pada kebutuhan rasional atau pertimbangan atas apa yang harus dikorbankan bila

karyawan akan menetap di organisasi. Sedangkan komitmen normatif merupakan

perasaan wajib yang ada pada diri karyawan untuk tetap tinggal di dalam

organisasi atas dasar norma yang ada dalam diri karyawan. Dengan demikian,

ketiga komponen komitmen organisasi menjelaskan sifat hubungan antara

(25)

mempunyai dimensi psikologis, hasil kinerja dan antesenden yang berbeda-beda,

serta berdiri sendiri satu dengan yang lainnya.

Komitmen organisasi ini merupakan dimensi penting yang digunakan

untuk mengevaluasi kekuatan para pekerja untuk bertahan pada suatu perusahaan.

Komitmen ini juga dapat menguatkan kemampuan karyawan dalam melaksanakan

kewajiban pekerjaannya dengan sebaik-baiknya, bukan untuk kepentingan sendiri,

tetapi untuk pelanggan dan organisasi (Setiadi, 2002). Dengan demikian karyawan

akan memunculkan kinerja atau pelayanan yang baik demi terlaksananya visi dan

misi organisasi tempat mereka bekerja. Selain itu dengan komitmen yang kuat

akan menimbulkan hal-hal positif, yaitu terjaganya kekayaan intelektual

organisasi dan dimanfaatkannya kekayaan intelektual yang optimal.

Berbagai alasan tersebut diatas mendorong penulis untuk mengkaji

kembali akan pentingnya penelitian mengenai komitmen organisasi terhadap

kualitas pelayanan kesehatan yang ditampilkan oleh Rumah Sakit Umum Daerah

(RSUD). Melalui kajian tersebut diharapkan dapat mengungkap pentingnya

komitmen organisasi pada kualitas pelayanan kesehatan yang akan berguna bagi

kebijaksanaan pelayanan kesehatan publik.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dirumuskan masalah berikut ini.

”Apakah secara empirik ada hubungan komponen-komponen dalam komitmen

(26)

perawatan di RSUD. Wirosaban?“ Secara lebih rinci masalah yang ingin diteliti

adalah:

1. Apakah ada hubungan antara komitmen afektif dengan kualitas pelayanan

kesehatan pada petugas paramedis perawatan RSUD. Wirosaban?

2. Apakah ada hubungan antara komitmen kontinuitas dengan kualitas pelayanan

kesehatan pada petugas paramedis perawatan RSUD. Wirosaban?

3. Apakah ada hubungan antara komitmen normatif dengan kualitas pelayanan

kesehatan pada petugas paramedis perawatan RSUD. Wirosaban?

C. Tujuan Penilitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana hubungan

komponen – komponen dalam komitmen organisasi dengan kualitas pelayanan

yang ditampilkan oleh petugas paramedis perawatan di RSUD. Wirosaban. Secara

lebih rinci tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Hubungan antara komitmen afektif dengan kualitas pelayanan kesehatan pada

petugas paramedis perawatan RSUD. Wirosaban

2. Hubungan antara komitmen kontinuitas dengan kualitas pelayanan kesehatan

pada petugas paramedis perawatan RSUD. Wirosaban

3. Hubungan antara komitmen normatif dengan kualitas pelayanan kesehatan

(27)

D. Manfaat Penelitian 1. Secara Praktis

a. Bagi para pembuat kebijakan pelayanan kesehatan di lingkup rumah

sakit, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi

penyempurnaan kebijakan pelayanan kesehatan di RSUD Wirosaban

demi terciptanya pelayanan yang lebih baik di masa mendatang

b. Bagi pelaku organisasi di lingkup rumah sakit, hasil penelitian ini

dapat memberikan referensi dalam upaya memajukan organisasi yang

sehat dan berkualitas melalui pengelolaan komitmen petugas

pelayanan kesehatan terhadap organisasi.

2. Secara Teoritis

a. Bagi perkembangan psikologi industri dan organisasi, hasil penelitian

ini dapat menjadi salah satu acuan atau referensi dalam

mengembangkan studi tentang komitmen organisasi dalam pelayanan

publik.

b. Bagi pihak-pihak terkait atau para praktisi pelayanan kesehatan

kesehatan publik, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan

pengetahuan yang berguna untuk memperkaya konsep-konsep tentang

komitmen organisasi dan kualitas pelayanan kesehatan publik dalam

(28)

A. Pelayanan Kesehatan

1. Pengertian Pelayanan Kesehatan

Masyarakat Indonesia yang semakin kritis, semakin menuntut

perbaikan pelayanan publik di berbagai sektor kehidupan bangsa, salah

satunya adalah pelayanan kesehatan. Pada umumnya masyarakat

memaknai pelayanan kesehatan sebagai setiap pemberian jasa di bidang

kesehatan baik yang bersifat mencegah atau menyembuhkan penyakit oleh

dokter, bidan maupun rumah sakit.

Saiffudin (2002) mendefinisikan pelayanan kesehatan sebagai setiap

upaya yang diselenggarakan secara sendiri-sendiri atau bersama-sama

dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,

mencegah, dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan

perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat. Definisi yang

serupa, dikemukakan oleh Banta dalam Cookfair (1989) yang

menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan adalah aktivitas dan pelayanan

kemasyarakatan yang dirancang untuk melindungi atau memulihkan

kesehatan individu, keluarga, kelompok, atau komunitas.

