Pemanfaatan Limbah Karak Nasi Sebagai Bahan Alternatif Pengganti
Jagung Dalam Ransum Ayam Petelur Jantan
Dedi Suryanto dan Badriyah
Abstrak
Penelitian ini dilakukan di kandang percobaan dan laboratorium terapan Fakultas Petrnakan Universitas Islam Malang mulai tanggal 20 Juli – 9 September 2008. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji pengaruh penggunaan limbah warung nasi sebagai pengganti jagung dalam ransum ayam petelur jantan serta menentukan perlakuan yang dapat memberikan respon terbaik terhadap daya guna pakan meliputi konsumsi dan kecernaan pakan, pertambahan bobot badan, efisiensi pakan, nilai ekonomis pakan serta kualitas karkas ayam penghasil daging.
Materi penelitian yaitu ayam petelur jantan umur 4 minggu sebanyak 45 ekor dan bahan pakan bekatul, konsentrat, jagung dan limbah karak nazi (LKN). Metode penelitian percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) sebanyak 4 pakan perlakuan dan pakan kontrol menggunakan bekatul 20%, konsentrat 30% dan jagung 50% masing-masing diulang tiga kali. Adapun level LKN dalam ransum sebagai pengganti jagung yaitu: 12.5%: 25.0% ; 37.5% dan 50%. Variabel yang diamati yaitu konsumsi pakan, kecernaan pakan , pertambahan bobot badan, konversi pakan, efisiensi protein, income over feed cost dan prduksi karkas dan lemak abdominal. Perbedaan respon antar perlakuan dianalisis dengan sidik ragam dan uji BNT.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan LKN 50% dalam ransum sebagai pengganti jagung dapat meningkatkan efisiensi pakan, nilai ekonomis pakan dan produksi karkas dengan lemak abdominal relatif sama dengan pakan kontrol. Adapun perbandingan rataan konsumsi pakan, kecernaan pakan, pertambahan bobot badan, efisiensi protein, nilai ekonomis pakan dan produksi karkas dan lemak abdominal antara pakan kontrol dengan perlakuan selama penelitian 30 hari, yaitu: 1157.59 g/ekor : (1150,46 – 1155,19) ; 55,,523 g/ekor : (57,057 – 58,137) ; 653,17 : (604,073 – 654,997) ; 1,31 : (1,28 – 1,30) ; Rp. 4718,03 : (Rp.5242,91 – Rp.6463.77); 60,45% : (61,54 – 62,78)% ; dan 1,48% : (1,410 – 1,450)%.
Disimpulkan bahwa penggunaan LKN dapat menggantikan porsi jagung 100% dalam ransum itik ayam petelur antan penghasil daging. Untuk optimalisasi produksi dan efisiensi pakan dalam intentifikasi pemeliharaan ayam petelur jantan penghasil daging dapat menggunakan limbah karak nasi dalam ransum sebesar 50%.
Kata Kunci : Limbah karak nasi, ayam petelur jantan, pakan komplit, performans dan efisiensi pakan.
SUMMARY
Exploiting Of Waste Karak Rice As Component Of Alternative Of Substitution Of Corn In Feed Male Layer Chick
This research done in attempt cage and applied laboratory of Animal Husbandry Universitas Islam Malang (Unisma) from date 20 July - 9 September 2008. This research aim to know and studies usage influence of rice booth waste in the place of corn in feed male layer chicken and determines treatment which can give best response to feed consumption and digesting, increase of body wight, feed efficiency, feed economic value and quality of fleshy producer chicken carcass Research matter that is male layer chick, age 4 week 45 tails and feeding stuff bekatul, concentrate, corn and waste karak rice (WKR). Attempt research method applies completely randomized design counted feed 4 of treatment and feed controlled applies bekatul 20%, concentrate 30% and each 50% corn repeated thrice. As for level WKR in feed as substitution of corn that is: 125%: 250% ; 375% and 50%. Variable observed that is feed consumption, feed digesting , increase of body wight, feed conversion, protein efficiency, income over feed cost and carcass production and abdominal fat. Difference of response between treatment is analysed with variant analyze and test BNT.
