• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI ASERTIF MELALUI LAYANAN BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL MENGGUNAKAN METODE SOSIODRAMA (Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling pada Siswa Kelas VIIB SMP Negeri 1 Tretep) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI ASERTIF MELALUI LAYANAN BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL MENGGUNAKAN METODE SOSIODRAMA (Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling pada Siswa Kelas VIIB SMP Negeri 1 Tretep) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat"

Copied!
174
0
0

Teks penuh

(1)

i

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI ASERTIF MELALUI LAYANAN BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL

MENGGUNAKAN METODE SOSIODRAMA

(Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling pada Siswa Kelas VIIB SMP Negeri 1 Tretep)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh :

Novita Dian Ratnasari NIM: 101114068

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

PERSEMBAHAN

Penulis mempersembahkan skripsi ini untuk:

Tuhan YME

Keluarga tercinta

Prodi BK Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

(5)
(6)
(7)

vii

ABSTRAK

Peningkatan Kemampuan Komunikasi Asertif Siswa Melalui Bimbingan Pribadi-Sosial Menggunakan Metode Sosiodrama (Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling pada Kelas VIIB SMPN 1 Tretep, Temanggung

Tahun Ajaran 2013/2014)

Novita Dian Ratnasari Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2014

(8)

viii

ABSTRACT

The Enhancement of Assertive Communicative Skill of Students Through Social-Private Guidance Using Socio-drama Method ( The Research Toward

The Action of Guidance And Counseling of Class VIIB Students at SMPN 1 Tretep, Temanggung, School Year 2013/2014)

Novita Dian Ratnasari Sanata Dharma University

Yogyakarta 2014

This research is aims at increasing assertive communication skill students and seeing how much of an increase in assertive communication skills as well as the validity of the increase in assertive communication skills through social-private guidance using sociodrama method counseling of class VIIB students at

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala ramhat dan

karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar saarjana Pendidikan di Program Studi Bimbingan dan

Konseling.

Penulis mendapat pengalaman banyak selama proses penyelesaian skripsi

ini. Baik pengalaman yang menyenangkan maupun yang kurang menyenangkan.

Semua pengalaman itu menjadi pelajaran yang amat sangat penting dalam

perkembangan diri penulis. Penulis menyadari bahwa semua pengalaman yang

dialami saat mengerjakan skripsi ini merupakan bagian dari perjalanan

pengembangan diri penulis dan tentunya atas kuasa Tuhan YME.

Skripsi ini diselesaikan dengan baik berkat bantuan, dukungan, perhatian,

dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menghaturkan

terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada:

1. Dr. Gendon Barus, M.Si., sebagai Ketua Program Studi Bimbingan

dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Dr. M.M. Sri Hastuti, M.si., selaku dosen pembimbing yang telah

mendampingi, memotivasi, dan mengarahkan dengan penuh

kesabaran dan kerja keras dalam memberikan masukan-masukan

(10)

x

3. Para dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membekali penulis dengan

pengetahuan-pengetahuan yang bermanfaat dalam penulisan skripsi

ini.

4. St. Priyatmoko atas segala bantuan administrasinya selama

perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.

5. Isa Briawan, S.Pd., selaku kepala sekolah SMP Negeri 1 Tretep yang

telah mengijinkan peneliti untuk melakukan penelitian.

6. Wasino, S.Pd selaku koordinator BK yang telah membantu

memberikan masukan kepada penulis sehingga skripsi ini

terselesaikan.

7. Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Tretep yang telah meluangkan waktu

untuk mengisi kuesioner dan menjadi subjek dalam penelitian ini.

8. Orang Tua yang tercinta yang selalu memberikan dukungan baik

lewat doa maupun secara materi.

9. Mbak Yani sekeluarga, bapak Rio, Kak Ina sekeluarga, kak Icak

sekeluarga, Kak Yo sekeluarga, Kak Rin sekeluarga, Kak Siska

sekeluarga, dan Kak Rian yang telah memberikan Do’a dan

dukungan kepada peneliti.

10.Sahabat terbaikku, kakak terbaikku, dan kekasih hatiku Yulius Petro

Genok yang telah memberikan dukungan dalam proses mengerjakan

(11)
(12)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL. ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

ABSTRAK... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GRAFIK ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Definisi Operasional ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Asertif ... 9

(13)

xiii

2. Komponen Komunikasi Asertif ... 10

3. Unsur Komunikasi Asertif ... 13

4. Manfaat Komunikasi Asertif ... 15

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Asertif .... 16

B. Layanan Bimbingan Pribadi-Sosial Menggunakan Metode Sosiodrama ... 18

1. Pengertian Bimbingan Pribadi-Sosial ... 18

2. Pengertian Sosiodrama ... 19

C. Masa Remaja ... 23

D. Hipotesis Tindakan ... 23

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 24

B. Subyek dan Obyek Penelitian ... 25

C. Waktu dan Tempat Penelitian ... 26

D. Setting Penelitian ... 26

1. Partisipan Dalam Penelitian ... 26

2. Topik Bimbingan ... 27

3. Pengorganisasian Kelas ... 28

E. Prosedur Penelitian ... 28

F. Tahapan Penelitian ... 31

1. Identifikasi Masalah ... 31

2. Siklus I ... 32

(14)

xiv

G. Teknik Pengumpulan Data ... 36

1. Angket ... 36

2. Observasi ... 36

3. Wawancara ... 37

4. Studi Dokumen ... 37

H. Instrumen Penelitian ... 37

1. Jenis Instrumen ... 38

2. Validitas dan Reabilitas Instrumen ... 41

I. Teknik Analisis Data ... 47

1. Analisis Data skala Asertif ... 47

2. Analisis Data Wawancara, Pengamatan, Studi Dokumen ... 49

J. Kriteria Keberhasilan ... 50

1. Secara Kuantitatif ... 50

2. Secara Kualitatif ... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 53

1. Pra Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling ... 53

2. Siklus I ... 60

3. Siklus II ... 70

4. Ketercapaian Kriteria Keberhasilan ... 77

5. Hasil Uji Hipotesis ... 78

B. Pembahasan ... 80

(15)

xv

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 85

B. Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 88

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Norma Blue Print Penyusunan Kuesioner Kemampuan

Komunikasi Asertif Sebelum Uji Coba... 38

Tabel 2: Kriteria Panduan Pengamatan ... 40

Tabel 3 : Kriteria Panduan Wawancara Terstruktur Siswa ... 41

Tabel 4: Kisi-Kisi Instrumen Asertif setelah Uji Coba ... 44

Tabel 5: Daftar Indeks Korelasi Reabilitas... 46

Tabel 6: Norma Kategorisasi Tingkat Kemampuan Komunikasi Asertivitas Siswa kelas VIIB SMP Negeri 1 Tretep ... 48

Tabel7: Norma Kategorisasi Tingkat Kemampuan Komunikasi Asertivitas Siswa kelas VIIB SMP Negeri 1 Tretep ... 49

Tabel 8: Kriteria Keberhasilan ... 51

Tabel 9: Prosentase Skala Kemampuan Komunikasi Asertif ... 55

Tabel 10:Ketercapaian Kriteria Keberhasilan ... 78

Tabel 11: Hasil Uji Non Parametrik Tes ... 78

(17)

xvii

DAFTAR GRAFIK

Grafik1: Skor Item Kemampuan Komunikasi Asertif Siswa Kelas VIIB

Pra Tindakan ... 56

Grafik 2: Tingkat Kemampuan Komunikasi Asertif Siswa Kelas VIIB

Berdasarkan Kategorisasi pada Pra Tindakan ... 57

Grafik3 : Skor Item Kemampuan Komunikasi Asertif Siswa Kelas VIIB

Berdasarkan Kategorisasi pada Pra Penelitian dan Siklus 1 65

Grafik 4: Skor Masing-Masing Item Kemampuan Komunikasi Asertif

Siswa Kelas VIIB Pada Pra Tindakan dan Siklus 1 ... 66

Grafik 5: Tingkat Kemampuan Komunikasi Asertif Siswa Kelas VIIB

Berdasarkan Kategorisasi pada Pra Penelitian dengan Siklus 1 67

Grafik6: Tingkat Kemampuan Komunikasi Asertif Masing-Masing

Siswa Kelas VIIB pada Pra Penelitian dengan Siklus 1 .... 67

Grafik7: Skor Item Kemampuan Komunikasi Asertif Siswa Kelas VIIB

Berdasarkan Kategorisasi pada Siklus II ... 73

Grafik8: Skor Masing-Masing Item Kemampuan Komunikasi Asertif

(18)

xviii

Grafik 9: Tingkat Kemampuan Komunikasi Asertif Siswa Kelas VIIB

Berdasarkan Kategorisasi pada Siklus II ... 74

Grafik10:Tingkat Kemampuan Komunikasi Asertif Masing-Masing Siswa

(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Silabus ... 91

Lampiran 2: Satuan Layanan Bimbingan ... 94

Lampiran 3 : Kisi-Kisi Penelitian ... 118

Lampiran 4: Instrumen Penelitian ... 124

Lampiran 5: Rekapitulasi Data Penelitian ... 131

Lampiran 6: Tabulasi Data Penelitian ... 135

Lampiran 7: Hasil Uji SPSS 15 ... 140

Lampiran 8: Presensi Siswa ... 145

Lampiran 9: Foto-Foto Penelitian ... 149

(20)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi paparan secara berurutan mengenai latar belakang masalah,

perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi

operasional.

