i
UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI ASERTIF MELALUI LAYANAN BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL
MENGGUNAKAN METODE SOSIODRAMA
(Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling pada Siswa Kelas VIIB SMP Negeri 1 Tretep)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Oleh :
Novita Dian Ratnasari NIM: 101114068
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
PERSEMBAHAN
Penulis mempersembahkan skripsi ini untuk:
Tuhan YME
Keluarga tercinta
Prodi BK Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
vii
ABSTRAK
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Asertif Siswa Melalui Bimbingan Pribadi-Sosial Menggunakan Metode Sosiodrama (Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling pada Kelas VIIB SMPN 1 Tretep, Temanggung
Tahun Ajaran 2013/2014)
Novita Dian Ratnasari Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2014
viii
ABSTRACT
The Enhancement of Assertive Communicative Skill of Students Through Social-Private Guidance Using Socio-drama Method ( The Research Toward
The Action of Guidance And Counseling of Class VIIB Students at SMPN 1 Tretep, Temanggung, School Year 2013/2014)
Novita Dian Ratnasari Sanata Dharma University
Yogyakarta 2014
This research is aims at increasing assertive communication skill students and seeing how much of an increase in assertive communication skills as well as the validity of the increase in assertive communication skills through social-private guidance using sociodrama method counseling of class VIIB students at
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala ramhat dan
karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar saarjana Pendidikan di Program Studi Bimbingan dan
Konseling.
Penulis mendapat pengalaman banyak selama proses penyelesaian skripsi
ini. Baik pengalaman yang menyenangkan maupun yang kurang menyenangkan.
Semua pengalaman itu menjadi pelajaran yang amat sangat penting dalam
perkembangan diri penulis. Penulis menyadari bahwa semua pengalaman yang
dialami saat mengerjakan skripsi ini merupakan bagian dari perjalanan
pengembangan diri penulis dan tentunya atas kuasa Tuhan YME.
Skripsi ini diselesaikan dengan baik berkat bantuan, dukungan, perhatian,
dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menghaturkan
terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada:
1. Dr. Gendon Barus, M.Si., sebagai Ketua Program Studi Bimbingan
dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Dr. M.M. Sri Hastuti, M.si., selaku dosen pembimbing yang telah
mendampingi, memotivasi, dan mengarahkan dengan penuh
kesabaran dan kerja keras dalam memberikan masukan-masukan
x
3. Para dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membekali penulis dengan
pengetahuan-pengetahuan yang bermanfaat dalam penulisan skripsi
ini.
4. St. Priyatmoko atas segala bantuan administrasinya selama
perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.
5. Isa Briawan, S.Pd., selaku kepala sekolah SMP Negeri 1 Tretep yang
telah mengijinkan peneliti untuk melakukan penelitian.
6. Wasino, S.Pd selaku koordinator BK yang telah membantu
memberikan masukan kepada penulis sehingga skripsi ini
terselesaikan.
7. Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Tretep yang telah meluangkan waktu
untuk mengisi kuesioner dan menjadi subjek dalam penelitian ini.
8. Orang Tua yang tercinta yang selalu memberikan dukungan baik
lewat doa maupun secara materi.
9. Mbak Yani sekeluarga, bapak Rio, Kak Ina sekeluarga, kak Icak
sekeluarga, Kak Yo sekeluarga, Kak Rin sekeluarga, Kak Siska
sekeluarga, dan Kak Rian yang telah memberikan Do’a dan
dukungan kepada peneliti.
10.Sahabat terbaikku, kakak terbaikku, dan kekasih hatiku Yulius Petro
Genok yang telah memberikan dukungan dalam proses mengerjakan
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL. ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi
ABSTRAK... vii
ABSTRACT ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GRAFIK ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Definisi Operasional ... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Asertif ... 9
xiii
2. Komponen Komunikasi Asertif ... 10
3. Unsur Komunikasi Asertif ... 13
4. Manfaat Komunikasi Asertif ... 15
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Asertif .... 16
B. Layanan Bimbingan Pribadi-Sosial Menggunakan Metode Sosiodrama ... 18
1. Pengertian Bimbingan Pribadi-Sosial ... 18
2. Pengertian Sosiodrama ... 19
C. Masa Remaja ... 23
D. Hipotesis Tindakan ... 23
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 24
B. Subyek dan Obyek Penelitian ... 25
C. Waktu dan Tempat Penelitian ... 26
D. Setting Penelitian ... 26
1. Partisipan Dalam Penelitian ... 26
2. Topik Bimbingan ... 27
3. Pengorganisasian Kelas ... 28
E. Prosedur Penelitian ... 28
F. Tahapan Penelitian ... 31
1. Identifikasi Masalah ... 31
2. Siklus I ... 32
xiv
G. Teknik Pengumpulan Data ... 36
1. Angket ... 36
2. Observasi ... 36
3. Wawancara ... 37
4. Studi Dokumen ... 37
H. Instrumen Penelitian ... 37
1. Jenis Instrumen ... 38
2. Validitas dan Reabilitas Instrumen ... 41
I. Teknik Analisis Data ... 47
1. Analisis Data skala Asertif ... 47
2. Analisis Data Wawancara, Pengamatan, Studi Dokumen ... 49
J. Kriteria Keberhasilan ... 50
1. Secara Kuantitatif ... 50
2. Secara Kualitatif ... 52
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 53
1. Pra Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling ... 53
2. Siklus I ... 60
3. Siklus II ... 70
4. Ketercapaian Kriteria Keberhasilan ... 77
5. Hasil Uji Hipotesis ... 78
B. Pembahasan ... 80
xv
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 85
B. Saran ... 86
DAFTAR PUSTAKA ... 88
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Norma Blue Print Penyusunan Kuesioner Kemampuan
Komunikasi Asertif Sebelum Uji Coba... 38
Tabel 2: Kriteria Panduan Pengamatan ... 40
Tabel 3 : Kriteria Panduan Wawancara Terstruktur Siswa ... 41
Tabel 4: Kisi-Kisi Instrumen Asertif setelah Uji Coba ... 44
Tabel 5: Daftar Indeks Korelasi Reabilitas... 46
Tabel 6: Norma Kategorisasi Tingkat Kemampuan Komunikasi Asertivitas Siswa kelas VIIB SMP Negeri 1 Tretep ... 48
Tabel7: Norma Kategorisasi Tingkat Kemampuan Komunikasi Asertivitas Siswa kelas VIIB SMP Negeri 1 Tretep ... 49
Tabel 8: Kriteria Keberhasilan ... 51
Tabel 9: Prosentase Skala Kemampuan Komunikasi Asertif ... 55
Tabel 10:Ketercapaian Kriteria Keberhasilan ... 78
Tabel 11: Hasil Uji Non Parametrik Tes ... 78
xvii
DAFTAR GRAFIK
Grafik1: Skor Item Kemampuan Komunikasi Asertif Siswa Kelas VIIB
Pra Tindakan ... 56
Grafik 2: Tingkat Kemampuan Komunikasi Asertif Siswa Kelas VIIB
Berdasarkan Kategorisasi pada Pra Tindakan ... 57
Grafik3 : Skor Item Kemampuan Komunikasi Asertif Siswa Kelas VIIB
Berdasarkan Kategorisasi pada Pra Penelitian dan Siklus 1 65
Grafik 4: Skor Masing-Masing Item Kemampuan Komunikasi Asertif
Siswa Kelas VIIB Pada Pra Tindakan dan Siklus 1 ... 66
Grafik 5: Tingkat Kemampuan Komunikasi Asertif Siswa Kelas VIIB
Berdasarkan Kategorisasi pada Pra Penelitian dengan Siklus 1 67
Grafik6: Tingkat Kemampuan Komunikasi Asertif Masing-Masing
Siswa Kelas VIIB pada Pra Penelitian dengan Siklus 1 .... 67
Grafik7: Skor Item Kemampuan Komunikasi Asertif Siswa Kelas VIIB
Berdasarkan Kategorisasi pada Siklus II ... 73
Grafik8: Skor Masing-Masing Item Kemampuan Komunikasi Asertif
xviii
Grafik 9: Tingkat Kemampuan Komunikasi Asertif Siswa Kelas VIIB
Berdasarkan Kategorisasi pada Siklus II ... 74
Grafik10:Tingkat Kemampuan Komunikasi Asertif Masing-Masing Siswa
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Silabus ... 91
Lampiran 2: Satuan Layanan Bimbingan ... 94
Lampiran 3 : Kisi-Kisi Penelitian ... 118
Lampiran 4: Instrumen Penelitian ... 124
Lampiran 5: Rekapitulasi Data Penelitian ... 131
Lampiran 6: Tabulasi Data Penelitian ... 135
Lampiran 7: Hasil Uji SPSS 15 ... 140
Lampiran 8: Presensi Siswa ... 145
Lampiran 9: Foto-Foto Penelitian ... 149
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi paparan secara berurutan mengenai latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi
operasional.