Result of research indicates that usage of WKR 50% in feed as substitution of corn can increase feed efficiency, feed economic value and produce of carcass with relative abdominal fat equal feedly controlled. As for comparison of rataan feed consumption, feed digesting, increase of body wight, protein efficiency, feed economic value and produce of carcass and abdominal fat between feed controlled with treatment during research of 30 days, that is: 115759 g/male : ( 1150,46 - 1155,19) ; 55,,523 g/male : ( 57,057 - 58,137) ; 653,17 : ( 604,073 - 654,997) ; 1,31 : ( 1,28 - 1,30) ; Rp. 4718,03 : ( Rp.5242,91 - Rp.6463.77); 60,45% : ( 61,54 - 62,78)% ; and 1,48% : ( 1,410 - 1,450)%.
Concluded that usage of WKR can replace portion of corn 100% in feed male layer chicken to meet production. For optimalisation produce and feed efficiency in intentification keeping of male layer chicken to meet production meet can apply waste karak rice in feed equal to 50%.
Keywords : Waste karak rice, male layer chick, complete feed, performans dan feed efficiency.
PENDAHULUAN Latar Belakang
Peternakan unggas di Indonesia mengalami perkembangan populasi yang sangat besar yang didominasi oleh ayam
ras sebesar 55%, maka sebagai
konsekuensi dari perkembangan usaha ini adalah menyediakan bahan pakan ternak
yang cukup, baik kualitas maupun
kuantitasnya dan harganya murah. Salah
satu upaya untuk menekan terhadap biaya pakan dapat dilakukan dengan usaha mencari bahan pakan alternatif yang tidak
bersaing dengan kebutuhan manusia
melalui pemanfaatan berbagai limbah organik dari warung-warung nasi yang biasanya dibuang begitu saja yang dapat mengurangi estetika lingkungan.
Usaha peternakan ayam ras petelur
menghasilkan daging panggang tidak banyak lemak sehingga cocok sebagai bahan pangan hewani bergizi, lezat rasanya dan aman dari resiko kolestrol Bobot badan relatif ringan maka pemeliharaannya ditunggu sampai mendekati berakhirnya fase grower umur 3-4 bulan sehingga dagingnya mirip dengan ayam kampung. Ransum merupakan komponen terbesar dari keseluruhan biaya produksi dalam intensifikasi usaha peternakan, sehingga
dalam penyusunan ransum perlu
memperhatikan kandungan nutrien yang dibutuhkan ternak dan sedapat mungkin
harga murah untuk menghasilkan
pertumbuhan, dan efisiensi penggunaan pakan yang optimum. Ransum disebut
sempurna atau complete feed apabila
mengandung semua nurisi yang diperlukan ternak dalam keadaan seimbang dan siap
diberikan pada ternak tanpa harus
ditambah bahan pakan lain (Lubis, 1992).
Di daerah padat penduduk
perkotaan yang lokasinya dekat kampus, asrama, perusahaan dan sepanjang jalan raya menuju tempat peristirahatan dan rekreasi di kota Malang bermunculan banyak rumah makan dalam berbagai kelas yang tentu saja menambah limbah organik yang biasanya dibuang begitu saja. Limbah
organik warung nasi yang mudah
dimanfaatkan sebagai pakan ayam adalah masakan kering tanpa kuah, komposisinya beragam meliputi sisa nasi, kepala ikan dan tulang ayam dan sayuran. Karena limbah ini mudah busuk maka perlu diseleksi dengan hati-hati tidak tercampur dengan limbah basi, kemudian cepat dilakukan pengeringan udara sampai kadar air 12-15% sehingga bahan ini dapat disimpan dalam waktu lama yang berarti penyedian bahan pakan terjamin untuk digunakan sewaktu-waktu. Selanjutnya limbah yang sudah kering perlu digiling agar sampel homogen dan mudah dicampur dengan bahan pakan lain sebagai campuran dalam ransum complete feed bagi ayam.
Komposisi nutrien dalam karak nasi ini terutama karbohidrat tercerna tinggi, serat rendah dan protein kurang dari
29% sehingga termasuk sumber energi. Penggunaannya dalam campuran complete feed dapat menggantikan porsi jagung mencapai 60%. Ransum yang diberikan pada ternak unggas tidak semua zat nutrisinya tercerna dan terserap sempurna. Penggunaan protein yang efisien dapat dilihat dari tingkat daya cerna protein pakan yang diberikan. Hal ini tidak terlepas kandungan serat kasar bahan pakan, apabila kandungan serat kasar dalam bahan pakan tinggi akan dapat mengurangi daya cerna dan penggunaan nutrisi yang terkandung didalamnya.