Berbeda dengan kedua tokoh tersebut, Lumenta (1989) memperjelas

unsur interaksi antara ahli pelayanan kesehatan dengan individu yang

membutuhkan. Menurutnya pelayanan kesehatan adalah kegiatan

(29)

makrososial yang berlaku antara pranata atau lembaga dengan suatu

populasi tertentu, masyarakat dan atau komunitas. Definisi ini mencakup

aktivitas tentang pelayanan medis, yakni segala upaya dan kegiatan

pencegahan dan pengobatan penyakit, peningkatan dan pemulihan

kesehatan yang dilaksanakan atas dasar hubungan individual antara ahli

pelayanan medis dengan individu yang membutuhkan. Definisi senada

dijabarkan oleh Departemen Kesehatan RI yang menyebutkan bahwa,

pelayanan kesehatan merupakan suatu upaya atau kegiatan pencegahan

dan pengobatan penyakit, semua upaya dan kegiatan peningkatan dan

pemulihan kesehatan yang dilaksanakan antara para ahli pelayanan medis

dan individu yang membutuhkan (Depkes RI, 1988).

Hodgetts dan Cascio dalam (Azwar,1996) membedakan bentuk dan

jenis pelayanan menjadi 2 macam, yaitu pelayanan institusional atau

individual dan pelayanan kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan jenis

institusional atau individual ditandai dengan cara pengorganisasian yang

bersifat sendiri atau bersama-sama dalam satu organisasi. Bentuk

pelayanan ini untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan

dengan sasaran utama perseorangan dan keluarga. Berbeda dengan

pelayanan institusional, pelayanan kesehatan masyarakat ditandai dengan

cara pengorganisasian secara bersama-sama dalam satu organisasi. Bentuk

pelayanan ini untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat

(30)

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut diatas, dapat disimpulkan

bahwa pelayanan kesehatan adalah setiap upaya atau kegiatan yang

dilakukan oleh petugas pelayanan kesehatan untuk mencegah, memulihkan

penyakit, serta menjaga dan meningkatkan kesehatan dengan sasaran

individu, kelompok, keluarga, maupun masyarakat.

2. Kualitas Pelayanan Kesehatan

Setiap lembaga pelayanan kesehatan selalu berupaya untuk

memberikan pelayanan yang terbaik dan berkualitas. Meskipun demikian,

upaya yang diberikan oleh pihak penyelenggara pelayanan kesehatan

terkadang berbenturan dengan persepsi masyarakat pengguna jasa.

Akibatnya pelayanan yang berkualitas sukar untuk diupayakan. Oleh

karena itu penyelenggara pelayanan kesehatan perlu memahami pelayanan

kesehatan yang berkualitas. Pemahaman tentang kualitas pelayanan

kesehatan menjadi langkah awal yang penting untuk dikaji secara

berkelanjutan untuk memberikan kepuasan kepada pasien, petugas profesi

kesehatan, manajer kesehatan maupun pemilik institusi kesehatan.

Pengertian kualitas pelayanan kesehatan adalah tingkat

kesempurnaan pelayanan kesehatan yang disatu pihak dapat menimbulkan

kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan kepuasan rata-rata penduduk

dan dilain pihak merupakan kesesuaian antara tata cara penyelenggaraan

pelayanan dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah

(31)

persyaratan minimal yakni keadaan minimal yang harus dipenuhi untuk

dapat menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu. Ada

3 komponen standar pelayanan minimal yaitu; a) standar masukan,

meliputi jenis, jumlah, kualifikasi tenaga pelaksana, jenis dan jumlah dan

spesifikasi sarana; b) standar lingkungan berupa garis-garis besar

kebijakan, pola organisasi serta sistem manajemen yang harus dipatuhi

oleh setiap pelaksana pelayanan kesehatan; c) standar proses terkait

dengan tindakan medis dan non medis. Sedangkan standar penampilan

minimal yakni penampilan pelayanan kesehatan yang masih dapat diterima

oleh publik dan mengarah pada unsur keluaran.

Definisi yang lebih luas dikemukakan oleh Sugiyanto (1999), yaitu

mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan rumah

sakit untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan

kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan

dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit

secara wajar, efisien, efektif, serta diberikan secara aman dan memuaskan

sesuai dengan norma, etika hukum dan sosial budaya dengan

memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah maupun

masyarakat konsumen.

Berbeda dengan pemahaman kualitas pelayanan yang diberikan oleh

tokoh-tokoh diatas yang lebih menekankan pada pemenuhan kebutuhan

(32)

pemahaman tentang kualitas pelayanan kesehatan yang ditinjau dari

berbagai sudut pandang yaitu :

a. Pasien dan masyarakat, kualitas pelayanan berarti ketanggapan petugas

dalam memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi dengan

pasien, keprihatinan serta keramahtamahan petugas dalam melayani

pasien dan atau kesembuhan penyakit yang sedang diderita pasien.

b. Petugas kesehatan, kualitas pelayanan kesehatan berarti kesesuaian

pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan perkembangan ilmu

dan teknologi mutakhir dan atau otonomi profesi dalam

menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan

pasien.

c. Manajer atau administrator, kualitas pelayanan kesehatan yaitu

efisiensi pemakaian sumber dana, kewajaran pembiayaan, dan atau

kemampuan menekan beban biaya operasional.

Sedangkan Donabedian (1980), yang mendasari pemahamannya

dengan nilai-nilai etika dan tradisi profesi kesehatan, mendefinisikan

kualitas pelayanan kesehatan sebagai suatu pelayanan yang diharapkan

untuk memaksimalkan suatu ukuran yang inklusif demi kesejahteraan

pasien serta keseimbangan antara keuntungan yang diraih dan kerugian

yang semuanya merupakan penyelesaian proses atau hasil dari pelayanan

di seluruh bagian-bagian.

Bertolak dari uraian diatas, kualitas pelayanan kesehatan merupakan

(33)

kepuasan bagi pasien atau masyarakat konsumen dan sesuai dengan tata

cara penyelenggaraan pelayanan, kode etik, serta standar pelayanan profesi

yang telah ditetapkan, tanpa mengabaikan kebutuhan para pengguna

pelayanan maupun pihak penyelenggara jasa pelayanan kesehatan.

