INCREMENTAL CAPITAL OUTPUT RATIO
(ICOR) DAN
INCREMENTAL LABOR OUTPUT RATIO
(ILOR) KABUPATEN LOMBOK BARAT
2012 - 2015
Catalogue in Publication
Judul / Title : Incremental Capilat Output Ratio (ICOR) dan
Incremental Labor Output Ratio (ILOR) Tahun 2012-2015
No. Publikasi : 5201.1603 Publication Number
Ukuran Buku : 18,2 cm X 25,7 cm Book Size
Jumlah Halaman : 90+vii Total Pages
Naskah : Seksi Neraca Wilayah dan Analisis Statistik Manuscript Regional Account and Statistical Analysis Divison Dicetak Oleh : CV. MAHARANI
Printed by
© BPS Kabupaten Lombok Barat
“Dilarang mengumumkan, mendistribusikan, mengkomunikasikan, dan/atau menggandakan sebagian atau seluruh isi buku ini untuk tujuan komersial tanpa izin tertulis dari Badan Pusat Statistik”
Do not publish, distribute, communicate, and/or reprint part or the whole of the publication for commercial interest without writen authorization from Statistics of Indonesia.
SAMBUTAN
Data dan informasi ekonomi merupakan hal yang sangat
penting dalam menghasilkan perencanaan pembangunan
perekonomian agar berada pada koridor yang benar. Dengan dukungan data perencanaan dapat terukur sehingga akan memudahkan dalam pengambilan kebijakan pembangunan yang berkelanjutan.
Kami menyambut gembira terbitnya publikasi Incremental Capital Output Ratio (ICOR) dan Incremental Labor Output Ratio (ILOR) Kabupaten Lombok Barat Tahun 2012-2015. Harapan kami agar publikasi yang memuat informasi tentang investasi dan ketenagakerjaan ini dapat dimanfaat oleh para stake holder sebagai landasan dalam mengambil kebijakan dan juga bagi masyarakat pada umumnya sebagai gambaran perekonomian Kabupaten Lombok Barat terkini.
Kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya publikasi ini disampaikan terima kasih. Semoga Lombok Barat semakin Unggul, Mandiri, Sejahtera dan Bermartabat.
Giri Menang, November 2016 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Lombok Barat
Kepala,
KATA PENGANTAR
Salah satu kegiatan ekonomi yang berperan dalam menentukan laju pertumbuhan ekonomi wilayah adalah investasi. Salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran mengenai investasi dan peranannya dalam membentuk pertumbuhan ekonomi adalah Incremental Capital Output Ratio (ICOR).
Bekerjasama dengan Bappeda Kabupaten Lombok Barat, BPS menyambut terbitnya publikasi Incremental Capital Output Ratio (ICOR) dan Incremental Labor Output Ratio (ILOR) Kabupaten Lombok Barat 2012-2015 sebagai sumber data bagi perencanaan pembangunan ekonomi Lombok Barat.
Kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam publikasi ini, intuk itu saran dan kritik membangun kami harapkan. Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan publikasi ini diucapkan terima kasih.
Gerung, November 2016 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Barat
DAFTAR ISI
SAMBUTAN ………... ii
KATA PENGANTAR ………... iii
DAFTAR ISI ……….… iv
DAFTAR TABEL ………... vi
DAFTAR GRAFIK ……….. vii
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ………. 1
1.2 Maksud dan Tujuan ……… 5
1.3 Ruang Lingkup ………. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Incremental Capital Output Rasio (ICOR ) ……….. 8
2.2 Pengertian Investasi ……… 11
2.3 Pengertian Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) ……… 14
2.4 Pengertian Output dan Nilai Tambah Bruto .. 15
2.5 Pengertian Incremental Labour Output Rasio (ILOR) ……….. 17
BAB III METODOLOGI 3.1 Sumber Data ……… 20
3.2 Metode Analisis ……….. 22
3.3 Penghitungan ILOR ……….. 33
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 PDRB Kabupaten Lombok Barat ………... 34
4.2 Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) …… 39
4.3 Pembentukan Modal tetap Bruto (PMTB) …….. 41
4.4 Perkembangan Investasi ……….. 44
4.5 Perkembangan ICOR Kabupaten Lombok Barat ………... 49
4.6 Kebutuhan Investasi ……… 60
4.7 Incremental labor Output ratio (ILOR) ………… 62
BAB V PENUTUP ……….. 71
DAFTAR PUSTAKA ………. 75
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Lombok Barat Tahun 2012-2015
(Juta Rp) ……….. 35
Tabel 2 Struktur Ekonomi Kabupaten Lombok Barat Menurut lapangan Usaha Tahun 2012-2015
(Juta Rp) ………. 36
Tabel 3 Struktur Ekonomi Kabupaten Lombok Barat Menurut Pengeluaran Tahun 2012-2015 (Juta
Rp) ………. 37
Tabel 4 Rencana dan Realisasi Investasi PMA dan PMDN di Kabupaten Lombok Barat Tahun
2012-2015 ……….. 40
Tabel 5 Nilai PMTB dan Laju Pertumbuhan Investasi di Kabupaten Lombok Barat Tahun
2012-2015 (Juta Rp.) ………... 42
Tabel 6 Koefisien ICOR Lapangan Usaha Metode Akumulasi Kabupaten Lombok Barat Periode
Tahun 2012-2015 ... 56 Tabel 7 Koefisien ICOR Lapangan Usaha Metode
Standar Kabupaten Lombok Barat Periode
Tahun 2012-2015 ... 57 Tabel 8 Kebutuhan Investasi Kabupaten Lombok
Barat Tahun 2016-2020 (juta Rupiah) ... 61 Tabel 9 Kondisi Ketenagakerjaan Kabupaten Lombok
Barat Tahun 2007-2015 ... 64 Tabel 10 ILOR Kabupaten Lombok Barat Tahun
2012-2015 ... 67 Tabel 11 Produktivitas Pekerja Kabupaten Lombok
Barat Menurut Lapangan Usaha Tahun
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1 Perkembangan Investasi dan Belanja Modal APBD Kabupaten Lombok Barat Tahun
2012-2015 (Juta Rp.) ……….. 46
Grafik 2 Perkembangan Pangsa Investasi terhadap PDRB dan Pangsa Belanja Modal APBD terhadap Investasi Kabupaten Lombok Barat
Tahun 2012-2015 (persen) ……….. 47
Grafik 3 Elastisitas PDRB Per Kapita terhadap Investasidi Kabupaten Lombok Barat Tahun
2012-2015 (persen) ……… 48
Grafik 4 Koefisien ICOR dan Pertumbuhan Ekonomi
Kabupaten Lombok Barat 2012-2015 …………. 50 Grafik 5 Koefisien ICOR Kabupaten Lombok Barat
Periode Tahun 2012-2015 Menurut Metode
Penghitungan ... 53 Grafik 6 Koefisien ICOR Kabupaten Lombok Barat
dan Provinsi NTB Tahun 2012-2015 (dengan
Newmont) ... 59 Grafik 7 Koefisien ICOR Kabupaten Lombok Barat
dan Provinsi NTB Tahun 2012-2015 (Tanpa
Newmont) ... 60 Grafik 8 Koefisien ILOR Kabupaten Lombok Barat
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai kabupaten yang cukup besar di Nusa Tenggara Barat, keberadaan Kabupaten Lombok Barat memegang andil yang cukup besar dalam perekonomian. Dalam periode 2012 hingga 2015 pertumbuhan ekonomi di Lombok Barat selalu berada di atas 5 persen hal ini tentu saja menggambarkan betapa sehatnya iklim perekonomian di Lombok Barat. Dengan kondisi geografis dan sumber daya yang dimiliki, Lombok Barat menjadi salah satu Kabupaten yang cukup potensial untuk berkembangnya investasi. Ekonomi yang tumbuh karena peningkatan investasi selalu menjadi harapan setiap daerah, dan berbagai cara dan promosi dilakukan oleh setiap daerah dalam rangka menarik investor guna berinvestasi di daerahnya.
Investasi merupakan salah satu stimulan yang telah dibuktikan oleh para ahli ekonomi dapat membantu mengembangkan perekonomian suatu daerah. Selain itu
keberadaan investasi juga dapat membantu
akan datang. Kegiatan investasi dapat meningkatkan kapasitas produksi yang akan berimbas pada peningkatan output dan tentu saja akan bermuara pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi selalu menjadi target pembangunan karena dengan pertumbuhan ekonomi diharapkan kesejahteraan masyarakat akan ikut meningkat.