Penggunaan jagung sebagai sumber energi dalam pakan khususnya unggas berkisar 40 - 60% namun bahan ini sangat bersaing dengan kebutuhan manusia yang
setiap waktu terus meningkat,
ketersediaannya banyak mengalami
fluktuasi, dan harga jagung giling cukup tinggi sebesar Rp. 2.400, per kg. Oleh karena itu harus ada alternatif bahan lain yang dapat digunakan untuk menggantikan jagung, salah satunya adalah limbah warung nasi. Selain itu dituntut upaya
untuk menyetarakan dari berbagai
kandungan nutrisinya terutama zat protein, ditinjau dari sejauh mana pengaruh protein terhadap pertumbuhan, karena protein dinilai sebagai zat yang paling berperan dalam hal tersebut dimana jaringan sel subtansinya adalah protein.
Berdasarkan uraian tersebut diatas perlu dilakukan serangkaian penelitian yang dapat menjawab berapa tingkat penggunaan limbah karak nasi sebagai pengganti jagung dalam ransum complete feed yang efektif dapat memberikan respon terbaik terhadap performans,hasil produksi dan kualitas karkas – lemak daging ayam petelur jantan.
Perumusan Masalah
Dalam setiap usaha intensifikasi ternak ayam ras baik pedaging dan petelur,
maka peternak selalu dihadapkan
dengan masalah tingginya biaya
produksi untuk pakan yang nilainya mencapai 70% dari total biaya produksi.
Selain itu bilamana peternak akan memilih dan menggunakan pakan yang
berkualitas maka peternak perlu
mengeluarkan biaya mahal padahal
pakan ini dapat mengoptimalisasi
konsumsi dan pertumbuhan ayam. Di lain pihak masih banyak limbah organik yang masih layak diberikan pada ternak tetapi kebanyakan dibuang begitu saja
seperti limbah karak nasi yang
merupakan limbah organik masih kaya gizi terutama energi sehingga dapat mensubstitusi porsi jagung. Limbah organik ini cepat busuk maka perlu penanganan yang baik dengan cara pengeringan untuk dicampur sebagai ransum unggas.
Berdasarkan hal diatas dirumuskan permasalahan yaitu apakah penggunaan limbah karak nasi sebagai pengganti
jagung dapat mengoptimalkan
pertumbuhan dan efisiensi pakan pada ayam petelur jantan. Kemudian berapa level limbah karak nasi dalam ransum yang dapat memberikan respon terbaik terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, konversi pakan, kualitas karkas ayam petelur jantan.
Tujuan dan Kontribusi Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk
mengetahui dan mengkaji pengaruh
penggunaan limbah karak nasi sebagai pengganti jagung dalam ransum ayam petelur jantan serta untuk mengetahui berapa level perlakuan untuk memberikan respon terbaik terhadap daya guna pakan, penampilan produksi baik konsumsi, pertambahan bobot badan dan efisiensi pakan serta kualitas karkas ayam.
Selanjutnya kontribusi hasil
penelitian diharapkan memberikan
informasi ilmiah tentang kualitas pakan yang menggunakan limbah karak nasi sebagai pengganti jagung dalam ransum dan sebagai pedoman penggunaan limbah
warung nasi yang optimum untuk
pertambahan bobot badan, kecernaan dan efisiensi pakan, kualitas karkas dan nilai
ekonomis pakan dalam pemeliharaan ayam petelur jantan.
METODE PENELITIAN Materi Penelitian
Ayam petelur jantan
Ayam yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ayam petelur jantan umur 4 minggu yang diperoleh dari breeding farm CV Wonokoyo Singosari, Malang sebanyak 45 ekor.
Pakan dan peralatan penunjang.
Pakan disusun campuran
konsentrat, bekatul, jagung dan karak nasi
dengan komposisi sesuai perlakuan.
Kandang yang digunakan sistem batteri per petak berukuran 60 x 40 x 80 Cm3 untuk 3 ekor ayam, dan setiap petak dilengkapi tempat pakan dan tempat minum serta sarana-sarana penunjang lainnya: lampu penerang, timbangan O’house, pengatur suhu dan lain-lain.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kandang Teaching Farm Fakultas Peternakan Universitas Islam Malang, dengan menggunakan metode percobaan dan Rancangan Acak Lengkap (RAL) meliputi 4 ransum perlakuan dan 1 ransum kontrol (konsentrat 35%, bekatul 15%, jagung giling 50%) masing-masing diulang 3 kali dan setiap unit percobaan diisi sebanyak 3 ekor ayam petelur jantan. Adapun ransum perlakuan yaitu penggunaan limbah karak nasi (LKN) sebagai pengganti jagung dalam pakan disusun sebagai berikut :
R0 = Konsentrat, Bekatul, jagung giling 50%
R1 = Konsentrat, Bekatul, (Jagung giling 30% + LKN 12,5%)
R2 = Konsentrat, Bekatul, (Jagung giling 20% + LKN 25,0%)
R3 = Konsentrat, Bekatul, (Jagung giling 10% + LKN 37,5%)
R4 = Konsentrat, Bekatul, LKN 50%
Dilanjutkan uji khemis dengan melakukan analisa proksimat pada sample limbah karak nasi (LKN) kering udara, jagung giling, konsentrat dan bekatul di lakukan Laboratorium Pusat UNISMA sehingga kandungan nutrisi (%) masing-masing pakan perlakuan dapat ditentukan.