3. Aspek-Aspek Kualitas Pelayanan Kesehatan

Dalam teori tentang atribut pelayanan kesehatan diperoleh

karakteristik, ciri-ciri, serta dimensi teoritik yang membentuk atribut

pelayanan kesehatan dan menjadi dasar perumusan indikator perilaku yang

operasional. Menurut Zeithaml, Berry dan Parasuraman (1998),

mengemukakan bahwa kualitas pelayanan terdiri atas lima dimensi pokok

yaitu:

a. Reliabilitas; berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk

memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat

kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu

yang disepakati.

b. Daya tanggap; berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para

karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan

mereka, serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan

kemudian memberikan jasa secara cepat.

c. Jaminan; yaitu perilaku karyawan dapat menumbuhkan kepercayaan

pelanggan terhadap perusahaan dan perusahaan bisa menciptakan rasa

(34)

karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan

ketrampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau

masalah pelanggan.

d. Empati; yakni perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan

bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian

personal kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang

nyaman.

e. Bukti fisik; berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan

dan material yang digunakan oleh perusahaan, serta penampilan

karyawan.

Program menjaga kualitas pelayanan memang membutuhkan

pemahaman dari berbagai aspek. Brown dalam (Wijono,1997)

menjabarkan aspek pelayanan menjadi 8 (delapan) aspek yaitu:

a. Kompetensi teknis, yaitu kemampuan, ketrampilan dan penampilan

petugas, manajer, dan staf pendukung untuk mengikuti standar

pelayanan yang telah ditetapkan dalam hal kepatuhan, ketepatan,

kebenaran dan konsistensi pelayanan kesehatan.

b. Akses terhadap pelayanan, yakni kemudahan masyarakat untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan tanpa terhalangi oleh kondisi

geografis, sosial, ekonomi, budaya, organisasi atau hambatan bahasa.

c. Efektivitas, yaitu sejauhmana prosedur pelayanan yang diberikan oleh

petugas sesuai dengan norma pelayanan kesehatan, petunjuk klinis dan

(35)

d. Hubungan antar manusia, berkaitan dengan kualitas interaksi antara

petugas dan pasien, manajer dan petugas, serta antara tim kesehatan

dengan masyarakat.

e. Efisiensi, yakni optimalisasi daya dan upaya yang dimiliki oleh

petugas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan hasil pelayanan yang

baik.

f. Kelangsungan pelayanan, berarti klien atau pasien akan menerima

pelayanan lengkap sesuai dengan kebutuhan tanpa mengulangi

prosedur diagnosa dan terapi yang tidak perlu.

g. Keamanan, yakni mengurangi resiko cidera, infeksi, atau bahaya lain

yang berkaitan dengan pelayanan.

h. Kenyamanan, berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang tidak

berhubungan langsung dengan efektivitas klinis, seperti penampilan

fisik dari fasilitas kesehatan yang disediakan, personil dan peralatan

medis maupun non medis.

Berdasarkan dua pendekatan tersebut, dapat dilihat bahwa untuk

menilai kualitas pelayanan bersifat multi dimensi. Dimensi penilaian

tersebut dapat digolongkan menjadi kompetensi penyelenggara pelayanan

kesehatan, keamanan pelayanan, hubungan antar manusia, penampilan

fisik dari fasilitas kesehatan, efektifitas dan efisiensi pelayanan, akses

pelayanan, dan kelangsungan pelayanan.

Dalam penelitian ini, dimensi pelayanan yang dikemukakan oleh

(36)

dikarenakan dimensi-dimensi tersebut dianggap mewakili kondisi

pelayanan dalam lingkup rumah sakit jika dibandingkan dengan dimensi

pelayanan kesehatan yang dikemukakan oleh Zeithaml, Berry dan

Parasuraman .

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan

Suatu organisasi yang secara sadar melangkah ke arah perbaikan

kualitas akan menghadapi berbagai tantangan. Organisasi yang bergerak di

bidang jasa pelayanan, untuk mencapai visi dan misinya dapat dilihat dari

tingkat kinerjanya. Pada hakikatnya kinerja ini didukung oleh berbagai

faktor yang bersangkutan dalam rangka mencapai visi dan misi tersebut.

Wolper (2001), menegaskan bahwa organisasi yang berupaya menciptakan

produk yang berkualitas secara konsisten tergantung pada komitmen dan

kesungguhan elemen organisasi, rancangan dan arah organisasi, serta

proses-proses dalam organisasi. Komitmen yang berhubungan langsung

dengan kualitas kinerja hanya ditemukan pada komitmen terhadap

pekerjaan, karir, dan organisasi (Aryee & Tan, 1992; Allen & Meyer,

1991). Pandangan yang senada juga diungkap oleh Yudhawati (2005),

yang menyebutkan bahwa pelayanan yang bermutu dipengaruhi oleh

komitmen organisasi dalam memberikan produk yang terbaik bagi

konsumennya. Sedangkan Susskind dkk (2003), menjelaskan bahwa

terdapat dua variabel yang mempengaruhi proses pemberian pelayanan

(37)

perilaku, mood dan perasaan. Variabel yang lainnya adalah variabel

kontekstual yaitu lingkungan perusahaan, struktur organisasi,

kepemimpinan dan karyawan.

