• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN MENGENAI PERIZINAN PENGELOLAAN LIMBAH. tiada kekuasaan lain yang lebih tinggi selain hukum. Upaya merealisasi Negara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PENGATURAN MENGENAI PERIZINAN PENGELOLAAN LIMBAH. tiada kekuasaan lain yang lebih tinggi selain hukum. Upaya merealisasi Negara"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURAN MENGENAI PERIZINAN PENGELOLAAN LIMBAH

A.Ruang Lingkup Perizinan

1. Istilah Perizinan

Pembukaan UUD 1945 menetapkan dengan tegas tujuan kehidupan bernegara yang berdasarkan hukum, hal ini berarti bahwa hukum merupakan supermasi atau tiada kekuasaan lain yang lebih tinggi selain hukum. Upaya merealisasi Negara berdasarkan hukum dan mewujudkan kehidupan bernegara maka hukum menjadi pengarah, perekayasa, dan perancang bagaimana bentuk masyarakat hukum untuk mencapai keadilan. Berkaitan dengan hal tersebut harus disesuaikan dengan perkembangan masyarakat serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengertian izin menurut definisi yaitu perkenan atau pernyataan mengabulkan. Sedangkan istilah mengizinkan mempunyai arti memperkenankan, memperbolehkan, tidak melarang.65

Menurut W. F Prins bahwa istilah izin adalah tepat kiranya untuk maksud memberikan dispensasi (bebas syarat) dan sebuah larangan, dan pemakaiannya pun adalah dalam pengertian itu juga. Akan tetapi, sebetulnya izin itu diberikan biasanya

65

Rabu tanggal 3 April 2013 jam 17.35 WIB.

(2)

karena ada peraturan yang berbunyi “dilarang untuk..., tidak dengan izin” atau bentuk lain yang dimaksud sama seperti itu.66

Menurut R. Kosim Adisapoetra, izin diartikan dengan perbuatan pemerintah yang memperkenankan suatu perbuatan yang dilarang oleh peraturan yang bersifat umum.67

Utrecht memberikan pengertian vergunning sebagai berikut:68

Bilamana pembuatan peraturan tidak umumnya melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkret, maka perbuatan administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin (vergunning).

Izin (vergunning) adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan. Izin dapat juga diartikan sebagai dispensasi atau pelepasan/pembebasan dari suatu larangan.69

Sesudah mengetahui pengertian dispensasi, di bawah ini akan disampaikan overheidstoestemming door wet of verordening vereist gesteld voor tal van handeling waarop in het algemeen belang speciaal toezicht vereist is, maar die, in het algemeen, niet als onwenselijk worden beschouwd (perkenan/izin dari pemerintah berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah yang disyaratkan untuk

66

Adrian Sutedi, op.cit., hlm. 169. 67

R. Kosim Adisapoetra, Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Negara, (Jakarta : Pradnya Paramita, 1978), hlm. 72.

68

E. Utrecht, Pengantar dalam Hukum Indonesia, (Jakarta : Ichtiar, 1957), hlm. 187. 69

(3)

perbuatan yang pada umumnya memerlukan pengawasan khusus, tetapi yang pada umumnya tidaklah dianggap sebagai hal-hal yang sama sekali tidak dikehendaki).70

Ateng Syafrudin mengatakan bahwa izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan, hal yang dilarang menjadi boleh,

71

atau Als opheffing van een algemene verbodsregel in het concrete geval, (sebagai peniadaan ketentuan larangan umum dalam peristiwa konkret).72

Menurut Sjachran Basah, izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkret berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.73

Bagir Manan menyebutkan bahwa izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang.74

N.M. Spelt dan J.B.J.M ten Berge membagi pengertian izin dalam arti luas dan sempit, yaitu izin merupakan salah satu instrumen yang paling banyak digunakan

70

S.J. Fockema Andreae, Rechtsgdeerd Handwoordenboek, Tweede Druk, J.B. Wolter’ Uitgeversmaatshappij N.V., (Groningen, 1951), hlm. 311.

71

Ateng Syafrudin, Perizinan untuk Berbagai Kegiatan, Makalah tidak dipublikasikan, hlm. 1.

72

M.M. van Praag, Algemen Nederlands Administratief Recht, Juridische Boekhandel en Uitgeverij A. Jongbloed & Zoon, (‘s-Gravenhage, 1950), hlm. 54.

73

Sjachran Basah, Pencabutan Izin Salah Satu Sanksi Hukum Administrasi, Makalah pada Penataran Hukum Administrasi dan lingkungan di Fakultas Hukum Unair, Surabaya, 1995, hlm. 1-2.