Salah satu indikator yang berkaitan dengan investasi yang bisa digunakan untuk evaluasi dan perencanaan pembangunan adalah Incremental Capital Output Ratio (ICOR). Besaran ICOR dapat memperlihatkan seberapa banyak tambahan investasi diperlukan untuk menghasilkan satu unit output. Oleh karena itu besaran ICOR dapat digunakan untuk memperkirakan besarnya kebutuhan investasi pada masa-masa yang akan datang. Selain itu analisis besaran ICOR dapat digunakan pula untuk melihat produktivitas dan efisiensi dari investasi yang dilakukan. Semakin kecil nilai ICOR semakin besar pula efisiensi produktivitas dari investasi yang ditanamkan. Investasi yang sama pada suatu perekonomian dengan ICOR yang lebih rendah akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi.
Dalam teori Keynes, pengeluaran investasi
tetapi tidak mempengaruhi penawaran agregat. Harrod-Domar melihat pengaruh investasi dalam perspektif waktu yang lebih panjang. Karena itu, menurut Harrod-Domar, pengeluaran investasi tidak hanya mempengaruhi permintaan agregat melalui proses multiplier, tetapi juga
akan mempengaruhi penawaran agregat melalui
peningkatan kapasitas produksi. Adanya pengeluaran investasi akan menyebabkan penambahan stok kapital yang berarti akan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menghasilkan output. Model Harrod-Domar (Model H-D) memperlihatkan hubungan yang erat antara investasi dan output (pendapatan wilayah). Keterkaitan tersebut, dalam Model H-D, salah satunya ditunjukkan oleh suatu
ukuran yang disebut sebagai Incremental Capital Output
Ratio (ICOR), yang merupakan rasio antara investasi dan tambahan output (pendapatan regional) yang dihasilkan selama suatu periode tertentu. Dengan menggunakan besaran ICOR, kebutuhan investasi juga dapat diperkirakan dalam upaya mencapai tingkat pertumbuhan yang diinginkan. Dengan sedikit modifikasi, dapat pula dilihat keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi dengan penyerapan tenaga kerja yang dituangkan dalam suatu
ukuran yang disebut sebagai Incremental Labour Output
menunjukkan besarnya tambahan tenaga kerja baru yang dibutuhkan untuk menaikkan atau menambah satu unit output. Besaran ILOR diperoleh dengan membandingkan besarnya tambahan tenaga kerja dengan tambahan output. Dapat juga dikatakan ILOR menunjukkan jumlah tenaga kerja yang terserap dari pertumbuhan ekonomi yang dicapai suatu wilayah pada periode tertentu.
Tersedianya data mengenai ICOR dan ILOR diperlukan dalam perencanaan pembangunan daerah. Aspek perencanaan merupakan faktor penting dalam menentukan arah dan target hasil-hasil pembangunan yang akan dicapai dalam hal ini mengenai iklim investasi. Perencanaan yang telah didasarkan pada data yang tersedia akan dituangkan dalam bentuk kebijakan baik berupa aturan ataupun pembiayaannya untuk kemudian implementasi dari kebijakan tersebut dievaluasi dan dianalisis sehingga dapat dijadikan masukan yang berharga bagi perencanaan pembangunan untuk masa yang akan datang. Dalam perencanaan pembangunan ekonomi, target pertumbuhan ekonomi suatu daerah biasanya telah ditetapkan dalam suatu dokumen perencanaan yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), yang diterjemahkan dalam pedoman kerja daerah yang dikenal dengan
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) untuk memenuhi target pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan.
Kebutuhan investasi pada suatu daerah perlu untuk direncanakan. Target pertumbuhan ekonomi realistis yang sudah ditentukan dapat dijadikan panduan dalam menentukan kebutuhan investasi. Kebutuhan investasi suatu daerah dapat berbeda dengan daerah lainnya, karena sangat dipengaruhi oleh struktur dan potensi ekonomi yang dimiliki daerah. Terciptanya iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi. Kebijakan desentralisasi pemerintahan di Indonesia yang mulai diterapkan sejak tahun 2001 telah mengamanatkan kepada pemerintah daerah untuk turut berperan besar dalam upaya penciptaan iklim investasi yang kondusif di daerahnya. Dengan kewenangan tersebut, pemerintah daerah lebih leluasa dalam menentukan jenis investasi dan menciptakan iklim investasi sesuai dengan kebutuhan di daerahnya masing-masing.
1.2. Maksud Dan Tujuan
Penyusunan publikasi ICOR dan ILOR Kabupaten Lombok Barat 2012-2015 dimaksudkan untuk memenuhi
kebutuhan akan data indikator ekonorni makro yang
dapat digunakan sebagai bahan perencanaan
pembangunan di Kabupaten Lombok Barat. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai adalah:
1. Untuk mengetahui besarnya ICOR dan ILOR menurut
lapangan usaha di Kabupaten Lombok Barat pada tahun 2012-2015.
2. Untuk mengetahui tingkat efisiensi dalam penggunaan
barang modal di masing-masing lapangan usaha di Kabupaten Lombok Barat pada tahun 2012-2015.
3. Untuk mengetahui struktur pembentukan barang modal
per lapangan usaha di Kabupaten Lombok Barat pada tahun 2012-2015.
4. Untuk merencanakan kebutuhan investasi yang
diperlukan agar pertumbuhan ekonomi dapat tercapai
sesuai target yang diinginkan.
1.3. Ruang Lingkup
Wilayah cakupan penyusunan Incremental Capital
Output Rasio (ICOR) dan Incremental Labour Output Rasio (ILOR) yang disajikan pada laporan ini adalah Kabupaten Lombok Barat dan periode waktunya adalah empat tahun yaitu tahun 2012-2015.
Dasar penentuan waktu empat tahun adalah bahwa peranan investasi pada satu tahun pertama setelah kegiatan investasi dilaksanakan pada suatu lapangan usaha ekonomi, belum tentu langsung dapat menghasilkan output secara optimal, output baru akan tercipta optimal pada tahun kedua, ketiga atau lebih.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Incremental Capital Output Rasio (ICOR)
Incremental Capital Output Ratio (ICOR) adalah suatu besaran yang menunjukkan besarnya tambahan kapital (investasi) baru yang dibutuhkan untuk menaikkan/menambah satu unit output. Besaran ICOR diperoleh dengan membandingkan besarnya tambahan kapital dengan tambahan output. Karena unit kapital bentuknya berbeda-beda dan beraneka ragam sementara unit output relatif tidak berbeda, maka untuk memudahkan penghitungan keduanya dinilai dalam bentuk uang (nominal).
Pengkajian mengenai ICOR menjadi sangat menarik karena ICOR dapat merefleksikan besarnya produktifitas kapital yang pada akhirnya menyangkut besarnya pertumbuhan ekonomi yang bisa dicapai. Secara teoritis
hubungan ICOR dengan pertumbuhan ekonomi
dikembangkan pertama kali oleh R. F. Harrod dan Evsey Domar (1939 dan 1947). Namun karena kedua teori tersebut banyak kesamaannya, maka kemudian teori tersebut lebih dikenal sebagai teori Harrod-Domar.
Pada dasarnya teori tentang ICOR dilandasi oleh dua macam konsep Rasio Modal-Output yaitu:
(i) Rasio Modal-Output atau Capital Output Ratio
(COR) atau yang sering disebut sebagai Average Capital Output Ratio (ACOR), yaitu perbandingan antara kapital yang digunakan dengan output yang dihasilkan pada suatu periode tertentu. COR atau ACOR ini bersifat statis karena hanya menunjukkan besaran yang menggambarkan perbandingan modal dan output.
(ii) Rasio Modal-Output Marginal atau Incremental
Capital Output Ratio (ICOR) yaitu suatu besaran yang menunjukkan besarnya tambahan kapital (investasi) baru yang dibutuhkan untuk menaikkan /menambah satu unit output baik secara fisik maupun secara nilai (uang). Konsep ICOR ini lebih bersifat dinamis karena menunjukkan perubahan kenaikan/ penambahan output sebagai akibat langsung dari penambahan kapital.
Dari pengertian pada butir (ii), maka ICOR bisa diformulasikan sebagai berikut:
ICOR = ΔK / ΔY……….(1)
dimana ΔK = perubahan kapital
Dari rumus (1) didapatkan pengertian bahwa ICOR merupakan statistik yang menunjukkan kebutuhan perubahan stok kapital untuk menaikkan satu unit output. Dalam perkembangannya, data yang digunakan untuk menghitung ICOR bukan lagi hanya penambahan barang modal baru atau perubahan stok kapital melainkan Investasi (I) yang ditanam baik oleh swasta maupun pemerintah sehingga rumusan ICOR dimodifikasi menjadi:
ICOR = I / ΔY………..(2)
dimana I = Investasi
ΔY = perubahan output
Rumus (2) dapat diartikan sebagai banyaknya kebutuhan investasi yang diperlukan untuk mendapatkan 1 unit output. Sebagai contoh, misalnya besarnya investasi pada suatu tahun di negara A adalah sebesar Rp 300 miliar, sedangkan tambahan output yang diperoleh dari hasil penanaman investasi itu adalah sebesar Rp 60 miliar, maka nilai ICOR negara A adalah sebesar 5 (300 miliar / 60 miliar). Angka ini menunjukkan bahwa untuk menaikkan 1 unit output diperlukan investasi sebesar 5 unit.