Dalam pandangan Tjiptono dan Chandra (2005), kualitas jasa

dipengaruhi oleh faktor-faktor potensial, diantaranya :

a. Berbagai macam persoalan sehubungan dengan interaksi antara

penyedia jasa dan pelanggan jasa, seperti tidak trampil dalam melayani

pelanggan, tutur kata karyawan yang kurang sopan, dan raut muka

karyawan yang kurang ramah.

b. Intensitas tenaga kerja yang tinggi, berkenaan dengan keterlibatan

karyawan secara intensif dalam penyampaian jasa dapat pula

menimbulkan masalah kualitas, yaitu berupa tingginya variabilitas jasa

yang dihasilkan.

c. Dukungan terhadap pelanggan internal yang kurang memadai,

misalnya karyawan frontline yang berperan sebagai ujung tombak

membutuhkan dukungan dari fungsi-fungsi utama manajemen

(operasi, pemasaran, keuangan, dan SDM) agar dapat memberikan jasa

secara efektif.

d. Kesenjangan komunikasi antara penyedia jasa dan pelanggan, seperti

penyedia jasa memberikan janji berlebihan, penyedia tidak selalu dapat

memberikan informasi terbaru, serta penyedia jasa tidak

(38)

e. Memperlakukan semua pelanggan dengan cara yang sama, pelanggan

merupakan individu yang unik dengan preferensi, perasaan, dan emosi

masing-masing sehingga dalam interaksi dengan penyedia jasa, tidak

semua pelanggan bersedia menerima jasa yang seragam.

f. Perluasan atau pengembangan jasa.

Steers (1985), berpendapat bahwa kualitas pelayanan suatu

organisasi dipengaruhi oleh karakteristik organisasi, karakteristik

lingkungan, karakteristik pekerja, serta kebijakan dan praktek manajemen.

Sedangkan Moenir (2000), menyebutkan beberapa faktor pendukung

pelayanan umum seperti faktor kesadaran, faktor aturan, faktor organisasi,

faktor pendapatan, faktor kemampuan dan ketrampilan, serta faktor sarana

dan prasarana.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan adalah komitmen terhadap

organisasi, interaksi penyedia jasa dan pelanggan (perlakuan terhadap

pelanggan, komunikasi), kemampuan organisasi atau manajerial

(kebijakan dan praktek manajemen, sarana dan prasarana), serta

karakteristik organisasi.

Komitmen terhadap organisasi dalam penelitian ini dianggap sebagai

salah satu variabel yang berpengaruh terhadap kualitas pelayanan

kesehatan dengan pertimbangan adanya perubahan pola pikir dan

kesadaran masyarakat akan penilaian suatu bentuk pelayanan jasa, serta

(39)

memiliki orang –orang yang berkomitmen kuat dalam mencapai visi misi

dan memenuhi kebutuhan masyarakat pengguna jasa. Dengan demikian

konsep komitmen terhadap organisasi menjadi substansi penting untuk

dikaji secara mendalam.

5. Profesi Pelayanan Rumah Sakit

Dalam administrasi pemerintah, penggolongan profesi pelayanan

kesehatan dibagi menjadi 4 (empat) golongan (Lumenta, 1989) :

a. Tenaga paramedis perawatan

Tenaga paramedis perawatan merupakan tenaga-tenaga

pelayanan kesehatan yang merupakan lulusan fakultas kedokteran

program studi keperawatan, perawat umum lulusan sekolah perawat

kesehatan atau akademi perawatan. Selain itu tenaga paramedis

perawatan termasuk juga lulusan lama seperti bidan, perawat gigi,

perawat dan tenaga paramedis lain yang langsung melayani, merawat

dan mengasuh pasien dalam rumah sakit.

b. Tenaga paramedis non perawatan

Tenaga paramedis non perawatan yaitu orang-orang yang

melayani atau merawat pasien secara tidak langsung. Tenaga

paramedis non perawatan ini meliputi asisten apoteker, asisten

analis, asisten rontgen, fisioterapis, penyuluh kesehatan, dan

(40)

c. Tenaga medis

Tenaga medis merupakan tenaga pelayanan kesehatan yang

berpendidikan tinggi, seperti ahli radiologi, ahli patologi, atau

seumumnya dokter umum, dokter spesialis atau dokter keluarga yang

berperan sebagai penyuluh kesehatan atau sebagai ahli pembimbing

sosial.

d. Tenaga non medis

Tenaga non medis ialah tenaga pelayanan kesehatan yang

berpendidikan non dokter seperti apoteker, ahli biologi, ahli

sosiologi medis, ahli ekonomi kesehatan, dan ahli biostatik.

Penelitian ini melibatkan tenaga paramedis perawatan, yakni

tenaga-tenaga pelayanan kesehatan yang merupakan lulusan fakultas kedokteran

program studi keperawatan, perawatan umum lulusan sekolah perawat

kesehatan atau akademi perawatan. Pemilihan profesi pelayanan golongan

ini atas dasar bahwa perawat adalah petugas pelayanan kesehatan yang

langsung merawat pasien, serta selaku pihak yang paling banyak

berinteraksi langsung dengan para pasien.

B. Komitmen Organisasi

1. Pengertian Komitmen Organisasi

Komitmen organisasi sebagai salah satu aspek yang mempengaruhi

perilaku manusia dalam organisasi telah berperan dalam membentuk

(41)

misi serta tujuan organisasi. Komitmen organisasi merupakan suatu

bentuk internalisasi nilai-nilai organisasi ke dalam nilai-nilai individu,

kesediaan untuk membantu organisasi dalam mencapai tujuannya, serta

keinginan kuat untuk mempertahankan keanggotaannya (Miner, 1988).

Bentuk komitmen ini menekankan pada keterlibatan individu kepada

organisasi sehingga akan berpengaruh terhadap perilaku manusia dalam

organisasi tersebut. Riggio (2003), mengartikan komitmen organisasi

sebagai perasaan dan sikap karyawan tentang seluruh organisasi kerjanya.

Steers (1985), memperjelas definisi komitmen organisasi sebagai

ketertarikan individu terhadap tujuan, nilai-nilai dan sasaran organisasi.

Unsur ketertarikan individu juga menjadi perhatian Luthans (1995),

yang mendefinisikan komitmen organisasi sebagai sikap yang

menunjukkan loyalitas karyawan dan merupakan proses berkelanjutan

bagaimana seorang anggota organisasi mengekspresikan perhatian mereka

pada kesuksesan dan kebaikan organisasinya. Menurut Luthans, sikap

loyalitas dapat diindikasikan dengan tiga hal yaitu; (1) keinginan kuat

seseorang untuk tetap menjadi anggota organisasi, (2) kemauan untuk

mengerahkan usahanya untuk organisasi, (3) keyakinan dan penerimaan

terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.