A. Latar Belakang Masalah
Selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk
sosial. Dalam kehidupan sosial, individu tidak lepas dalam pergaulan dengan
individu lainnya, karena sebagai makhluk sosial individu harus berinteraksi
dengan individu lainnya. Begitu pula masa remaja. Bagi seorang remaja
sudah mulai terjadi usaha pencarian jati diri dalam bentuk keinginan untuk
berada didalam kelompok dengan cara bergaul dengan orang lain
disekitarnya.
Remaja adalah saat manusia berumur belasan tahun. Pada masa
remaja manusia tidak dapat disebut sudah dewasa tetapi tidak dapat pula
disebut anak. Masa remaja adalah masa peralihan manusia dari
anak-anak menuju dewasa atau masa dimana seorang anak memiliki keinginan
untuk mengetahui berbagai macam hal serta ingin memiliki kebebasan dalam
menentukan apa yang ingin dilakukannya. Agar kebebasan yang mereka
miliki tidak terabaikan oleh pihak lain maka perlulah dikembangkan
keterampilan berperilaku asertif. Perilaku asertif itu sendiri didefinisikan
sebagai suatu pengungkapan ekspresi secara langsung dan jujur yang
memungkinkan kita untuk mempertahankan hak-hak pribadi kita tanpa
melakukan tindakan.
Komunikasi asertif sangat penting bagi remaja awal, apabila seorang
remaja awal tidak memiliki keterampilan untuk berperilaku asertif atau
bahkan tidak dapat berperilaku asertif, disadari ataupun tidak, remaja awal ini
akan kehilangan hak-hak pribadi sebagai individu dan cenderung tidak dapat
menjadi individu yang bebas dan akan selalu berada dibawah kekuasaan
orang lain. Selain itu, apabila seorang remaja tidak asertif maka remaja
tersebut akan merasa rendah diri dan tidak berani mengemukakan pikiran dan
perasaannya kepada orang lain karena merasa apa yang disampaikannya
selalu tidak dipedulikan orang lain.
Alasan seorang remaja awal tidak dapat berkomunikasi asertif adalah
karena mereka belum menyadari bahwa mereka memiliki hak untuk
berperilaku asertif. Remaja awal dipilih, karena pada masa ini terdapat
keraguan akan identitas diri sebagai seorang remaja awal karena pada masa
ini individu telah merasa dewasa namun masih ada orang-orang
disekelilingnya yang menyebutnya “anak remaja”.
Komunikasi asertif berbeda dengan perilaku agresif, karena dalam
berperilaku asertif, kita dituntut untuk tetap menghargai orang lain dan tanpa
melakukan kekerasan secara fisik maupun verbal. Sedangkan Komunikasi
agresif cenderung untuk menyakiti orang lain apabila kehendaknya tidak
kepada orang lain secara jujur, mereka menganggap mereka tidak memiliki
hak untuk melakukan hal tersebut.
Dampak lain dari kurangnya kemampuan komunikasi asertif pada
remaja adalah potensi untuk menjadi korban dari tindak kriminalitas terutama
kekerasan seksual. Menurut Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional Tahun
2006, sebanyak 3,07% perempuan dan 3,02% anak di Indonesia pernah
mengalami kekerasan. Adapun data Komisi Perlindungan Anak Indonesia
tahun 2006 menyebutkan, terjadi 788 kasus kekerasan terhadap anak dan
setiap bulannya 15 remaja putri menjadi korban pemerkosaan. Pihak
kepolisian memperkirakan masih banyak lagi kasus pelecehan seksual yang
belum terungkap atau belum dilaporkan kepada pihak kepolisian. Menurut
Tjhin Wiguna (Kompas, 2014 ), perkosaan atau pelecehan seksual tidak
hanya menimbulkan trauma mendalam, tetapi juga berakibat pada gangguan
fisik dan kognitif pada korban. Ia berharap bahwa korban atau keluarganya
tidak menutupi kasus kekerasan seksual dengan alasan malu. Korban atau
keluarganya harus segera melapor supaya pelaku ditindak dan menimbulkan
efek jera.
Ditaksir masih banyak kasus yang belum terungkap dan dilaporkan
kepada pihak kepolisian untuk ditindak lanjuti. Salah satu faktor
penyebabnya adalah kurangnya kemampuan korban (di kalangan
remaja/anak) untuk menggunakan haknya. Dalam kasus ini asertifitas sangat
berperan penting, dengan adanya sikap saling terbuka maka kasus pelecehan
Peneliti tertarik meneliti kemampuan komunikasi asertif lebih jauh
karena peneliti melihat banyaknya remaja yang enggan berkomunikasi
asertif. Mereka merasa suara dan keinginan mereka akan terabaikan oleh
figur orang tua, guru, bahkan teman sebaya. Selain itu, alasan pentingnya
penelitian ini dilakukan karena berdasarkan pengalaman peneliti ketika
melakukan kegiatan observasi dan wawancara guru BK di SMPN 1 Tretep,
peneliti melihat masih banyak siswa SMPN 1 Tretep yang merasa tidak bisa
menyelesaikan masalahnya dengan teman karena tidak berani
mengungkapkan perasaannya. Mereka memilih tetap diam walaupun
sebenarnya tidak nyaman menjalani hubungan yang tidak baik. Bahkan ada
siswa kelas VII yang hanya diam ketika dimarahi dan diganggu oleh teman
sekelasnya. Para siswa SMPN 1 Tretep perlu dibimbing agar memiliki
kemampuan komunikasi asertif. Pada penelitian ini difokuskan pada kelas
VII karena berdasarkan pengamatan peneliti ketika berada disekolah. Peneliti
melihat masih banyak siswa-siswi kelas VII yang kurang mampu untuk
berperilaku asertif. Bahkan kedua kasus yang peneliti sampaikan sebelumnya
merupakan siswa kelas VII.
Kegiatan belajar di Sekolah Menengah Pertama (SMP), tidak hanya
berfokus pada pelajaran bidang studi saja akan tetapi juga tentang pada
bidang bimbingan dan konseling yang berfungsi untuk membantu para siswa
memenuhi tugas perkembangannya. Di dalam proses bimbingan dan
konseling maka, guru pembimbing atau konselor harus memiliki metode
mempunyai sikap agresif. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu ialah
harus menguasai teknik-teknik dan teori-teori bimbingan dan konseling
dengan baik dan benar .
Teknik atau metode bimbingan dan konseling adalah suatu
pengetahuan tentang cara-cara menangani berbagai kasus atau masalah sesuai
dengan teknik atau metode yang benar. Pengertian lain ialah sebagai teknik
bimbingan dan konseling yang dikuasai oleh guru pembimbing untuk
membantu atau melaksanakan bimbingan dan konseling kepada siswa yang
mangalami masalah, agar permasalahan tersebut dapat terselesaikan dengan
baik, sehingga siswa yang bermasalah dapat memahami dirinya dengan baik.
Dalam memberikan bimbingan terhadap siswa/ remaja para guru BK
mempunyai berbagai metode dalam memberikan layanan bimbingan pada
siswa salah satunya adalah dengan menggunakan teknik sosiodrama.
Sosiodrama merupakan salah satu tehnik dalam bimbingan kelompok
yaitu role playing atau teknik bermain peran dengan cara mendramatisasikan bentuk tingkah laku dalam hubungan sosial. Sosiodrama merupakan
dramatisasai dari persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam pergaulan
dengan orang lain, tingkat konflik- konflik yang dialami dalam pergaulan
sosial (Winkel,2004 :470).