74

Bagir Manan, Ketentuan-Ketentuan Mengenai Pengaturan Penyelenggaraan Hak

Kemerdekaan Berkumpul Ditinjau dari Perspektif UUD 1945, Makalah Tidak Dipublikasikan, Jakarta, 1995, hlm. 8.

(4)

dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Izin ialah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan-keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan. Dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Ini menyangkut perkenan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus atasnya. Ini adalah paparan luas, dari pengertian izin.75

Selanjutnya N.M. Spelt dan J.B.J.M ten Berge, mendefinisikan izin dalam arti sempit yakni pengikatan-pengikatan pada suatu peraturan izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan-keadaan yang buruk. Tujuannya ialah mengatur tindakan-tindakan yang oleh pembuat undang-undang tidak seluruhnya dianggap tercela, namun di mana ia menginginkan dapat melakukan pengawasan sekadarnya. Hal yang pokok pada izin (dalam arti sempit) ialah bahwa suatu tindakan dilarang, terkecuali diperkenankan dengan tujuan agar dalam ketentuan-ketentuan yang disangkutkan dengan perkenan dapat dengan teliti diberikan batas-batas tertentu bagi tiap kasus. Jadi persoalannya bukanlah untuk hanya memberi perkenan dalam keadaan-keadaan yang sangat khusus, tetapi agar tindakan-tindakan yang

75

N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, Pengantar Hukum Perizinan, disunting oleh Philipus M. Hadjon, (Surabaya : Yuridika, 1993), hlm. 2-3.

(5)

diperkenankan dilakukan dengan cara tertentu (dicantumkan dalam ketentuan-ketentuan).76

Menurut Prajudi Atmosudirdjo, izin (vergunning) adalah suatu penetapan yang merupakan dispensasi pada suatu larangan oleh undang-undang. Pada umumnya pasal undang-undang yang bersangkutan berbunyi, “dilarang tanpa izin...(melakukan)... dan seterusnya.” Selanjutnya, larangan tersebut diikuti dengan perincian syarat-syarat, kriteria, dan sebagainya yang perlu dipenuhi oleh pemohon untuk mendapat izin, disertai dengan penetapan prosedur dan petunjuk pelaksanaan (juklak) kepada pejabat-pejabat administrasi negara yang bersangkutan.77

Sedangkan menurut Van Der Pot, izin dalam arti luas merupakan keputusan yang memperkenankan dilakukan perbuatan apa saja yang pada prinsipnya tidak dilarang oleh pembuat peraturan.78

Selain pengertian izin yang diberikan oleh beberapa sarjana tersebut di atas, ada pengertian izin yang dimuat dalam peraturan yang berlaku, misalnya dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perizinan Terpadu di Daerah. Dalam ketentuan tersebut izin diberikan pengertian sebagai dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan daerah atau peraturan lain yang merupakan bukti legalitas, menyatakan sah atau diperbolehkannya seseorang atau badan untuk

76

Ibid. 77

Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1983), hlm. 94.

78

Van Der Pot dalam Utrecht dan Moh. Saleh Djindang, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, cetakan kedelapan, (Jakarta : Balai Buku Ichtiar, 1985), hlm. 143.

(6)

melakukan usaha atau kegiatan tertentu. Pemberian pengertian izin tersebut menunjukkan adanya penekanan pada izin yang tertulis, yakni berbentuk dokumen, sehingga yang disebut sebagai izin tidak termasuk yang diberikan secara lisan.79

Dan berdasarkan UUPPLH terdapat dua jenis izin, yakni pertama, dalam Pasal 1 butir 35 UUPPLH, izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Kedua, dalam Pasal 1 butir 36 UUPPLH, izin usaha dan/atau kegiatan adalah izin yang diterbitkan oleh instansi teknis untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan.

Dalam Pasal 1 butir 1 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin Usaha/atau Kegiatan.

Terdapat beberapa peraturan yang berhubungan dengan perizinan pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun yaitu:

1. Di dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup menetapkan, bahwa setiap orang yang menjalankan suatu bidang usaha wajib

79

Y. Sri Pudyatmoko, Perizinan Problem Dan Upaya Pembenahan, (Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2009), hlm. 8.

(7)

memelihara kelestarian kemampuan lingkungan hidup yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan. Kewajiban tersebut dicantumkan dalam setiap izin yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.

Secara sinkronisasi, materi yang terkandung dalam pasal diatas, dilanjutkan oleh Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1995 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, telah mengklasifikasikan izin sebagai berikut:

a. Izin pengumpulan data/atau penggolongan limbah B3; b. Izin pengangkutan limbah B3;

c. Izin pemanfaatan limbah B3.