Pada kenyataannya pertambahan output bukan hanya disebabkan oleh investasi, tetapi juga oleh faktor-faktor lain di luar investasi seperti pemakaian tenaga
kerja, penerapan teknologi dan kemampuan
kewiraswastaan. Dengan demikian untuk melihat peranan investasi terhadap output berdasarkan konsep ICOR, maka peranan faktor-faktor selain investasi diasumsikan konstan (ceteris paribus).
2.2 Pengertian Investasi
Secara umum kapital atau yang sering disebut
sebagai “Gross Capital Stock” merupakan
akumulasi/penumpukan pembentukan modal bruto dari tahun ke tahun yang digunakan untuk menghasilkan produk baru. Kapital secara fisik adalah seluruh barang modal yang digunakan dalam proses produksi seperti mesin, bangunan, kendaraan dan lainnya. Dalam sistem pembukuan neraca perusahaan, yang dimaksud dengan kapital adalah harta tetap (fixed assests) suatu badan usaha.
Batasan mengenai konsep barang modal adalah barang yang mempunyai umur pemakaian lebih dari satu tahun dan dapat dipakai berulang kali, serta nilainya relatif besar. Konsep barang modal sendiri adalah
seluruh peralatan dan prasarana fisik yang digunakan di
dalam proses produksi, dengan deksripsi sebagai berikut:
a. Barang modal dalam bentuk bangunan/konstruksi, baik
berupa bangunan tempat tinggal (residential buildings) maupun bukan tempat tinggal (non-residential buildings), dan konstruksi lainnya seperti jalan raya, jembatan, instalasi listrik, jaringan komunikasi, jembatan pelabuhan dan lain-lain.
b. Mesin-mesin dan peralatan baik untuk pabrik, kantor
maupun usaha rumah tangga. c. Alat-alat transportasi.
d. Biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan besar barang
modal.
e. Biaya untuk pengembangan dan pembukaan lahan
baru, perluasan hutan, serta peremajaan dan penanaman pohon tanaman hias.
f. Pembelian ternak produktif untuk pembibitan dan
pemeliharaan untuk tujuan diambil hasil-hasilnya, termasuk pula yang pemeliharaannya untuk dipakai tenaganya. Tetapi tidak termasuk pembelian ternak untuk dipotong.
g. Barang modal lainnya, mencakup pengadaan
barang-barang elektronik, barang-barang-barang-barang komunikasi termasuk perlengkapannya, alat ukur, alat fotografi, alat optik,
jam, alat musik, alat olah raga, perabot rumah tangga dan barang-barang modal lainnya.
Total nilai investasi diperoleh dari penjumlahan
seluruh pembelian barang modal baru/bekas,
pembuatan/perbaikan besar yang dilakukan oleh pihak lain dan sendiri dikurangi oleh penjualan barang modal bekas.
Pembentukan modal merupakan bagian dari proses investasi secara umum, dan dalam konsep neraca nasional proses ini dikenal sebagai investasi fisik. Berdasarkan proses realisasinya investasi dikelompokkan menjadi investasi finansial dan investasi non finansial. Investasi finansial lebih mengarah pada investasi dalam bentuk instrument finansial seperti tabungan, deposito, saham dan sejenisnya. Sementara investasi non finansial lebih mengarah kepada investasi dalam bentuk fisik/ modal tetap (tangible dan intangible), dimana termasuk di dalamnya inventori atau persediaan (barang jadi, barang setengah jadi, bahan baku dan bahan penolong), dan barang berharga lainnya. Kendatipun demikian, investasi finansial dapat juga direalisasikan menjadi investasi fisik (riil). Dalam konsep publikasi ini, investasi yang digunakan mencakup investasi fisik saja.
2.3. Pengertian Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)
Sesuai dengan konsep A System of National
Account (SNA) 2008, dijabarkan bahwa Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) merupakan terminology lain dari capital yang secara konsep sebenarnya identic dengan investasi fisik yang direalisasikan pada suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu (physical domestic investment). Disebut sebagai PMTB karena tidak termasuk perubahan inventori dan barang berharga.
PMTB erat kaitannya dengan keberadaan asset tetap (fixed asset) yang dilibatkan dalam proses produksi. Secara garis besar asset tetap dapat diklasifikasikan menurut barang modal seperti: bangunan dan konstruksi lain, mesin dan perlengkapan, kendaraan, tumbuhan, ternak dan barang modal lainnya. Pembentukan modal tetap bruto suatu daerah/wilayah didefinisikan sebagai pengadaan, pembuatan dan pembelian barang modal baru dari dalam daerah/ wilayah dan termasuk juga barang modal baru atau bekas dari luar daerah/wilayah yang digunakan sebagai alat berproduksi. Sedangkan istilah bruto mencerminkan bahwa penghitungan PMTB belum dikurangi dengan penyusutannya.
Pada level kabupaten/kota, PMTB adalah semua barang modal baru yang digunakan sebagai alat untuk
berproduksi di daerah tersebut. Barang modal tersebut dapat diperoleh dengan cara membeli dari luar daerah maupun melalui pengadaan dari dalam daerah sendiri, barang modal baru disini mencakup pembelian barang modal bekas dari luar daerah.
PMTB menggunakan pendekatan pengukuran sebagai arus (flow), sementara istilah bruto mengindikasikan bahwa masih terdapat unsur penyusutan (teknis dan ekonomis) di dalamnya. Penyusutan atau konsumsi barang modal (Consumption of Fixed Capital) menggambarkan penurunan nilai barang modal yang digunakan dalam proses produksi secara normal selama satu periode, dimana kerugian tersebut akan dikompensasikan sebagai pengeluaran produksi (biaya primer).
2.4. Pengertian Output dan Nilai Tambah Bruto
Dalam perspektif ekonomi pengertian output adalah hasil yang diperoleh dari pendayagunaan seluruh faktor
produksi (tanah, tenaga kerja, modal, dan
kewiraswastaan), di dalam kegiatan proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Dalam kerangka ekonomi nasional, output adalah nilai dari seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh faktor-faktor domestik dalam negeri selama periode tertentu. Namun demikian, nilai yang
diciptakan oleh penggunaan faktor produksi tersebut tidak sebesar output yang dihasilkan, karena dalam proses produksi diperlukan bahan-bahan baku dan penolong (biaya antara) yang merupakan hasil produksi sektor lain. Dengan demikian, nilai yang diciptakan oleh faktor produksi tersebut merupakan pengurangan dari output dengan biaya antara. Nilai yang diciptakan inilah yang disebut dengan Nilai Tambah Bruto (NTB).
Dalam kerangka ICOR, output adalah tambahan (flow) produk dari hasil kegiatan ekonomi dalam kurun waktu tertentu atau nilai-nilai yang merupakan hasil pendayagunaan faktor produksi. Output ini merupakan nilai tambah atas dasar biaya faktor produksi yang dihasilkan dari kegiatan usaha. Oleh sebab itu untuk selanjutnya, dalam penghitungan ICOR ini konsep output yang digunakan adalah Nilai Tambah Bruto bukan output seperti konsep umum.
Nilai tambah adalah tambahan nilai input antara yang digunakan dalam proses produksi barang/jasa (BPS,2004). Penambahan nilai input antara ini terjadi karena input antara tersebut telah mengalami proses yang mengubah barang/jasa menjadi bernilai lebih tinggi. Input antara sendiri mencakup seluruh nilai komoditas yang
habis atau dianggap habis dalam suatu proses produksi, contoh bahan baku, bahan bakar, dan sebagainya. Barang yang digunakan untuk proses produksi yang memiliki umur kurang dari 1 tahun dan habis dipakai dimasukkan sebagai input antara bukan sebagai barang modal. Nilai tambah bruto dalam suatu wilayah ini dikenal juga sebagai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Dengan demikian Nilai Tambah Bruto yang dimaksud dalam penghitungan ICOR ini adalah Nilai Tambah Bruto (PDRB) yang dihasilkan oleh lapangan usaha Kabupaten Lombok Barat periode tahun 2012-2015.
2.5. Pengertian Incremental Labour Output Rasio (ILOR)
Dalam ilmu ekonomi, faktor produksi adalah sumber daya yang digunakan dalam suatu proses produksi untuk menghasilkan barang/jasa. Pada umumnya faktor produksi dirunutkan dalam empat kelompok yaitu faktor produksi sumber daya alam, faktor produksi tenaga kerja, faktor
produksi modal (capital) dan faktor produksi
kewirausahaan. Andil faktor produksi tenaga kerja dalam menggerakkan perekonomian dapat digambarkan melalui
indicator Incremental Labour Output Ratio (ILOR). ILOR
tenaga kerja (ᐃL) terhadap perubahan output (ᐃY) dalam suatu wilayah.