Variabel yang Diamati
Variabel yang diamati adalah kualitas pakan dan performans ayam petelur jantan periode grower yang menggunakan parameter berikut:
Konsumsi Pakan
Jumlah pemberian pakan dikurangi
jumlah sisa pakan dan tercecer
(gr/ekor) selama penelitian 30 hari.
Koefisien Cerna Pakan
Kecernaan pakan yang diukur adalah kecernaan Bahan kering (KcBK) secara
In vivo yaitu banyaknya BK pakan terkonsumsi dikurangi BK dalam feses dalam % konsumsi BK pakan yang diuji.
Pertambahan Bobot Badan (PBB)
Selisih Bobot badan awal penelitian dan bobot badan akhir penelitian dibagi
jumlah hari penelitian per ekor
(gram/ekor) selama penelitian 30 hari.
Persentase Karkas dan Lemak
Abdominal
Pesentase karkas diukur dari
pembagian berat komponen karkas dengan bobot potong dikali 100%, sedang %lemak abdominal diukur berat lemak abdominal dibagi berat hidup hidup dalam persen.
Protein Efisiensi Rasio (PER)
Nilai Protein Efisiensi Rasio
dinyatakan dalam persen, yang dihitung berdasarkan jumlah pertambahan bobot badan ayam petelur jantan dibagi
dengan jumlah protein yang
dikonsumsi.
Nilai Ekonomi Pakan
Nilai ekonomis pakan dinyatakan dalam Income Over Feed Cost (IOFC) yang dihitung berdasarkan selisih harga penjualan ayam dengan harga ransum selama penelitian dalam satuan rupiah.
Analisa Data
Data nilai variabel yang diperoleh nanti akan dihitung dan dianalisa ragam (Analysis of Variance) menurut petunjuk
Gasperz (1994) untuk mengetahui
pengaruh tingkat subtitusi jagung oleh limbah karak nasi terhadap kualitas pakan dan performans ayam petelur jantan. Apabila diantara perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap variabel yang diamati, maka dilanjutkan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan sekaligus untuk memilih perlakuan yang paling optimum.
Komposisi dan Kandungan Nutrisi Ransum
Ransum perlakuan dibuat dari campuran bahan pakan sebagai berikut: jagung kuning giling, konsentrat BR2, bekatul, dan karak warung nasi (LKN). Pakan
kontrol disusun dengan formulasi
bekatul padi 20%, konsentrat 30% dan
jagung 50%. Sedangkan pakan
perlakuan disusun dengan cara
mengurangi porsi jagung 50% diganti dengan limbah karak nasi (LKN) sampai 100%. Secara ringkas komposisi bahan pakan dan kandungan nutrisi dalam ransum tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi dan kandungan nutrisi ransum ayam petelur jantan
Komposisi Bahan Pakan Perlakuan (%)
R0 R1 R2 R3 R4
Konsentat BR2 30% 30% 30% 30% 30%
Bekatul 20% 20% 20% 20% 20%
Jagung kuning 50% 37,5% 25% 12,5% 0% Limbah karak nasi
(LKN) 0% 12.5% 25% 37,5% 50% 100% 100% 100% 100% 100% Kandungan Nutrisi ( %) Energi Metabolis (kkal/kg) 2931 2958 2986 3014 3041 Protein Kasar (%) 18,10 18,35 18,60 18,85 19,10 Lemak Kasar (%) 2,92 3,70 4,47 5,25 6,02 Serat Kasar (%) 5,00 4,99 4.98 4.96 4,95 Kalsium (%) 0,77 0,78 0,79 0,80 0,81 Pospor (%) 0,89 0,90 0,92 0,94 0,96
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian selama 30 hari diperoleh konsumsi pakan (g/ekor), kecernakan pakan (%KcBK), pertambahan bobot badan (PBB)g/ekor, protein efisiensi rasio (PER), Income
over feed cost (IOFC), produksi karkas
dan lemak abdominal pada ayam petelur jantan yang rataannya disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Rataan konsumsi,
kecernaan pakan, PBB, PER, IOFC dan produksi karkas dan lemak abdominal
Keterangan: Notasi berbeda pada variabel sama berarti berbeda antar perlakuan
Konsumsi Pakan
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan limbah karak nasi sampai 50% sebagai pengganti jagung dalam ransum pada ayam petelur jantan memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi pakan. Hal ini diduga
disebabkan kualitas pakan perlakuan
berbeda terutama kandungan dan energi metabolis, sehingga dapat menurunkan konsumsi pakan. Selain itu pakan yang
diberikan mempunyai imbangan
kandungan energi dan protein berbeda. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (2005) bahwa kandungan energi dalam pakan
pada unggas akan mempengaruhi
konsumsi ransum. Lebih lengkap Pramu, dkk (1980) menyatakan bahwa jumlah
ransum yang dikonsumsi unggas
tergantung pada faktor ukuran tubuh, aktifitas badan, suhu lingkungan, kualitas ransum, palatabilitas serta pengelolaan.