Izin-izin diatas, untuk izin pengumpulan dan/atau pengelolaan limbah B3 dari Kepala Bapedal, izin pengangkut limbah B3 dari Menteri Perhubungan setelah mendapat rekomendasi Kepala Bapedal. Sedangkan izin pemanfaatan limbah B3 dari pimpinan instansi pembina yang bersangkutan setelah rekomendasi dari kepala Bapedal. Penjabaran lebih lanjut dari ketentuan yang terkandung dalam Peraturan Pemerintah, Kepala Bapedal telah mengeluarkan Keputusan No. KEP-68/BAPEDAL/05 Tahun 1994 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Penyimpanan, Pengumpulan, Pengoperasian Alat Pengelolaan, Pengelolaan dan Pembinaan Akhir

(8)

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Dilanjutkan dengan keputusan, yakni:

a. Keputusan No. KEP-01/BAPEDAL/09 Tahun 1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun;

b. Keputusan No. KEP-02/BAPEDAL Tahun 1995 tentang Dokumen Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun;

c. Keputusan No. KEP-03/BAPEDAL Tahun 1995 tentang Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun;

d. Keputusan No. KEP-04/BAPEDAL Tahun 1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Penimbunan Hasil Pengelolaan dan Lokasi Bekas Penimbunan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun;

e. Keputusan No. KEP-05/BAPEDAL Tahun 1995 tentang Simbol dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

2. Setelah Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 kemudian pemerintah membuat Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ketentuan diatas kemudian diatur dalam Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, yaitu: a. Peraturan Pemerintah RI No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan

(9)

b. Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun;

c. Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun;

d. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 128 Tahun 2003 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi Oleh Minyak Bumi Secara Biologis;

e. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 12 Tahun 2006 tentang Persyaratan dan Tata Cara Perizinan Pembuangan Air Limbah Ke Laut;

f. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 3 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pengumpulan dan Penyimpanan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Di Pelabuhan;

g. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 2 Tahun 2008 tentang Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun;

h. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 3 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun;

(10)

i. Keputusan Kepala Bapedal No. 2 Tahun 1998 tentang Tata Laksana Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Di Daerah;

j. Keputusan Kepala Bapedal No. 3 Tahun 1998 tentang Program Kemitraan Dalam Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun.

3. Setelah Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 kemudian lagi pemerintah membuat Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Di dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 ini Ketentuan Perizinan diatur pada Pasal 36-41. Ketentuan lebih lanjut mengenai izin khususnya mengenai izin pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun kemudian diatur di dalam Peraturan Pelaksana, yakni:

a. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 2 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Limbah Di Pelabuhan (Menggantikan Permen No. 03 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pengumpulan dan Penyimpanan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Di Pelabuhan);

b. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 18 Tahun 2009 tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun (Menggantikan Keputusan Kepala BAPEDAL No. 68 Tahun 1994 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Penyimpanan, Pengumpulan, Pengoperasian Alat Pengolahan, Pengolahan dan Penimbunan Akhir Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun);

(11)

c. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 30 Tahun 2009 tentang Tata Laksana Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Serta Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Oleh Pemerintah Daerah;

d. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 33 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pemulihan Lahan Terkontaminasi Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

Izin lingkungan yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, menggabungkan proses pengurusan keputusan kelayakan lingkungan hidup, izin pembuangan limbah cair, dan izin limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).80

Setelah berlakunya UUPPLH dalam perkembangannya tak dapat dihindari muncul jenis izin baru di bidang pengelolaan lingkungan, yaitu izin pembuangan limbah cair,81

Pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun sangat diperlukan, dengan tujuan agar meminimalisirkan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu dibutuhkan izin untuk pengelolaan bahan berbahaya dan beracun ini. Adapun jenis kegiatan pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun yang wajib dilengkapi dengan izin terdiri atas kegiatan:

izin pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).

82

80

Helmi, op.,cit., hlm. 195. 81

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air. 82

Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun 2009 tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun.

(12)

a. pengangkutan, b. penyimpanan sementara, c. pengumpulan, d. pemanfaatan, e. pengolahan, dan f. penimbunan limbah.

Berdasarkan hal tersebut diatas maka perusahaan-perusahaan dalam pengelolaan limbah B3 tersebut harus memenuhi persyaratan untuk memohon izin atau untuk memperoleh izin kepada pemerintah sehingga pemerintah akan menerbitkan beberapa perizinan, yaitu:83

a. Izin penyimpanan sementara limbah B3; b. Izin pengumpulan limbah B3;

c. Izin pemanfaatan limbah B3;

d. Izin pengolahan dan/atau penimbunan limbah B3; e. Izin pengangkut limbah B3.