A. Latar Belakang Masalah

Selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk

sosial. Dalam kehidupan sosial, individu tidak lepas dalam pergaulan dengan

individu lainnya, karena sebagai makhluk sosial individu harus berinteraksi

dengan individu lainnya. Begitu pula masa remaja. Bagi seorang remaja

sudah mulai terjadi usaha pencarian jati diri dalam bentuk keinginan untuk

berada didalam kelompok dengan cara bergaul dengan orang lain

disekitarnya.

Remaja adalah saat manusia berumur belasan tahun. Pada masa

remaja manusia tidak dapat disebut sudah dewasa tetapi tidak dapat pula

disebut anak. Masa remaja adalah masa peralihan manusia dari

anak-anak menuju dewasa atau masa dimana seorang anak memiliki keinginan

untuk mengetahui berbagai macam hal serta ingin memiliki kebebasan dalam

menentukan apa yang ingin dilakukannya. Agar kebebasan yang mereka

miliki tidak terabaikan oleh pihak lain maka perlulah dikembangkan

keterampilan berperilaku asertif. Perilaku asertif itu sendiri didefinisikan

sebagai suatu pengungkapan ekspresi secara langsung dan jujur yang

(21)

memungkinkan kita untuk mempertahankan hak-hak pribadi kita tanpa

melakukan tindakan.

Komunikasi asertif sangat penting bagi remaja awal, apabila seorang

remaja awal tidak memiliki keterampilan untuk berperilaku asertif atau

bahkan tidak dapat berperilaku asertif, disadari ataupun tidak, remaja awal ini

akan kehilangan hak-hak pribadi sebagai individu dan cenderung tidak dapat

menjadi individu yang bebas dan akan selalu berada dibawah kekuasaan

orang lain. Selain itu, apabila seorang remaja tidak asertif maka remaja

tersebut akan merasa rendah diri dan tidak berani mengemukakan pikiran dan

perasaannya kepada orang lain karena merasa apa yang disampaikannya

selalu tidak dipedulikan orang lain.

Alasan seorang remaja awal tidak dapat berkomunikasi asertif adalah

karena mereka belum menyadari bahwa mereka memiliki hak untuk

berperilaku asertif. Remaja awal dipilih, karena pada masa ini terdapat

keraguan akan identitas diri sebagai seorang remaja awal karena pada masa

ini individu telah merasa dewasa namun masih ada orang-orang

disekelilingnya yang menyebutnya “anak remaja”.

Komunikasi asertif berbeda dengan perilaku agresif, karena dalam

berperilaku asertif, kita dituntut untuk tetap menghargai orang lain dan tanpa

melakukan kekerasan secara fisik maupun verbal. Sedangkan Komunikasi

agresif cenderung untuk menyakiti orang lain apabila kehendaknya tidak

(22)

kepada orang lain secara jujur, mereka menganggap mereka tidak memiliki

hak untuk melakukan hal tersebut.

Dampak lain dari kurangnya kemampuan komunikasi asertif pada

remaja adalah potensi untuk menjadi korban dari tindak kriminalitas terutama

kekerasan seksual. Menurut Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional Tahun

2006, sebanyak 3,07% perempuan dan 3,02% anak di Indonesia pernah

mengalami kekerasan. Adapun data Komisi Perlindungan Anak Indonesia

tahun 2006 menyebutkan, terjadi 788 kasus kekerasan terhadap anak dan

setiap bulannya 15 remaja putri menjadi korban pemerkosaan. Pihak

kepolisian memperkirakan masih banyak lagi kasus pelecehan seksual yang

belum terungkap atau belum dilaporkan kepada pihak kepolisian. Menurut

Tjhin Wiguna (Kompas, 2014 ), perkosaan atau pelecehan seksual tidak

hanya menimbulkan trauma mendalam, tetapi juga berakibat pada gangguan

fisik dan kognitif pada korban. Ia berharap bahwa korban atau keluarganya

tidak menutupi kasus kekerasan seksual dengan alasan malu. Korban atau

keluarganya harus segera melapor supaya pelaku ditindak dan menimbulkan

efek jera.

Ditaksir masih banyak kasus yang belum terungkap dan dilaporkan

kepada pihak kepolisian untuk ditindak lanjuti. Salah satu faktor

penyebabnya adalah kurangnya kemampuan korban (di kalangan

remaja/anak) untuk menggunakan haknya. Dalam kasus ini asertifitas sangat

berperan penting, dengan adanya sikap saling terbuka maka kasus pelecehan

(23)

Peneliti tertarik meneliti kemampuan komunikasi asertif lebih jauh

karena peneliti melihat banyaknya remaja yang enggan berkomunikasi

asertif. Mereka merasa suara dan keinginan mereka akan terabaikan oleh

figur orang tua, guru, bahkan teman sebaya. Selain itu, alasan pentingnya

penelitian ini dilakukan karena berdasarkan pengalaman peneliti ketika

melakukan kegiatan observasi dan wawancara guru BK di SMPN 1 Tretep,

peneliti melihat masih banyak siswa SMPN 1 Tretep yang merasa tidak bisa

menyelesaikan masalahnya dengan teman karena tidak berani

mengungkapkan perasaannya. Mereka memilih tetap diam walaupun

sebenarnya tidak nyaman menjalani hubungan yang tidak baik. Bahkan ada

siswa kelas VII yang hanya diam ketika dimarahi dan diganggu oleh teman

sekelasnya. Para siswa SMPN 1 Tretep perlu dibimbing agar memiliki

kemampuan komunikasi asertif. Pada penelitian ini difokuskan pada kelas

VII karena berdasarkan pengamatan peneliti ketika berada disekolah. Peneliti

melihat masih banyak siswa-siswi kelas VII yang kurang mampu untuk

berperilaku asertif. Bahkan kedua kasus yang peneliti sampaikan sebelumnya

merupakan siswa kelas VII.

Kegiatan belajar di Sekolah Menengah Pertama (SMP), tidak hanya

berfokus pada pelajaran bidang studi saja akan tetapi juga tentang pada

bidang bimbingan dan konseling yang berfungsi untuk membantu para siswa

memenuhi tugas perkembangannya. Di dalam proses bimbingan dan

konseling maka, guru pembimbing atau konselor harus memiliki metode

(24)

mempunyai sikap agresif. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu ialah

harus menguasai teknik-teknik dan teori-teori bimbingan dan konseling

dengan baik dan benar .

Teknik atau metode bimbingan dan konseling adalah suatu

pengetahuan tentang cara-cara menangani berbagai kasus atau masalah sesuai

dengan teknik atau metode yang benar. Pengertian lain ialah sebagai teknik

bimbingan dan konseling yang dikuasai oleh guru pembimbing untuk

membantu atau melaksanakan bimbingan dan konseling kepada siswa yang

mangalami masalah, agar permasalahan tersebut dapat terselesaikan dengan

baik, sehingga siswa yang bermasalah dapat memahami dirinya dengan baik.

Dalam memberikan bimbingan terhadap siswa/ remaja para guru BK

mempunyai berbagai metode dalam memberikan layanan bimbingan pada

siswa salah satunya adalah dengan menggunakan teknik sosiodrama.

Sosiodrama merupakan salah satu tehnik dalam bimbingan kelompok

yaitu role playing atau teknik bermain peran dengan cara mendramatisasikan bentuk tingkah laku dalam hubungan sosial. Sosiodrama merupakan

dramatisasai dari persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam pergaulan

dengan orang lain, tingkat konflik- konflik yang dialami dalam pergaulan

sosial (Winkel,2004 :470).