Hasil perhitungan diperoleh rataan konsumsi pakan selama penelitian 30 hari
(g/ekor) ayam petelur jantan pada ransum kontrol (R0) = 1157.59b; R1 = 1155.19ab; R2 = 1153.65ab; R3 = 1151.20ab dan R4 = 1150.46a. Hasil uji BNT 5% menunjukkan bahwa perlakuan R1, R2 dan R3 tidak berbeda dengan R0, tetapi R0 berbeda dengan R4. Hal ini diduga berhubungan erat dengan kandungan energi metabolis dan serat dalam ransum. Penggunaan LKN meningkat maka kandungan energi tinggi, sehingga ayam mengkonsumsi pakan lebih sedikit. Srigandono (1997) menganjurkan bahwa imbangan kandungan protein dan energi metabolis untuk ayam ras jantan adalah 17% dan 3000 Kkal/kg, atau 18.4% dan 3.197 Kkal/kg (Ensimenger et al, 1995), sedang imbangan protein dan energi metabolis dalam pakan perlakuan ini berkisar antara (18,10 – 19,10%) dan (2931 – 3041 Kkal/kg).
Pada perlakuan R4 dengan LKN 50% menunjukkan jumlah konsumsi pakan paling rendah dibanding perlakuan R0, R1, R2 dan R3. Hal ini disebabkan pakan R4 memiliki kandungan energi metabolis tertinggi serta serat kasar rendah, sehingga konsumsi pakan dalam jumlah lebih sedikit sudah mencukupi kebutuhan energi bagi ayam. Energi metabolis diperlukan untuk pertumbuhan dan aktifitas ternak, pada pakan berenergi tinggi menyebabkan
penurunan konsumsi pakan ternak.
Menurut Tilman, dkk. (1991) dan
Anggorodi (1995) bahwa unggas
mempunyai sifat khusus yaitu
mengkonsumsi pakan untuk memperoleh
energi, dimana jumlah pakan yang
dikonsumsi tergantung dari jumlah energi yang masuk. Selain itu kualitas ransum R4 lebih baik daripada R0., hal itu terlihat dari kandungan protein kasar yaitu 19,10% dan 18,10% serta serat kasar berbeda yaitu 4,95% dan 5,00% yang masih dapat ditolelir ayam dewasa..