Izin pengelolaan limbah B3 yang selanjutnya disebut izin adalah keputusan tata usaha negara yang berisi persetujuan permohonan untuk melakukan pengelolaan limbah B3 yang diterbitkan oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota.84

83

Pasal 40 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun.

84

Pasal 1 butir 6 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun 2009 tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun.

(13)

2. Proses dan Prosedur Perizinan

Salah satu kunci pokok dari essensi HANI justru sering terlihat di dalam masalah prosedur atau prosedure.85

Dengan kata lain apabila kita berbicara tentang proses/prosedure maka kita sedang berbicara tentang HANI.86

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilaan Tata Usaha Negara/PERATUN, berbunyi:87

“Sengketa Tata Usaha adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau Pejabat Tata Usaha Negara baik di pusat maupun daerah, sebagai akibat dikeluarkannya KEPUTUSAN Tata Usaha Negara, termasuk sengketa Kepegawaian berdasarkan Peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Kata KEPUTUSAN sengaja saya garis bawahi dan mempergunakan huruf besar oleh karena yang menjadi objek sengketa sesuai yang diatur adalah dengan timbulnya keputusan dari Tata Usaha tersebut.88

Pada dasarnya bahwa lahirnya suatu KEPUTUSAN atau Beschikking menurut Hukum Administrasi Negara sebelumnya harus dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku atau apa-apa yang menjadi syarat sebelum dikeluarkan beschikking/keputusan: misalnya tentang izin perusahaan, harus lebih dahulu mempersiapkan surat-surat keterangan, yang merupakan surat/advis=advis intern

85

Muhammad Abduh, Profil Hukum Administrasi Negara Indonesia (HANI) Dikaitkan Dengan Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN), Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Mata Pelajaran Hukum Administrasi Negara Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Diucapkan Pada Hari Sabtu tanggal 22 Oktober 1988, hlm. 11.

86 Ibid. 87 Ibid. 88 Ibid.

(14)

(surat yang dikeluarkan oleh Departemen yang sama) dari Departemen Dalam Negeri a.1. surat Kepala Desa, Camat, Kepala Dati II dan juga surat-surat yang merupakan advis yang dikeluarkan pihak Departemen yang tidak sama, misalnya surat Departemen Perdagangan, surat Polisi sebagai advis extern.89

Setelah dipenuhi kesemua hal tersebut barulah organ negara berwenang mengeluarkan izin perusahaan dimaksud.90

Hal ini menggambarkan diperlukannya terlebih dahulu adanya tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh baik organ Negara di satu pihak maupun warga Masyarakat di pihak lain.91

Untuk jelasnya dapat dirumuskan bahwa yang diartikan dengan proses/prosedure adalah tahapan-tahapan yang harus dilalui baik oleh organ Negara/Tata Usaha Negara/Administrasi Negara maupun oleh warga Masyarakat sebelum beschikking/keputusan dikeluarkan.92

Gambar 1: Skema Proses/Prosedure Beschikking/Keputusan.

89 Ibid., hlm. 12. 90 Ibid. 91 Ibid. 92 Ibid.

Beschikking

Keputusan

(15)

Sumber: Muhammad Abduh, Profil Hukum Administrasi Negara Indonesia (HANI) Dikaitkan Dengan Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN), Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Mata Pelajaran Hukum Administrasi Negara Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Diucapkan Pada Hari Sabtu tanggal 22 Oktober 1988, hlm. 13.

Bilamana lahirnya suatu keputusan oleh organ Negara/TUN adalah karena hanya memperoleh uang tertentu (sogokan) dari warga masyarakat yang berkepentingan tersebut, maka Beschikking/Keputusan seperti itu pada dasarnya telah mengandung cacat. Sudah barang tentu resiko hukum (Rechtgevolgen) bagi organ Negara tersebut bahwa ia telah menyalah gunakan wewenang (onrechtmatig overheidsdaad) dan bagi warga masyarakat tersebut, resiko hukumnya bahwa keputusan/beschikking tersebut adalah Vernietigbaar (dapat dibatalkan) di samping resiko hukum pidana dan lain-lain.

Hal tersebut diatas adalah sebagian dari gambaran tentang resiko dari lahirnya keputusan yang cacat.