ILOR = ΔL / ΔY
Perubahan tenaga kerja (ᐃL) merupakan selisih antara jumlah penduduk bekerja menurut lapangan usaha
ekonomi pada tahun t dengan tahun sebelumnya.
Sedangkan perubahan output (ᐃY) merupakan selisih
PDRB Atas dasar harga konstan pada tahun t dengan
tahun sebelumnya.
Selain memberikan gambaran efisiensi tenaga kerja, ILOR dapat menggambarkan seberapa besar tenaga kerja yang dapat terserap jika terjadi penambahan output di suatu wilayah.
Dihadapkan pada keterbatasan sumber data yang
berkaitan dengan ketenagakerjaan, maka khusus untuk
penghitungan ILOR lapangan usaha ekonomi
dikelompokkan dalam tiga sektor besar yaitu Agriculture
(A), Manufacture (M) dan Services (S). Yang termasuk
dalam sektor A adalah lapangan usaha pertanian, yang termasuk dalam sektor M adalah lapangan usaha Pertambangan dan penggalian; Industri Pengolahan; Pengadaan Listrik dan Gas; Pengadaan air, pengelolaan
limbah, sampah dan daur ulang; dan lapangan usaha Konstruksi.
Adapun yang termasuk dalam sektor S adalah lapangan usaha Perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor; lapangan usaha transportasi dan pergudangan; Penyediaan akomodasi dan makan minum; Informasi dan Komunikasi; Jasa Keuangan dan Asuransi; Real Estate; Jasa Perusahaan; Administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib; Jasa Pendidikan; Jasa Kesehatan dan kegiatan sosial dan Lapangan usaha Jasa Lainnya.
BAB III METODOLOGI
3.1. Sumber Data
Dalam penyusunan ICOR Kabupaten Lombok Barat periode tahun 2012-2015 dilakukan pengumpulan data dari berbagai sumber. Data yang dimaksud berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan survei langsung ke sumber data (responden). Pengumpulan data primer ini dilakukan melalui wawancara dengan mengisi kuesioner di perusahaan-perusahaan yang terpilih sebagai sampel pada Survei Khusus Neraca Konsumsi dan Survei Khusus Neraca Produksi. Selain itu digunakan juga data hasil Survei Ketenagakerjaan nasional (Sakernas) untuk penghitungan ILOR.
Sedangkan untuk data sekunder diperoleh dari instansi terkait dan sumber-sumber lainnya, seperti BPMP2T, Laporan Keuangan Daerah, Lombok Barat Dalam Angka, Bank Indonesia dan sebagainya yang digunakan untuk mendukung penghitungan baik ICOR maupun ILOR.
Diakui bahwa data yang diperoleh masih sangat terbatas, selain karena merupakan hasil sampel juga karena data-data lainnya kurang lengkap. Sehingga, pada
akhirnya dilakukan estimasi dengan menggunakan data
yang ada untuk mendapatkan PMTB. Sebagai Control
Total (CT) pada estimasi ini adalah nilai PMTB total yang terdapat pada PDRB menurut pengeluaran (expenditure).
Data Penyerapan tenaga kerja per sektor diperoleh dari data survei angkatan kerja nasional (Sakernas) sebagai pendukung didalam penghitungan ILOR. Karena perbedaan konsep klasifikasi didalam pengelompokan tenaga kerja di sakernas dengan pengklasifikasian dalam penghitungan output atau nilai tambah bruto, maka dilakukan penyelarasan terhadap data sakernas dengan menggunakan data pendukung lainnya.
Data yang diperoleh baik melalui survei maupun kompilasi dari sumber-sumber yang ada masih dalam bentuk harga berlaku, sedangkan pada penghitungan ICOR dibutuhkan data atas dasar harga konstan. Untuk menghitung data PMTB atas dasar harga konstan digunakan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) dan Indeks Harga Konsumen (IHK) menurut kelompok barang modal, dengan cara mendeflate angka PMTB berlaku dengan indeks harga yang sesuai.
3.2. Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam
penyusunan publikasi ini adalah analisis deskriptif dimana data akan disajikan baik dalam bentuk tabel maupun gambar/grafik. Beberapa indikator yang akan dihitung diantaranya adalah kontribusi/pangsa, laju pertumbuhan dan sumbangan investasi terhadap PDRB.
Estimasi PMTB Menurut Lapangan Usaha
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi yang digunakan dalam penghitungan ICOR adalah PMTB atau investasi atas dasar harga konstan 2010, karena pertumbuhan ekonomi diukur dengan menggunakan PDRB atas dasar harga konstan 2010. Dalam menghitung nilai investasi pada masing-masing sektor/sub sub sektor sangat tergantung terhadap ketersedian data. Terdapat beberapa metode dalam
menghitung nilai investasi yaitu menggunakan metode
langsung, metode survei dan metode penyusutan.
(i) Metode Langsung, yaitu nilai investasi diperoleh
secara langsung dari publikasi-publikasi dan
laporan-laporan yang bersumber dari dinas/instansi
pemerintah dan badan usaha maupun dari perusahaan/lembaga swasta. Namun demikian, nilai
investasi yang diperoleh adalah atas dasar harga berlaku (nilai tahun berjalan), karena itu nilai investasi tersebut harus dikonstankan terlebih dahulu dengan mendeflasikan terlebih dahulu dengan indeks harga yang sesuai.
(ii) Metode Survei, yaitu digunakan untuk sektor/subsektor
yang tidak tersedia data investasinya. Data yang didapatkan dari hasil survei adalah data pembentukan modal tetap bruto (PMTB) dan output dari usaha/perusahaan dalam waktu tertentu. Kemudian dari hasil survei tersebut dapat dihitung rasio PMTB terhadap output. Dengan diperolehnya rasio PMTB terhadap output dari hasil survei tersebut maka untuk memperoleh PMTB lapangan usaha adalah dengan mengalikan rasio tersebut dengan output masing-masing lapangan usaha dari PDRB. Data yang dihasilkan tersebut adalah data investasi dan output atas dasar harga berlaku karena itu data tersebut harus di konstankan terlebih dahulu dengan mendeflasikan dengan indeks harga yang sesuai. Hampir sebagian besar lapangan usaha diestimasi dari hasil Survei Khusus Neraca Konsumsi maupun Survei Khusus Neraca Produksi, karena keterbatasan data
yang mencatat besarnya pembentukan modal menurut lapangan usaha.
(iii) Metode Penyusutan, yaitu cara mengestimasi
investasi pada masing-masing lapangan usaha dengan menggunakan besaran nilai penyusutan pada lapangan usaha tersebut. Dasar pemikiran yang melandasi penggunaan metode penyusutan adalah bahwa penyusutan barang modal tetap yang diperhitungkan pada periode tertentu akan digunakan untuk investasi pada periode berikutnya. Ini berarti bahwa investasi mempunyai hubungan linier dengan nilai penyusutan, sehingga lapangan usaha yang mempunyai nilai penyusutan besar akan memiliki investasi yang besar pula.
Pendekatan yang digunakan dalam melakukan estimasi PMTB pada masing-masing lapangan usaha menggunakan kombinasi dari ketiga metode di atas sesuai
dengan kondisi data yang ada, namun sebagai Control
Total (CT) pada estimasi ini adalah nilai PMTB total yang terdapat pada PDRB menurut pengeluaran (expenditure).
Penghitungan Output Menurut Lapangan Usaha
Konsep output yang digunakan dalam penyusunan ICOR adalah nilai tambah Bruto (dalam output masih terkandung biaya antara), karena nilai peningkatan output tercermin dari peningkatan nilai tambah. Nilai tambah yang digunakan dalam penghitungan ICOR adalah nilai tambah dari PDRB yang dihitung atas dasar harga konstan tahun 2010.
Peningkatan output suatu lapangan usaha dihitung dengan cara menghitung selisih output (nilai tambah)
setiap lapangan usaha pada PDRB tahun t dikurangi
dengan nilai tambah lapangan usaha tersebut sektor PDRB tahun t-1.