Belum terlalu banyak bimbingan klasikal maupun bimbingan yang

menggunakan metode sosiodrama apalagi dalam meningkatkan kemampuan

asertif mereka. Berdasarkan masalah di atas peneliti tertarik untuk melakukan

(25)

pribadi-sosial dengan metode sosiodrama pada siswa kelas VIIB SMP N 1

Tretep, Temanggung tahun ajaran 2013/2014”

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang permasalahan tersebut, maka perumusan masalah

penelitian ini sebagai berikut:

1. Apakah kemampuan komunikasi asertif dapat ditingkatkan melalui

bimbingan pribadi sosial menggunakan metode sosiodrama pada siswa

kelas VIIB SMP N 1 Tretep, Temanggung Tahun Ajaran 2013/2014?”

2. Seberapa besar peningkatan kemampuan komunikasi asertif pada setiap

siklus ?

3. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi asetif siswa dapat diuji

taraf signifikansinya?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. meningkatkan kemampuan komunikasi asertif melalui bimbingan

pribadi-sosial menggunakan metode sosiodrama pada siswa kelas VIIB

SMP N 1 Tretep, Temanggung Tahun Ajaran 2013/2014.

2. Mendiskripsikan peningkatan kemampuan komunikasi asertif pada setiap

siklus.

3. Mendiskripsikan signifikansi peningkatan kemampuan komunikasi asetif

(26)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian tindakan bimbingan dan konseling ini diharapkan dapat memberi

manfaat:

1. Teoritis

Memberikan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan bidang pendidikan

khususnya Bimbingan dan Konseling. Sehingga pendidikan, terutama

layanan bimbingan pribadi sosial akan semakin berkembang dengan

menggunakan metode sosiodrama dan memunculkan inspirasi dalam

penggunaan metode bimbingan yang lainnya.

2. Praktis

a. Bagi Siswa

Meningkatkan keasertifan siswa dalam kehidupan bermasyarakat.

Dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam mengikuti layanan

bimbingan sosial personal.

b. Bagi Guru Pembimbing

Hasil Penelitian ini diharapakan dapat memberikan informasi agar

dalam melakukan layanan bimbingan secara kreatif dengan

menggunakan beberapa metode seperti metode sosiodrama yang

melibatkan siswa secara langsung dalam pemberian layanan.

c. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber referensi

(27)

E. Definisi Operational

1. Komunikasi Asertif : ekspresi yang langsung (verbal dan non-verbal),

jujur dan pada tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuhan atau hak-hak

individu (siswa kelas VII SMPN 1 Tretep) tanpa kecemasan yang tidak

beralasan.

2. Sosiodrama : suatu teknik dalam bimbingan yang juga dapat dikatakan

sebagai alat yang digunakan dalam memberikan layanan kepada siswa

(kelas VIIB SMPN 1 Tretep) berkaitan dengan pemecahan

masalah-masalah yang berkaitan dengan fenomena sosial dengan cara mengajak

mereka memerankan peran-peran tertentu yang berkaitan dengan

hubungan antar manusia.

3. Bimbingan : proses pemberian bantuan kepada Siswa (kelas VIIB SMPN

1 Tretep) yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya Siswa

tersebut dapat memahami dirinya, sehingga ia sanggup mengarahkan diri

dan dapat bertindak wajar, sesuai dengan tuntutan dan keluarga serta

masyarakat.

4. Masa Remaja : peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa atau

masa seorang anak memiliki keinginan untuk mengetahui berbagai

macam hal serta ingin memiliki kebebasan dalam menentukan apa yang

(28)

BAB II

KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN

Bab ini berisi uraian tentang Komunikasi asertif, sosiodrama, remaja dan

bimbingan pribadi sosial

A. Komunikasi Asertif

1. Pengertian Komunikasi Asertif

Adams & Lenz (1995 :28) menyatakan bahwa asertif berarti

mengerti apa yang dilakukan dan di inginkan, menjelaskannya pada orang

lain, bekerja dengan cara kita sendiri untuk memenuhi kebutuhan kita

sendiri sambil tetap menunjukkan rasa hormat kepada orang lain. Orang

asertif merupakan orang yang berani berinisiatif tanpa

merugikan/menyakiti orang lain. Alberti dan Emmons (2002: 41)

mengatakan bahwa perilaku yang asertif mempromosikan kesetaraan

dalam hubungan manusia, yang memungkinkan kita untuk bertindak

menurut kepentingan kita sendiri, untuk membela diri sendiri tanpa

kecemasan yang tidak semestinya, untuk mengenkspresikan perasaan

dengan jujur dan nyaman, untuk menerapkan hak-hak pribadi kita tanpa

menyangkal hak-hak orang lain. Orang yang memiliki kemampuan

komunikasi asertif merupakan pribadi yang dapat mengakui dan

membedakan adanya hak pribadi maupun hak orang lain.

Asertif adalah ekspresi yang langsung, jujur, dan pada tempatnya

dari pikiran, perasaan, kebutuhan, atau hak-hak kita tanpa kecemasan

yang berlebihan (Cawood D, 1997: 13). Sedangkan menurut Jay (2007:

(29)

95), asertivitas merupakan kemampuan untuk mengkomunikasikan apa

yang di inginkan secara jujur, tidak menyakiti orang lain dan menyakiti

diri sendiri serta mendapatkan apa yang kita inginkan.

Asertif merupakan kemampuan seseorang untuk dapat

menyampaikan atau merasa bebas untuk mengemukakan perasaan dan

pendapatnya, serta dapat berkomunikasi dengan semua orang.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa asertivitas adalah

kemampuan seseorang menyangkut ekspresi atau pengungkapan pikiran,

perasaan dan keinginan yang tepat, jujur, terbuka, mempunyai sikap yang

tegas, positif dan mampu bersikap netral serta dapat mengutarakan akan

sesuatu secara objektif tanpa menyinggung perasaan orang lain.

2. Komponen Komunikasi Asertif

Alberti dan Emmons (2002) juga menyebutkan

komponen-komponen komunikasi asertif. Komponen-komponen-komponen tersebut adalah:

a. Kontak Mata (Eye Contact)

Saat berbicara individu yang asertif menunjukkan kontak mata

dengan menatap langsung dengan lawan bicaranya, sehingga akan

membantu dalam mengkomunikasikan ketulusan, menunjukkan

perhatian dan penghormatan kepada orang lain serta meningkatkan

(30)

b. Sikap Tubuh (Body Posture)

Sikap tubuh yang ditunjukkan oleh individu yang asertif adalah sikap

tubuh yang aktif dan tegak. Sikap berdiri yang membungkuk dan

pasif, menandakan kurangnya keasertifan seseorang.

c. Jarak atau Kontak Fisik (Distance atau Physical Contact)

Individu yang asertif mempunyai kemampuan dalam menjaga jarak

ketika berinteraksi dengan orang lain. Kedekatan di antara

orang-orang yang terlibat pembicaraan akan memiliki dampak yang cukup

besar dalam komunikasi. Akan tetapi apabila terlalu dekat mungkin

dapat menyinggung perasaan orang lain.

d. Isyarat (Gesture)

Isyarat yang ditunjukkan oleh individu yang asertif dapat menambah

ketegasan, keterbukaan, kehangatan, rasa percaya diri dan

spontanitas dalam berkomunikasi dengan orang lain. Sebagai contoh

anggukan kepala dapat mencerminkan bentuk persetujuan atau

penerimaan.

e. Ekspresi Wajah (Facial Expression)

Dalam berbicara dengan orang lain, individu yang asertif mampu

mengekspresikan wajah sesuai dengan pesan atau hal apa yang akan

disampaikan. Sebagai contoh, orang asertif akan tersenyum ketika

(31)

f. Nada, Modulasi, Volume Suara

Saat mengungkapkan pikiran dan perasaan secara verbal, individu

yang asertif menggunakan intonasi suara yang tepat. Orang asertif

mampu menyesuaikan intonasi bicaranya sesuai dengan situasi dan

kondisi pada saat itu. Sebagai contoh, ketika berbicara ditempat yang

ramai ia akan berbicara dengan intones yang tinggi agar didengar

oleh lawan bicaranya.

g. Penetapan Waktu (Timing)

Individu yang asertif mampu menyatakan sesuatu kepada orang lain

secara tepat sesuai dengan waktu dan tempat.

h. Mendengarkan (Listening)

Individu yang asertif mempunyai kemampuan untuk mendengarkan

dengan seksama ketika lawan bicaranya sedang berbicara, sehingga

mampu menahan diri untuk tidak mengekspresikan diri sesaat.

i. Isi (Content)

Individu yang asertif mampu mengekspresikan pikiran dan perasaan

dengan memilih kalimat yang tepat dalam berkomunikasi dengan

orang lain. Sebagai contoh, orang asertif akan menyatakan

permintaan maaf pada awal pembicaraan ketika ia tidak sependapat

(32)