Ivancevich dan Mattenson (1999), menambahkan bahwa komitmen

karyawan terhadap organisasinya meliputi tiga sikap yaitu; (1) rasa

terhadap pengenalan tujuan organisasi, (2) rasa keterlibatan dalam

(42)

Berbeda dengan pandangan tokoh-tokoh diatas, Allen dan Meyer

(1997), berasumsi bahwa komitmen organisasi bukan merupakan satu

konstruk, menurut mereka komitmen organisasi dibagi menjadi tiga

komponen. Komponen ini meliputi refleksi orientasi perasaan terhadap

organisasi (Affective Commitment), pertimbangan untung rugi jika

meninggalkan organisasi (Continuance Commitment), dimensi moral

terhadap organisasi (Normatif Commitment). Komitmen afektif mengarah

pada ikatan emosional terhadap organisasi, identifikasi nilai, terlibat dan

menikmati keanggotaannya di dalam organisasi tersebut. Komitmen

kontinuitas mengarah pada kecenderungan untuk terlibat dalam aktivitas

organisasi yang didasarkan pada kebutuhan rasional atau pertimbangan

atas apa yang harus dikorbankan bila karyawan akan menetap di

organisasi. Sedangkan komitmen normatif merupakan perasaan wajib yang

ada pada diri karyawan untuk tetap tinggal di dalam organisasi atas dasar

norma yang ada dalam diri karyawan.

Berdasarkan definisi-definisi diatas, maka komitmen organisasi

merupakan sikap anggota terhadap organisasi yang ditandai dengan

loyalitas dan identifikasi diri terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.

Komitmen pada organisasi ini dapat bersifat pasif yang ditandai dengan

kesetiaan anggota terhadap organisasinya dan juga bersifat aktif yang

ditandai dengan kemauan pribadi anggota organisasi untuk memberikan

segala sesuatu yang ada pada dirinya guna membantu merealisasikan

(43)

2. Jenis-Jenis Komitmen Organisasi

Menurut Steers & Porter (1983), bentuk komitmen terhadap

organisasi meliputi komitmen sebagai suatu perilaku dan komitmen

sebagai suatu sikap. Komitmen sebagai suatu perilaku menekankan pada

suatu proses dalam mengambil keputusan-keputusan oleh karyawan yang

membuat mereka tidak dapat berpaling dari organisasi tanpa mengalami

kerugian yang berarti. Sedangkan komitmen sebagai suatu sikap melihat

komitmen dari seberapa jauh karyawan mengidentifikasikan diri dengan

organisasi dan berharap bisa tetap bekerja didalamnya.

Allen & Meyer sebagai salah satu tokoh yang mencetuskan teori

komitmen organisasi berasumsi bahwa komitmen organisasi tidak

merupakan satu konstruk. Mereka membagi komitmen organisasi menjadi

tiga komponen utama yang disebut sebagai “ Three component model of

commitment” yang meliputi komitmen afektif, kontinuitas, dan normatif.

Disamping itu, masing-masing komponen memiliki konseptualisasi yang

jauh berbeda satu sama lain dari konstruk komitmen (Allen & Meyer,

1990; Luthans, 1995).

Secara umum ketiga komponen organisasi menjelaskan hubungan

antara karyawan dengan organisasi, namun sifat hubungannya berbeda.

Artinya masing-masing komponen mempunyai dimensi psikologis dan

antesenden yang berbeda-beda, serta berdiri sendiri satu dengan yang lain.

Dengan kata lain ketiga komponen komitmen ini memandang komitmen

(44)

antara karyawan dengan organisasi dan mempunyai pengertian dalam

kaitannya dengan keputusan untuk meneruskan atau menghentikan

keanggotaannya dalam organisasi (Allen & Meyer, 1993). Secara spesifik

mereka menjelaskan bahwa:

" Employee with strong affective commitment remain because they want to, those with strong continuance commitment because they need to, and those with strong normative commitment because they feel they ought to do so.”

Dengan demikian, ketiga komponen komitmen organisasi

menunjukkan tingkatan-tingkatan psikologis yang berbeda dan mengarah

pada perbedaan perilaku, termasuk didalamnya konsekuensi yang berbeda

terhadap pekerjaan yang berkaitan dengan perilaku (Meyer & Smith,

1993). Menurut Meyer & Herscovitch (2001), komponen-komponen

dalam komitmen akan memiliki karakteristik hubungan yang berbeda,

sehingga akan berpengaruh pada perilaku yang berbeda pula. Mereka juga

menambahkan bahwa profil komitmen pekerja yang beranekaragam akan

memberikan pula perbedaan pada perilaku pekerja. Secara lugas Meyer &

Herscovitch (2001), juga menambahkan bahwa kekuatan relasi antara

salah satu komponen komitmen dengan perilaku akan lebih besar jika

komponen komitmen yang lainnya melemah.

Di samping itu Allen & Meyer (1990) juga menyatakan bahwa

kesediaan pegawai untuk berperan serta mewujudkan tujuan organisasi

akan secara berbeda dipengaruhi oleh komitmen dasar dalam diri mereka,

dimana mereka yang mempunyai rasa memiliki (Affective commitment)

(45)

dibandingkan dengan mereka yang merasa membutuhkan untuk memiliki

sesuatu (Continuance commitment) atau jika dibandingkan dengan meraka

yang diharuskan memiliki sesuatu (Normatif commitment).