Proses dan prosedur perizinan dapat meliputi prosedur pelayanan perizinan, proses penyelesaian perizinan yang merupakan proses internal yang dilakukan oleh aparat/petugas. Dalam setiap tahapan pekerjaan tersebut, masing-masing pegawai dapat mengetahui peran masing-masing dalam proses penyelesaian perizinan.93

Pada umumnya permohonan izin harus menempuh prosedur tertentu yang ditentukan oleh pemerintah, selaku pemberi izin. Di samping harus menempuh prosedur tertentu, pemohon izin juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan

93

(16)

tertentu yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah atau pemberi izin. Prosedur dan persyaratan perizinan itu berbeda-beda tergantung jenis izin, tujuan izin dan instansi pemberi izin.94

3. Persyaratan Perizinan

Persyaratan merupakan hal yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk memperoleh izin yang dimohonkan. Persyaratan perizinan tersebut berupa dokumen kelengkapan atau surat-surat.95

Menurut Soehino, syarat-syarat dalam izin itu bersifat konstitutif dan kondisional. Bersifat konstitutif, karena ditentukan suatu perbuatan atau tingkah laku tertentu harus (terlebih dahulu) dipenuhi, artinya dalam hal pemberian izin itu ditentukan suatu perbuatan konkret, dan bila tidak dipenuhi dapat dikenai sanksi. Bersifat kondisional, karena penilaian tersebut baru ada dan dapat dilihat serta dapat dinilai setelah perbuatan atau tingkah laku yang disyaratkan itu terjadi.96

Ketentuan-ketentuan adalah syarat-syarat yang menjadi dasar bagi organ pemerintahan dalam pemberikan izin. Fakta bahwa dalam banyak hal, izin dikaitkan dengan syarat-syarat berhubungan erat dengan fungsi sistem perizinan sebagai salah satu instrumen (pengendalian) penguasa.97

Di samping larangan dan izin, dalam kaitan dengan izin juga sering kali ada ketentuan-ketentuan dan persyaratan. Ketentuan ini dapat menyangkut hal yang harus

94

Ibid. 95

Ibid., hlm. 186. 96

Soehino, Asas-Asas Hukum Tata Pemerintahan, (Yogyakarta : Liberty, 1984), hlm. 97. 97

(17)

dipenuhi dan diindahkan oleh pemohon sebelum dikeluarkannya izin; dapat pula menyangkut hal-hal yang mesti dipenuhi setelah izin itu diterbitkan. Ketentuan-ketentuan ini sering terjadi, seperti klausula mengatakan, “mau tidak mau harus diindahkan oleh pemohon izin”. Persyaratan itu ada yang bersifat administratif, dan ada pula hal-hal yang bersifat substantif. Persyaratan dan ketentuan yang diberlakukan bagi pemohon dan pemegang izin adakalanya dimaksudkan untuk kepentingan pemohon sendiri, untuk orang-orang yang terkait di dalamnya, dan juga untuk kepentingan yang lebih luas.98

Dapatlah kiranya diberikan gambaran persyaratan dari beberapa jenis izin. Untuk dapat memperoleh izin usaha yang mempunyai dampak lingkungan, misalnya seorang pelaku kegiatan diwajibkan terlebih dulu melakukan studi kelayakan dari sisi lingkungannya. Di Indonesia dikenal adanya kewajiban pada kegiatan usaha maupun industri yang dinilai dapat mendatangkan dampak lingkungan sekitar agar pelaku usaha terlebih dulu memenuhi persyaratan analisis mengenai dampak lingkungan hidup (Amdal), atau upaya pengelolaan lingkungan hidup (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UPL). Tanpa ketiga dokumen tersebut, izin lingkungan dan izin kegiatan atau usaha tidak akan diberikan.

99

B.Jenis-Jenis Perizinan

98

Y. Sri Pudyatmoko, op. cit., hlm. 19. 99

(18)

Jenis dan jumlah perizinan pun banyak dan tersebar. Berikut ini sedikit gambaran mengenai sejumlah izin yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.

a. Beberapa jenis izin yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat, antara lain:100 1. Izin Pengadaan Pesawat Terbang dan Helikopter

2. Izin usaha Angkutan Udara Niaga

3. Izin Usaha Angkutan Udara Bukan Niaga 4. Izin Konsultan Pajak

5. Izin Akuntan Publik

6. Izin Stasiun Radio untuk Televisi Siaran Analog

7. Perizinan Survei dan Perizinan Pengangkatan Benda Berharga

b. Beberapa jenis izin yang dikeluarkan oleh pemerintah provinsi, antara lain:101