Belum terlalu banyak bimbingan klasikal maupun bimbingan yang
menggunakan metode sosiodrama apalagi dalam meningkatkan kemampuan
asertif mereka. Berdasarkan masalah di atas peneliti tertarik untuk melakukan
pribadi-sosial dengan metode sosiodrama pada siswa kelas VIIB SMP N 1
Tretep, Temanggung tahun ajaran 2013/2014”
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang permasalahan tersebut, maka perumusan masalah
penelitian ini sebagai berikut:
1. Apakah kemampuan komunikasi asertif dapat ditingkatkan melalui
bimbingan pribadi sosial menggunakan metode sosiodrama pada siswa
kelas VIIB SMP N 1 Tretep, Temanggung Tahun Ajaran 2013/2014?”
2. Seberapa besar peningkatan kemampuan komunikasi asertif pada setiap
siklus ?
3. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi asetif siswa dapat diuji
taraf signifikansinya?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. meningkatkan kemampuan komunikasi asertif melalui bimbingan
pribadi-sosial menggunakan metode sosiodrama pada siswa kelas VIIB
SMP N 1 Tretep, Temanggung Tahun Ajaran 2013/2014.
2. Mendiskripsikan peningkatan kemampuan komunikasi asertif pada setiap
siklus.
3. Mendiskripsikan signifikansi peningkatan kemampuan komunikasi asetif
D. Manfaat Penelitian
Penelitian tindakan bimbingan dan konseling ini diharapkan dapat memberi
manfaat:
1. Teoritis
Memberikan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan bidang pendidikan
khususnya Bimbingan dan Konseling. Sehingga pendidikan, terutama
layanan bimbingan pribadi sosial akan semakin berkembang dengan
menggunakan metode sosiodrama dan memunculkan inspirasi dalam
penggunaan metode bimbingan yang lainnya.
2. Praktis
a. Bagi Siswa
Meningkatkan keasertifan siswa dalam kehidupan bermasyarakat.
Dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam mengikuti layanan
bimbingan sosial personal.
b. Bagi Guru Pembimbing
Hasil Penelitian ini diharapakan dapat memberikan informasi agar
dalam melakukan layanan bimbingan secara kreatif dengan
menggunakan beberapa metode seperti metode sosiodrama yang
melibatkan siswa secara langsung dalam pemberian layanan.
c. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber referensi
E. Definisi Operational
1. Komunikasi Asertif : ekspresi yang langsung (verbal dan non-verbal),
jujur dan pada tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuhan atau hak-hak
individu (siswa kelas VII SMPN 1 Tretep) tanpa kecemasan yang tidak
beralasan.
2. Sosiodrama : suatu teknik dalam bimbingan yang juga dapat dikatakan
sebagai alat yang digunakan dalam memberikan layanan kepada siswa
(kelas VIIB SMPN 1 Tretep) berkaitan dengan pemecahan
masalah-masalah yang berkaitan dengan fenomena sosial dengan cara mengajak
mereka memerankan peran-peran tertentu yang berkaitan dengan
hubungan antar manusia.
3. Bimbingan : proses pemberian bantuan kepada Siswa (kelas VIIB SMPN
1 Tretep) yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya Siswa
tersebut dapat memahami dirinya, sehingga ia sanggup mengarahkan diri
dan dapat bertindak wajar, sesuai dengan tuntutan dan keluarga serta
masyarakat.
4. Masa Remaja : peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa atau
masa seorang anak memiliki keinginan untuk mengetahui berbagai
macam hal serta ingin memiliki kebebasan dalam menentukan apa yang
BAB II
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN
Bab ini berisi uraian tentang Komunikasi asertif, sosiodrama, remaja dan
bimbingan pribadi sosial
A. Komunikasi Asertif
1. Pengertian Komunikasi Asertif
Adams & Lenz (1995 :28) menyatakan bahwa asertif berarti
mengerti apa yang dilakukan dan di inginkan, menjelaskannya pada orang
lain, bekerja dengan cara kita sendiri untuk memenuhi kebutuhan kita
sendiri sambil tetap menunjukkan rasa hormat kepada orang lain. Orang
asertif merupakan orang yang berani berinisiatif tanpa
merugikan/menyakiti orang lain. Alberti dan Emmons (2002: 41)
mengatakan bahwa perilaku yang asertif mempromosikan kesetaraan
dalam hubungan manusia, yang memungkinkan kita untuk bertindak
menurut kepentingan kita sendiri, untuk membela diri sendiri tanpa
kecemasan yang tidak semestinya, untuk mengenkspresikan perasaan
dengan jujur dan nyaman, untuk menerapkan hak-hak pribadi kita tanpa
menyangkal hak-hak orang lain. Orang yang memiliki kemampuan
komunikasi asertif merupakan pribadi yang dapat mengakui dan
membedakan adanya hak pribadi maupun hak orang lain.
Asertif adalah ekspresi yang langsung, jujur, dan pada tempatnya
dari pikiran, perasaan, kebutuhan, atau hak-hak kita tanpa kecemasan
yang berlebihan (Cawood D, 1997: 13). Sedangkan menurut Jay (2007:
95), asertivitas merupakan kemampuan untuk mengkomunikasikan apa
yang di inginkan secara jujur, tidak menyakiti orang lain dan menyakiti
diri sendiri serta mendapatkan apa yang kita inginkan.
Asertif merupakan kemampuan seseorang untuk dapat
menyampaikan atau merasa bebas untuk mengemukakan perasaan dan
pendapatnya, serta dapat berkomunikasi dengan semua orang.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa asertivitas adalah
kemampuan seseorang menyangkut ekspresi atau pengungkapan pikiran,
perasaan dan keinginan yang tepat, jujur, terbuka, mempunyai sikap yang
tegas, positif dan mampu bersikap netral serta dapat mengutarakan akan
sesuatu secara objektif tanpa menyinggung perasaan orang lain.
2. Komponen Komunikasi Asertif
Alberti dan Emmons (2002) juga menyebutkan
komponen-komponen komunikasi asertif. Komponen-komponen-komponen tersebut adalah:
a. Kontak Mata (Eye Contact)
Saat berbicara individu yang asertif menunjukkan kontak mata
dengan menatap langsung dengan lawan bicaranya, sehingga akan
membantu dalam mengkomunikasikan ketulusan, menunjukkan
perhatian dan penghormatan kepada orang lain serta meningkatkan
b. Sikap Tubuh (Body Posture)
Sikap tubuh yang ditunjukkan oleh individu yang asertif adalah sikap
tubuh yang aktif dan tegak. Sikap berdiri yang membungkuk dan
pasif, menandakan kurangnya keasertifan seseorang.
c. Jarak atau Kontak Fisik (Distance atau Physical Contact)
Individu yang asertif mempunyai kemampuan dalam menjaga jarak
ketika berinteraksi dengan orang lain. Kedekatan di antara
orang-orang yang terlibat pembicaraan akan memiliki dampak yang cukup
besar dalam komunikasi. Akan tetapi apabila terlalu dekat mungkin
dapat menyinggung perasaan orang lain.
d. Isyarat (Gesture)
Isyarat yang ditunjukkan oleh individu yang asertif dapat menambah
ketegasan, keterbukaan, kehangatan, rasa percaya diri dan
spontanitas dalam berkomunikasi dengan orang lain. Sebagai contoh
anggukan kepala dapat mencerminkan bentuk persetujuan atau
penerimaan.
e. Ekspresi Wajah (Facial Expression)
Dalam berbicara dengan orang lain, individu yang asertif mampu
mengekspresikan wajah sesuai dengan pesan atau hal apa yang akan
disampaikan. Sebagai contoh, orang asertif akan tersenyum ketika
f. Nada, Modulasi, Volume Suara
Saat mengungkapkan pikiran dan perasaan secara verbal, individu
yang asertif menggunakan intonasi suara yang tepat. Orang asertif
mampu menyesuaikan intonasi bicaranya sesuai dengan situasi dan
kondisi pada saat itu. Sebagai contoh, ketika berbicara ditempat yang
ramai ia akan berbicara dengan intones yang tinggi agar didengar
oleh lawan bicaranya.
g. Penetapan Waktu (Timing)
Individu yang asertif mampu menyatakan sesuatu kepada orang lain
secara tepat sesuai dengan waktu dan tempat.