Komponen komitmen organisasi yang dikemukakan oleh Allen &

Meyer (1990); Gellataly & Goffin (2001); Meyer & Herscovitch (2001)

secara detail dijelaskan sebagai berikut ini:

a. Komitmen Afektif (Affective Commitment)

Komitmen yang bersifat afektif, mengarah pada ikatan emosional

terhadap organisasi sehingga karyawan yang berkomitmen tinggi

mengidentifikasikan nilai, terlibat dan menikmati keanggotaannya di

dalam organisasi tersebut. Karyawan yang memiliki komitmen afektif

akan tetap tinggal dalam suatu organisasi lebih disebabkan karena

keinginannya untuk tinggal karena adanya kesesuaian antara nilai

pribadinya dengan nilai-nilai organisasi.

Komitmen terbentuk sejak masuk ke dalam suatu organisasi dan

berkembang semakin kuat bersamaan dengan tumbuhnya sikap

kesadaran serta keterikatan emosional karyawan. Proses pembentukan

komitmen afektif dikembangkan berdasarkan prinsip pertukaran

berupa pelaksanaan sistem reward dan punishment sebagai timbal

balik untuk kontribusi keterlibatan karyawan terhadap perusahaan.

Komitmen afektif ini dipengaruhi oleh pemenuhan harapan

individu yang berupa kesesuaian antara harapan-harapan yang ingin

(46)

karyawan yang berupa pemberdayaan dan melibatkan diri karyawan

dengan proses kerja sesuai kemampuan dan bidang kerja. Disamping

itu sikap positif karyawan terhadap relasi, organisasi, supervisi,

promosi, pengembangan karir dan keamanan kerja.

Secara spesifik Allen & Meyer (1990), menyatakan bahwa

komitmen afektif dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain:

daya tarik pekerjaan (job challenge), kejelasan peran (role clarity ),

kejelasan tujuan (goal clarity), kesulitan tujuan (goal difficulty),

penerimaan terhadap gagasan karyawan (management receptiveness),

ikatan antar karyawan (peer cohesion), perasaan dibutuhkan

(organizational dependability), perlakuan adil (equity), perasaan

dipentingkan (personal importance), umpan balik (feed back), dan

tingkat partisipasi (participation).

b. Komitmen Kontinuitas (Continuance Commitment)

Komitmen yang bersifat kontinuitas, mengarah pada

kecenderungan untuk terlibat dalam aktivitas organisasi yang

didasarkan pada kebutuhan rasional. Dengan kata lain, komitmen ini

terbentuk atas dasar untung rugi atau pertimbangan atas apa yang harus

dikorbankan bila karyawan akan menetap pada organisasi.

Dua hal pokok yang berperan dalam pembentukan komitmen

kontinuitas yaitu; (1) pengorbanan pribadi, berupa pertimbangan

untung rugi bila meninggalkan organisasi; dan (2) karyawan belum

(47)

sesuai keinginan. Allen & Meyer (1990) menjabarkan faktor-faktor

yang mempengaruhi komitmen kontinuitas meliputi transfer

ketrampilan dari organisasi (skill), pendidikan formal (education),

kesempatan untuk pindah ke organisasi lain jika keluar dari organisasi

yang bersangkutan (realocate), perasaan seberapa besar mereka telah

berinvestasi pada organisasi bersangkutan (self investment), pensiun

yang hilang kalau keluar dari organisasi bersangkutan (pension),

berapa lama seseorang menginvestasikan dirinya pada komunitas

organisasi tersebut (community) dan kesempatan mendapatkan

organisasi lain yang lebih baik (alternative).

c. Komitmen Normatif (Normatif Commitment)

Komitmen normatif adalah perasaan wajib yang ada pada diri

karyawan untuk tetap tinggal berada dalam organisasi. Komitmen yang

bersifat normatif ini didasarkan pada norma yang ada dalam diri

karyawan, berisikan keyakinan individu akan tanggung jawab terhadap

organisasi.

Komitmen normatif dipengaruhi oleh dukungan sosial yang

berupa dukungan rekan kerja dan atasan serta suasana kondusif dalam

hubungan interpersonal, dan penghargaan organisasi yang berupa

legitimasi jabatan, keamanan, kenyamanan, serta sistem gaji yang

(48)

1. Peran Penting Komitmen Organisasi

Pada masa sekarang ini ada satu landasan sukses untuk keunggulan

bersaing bagi suatu lembaga atau perusahaan, yaitu bagaimana mengelola

faktor sumber daya manusia di lingkungan tersebut. Lembaga atau

perusahaan yang berusaha mencapai keunggulan bersaingnya menggunakan

strategi melalui sumber daya manusia, dimana tenaga kerja yang

berkomitmen tinggi pada suatu perusahaan akan mampu mengungguli

perusahaan-perusahaan yang menggunakan strategi bersaing lainnya

(Pfeffer,1996). Jadi komitmen yang kuat pada karyawan merupakan

keunggulan tersendiri bagi lembaga atau perusahaan, serta dapat

menimbulkan hal-hal positif seperti terjaganya kekayaan intelektual yang

dimiliki dengan optimal. Artinya komitmen terhadap organisasi menguatkan

kemauan karyawan dalam melaksanakan kewajiban pekerjaannya dengan

sebaik-baiknya bukan untuk kepentingan diri sendiri tetapi untuk pelanggan

dan organisasi.

Pentingnya komitmen organisasi yang tinggi pada karyawan bagi

organisasi kerjanya, dikemukakan oleh Mathieu dan Zajac (1990), yang

menyatakan bahwa dengan adanya komitmen yang tinggi pada karyawan,

perusahaan akan mendapatkan dampak positif seperti meningkatnya

produktivitas, kualitas kerja dan kepuasan kerja, serta menurunnya tingkat

keterlambatan, absensi dan pindah kerja. Menurut Luthans (1995), ada

hubungan positif antara komitmen terhadap organisasi dan hasil yang

(49)

Pada dasarnya, karyawan dengan komitmen organisasi yang tinggi

menganggap bahwa pencapaian organisasi menjadi hal yang penting

baginya. Sebaliknya, karyawan dengan komitmen organisasi rendah

memberikan perhatian yang rendah pada tujuan organisasi dan cenderung

berusaha untuk memenuhi kebutuhan pribadi (Meiyanto dan

Santhoso,1999). Steers dan Porter (1983), menambahkan bahwa karyawan

yang memiliki komitmen tinggi akan menunjukkan kinerja yang baik dan

mampu memberikan pelayanan yang baik. Selain itu, komitmen yang tinggi

membuat karyawan mematuhi segala norma dan peraturan, mau bekerja

keras dan mempunyai keinginan untuk tetap menjadi karyawan di organisasi

tempatnya bekerja.

Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa dengan

adanya komitmen yang tinggi dari karyawan akan membentuk ikatan

psikologis karyawan dengan organisasi, maka keinginan untuk berpartisipasi

penuh demi pencapaian tujuan organisasi dapat terwujud dan akan

berdampak positif bagi karyawan maupun organisasi atau perusahaan.

C. Dinamika Hubungan Antara Komitmen Organisasi dengan Kualitas Pelayanan

Pencapaian pelayanan kesehatan yang berkualitas merupakan prinsip

utama dalam sistem pelayanan kesehatan. Dalam visi dan misi Indonesia sehat

2010 disebutkan bahwa gambaran masyarakat Indonesia yang ingin dicapai ke

(50)

pelayanan kesehatan bermutu secara adil dan merata. Azwar (1994), menjelaskan

bahwa, pelayanan yang berkualitas merupakan tingkat kesempurnaan pelayanan

kesehatan yang disatu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien

sesuai dengan kepuasan rata-rata penduduk dan dilain pihak merupakan

kesesuaian antara tata cara penyelenggaraan pelayanan kesehatan dengan kode

etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan.

Peran serta organisasi penyelenggara pelayanan kesehatan dalam

mewujudkan visi dan misi maupun pelayanan yang berkualitas dapat dilihat dari

tingkat kinerja komponen pendukung organisasi. Pada dasarnya kinerja tersebut

didukung oleh berbagai faktor. Wolper (2001), menjabarkan bahwa organisasi

yang berupaya menciptakan produk yang berkualitas secara konsisten akan

tergantung pada komitmen dan kesungguhan elemen organisasi, rancangan dan

arah organisasi, serta proses-proses dalam organisasi. Sedangkan Steers (1985),

berpendapat bahwa kualitas pelayanan suatu organisasi dipengaruhi oleh

karakteristik organisasi, karakteristik lingkungan, karakteristik pekerja, serta

kebijakan dan praktek manajemen. Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi

kualitas pelayanan, salah satu faktor yang dikaji adalah komitmen. Komitmen

yang berhubungan langsung dengan kualitas kinerja seseorang hanya ditemukan

pada komitmen terhadap pekerjaan, karir, dan organisasi (Aryee & Tan, 1992;

Allen & Meyer, 1991).

Penelitian ini membatasi diri pada komitmen terhadap organisasi.

Bentuk komitmen ini menjadi penting karena perubahan lingkungan yang radikal

(51)

khususnya sumber daya manusianya. Pengelolaan aspek manusia dalam

organisasi diyakini mempunyai keyakinan alamiah dalam merespon perubahan

yang cepat dan strategi bersaing yang tinggi (Setiadi, 2001). Menurut Allen &

Meyer komitmen terhadap organisasi ini terdiri atas tiga komponen yaitu

komitmen afektif, komitmen kontinuitas, dan komitmen normatif. Ketiga

komitmen tersebut memiliki konseptualisasi yang berbeda satu dengan yang

lainnya serta berdiri sendiri. Komitmen afektif mengacu pada ikatan emosional

terhadap organisasi, internalisasi nilai-nilai organisasi dan menikmati

keanggotaannya dalam organisasi. Komitmen kontinuitas mengarah pada

pertimbangan untung rugi atas apa yang harus dikorbankan bila menetap di

organisasi. Sedangkan komitmen normatif mengacu pada perasaan wajib yang ada

pada diri individu untuk tetap tinggal di organisasi atas dasar norma yang ada

pada diri karyawan.

Pada dasarnya komitmen terhadap organisasi merupakan sikap anggota

terhadap organisasi yang ditandai dengan loyalitas dan identifikasi diri terhadap

nilai-nilai dan tujuan organisasi. Loyalitas dan identifikasi nilai ditunjukkan

dengan dukungan terhadap perusahaan berupa sikap kerja yang efisien. Sikap

kerja ini hanya akan terwujud jika karyawan bisa memahami dan mengikuti

standar perusahaan yang berupa kebijakan, peraturan dan sebagainya (Davis &

Newstrom, dalam Hapsari 2001). Dalam bidang pelayanan jasa, sikap kerja yang

efisien akan mempengaruhi hasil pelayanan kesehatan. Menurut Wijono (1997),

pelayanan yang dilandasi oleh sikap kerja yang efisien akan memberikan

(52)

sumber daya, biaya maupun waktu pelayanan. Dampak positif dari kondisi

tersebut yaitu masyarakat pengguna jasa pelayanan dapat menjangkau pelayanan

kesehatan yang bermutu seperti yang tertuang dalam visi misi Indonesia sehat

2010.

Sejumlah penelitian tentang komitmen organisasi menunjukkan

hubungan dengan hasil kinerja maupun mutu pelayanan dalam bidang jasa. Hasil

kajian Yudhawati (2005), tentang hubungan antara persepsi gaya kepemimpinan

transformasional, transaksional, dan komitmen organisasional dengan mutu

pelayanan pramuniaga di Matahari Departemen Store Magelang memaparkan

bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara persepsi dan gaya

kepemimpinan transformasional dengan mutu pelayanan, dan komitmen

organisasional dengan mutu pelayanan. Menurut Morgan dalam Kotler, (1994)

untuk mendapatkan pelayanan yang bermutu menuntut komitmen karyawan yang

menyeluruh.