1. Izin Usaha Perkebunan

2. Izin Usaha Perusahaan Bongkar Muat

3. Izin Usaha Perusahaan Ekspedisi Muatan Kapal Laut 4. Izin Usaha Jasa Pengurusan Transportasi

5. Izin Usaha Perusahaan Pelayaran/Nonpelayaran 6. Izin Usaha Perusahaan Angkutan Laut

7. Izin Usaha Perusahaan Pelayaran Rakyat 8. Izin Pembangunan Pelabuhan Laut

9. Perizinan Survei dan Perizinan Pengangkatan Benda Berharga 10. Izin Pengoperasian Mobil Barang Lintas Kabupaten/Kota

11. Izin/Surat Keterangan Dispensasi Mobil Barang Angkut Penumpang 12. Izin Pengoperasian Mobil Taksi

13. Izin Angkutan Sewa Khusus 14. Izin Angkutan Pariwisata

15. Izin Angkutan Kota Dalam Provinsi 16. Izin Angkutan Kota Antarprovinsi 17. Izin Insidentil Antarkota Antarprovinsi

18. Izin/Rekomendasi Kegiatan Otomotif (Reli dan Sejenisnya) Lintas 19. Izin Usaha Angkutan

20. Izin Trayek bagi Angkutan Kota dalam Provinsi 100

Ibid., hlm. 188. 101

(19)

21. Izin Operasi

22. Izin Pertambangan Daerah Pengangkutan Bahan Galian Pasir Laut 23. Izin Amatir Radio

24. Izin Penguasaan Perangkat Radio Amatir

25. Izin Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak untuk Umum 26. Izin Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak untuk Industri 27. Izin Galon

28. Izin Pangkalan Minyak Tanah/Agen Minyak Tanah (di atas 3.000 liter)

29. Izin Instalasi/Depot Pertamina

c. Beberapa jenis izin yang dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten/kota, antara lain:102

1. Izin Lokasi

2. Izin Pemanfaatan Tanah

3. Izin Perubahan Penggunaan Tanah 4. Izin Konsolidasi Tanah

5. Izin Penetapan Lokasi Pembangunan untuk Kepentingan Umum 6. Izin Mendirikan Bangunan atau Izin Mendirikan Bangun-Bangunan 7. Izin Mendirikan Bangunan Rumah Ibadat

8. Izin Gangguan HO (Hinder Ordonantie) 9. Tanda Daftar Industri

10. Izin Usaha Industri

11. Surat Izin Usaha Perdagangan 12. Tanda Daftar Perusahaan

13. Izin Pembangunan Menara Telekomunikasi Seluler 14. Surat Izin Usaha Jasa Konstruksi

15. Izin In Gang

16. Izin Saluran Air Hujan

17. Izin Saluran Air Limbah/Saluran Air Kotor

18. Izin Info Pariwisata, Konsultan, dan Jasa Promosi Pariwisata 19. Izin Pendirian Lembaga Pendidikan Nonformal

20. Izin Pendirian Lembaga Pelatihan Kerja 21. Izin Usaha Angkutan

22. Izin Perusahaan Pengeboran Air Bawah Tanah

23. Izin Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dari Sumur Gali/Sumur Pasak/Pantek

24. Izin Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dari Sumur Gali/Sumur Bor

102

(20)

25. Izin Peruntukan Lahan 26. Izin Penelitian

27. Izin Praktik Kerja Lapangan 28. Izin Kuliah Kerja Nyata

29. Izin Shooting Film, Rental VCD/LCD/CD, dan Bioskop 30. Izin Penurapan Mata Air

31. Izin Pengambilan Air

32. Izin Pendirian Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum 33. Izin Juru Bor

34. Izin Pemasaran Bahan Bakar Khusus untuk Mesin 2 Langkah 35. Izin Pengumpulan dan Penyaluran Pelumas Bekas

36. Izin Pendirian Depot Lokal 37. Izin Eksplorasi Air Bawah Tanah 38. Izin Pengeboran Air Bawah Tanah 39. Izin Usaha Perkebunan

40. Izin Lokasi Pedagang Kaki Lima

41. Izin Usaha Restoran, Rumah Makan, dan Tempat Makan 42. Izin Usaha Rekreasi dan Hiburan Umum

43. Izin Usaha Biro Perjalanan Wisata dan Izin Usaha Agen Perjalanan Wisata

44. Izin Usaha Jasa Konvensi, Perjalanan Insentif, dan Pameran

Selain jenis-jenis izin diatas, sebenarnya masih banyak lagi jenis izin yang diberikan oleh pemerintah kabupaten/kota, antara lain:103

1. Izin Penggunaan Los 2. Izin Penggunaan Kios 3. Surat Izin Praktik Bidan 4. Surat Izin Praktik Perawat 5. Surat Izin Kerja