Pangsa/Kontribusi Investasi
Pangsa/kontribusi investasi terhadap PDRB dihitung dengan formula sebagai berikut:
Dimana:
Pangsa Ib,t = pangsa/kontribusi investasi terhadap PDRB
atas dasar harga berlaku pada periode ke t
Ib,t = Investasi atas dasar harga berlaku pada
periode ke t
Yb,t = PDRB atas dasar harga berlaku pada periode
ke t
Laju Pertumbuhan Investasi
Laju pertumbuhan investasi dihitung dengan formula sebagai berikut:
Dimana:
Growth Ik,t = laju pertumbuhan Investasi atas dasar
harga konstan 2010 pada periode t
Ik,t = Investasi atas dasar harga konstan 2010
pada periode t
Ik,t-1 = Investasi atas dasar harga konstan 2010
pada periode t-1
Elastisitas PDRB per kapita terhadap investasi
Konsep elastisitas dapat digunakan untuk melihat seberapa jauh sensitifitas pendapatan per kapita terhadap perubahan investasi. Konsep ini digunakan untuk melihat besarnya dampak pertumbuhan investasi terhadap
pertumbuhan PDRB per kapita. Adapun formula yang digunakan adalah sebagai berikut:
Dimana:
E Ik,t = elastisitas PDRB per kapita adh konstan 2010 terhadap investasi pada periode ke t
Growth Ik,t = Laju pertumbuhan investasi adh konstan
2010 pada periode t
Growth Yk,t = laju pertumbuhan PDRB perkapita adh
konstan 2010 periode t Rumus Penghitungan ICOR
Dalam prakteknya, penanaman investasi memerlukan waktu yang lama untuk menunjukkan hasil (dampak). Jangka waktu yang diperlukan untuk memperoleh feedback dari investasi yang ditanamkan disebut sebagai “Lag”. Dengan mempertimbangkan periode waktu ini, dan
karena data yang digunakan adalah time series data,
maka untuk memperoleh nilai ICOR yang mewakili
dilakukan mewakili dilakukan dengan perhitungan simple
average (rata-rata sederhana). Rumus penghitungan ICOR dapat diperluas menjadi sebagai berikut:
ICOR pada lag 0 (tanpa lag)
Dimana:
n = t2 – (t1 – 1)
Rumus ICOR lag 0 diinterpretasikan bahwa
investasi yang ditanamkan pada tahun ke t (It)
akan menghasilkan output pada tahun ke t juga.
Dengan demikian, tidak diperlukan waktu (time lag)
untuk investasi yang ditanamkan hingga
menghasilkan tambahan output.
ICOR pada lag 1
Dimana:
n = t2 – (t1 – 1)
Rumus ICOR lag 1 diinterpretasikan bahwa
investasi yang ditanamkan pada tahun ke t (It)
baru akan menghasilkan tambahan output pada
tahun ke t + 1. Dengan demikian, terdapat lag
satu tahun sampai investasi yang ditanamkan menghasilkan tambahan output.
ICOR pada lag 2
Dimana:
n = t2 – (t1 – 1)
Rumus ICOR lag 2 diinterpretasikan bahwa
investasi yang ditanamkan pada tahun ke t (It)
baru akan menghasilkan tambahan output pada
tahun ke t + 2. Dengan demikian, terdapat lag
dua tahun sampai investasi yang ditanamkan menghasilkan tambahan output.
ICOR pada lag 3
Dimana:
n = t2 – (t1 – 1)
Rumus ICOR lag 3 diinterpretasikan bahwa
investasi yang ditanamkan pada tahun ke t (It)
baru akan menghasilkan tambahan output pada
tahun ke t + 3. Dengan demikian, terdapat lag
tiga tahun sampai investasi yang ditanamkan menghasilkan tambahan output.
Dengan melihat kenyataan bahwa output yang ditimbulkan oleh suatu investasi membutuhkan waktu yang berbeda-beda, maka penghitungan koefisien ICOR akan lebih representatif apabila dihitung dalam satu kurun waktu tertentu (periode). Untuk menghitung koefisien ICOR dalam satu periode maka metode pendekatan yang biasa digunakan yaitu :
a. Metode akumulasi, yang beranggapan bahwa timbulnya
peningkatan output selama periode waktu tertentu disebabkan oleh adanya akumulasi investasi pada periode yang sama. Secara matematis dapat dirumuskan :
1 t t t Y Y I ICORdengan adanya time lag maka rumusnya menjadi ;
1 s t s t t Y Y I ICORdimana s adalah lag.
b. Metode Standar, didasarkan pada prinsip rata-rata
sederhana. Metode ini dilakukan dengan mencari koefisien ICOR terlebih dahulu pada masing-masing
tahun, kemudian dicari rata-ratanya. Secara matematis sebagai berikut :
1 1 t t t Y Y I n ICORDimana : n adalah jumlah koefisien ICOR
Untuk penggunaan time lag, rumus umumnya menjadi:
1 1 s t s t t Y Y I n ICORApabila laju pertumbuhan ekonomi PDRB dapat diperkirakan atau ditetapkan, serta diasumsikan ICOR tidak berubah, maka perkiraan investasi untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan dapat dihitung dengan mengembangkan rumus di atas.
Koefisien ICOR
Koefisien ICOR dapat bernilai negatif maupun positif. Koefisien ICOR negatif dapat terjadi apabila output pada tahun penghitungan lebih kecil daripada tahun sebelumnya. Penurunan nominal output dapat terjadi dikarenakan ada sebagian barang modal yang dijual, rusak atau tidak aktif karena alasan tertentu. Walaupun mungkin tetap terjadi penambahan barang modal baru,
namun bisa jadi barang modal baru tersebut belum berproduksi atau telah berproduksi namun output yang dihasilkan tidak sebanyak output tahun sebelumnya. Akibatnya selisih output pada tahun pengitungan dengan tahun sebelumnya akan bernilai negatif dan tentu saja hal ini akan berdampak pada koefisien ICOR yang juga akan menjadi bernilai negatif. Dengan demikian, koefisien ICOR yang negatif dapat diartikan bahwa investasi (penanaman barang modal) baru belum menghasilkan output dengan optimal ada tahun tersebut. Namun apabila penyebabnya adalah tidak dioperasikannya barang modal karena alasan tertentu maka hal tersebut bukan berarti investasi tidak efisien.
Investasi akan dikatan efisien apabila koefisien bernilai positif dan kecil. Pada kondisi tertentu koefisen ICOR dapat pula bernilai positif dan sangat besar, hal ini akan terjadi apabila investasi yang ditanamkan pada tahun penghitungan relatif besar sedangkan output yang dihasilkan pada tahun penghitungan hanya sedikit lebih besar dari output tahun sebelumnya dan bahkan bisa jadi hampir sama dengan tahun sebelumnya. Apabila hal ini yang terjadi maka dapat dikatakan bahwa investasi yang ditanamkan tidak efisien dan tidak efektif.
Asumsi Dasar dalam Penghitungan ICOR
Dalam menghitung ICOR ini terdapat asumsi bahwa perubahan output hanyalah disebabkan oleh perubahan capital atau oleh adanya investasi. Faktor lain di luar investasi seperti tenaga kerja, kewiraswastaan dan penerapan teknologi diasumsikan konstan.
3.3. Penghitungan ILOR
Besarnya ILOR suatu daerah ditentukan oleh 2 (dua) faktor yaitu peningkatan penyerapan tenaga kerja per sektor dan peningkatan output yang dicapai oleh masing-masing sektor. Sebagaimana telah dijabarkan dalam Bab sebelumnya bahwa khusus untuk penghitungan ILOR dari 17 lapangan usaha yang ada pada PDRB dikelompokkan
lagi menjadi 3 sektor besar yaitu Agriculture, Manufacture
dan Services (A,M,S). Peningkatan serapan tenaga kerja per sektor diperoleh dengan mengurangkan serapan
tenaga kerja pada tahun t dikurangi dengan serapan
tenaga kerja pada tahun t-1. Sedangkan peningkatan
output suatu sektor dihitung dengan cara menghitung selisih output (nilai tambah) sektor pada tahun t dikurangi
BAB IV
PEREKONOMIAN KABUPATEN LOMBOK BARAT
DARI PERSPEKTIF ICOR DAN ILOR TAHUN 2012-2015
4.1. PDRB Kabupaten Lombok Barat
Perekonomian Kabupaten Lombok Barat periode tahun 2012-2015 mengalami perkembangan yang menggembirakan setiap tahunnya, hal ini tercermin dari peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Lombok Barat baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan 2010. Secara nominal besaran PDRB atas dasar harga berlaku yang dihasilkan pada tahun 2012 sebesar Rp. 8.325.952,32 juta, meningkat setiap tahun hingga menjadi Rp. 11.346.227,33 juta pada tahun 2015. Sedangkan atas dasar harga konstan 2010, PDRB meningkat dari Rp. 7.827.192,58 juta pada tahun 2012 menjadi Rp. 9.245.545,42 juta pada tahun 2015 dengan pertumbuhan rata-rata per tahun (2012-2015) sebesar 5,55 persen dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi dicapai pada tahun 2015 dengan nilai pertumbuhan sebesar 6,39 persen.
Proses pembangunan ekonomi, biasanya diikuti dengan terjadinya perubahan-perubahan dalam struktur
ekonomi baik itu struktur permintaan domestik, struktur produksi, maupun struktur perdagangannya.
Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Lombok Barat Tahun 2012-2015 (Juta Rp) Tahun PDRB adh. Berlaku (juta rupiah) PDRB adh. Konst. 2010 (juta rupiah) Laju Pertumb. Berlaku (%) Laju Pertumb. Konstan (%) (1) (2) (3) (4) (5) 2012 8.325.952 7.827.193 8,62 5,27 2013 8.987.252 8.238.698 7,94 5,26 2014* 10.055.909 8.690.580 11,89 5,48 2015** 11.346.227 9.245.545 12,83 6,39 Keterangan: * : Angka sementara ** : Angka sangat sementara
Perubahan struktur ini sesungguhnya terjadi akibat adanya interaksi antara dua proses yaitu proses akumulasi (pembentukan modal) dan perubahan konsumsi
masyarakat yang terjadi karena meningkatnya
pendapatan per kapita. Perubahan pola permintaan ini yang kemudian mengubah komposisi barang dan jasa yang diproduksi dan diperdagangkan.
Lapangan usaha pertanian masih memegang peranan utama dalam struktur perekonomian masyarakat Lombok Barat, namun demikian sejak tahun 2012 hingga 2015 nampak bahwa mulai terjadi pergeseran pola.
Lapangan Usaha/Industry 2012 2013 2014* 2015**
(1) (3) (4) (5) (6)
Pertanian,kehutanan,perikanan 22,04 21,53 20,35 20,23 Pertambangan penggalian 6,82 6,59 6,51 6,41 Industri Pengolahan 5,03 4,84 4,54 4,37 Pengadaan Listrik dan Gas 0,07 0,06 0,07 0,07 Pengadaan air,pengelolaan
sampah,limbah 0,12 0,12 0,13 0,12 Konstruksi 12,40 12,24 12,34 12,64 Perdagangan dan reparasi motor mobil 12,68 12,75 12,94 12,81 Transportasi dan pergudangan 9,35 9,27 9,70 9,98 Penyediaan Akomodasi makan Minum 6,88 7,62 8,46 8,46 Informasi Komunikasi 2,15 2,16 2,11 2,02 Jasa Keuangan dan Asuransi 2,71 2,83 2,81 2,80 Real Estat 3,36 3,51 3,54 3,50 Jasa Perusahaan 0,11 0,11 0,11 0,11 Adm Pemerintahan,pertahanan,jaminan
sosial 6,86 6,82 7,10 7,21 Jasa Pendidikan 5,10 5,18 5,01 5,02 Jasa Kesehatan dan kegiatan Sosial 1,91 1,94 1,92 1,90 Jasa Lainnya 2,41 2,44 2,36 2,36
Persentase lapangan usaha pertanian perlahan mulai turun dan bergeser ke lapangan usaha ekonomi lainnya yang terlihat dari besarnya peranan masing-masing lapangan usaha ini terhadap pembentukan PDRB Lombok Barat.
Tabel 2. Struktur Ekonomi Kabupaten Lombok Barat Menurut lapangan Usaha Tahun 2012-2015 (Juta Rp)
Keterangan:
* : Angka sementara ** : Angka sangat sementara
Komponen 2012 2013 2014* 2015**
(1) (3) (4) (5) (6)
Konsumsi Rumah tangga 84,74 82,86 81,20 76,06
Konsumsi LNPRT 1,64 1,70 1,91 1,80
Konsumsi Pemerintah 14,12 13,93 17,22 17,05
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) 38,87 38,27 37,95 38,23 Perubahan Inventori 1,48 0,07 0,58 0,38
Ekspor 24,04 16,85 18,67 16,26
Impor 64,89 53,68 57,53 49,78
Menurut lapangan usaha, kategori pertanian masih mendominasi pembentukan PDRB Kabupaten Lombok Barat, kemudian Lapangan usaha konstruksi dan lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor merupakan lapangan usaha terbesar selanjutnya setelah lapangan usaha pertanian.
Tabel 3. Struktur Ekonomi Kabupaten Lombok Barat Menurut Pengeluaran Tahun 2012-2015 (Juta Rp)
Keterangan:
* : Angka sementara ** : Angka sangat sementara
Menurut Pengeluaran, pada tahun 2012 hingga 2015 struktur perekonomian Kabupaten Lombok Barat didominasi oleh komponen konsumsi rumah tangga diikuti oleh komponen PMTB, adapun komponen yang
memberikan kontribusi paling kecil adalah komponen perubahan inventori. Berkaitan dengan investasi, Dalam kurun waktu lima tahun terakhir struktur ekonomi menurut penggunaan cenderung tidak mengalami perubahan. Hingga akhir tahun 2015 masih terlihat bahwa Kabupaten Lombok Barat masih bergantung pada produk impor baik antar negara maupun antar daerah. Hal ini tercermin dari besarnya persentase komponen impor dalam menyusun PDRB menurut penggunaan Kabupaten Lombok Barat.
Pesatnya pembangunan fisik di Kabupaten Lombok Barat tercermin dari kontribusi komponen PMTB dalam membangun PDRB penggunaan Kabupaten Lombok Barat. Pada tahun 2011, komponen PMTB berkontribusi sebesar 34,68 persen, dan meningkat menjadi 38,23 persen pada tahun 2015. Komponen PMTB merupakan salah satu indikator yang menggambarkan investasi masyarakat untuk kegiatan produksi.
Kontribusi komponen konsumsi pemerintah juga perlu
diperhitungkan dalam menggeliatkan perekonomian
Kabupaten Lombok Barat. Pada tahun 2011 komponen ini berkontribusi sebesar 14,24 persen, kendati cukup fluktuatif setiap tahunnya, namun pada tahun 2015 kontribusi komponen konsumsi pemerintah mencapai 17,05 persen.
4.2. Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
Investasi atau PMTB berasal dari berbagai institusi baik pemerintah, swasta (PMA dan PMDN) maupun rumah tangga (masyarakat). PMTB yang dilakukan oleh pemerintah dapat ditelusuri dari realisasi APBN dan APBD Kabupaten Lombok Barat. Penanaman modal yang dilakukan oleh swasta yang tercermin dari realisasi PMA dan PMDN dan pembentukan modal oleh rumah tangga dapat dilihat dari usaha rumah tangga yang dilakukan.
PMA dan PMDN biasanya selalu menjadi indikator investasi di daerah, karena nilainya cenderung besar. Berdasarkan data BPMP2T Kabupaten Lombok Barat, pada tahun 2012 rencana PMA yang disetujui di Lombok Barat tercatat sebesar US$ 700,163 juta, sedangkan yang terealisasi hanya sebesar US$ 40,799 juta. Adapun untuk PMDN pada tahun yang sama direncanakan investasi mencapai Rp 374.529,365 juta namun terealisasi sebesar Rp 195.217,274 juta saja.
PMA PMDN PMA PMDN (juta US$) (juta Rp) (juta US$) (juta Rp)
(1) (2) (3) (4) (5) 2012 700,163 374 529,365 40,799 195 217,274 2013 NA NA NA NA 2014 5 090,846 380 196,851 232,425 271 423,445 2015 5 129,063 780 196,851 343,136 174 110,643 Tahun
Rencana Investasi Realisasi Investasi
Tabel 4. Rencana dan Realisasi Investasi PMA dan PMDN di Kabupaten Lombok Barat Tahun 2012-2015
Ket:
NA = Not Available
Sumber: BPMP2T Kabupaten Lombok Barat
Dalam kurun waktu 2012-2015 rencana dan realisasi investasi baik berupa PMA maupun PMDN cenderung berfluktuasi. Namun sayangnya data PMA dan PMDN untuk tahun 2013 tidak tersedia sehingga mengurangi informasi umum mengenai kondisi PMA dan PMDN di Kabupaten Lombok Barat. Kondisi terakhir pada tahun 2015 tercatat rencana PMA di Lombok Barat mencapai US$ 5.129,063 juta namun hanya dapat direalisasikan sebesar US$ 343,136 juta saja. Adapun untuk PMDN direncanakan untuk dapat mencapai Rp 780.196,851 juta di tahun 2015 dan terealisasi sebesar Rp 174.110,643 juta.
4.3. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)
PMTB didefinisikan sebagai penambahan dan pengurangan aset tetap pada suatu unit produksi, dalam kurun waktu tertentu. Penambahan barang modal mencakup pengadaan, pembuatan, pembelian, sewa beli (financial leasing) barang modal baru dari dalam negeri serta barang modal baru dan bekas dari luar negeri (termasuk perbaikan besar, transfer atau barter barang modal), dan pertumbuhan aset sumberdaya hayati yang dibudidaya. Sedangkan pengurangan barang modal mencakup penjualan, transfer atau barter, dan sewa beli (financial leasing) barang modal bekas pada pihak lain. Pengecualian kehilangan yang disebabkan oleh bencana alam tidak dicatat sebagai pengurangan.