h. Mendengarkan (Listening)
Individu yang asertif mempunyai kemampuan untuk mendengarkan
dengan seksama ketika lawan bicaranya sedang berbicara, sehingga
mampu menahan diri untuk tidak mengekspresikan diri sesaat.
i. Isi (Content)
Individu yang asertif mampu mengekspresikan pikiran dan perasaan
dengan memilih kalimat yang tepat dalam berkomunikasi dengan
orang lain. Sebagai contoh, orang asertif akan menyatakan
permintaan maaf pada awal pembicaraan ketika ia tidak sependapat
3. Unsur Komunikasi Asertif
Alberti dan Emmons (2002) menyebutkan unsur komunikasi
asertif. Unsur-unsur tersebut adalah:
a. Mempromosikan kesetaraan dalam hubungan manusia
Mempromosikan kesetaraan dalam hubungan manusia berarti
menempatkan kedua belah pihak secara setara, memulihkan
keseimbangan kekuatan dengan cara memberikan kekuatan pribadi
terhadap “si underdog” serta menjadikannya mungkin bagi setiap orang untuk menang dan tak ada seorangpun yang merugi. Orang
asertif menjunjung tinggi persamaam derajat manusia dalam segala
bentuk interaksinya. Orang asertif menunjukkan dukungan, dan
mengusahakan setiap pihak diuntungkan dalam berbagai interaksi
sosial.
b. Bertindak menurut kepentingan anda sendiri
Bertindak menurut kepentingan anda sendiri mengacu pada
kesanggupan untuk membuat keputusan anda sendiri tentang karier,
hubungan, gaya hidup, dan jadwal untuk berinisiatif mengawali
pembicaraan dan mengorganisir kegiatan, untuk mempercayai
penilaian anda sendiri, untuk menetapkan tujuan dan berusaha untuk
meraih itu semua, untuk meminta bantuan dari orang lain, untuk
berpartisipasi dalam pergaulan. Orang yang asertif mampu
c. Membela diri sendiri
Membela diri anda sendiri mencakup perilaku seperti berkata tidak,
menentukan batas-batas bagi waktu dan energy, menaggapi kritik,
hinaan atau amarah, mengekspresikan atau membela sebuah
pendapat. Orang yang asertif mampu menanggapi hinaan dan amarah
orang lain terhadapnya dengan tenang tanpa menyakiti perasaan
orang lain.
d. Mengekspresikan perasaan dengan jujur dan nyaman
Mengekspresikan perasaan dengan jujur dan nyaman berarti
kesanggupan untuk kurang setuju, menunjukkan amarah,
memperlihatkan kasih sayang atau persahabatan, mengakui rasa takut
atau cemas, mengekspresikan persetujuan dan dukungan. Orang
asertif mampu bersikap spontan tentang apa yang ia rasakan dan
pikirkan tanpa adanya rasa cemas yang menyakitkan.
e. Menerapkan hak-hak pribadi
Menerapkan hak-hak pribadi berhubungan dengan kesanggupan
sebagai warga negara, sebagai konsumen, sebagai anggota dari
sebuah organisasi atau sekolah atau kelompok kerja. Orang yang
asertif akan mampu mengekspresikan gagasan, kritik secara adil dan
mampu menanggapi pelanggaran terhadap dirinya maupun orang
f. Tidak mengabaikan hak-hak orang lain
Tidak menyangkali hak-hak orang lain adalah mampu
mengekspresikan hak-hak pribadi tanpa kritik yang tidak adil
terhadap orang lain, tanpa perilaku yang menyakitkan terhadap orang
lai, tanpa menjuluki, tanpa intimidasi, tanpa manipulasi serta tanpa
mengendalikan orang lain. Orang yang asertif mampu memberikan
kesempatan kepada orang lain untuk mengungkapkan diri apa
adanya.
4. Manfaat Komunikasi Asertif
Manfaat berkomunikasi asertif antara lain:
a. Asertivitas membuat orang semakin mengenal dirinya sendiri
dengan baik. Oleh karena itu orang yang berperilaku asertif akan
bertindak lebih kongkret pada apa yang dirasakan dan dengan
demikian orang yang asertif memiliki lebih banyak kesempatan
untuk mengembangkan diri dengan cara-cara baru dan
menggairahkan (Adams & Lenz 1995: 29-30)
b. Orang yang asertif akan hidup dalam kekinian. Orang yang asertif
akan dapat memenuhi kebutuhannya sekarang (Adams & Lenz
1995: 30)
c. Bertambahnya harga diri, sebab mampu mengungkapkan perasaan
dan ide-ide dengan jujur kepada orang lain (Adams & Lenz 1995:
yang asertif akan memperoleh penghargaan dari orang lain atas
ide-ide yang dikemukakan.
d. Membuat orang lain juga semakin terbuka untuk mengungkapkan
kebutuhan dan keinginannya. Orang yang asertif bersedia untuk
terbuka dengan orang lain sehingga membuka jalan bagi orang lain
juga untuk terbuka (Adams & Lenz 1995: 33). Hal ini juga
dikatakan oleh Jay (2005:96) bahwa orang lain akan mampu
mengekspresikan pandangan, harapan dan perasaan mereka
terhadap orang yang asertif.
e. Dapat mencegah terjadinya keretakan hubungan. Orang yang asertif
akan mampu untuk mengugkapkan kebutuhannya dan mampu
memahami kebutuhan orang lain (Adams & Lenz 1995: 33). Hal ini
juga dikatakan oleh Jay (2005:96) bahwa Orang yang asertif juga
sangat menghargai orang lain yang membuat dirinya juga dihargai
oleh orang lain sehinga membuat hubungan menjadi semakin baik.
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Asertif
Faktor-faktor yang mempengaruhi asertivitas adalah sebagai berikut :
a. Pola asuh orang tua
Kualitas perilaku asertif individu sangat dipengaruhi oleh interaksi
individu tersebut dengan orang tua maupun anggota keluarga
lainnya. Hal tersebut akan menentukan pola respon individu dalam
merespon masalah. Anak yang di didik dengan polah asuh
mengkomunikasikan segala keinginannya secara wajar, dan tidak
memaksakan kehendak (Santosa, 1999). Hal ini dibenarkan juga
oleh hasil penelitian tentang asertivitas yang dilakukan oleh setiono
dan Pramadi (dalam Nafisah, 2010) yang memeliti tentang pelatihan
asertif dan peningkatan perilaku asertif pada siswa-siwi SMP.
Penelitian tersebut memperoleh hasil bahwa individu yang
mengalami peningkatan skor asertivitas yang pesat adalah individu
yang dididik dengan polah asuh yang demokratis.
b. Konsep Diri
Konsep diri dan perilaku asertif mempunyai hubungan yang sangat
erat. Individu yang mempunyai konsep diri yang kuat akan mampu
berperilaku asertif. Sebaliknya individu yang mempunyai konsep
diri yang lemah, maka perilaku asertifnya juga rendah (Santosa,
1999). Hal ini juga dibenarkan oleh hasil penelitian yang dilakukan
oleh Ulfa (2013) menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara konsep diri dengan asertivitas. Tingginya konsep diri akan
mempengaruhi asertivitas.
c. Penyesuaian Sosial
Individu yang asertif ditandai dengan adanya penyesuain sosial
yang dapat mempertimbangkan perasaan dan kesejahteraan orang
lain. Seseorang yang memiliki penyesuaian sosial yang baik mampu
untuk mengungkapkan perasaan dengan tepat dan menghargai orang
Hal ini juga dibenarkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Ulfa
(2013) menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
penyesuaian sosial dengan asertivitas. Tingginnya penyesuain sosial
akan mempengaruhi asertivitas.
B. Layanan Bimbingan Pribadi-Sosial Menggunakan Metode Sosiodrama
1. Pengertian Bimbingan Pribadi Sosial
Menurut Winkel (1997: 118) bimbingan pribadi sosial
merupakan sarana untuk membantu individu dalam memecahkan
masalah-masalah pribadi sosialnya. Bimbingan pribadi-sosial membantu
siswa agar menemukan dan mengembangkan pribadi yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, mantap dan mandiri, sehat
jasmani dan rohani serta mampu mengenal dengan baik dan berinteraksi
dengan lingkungan sosialnya secara bertanggung jawab.