3. Unsur Komunikasi Asertif

Alberti dan Emmons (2002) menyebutkan unsur komunikasi

asertif. Unsur-unsur tersebut adalah:

a. Mempromosikan kesetaraan dalam hubungan manusia

Mempromosikan kesetaraan dalam hubungan manusia berarti

menempatkan kedua belah pihak secara setara, memulihkan

keseimbangan kekuatan dengan cara memberikan kekuatan pribadi

terhadap “si underdog” serta menjadikannya mungkin bagi setiap orang untuk menang dan tak ada seorangpun yang merugi. Orang

asertif menjunjung tinggi persamaam derajat manusia dalam segala

bentuk interaksinya. Orang asertif menunjukkan dukungan, dan

mengusahakan setiap pihak diuntungkan dalam berbagai interaksi

sosial.

b. Bertindak menurut kepentingan anda sendiri

Bertindak menurut kepentingan anda sendiri mengacu pada

kesanggupan untuk membuat keputusan anda sendiri tentang karier,

hubungan, gaya hidup, dan jadwal untuk berinisiatif mengawali

pembicaraan dan mengorganisir kegiatan, untuk mempercayai

penilaian anda sendiri, untuk menetapkan tujuan dan berusaha untuk

meraih itu semua, untuk meminta bantuan dari orang lain, untuk

berpartisipasi dalam pergaulan. Orang yang asertif mampu

(33)

c. Membela diri sendiri

Membela diri anda sendiri mencakup perilaku seperti berkata tidak,

menentukan batas-batas bagi waktu dan energy, menaggapi kritik,

hinaan atau amarah, mengekspresikan atau membela sebuah

pendapat. Orang yang asertif mampu menanggapi hinaan dan amarah

orang lain terhadapnya dengan tenang tanpa menyakiti perasaan

orang lain.

d. Mengekspresikan perasaan dengan jujur dan nyaman

Mengekspresikan perasaan dengan jujur dan nyaman berarti

kesanggupan untuk kurang setuju, menunjukkan amarah,

memperlihatkan kasih sayang atau persahabatan, mengakui rasa takut

atau cemas, mengekspresikan persetujuan dan dukungan. Orang

asertif mampu bersikap spontan tentang apa yang ia rasakan dan

pikirkan tanpa adanya rasa cemas yang menyakitkan.

e. Menerapkan hak-hak pribadi

Menerapkan hak-hak pribadi berhubungan dengan kesanggupan

sebagai warga negara, sebagai konsumen, sebagai anggota dari

sebuah organisasi atau sekolah atau kelompok kerja. Orang yang

asertif akan mampu mengekspresikan gagasan, kritik secara adil dan

mampu menanggapi pelanggaran terhadap dirinya maupun orang

(34)

f. Tidak mengabaikan hak-hak orang lain

Tidak menyangkali hak-hak orang lain adalah mampu

mengekspresikan hak-hak pribadi tanpa kritik yang tidak adil

terhadap orang lain, tanpa perilaku yang menyakitkan terhadap orang

lai, tanpa menjuluki, tanpa intimidasi, tanpa manipulasi serta tanpa

mengendalikan orang lain. Orang yang asertif mampu memberikan

kesempatan kepada orang lain untuk mengungkapkan diri apa

adanya.

4. Manfaat Komunikasi Asertif

Manfaat berkomunikasi asertif antara lain:

a. Asertivitas membuat orang semakin mengenal dirinya sendiri

dengan baik. Oleh karena itu orang yang berperilaku asertif akan

bertindak lebih kongkret pada apa yang dirasakan dan dengan

demikian orang yang asertif memiliki lebih banyak kesempatan

untuk mengembangkan diri dengan cara-cara baru dan

menggairahkan (Adams & Lenz 1995: 29-30)

b. Orang yang asertif akan hidup dalam kekinian. Orang yang asertif

akan dapat memenuhi kebutuhannya sekarang (Adams & Lenz

1995: 30)

c. Bertambahnya harga diri, sebab mampu mengungkapkan perasaan

dan ide-ide dengan jujur kepada orang lain (Adams & Lenz 1995:

(35)

yang asertif akan memperoleh penghargaan dari orang lain atas

ide-ide yang dikemukakan.

d. Membuat orang lain juga semakin terbuka untuk mengungkapkan

kebutuhan dan keinginannya. Orang yang asertif bersedia untuk

terbuka dengan orang lain sehingga membuka jalan bagi orang lain

juga untuk terbuka (Adams & Lenz 1995: 33). Hal ini juga

dikatakan oleh Jay (2005:96) bahwa orang lain akan mampu

mengekspresikan pandangan, harapan dan perasaan mereka

terhadap orang yang asertif.

e. Dapat mencegah terjadinya keretakan hubungan. Orang yang asertif

akan mampu untuk mengugkapkan kebutuhannya dan mampu

memahami kebutuhan orang lain (Adams & Lenz 1995: 33). Hal ini

juga dikatakan oleh Jay (2005:96) bahwa Orang yang asertif juga

sangat menghargai orang lain yang membuat dirinya juga dihargai

oleh orang lain sehinga membuat hubungan menjadi semakin baik.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Asertif

Faktor-faktor yang mempengaruhi asertivitas adalah sebagai berikut :

a. Pola asuh orang tua

Kualitas perilaku asertif individu sangat dipengaruhi oleh interaksi

individu tersebut dengan orang tua maupun anggota keluarga

lainnya. Hal tersebut akan menentukan pola respon individu dalam

merespon masalah. Anak yang di didik dengan polah asuh

(36)

mengkomunikasikan segala keinginannya secara wajar, dan tidak

memaksakan kehendak (Santosa, 1999). Hal ini dibenarkan juga

oleh hasil penelitian tentang asertivitas yang dilakukan oleh setiono

dan Pramadi (dalam Nafisah, 2010) yang memeliti tentang pelatihan

asertif dan peningkatan perilaku asertif pada siswa-siwi SMP.

Penelitian tersebut memperoleh hasil bahwa individu yang

mengalami peningkatan skor asertivitas yang pesat adalah individu

yang dididik dengan polah asuh yang demokratis.

b. Konsep Diri

Konsep diri dan perilaku asertif mempunyai hubungan yang sangat

erat. Individu yang mempunyai konsep diri yang kuat akan mampu

berperilaku asertif. Sebaliknya individu yang mempunyai konsep

diri yang lemah, maka perilaku asertifnya juga rendah (Santosa,

1999). Hal ini juga dibenarkan oleh hasil penelitian yang dilakukan

oleh Ulfa (2013) menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan

antara konsep diri dengan asertivitas. Tingginya konsep diri akan

mempengaruhi asertivitas.

c. Penyesuaian Sosial

Individu yang asertif ditandai dengan adanya penyesuain sosial

yang dapat mempertimbangkan perasaan dan kesejahteraan orang

lain. Seseorang yang memiliki penyesuaian sosial yang baik mampu

untuk mengungkapkan perasaan dengan tepat dan menghargai orang

(37)

Hal ini juga dibenarkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Ulfa

(2013) menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara

penyesuaian sosial dengan asertivitas. Tingginnya penyesuain sosial

akan mempengaruhi asertivitas.

B. Layanan Bimbingan Pribadi-Sosial Menggunakan Metode Sosiodrama

1. Pengertian Bimbingan Pribadi Sosial

Menurut Winkel (1997: 118) bimbingan pribadi sosial

merupakan sarana untuk membantu individu dalam memecahkan

masalah-masalah pribadi sosialnya. Bimbingan pribadi-sosial membantu

siswa agar menemukan dan mengembangkan pribadi yang beriman dan

bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, mantap dan mandiri, sehat

jasmani dan rohani serta mampu mengenal dengan baik dan berinteraksi

dengan lingkungan sosialnya secara bertanggung jawab.

Bimbingan pribadi-sosial pribadi diarahkan untuk

memantapkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan individu

dalam menangani masalah-masalah dirinya. Bimbingan ini merupakan

layanan yang mengarah pada pencapaian pribadi yang seimbang dengan

memperhatikan keunikan karakteristik pribadi serta ragam permasalahan

yang dialami oleh individu. Adapun masalah yang terhimpun dalam

persoalan pribadi-sosial meliputi masalah hubungan interaksi dengan

orang lain (orang tua, saudara, teman, guru dan masyarakat di

(38)

Topik yang digunakan dalam layanan bimbingan untuk

meningkatkan kemampuan asertif siswa adalah aspek pribadi-sosial.