Hal ini sesuai dengan pendapat Wahju (1992) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum adalah kualitas ransum, tinggi rendahnya kualitas ransum terletak pada tingkat kandungan protein dalam ransum, sedang
Ransum Konsumsi (g/ekor) Kecernaan BK(%) PBB (g/ek) PER IOFC (Rp) Produksi % Karkas % lemak abdomina l R4 1150.46a 58.137b 604.073a 1,28 6463.77 62.78b 1.410 R3 1151.20ab 58.357b 622.447a 1,29 6228.63 62.39b 1.430 R2 1153.65ab 57.313ab 627.103a 1,28 5572.31 62.01ab 1.450 R1 1155.19ab 57.057ab 654.997b 1,30 5242.91 61.54ab 1.450 R0 1157.59b 55.523a 653.167a 1,31 4718.03 60.45a 1.477
kualitas protein ransum ditandai oleh kandungan asam amino esensialnya. Pada
perlakuan R0 tanpa LKN menunjukkan
jumlah konsumsi pakannya paling tinggi dibanding perlakuan R1, R2, R3 dan R4. Hal ini diduga karena pakan R0 mengandung
serat kasar paling tinggi yang
menyebabkan proses pencernaan ayam menjadi tidak sempurna, sehingga sebagian nutrisi ikut keluar bersama feses yang mengakibatkan suplai nutrisi dan energi kurang mencukupi kebutuhan energi bagi ayam. Cepatnya laju makanan pada organela pencernaan, akan mempercepat pula pengosongan tembolok sehingga menyebabkan itik akan meningkatkan konsumsi pakan untuk menyesuaikan kebutuhan nutrisi dan energinya. Selain itu konsumsi pakan berserat kasar tinggi
mengakibatkan adanya perubahan
membesarnya organ pencernaan seperti tembolok, gizzard, proventikulus serta besar maupun panjang usus sehingga memberikan peluang bagi itik untuk
meningkatkan volume atau jumlah
konsumsi pakan menjadi lebih banyak.
Kecernaan Pakan
Hasil analisa ragam, menunjukkan bahwa penggantian jagung oleh limbah
karak nasi (LKN) dalam ransum
menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap kecernakan bahan kering pakan pada ayam petelur jantan. Perbedaan nilai daya cerna pada masing–masing perlakuan dikarenakan adanya perbedaan kandungan nutrien dalam ransum berbeda.
Kandungan serat kasar dalam karak nasi lebih rendah dan merupakan bahan
yang telah masak, sehingga
memungkinkan kecernaan masing-masing pakan perlakuan berbeda. Hal ini sesuai pendapat wahyu (1997), semakin tinggi serat kasar dalam suatu ransum, maka makin rendah kecernaanya terutama pada ternak unggas karena tubuh unggas tidak
mensekresi enzim pencerna serat.
Selanjutnya serat kasar tidak dapat dicerna dimungkinkan dapat membawa nutrien
tercerna dari bahan pakan lain untuk dibuang bersama ekskreta.
Adapun nilai rata - rata kecernaan bahan kering (%KcBK) dan uji BNT terhadap per ekor ayam petelur jantan pada masing - masing perlakuan adalah R0 = 55.523a, R1 = 57.057ab, R2 = 57.313ab, R3 = 58.357b, R4 = 58.137b.
Pada perlakuan R0 sebagai pakan kontrol yaitu pakan tanpa penggunaan LKN, menghasilkan kecernaan bahan kering paling rendah yaitu 55,52 %. Hal ini berarti pada pakan kontrol, ayam tidak mampu mengoptimalkan mencerna nutrien dibandingkan pakan perlakuan, sehingga
tidak banyak nutrien yang dapat
dimanfaatkan oleh tubuh unggas terutama untuk pertumbuhan.
Pada perlakuan R1, R2,, R3, mengalami peningkatan nilai kecernaan pakan, tetapi tidak berbeda dengan R0. Hal ini disebabkan penggunaan LKN yang
meningkat dalam ransum diduga
kandungan bahan organik yang berupa protein, karbohidrat, lemak, dan vitamin memberikan kondisi yang memungkinkan untuk dicerna dan diserap lebih banyak dalam tubuh ternak. Kondisi ini terjadi karena LKN mengandung serat lebih rendah dan diuduga adanya asam amino essensial.sehingga mudah dicerna
Pada perlakuan R4 terjadi
peningkatan nilai kecernaan bahan kering paling tinggi tetapi tidak berbeda dengan R1, R2, dan R3, dan berbeda dengan R0. Peningkatan kecernan ini diduga karena penggantian jagung dengan 100% LKN pada R4 memberikan kandungan serat kasar dalam ransum semakin rendah. Kecernaan bahan kering pakan semakin banyak, sehingga penyerapan nutrien
tercerna semakin meningkat pula.
Kandungan serat kasar tinggi juga
mengakibatkan laju pencernaan semakin cepat, sehingga nutrisi sedikit diserap dalam tubuh (Wahyu, 1997).
Pertambahan Bobot Badan
Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan limbah karak nasi (LKN) sebagai pengganti
jagung dalam ransum berpengaruh
signifikan (p<0.05) terhadap pertambahan bobot badan pada ayam petelur jantan. Hal ini disebabkan kandungan nutrisi dan kualitas pakan perlakuan berbeda, maka
apabila ayam mengkonsumsi dan
mencerna nutrisi pakan berbeda maka jumlah zat metabolik yang masuk dalam tubuh untuk pertumbuhan dan produksi ternak berbeda pula. Dalam hal ini menggambarkan bahwa peningkatan level penggunaan LKN dalam ransum sebagai pengganti jagung diikuti peningkatan pertambahan bobot badan ayam ras jantan.