6. Surat Izin Kerja Perawat Gigi

7. Izin Penyelenggaraan Parkir tidak Tetap

8. Izin Penyelenggaraan Tempat Parkir Sebagai Kegiatan Pelayanan Umum

9. Izin Usaha Hotel Bintang 10. Izin Usaha Hotel Melati 11. Izin Usaha Penginapan 12. Izin Usaha Pondok Wisata 13. Izin Usaha Penginapan Remaja 14. Izin Usaha Taman Rekreasi 103

(21)

15. Izin Usaha Gelanggang Renang 16. Izin Usaha Pemandian Alam 17. Izin Usaha Padang Golf 18. Izin Usaha Kolam Renang 19. Izin Usaha Pemancingan

20. Izin Usaha Gelanggang Permainan dan Ketangkasan 21. Izin Usaha Gelanggang Bola Gelinding

22. Izin Usaha Rumah Bilyar 23. Izin Usaha Karaoke/kafe 24. Izin Usaha Bioskop

25. Izin Usaha Sarana dan Fasilitas Olahraga 26. Izin Usaha Diskotek

27. Izin Usaha Panti Pijat 28. Izin Usaha Mandi Uap

29. Izin Usaha Pusat atau Pasar seni dan Pameran 30. Izin Usaha Teater atau Panggung Terbuka 31. Izin Usaha Dunia Fantasi

32. Izin Usaha Teater Terbuka

33. Izin Usaha Teater Satwa dan Pentas Pertunjukan Satwa 34. Izin Usaha Faslitas Wisata Tirta dan Rekreasi Air 35. Izin Usaha Pusat Kebugaran atau health center 36. Izin Usaha Pertunjukan Temporer

37. Izin Usaha Bazar

38. Izin Pendirian Praktik Berkelompok Dokter Umum 39. Izin Pendirian Praktik Berkelompok Dokter Gigi 40. Izin Pendirian Balai Pengobatan

41. Izin Pendirian bkia

42. Izin Pendirian Rumah Bersalin

43. Izin Pendirian Praktik Berkelompok Dokter Spesialis 44. Izin Pendirian Rumah Sakit Umum Tipe C dan D 45. Izin Pendirian Laboratorium Klinik

46. Izin Pendirian Apotek 47. Izin Pendirian Toko Obat 48. Izin Pergudangan

49. Izin Usaha Jasa Boga

50. Izin Usaha Jasa Biro Perjalanan Wisata

51. Izin Usaha Objek dan Daya Tarik Wisata Alam 52. Izin Insidentil

53. Izin Usaha Bengkel Besar I 54. Izin Usaha Bengkel Besar II 55. Izin Usaha Bengkel Sedang I 56. Izin Usaha Bengkel Sedang II 57. Izin Usaha Bengkel Kecil I

(22)

58. Izin Usaha Bengkel Kecil II

59. Surat Izin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol Golongan B 60. Surat Izin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol Golongan G 61. Izin Pemasangan Reklame Papan/billboard

62. Izin Usaha Restoran 63. Izin Usaha Rumah Makan

Terdapat berbagai jenis izin yang dikeluarkan oleh organ pemerintah yang salah satunya adalah izin lingkungan.

Kewajiban pemegang izin lingkungan yaitu mentaati persyaratan dan kewajiban-kewajiban yang terdapat di dalam izin pengelolaan lingkungan hidup (Izin PPLH) sebagaimana yang tercantum di dalam izin perlindungan. Izin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, antara lain adalah :104

1. Izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air; 2. Izin pemanfaatan air limbah untuk aplikasi ke tanah; 3. Izin penyimpanan sementara limbah B3;

4. Izin pengumpulan limbah B3; 5. Izin pemanfaatan limbah B3; 6. Izin pengolahan limbah B3; 7. Izin penimbunan limbah B3;

8. Izin pembuangan air limbah ke laut; 9. Izin dumping ke media lingkungan;

10. Izin pembuangan air limbah dengan cara reinjeksi; dan 11. Izin emisi; dan/atau

12. Izin pengintroduksian organisme hasil rekayasa genetika ke lingkungan. Berdasarkan penjabaran di atas, maka pengelolaan limbah B3 memerlukan izin lingkungan. Terdapat sejumlah izin tentang dan yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan penggunaan atau pengolahan B3 dan pembuangan limbah B3, yaitu izin penggunaan limbah B3 pada umumnya, izin penggunaan pestisida, izin pemanfaatan

104

Penjelasan Pasal 48 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.