Topik tersebut berisikan mengenai cara mengkomunikasikan perasaan,

emosi, pendapat secara tepat tanpa menyinggung atau menghina orang

lain.

2. Pengertian Sosiodrama

Sosiodrama adalah metode pembelajaran bermain peran untuk

memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan fenomena sosial,

permasalahan yang menyangkut hubungan antara manusia seperti

masalah kenakalan remaja, narkoba, gambaran keluarga yang otoriter,

dan lain sebagainya. Sosiodrama digunakan untuk memberikan

pemahaman dan penghayatan akan masalah-masalah sosial serta

mengembangkan kemampuan siswa untuk memecahkannya Depdiknas

2012 ( dalam Abdullah, 2013). Sociodrama is a learning method that creates deep understanding of the social systems that shape us individually and collectively (Brown, 2005). Artinya, sosiodrama adalah metode belajar yang menciptakan pemahaman yang mendalammengenai

sistem sosial yang membentuk kita secara individu dan kolektif.

Sejalan dengan definisi Brown mengenai sosiodrama,

(39)

group problem solving enactment that focuses on a problems involving human relation dalam sosiodrama ini masalah hubungan antar manusia merupakan yang ditonjolkan.

Menurut Winkel (2004) sosiodrama merupakan dramatisasi

dari berbagai persoalan yang sering dialami dalam pergaulan sosial.

Metode sosiodrama merupakan metode mengajar dengan cara

mempertunjukkan kepada siswa masalah hubungan sosial tersebut

didramatisasikan oleh siswa dibawah pimpinan guru.

Dari penjelasan tentang sosiodrama di atas dapat disimpulkan

bahwa sosiodrama adalah kegiatan bermain peran yang didalamnya

mengulas mengenai masalah yang biasa terjadi dalam hubungan sosial.

Dalam kegiatan sosiodrama, beberapa siswa memerankan tokoh yang

terdapat dalam skenario dan yang lainnya mengamati dan menganalisis

interaksi antara pemeran.

Bimbingan memiliki peran dalam merencanakan, menstruktur,

memfasilitsi dan memonitor jalannya sosiodrama. Selain itu, peran

penting lainnya adalah membimbing untuk menindaklanjuti pembahasan

isi dari sosiodrama.

Pada masa sekarang ini istilah metode selalu dihubungkan

dengan masalah pendidikan yang bertujuan merubah tingkah laku siswa,

serta dapat memotivasi siswa supaya dapat berbuat dengan tujuan

pendidikan. Metode sosiodrama dalam aplikasinya melibatkan beberapa

(40)

memainkan peranan siswa tidak perlu menghafal naskah,

mempersiapkan diri, dan sebagainya. Pemain hanya berpegangan pada

judul dan garis besar skenarionya. Mereka dibawa ke dalam perristiwa

seperti yang perah terjadi dan mereka belajar untuk memahami dan

menghayati setiap kisah agar dapat mengaplikasikan kemudian.

Abdullah (2013: 108) mengungkapkan keunggulan metode

sosiodrama adalah sebagai berikut:

a. Menumbuhkan rasa empati dan memperkaya siswa dalam berbagai

pengalaman situasi sosialisasi yang bersifat problematik.

b. Memperkaya pengetahuan dan pengalaman semua siswa mengenai

cara menghafal dan memecahkan sesuatu masalah.

c. Dengan bermain peran siswa memperoleh kesempatan untuk

belajar mengekspresikan penghayatan mereka mengenai suatu

problema sosial.

d. Memupuk keberanian siswa untuk tampil didepan umum tanpa

kehilangan keseimbangan pribadi.

e. Merupakan suatu hiburan bagi siswa dengan melakukan/melihat

permainan peranan.

Sosiodrama dalam arti luas mempertunjukkan atau

mempertontonkan keadaan atau peristiwa-peristiwa yang dialami

orang, sifat dan tingkah laku orang. Metode sosiodrama berarti cara

(41)

mempertontonkan atau mendemontrasikan cara tingkah laku dalam

hubungan sosial.

Berdasarkan pengertian di atas penulis berusaha memanfaatkan

layanan bimbingan pribadi sosial sebagai upaya meningkatkan

kemampuan asertif siswa. Pengetahuan, pemahaman dan ketrampilan

tentang kemampuan asertif akan ditingkatkan menggunakaan

bimbingan dan konseling layanan bimbingan pribadi sosial dengan

kegiatan sosiodrama. Melalui kegiatan sosiodrama siswa dapat

memahami karakter seseorang, cara berkomunikasi yang baik dengan

orang lain, serta mengungkapkan perasaan secara baik dan benar.

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Deni A dan

Nurhenti (2011), metode sosiodrama digunakan dalam peningkatan

perilaku saling menghargai pada kelompok A2 TK Mentari Nusa PG

Nganjuk. Hasil dari penelitian tindakan tersebut mencapai ketuntasan

pada siklus 1 sebanyak 65,26%, pada siklus 2 mencapai 71,16% dan

siklus 3 mencapai 86,21%. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa

metode sosiodrama dapat meningkatkan perilaku saling menghormati.

Deni dan Nurhenti (2011) menjelaskan bahwa penggunaan metode

sosiodrama dalam penelitian memerlukan persiapan yang cukup

matang terlebih ketepatan dalam memilih judul yang sesuai dengan

tema dan melibatkan anak dalam memerankan tokoh didalam drama

(42)

C. Masa Remaja

Menurut Hurlock (1991) masa remaja berlangsung antara umur 12

tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22

tahun bagi pria. Rentang usia ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia

12/13 tahun sampai dengan 17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18

tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir. Menurut hukum

Amerika Serikat saat ini, individu dianggap telah dewasa apabila telah

mencapai usia 18 tahun, dan bukan 21 tahun seperti ketentuan sebelumnya

(Hurlock, 1991). Pada usia ini, umumnya anak sedang duduk dibangku

sekolah menengah.

Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa latin adolescence yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”. Arti yang lebih luas dari adolescence mencakup kematangan

mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1991).

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori yang telah dipaparkan maka hipotesis

tindakan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

Ha : kemampuan komunikasi asertif siswa kelas VIIB SMP N 1

Tretep, Temanggung dapat ditingkatkan melalui bimbingan

pribadi-sosial menggunakan metode sosiodrama.

Ho : kemampuan komunikasi asertif siswa kelas VIIB SMP N 1

Tretep, Temanggung tidak dapat ditingkatkan melalui

(43)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi uraian tentang jenis penelitian, subjek penelitian, waktu dan

tempat, peran dan posisi peneliti, prosedur penelitian hasil intervensi tindakan

yang diharapkan dan teknik pengumpulan data.

A. Jenis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian ini, maka

rancangan dan penelitian yang dipergunakan adalah penelitian tindakan

bimbingan dan konseling (PTBK). Penelitian tindakan bimbingan dan

konseling (PTBK) merupakan salah satu pendekatan dalam penelitian yang

berbasis kelas atau sekolah untuk melakukan pemecahan berbagai

permasalahan yang digunakan dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan.

Penelitian tindakan kelas atau Classroom Action Research (CAR) adalah proses pengkajian masalah bimbingan didalam kelas melalui refleksi diri

dalam upaya untuk memecahkan masalah tersebut dengan cara melakukan

berbagai tindakan yang terencana dalam situasi nyata serta menganalisis setiap

pengaruh dari perlakuan tersebut (Sanjaya, 2009:26).

Menurut Joni (1998: 5) Penelitian tindakan kelas didefinisikan sebagai

suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan, yang

dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tinakan-tindakan

dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap

tindakan-tindakan yang dilakukan, serta memperbaiki kondisi dimana pembelajaran

(44)

tersebut dilakukan. Penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang

bersifat reflektif, terencana dan dilaksanakan secara sistematis guna

memperbaiki suatu masalah yang ada pada kelas tertentu sehingga masalah

tersebut dapat diatasi dan kegiatan pendidikan dapat berlangsung secara

optimal.

Arikunto (2008) menjelaskan frasa penelitian tindakan kelas dari unsur

kata pembentuknya, yakni penelitian, tindakan, dan kelas. Penelitian mengacu

pada suatu kegiatan mencermati suatu objek dengan menggunakan cara atau

aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang

bermanfaat untuk meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat dan

penting bagi peneliti. Tindakan mengacu pada suatu gerak kegiatan yang

dilakukan dengan tujuan tertentu. Dalam penelitian tindakan kelas tindakan itu

berbentuk rangkaian siklus kegiatan untuk siswa. Dengan menggabungkan

batasan pengertian ketiga kata tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian

tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar

berupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah

kelas secara bersamaan dan bersifat reflektif.