Hasil perhitungan diperoleh nilai rataan pertambahan bobot badan itik jantan periode finisher per hari (gram/ekor) yaitu: R0 =604.073a , R1=622.447ab, R2 = 627.103ab , R3 =654.997b , R4= 653.167b. Nilai rataan pertambahan bobot badan ayam selama penelitian menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan seiring dengan peningkatan jumlah penggunaan LKN dalam ransum. Berdasarkan uji BNT 5%, menunjukkan bahwa respon pada
pakan kontrol masih sama dengan
penggunaan LKN sampai 25% (R1 dan R2) tetapi berbeda dengan penggunaan LKN sampai 50% (R3 & R4). Untuk pakan yang menggunakan LKN 50% atau penggantian keseluruhan porsi jagung mendapatkan PBB yang tertinggi walau tidak berbeda dengan R1, R2 dan R3.
Adanya peningkatan penggunaan LKN dalam ransum memberikan efek pertambahan bobot badan itik meningkat, hal ini disebabkan oleh kandungan dan kualitas protein pakan yang dikonsumsi juga meningkat dari 18,10% – 19,10%,
selain itu LKN merupakan limbah
campuran bahan pangan hasil olahan yang masak yang sudah diseleksi, hal ini memberikan kontribusi kualitas nutrisi yang lebih baik dari bahan mentahnya. Karena kandungan dan kualitas protein terkonsumsi mempengaruhi persediaan
asam amino yang siap diabsorpsi dinding usus halus untuk dimetabolis dalam tubuh untuk memenuhi kebutuhan maintanans, produksi ternak termasuk pertambahan bobot badan. Menurut Hartadi, dkk (1986) bahwa sistem pemberian pakan yang didasarkan atas nutrien yang dapat dicerna lebih baik daripada yang berdasarkan konsumsi pakan. Hal ini disebabkan karena bahan pakan yang mempunyai daya cerna tinggi mampu mengurangi zat-zat makanan yang terbuang bersama ekskreta dan berarti semakin banyak nutrien terutama protein
yang dapat dimanfaatkan untuk
pertumbuhan, mengingat peran penting
protein adalah untuk pertumbuhan,
pergantian sel yang rusak, dan produksi ternak.
Protein Efisiensi Ratio
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan LWN pengganti jagung dalam ransum pada ayam petelur jantan tidak memberikan pengaruh nyata (P>0,05) terhadap protein efisiensi ratio (PER). Hal ini diduga karena kadar dan kualitas
protein dari masing-masing ransum
perlakuan relatif sama. Sebagaimana dinyatakan oleh Wahju (1992) bahwa faktor yang mempengaruhi nilai protein efisiensi ratio adalah kadar protein dalam ransum, umur dan jenis kelamin unggas.
Sedangkan Prawirokusumo (1994)
berpendapat bahwa protein efiseinsi ratio tergantung dari kualitas protein pakan yang dikonsumsi. Lebih lanjut bahwa kualitas protein pakan itu dipengaruhi oleh jumlah dan keseimbangan asam-asam amino essensial yang terkandung.
Hasil perhitungan diperoleh nilai rata-rata protein efisiensi ratio itik jantan periode finisher per ekor per hari pada pakan kontrol (R0) sebesar 1,28 dan masing-masing pakan yang menggunakan LKN pada R1 = 1,29, R2 = 1,28, R3 = 1,30 dan R4 = 1,31. Seperti diketahui bahwa nilai protein efisiensi ratio dipengaruhi oleh kualitas protein dan penampilan pertambahan bobot badan ternak. Dalam
pertambahan bobot badan per ekor/hari meningkat pada perlakuan pakan R0 = 791,67 gram, R1 = 807,50 gram, R2 = 803,33 gram, R3 = 822,50 gram dan R4 =
839,17 gram. Hal ini dipengaruhi
kandungan nutrisi dalam pakan yang
dikonsumsi, karena pakan yang
dikonsumsi akan dicerna oleh tubuh ternak untuk pertumbuhan, hidup pokok, dan perbaikan sel-sel tubuh yang rusak, sehingga dengan pemanfaatan kandungan nutrisi dalam pakan dapat meningkatkan bobot badan pada ternak. Hal ini didukung pendapat Salam (1996) bahwa makanan yang kompleks akan dipecah menjadi nutrien sederhana untuk diserap dan masuk
kedalam tubuh. Nutrien metabolit
digunakan terutama untuk memenuhi kebutuhan hidup pokonya dan selebihnya untuk produksi. Selain itu protein yang berkualitas tinggi dalam arti terdapat imbangan asam amino yang tepat dapat meningkatkan pertambahan bobot badan setiap unit penggunaan protein.