Mathiew & Zajac (1990), mengatakan jika mayoritas karyawan memiliki

komitmen yang tinggi maka efektivitas organisasi akan meningkat seperti

meningkatnya produktivitas, kualitas kerja, kepuasan kerja, menurunnya tingkat

keterlambatan, absensi dan pindah kerja. Sedangkan Steers (1983), menambahkan

bahwa komitmen terhadap organisasi juga berhubungan dengan tingkat kehadiran

kerja para karyawan, menurutnya karyawan yang berkomitmen akan lebih

termotivasi untuk memfasilitasi pencapaian tujuan organisasi meskipun karyawan

tersebut tidak terlalu menikmati pekerjaannya. Di samping itu komitmen terhadap

(53)

karyawan yang memiliki komitmen tinggi terhadap organisasi memiliki tingkat

kecenderungan yang rendah untuk meninggalkan organisasi tempatnya bekerja,

mematuhi segala norma dan peraturan serta akan berusaha keras menampilkan

kinerja sesuai visi misi organisasi. Kondisi tersebut jika diterapkan dalam dunia

pelayanan kesehatan akan didapat penampilan pelayanan kesehatan yang prima

dari segi kualitas maupun kuantitas. Sebaliknya, karyawan dengan komitmen

terhadap organisasi yang rendah cenderung memberikan perhatian yang rendah

pada tujuan organisasi dan cenderung berusaha untuk memenuhi kebutuhan

pribadi (Meiyanto & Santoso, 1999).

Berdasarkan pemaparan-pemaparan diatas, komitmen terhadap

organisasi akan mempengaruhi sejumlah usaha karyawan selama bekerja,

terutama dalam hal performansi kerja karyawan. Komitmen terhadap organisasi

yang tinggi akan membuat karyawan menggunakan upaya terbaiknya dalam

bekerja, memiliki kecenderungan untuk menampilkan tingkat performansi kerja

yang tinggi, memiliki masa jabatan lama, serta kualitas kerja yang berkualitas dan

efisien. Jika dikaitkan dalam bidang pelayanan kesehatan, karyawan atau petugas

pelayanan kesehatan yang memiliki komitmen tinggi memiliki identifikasi

nilai-nilai pribadinya dengan perusahaan dan berupaya menampilkan pelayanan yang

berkualitas sesuai dengan kebutuhan masyarakat pengguna jasa pelayanan

kesehatan. Sedangkan komitmen terhadap organisasi yang rendah akan

memunculkan kondisi yang sebaliknya.

(54)

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka teori komitmen terhadap organisasi dan kualitas

pelayanan kesehatan, serta didukung oleh penelitian sebelumnya, maka hipotesis

yang diajukan penelitian ini adalah ada hubungan positif komponen-komponen

komitmen organisasi dengan kualitas pelayanan kesehatan, secara lebih rinci :

1. Ada hubungan positif antara komitmen afektif dengan kualitas pelayanan

kesehatan

2. Ada hubungan positif antara komitmen kontinuitas dengan kualitas pelayanan

kesehatan

3. Ada hubungan positif antara komitmen normatif dengan kualitas pelayanan

(55)

E. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran penelitian ini digambarkan sebagai berikut ini:

Petugas Merasa terlibat Sosialisasi

(56)

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Jenis penelitian

korelasional ini merupakan jenis penelitian yang berbentuk hubungan antara dua

variabel atau lebih dan bertujuan untuk menyelidiki variasi pada satu variabel

berkaitan dengan variasi pada yang satu atau lebih variasi yang lain berdasarkan

koefisien korelasi (Azwar, 2001). Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk

mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel komitmen terhadap organisasi

(komitmen afektif, komitmen kontinuitas, komitmen normatif) dengan kualitas

pelayanan kesehatan

B. Variabel Penelitian

Variabel adalah segala sesuatu yang dapat menjadi objek penelitian atau

apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Variabel-variabel dalam

penelitian ini adalah:

a. Variabel bebas : komitmen terhadap organisasi yang terdiri atas

komitmen afektif, kontinuitas, dan normatif

b. Variabel tergantung : kualitas pelayanan kesehatan.

Gambar

Tabel 1.
Tabel 2.
Tabel. 3
Tabel. 4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Banyak pemimpin besar meraih keberhasilan dalam pekerjaan dan kehidupannya melalui seperangkat hukum kepemimpinan yang mendetail. Sedangkan manajer &#34;biasa&#34;,

Tempat/Tanggal Lahir : Makassar, 21 Desember 1968 Alamat Tempat Tinggal : Kota Kembang Depok Raya sektor. Anggrek -3 Blok F1/14, Depok, Jabar Jenis Kelamin

Lembaga Penyiaran Publik Lokal adalah lembaga penyiaran berbentuk Badan Hukum yang didirikan oleh Pemerintah Daerah, menyelenggarakan kegiatan penyiaran radio

Puji syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rakhmat serta hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan tugas akhir yang berjudul “ ASUHAN

dengan 3 anak atau lebih, umur istri antara 30 – 35 tahun dengan 2 anak atau. lebih, dan umur istri 35 – 40 dengan 1 anak atau lebih sedangkan

(isolat Sapro-07 dan Sapro-09) dalam meningkatkan ketahanan induksi bibit vanili terhadap penyakit busuk batang Fusarium. Jurnal Ilmiah Budidaya Pertanian CROPAGRO,

Sejalan dengan hal tersebut, uji-t menunjukkan hasil uji beda sebesar 14,20 lebih besar dari ttabel 2,092, sehingga dapat disimpulkan penerapan media video berpengaruh

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh video dalam pemecahan masalah kemampuan menulis mahasiswa.Penelitian ini menggunakan metode eksperimental, yang bertujuan