Bimbingan pribadi-sosial pribadi diarahkan untuk
memantapkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan individu
dalam menangani masalah-masalah dirinya. Bimbingan ini merupakan
layanan yang mengarah pada pencapaian pribadi yang seimbang dengan
memperhatikan keunikan karakteristik pribadi serta ragam permasalahan
yang dialami oleh individu. Adapun masalah yang terhimpun dalam
persoalan pribadi-sosial meliputi masalah hubungan interaksi dengan
orang lain (orang tua, saudara, teman, guru dan masyarakat di
Topik yang digunakan dalam layanan bimbingan untuk
meningkatkan kemampuan asertif siswa adalah aspek pribadi-sosial.
Topik tersebut berisikan mengenai cara mengkomunikasikan perasaan,
emosi, pendapat secara tepat tanpa menyinggung atau menghina orang
lain.
2. Pengertian Sosiodrama
Sosiodrama adalah metode pembelajaran bermain peran untuk
memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan fenomena sosial,
permasalahan yang menyangkut hubungan antara manusia seperti
masalah kenakalan remaja, narkoba, gambaran keluarga yang otoriter,
dan lain sebagainya. Sosiodrama digunakan untuk memberikan
pemahaman dan penghayatan akan masalah-masalah sosial serta
mengembangkan kemampuan siswa untuk memecahkannya Depdiknas
2012 ( dalam Abdullah, 2013). Sociodrama is a learning method that creates deep understanding of the social systems that shape us individually and collectively (Brown, 2005). Artinya, sosiodrama adalah metode belajar yang menciptakan pemahaman yang mendalammengenai
sistem sosial yang membentuk kita secara individu dan kolektif.
Sejalan dengan definisi Brown mengenai sosiodrama,
group problem solving enactment that focuses on a problems involving human relation dalam sosiodrama ini masalah hubungan antar manusia merupakan yang ditonjolkan.
Menurut Winkel (2004) sosiodrama merupakan dramatisasi
dari berbagai persoalan yang sering dialami dalam pergaulan sosial.
Metode sosiodrama merupakan metode mengajar dengan cara
mempertunjukkan kepada siswa masalah hubungan sosial tersebut
didramatisasikan oleh siswa dibawah pimpinan guru.
Dari penjelasan tentang sosiodrama di atas dapat disimpulkan
bahwa sosiodrama adalah kegiatan bermain peran yang didalamnya
mengulas mengenai masalah yang biasa terjadi dalam hubungan sosial.
Dalam kegiatan sosiodrama, beberapa siswa memerankan tokoh yang
terdapat dalam skenario dan yang lainnya mengamati dan menganalisis
interaksi antara pemeran.
Bimbingan memiliki peran dalam merencanakan, menstruktur,
memfasilitsi dan memonitor jalannya sosiodrama. Selain itu, peran
penting lainnya adalah membimbing untuk menindaklanjuti pembahasan
isi dari sosiodrama.
Pada masa sekarang ini istilah metode selalu dihubungkan
dengan masalah pendidikan yang bertujuan merubah tingkah laku siswa,
serta dapat memotivasi siswa supaya dapat berbuat dengan tujuan
pendidikan. Metode sosiodrama dalam aplikasinya melibatkan beberapa
memainkan peranan siswa tidak perlu menghafal naskah,
mempersiapkan diri, dan sebagainya. Pemain hanya berpegangan pada
judul dan garis besar skenarionya. Mereka dibawa ke dalam perristiwa
seperti yang perah terjadi dan mereka belajar untuk memahami dan
menghayati setiap kisah agar dapat mengaplikasikan kemudian.
Abdullah (2013: 108) mengungkapkan keunggulan metode
sosiodrama adalah sebagai berikut:
a. Menumbuhkan rasa empati dan memperkaya siswa dalam berbagai
pengalaman situasi sosialisasi yang bersifat problematik.
b. Memperkaya pengetahuan dan pengalaman semua siswa mengenai
cara menghafal dan memecahkan sesuatu masalah.
c. Dengan bermain peran siswa memperoleh kesempatan untuk
belajar mengekspresikan penghayatan mereka mengenai suatu
problema sosial.
d. Memupuk keberanian siswa untuk tampil didepan umum tanpa
kehilangan keseimbangan pribadi.
e. Merupakan suatu hiburan bagi siswa dengan melakukan/melihat
permainan peranan.
Sosiodrama dalam arti luas mempertunjukkan atau
mempertontonkan keadaan atau peristiwa-peristiwa yang dialami
orang, sifat dan tingkah laku orang. Metode sosiodrama berarti cara
mempertontonkan atau mendemontrasikan cara tingkah laku dalam
hubungan sosial.
Berdasarkan pengertian di atas penulis berusaha memanfaatkan
layanan bimbingan pribadi sosial sebagai upaya meningkatkan
kemampuan asertif siswa. Pengetahuan, pemahaman dan ketrampilan
tentang kemampuan asertif akan ditingkatkan menggunakaan
bimbingan dan konseling layanan bimbingan pribadi sosial dengan
kegiatan sosiodrama. Melalui kegiatan sosiodrama siswa dapat
memahami karakter seseorang, cara berkomunikasi yang baik dengan
orang lain, serta mengungkapkan perasaan secara baik dan benar.
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Deni A dan
Nurhenti (2011), metode sosiodrama digunakan dalam peningkatan
perilaku saling menghargai pada kelompok A2 TK Mentari Nusa PG
Nganjuk. Hasil dari penelitian tindakan tersebut mencapai ketuntasan
pada siklus 1 sebanyak 65,26%, pada siklus 2 mencapai 71,16% dan
siklus 3 mencapai 86,21%. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa
metode sosiodrama dapat meningkatkan perilaku saling menghormati.
Deni dan Nurhenti (2011) menjelaskan bahwa penggunaan metode
sosiodrama dalam penelitian memerlukan persiapan yang cukup
matang terlebih ketepatan dalam memilih judul yang sesuai dengan
tema dan melibatkan anak dalam memerankan tokoh didalam drama
C. Masa Remaja
Menurut Hurlock (1991) masa remaja berlangsung antara umur 12
tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22
tahun bagi pria. Rentang usia ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia
12/13 tahun sampai dengan 17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18
tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir. Menurut hukum
Amerika Serikat saat ini, individu dianggap telah dewasa apabila telah
mencapai usia 18 tahun, dan bukan 21 tahun seperti ketentuan sebelumnya
(Hurlock, 1991). Pada usia ini, umumnya anak sedang duduk dibangku
sekolah menengah.
Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa latin adolescence yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”. Arti yang lebih luas dari adolescence mencakup kematangan
mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1991).
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori yang telah dipaparkan maka hipotesis
tindakan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Ha : kemampuan komunikasi asertif siswa kelas VIIB SMP N 1
Tretep, Temanggung dapat ditingkatkan melalui bimbingan
pribadi-sosial menggunakan metode sosiodrama.
Ho : kemampuan komunikasi asertif siswa kelas VIIB SMP N 1
Tretep, Temanggung tidak dapat ditingkatkan melalui
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi uraian tentang jenis penelitian, subjek penelitian, waktu dan
tempat, peran dan posisi peneliti, prosedur penelitian hasil intervensi tindakan
yang diharapkan dan teknik pengumpulan data.
A. Jenis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian ini, maka
rancangan dan penelitian yang dipergunakan adalah penelitian tindakan
bimbingan dan konseling (PTBK). Penelitian tindakan bimbingan dan
konseling (PTBK) merupakan salah satu pendekatan dalam penelitian yang
berbasis kelas atau sekolah untuk melakukan pemecahan berbagai
permasalahan yang digunakan dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan.
Penelitian tindakan kelas atau Classroom Action Research (CAR) adalah proses pengkajian masalah bimbingan didalam kelas melalui refleksi diri
dalam upaya untuk memecahkan masalah tersebut dengan cara melakukan
berbagai tindakan yang terencana dalam situasi nyata serta menganalisis setiap
pengaruh dari perlakuan tersebut (Sanjaya, 2009:26).
Menurut Joni (1998: 5) Penelitian tindakan kelas didefinisikan sebagai
suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan, yang
dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tinakan-tindakan
dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap
tindakan-tindakan yang dilakukan, serta memperbaiki kondisi dimana pembelajaran
tersebut dilakukan. Penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang
bersifat reflektif, terencana dan dilaksanakan secara sistematis guna
memperbaiki suatu masalah yang ada pada kelas tertentu sehingga masalah
tersebut dapat diatasi dan kegiatan pendidikan dapat berlangsung secara
optimal.