(23)

tenaga nuklir, izin pengangkutan limbah B3 dan izin pengoperasian peralatan pengolahan limbah B3.105

C.Akibat Hukum Perizinan

Perizinan merupakan suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak antara pemerintah sebagai pemberi izin dan perusahaan sebagai penerima izin. Dalam hal pemberian izin pemerintah telah menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh perusahaan sesuai dengan kegiatan usahanya. Oleh karenanya itu timbullah hak dan kewajiban dari pemberi izin dalam hal ini pemerintah. Pemerintah telah menentukan hak dan kewajiban yang berupa hak pemerintah menerima persyaratan-persyaratan yang telah diterapkan di dalam peraturan perundang-undangan antara lain menerima biaya-biaya administrasi pajak dan sebagainya sedangkan kewajiban pemerintah memperkenankan perusahaan-perusahaan untuk melakukan kegiatan usahanya sesuai dengan izin yang diterbitkan oleh pemerintah. Terhadap penerima izin dalam hal ini mempunyai kewajiban untuk memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain membayar biaya administrasi pajak serta memenuhi persyaratan-persyaratan antara lain kajian-kajian baik dalam bentuk dokumen Amdal, UKL-UPL bagi kegiatan-kegiatan pengelolaan sumber daya alam yang diprediksi akan menimbulkan dampak besar dan penting, sedangkan hak dari pada penerima izin dapat melakukan kegiatan

105

Takdir Rahmadi, Hukum Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, (Surabaya: Airlangga University Press, 2003), hlm. 86.

(24)

usahanya sesuai dengan klausula-klausula yang tertuang dalam perizinan yang tertuang dalam surat izin yang diterbitkan oleh pemerintah.

Berdasarkan uraian tersebut, jelas bahwa izin merupakan alat pemerintah yang bersifat yuridis preventif, dan digunakan sebagai instrumen administrasi untuk mengendalikan perilaku masyarakat. Oleh karena itu sifat izin adalah preventif, karena dalam instrumen izin, tidak bisa dilepaskan dengan perintah dan kewajiban yang harus ditaati oleh pemegang izin.106

Apabila dalam proses pemberian izin dan setelah kegiatan usaha dilakukan ternyata pihak penerima izin tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam surat izin maka dikenakan sanksi hukum administrasi. Dimana sanksi-sanksi hukum administrasi adalah sebagai berikut:

Selain itu, fungsi izin adalah represif. Izin dapat berfungsi sebagai instrumen untuk menanggulangi masalah lingkungan disebabkan aktivitas manusia yang melekat dengan dasar perizinan. Artinya, suatu usaha yang memperoleh izin atas pengelolaan lingkungan, dibebani kewajiban untuk melakukan penanggulangan pencemaran atau perusakan lingkungan yang timbul dari aktivitas usahanya.

107

1. paksaan pemerintah (bestuursdwang);

2. penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan (izin, pembayaran, subsidi);

3. pengenaan denda administratif;

4. pengenaan uang paksa oleh pemerintah (dwangsom).

106

N.H.T. Siahaan, Ekologi Pembangunan dan Hukum Tata Lingkungan, (Jakarta : Airlangga, 1987), hlm. 239.

107

Erwin Hidayah Hasibuan, Pengaturan Sanksi Administrasi Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Di Sumatera Utara, (Medan : Pustaka Bangsa Press, 2009), hlm. 81.

Gambar

Gambar 1: Skema Proses/Prosedure Beschikking/Keputusan.

Referensi

Dokumen terkait

(1) Izin sementara Usaha Pariwisata sebagaimana dimaksud pada Pasal 34 ayat (2) huruf a Peraturan Daerah ini, diberikan kepada penyelenggara usaha pariwisata untuk dapat

Pasal 1 butir (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum menyatakan bahwa, Pola Pengelolaan Keuangan Badan

Instrumen perizinan berdasarkan UUPPLH terdiri dari 2 (dua) jenis izin, yakni pertama, izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha

30 Menurut ketentuan Pasal 1 angka 35 UU-PPLH, yang dimaksud dengan izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan juga mewajibkan adanya keterlibatan masyarakat yang disebutkan dalam Pasal 9 ayat 1 terkait penyusunan dokumen

Dan berdasarkan UUPPLH terdapat dua jenis izin, yakni pertama, dalam Pasal 1 butir 35 UUPPLH, izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan

154 IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN produksi yang menyebabkan kerusakan terhadap lingkungan yang asalnya dari kegiatan usaha di Kabupaten Samosir..

Pasal 49 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, wajib untuk diumumkan dan oleh Tergugat melalui Badan Lingkungan Hidup telah menerbitkan surat Nomor: