• Tidak ada hasil yang ditemukan

USULAN LeIP UNTUK DAFTAR INVENTARIS MASALAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMISI YUDISIAL. Tetap. Tetap.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "USULAN LeIP UNTUK DAFTAR INVENTARIS MASALAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMISI YUDISIAL. Tetap. Tetap."

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

USULAN LeIP UNTUK DAFTAR INVENTARIS MASALAH ATAS

RANCANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR .... TAHUN...

TENTANG KOMISI YUDISIAL

NO. RUU DPR LeIP

1. RANCANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR .... TAHUN...

TENTANG KOMISI YUDISIAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDENREPUBLIK INDONESIA,

Tetap.

2. Menimbang:

a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum dan kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Tetap.

3. b. bahwa Mahkamah Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, dan peradilan militer, memerlukan hakim agung yang harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum;

Tetap.

4. c. bahwa untuk pencalonan Hakim Agung melalui Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan pengawasan terhadap para hakim dalam

pelaksanaan tugasnya, dilaksanakan oleh Komisi Yudisial sebagai satu lembaga yang mandiri sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 24 B

(2)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

5. d. bahwa dalam rangka pelaksanaan tugas dari Komisi Yudisial tersebut perlu diikutsertakan dan diatur partisipasi masyarakat dengan tetap menjaga kemandirian kekuasaan kehakiman;

6. e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b,

dan c perlu membentuk Undang-Undang tentang Komisi Yudisial. Tetap. 7. Mengingat:

1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal 24 A, Pasal 24 B, dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Tetap.

8. 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 147; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3879);

Tetap.

9. 3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316);

Tetap.

10. Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Tetap.

11. MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG KOMISI YUDISIAL.

Tetap.

12. BAB I

KETENTUAN UMUM

Tetap.

13. Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

(3)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

14. 1. Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang bersifat mandiri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Tetap. 15. 2. Mahkamah Agung adalah pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Tetap. 16. 3. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang selanjutnya disebut

DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Tetap.

17. 3. Hakim Agung adalah Hakim Anggota pada Mahkamah Agung. Tetap. 18. 4. Hakim adalah seluruh hakim pada semua tingkatan dan lingkungan

peradilan.

Penjelasan Pasal 1 butir 5: Cukup jelas

- Untuk menghindari salah penafsiran bahwa hakim yang dimaksud dalam RUU ini tidak termasuk Hakim Agung, pada bagian

Penjelasan pasal demi pasal, perlu dijelaskan bahwa hakim yang dimaksud RUU ini, di dalamnya juga termasuk Hakim Agung.

- Oleh karena itu, Pemerintah mengusulkan bahwa untuk ketentuan ini perlu diberikan penjelasan pada bagian pasal demi pasal yang menyatakan bahwa yang dimaksud hakim pada semua tingkatan peradilan adalah hakim pada pengadilan tingkat pertama, tingkat banding, dan Mahkamah Agung.

Penjelasan Pasal 1 butir 5

Hakim pada semua tingkatan peradilan adalah hakim pada pengadilan tingkat pertama, pengadilan tingkat banding, dan Mahkamah Agung. 19. 5. Lingkungan Peradilan adalah badan peradilan yang berada di bawah

Mahkamah Agung yang meliputi peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara, serta pengadilan-pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut.

Tetap.

(4)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

21. BAB II

KEDUDUKAN DAN TEMPAT KEDUDUKAN

Tetap.

22. Pasal 2

Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya.

Tetap.

23. Pasal 3

(1) Komisi Yudisial berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia dan wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tetap.

24. (2) Apabila dipandang perlu, Komisi Yudisial dapat membentuk Perwakilan Komisi Yudisial di daerah yang wilayah kerjanya meliputi satu atau lebih daerah provinsi.

Tetap.

25. BAB III

WEWENANG DAN TUGAS Bagian Pertama

Wewenang

Tetap.

26. Pasal 4

Komisi Yudisial mempunyai wewenang:

Tetap. 27. a. mengusulkan pengangkatan Hakim Agung kepada DPR; dan Tetap. 28. b. menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku

hakim. Tetap.

29. Bagian Kedua

Tugas

Tetap.

30. Pasal 5

(1) Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, Komisi Yudisial mempunyai tugas:

(5)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

31. a. melakukan pendaftaran bakal calon Hakim Agung; Tetap. 32. b. melakukan seleksi terhadap bakal calon Hakim Agung;

Penjelasan UU:

Yang dimaksud seleksi meliputi penelitian administratif, pengumuman untuk mendapatkan masukan masyarakat terhadap pribadi dan tingkah laku calon, rekomendasi dari KPKPN dalam hal calon termasuk

penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

DIM:

Penjelasan UU

Untuk memberikan keleluasaan bagi komisi untuk melakukan proses penggalian track record calon hakim agung maka di antara kata ‘yang dimaksud seleksi meliputi” dan kata “penelitian administratif” perlu ditambah kalimat ‘antara lain’.

Selain itu, mengingat Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) telah dihapuskan dengan keberadaan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka kata “KPKPN’ dalam penjelasan pasal ini harus disesuaikan.

Usul Perubahan:

Penjelasan Pasal 5 ayat ( 1) huruf b.

Yang dimaksud seleksi meliputi antara lain penelitian administratif,

pengumuman untuk mendapatkan masukan masyarakat terhadap pribadi dan tingkah laku calon, rekomendasi dari Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam hal calon termasuk penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

(6)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

48. b. mengajukan calon Hakim Agung ke DPR. Tetap.

49. (2) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak diterima pemberitahuan dari Mahkamah Agung adanya lowongan Hakim Agung.

Penjelasan: Cukup jelas

DIM:

Untuk melakukan seleksi yang memadai Komisi Yudisial perlu diberi waktu yang memadai.

Oleh karena itu pemerintah mengusulkan agar jangka waktu maksimum proses seleksi diperpanjang menjadi 4 bulan.

Agar tidak ada kekosongan posisi hakim agung yang terlalu lama mengingat panjangnya waktu seleksi sebagaimana diusulkan diatas, perlu diatur dalam penjelasan pasal ini agar Komisi Yudisial diwajibkan untuk memulai proses seleksi jauh-jauh hari sebelum terjadinya kekosongan posisi hakim agung.

Usul Perubahan:

(2) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak diterima pemberitahuan dari Mahkamah Agung adanya lowongan Hakim Agung.

Penjelasan:

Mengingat panjangnya waktu seleksi yang diberikan, Komisi Yudisial harus mengupayakan agar proses seleksi hakim agung dilakukan jauh-jauh hari sebelum terjadinya kekosongan posisi tersebut.

50.

51. Pasal 6

(1) Komisi Yudisial melakukan pendaftaran bakal calon Hakim Agung dengan meminta pengajuan nama dari Mahkamah Agung, Pemerintah, dan mengundang partisipasi masyarakat.

DIM:

Untuk membuka peluang seseorang yang memenuhi persyaratan untuk mengajukan diri sendiri untuk menjadi calon hakim agung, maka perlu diatur dalam penjelasan pasal ini bahwa yang dimaksud partisipasi masyarakat adalah termasuk partisipasi setiap orang untuk

(7)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

Usul Perubahan:

Penjelasan Pasal 6 ayat (1)

Yang dimaksud partisipasi masyarakat adalah termasuk partisipasi setiap orang untuk mencalonkan dirinya sendiri.

52. (2) Pengajuan bakal calon Hakim Agung kepada Komisi Yudisial harus memperhatikan persyaratan calon Hakim Agung sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Tetap.

53. (3) Pengajuan bakal calon Hakim Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kerja sejak diumumkan oleh Komisi Yudisial.

Tetap.

54. Pasal 7

(1) Komisi Yudisial mengumumkan bakal calon Hakim Agung yang terdaftar dan dalam hal diperlukan meminta bakal calon melengkapi persyaratan administrasi dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja.

Tetap.

55. (2) Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi persyaratan yang diatur dalam perundang-undangan dan persyaratan administrasi tambahan berupa:

Tetap.

56. a. riwayat hidup, termasuk riwayat pekerjaan, pendidikan dan pengalaman

organisasi; Tetap.

57. b. seluruh copy putusan bakal calon Hakim Agung yang berasal dari hakim setidaknya dalam 2 (dua) tahun terakhir;

Tetap.

58. c. seluruh pembelaan atau tuntutan atau karya ilmiah atau hasil kerja intelektual lain yang dibuat bakal calon Hakim Agung selama 2 (dua) tahun terakhir, yaitu bagi bakal calon Hakim Agung yang berasal dari advokat, jaksa, dan akademisi atau profesi di bidang hukum lainnya;

Tetap.

59. d. daftar seluruh harta kekayaan bakal calon Hakim Agung dan keluarga inti serta penjelasan mengenai sumber pemasukan bakal calon dan keluarga intinya; dan

Tetap. 60. c. hal-hal lain yang dianggap perlu selama tidak bertentangan dengan

(8)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

61. Pasal 8

(1) Komisi Yudisial melakukan seleksi terhadap persyaratan administrasi bakal calon Hakim Agung.

Tetap.

62. (2) Seleksi terhadap persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja. Tetap. 63. (3) Komisi Yudisial mengumumkan daftar nama bakal calon Hakim Agung

yang telah memenuhi persyaratan administrasi. Tetap. 64. (4) Komisi Yudisial mengundang partisipasi masyarakat untuk memberikan

informasi atau pendapat berkenaan dengan bakal calon Hakim Agung yang telah diumumkan.

Tetap. 65. (5) Komisi Yudisial dapat melakukan klarifikasi terhadap persyaratan

administrasi berdasarkan masukan dari masyarakat. Tetap.

66. Pasal 9

(1) Komisi Yudisial menyelenggarakan seleksi terhadap kualitas bakal calon Hakim Agung yang telah memenuhi persyaratan administrasi berdasarkan standar yang telah ditetapkan.

Tetap.

67. (2) Komisi Yudisial meminta bakal calon Hakim Agung untuk menyusun karya tulis ilmiah dengan topik yang telah ditentukan dan diserahkan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sebelum seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan.

Tetap.

68. (3) Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara

terbuka dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja. Tetap. 73. (4) Komisi Yudisial menetapkan dan mengajukan nama calon Hakim Agung

kepada DPR yang jumlahnya masing-masing 3 (tiga) orang untuk setiap lowongan jabatan hakim agung.

DIM:

Untuk menghindari kesulitan memperoleh calon hakim agung yang memenuhi persyaratan, pemerintah usul agar jumlah calon hakim agung yang diajukan Komisi Yudisial ke DPR cukup 2 (dua) orang untuk setiap lowongan jabatan hakim agung.

(9)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

(4) Komisi Yudisial menetapkan dan mengajukan nama calon Hakim Agung kepada DPR yang jumlahnya masing-masing 2 (dua) orang untuk setiap lowongan jabatan hakim agung.

74. Pasal 10

(1) DPR telah menetapkan calon Hakim Agung untuk diajukan kepada Presiden dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak diterima nama calon

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3).

71. (2) Presiden menerbitkan surat keputusan pengangkatan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterima penetapan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

72. (2) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampaui tanpa ada penetapan, Presiden menerbitkan surat keputusan

pengangkatan dengan memilih dari calon yang diajukan Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (4).

75. Pasal 11

Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, Komisi Yudisial mempunyai tugas:

76. a. menyusun code of conduct yang berisi aturan perilaku hakim; DIM:

Penggunaan istilah asing seperti ‘code of conduct’ sebaiknya dicari padanannya dalam bahasa Indonesia, yaitu pedoman tingkah laku hakim

Usul Perubahan:

Pasal 11

Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, Komisi Yudisial mempunyai tugas:

(10)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

75. b. melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim di semua lingkungan peradilan; dan

DIM:

- Untuk memastikan agar tidak ada perbedaan penafsiran dikemudian hari, perlu ditegaskan bahwa tugas pengawasan perilaku hakim termasuk di dalamnya pengawasan perilaku hakim di dalam kedinasan (dalam menjalankan fungsi peradilan) –kecuali yang berkenaan dengan teknis yudisial – dan perilaku di luar kedinasan (kehidupan bermasyarakat).

- Oleh karena itu pemerintah mengusulkan penambahan kata ‘di dalam kedinasan dan di luar kedinasan’ setelah kalimat ‘perilaku hakim’. Kalimat ‘di semua lingkungan peradilan’ sebaiknya dihapus karena sudah ada penjabarannya dalam Pasal 1 mengenai definisi hakim.

Usul Perubahan:

b. melakukan pengawasan perilaku hakim di dalam dan di luar kedinasan;

(11)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

76. c. memberikan rekomendasi penjatuhan sanksi beserta alasannya kepada Pimpinan

Mahkamah Agung dan DPR. DIM:

Dalam wewenang ‘menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim’, kata ‘menegakkan’ seharusnya diartikan kewenangan untuk menjatuhkan sanksi tertentu yang ringan, yaitu teguran tertulis. Dengan demikian, diharapkan kerja komisi yudisial menjadi lebih efektif.

Selain itu, untuk mendukung sistem checks and balances, diusulkan agar rekomendasi Komisi Yudisial juga diserahkan ke Presiden. Oleh karena itu pemerintah mengusulkan agar Komisi Yudisial

diberikan tugas untuk memberikan sanksi teguran tertulis. Untuk sanksi pemberhentian sementara dan pemberhentian, tugas Komisi tetap hanya bersifat rekomendasi dan rekomendasi tersebut diserahkan pula pada kepada Pimpinan Mahkamah Agung, DPR dan Presiden. Usul Perubahan:

c. Memberikan sanksi teguran tertulis beserta alasannya kepada hakim secara langsung atau memberikan rekomendasi penjatuhan sanksi beserta alasannya kepada Pimpinan Mahkamah Agung, Presiden dan DPR.

77. DIM:

Wewenang menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim seharusnya tidak hanya diartikan kewenangan yang bersifat represif, namun juga preventif. Oleh karena itu pemerintah mengusulkan agar Komisi Yudisial diberikan tugas-tugas lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim (misalnya memperjuangkan peningkatan kesejahteraan hakim-akan dijelaskan lebih lanjut dalam pasal-pasal selanjutmya).

(12)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

c. tugas-tugas lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

(13)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

78. Pasal 12

Penyusunan code of conduct sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 huruf a,

dilaksanakan selambat-Iambatnya dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun setelah terbentuknya Komisi Yudisial.

DIM:

- Dalam menyusun code of conduct yang akan menjadi pedoman perilaku hakim, Komisi Yudisial perlu mendapatkan usulan atau pendapat Mahkamah Agung, meskipun tetap menjadi pemegang keputusan dalam mekanisme tersebut.

- Oleh karena itu, Pemerintah berpendapat bahwa sebelum ayat ini, perlu diatur terlebih dahulu bahwa dalam menyusun code of conduct hakim, Komisi Yudisial meminta dan memperhatikan dengan sungguh-sungguh usulan Mahkamah Agung.

- Perubahan istilah code of conduct menjadi pedoman tingkah laku hakim perlu disesuaikan pula dalam pengaturan ini.

Usulan Perubahan:

Pasal 12

(1) Dalam penyusunan pedoman tingkah laku hakim sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 huruf a, Komisi Yudisial meminta dan memperhatikan dengan sungguh-sungguh usulan Mahkamah Agung.

(2) Penyusunan pedoman tingkah laku hakim dilaksanakan selambat -Iambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah terbentuknya Komisi Yudisial.

79. Pasal 13

(1) Dalam melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b, Komisi Yudisial melakukan kegiatan:

80. a. menerima laporan masyarakat tentang perilaku hakim, melakukan kunjungan-kunjungan ke pengadilan, dan meminta laporan berkala dari semua lingkungan peradilan;

Penjelasan Pasal:

DIM:

Untuk menjamin kerahasiaan pelapor, dalam penjelasan pasal 13 ayat 1 huruf a perlu ditambahkan kewajiban Komisi untuk menjaga

(14)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

Cukup jelas Usul Perubahan:

Penjelasan Pasal 13 ayat (1) huruf a

Sehubungan dengan kegiatan menerima laporan masyarakat, Komisi Yudisial wajib menjamin kerahasiaan identitas pelapor berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

81. c. melakukan pemeriksaan terhadap informasi atau data berkenaan dengan

adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh hakim; DIM:

Untuk memperjelas maksud dan mengefektifkan tugas Komisi untuk memeriksa informasi atau data-data berkenaan dengan adanya dugaan pelanggaran code of conduct oleh hakim, pemerintah berpendapat perlu diatur dalam penjelasan pasal ini bahwa Komisi Yudisial berhak untuk memanggil pihak-pihak yang dianggap perlu didengar

keterangannya, meminta pengadilan membuka catatan pengadilan, meminta pengadilan memberikan seluruh data-data lain yang dianggap perlu.

Perubahan istilah code of conduct menjadi pedoman tingkah laku hakim perlu disesuaikan pula dalam pengaturan ini.

Usul Perubahan:

b. melakukan pemeriksaan terhadap informasi atau data-data berkenaan dengan adanya dugaan pelanggaran pedoman tingkah laku hakim;

Penjelasan Pasal 13 ayat (1) huruf b

Untuk mendukung kegiatan sebagaimana dimaksud pasal ini, Komisi Yudisial berhak untuk memanggil pihak -pihak yang dianggap perlu didengar keterangannya, meminta pengadilan membuka catatan pengadilan, meminta pengadilan memberikan seluruh data-data lain

(15)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

yang dianggap perlu 82. c. melakukan klarifikasi atau meminta keterangan dari hakim yang diduga

melanggar code of conduct, dan DIM: Perubahan istilah code of conduct menjadi pedoman tingkah laku hakim perlu disesuaikan pula dalam pengaturan ini.

Usul Perubahan:

c. melakukan klarifikasi atau meminta keterangan dari hakim yang diduga melanggar pedoman tingkah laku hakim, dan

83. d. membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa rekomendasi dan disampaikan kepada Mahkamah Agung, serta tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR.

Tetap

84. DIM:

Mengingat wewenang menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, kata ‘menegakkan’

seharusnya diartikan kewenangan untuk menjatuhkan sanksi tertentu yang ringan, yaitu teguran tertulis. Dengan demikian, diharapkan kerja Komisi Yudisial menjadi lebih efektif.

Usul Perubahan:

e. Memberikan sanksi teguran tertulis beserta alasannya kepada hakim secara langsung.

85. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh

mengurangi kebebasan hakim dalam memutus perkara. Tetap.

86. DIM:

Berkaitan dengan perubahan yang diusulkan terhadap Pasal 11 dengan menambahkan butir d, maka pemerintah mengusulkan menambahkan pasal baru di antara Pasal 13 dan 14 yang sudah ada, yang mengatur mengenai kegiatan Komisi Yudisial dalam melaksanakan tugas-tugas

(16)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

lain yang berkaitan dengan wewenang menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, dalam rangka mencegah terjadinya pelanggaran pedoman tingkah laku hakim. Usul Perubahan:

Pasal 14

Dalam melaksanakan tugas-tugas lain yang berkaitan dengan

wewenang menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, dalam rangka mencegah terjadinya pelanggaran perilaku oleh hakim sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 11 huruf d, Komisi Yudisial melakukan kegiatan:

a. memberikan rekomendasi kepada instansi yang berwenang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan hakim serta

pemberian penghargaan, gelar, tanda jasa dan tanda kehormatan kepada hakim; dan

b. Memberikan masukan dan pertimbangan kepada MA serta lembaga negara lainnya dalam rangka mencegah terjadinya

tindakan dan perilaku yang mengurangi kehormatan, keluhuran dan martabat hakim atau mencegah terjadinya menyimpang perilaku hakim.

87. Pasal 14

(1) Rekomendasi sanksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 huruf c, adalah sanksi administratif berupa:

DIM:

Mengingat dalam pasal 11 huruf c telah diusulkan adanya perubahan pengaturan mengenai tugas komisi yaitu bukan hanya

merekomendasikan sanksi, namun juga menjatuhkan sanksi yang ringan, maka pemerintah mengusulkan perubahan kalimat dalam pasal ini dengan menambahkan kata ‘sanksi’ pada awal kalimat dalam pasal. Usul Perubahan:

Pasal 15

(17)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

(18)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

88. a. teguran tertulis; Penjelasan pasal: cukup jelas

DIM:

Perlu diatur gradasi sanksi teguran tertulis ini dalam penjelasan pasal yaitu teguran yang bersifat tertutup (hanya dialamatkan kepada hakim yang melanggar, hal mana diperuntukkan bagi pelanggaran yang kecil yang jika ditegur secara terbuka hanya akan menggangu kredibilitas hakim bersangkutan) dan teguran terbuka jika pelanggaran ringan tersebut cukup berdampak negatif atau jika pelanggaran tersebut dilakukan berulang-ulang.

Oleh karena itu pemerintah mengusulkan penambahan kalimat dalam penjelasan pasal yang membagi teguran tertulis menjadi teguran tertulis secara tetutup dan terbuka.

Usul Perubahan:

Penjelasan Pasal 15 ayat (1) huruf a

Teguran tertulis dapat dilakukan secara tertutup yaitu hanya ditujukan kepada hakim yang melakukan pelanggaran dan teguran tertulis yang terbuka, yaitu dapat diakses masyarakat atau bahkan diumumkan pada masyarakat.

89. b. pemberhentian sementara; atau Tetap.

90. c. pemberhentian. Tetap.

91. (2) Pimpinan Mahkamah Agung memberikan sanksi administratif dengan

mempertimbangkan rekomendasi dari Komisi Yudisial. DIM:

Perlu dibuat penegasan untuk memastikan rekomendasi Komisi Yudisial betul-betul akan diperhatikan oleh MA.

Usul Perubahan:

(2) Pimpinan Mahkamah Agung memberikan sanksi administratif dengan mempertimbangkan secara sungguh-sungguh rekomendasi dari Komisi Yudisial.

(19)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

92. (3) Rekomendasi sanksi administratif berupa pemberhentian Hakim Agung

disampaikan kepada DPR untuk diproses lebih lanjut. DIM:

Menurut UU MA pemberhentian hakim agung dilakukan oleh Presiden atas usul Ketua MA.

Oleh karena itu Pemerintah mengusulkan agar rekomendasi Komisi mengenai pemberhentian hakim agung diajukan ke Presiden. Usul Perubahan:

(3) Rekomendasi sanksi administratif berupa pemberhentian Hakim Agung disampaikan kepada Presiden untuk diproses Iebih lanjut.

93. BAB IV

SUSUNAN DAN KEANGGOTAAN

Tetap.

94. Bagian Pertama

Susunan

Tetap.

95. Pasal 15

Komisi Yudisial terdiri dari Pimpinan, Anggota, dan Sekretariat Jenderal.

DIM:

Perubahan No. Pasal. Usul Perubahan:

Pasal 16

Komisi Yudisial terdiri dari Pimpinan, Anggota, dan Sekretariat Jenderal.

96. Pasal 16

Pimpinan Komisi Yudisial terdiri atas seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua yang merangkap sebagai anggota.

DIM:

Perubahan No. Pasal. Usul Perubahan:

Pasal 17

(20)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

Ketua yang merangkap sebagai anggota.

97. Pasal 17

Komisi Yudisial terdiri dari 7 (tujuh) orang anggota yang merupakan pejabat negara.

DIM:

- Pemerintah berpendapat bahwa pengaturan mengenai jumlah anggota Komisi Yudisial, perlu dilengkapi dengan komposisi anggotanya. komposisi keanggotaan yang diusulkan diharapkan sebagian besar berasal kalangan eksternal pengadilan yang menguasai hukum dan peradilan dengan tetap melibatkan pihak mantan hakim/hakim agung.

- Perubahan No. Pasal. Usul Perubahan:

Pasal 18

Komisi Yudisial terdiri dari 7 (tujuh) orang anggota yang merupakan pejabat negara, dengan komposisi:

a. 2 (dua) orang mantan hakim atau mantan hakim agung; b. 1 (satu) orang praktisi hukum;

c. 1 (satu) orang akademisi di bidang hukum;

d. 3 (tiga) orang dari unsur masyarakat pemerhati hukum dan peradilan. Atau:

Komisi Yudisial terdiri dari 7 (tujuh) orang anggota yang merupakan pejabat negara, dengan komposisi:

a. 2 (dua) orang mantan hakim atau mantan hakim agung; b. 5 (lima) orang dari unsur praktisi hukum, akademisi dan

masyarakat

98. Pasal 18

(1) Pimpinan Komisi Yudisial dipilih dari dan oleh Anggota Komisi Yudisial.

DIM:

(21)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

Usul Perubahan:

Pasal 19

(1) Pimpinan Komisi Yudisial dipilih dari dan oleh Anggota Komisi Yudisial.

(2) Tata cara pemilihan Pimpinan Komisi Yudisial diatur oleh Komisi Yudisial. Tetap. 99. (2) Presiden telah mnerbitkan pengangkatannya dalam jangka waktu paling

lama 7 (tujuh) hari sejak surat pengajuan Pimpinan Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima.

Tetap.

100. Bagian Kedua

Keanggotaan

Tetap.

101. Pasal 19

Untuk dapat diangkat menjadi anggota Komisi Yudisial harus memenuhi syarat sebagai berikut:

DIM:

Perubahan No. Pasal. Usul Perubahan:

Pasal 20

Untuk dapat diangkat menjadi anggota Komisi Yudisial harus memenuhi syarat sebagai berikut:

102. a. Warga Negara Indonesia berumur serendah-rendahnya 40 (empat puluh) tahun dan setinggi-tingginya 68 (enam puluh delapan) tahun pada saat proses pemilihan;

Tetap.

103. b. mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela;

Tetap.

104. c. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; Tetap.

(22)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

106. e. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan; dan Tetap.

107. f. melaporkan daftar kekayaan. Tetap.

108. Pasal 20

(1) Anggota Komisi Yudisial diangkat oleh Presiden dari nama calon yang diajukan oleh DPR.

DIM:

- Ketentuan ini tidak sesuai dengan aturan mengenai pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial dalam UUD 1945, yang menyatakan bahwa Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Oleh karena itu, Pemerintah berpendapat semestinya ketentuan ini diubah sesuai dengan aturan dalam UUD 1945.

- Perubahan No. Pasal. Usul Perubahan:

Pasal 21

(1) Anggota Komisi Yudisial diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR.

109. (2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah diterima pengajuan nama calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden menerbitkan surat pengangkatannya.

DIM:

- Ketentuan ini perlu diubah dengan menyesuaikan perubahan yang dilakukan pada ayat (1).

- Untuk memberikan keleluasaan bagi DPR dalam menentukan calon yang akan dipilih, jangka waktu 7 (tujuh) hari perlu ditambah menjadi 14 (empat belas) hari.

- Mengingat perlunya pembatasan waktu bagi presiden untuk menerbitkan surat pengangkatan anggota komisi yang telah disetujui DPR, pembatasan waktu perlu di atur dalam ayat ini. Usul Perubahan:

(2) Dalam jangka waktu 14 (empatbelas) hari kerja setelah diterima pengajuan nama calon dari presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPR memberikan persetujuannya.

(23)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

persetujuan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Presiden menerbitkan surat pengangkatannya.

110. (3) Calon anggota Komisi Yudisial dipilih oleh DPR dengan mengikutsertakan peran serta masyarakat.

DIM:

- Ketentuan ini perlu diubah dengan menyesuaikan perubahan yang dilakukan pada ayat (1) dan (2).

- Untuk membantu Presiden memilih calon-calon anggota Komisi Yudisial, Presiden perlu membentuk Panitia Seleksi yang terdiri dari kalangan birokrasi, akademisi, dan praktisi hukum yang mempunyai pengetahuan hukum yang memadai dalam jumlah yang proporsional.

- Oleh karena itu Pemerintah mengusulkan diatur mengenai pembentukan Panitia Seleksi berikut keanggotaan, tugas, dan prose seleksi yang harus dilaksanakan.

Usul Perubahan:

Pasal 22

1. Sebelum mengusulkan nama calon anggota Komisi ke DPR, Presiden membentuk Panitia Seleksi.

2. Panitia Seleksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terdiri dari kalangan birokrasi, akademisi dan praktisi hukum yang mempunyai pengetahuan hukum yang memadai dalam jumlah yang proporsional.

Pasal 23 Panitia Seleksi memiliki tugas:

1. Mengundang usulan masyarakat dan meminta masukan anggota Komisi.

2. Menyusun nama-nama bakal calon anggota Komisi berdasarkan pengamatan dan penilaian Panitia Seleksi dengan memperhatikan alokasi setiap elemen anggota Komisi.

3. Menyeleksi daftar nama yang diperoleh dari usulan masyarakat. 4. Meminta kepada bakal calon untuk memenuhi persyaratan

administrasi yang ditentukannya.

5. Menyeleksi pemenuhan persyaratan administratif dari para bakal calon.

(24)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

administratif kepada masyarakat untuk mendapatkan tanggapan, penilaian atau laporan.

7. Melakukan proses klarifikasi atas kualitas dan integritas bakal calon berdasarkan informasi masyarakat dan/atau temuan lapangan.

8. Meyelenggarakan uji kelayakan dan kepatutan terhadap bakal calon secara terbuka.

9. Memberikan penilaian terhadap bakal calon secara terbuka dan mengajukan nama-nama bakal calon sebanyak 2 (dua) kali dari jumlah setiap elemen keanggotaan Komisi beserta alasannya kepada Presiden.

Pasal 24

Presiden memilih calon anggota Komisi dengan menyampaikan alasannya dengan memperhatikan sungguh-sungguh usulan yang diajukan oleh Panitia Seleksi.

111. Pasal 21

Anggota Komisi Yudisial memegang jabatan selama masa 5 (lima) tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk satu masa jabatan.

DIM:

- Dalam hal masa jabatan anggota Komisi Yudisial sudah habis, sementara belum terpilih anggota yang baru, perlu ditetapkan aturan untuk

menghindari terjadinya kekosongan jabatan.

- Oleh karena itu, Pemerintah mengusulkan untuk menambahkan peraturan yang mengatur bahwa sebelum terpilih anggota Komisi Yudisial yang baru, anggota Komisi Yudisial yang habis masa jabatannya dapat terus menjabat.

Usul Perubahan:

Pasal 25

(1) Anggota Komisi Yudisial memegang jabatan selama masa 5 (lima) tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk satu masa jabatan.

(25)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

(2) Anggota Komisi Yudisial yang habis masa jabatannya dapat terus menjabat sampai terpilihnya anggota yang baru.

112. Pasal 22

(1) Sebelum memangku jabatannya Ketua, Wakil Ketua, Anggota Komisi Yudisial wajib mengucapkan sumpah menurut agamanya yang berbunyi sebagai berikut:

Usul Perubahan:

Penyesuaian nomor pasal menjadi Pasal 26.

113. "Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk memperoleh jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tiada memberikan atau menjanjikan barang "sesuatu kepada siapapun juga"

Tetap.

114. "Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dan semua Undang-Undang serta peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi negara kesatuan Republik Indonesia"

Tetap.

"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, seksama, dan dengan tidak membeda-bedakan orang dan akan berlaku dalam melaksanakan kewajiban saya sebaik-baiknya dan seadil-adilnya sebagai layaknya seorang Ketua, Wakil Ketua, Anggota Komisi Yudisial yang berbudi baik dan jujur dalam

menegakkan hukum dan keadilan"

Tetap.

115. (2) Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi Yudisial mengucapkan sumpah

dipandu oleh Presiden. Tetap

116. Pasal 23

Anggota Komisi Yudisial tidak boleh merangkap menjadi:

Usul Perubahan:

Penyesuaian nomor pasal menjadi Pasal 27.

117. a. anggota pada lembaga negara lainnya; Tetap.

118. b. karyawan atau hakim dalam badan-badan peradilan pelaksana kekuasaan

kehakiman; Tetap.

(26)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

120. c. pengusaha. DIM:

Untuk tidak membatasi hak anggota komisi yudisial untuk mendapatkan pendapatan yang tidak berpotensi mengakibatkan konflik kepentingan namun tetap menghindari ketidakpenuhan konsentrasi anggota komisi dalam menjalankan tugasnya, Pemerintah berpendapat larangan rangkap jabatan butir d ini perlu dibatasi lingkupnya sebagai pengurus atau karyawan tetap suatu perusahaan, baik perusahaan negara atau swasta.

Usul Perubahan:

d. pengurus atau karyawan tetap suatu perusahaan, baik perusahaan negara atau swasta.

121. Pasal 24

Ketua, Wakil Ketua, Anggota Komisi Yudisial diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden atas usul Komisi Yudisial karena:

Usul Perubahan:

Penyesuaian nomor pasal menjadi Pasal 28.

122. a. meninggal dunia; Tetap.

123. b. permintaan sendiri; atau Tetap.

124. c. sakit jasmani atau rohani terus menerus; Tetap.

125. Pasal 25

(4) Ketua, Wakil Ketua, Anggota Komisi Yudisial diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden dengan persetujuan DPR atas usul Komisi Yudisial dengan alasan:

Usul Perubahan:

Penyesuaian nomor pasal menjadi Pasal 29.

126. a. dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan; Tetap.

127. b. melakukan perbuatan tercela; Tetap.

128. c. terus menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas

(27)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

129. d. melanggar sumpah jabatan; atau Tetap.

130. e. melanggar larangan rangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 22. Tetap.

131. (2) Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai dengan huruf c dilakukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri dihadapan Dewan Kehormatan Komisi Yudisial.

Tetap.

132. (3) Pembentukan, Susunan, dan tata kerja Dewan Kehormatan Komisi Yudisial

diatur oleh Komisi Yudisial. Tetap.

133. DIM:

- Untuk menghindari terjadinya kekosongan posisi dalam waktu yang lama dalam hal ada anggota Komisi Yudisial yang diberhentikan ditengah-tengah masa jabatannya, maka perlu diatur mekanisme penggantian atau pengisian posisi yang baik.

- Oleh karena itu, Pemerintah mengusulkan untuk mengatur mekanisme penggantian atau pengisian posisi untuk keadaan-keadaan tersebut dalam RUU ini.

Usul Perubahan:

Pasal 30

(1) Apabila ada anggota yang diberhentikan di tengah-tengah masa jabatan berlangsung, maka Komisi dapat mengajukan usulan nama calon pengganti kepada Presiden.

(2) Dengan mempertimbangkan usulan Komisi, Presiden mengusulkan nama calon pengganti tersebut kepada DPR untuk meminta persetujuannya.

(3) Penyerahan usulan nama dari presiden ke DPR dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah terjadi

(28)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

kekosongan.

(4) DPR dapat melakukan proses yang dianggap perlu untuk menilai nama calon yang diajukan Presiden dalam jangka waktu 20 (dua puluh) hari.

(5) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah diterima

persetujuan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Presiden menerbitkan surat pengangkatannya.

134. Pasal 26

(1) Ketua, Wakil Ketua, Anggota Komisi Yudisial sebelum diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dapat diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Presiden dengan persetujuan DPR atas usul Komisi Yudisial.

Usul Perubahan:

Penyesuaian nomor pasal menjadi Pasal 31.

135. (2) Terhadap pengusulan pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2).

Tetap.

136. Pasal 27

(1) Apabila terhadap seorang Anggota Komisi Yudisial ada perintah

penangkapan yang diikuti dengan penahanan, dengan sendirinya anggota Komisi Yudisial tersebut diberhentikan sementara dari jabatannya.

Usul Perubahan:

Penyesuaian nomor pasal menjadi Pasal 32.

137. (2) Apabila seorang anggota Komisi Yudisial dituntut di muka Pengadilan dalam perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tanpa ditahan, ia dapat diberhentikan sementara dari jabatannya.

Tetap.

138. Pasal 28

Ketentuan mengenai tata cara pemberhentian dengan hormat, pemberhentian tidak dengan hormat, dan pemberhentian sementara serta hak-hak pejabat yang diberhentikan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Usul Perubahan:

Penyesuaian nomor pasal menjadi Pasal 33.

139. BAB V

HAK KEPROTOKOLAN DAN HAK KEUANGAN/ ADMINISTRASI

Tetap.

(29)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

Kedudukan protokol Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi Yudisial ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Penyesuaian nomor pasal menjadi Pasal 34.

141. Pasal 30

Hal-hal mengenai hak keuangan/hak administrasi Anggota Komisi Yudisial ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

DIM:

Agar Komisi Yudisial dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, anggota Komisi Yudisial perlu diberikan hak keuangan/administrasi yang memadai. Mengingat statusnya sebagai pejabat negara, maka hak keuangan /administrasi yang ditetapkan untuk anggota Komisi Yudisial tidak boleh lebih kecil dari yang ditetapkan untuk Pimpinan MA dan Hakim Agung.

Usul Perubahan:

Pasal 35

(1) Hal-hal mengenai hak keuangan/hak administrasi Anggota Komisi Yudisial ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Hak keuangan/administrasi yang ditetapkan untuk Pimpinan dan

anggota Komisi Yudisial tidak boleh lebih kecil dari hak

keuangan/administrasi yang ditetapkan untuk Pimpinan Mahkamah Agung dan Hakim Agung.

142. Pasal 31

(1) Segala pembiayaan Komisi Yudisial dibebankan kepada Anggaran Pendapatan Belanja Negara.

Usul Perubahan:

Penyesuaian nomor pasal menjadi Pasal 36. 143. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembiayaan Komisi Yudisial ditetapkan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tetap.

144. BAB VI

TINDAKAN KEPOLISIAN

Tetap.

145. Pasal 32

(1) Ketua, Wakil Ketua, Anggota Komisi Yudisial dapat ditangkap atau ditahan hanya atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan Presiden kecuali dalam hal:

Usul Perubahan:

(30)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

146. b. tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan; atau Tetap.

147. b. berdasarkan bukti permulaan yang cukup disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, atau tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara.

Tetap.

148. (2) Pelaksanaan penangkapan atau penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selambat -lambatnya dalam waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam harus dilaporkan kepada Jaksa Agung.

Tetap.

149. BAB VII

TATA CARA PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Tetap.

150. Pasal 33

(1) Pengambilan keputusan Komisi Yudisial dilakukan secara kolegial.

Usul Perubahan:

Penyesuaian nomor pasal menjadi Pasal 38. 151. (2) Apabila pengambilan keputusan secara kolegial tidak dapat dilaksanakan,

Komisi Yudisial dapat mengambil keputusan kekurang-kurangnya dengan 5 (lima) orang anggota Komisi Yudisial, kecuali keputusan dalam hal

mengusulkan Hakim Agung ke DPR serta mengusulkan pemberhentian hakim agung.

DIM:

Untuk menghindari tidak bisa diambilnya keputusan jika anggota komisi yudisial hanya berjumlah lima atau kurang dari lima karena adanya anggota yang berhenti atau diberhentikan, maka sebaiknya pengaturan ini diubah dengan model presentase.

Oleh karena itu pemerintah mengusulkan agar sekurang-kurangnya keputusan komisi dimbil oleh setengah plus satu dari seluruh anggota komisi yudisial.

Usul Perubahan:

(2) Apabila pengambilan keputusan secara kolegial tidak dapat dilaksanakan, Komisi Yudisial dapat mengambil keputusan kekurang-kurangnya dengan setngah plus satu dari jumlah orang anggota Komisi Yudisial, kecuali keputusan dalam hal mengusulkan Hakim Agung ke DPR serta mengusulkan pemberhentian hakim agung.

(31)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

PERTANGGUNGJAWABAN DAN LAPORAN

153. Pasal 34

(1) Komisi Yudisial bertanggung jawab kepada publik.

Usul Perubahan:

Penyesuaian nomor pasal menjadi Pasal 39. 154. (2) Pertanggungjawaban publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilaksanakan dengan cara: Tetap.

155. a. menerbitkan laporan tahunan; dan Tetap.

156. b. membuka akses informasi secara lengkap dan akurat. Tetap.

157. (3) Laporan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) huruf a setidaknya

memuat hal-hal sebagai berikut: Tetap.

158. a. laporan penggunaan anggaran; Tetap.

159. b. data yang berkaitan dengan fungsi pengawasan; dan Tetap. 160. c. data yang berkaitan dengan fungsi rekrutmen hakim agung. Tetap.

161. DIM:

Mengingat adanya usulan penambahan tugas dari komisi yudisial, ketentuan dalam ayat ini perlu disesuaikan.

Usul Perubahan:

d. Laporan pelaksanaan fungsi komisi lainnya dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

162. (4) Laporan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) huruf a disampaikan

pula kepada DPR dan Presiden. Tetap.

163. (5) Keuangan Komisi Yudisial diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan

menurut ketentuan undang-undang. Tetap.

164. BAB IX

SEKRETARIAT JENDERAL

(32)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

165. Pasal 35

(1) Komisi Yudisial dibantu oleh sebuah Sekretariat Jenderal yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal.

Usul Perubahan:

Penyesuaian nomor pasal menjadi Pasal 40. 166. (2) Sekretaris Jenderal dijabat oleh pejabat Pegawai Negeri Sipil yang bukan

anggota Komisi Yudisial. Tetap

167. Pasal 36

(1) Sekretariat Jenderal sebagaimana dimaksud pasal 34 ayat (1) memberikan bantuan teknis administratif dan keahlian kepada Komisi Yudisial.

Usul Perubahan:

Penyesuaian nomor pasal menjadi Pasal 41.

168. (2) Tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi, dan tata kerja Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Tetap. 169. BAB X KETENTUAN PERALIHAN Tetap. 170. Pasal 37

Selama keanggotaan Komisi Yudisial belum terbentuk berdasarkan Undang ini, pencalonan hakim agung dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

Usul Perubahan:

Penyesuaian nomor pasal menjadi Pasal 42.

171. DIM:

Untuk menghindari terjadinya kekosongan penegakan hukum bagi hakim yang melakukan pelanggaran perilaku sebelum berlakunya RUU ini, hal itu perlu juga diatur dalam ketentuan peralihan.

Oleh karena itu, Pemerintah mengusulkan agar dalam ketentuan peralihan RUU ini diatur juga mengenai proses pendisplinan terhadap hakim yang melakukan pelanggaran perilaku sebelum berlakunya RUU ini.

Usul Perubahan:

(33)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

Komisi Yudisial berwenang untuk melakukan pemeriksaan terhadap pelanggaran perilaku oleh hakim yang terjadi sebelum berlakunya Undang-Undang ini.

172. BAB XI

KETENTUAN PENUTUP

Tetap.

173. Pasal 38

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Usul Perubahan:

Penyesuaian nomor pasal menjadi Pasal 43. 174. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan

UndangUndang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Tetap.

175. Disahkan di Jakarta pada tanggal………….. ... Tetap.

176. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ... Tetap. 177. Diundangkan di Jakarta pada tanggal…………

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ...

Tetap.

178. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ……. NOMOR .... Tetap.

179. Tetap.

180. Substansi yang Diusulkan untuk Ditambahkan:

Hukum Acara

- Untuk dapat menjalankan tugas pengawasan dan pendisiplinan secara baik, diperlukan aturan khusus mengenai hukum acara untuk menjalankan prosesnya. Hukum acara yang dibutuhkan oleh Komisi Yudisial dalam melaksanakan tugasnya harus mengatur seluruh

(34)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

tahapan proses pengawasan dan pendisiplinan, yang setidaknya meliputi:

a. Tahap dan tata cara penerimaan pengaduan masyarakat atas dugaan pelanggaran perilaku yang dilakukan oleh hakim, b. Tahap dan tata cara untuk memutuskan apakah laporan

masyarakat atau temuan Komisi Yudisial atas dugaan dilakukannya pelanggaran perilaku oleh hakim akan ditindaklanjuti atau tidak,

c. Tahap melakukan pencarian fakta, dan

d. Tahap memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran perilaku hakim.

- Untuk memastikan hukum acara yang akan digunakan oleh Komisi Yudisial ini dapat mencapai tujuan pembentukannya, maka

didalamnya harus diakomodir prinsip-prinsip berikut: a. transparansi dan akuntabilitas,

b. kerahasiaan dan perlindungan terhadap identitas pelapor, c. penghormatan atas harkat dan martabat hakim yang diduga

melakukan pelanggaran, dan

d. hak hakim yang bersangkutan untuk melakukan pembelaan diri. - Oleh karena itu, Pemerintah mengusulkan agar dalam RUU ini

ditambahkan pengaturan mengenai Hukum Acara yang akan digunakan Komisi Yudisial untuk menjalankan proses -proses yang dibutuhkan dalam menjalankan tugas pengawasan dan pendisiplinan hakim.

Catatan:

Pengaturan hukum acara ini mengatur pula proses pemberian rekomendasi pendisiplinan hakim (misal rekomendasi pemberhentian hakim). Menurut UU No. 2.1986 atau UU No 14/1985 misalnya, pemberhentian hakim dan hakim agung dilakukan setelah ada proses di majelis kehormatan hakim (sifatnya internal).

(35)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

Dengan pemberian kewenangan pada Komisi Yudisial untuk merekomendasikan pembentian hakim (karena alasan

penyimpangan perilaku: melakukan perbuatan tercela, melanggar sumpah jabatan dsb), maka fungsi majelis kehormatan hakim dalam UU tersebut harus dibatasi hanya dalam hal pemberhentian seorang hakim karena alasan teknis yudisial (tidak cakap). Bagian Pertama

Pra Pencarian Fakta

Pasal 1

(1) Berdasarkan persyaratan administratif yang telah ditentukan, Komisi mengadakan rapat pleno untuk memutuskan apakah laporan masyarakat tentang dugaan pelanggaran oleh hakim akan ditindaklanjuti atau tidak. (2) Untuk memutuskan apakah suatu laporan masyarakat akan

ditindaklanjuti atau tidak, Komisi dapat meminta pelapor untuk melengkapi laporannya.

(3) Keputusan tentang ditindaklanjuti atau tidaknya laporan masyarakat wajib diberitahukan kepada pelapor dalam jangka waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak keputusan dikeluarkan.

(4) Dugaan pelanggaran hakim yang berasal dari temuan Komisi, diajukan ke rapat pleno untuk diputuskan apakah temuan tersebut akan

ditindaklanjuti atau tidak.

(5) Dalam hal Komisi memutuskan untuk tidak menindaklanjuti laporan masyarakat atau hasil temuan Komisi tentang dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh hakim, sementara laporan masyarakat atau temuan Komisi telah dimuat dalam media cetak dan/atau elektronik, maka Komisi wajib melakukan upaya rehabilitasi nama hakim yang bersangkutan melalui pengumuman kepada publik dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak keputusan tersebut diambil.

(36)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

atau temuan Komisi sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (3), Komisi menentukan pula jenis pelanggaran dari tindakan hakim yang diduga melakukan pelangaran.

Bagian Kedua Pencarian Fakta Pasal 2

(1) Jika Komisi memutuskan untuk menindaklanjuti laporan masyarakat atau temuan Komisi tentang dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh hakim, Komisi segera membentuk Tim Pencari Fakta guna melakukan upaya pencarian fakta. (2) Tim Pencari Fakta terdiri dari sebanyak-banyaknya 2 (dua)

anggota Komisi dan didukung oleh beberapa staf.

Pasal 3

(1) Dalam melakukan tugasnya, Tim Pencari Fakta dapat melakukan tindakan-tindakan sesuai dengan kewenangannya.

(2) Kecuali untuk jenis pelanggaran ringan, dalam menjalankan tugasnya, Tim Pencari Fakta wajib meminta dan mendengar secara langsung keterangan dari hakim yang diduga melakukan pelanggaran.

(3) Dalam hal Tim Pencari Fakta akan meminta dan mendengar keterangan dari hakim yang diduga melakukan pelanggaran, Tim wajib memberi surat pemberitahuan secara layak kepada Hakim yang diduga melakukan pelanggaran dan Ketua Pengadilan dimana hakim tersebut bertugas.

(37)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

berita acara yang ditandatangani oleh semua pihak yang terlibat dalam upaya pencarian fakta.

Pasal 4

(1) Dalam hal Tim Pencari Fakta menganggap terdapat bukti yang kuat bahwa hakim yang bersangkutan telah melakukan

pelanggaran, Tim Pencari Fakta segera meminta Komisi untuk mengadakan proses pemeriksaan.

(2) Dalam hal Tim Pencari Fakta menganggap tidak ada bukti yang kuat bahwa hakim yang bersangkutan telah melakukan

pelanggaran, Tim wajib meminta Komisi untuk mengadakan rapat pleno untuk memutuskan perlu tidaknya mengadakan proses pemeriksaan.

Pasal 5

(1) Keputusan rapat pleno sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (2) wajib diberitahukan kepada pihak pelapor dan hakim yang diduga

melakukan pelanggaran dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak keputusan tersebut diambil.

(2) Dalam hal Komisi memutuskan untuk tidak menindaklanjuti laporan atau hasil temuan Komisi tentang dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh hakim, sementara laporan masyarakat atau temuan Komisi telah dimuat dalam media cetak dan/atau elektronik, maka Komisi wajib melakukan upaya rehabilitasi nama hakim yang bersangkutan melalui pengumuman kepada publik dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak keputusan tersebut diambil.

(38)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

Bagian Ketiga

Pemeriksaan Pelanggaran Ringan dan Sedang

Pasal 6

(1) Dalam hal Tim Pencari Fakta menganggap terdapat bukti yang kuat bahwa hakim yang bersangkutan telah melakukan

pelanggaran yang patut dikenakan sanksi teguran tertulis atau pemberhentian sementara atau jika rapat Pleno Komisi memutuskan akan mengadakan pemeriksaan terhadap hakim yang diduga melakukan pelanggaran maka Komisi membentuk Majelis Pemeriksa;

(2) Majelis Pemeriksa beranggotakan seluruh anggota Komisi, selain anggota yang menjadi Tim Pencari Fakta.

(3) Majelis Pemeriksa terdiri dari seorang Ketua dan beberapa anggota.

Pasal 7

Proses pemeriksaan atas pelanggaran yang patut dikenakan sanksi teguran tertulis atau pemberhentian sementara dilakukan secara surat menyurat dan tertutup.

Pasal 8

(1) Selambat-lambatnya 21 (dua puluh satu) hari sejak terbentuk, Majelis Pemeriksa mengirimkan Bahan Pemeriksaan kepada

(39)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

hakim yang diduga melakukan pelanggaran. (2) Bahan Pemeriksaan setidaknya berisikan:

a. nama dan pekerjaan/kedudukan hakim yang diduga melakukan pelanggaran;

b. uraian mengenai dugaan pelanggaran serta pasal yang diduga telah dilanggar oleh hakim tersebut.

(3) Bersamaan dengan pengiriman Bahan Pemeriksaan, Majelis Pemeriksa wajib memberikan surat pemberitahuan mengenai proses pemeriksaan hakim yang bersangkutan kepada Ketua Pengadilan di mana hakim tersebut bertugas.

Pasal 9

(1) Hakim yang diduga melakukan pelanggaran berhak untuk melakukan pembelaan diri secara tertulis dalam waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak hakim yang bersangkutan menerima Bahan Pemeriksaan.

(2) Dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak diterimanya pembelaan diri secara tertulis, Majelis Pemeriksa mengadakan musyawarah tertutup untuk mengambil putusan.