B. Subyek dan Obyek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII di SMP N I Tretep

Temanggung semester genap tahun pelajaran 2013/2014. Adapun jumlah

siswa dimaksud adalah 20 orang siswa, terdiri dari 9 siswa laki-laki dan

(45)

Obyek penelitian ini yaitu pelaksanaan dan hasil layanan

bimbingan pribadi sosial dengan menggunakan metode sosiodrama

sebagai upaya meningkatkan sikap asertif siswa kelas VIII diSMP N I

Tretep Temanggung.

C. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling dilaksanakan pada

jam bimbingan bimbingan klasikal yang diadakan pada setiap hari Rabu

tiap minggunya. Pelaksanaannya pada semester genap tahun ajaran

2013/2014 pada bulan Mei hingga Juli 2014. Tempat penelitian ini adalah

kelas VII B SMP N I Tretep Temanggung.

D. Setting penelitian

Setting penelitian ini menggunakan setting kelas dan setting kelompok.

Data diperoleh pada saat proses bimbingan klasikal yang dilaksanakan

didalam kelas dan kelompok.

1. Partisipan dalam penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dibantu oleh mitra kolaboratif dan

beberapa pengamat, yaitu:

a. Mitra Kolaboratif

Nama : Wasino, S.Pd

NIP :197105151992071005

(46)

b. Mitra Kolaboratif

Nama :Bwidi Noor Fathoni, S.Pd

NIP :197805152008011007

Jabatan :Guru BK SMP N 1 Tretep

c. Mitra Kolaboratif

Nama : Robertus Sandi Purnaputra

NIM :101114066

Status :Mahasiswa

2. Topik Bimbingan

Upaya perbaikan dilaksanakan dalam 2 siklus. Masing-masing

siklus adalah 1 kali pertemuan selama 40 menit. Adapun topik

bimbingan pada setiap siklus perbaikan sebagai berikut:

a. Siklus 1

Fokus penelitian : meningkatkan kemampuan

komunikasi asertif siswa melalui bimbingan pribadi-sosial

menggunakan metode sosiodrama

Topik bahasan :Mengatasi Sikap pasif-agresif

Waktu : Rabu, 02 Juli 2014

Tempat :Ruang Kelas VII B SMP N I Tretep

Temanggung

(47)

b. Siklus 2

Fokus penelitian : meningkatkan kemampuan

komunikasi asertif siswa melalui bimbingan pribadi-sosial

menggunakan metode sosiodrama

Topik bahasan :Komunikasi Asertif

Waktu : Rabu, 09 Juli 2014

Tempat :Ruang Kelas VII B SMP N I Tretep

Temanggung

Jumlah siswa : 20 siswa

3. Pengorganisasian Kelas

Pengorganisasian kelas dalam penelitian ini dibagi menjadi

dua kelompok, yaitu kelompok pembahas atau pengamat dan

kelompok yang bertugas untuk mempraktekkan skenario drama di

depan kelas.

E. Prosedur Penelitian

Menurut model Hopkins (dalam Wiriatmadja, 2005: 66) PTK

mencakup empat langkah utama yang diawali dengan adanya identifikasi

masalah. Keempat langkah utama tersebut yaitu: 1) perencanaan

(planning), 2) tindakan (acting), 3) Pengamatan (observing), 4) refleksi (reflecting). Keempat langkah tersebut bersifat spiral dan dipandang sebagai satu siklus. Keempat langkah tersebut tergambar dalam bagan di

(48)

Gambar 1.

Bagan Penelitian Tindakan Model Hopkins

Hasil penelitian akan sesuai dengan kriteria keberhasilan PTK

bergantung pada pelaksanaan disetiap tahapan seperti tertera pada bagan

diatas. Berdasarkan bagan PTK dapat diketahui bahwa kegiatan penelitian

diawali dari tahap identifikasi masalah. Tahap identifikasi masalah.Tahap

identifikasi masalah dilakukan oleh peneliti dengan teknik wawancara,

FGD (Focus Group Discussion) dan observasi. FGD dilakukan pada tanggal 14 Juni 2014 dalam sebuah kelompok yang terdiri dari guru kelas

VIIB dan Guru BK kelas VII untuk mendiskusikan permasalahan yang

ditemui di SMP N 1 Tretep tersebut. Hasil dari FGD adalah pernyataan

guru kelas dan guru BK mengenai kurangnya kemampuan siswa dalam

berperilaku asertif. Hal tersebut dapat terlihat dari kepasifan siswa dalam

(49)

tidak jelas, siswa malu untuk menegur kesalahan guru . Fenomena tersebut

banyak ditemui pada siswa kelas VII. Identifikasi masalah dilakukan

dengan tujuan terangkatnya akar permasalahan yang akan mempermudah

peneliti dalam membuat tahap perencanaan. Tahap perencanaan disusun

berdasarkan hasil dari indentifikasi masalah. Tahap ini juga digunakan

sebagai acuan pemberian tindakan bimbingan.

Tahap tindakan dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah

disusun. Pada tahap penelitian ini peneliti memberikan tindakan kepada

siswa sesuai dengan pokok pada pelaksanaan tahapan tindakan ini peneliti

tetap melakukan observasi, wawancara dan membagikan angket untuk

mengetahui hasil yang dicapai melalui tindakan yang diberikan. Pada

tahapan ini peneliti akan melihat kesesuaian proses dengan pelaksanaan

dan membuat refleksi pada setiap siklusnya.

Refleksi merupakan tahap yang paling akhir, yang dilakukan

setelah pelaksanaan tindakan. Refleksi berisikan renungan dari peneliti dan

hasil yang diperoleh melalui observasi. Selain renungan dan hasil

penelitian, evaluasi proses juga tertera dalam refleksi. Jika pada tahap ini

peneliti masih belum mencapai tujuan yang didasarkan pada patokan yang

telah ditentukan maka peneliti akan melaksanakan siklus selanjutnya

(50)

F. Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian tindakan bimbingan dan konseling dapat

dijabarkan sesuai dengan bagan PTK diatas. Bagan penelitian tindakan

Hopkins dapat diuraikan dibawah ini.

1. Identifikasi masalah

Identifikasi masalah diperoleh melalui hasil wawancara dengan

guru maupun hasil observasi. Dari hasil wawancara diperoleh

bahwa keterampilan komunikasi asertif siswa kurang. Guru kelas

dan guru BK sependapat bahwa siswa kelas VII memiliki

kemampuan yang rendah dalam hal bertanya mengenai materi

pelajaran yang tidak dipahaminya. Ketika diberikan kesempatan

untuk bertanya mereka memilih untuk diam. Terlebih saat guru

menyuruh siswa untuk mengerjakan soal, mereka tidak mau

mengerjakannya dan hanya diam. Siswa memilih diam karena

mereka tidak paham dengan cara mengerjakan soal yang diberikan

tetapi mereka takut untuk bertanya.

Hal tersebut di kuatkan dengan hasil observasi yang

menunjukkan bahwa peneliti melihat masih banyak siswa SMPN 1

Tretep yang merasa tidak bisa menyelesaikan masalahnya dengan

teman karena tidak berani mengungkapkan perasaannya. Mereka

memilih tetap diam walaupun sebenarnya tidak nyaman menjalani

(51)

diam ketika dimarahi dan diganggu oleh teman sekelasnya. Para

siswa SMPN 1 Tretep perlu dibimbing agar memiliki kemampuan

komunikasi asertif. Pada penelitian ini difokuskan pada kelas VII

karena berdasarkan pengamatan peneliti ketika berada disekolah.

Peneliti melihat masih banyak siswa-siswi kelas VII yang kurang

mampu untuk berperilaku asertif. Bahkan beberapa guru

mengatakan bahwa sebagian besar siswa kelas VII takut untuk

bertanya kepada guru perihal materi pelajaran dan mereka lebih

memilih untuk diam.

2. Siklus 1

Secara rinci prosedur penelitian tindakan kelas tersebut

dijabarkan sebagai berikut.

a. Perencanaan

Adapun kegiataan yang dilakukan pada tahap ini sebagai

berikut:

1) Menyiapkan Satuan Pelayanan Bimbingan serta scenario

sosiodrama yang telah dibuat

2) Mempersiapkan lembar observasi kegiatan bimbingan,

lembar pedoman wawancara yang akan digunakan untuk

mengetahui dan sebagai catatan aktifitas siswa selama

(52)

3) Mempersiapkan angket untuk melihat keasertifan siswa

dalam proses bimbingan ketika menggunakan metode

sosiodrama.