Arikunto (2008) menjelaskan frasa penelitian tindakan kelas dari unsur
kata pembentuknya, yakni penelitian, tindakan, dan kelas. Penelitian mengacu
pada suatu kegiatan mencermati suatu objek dengan menggunakan cara atau
aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang
bermanfaat untuk meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat dan
penting bagi peneliti. Tindakan mengacu pada suatu gerak kegiatan yang
dilakukan dengan tujuan tertentu. Dalam penelitian tindakan kelas tindakan itu
berbentuk rangkaian siklus kegiatan untuk siswa. Dengan menggabungkan
batasan pengertian ketiga kata tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian
tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar
berupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah
kelas secara bersamaan dan bersifat reflektif.
B. Subyek dan Obyek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII di SMP N I Tretep
Temanggung semester genap tahun pelajaran 2013/2014. Adapun jumlah
siswa dimaksud adalah 20 orang siswa, terdiri dari 9 siswa laki-laki dan
Obyek penelitian ini yaitu pelaksanaan dan hasil layanan
bimbingan pribadi sosial dengan menggunakan metode sosiodrama
sebagai upaya meningkatkan sikap asertif siswa kelas VIII diSMP N I
Tretep Temanggung.
C. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling dilaksanakan pada
jam bimbingan bimbingan klasikal yang diadakan pada setiap hari Rabu
tiap minggunya. Pelaksanaannya pada semester genap tahun ajaran
2013/2014 pada bulan Mei hingga Juli 2014. Tempat penelitian ini adalah
kelas VII B SMP N I Tretep Temanggung.
D. Setting penelitian
Setting penelitian ini menggunakan setting kelas dan setting kelompok.
Data diperoleh pada saat proses bimbingan klasikal yang dilaksanakan
didalam kelas dan kelompok.
1. Partisipan dalam penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dibantu oleh mitra kolaboratif dan
beberapa pengamat, yaitu:
a. Mitra Kolaboratif
Nama : Wasino, S.Pd
NIP :197105151992071005
b. Mitra Kolaboratif
Nama :Bwidi Noor Fathoni, S.Pd
NIP :197805152008011007
Jabatan :Guru BK SMP N 1 Tretep
c. Mitra Kolaboratif
Nama : Robertus Sandi Purnaputra
NIM :101114066
Status :Mahasiswa
2. Topik Bimbingan
Upaya perbaikan dilaksanakan dalam 2 siklus. Masing-masing
siklus adalah 1 kali pertemuan selama 40 menit. Adapun topik
bimbingan pada setiap siklus perbaikan sebagai berikut:
a. Siklus 1
Fokus penelitian : meningkatkan kemampuan
komunikasi asertif siswa melalui bimbingan pribadi-sosial
menggunakan metode sosiodrama
Topik bahasan :Mengatasi Sikap pasif-agresif
Waktu : Rabu, 02 Juli 2014
Tempat :Ruang Kelas VII B SMP N I Tretep
Temanggung
b. Siklus 2
Fokus penelitian : meningkatkan kemampuan
komunikasi asertif siswa melalui bimbingan pribadi-sosial
menggunakan metode sosiodrama
Topik bahasan :Komunikasi Asertif
Waktu : Rabu, 09 Juli 2014
Tempat :Ruang Kelas VII B SMP N I Tretep
Temanggung
Jumlah siswa : 20 siswa
3. Pengorganisasian Kelas
Pengorganisasian kelas dalam penelitian ini dibagi menjadi
dua kelompok, yaitu kelompok pembahas atau pengamat dan
kelompok yang bertugas untuk mempraktekkan skenario drama di
depan kelas.
E. Prosedur Penelitian
Menurut model Hopkins (dalam Wiriatmadja, 2005: 66) PTK
mencakup empat langkah utama yang diawali dengan adanya identifikasi
masalah. Keempat langkah utama tersebut yaitu: 1) perencanaan
(planning), 2) tindakan (acting), 3) Pengamatan (observing), 4) refleksi (reflecting). Keempat langkah tersebut bersifat spiral dan dipandang sebagai satu siklus. Keempat langkah tersebut tergambar dalam bagan di
Gambar 1.
Bagan Penelitian Tindakan Model Hopkins
Hasil penelitian akan sesuai dengan kriteria keberhasilan PTK
bergantung pada pelaksanaan disetiap tahapan seperti tertera pada bagan
diatas. Berdasarkan bagan PTK dapat diketahui bahwa kegiatan penelitian
diawali dari tahap identifikasi masalah. Tahap identifikasi masalah.Tahap
identifikasi masalah dilakukan oleh peneliti dengan teknik wawancara,
FGD (Focus Group Discussion) dan observasi. FGD dilakukan pada tanggal 14 Juni 2014 dalam sebuah kelompok yang terdiri dari guru kelas
VIIB dan Guru BK kelas VII untuk mendiskusikan permasalahan yang
ditemui di SMP N 1 Tretep tersebut. Hasil dari FGD adalah pernyataan
guru kelas dan guru BK mengenai kurangnya kemampuan siswa dalam
berperilaku asertif. Hal tersebut dapat terlihat dari kepasifan siswa dalam
tidak jelas, siswa malu untuk menegur kesalahan guru . Fenomena tersebut
banyak ditemui pada siswa kelas VII. Identifikasi masalah dilakukan
dengan tujuan terangkatnya akar permasalahan yang akan mempermudah
peneliti dalam membuat tahap perencanaan. Tahap perencanaan disusun
berdasarkan hasil dari indentifikasi masalah. Tahap ini juga digunakan
sebagai acuan pemberian tindakan bimbingan.
Tahap tindakan dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah
disusun. Pada tahap penelitian ini peneliti memberikan tindakan kepada
siswa sesuai dengan pokok pada pelaksanaan tahapan tindakan ini peneliti
tetap melakukan observasi, wawancara dan membagikan angket untuk
mengetahui hasil yang dicapai melalui tindakan yang diberikan. Pada
tahapan ini peneliti akan melihat kesesuaian proses dengan pelaksanaan
dan membuat refleksi pada setiap siklusnya.
Refleksi merupakan tahap yang paling akhir, yang dilakukan
setelah pelaksanaan tindakan. Refleksi berisikan renungan dari peneliti dan
hasil yang diperoleh melalui observasi. Selain renungan dan hasil
penelitian, evaluasi proses juga tertera dalam refleksi. Jika pada tahap ini
peneliti masih belum mencapai tujuan yang didasarkan pada patokan yang
telah ditentukan maka peneliti akan melaksanakan siklus selanjutnya
F. Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian tindakan bimbingan dan konseling dapat
dijabarkan sesuai dengan bagan PTK diatas. Bagan penelitian tindakan
Hopkins dapat diuraikan dibawah ini.
1. Identifikasi masalah
Identifikasi masalah diperoleh melalui hasil wawancara dengan
guru maupun hasil observasi. Dari hasil wawancara diperoleh
bahwa keterampilan komunikasi asertif siswa kurang. Guru kelas
dan guru BK sependapat bahwa siswa kelas VII memiliki
kemampuan yang rendah dalam hal bertanya mengenai materi
pelajaran yang tidak dipahaminya. Ketika diberikan kesempatan
untuk bertanya mereka memilih untuk diam. Terlebih saat guru
menyuruh siswa untuk mengerjakan soal, mereka tidak mau
mengerjakannya dan hanya diam. Siswa memilih diam karena
mereka tidak paham dengan cara mengerjakan soal yang diberikan
tetapi mereka takut untuk bertanya.
Hal tersebut di kuatkan dengan hasil observasi yang
menunjukkan bahwa peneliti melihat masih banyak siswa SMPN 1
Tretep yang merasa tidak bisa menyelesaikan masalahnya dengan
teman karena tidak berani mengungkapkan perasaannya. Mereka
memilih tetap diam walaupun sebenarnya tidak nyaman menjalani
diam ketika dimarahi dan diganggu oleh teman sekelasnya. Para
siswa SMPN 1 Tretep perlu dibimbing agar memiliki kemampuan
komunikasi asertif. Pada penelitian ini difokuskan pada kelas VII
karena berdasarkan pengamatan peneliti ketika berada disekolah.