Bagian Keempat

Pemeriksaan Pelanggaran Berat

Pasal 10

Dalam hal Tim Pencari Fakta menganggap terdapat bukti yang kuat bahwa hakim yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran yang

(40)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

patut dikenakan pemberhentian atau jika rapat Pleno Komisi memutuskan akan mengadakan pemeriksaan terhadap hakim yang diduga melakukan pelanggaran tersebut, Komisi membentuk Majelis Pemeriksa sebagaimana dimaksud Pasal 6;

Pasal 11

(1) Selambat-lambatnya 21 (dua puluh satu) hari setelah terbentuk, Majelis Pemeriksa melakukan pemanggilan secara sah

terhadap hakim yang duduga melakukan pelanggaran. (2) Pemanggilan dinyatakan sah apabila disampaikan dengan

surat panggilan kepada hakim yang bersangkutan di tempat kerjanya selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum sidang pemeriksaan dilakukan.

(3) Surat pemanggilan sebagaimana dimaksud ayat 2 setidaknya memuat informasi tentang tanggal, hari dan jam

berlangsungnya pemeriksaan serta Bahan Pemeriksaan yang memuat hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2).

(4) Bersamaan dengan pengiriman Bahan Pemeriksaan, Majelis Pemeriksa wajib memberikan surat pemberitahuan mengenai proses pemeriksaan hakim yang bersangkutan kepada Ketua Pengadilan di mana hakim tersebut bertugas.

Pasal 12

(1) Ketua Majelis Pemeriksa membuka acara pemeriksaan dan menyatakan sidang pemeriksaan terbuka untuk umum kecuali untuk jenis pelanggaran berat yang menyangkut kesusilaan. (2) Jika hakim yang akan diperiksa tidak hadir pada hari

(41)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

meneliti apakah pemanggilan telah dilakukan secara sah. (3) Jika pemanggilan dilakukan secara tidak sah, ketua Majelis

Pemeriksa menunda sidang dan memerintahkan untuk diadakan pemanggilan ulang.

(4) Jika pemanggilan telah dilakukan secara sah namun hakim yang akan diperiksa tidak hadir tanpa alasan yang patut, pemeriksaan dilakukan tanpa kehadiran hakim yang bersangkutan.

Pasal 13

(1) Sidang pemeriksaan dimulai dengan pembacaan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh hakim.

(2) Hakim yang bersangkutan diberi kesempatan untuk mempersiapkan pembelaan diri dalam waktu sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari.

(3) Pada pemeriksaan berikutnya, hakim yang bersangkutan membacakan pembelaan diri.

(4) Majelis Pemeriksa berhak untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan atas pembelaan diri hakim yang bersangkutan. Pasal 14

(1) Jika setelah pembelaan diri Majelis Pemeriksa menganggap perlu mendengar keterangan tambahan dari saksi, pelapor atau pihak-pihak lain, Majelis Pemeriksa dapat mengadakan

pemeriksaan secara tertutup.

(2) Jika dianggap perlu, keterangan tambahan yang diperoleh Majelis Pemeriksa sebagaimana dimaksud ayat (1) ditanyakan kembali kepada hakim yang bersangkutan.

(42)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

diri atau setelah proses pencarian keterangan tambahan, Majelis Pemeriksa mengadakan musyawarah tertutup untuk mengambil putusan.

Bagian Kelima

Putusan

Pasal 15

(1) Putusan Majelis Pemeriksa sehubungan dengan pelanggaran yang patut dikenakan pemberhentian dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum, dengan atau tanpa kehadiran hakim yang diperiksa.

(2) Putusan Majelis Pemeriksa yang bersifat menjatuhkan sanksi atau merekomendasikan penjatuhan sanksi setidaknya memuat:

(3) Nama lengkap dan pekerjaan atau kedudukan hakim yang bersangkutan;

(4) Uraian mengenai dugaan pelanggaran;

a. Pertimbangan mengenai fakta pelanggaran dan

pembelaan diri hakim yang menjadi dasar pengambilan keputusan;

b. Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar penjatuhan atau merekomendasikan saksi dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan hakim yang bersangkutan; c. Hari dan tanggal diadakannya rapat pleno;

d. Pernyataan kesalahan hakim yang bersangkutan serta sanksi atau rekomendasi sanksi yang dijatuhkan;

(43)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

1. Putusan Majelis Pemeriksa yang tidak bersifat menjatuhkan sanksi setidaknya memuat:

a. Nama lengkap dan pekerjaan atau kedudukan hakim yang bersangkutan;

b. Uraian mengenai dugaan pelanggaran;

c. Pertimbangan mengenai fakta pelanggaran dan pembelaan diri hakim yang menjadi dasar pengambilan keputusan;

d. Hari dan tanggal diadakannya rapat pleno;

e. Hari dan tanggal putusan, nama anggota tim pemeriksa. f. Pernyataan bahwa hakim yang bersangkutan tidak terbukti

melakukan pelanggaran;

g. Pernyataan sebagai bentuk rehabilitasi bagi hakim tersebut. 1. Salinan putusan wajib diberitahukan kepada hakim dan pihak

pelapor dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak putusan tersebut diambil.

2. Kecuali untuk sanksi berupa teguran tertulis yang tertutup, salinan putusan mengenai pelanggaran yang patut dikenakan sanksi teguran bersifat rahasia sedangkan putusan mengenai pelanggaran yang patut dikenakan sanksi pemberhentian sementara dan

pemberhentian dapat diakses publik.

Bagian Keenam Lain-Lain

Pasal 16

(1) Dalam melakukan seluruh proses pra pencarian fakta, pencarian fakta dan pemeriksaan hakim yang diduga melakukan pelanggaran, Komisi wajib merahasiakan identitas pelapor dan menjunjung tinggi harkat dan martabat hakim yang diduga melakukan pelanggaran.

(44)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO. RUU DPR LeIP

(2) Sebelum Majelis Pemeriksa mengambil putusan, Komisi dilarang menunjukkan sikap atau mengeluarkan pernyataan berkaitan dengan keyakinan mengenai bersalah atau tidaknya hakim diduga melakukan pelanggaran.

Pasal 17

Setiap anggota Tim Pencari Fakta atau Majelis Pemeriksa wajib mengundurkan diri apabila ia terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, hubungan suami atau istri meskipun sudah bercerai dengan hakim yang diduga melakukan pelanggaran. Pasal 18

Hakim yang diduga melakukan pelanggaran berhak untuk didampingi penasehat hukumnya dalam setiap tahap pemeriksaan.

Pasal 19

Bahan Pemeriksaan dan putusan Majelis Pemeriksa yang memuat identitas pelapor wajib dirahasiakan dengan cara dihapuskan atau dihitamkan.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya peningkatan penerimaan pendapatan asli daerah, secara otomatis akan meningkatkan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Hal tersebut tentunya

pembunuhan sangat nampak dalam alat bukti petunjuk, baik antara yang satu dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah

Dengan demikian, penelitian diatas yaitu yang dilakukan oleh Izzatul Aliyah, dan Nikmah memiliki perbedaan dengan penelitian yang penulis lakukan, sedangkan penelitian

Amandemen ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan Komisi Yudisial mempunyai wewenang mengusulkan pengangkatan hakim agung, dan wewenang

Latar Belakang saat ini belajar kurang memerhatiakan peran dan pengaruh emosi pada proses dan hasil belajar yang di capai seseorang, Tetapi sejak orang mulai

Vision1 channel ini memiliki pola siaran yang lebih rumit dikarenakan kebanyakan program nya adalah program yang dibeli dari luar negeri dan acara nya live

Umumnya kepala silinder dibuat dari bahan alumunium paduan dengan sirip-sirip pendinginan, serta pada sekeliling ruang bakarnya di lengkapi dengan SQUISH AREA

maka dalam penentuan tingkat resiko semi-kuanitatif dapat dilakukan dengan mengkombinasikan kategori peluang kegagalan ( likelihood of failure ) kategori konsekuensi kegagalan