4) Mempersiapkan alat-alat untuk dokumentasi seperti kamera

dan catatan lapangan.

b. Pelaksanaan Tindakan

1) Pengenalan awal dan penjelasan tujuan layanan bimbingan

pribadi-sosial

2) Ice breaker sebagai penyegar suasana

3) Tanya jawab dan penjelasan singkat terkait dengan materi

yang disampaikan

4) Kegiatan inti berupa bermain peran yang dilakukan oleh

beberapa siswa didalam kelas

5) Evaluasi dan refleksi mengenai kegiatan yang telah

dilaksanakan

6) Penjelasan layanan bimbingan yang dikaitkan dengan hasil

refleksi siswa

7) Penutupan berupa pengisian angket untuk mengukut skala

asertif.

Waktu yang digunakan dalam pelaksanaan sesuai dengan

rencana bimbingan yang telah tercantum dalam satuan

(53)

c. Pelaksanaan Observasi (Pengamatan)

Tahap ini merupakan kegiatan yang dilaksanakan

peneliti bersama observer pendamping untuk melakukan

pengamatan terhadap siswa. Observasi (pengamatan)

tersebut dilakukan untuk mengenali, merekam dan

mengumpulkan data dari setiap indikator mengenai unjuk

kerja siswa dalam proses memainkan sosiodrama. Adapun

fungsi dilakukannya observasi (pengamatan) tersebut

adalah untuk mengetahui sejauhmana perhatian dan

aktivitas proses sosiodrama dilakukan. Adapun instrumen

yang dipergunakan untuk melakukan observasi

(pengamatan) tersebut adalah lembar penilaian yang telah

ditetapkan. Objek dilakukannya observasi (pengamatan) itu

adalah sikap/perilaku siswa dalam proses sosiodrama ini

dilakukan dengan melihat indikator penilaian yang

ditetapkan.

d. Refleksi

Refleksi merupakan kegiatan analisis sintesis,

interpretasi dan eksplanasi (penjelasan) terhadap semua

data atau informasi yang dikumpulkan dari Hasil refleksi

akan digunakan peneliti untuk memperbaiki kinerja di

siklus selanjutnya. Penelitian tindakan yang dilaksanakan.

(54)

lain sangat dibutuhkan. Data yang telah terkumpul

kemudian ditindaklanjuti dengan melakukan analisis dan

diinterpretasi, sehingga dapat diketahui akan hasil dari

pelaksanaan tindakan yang dilakukan. Hasil analisis dan

interpretasi tersebut sebagai dasar untuk melakukan

evaluasi sehingga dapat diketahui akan berhasil tidaknya

terhadap tindakan yang telah dilaksanakan dengan tujuan

yang diharapkan.

3. Siklus 2

Setelah melakukan refleksi dan evaluasi dari upaya perbaikan

siklus 1 maka disusun upaya perbaikan siklus 2 sebagai berikut:

a. Tahap perencanaan

1) Menyiapkan SPB sebagai skenario jalannya

kegiatan bimbingan pribadi sosial serta menyiapkan

naskah sosiodrama

2) Menyiapkan instrumen penelitian berupa skala

asertif, pedoman wawancara, pedoman observasi.

3) Menyiapkan dokumentasi berupa kamera dan

lembar catatan lapangan.

b. Tahap pelaksanaan

Pelaksanaan upaya perbaikan siklus 2 dilakukan sesuai

dengan tahapan dalam satuan layanan bimbingan dengan

(55)

c. Tahap pengamatan

Pada tahap ini, mitra kolaborasi dan pengamat lain

mengamati proses jalannya kegiatan layanan bimbingan

didalam kelas.

d. Tahap refleksi

Seperti upaya perbaikan siklus 1, peneliti bersama dengan

mitra kolaboratif dan pengamat lain melakukan diskusi

untuk mendapatkan unpan balik dari upaya perbaikan yang

telah dilaksanakan.

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan data dalam penelitian ini berupa:

a. Angket

Angket yang digunakan merupakan skala komunikasi asertif yang

disusun oleh peneliti berdasarkan teori yang telah dipaparkan oleh

ahli. Skala disebarkan di setiap pelaksanaan kegiatan bimbingan

klasikal pada saat berakhirnya tiap siklus. Skala komunikasi asertif

di isi oleh siswa setelah mengikuti bimbingan klasikal. Melaui

skala komunikasi asertif akan diketahui tanggapan siswa yang

kemudian akan digunakan untuk membandingkan hasil pre-test

dan post-test.

b. Observasi

Lembar pengamatan yang disusun pada penelitian ini didasarkan

(56)

berguna untuk merekam data secara langsung oleh pengamat

sehingga akan diketahui perubahan-perubahan yang terjadi selama

proses pelaksanaan layanan bimbingan klasikal. Lembar

pengamatan diisi oleh pengamat atau observer.

c. Wawancara

Wawancara dilakukan setiap berakhirnya kegiatan layanan

bimbingan klasikal.Wawancara dilakukan dengan tujuan

mengetahui tanggapan siswa setelah dilaksanakan bimbingan

pribadi sosial dengan menggunakan media sosiodrama.

d. Studi dokumen

Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah foto selama

proses penelitian tindakan bimbingan dan konseling berlangsung

dengan catatan lapangan yang disusun oleh mitra kolaboratif dan

pengamat lain.

H. Instrumen Penelitian

Penyusunan instrument dalam penelitian ini berdasarkan

unsur-unsur sikap asertif yang telah dimodifikasi dan disesuaikan menjadi

komunikasi asertif. Berdasarkan unsur-unsur sikap asertif yang

dipaparkan oleh Alberti dan Emmons (2002) maka disusun instrumen

untuk mengungkap kemampuan komunikasi asertif siswa dalam

mengikuti layanan bimbingan pribadi-sosial dengan metode

sosiodrama di kelas VIIB SMPN 1 Tretep,Temanggung tahun ajaran

(57)

1. Jenis Instrumen

a. Skala Komunikasi Asertif

Skala komunikasi asertif dalam penelitian ini digunakan

untuk mengukur kemampuan komunikasi asertif siswa

dalam mengikuti layanan bimbingan pribadi-sosial. Skala

komunikasi asertif ini merupakan alat ukur utama yang

digunakan dalam penelitian ini. Melalui skala, diharapkan

akan mendapat gambaran secara objektif mengenai tingkat

kemampuan komunikasi asertif siswa kelas VIIB dalam

bimbingan pribadi sosial di SMPN 1 Tretep. Skala ini

disusun oleh peneliti berdasarkan unsur komunikasi

asertif. Unsur komunikasi asertif dapat dituliskan pada

tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1

Blue Print Penyusunan Kuesioner Kemampuan Komunikasi Asertif Sebelum Uji Coba

NO ASPEK INDIKATOR Nomor item Jumla

(58)

3 Mengungkapka n perasaan dengan jujur dan nyaman

a. Mampu menyatakan perasaannya dengan kritik secara adil tanpa merugikan orang lain

37,38 39,40 4

6 Perhatian terhadap hak-hak orang lain

a. Mampu menghargai hak, keinginan, dan perasaan oran lain

41,42 43 3

b. Membiarkan orang lain mengungkapkan diri apa adanya

44 45 2

Jumlah 26 19 45

b. Pedoman dan Pengamatan/Observasi

Pedoman pengamatan/ observasi merupakan pendekatan

utama dalam penelitian kualitatif. Observasi merupakan suatu

pengamatan yang khusus dan yang ditujukan pada satu atau

beberapa fase masalah dengan maksud untuk mendapatkan

data yang diperlukan dalam pemecahan suatu masalah. Untuk

kegiatan observasi, peneliti di dibantu oleh teman sejawat dan

guru BK sebagai mitra kolaboratif.

(59)

Lembar observasi/pengamatan kemampuan asertif siswa berisi

pedoman dalam melaksanakan pengamatan aktivitas siswa

dalam mengikuti layanan bimbingan di dalam kelas. Lembar

pengamatan digunakan untuk mengamati

perubahan-perubahan yang terjadi selama kegiatan bimbingan

berlangsung. Lembar observasi dibuat oleh peneliti dan di isi

oleh mitra kolaboratif dan pengamat lain pada setiap

pelaksanaan kegiatan bimbingan. Kriteria panduan

pengamatan terdapat pada Tabel 2 dibawah ini.

Tabel 2.