Peneliti melihat masih banyak siswa-siswi kelas VII yang kurang
mampu untuk berperilaku asertif. Bahkan beberapa guru
mengatakan bahwa sebagian besar siswa kelas VII takut untuk
bertanya kepada guru perihal materi pelajaran dan mereka lebih
memilih untuk diam.
2. Siklus 1
Secara rinci prosedur penelitian tindakan kelas tersebut
dijabarkan sebagai berikut.
a. Perencanaan
Adapun kegiataan yang dilakukan pada tahap ini sebagai
berikut:
1) Menyiapkan Satuan Pelayanan Bimbingan serta scenario
sosiodrama yang telah dibuat
2) Mempersiapkan lembar observasi kegiatan bimbingan,
lembar pedoman wawancara yang akan digunakan untuk
mengetahui dan sebagai catatan aktifitas siswa selama
3) Mempersiapkan angket untuk melihat keasertifan siswa
dalam proses bimbingan ketika menggunakan metode
sosiodrama.
4) Mempersiapkan alat-alat untuk dokumentasi seperti kamera
dan catatan lapangan.
b. Pelaksanaan Tindakan
1) Pengenalan awal dan penjelasan tujuan layanan bimbingan
pribadi-sosial
2) Ice breaker sebagai penyegar suasana
3) Tanya jawab dan penjelasan singkat terkait dengan materi
yang disampaikan
4) Kegiatan inti berupa bermain peran yang dilakukan oleh
beberapa siswa didalam kelas
5) Evaluasi dan refleksi mengenai kegiatan yang telah
dilaksanakan
6) Penjelasan layanan bimbingan yang dikaitkan dengan hasil
refleksi siswa
7) Penutupan berupa pengisian angket untuk mengukut skala
asertif.
Waktu yang digunakan dalam pelaksanaan sesuai dengan
rencana bimbingan yang telah tercantum dalam satuan
c. Pelaksanaan Observasi (Pengamatan)
Tahap ini merupakan kegiatan yang dilaksanakan
peneliti bersama observer pendamping untuk melakukan
pengamatan terhadap siswa. Observasi (pengamatan)
tersebut dilakukan untuk mengenali, merekam dan
mengumpulkan data dari setiap indikator mengenai unjuk
kerja siswa dalam proses memainkan sosiodrama. Adapun
fungsi dilakukannya observasi (pengamatan) tersebut
adalah untuk mengetahui sejauhmana perhatian dan
aktivitas proses sosiodrama dilakukan. Adapun instrumen
yang dipergunakan untuk melakukan observasi
(pengamatan) tersebut adalah lembar penilaian yang telah
ditetapkan. Objek dilakukannya observasi (pengamatan) itu
adalah sikap/perilaku siswa dalam proses sosiodrama ini
dilakukan dengan melihat indikator penilaian yang
ditetapkan.
d. Refleksi
Refleksi merupakan kegiatan analisis sintesis,
interpretasi dan eksplanasi (penjelasan) terhadap semua
data atau informasi yang dikumpulkan dari Hasil refleksi
akan digunakan peneliti untuk memperbaiki kinerja di
siklus selanjutnya. Penelitian tindakan yang dilaksanakan.
lain sangat dibutuhkan. Data yang telah terkumpul
kemudian ditindaklanjuti dengan melakukan analisis dan
diinterpretasi, sehingga dapat diketahui akan hasil dari
pelaksanaan tindakan yang dilakukan. Hasil analisis dan
interpretasi tersebut sebagai dasar untuk melakukan
evaluasi sehingga dapat diketahui akan berhasil tidaknya
terhadap tindakan yang telah dilaksanakan dengan tujuan
yang diharapkan.
3. Siklus 2
Setelah melakukan refleksi dan evaluasi dari upaya perbaikan
siklus 1 maka disusun upaya perbaikan siklus 2 sebagai berikut:
a. Tahap perencanaan
1) Menyiapkan SPB sebagai skenario jalannya
kegiatan bimbingan pribadi sosial serta menyiapkan
naskah sosiodrama
2) Menyiapkan instrumen penelitian berupa skala
asertif, pedoman wawancara, pedoman observasi.
3) Menyiapkan dokumentasi berupa kamera dan
lembar catatan lapangan.
b. Tahap pelaksanaan
Pelaksanaan upaya perbaikan siklus 2 dilakukan sesuai
dengan tahapan dalam satuan layanan bimbingan dengan
c. Tahap pengamatan
Pada tahap ini, mitra kolaborasi dan pengamat lain
mengamati proses jalannya kegiatan layanan bimbingan
didalam kelas.
d. Tahap refleksi
Seperti upaya perbaikan siklus 1, peneliti bersama dengan
mitra kolaboratif dan pengamat lain melakukan diskusi
untuk mendapatkan unpan balik dari upaya perbaikan yang
telah dilaksanakan.
G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan data dalam penelitian ini berupa:
a. Angket
Angket yang digunakan merupakan skala komunikasi asertif yang
disusun oleh peneliti berdasarkan teori yang telah dipaparkan oleh
ahli. Skala disebarkan di setiap pelaksanaan kegiatan bimbingan
klasikal pada saat berakhirnya tiap siklus. Skala komunikasi asertif
di isi oleh siswa setelah mengikuti bimbingan klasikal. Melaui
skala komunikasi asertif akan diketahui tanggapan siswa yang
kemudian akan digunakan untuk membandingkan hasil pre-test
dan post-test.
b. Observasi
Lembar pengamatan yang disusun pada penelitian ini didasarkan
berguna untuk merekam data secara langsung oleh pengamat
sehingga akan diketahui perubahan-perubahan yang terjadi selama
proses pelaksanaan layanan bimbingan klasikal. Lembar
pengamatan diisi oleh pengamat atau observer.
c. Wawancara
Wawancara dilakukan setiap berakhirnya kegiatan layanan
bimbingan klasikal.Wawancara dilakukan dengan tujuan
mengetahui tanggapan siswa setelah dilaksanakan bimbingan
pribadi sosial dengan menggunakan media sosiodrama.
d. Studi dokumen
Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah foto selama
proses penelitian tindakan bimbingan dan konseling berlangsung
dengan catatan lapangan yang disusun oleh mitra kolaboratif dan
pengamat lain.
H. Instrumen Penelitian
Penyusunan instrument dalam penelitian ini berdasarkan
unsur-unsur sikap asertif yang telah dimodifikasi dan disesuaikan menjadi
komunikasi asertif. Berdasarkan unsur-unsur sikap asertif yang
dipaparkan oleh Alberti dan Emmons (2002) maka disusun instrumen
untuk mengungkap kemampuan komunikasi asertif siswa dalam
mengikuti layanan bimbingan pribadi-sosial dengan metode
sosiodrama di kelas VIIB SMPN 1 Tretep,Temanggung tahun ajaran
1. Jenis Instrumen
a. Skala Komunikasi Asertif
Skala komunikasi asertif dalam penelitian ini digunakan
untuk mengukur kemampuan komunikasi asertif siswa
dalam mengikuti layanan bimbingan pribadi-sosial. Skala
komunikasi asertif ini merupakan alat ukur utama yang
digunakan dalam penelitian ini. Melalui skala, diharapkan
akan mendapat gambaran secara objektif mengenai tingkat
kemampuan komunikasi asertif siswa kelas VIIB dalam
bimbingan pribadi sosial di SMPN 1 Tretep. Skala ini
disusun oleh peneliti berdasarkan unsur komunikasi
asertif. Unsur komunikasi asertif dapat dituliskan pada
tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1
Blue Print Penyusunan Kuesioner Kemampuan Komunikasi Asertif Sebelum Uji Coba
NO ASPEK INDIKATOR Nomor item Jumla
3 Mengungkapka n perasaan dengan jujur dan nyaman
a. Mampu menyatakan perasaannya dengan kritik secara adil tanpa merugikan orang lain
37,38 39,40 4
6 Perhatian terhadap hak-hak orang lain
a. Mampu menghargai hak, keinginan, dan perasaan oran lain
41,42 43 3
b. Membiarkan orang lain mengungkapkan diri apa adanya
44 45 2
Jumlah 26 19 45
b. Pedoman dan Pengamatan/Observasi
Pedoman pengamatan/ observasi merupakan pendekatan
utama dalam penelitian kualitatif. Observasi merupakan suatu
pengamatan yang khusus dan yang ditujukan pada satu atau
beberapa fase masalah dengan maksud untuk mendapatkan
data yang diperlukan dalam pemecahan suatu masalah. Untuk
kegiatan observasi, peneliti di dibantu oleh teman sejawat dan
guru BK sebagai mitra kolaboratif.