PMTB dalam PDRB menurut Pengeluaran dihitung atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan 2010. Yang akan digunakan dalam penghitungan ICOR sebagai investasi adalah PMTB atas dasar harga konstan 2010, namun demikian tidak ada salahnya untuk meninjau nilai PMTB atas dasar harga berlaku sebagai gambaran umum perekonomian di Lombok Barat. Dalam periode tahun 2012-2015 PMTB senantiasa mengalami peningkatan setiap tahun sejalan dengan peningkatan PDRB. Secara
(1) (2) (3) (4)
2012
3 236 042,43 2 651 663,04 7,112013
3 439 482,99 2 748 721,64 3,662014*
3 816 620,94 2 875 036,38 4,602015**
4 337 534,71 3 159 083,81 9,88 Laju Pertumbuhan Investasi (%)Tahun
PMTB Adh Berlaku PMTB Adh Konstan 2010 (Investasi)nominal nilai PMTB atas dasar harga berlaku lebih tinggi daripada PMTB atas dasar harga konstan 2010. Pada tahun 2012 nilai PMTB adh berlaku Lombok Barat mencapai Rp 3,236 trilyun, sementara nilai investasinya sebesar Rp 2,652 trilyun. Nilai tersebut kembali meningkat hingga pada tahun 2015 PMTB adh berlaku mencapai Rp 4,338 trilyun sedangkan nilai investasinya menjadi Rp 3,159 trilyun. Tentu saja peningkatan PMTB yang signifikan selama periode tahun 2012-2015 tersebut berpengaruh terhadap peningkatan nilai tambah perekonomian atau PDRB Kabupaten Lombok Barat pada periode yang sama.
Tabel 5. Nilai PMTB dan Laju Pertumbuhan Investasi di Kabupaten Lombok Barat Tahun 2012-2015 (Juta Rp.)
Keterangan:
* : Angka sementara ** : Angka sangat sementara
Salah satu indikator yang digunakan untuk menggambarkan prestasi ekonomi suatu daerah adalah pertumbuhan investasi. Pertumbuhan investasi dapat bernilai positif dan dapat juga bernilai negatif. Pertumbuhan positif menggambarkan adanya peningkatan investasi pada periode tertentu, dan sebaliknya pertumbuhan yang negatif dapat diinterpretasikan sebagai adanya penurunan aktivitas investasi dalam periode tersebut. Banyak yang mengartikan bahwa pertumbuhan ekonomi positif yang bernilai lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya menggambarkan penurunan aktivitas, hal ini kurang tepat. Karena pada hakikatnya pertumbuhan positif sudah mengindikasikan adanya peningkatan aktifitas, lebih rendahnya nilai pertumbuhan dibanding tahun sebelumnya menggambarkan bahwa peningkatan aktivitas tahun indikatif tidak sebanyak peningkatan pada tahun sebelumnya.
Mengamati laju pertumbuhan investasi atau PMTB adh konstan 2010 ternyata berfluktuasi selama periode 2012-2014. Laju pertumbuhan investasi pada tahun 2012 cukup tinggi yaitu 7,11 persen padahal di tahun yang sama laju pertumbuhan ekonomi Lombok Barat hanya 5,27 persen. Walaupun nilai investasinya meningkat namun laju pertumbuhan investasi pada tahun 2013 dan 2014
melambat menjadi 3,66 persen dan 4,60 persen. Kondisi perekonomian yang semakin membaik terjadi pada tahun 2015 dimana baik laju pertumbuhan ekonomi maupun laju pertumbuhan investasi sama-sama melejit di atas 6 persen artinya semakin besar barang modal yang dialokasikan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi ke depan.
Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, investasi memberikan andil lebih dari 33 persen dalam pembentukan PDRB Kabupaten Lombok Barat. Andil dari investasi yang cukup dominan mengindikasikan bahwa trend pergerakan komponen ini turut berperan dalam menentukan perekonomian di wilayah Lombok Barat, sehingga dapat menjadi indikator dalam menstimulus pertumbuhan ekonomi Kabupaten Lombok Barat secara umum.
4.4. Perkembangan Investasi
Belanja modal yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Lombok Barat merupakan salah satu bentuk nyata investasi. Karena salah satu lokus yang dapat dengan mudah diintervensi dalam rangka
memberikan stimulus bagi pertumbuhan ekonomi adalah melalui belanja pemerintah.
Dalam nominal, belanja modal APBD Lombok Barat pada tahun 2012 mencapai Rp 151,60 milyar dan sempat berkurang menjadi Rp 148,22 milyar pada tahun 2013. Pada tahun 2014 alokasi belanja modal pemerintah meningkat menjadi Rp 202,90 milyar dan terus bertambah pada tahun 2015 menjadi Rp 274,33. Secara rata-rata peran belanja modal dalam APBD Kabupaten Lombok Barat berada pada kisaran 6,80 persen setiap tahunnya. Peranan belanja modal APBD terhadap total investasi Lombok Barat tertinggi adalah sebesar 8,68 persen, hal ini terjadi pada tahun 2015.
Dalam konteks makro ekonomi cakupan belanja modal pemerintah kabupaten terdiri dari belanja modal pemerintah kabupaten yang bersangkutan, belanja modal pemerintah pusat yang menjadi bagian dari pemerintah kabupaten, belanja modal pemerintah provinsi yang menjadi bagian dari pemerintah kabupaten, dan belanja modal seluruh pemerintah desa dalam kabupaten yang bersangkutan.
Grafik 1. Perkembangan Investasi dan Belanja Modal APBD Kabupaten Lombok Barat Tahun 2012-2015 (Juta Rp.)
Sumber: DPPKD Kab. Lombok Barat dan BPS Kab. Lobar
Data yang diperoleh dari Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Lombok Barat (DPPKD) hanya mencakup belanja modal APBD dari pemerintah daerah setempat belum termasuk belanja modal dari pemerintah pusat, provinsi dan desa/kelurahan yang menjadi bagian dari pemerintahan Kabupaten Lombok Barat. Menurut Boediono (2011) dalam Janis, dkk (2013) masa depan suatu daerah tidak tergantung pada APBD tetapi justru tergantung pada investasinya karena itu merupakan keikutsertaan dari berbagai elemen, baik BUMN dan dunia usaha dalam dan luar negeri. Lebih
lanjut Boediono mengatakan agar jangan terpaku pada APBD, tetapi harus ada upaya mendorong investasi karena APBN dan APBD akan sangat terbatas, pada umumnya hanya membangun infrastruktur dan program sosial tertentu.
Grafik 2. Perkembangan Pangsa Investasi terhadap PDRB dan Pangsa Belanja Modal APBD terhadap Investasi Kabupaten Lombok Barat Tahun 2012-2015 (persen)
Pangsa/kontribusi investasi terhadap PDRB cenderung stabil dan tidak banyak mengalami perubahan dalam periode 4 tahun terakhir, dan bahkan pada tahun 2014 sempat berkurang di bawah 38 persen. Kendati demikian, pangsa belanja modal APBD terhadap investasi justru mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari hanya
sebesar 4,68 persen menjadi mencapai 6,32 persen pada tahun 2015.
Konsep elastisitas dapat digunakan untuk melihat seberapa jauh sensitifitas PDRB per kapita terhadap perubahan investasi. Konsep ini dikembangkan untuk menggambarkan dampak pertumbuhan investasi terhadap pertumbuhan PDRB per kapita. Nilai elastisitas PDRB perkapita terhadap investasi selama kurun waktu 2012 hingga 2015 fluktuatif dan cenderung bersifat inelastis. Hanya pada tahun 2013 saja elastisitas PDRB perkapita terhadap investasi bersifat elastis.
Grafik 3. Elastisitas PDRB Per Kapita terhadap Investasidi Kabupaten Lombok Barat Tahun 2012-2015 (persen)
Pada tahun 2012 kenaikan investasi sebesar 1 persen akan mendorong pertumbuhan PDRB per kapita sebesar 0,57 persen. Pada tahun 2013 pertumbuhan investasi sebesar 1 persen akan dapat menstimulus PDRB perkapita sebesar 1,10 persen. Pada tahun 2014 kanaikan investasi sebanyak 1 persen akan menaikkan PDRB per kapita sebesar 0,33 persen sedangkan pada tahun 2015 akan menaikkan PDRB per kapita sebanyak 0,48 persen.