Kriteria Panduan Pengamatan

No Hal-Hal yang Diamati Baik Cukup Kurang Keterangan

1 Kemampuan siswa dalam mendengarkan intruksi/perintah pembimbing

2 Kemampuan siswa dalam

mendengarkan teman saat berbicara

3 Kemampuan siswa dalam

mengungkapkan pendapat

4 Kemampuan siswa dalam menanggapi

kritikan teman

5 Kemampuan siswa dalam menjawab

pertanyaan

6 Keberanian siswa untuk menjawab

pertanyaan tanpa ditunjuk

7 Kemampuan siswa untuk memberikan

pujian/tepuk tangan kepada teman

8 Kepercayaan diri siswa untuk

mengawali pembicaraan

9 Keberanian siswa untuk memberikan

kritikan kepada pembimbing/teman

10 Kesungguhan siswa dalam mengikuti

kegiatan layanan (melaksanakan tugas yang diberikan oleh pembimbing)

(60)

c. Pedoman Wawancara

Menurut Nasir (1988:234) wawancara adalah teknis dalam

upaya menghimpun data yang akurat tentang keperluan

melaksanakan proses pemecahan masalah tertentu yang sesuai

dengan data. Wawancara dilakukan kepada 2 orang siswa

yang mengikuti layanan bimbingan pribadi-sosial. Wawancara

dilakukan setelah kegiatan layanan bimbingan dilaksanakan

sehingga objektif. Data wawancara akan digunakan untuk

mendukung data angket dan data pengamatan. Kriteria

panduan wawancara terdapat pada Tabel 3 dibawah ini.

Tabel 3

Kriteria Panduan Wawancara Terstruktur Siswa Aspek Indikator Sumber

Respon siswa

c. Ketercapaian kemampuan komunikasi asertif yang tinggi

Siswa kelas VII B

d. Studi Dokumen

Dokumentasi dalam penelitian ini adalah catatan lapangan

dan foto-foto selama proses layanan bimbingan pribadi sosial.

2. Validitas dan Reabilitas Instrumen

a. Validitas Instrumen

Validitas berarti sejauh mana ketepatan dan kecermatan

suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurannya. Suatu

(61)

tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurannya, atau

memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud

dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2006:05).

Jenis validitas yang digunakan adalah validitas isi

(Contens Validity). Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis

rasional atau lewat professional judgment. Pernyataan yang dicari jawabannya dalam validasi ini adalah “sejauh mana

item-item dalam tes mencakup keseluruhan kawasan objek yang

hendak diukur” atau “sejauh mana isi tes mencerminkan ciri

atribut yang hendak diukur” (Azwar, 2006:45). Instrument

yang digunakan dalam penelitian ini telah diuji oleh ahli yaitu

Prias Hayu Purbaning Tyas M.Pd.Hasil yang diperoleh melalui

uji ahli tersebut yaitu perlu dilakukan perbaikan pada

butir-butir kuesioner agar setiap butir-butir kuesioner menjadi kalimat

yang efektif sehingga mudah dipahami dan butir kuesioner

secara logis sesuai dengan kisi-kisi kuesioner.

Instrument yang valid mempunyai tingkat validitas yang

tinggi, dikatakan valid apabila dapat mengungkapkan data dari

variabel yang diteliti secara tepat. Menguji tingkat validitas dari

kuesioner dengan taraf signifikan (α = 5%) dapat menggunakan

rumus koefisien korelasi product moment (Surapranata, 2004:65)

(62)

∑ ∑ ∑

∑ 2 ∑ 2 ∑ 2 ∑

Keterangan :

= korelasi skorproduk momen

N = jumlah subyek

X = skor sub total kuesioner

Y = skor total butir-butir kuesioner

Menurut Sugiyono (2011:178) bila korelasi tiap faktor

tersebut positif besarnya 0,3 ke atas maka faktor tersebut

merupakan konstruk yang kuat. Berdasarkan analisis faktor

tersebut dapat disimpulkan bahwa instrumen tersebut memiliki

validitas konstruk yang baik. Apabila kurang daripada 0,3

maka dianggap sebagai tidak memuaskan (Azwar, 2011:103).

Dapat dikatakan jika item kurang dari 0,3 maka tidak valid

sehingga harus diperbaiki atau dibuang.

Hasil ujicoba dihitung menggunaka rumus korelasi

product-moment dengan jumlah subyek (n) sebanyak 33 siswa. Perhitungan validitas dilakukan dengan menggunakan SPSS

15.0. Berdasarkan perhitungan melalui SPSS 15 didapatkan 11

item tidak valid. Item yang tidak valid kemudian dibuang untuk

(63)

siap digunakan. Hasil uji validitas pada SPSS selengkapnya

terdapat pada lampiran.

Tabel 4.

Kisi-Kisi Instrumen Kemampuan Komunikasi Asertif Setelah Uji Coba

NO ASPEK INDIKATOR nomor item jumlah

+ -

1 Kesetaraan dalam hubungan (menempatkan kedua belah pihak pada posisi yang sama tanpa ada yang merasa

2 Bertindak sesuai dengan keinginan sendiri

a. Mampu menyatakan perasaannya dengan jujur

4 Pertahanan diri (mampu kemarahan dari orang lain secara terbuka

18,1 9,20

21 4

(64)

6 Perhatian terhadap

Reliabilitas sebenarnya mengacu pada konsistensi atau

kepercayaan hasil ukur (Azwar, 2006:83). Reliabilitas mengukur

sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya. Bila dilakukan

pengukuran di waktu yang berbeda pada kelompok subyek yang

sama diperoleh hasil yang relatif sama untuk mengukur

reabilitas kuesioner digunakan dua rumus. Rumus yang pertama

adalah rumus dari Pearson yaitu rumus korelasi product-moment. Hasil dari perhitungan rumus Pearson kemudian dimasukkan ke dalam rumus Spearman Brown. Rumus koefisien skor-skor belahan ganjil-genap dengan teknik korelasi Product-momen disajikan sebagai berikut:

XY

r

= koefisien reabilitas belahan ganjil-genap

N = jumlah siswa

(65)

Y = belahan ganjil

Koefisen korelasi antar item-item ganjil dan item-item

genap yang diperoleh dari hasil perhitungan rumus di atas baru

mencerminkan taraf reliabilitas separuh atau setengah tes. Untuk

memperoleh taraf reliabilitas satu tes digunakan formula koreksi

Spearman Brown. Rumusnya adalah sebagai berikut:

Keterangan:

ri = reliabilitas internal seluruh instrumen

rb = korelasi product moment antara belahan ganjil-genap

Kemudian ditentukan derajat reliabilitas dengan pedoman

dengan daftar indeks korelasi reliabilitas (Masidjo, 1995 :209)

seperti yang disajikan dalam tabel 4. Hasil perhitungan reliabilitas

selengkapnya terdapat pada lampiran.

Tabel 5.

Daftar Indeks Korelasi Reabilitas

Koefisien Korelasi Kualifikasi

± 0,91 - ± 1,00 Sangat Tinggi ± 0,71 - ± 0,90 Tinggi ± 0,41 - ± 0,70 Cukup ± 0,21 - ± 0,40 Rendah 0,00 - ± 0,20 Sangat Rendah

Jadi, hasil perhitungan reliabilitas instrumen adalah 0,82

dengan klasifikasi tinggi menurut kriteria Guilford. Jadi dapat ri=

Gambar

Grafik 2: Tingkat Kemampuan Komunikasi Asertif Siswa Kelas VIIB
Grafik10:Tingkat Kemampuan Komunikasi Asertif Masing-Masing Siswa
Gambar 1. Bagan Penelitian Tindakan Model Hopkins
tabel 1 dibawah ini.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari berbagai macam kegiatan tersebut terdapat berbagai bentuk hukuman seperti ta’zir, dan iqab, bertujuan agar santri selalu aktif dan disiplin dalam menjalankan

The mole ratio was based on the chemical equation below (Eq. Increment of the TOC removal at 0.5 and 1 eq ratio is due to the higher amount of hydroxyl radical concentration

Pengukuran kinerja yang hanya berdasarkan pada aspek keuangan mulai dirasakan tidak memadai dalam menilai kinerja suatu perusahaan.. Kinerja perusahaan meliputi aspek yang

Untuk mengetahui jumlah bakteri koliform di dalam sampel dengan. menggunakan metode Most Probable Number (MPN)

Pada umumnya penentuan harga jual produk atau jasa yang ditentukan oleh pertimbangan akan permintaan di pasar, serta besarnya biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan maka penentuan

Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan Iso 14001.. Gramedia

Dimana tujuan dari perancangan sistem tersebut untuk meringankan pekerjaan dan menghasilkan laporan-laporan yang berguna bagi manajemen untuk membuat keputusan yang pada akhirnya

Dari dahulu sampai sekarang, para dai terbiasa menyampaikan pesan-pesan moral dan keagamaan melalui metode ceramah, khutbah dan menulis. Sekarang, metode ini harus dikuatkan