Lembar observasi/pengamatan kemampuan asertif siswa berisi
pedoman dalam melaksanakan pengamatan aktivitas siswa
dalam mengikuti layanan bimbingan di dalam kelas. Lembar
pengamatan digunakan untuk mengamati
perubahan-perubahan yang terjadi selama kegiatan bimbingan
berlangsung. Lembar observasi dibuat oleh peneliti dan di isi
oleh mitra kolaboratif dan pengamat lain pada setiap
pelaksanaan kegiatan bimbingan. Kriteria panduan
pengamatan terdapat pada Tabel 2 dibawah ini.
Tabel 2.
Kriteria Panduan Pengamatan
No Hal-Hal yang Diamati Baik Cukup Kurang Keterangan
1 Kemampuan siswa dalam mendengarkan intruksi/perintah pembimbing
2 Kemampuan siswa dalam
mendengarkan teman saat berbicara
3 Kemampuan siswa dalam
mengungkapkan pendapat
4 Kemampuan siswa dalam menanggapi
kritikan teman
5 Kemampuan siswa dalam menjawab
pertanyaan
6 Keberanian siswa untuk menjawab
pertanyaan tanpa ditunjuk
7 Kemampuan siswa untuk memberikan
pujian/tepuk tangan kepada teman
8 Kepercayaan diri siswa untuk
mengawali pembicaraan
9 Keberanian siswa untuk memberikan
kritikan kepada pembimbing/teman
10 Kesungguhan siswa dalam mengikuti
kegiatan layanan (melaksanakan tugas yang diberikan oleh pembimbing)
c. Pedoman Wawancara
Menurut Nasir (1988:234) wawancara adalah teknis dalam
upaya menghimpun data yang akurat tentang keperluan
melaksanakan proses pemecahan masalah tertentu yang sesuai
dengan data. Wawancara dilakukan kepada 2 orang siswa
yang mengikuti layanan bimbingan pribadi-sosial. Wawancara
dilakukan setelah kegiatan layanan bimbingan dilaksanakan
sehingga objektif. Data wawancara akan digunakan untuk
mendukung data angket dan data pengamatan. Kriteria
panduan wawancara terdapat pada Tabel 3 dibawah ini.
Tabel 3
Kriteria Panduan Wawancara Terstruktur Siswa Aspek Indikator Sumber
Respon siswa
c. Ketercapaian kemampuan komunikasi asertif yang tinggi
Siswa kelas VII B
d. Studi Dokumen
Dokumentasi dalam penelitian ini adalah catatan lapangan
dan foto-foto selama proses layanan bimbingan pribadi sosial.
2. Validitas dan Reabilitas Instrumen
a. Validitas Instrumen
Validitas berarti sejauh mana ketepatan dan kecermatan
suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurannya. Suatu
tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurannya, atau
memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud
dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2006:05).
Jenis validitas yang digunakan adalah validitas isi
(Contens Validity). Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis
rasional atau lewat professional judgment. Pernyataan yang dicari jawabannya dalam validasi ini adalah “sejauh mana
item-item dalam tes mencakup keseluruhan kawasan objek yang
hendak diukur” atau “sejauh mana isi tes mencerminkan ciri
atribut yang hendak diukur” (Azwar, 2006:45). Instrument
yang digunakan dalam penelitian ini telah diuji oleh ahli yaitu
Prias Hayu Purbaning Tyas M.Pd.Hasil yang diperoleh melalui
uji ahli tersebut yaitu perlu dilakukan perbaikan pada
butir-butir kuesioner agar setiap butir-butir kuesioner menjadi kalimat
yang efektif sehingga mudah dipahami dan butir kuesioner
secara logis sesuai dengan kisi-kisi kuesioner.
Instrument yang valid mempunyai tingkat validitas yang
tinggi, dikatakan valid apabila dapat mengungkapkan data dari
variabel yang diteliti secara tepat. Menguji tingkat validitas dari
kuesioner dengan taraf signifikan (α = 5%) dapat menggunakan
rumus koefisien korelasi product moment (Surapranata, 2004:65)
∑ ∑ ∑
∑ 2 ∑ 2 ∑ 2 ∑
Keterangan :
= korelasi skorproduk momen
N = jumlah subyek
X = skor sub total kuesioner
Y = skor total butir-butir kuesioner
Menurut Sugiyono (2011:178) bila korelasi tiap faktor
tersebut positif besarnya 0,3 ke atas maka faktor tersebut
merupakan konstruk yang kuat. Berdasarkan analisis faktor
tersebut dapat disimpulkan bahwa instrumen tersebut memiliki
validitas konstruk yang baik. Apabila kurang daripada 0,3
maka dianggap sebagai tidak memuaskan (Azwar, 2011:103).
Dapat dikatakan jika item kurang dari 0,3 maka tidak valid
sehingga harus diperbaiki atau dibuang.
Hasil ujicoba dihitung menggunaka rumus korelasi
product-moment dengan jumlah subyek (n) sebanyak 33 siswa. Perhitungan validitas dilakukan dengan menggunakan SPSS
15.0. Berdasarkan perhitungan melalui SPSS 15 didapatkan 11
item tidak valid. Item yang tidak valid kemudian dibuang untuk
siap digunakan. Hasil uji validitas pada SPSS selengkapnya
terdapat pada lampiran.
Tabel 4.
Kisi-Kisi Instrumen Kemampuan Komunikasi Asertif Setelah Uji Coba
NO ASPEK INDIKATOR nomor item jumlah
+ -
1 Kesetaraan dalam hubungan (menempatkan kedua belah pihak pada posisi yang sama tanpa ada yang merasa
2 Bertindak sesuai dengan keinginan sendiri
a. Mampu menyatakan perasaannya dengan jujur
4 Pertahanan diri (mampu kemarahan dari orang lain secara terbuka
18,1 9,20
21 4
6 Perhatian terhadap
Reliabilitas sebenarnya mengacu pada konsistensi atau
kepercayaan hasil ukur (Azwar, 2006:83). Reliabilitas mengukur
sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya. Bila dilakukan
pengukuran di waktu yang berbeda pada kelompok subyek yang
sama diperoleh hasil yang relatif sama untuk mengukur
reabilitas kuesioner digunakan dua rumus. Rumus yang pertama
adalah rumus dari Pearson yaitu rumus korelasi product-moment. Hasil dari perhitungan rumus Pearson kemudian dimasukkan ke dalam rumus Spearman Brown. Rumus koefisien skor-skor belahan ganjil-genap dengan teknik korelasi Product-momen disajikan sebagai berikut:
XY
r
= koefisien reabilitas belahan ganjil-genapN = jumlah siswa
Y = belahan ganjil
Koefisen korelasi antar item-item ganjil dan item-item
genap yang diperoleh dari hasil perhitungan rumus di atas baru
mencerminkan taraf reliabilitas separuh atau setengah tes. Untuk
memperoleh taraf reliabilitas satu tes digunakan formula koreksi
Spearman Brown. Rumusnya adalah sebagai berikut:
Keterangan:
ri = reliabilitas internal seluruh instrumen
rb = korelasi product moment antara belahan ganjil-genap
Kemudian ditentukan derajat reliabilitas dengan pedoman
dengan daftar indeks korelasi reliabilitas (Masidjo, 1995 :209)
seperti yang disajikan dalam tabel 4. Hasil perhitungan reliabilitas
selengkapnya terdapat pada lampiran.
Tabel 5.
Daftar Indeks Korelasi Reabilitas
Koefisien Korelasi Kualifikasi
± 0,91 - ± 1,00 Sangat Tinggi ± 0,71 - ± 0,90 Tinggi ± 0,41 - ± 0,70 Cukup ± 0,21 - ± 0,40 Rendah 0,00 - ± 0,20 Sangat Rendah
Jadi, hasil perhitungan reliabilitas instrumen adalah 0,82
dengan klasifikasi tinggi menurut kriteria Guilford. Jadi dapat ri=