4.5. Perkembangan ICOR Kabupaten Lombok Barat
ICOR adalah salah satu metode yang dikembangkan untuk melihat hubungan pertumbuhan faktor produksi dengan pertumbuhan ekonomi. Patut dipahami bahwa pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidak hanya peranan dari penggunaan barang modal atau faktor produksi akan tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lain seperti tenaga kerja, peningkatan produktivitas dan lain-lain. Meskipun demikian, banyak study yang menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi erat kaitannya dengan tingkat produktifitas penggunaan modal, sehingga instrumen ICOR dapat digunakan untuk menghubungkan pertumbuhan ekonomi dan faktor produksi. Penghitungan ICOR menjadi berguna bagi perencanaan pembangunan
ekonomi di suatu daerah. Hal ini terutama dirasakan pada saat menargetkan sasaran pertumbuhan pendapatan regional dengan kebutuhan modal yang mungkin akan terkumpul dari tabungan domestik yang berjalan. Estimasi mengenai volume investasi yang dibutuhkan untuk mencapai target output tertentu diperlukan agar kebutuhan modal dalam rangka pencapaian pertumbuhan ekonomi dapat diperkirakan. Dengan demikian perkiraan investasi dimasa yang akan datang akan bergantung pada ICOR yang dihasilkan.
Grafik 4. Koefisien ICOR dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Lombok Barat 2012-2015
Koefisien ICOR Kabupaten Lombok Barat pada tahun 2012 bernilai 6,77 artinya untuk setiap modal yang diinvestasikan sebesar 6,77 rupiah akan menghasilkan output 1 rupiah. Investasi senilai 6,68 rupiah pada tahun 2013 akan menaikkan output sebanyak 1 rupiah, sedangkan kenaikan 1 rupiah output pada tahun 2014 terjadi karena investasi senila 6,36 rupiah. Nilai koefisien ICOR merefleksikan produktifitas investasi dimana semakin kecil ICOR yang dihasilkan akan semakin efisien penanaman modal yang dilakukan. Pada tahun 2015 tampak bahwa investasi semakin efisien dibandingkan dengan tahun sebelumnya hal ini terlihat dari semakin rendahnya koefisien ICOR pada tahun tersebut dibandingkan tahun sebelumnya. Menurut peneliti Hg. Suseno Triyanto Widodo (1990), berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan koefisien ICOR yang dianggap memiliki produktivitas investasi yang baik adalah yang bernilai antara 3 hingga 4. Semakin tinggi koefisien ICOR maka semaik inefisien investasi yang ditanam.
Secara umum sejak tahun 2012 hingga tahun 2015, meskipun investasi di Lombok Barat masih kurang efisien namun perkembangannya semakin membaik karena koefisien ICOR semakin menurun dalam kurun waktu tersebut. Membaiknya iklim investasi di Lombok Barat
tidak lepas dari kerja keras pemerintah setempat dan hal ini diperkuat dengan tingginya pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Lombok Barat pada kurun waktu yang sama. Tergambar dengan jelas pada grafik 4 bahwa berkurangnya koefisien ICOR sejak tahun 2012 hingga 2015 dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat.
Seperti dijelaskan terdahulu bahwa penanaman investasi belum tentu menghasilkan output pada tahun tersebut, tetapi baru menghasilkan kapasitas produksi secara penuh tahun-tahun berikutnya. Demkian juga dengan produksi atau output yang dihasilkan pada tahun ini belum tentu hasil dari penanaman investasi pada tahun ini, tetapi merupakan output dari investasi yang ditanamkan pada tahun sebelumnya. Untuk itu dihitung pula ICOR untuk periode tahun 2012-2015 dengan menggunakan metode akumulasi dan metode standar.
Sebagaimana dijabarkan sebelumnya bahwa koefisien ICOR Lombok Barat berkisar antara 5,69-6,77. Menggunakan metode standar koefisien ICOR untuk
periode tahun 2012-2015 bernilai 6,32 untuk lag 0 dan
Grafik 5. Koefisien ICOR Kabupaten Lombok Barat Periode Tahun 2012-2015 Menurut Metode Penghitungan
Dihitung menggunakan metode akumulasi, koefisen ICOR periode tahun 2012-2015 Lombok Barat bernilai 6,32 pada lag 0 dan berkurang menjadi 5,69 pada lag 3. Baik dengan metode standar maupun akumulai, nilai ICOR terendah ada pada lag 3 dan dari kedua metode tersebut ICOR terendah diperoleh dengan metode standar dengan koefisien sebesar 4,78. Koefisien ICOR yang bernilai 4,78 memiliki arti bahwa investasi yang ditanamkan pada tahun 2012 senilai Rp 478 juta akan menghasilkan output Rp 100 juta tiga tahun berikutnya (2015). Karena masih bernilai di atas 4 maka dapat dikatakan bahwa investasi
di Lombok Barat selama periode 2012 hingga 2015 masih belum efektif, kendati demikian menuju ke arah yang lebih efisien.
Untuk dapat berbenah dan membuat investasi di Lombok Barat menjadi efisien, perlu dilihat lapangan usaha apa yang paling tidak efisien dan lapangan usaha apa yang telah cukup efisien dalam hal investasi khususnya selama empat tahun terakhir. Hasilnya
menunjukkan bahwa koefisien ICOR lag 0 untuk
masing-masing lapangan usaha cukup bervariasi. Dengan menggunakan metode akumulasi, lapangan usaha yang telah efisien (koefisien ICOR < 4) adalah lapangan usaha informasi komunikasi dan lapangan usaha Jasa Keuangan dan Asuransi dimana lapangan usaha Informasi dan Komunikasi memiliki koefisien ICOR terendah selama periode 2012-2015. Hal ini terjadi karena cukup tingginya kenaikan output pada lapangan usaha ini dalam periode penghitungan. Seiring arus moderenisasi, kebutuhan akan komunikasi dan informasi yang paling banyak tercermin dari penggunaan telepon selular menjadi tidak terelakkan. Telepon selular yang awalnya merupakan barang mewah saat ini telah berubah menjadi barang primer yang dimiliki oleh sebagian besar penduduk Lombok Barat. Oleh sebab itu tidaklan mengherankan apabila nilai tambah yang
dihasilkan dari lapangan usaha ini cukup besar dan menjadikan investasi yang ditanamkan di lapangan usaha ini efisien.
Masih menggunakan metode akumulasi, pada lag 3
lapangan usaha yang investasinya efisien semakin bertambah yaitu lapangan usaha pertanian, lapangan usaha informasi dan komunikasi, lapangan usaha jasa keuangan dan asuransi, dan lapangan usaha administrasi pemerintahan dan lapangan usaha jasa lainnya. Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa investasi pada kelima lapangan usaha ini akan menjadi efisien untuk meningkatkan output dalam jangka waktu tiga tahun. Lapangan usaha yang paling tidak efisien adalah
lapangan usaha pengadaan listrik dan gas karena koefisien ICOR nya semakin meningkat seiring
bertambahnya time lag. Bahkan pada lapangan usaha ini
sepertinya investasi justru akan lebih dapat meningkatkan output apabila ditanamkan dalam jangka pendek. Koefisien ICOR terkecil dalam lapangan usaha ini ada
pada lag 2 yaitu sebesar 5,66. Interpretasinya adalah
investasi sebesar Rp 566 juta pada tahun 2012 akan meningkatkan Rp 100 juta output pada tahun 2014. Patut diakui bahwa investasi pada lapangan usaha ini banyak
Lapangan Usaha/Industry Lag 0 Lag 1 Lag 2 Lag 3 (1) (3) (4) (5) (6)
Pertanian,kehutanan,perikanan 5,53 5,69 5,80 3,87
Pertambangan penggalian 9,06 9,38 7,71 7,64
Industri Pengolahan 7,19 6,91 6,32 6,12
Pengadaan Listrik dan Gas 7,10 6,78 5,66 104,18
Pengadaan air,pengelolaan
sampah,limbah 7,50 7,20 6,85 8,51
Konstruksi 6,20 5,88 5,57 5,66
Perdagangan dan reparasi motor mobil 6,88 6,83 6,81 7,08
Transportasi dan pergudangan 8,53 8,04 7,25 7,35
Penyediaan Akomodasi makan Minum 6,57 6,71 7,48 10,10
Informasi Komunikasi 2,04 1,98 1,93 1,93
Jasa Keuangan dan Asuransi 2,95 3,26 3,29 3,05
Real Estat 6,30 6,33 6,70 5,86
Jasa Perusahaan 5,55 5,85 5,96 5,30
Adm Pemerintahan,pertahanan,jaminan
sosial 4,13 3,63 3,26 3,17
Jasa Pendidikan 5,59 5,33 5,09 4,53
Jasa Kesehatan dan kegiatan Sosial 7,39 7,04 7,62 7,31
Jasa Lainnya 4,05 3,58 3,70 3,43 LOMBOK BARAT 6,32 6,19 5,99 5,69
bertumpu pada pembangunan infrastruktur yang sangat padat modal. Lag waktu 3 tahun tampaknya belum cukup untuk dapat meningkatkan efisiensi pada lapangan usaha listrik dan gas, bisa jadi hasil dari investasi yang ditanamkan pada tahun ini baru akan menampakkan hasil yang efisien setelah 10 tahun yang akan datang.
Tabel 6. Koefisien ICOR Lapangan Usaha Metode Akumulasi Kabupaten Lombok Barat Periode Tahun 2012-2015