Pada penggunaan LKN 50% dalam ransum menunjukkan nilai PER tertinggi. Hal ini diduga karena kandungan protein
dalam ransum perlakuan R4 sebesar
19,10%, kandungan protein tersebut
melebihi kandungan protein yang
dibutuhkan bagi ayam petelur jantan yaitu sebesar 16-17%. Selain itu diduga karena kandungan nutrisi mudah tercerna terutama protein dalam ransum lebih tinggi akibat proses pemasakan bahan limbah karak nasi sehingga kualitas protein LKN lebih baik dibanding jagung. Jadi ransum yang mempunyai nilai PER tertinggi berarti kualitas protein ransum lebih baik, hal in berhubungan dengan kelengkapan dan
keseimbangan asam amino yang
terkandung dalam protein. Income Over Feed Cost
Income Over Feed Cost merupakan
pendapatan yang dihitung dari
pengurangan harga penjualan pertambahan bobot badan dikurangi biaya ransum yang dikonsumsi selama penelitian. Berdasarkan rumus ini maka nilai IOFC tergantung
harga penjualan ayam dikurangi biaya biaya pakan selama penelitian. Harga ayam petelur jantan saat dipanen menjelang puasa relatif mahal per kilo bobot hidup mencapai Rp. 14.000,. sedang harga ransum R0= Rp 3230/kg, ransum R1= Rp 3005,/kg, ransum R2= Rp 2780 kg, ransum R3= Rp 2555,/kg, dan ransum R4= Rp 2330,/kg.
Adanya pengaruh penggunaan
limbah karak nasi dalam ransum komersiel terhadap nilai Income Over Feed Cost
dalam penelitian ini disebabkan konsumsi pakan dan harga pakan bervariasi. Selain itu variasi bobot dan pertambahan bobot
badan ayam antar perlakuan juga
mempengaruhi nilai IOFC.. Adanya
peningkatan penggunaan LKN sebagai pengganti jagung dalam ransum, ayam lebih efisien dalam mengkonsumsi pakan dibandingkan dengan ransum kontrol sehingga menyebabkan nilai IOFC yang berbeda pula. Seperti diketahui bahwa dalam usaha peternakan unggas biaya yang paling besar dikeluarkan adalah biaya pakan. Menurut Siregar, dkk (1980),biaya
ransum mencapai 60–70% dari
keseluruhan biaya produksi, sehingga nilai IOFC sangat dipengaruhi biaya pakan.
Nilai IOFC menggambarkan berapa
pendapatan suatu usaha peternakan dari hasil penjualan produksi ternak setelah
dikurangi biaya pakan selama
pemeliharaan.
Hasil perhitugan diperoleh rata-rata
Income Over Feed Cost per ekor pada itik jantan yang dipelihara selama 30 hari pada masing-masing perlakuan adalah sebagai berikut : R0= Rp. 4718,03, ; R1= Rp. 5242.91 ; R2= Rp. 5572.31, dan R3= Rp. 6228.63 ; R4= 6463.77. Data tersebut menunjukkan bahwa penggunaan limbah karak nasi sampai 50% sebagai pengganti
jagung dalam ransum berpengaruh
terhadap Income Over Feed Cost terbesar, dimana semakin banyak penggunaan LWN dalam ransum akan meningkatkan nilai IOFC pakan. Hal ini berarti penggunaan LKN dalam ransum dapat mengurangi
kandungan dan kualitas nutrisi LKN lebih baik sehingga dapat mengurangi kebutuhan konsumsi pakan, selain itu harga LKN lebih murah dibanding jagung sehingga menurunkan biaya pakan akibatnya dapat menaikkan nilai ekonomis pakan.
Produksi karkas dan Lemak Abdominal
Produksi karkas unggas diukur dengan menimbang berat bagian tubuh yang tertinggal setelah unggas dipotong, dibuang bulunya, dikeluarkan jerohan meliputi isi rongga dada dan isi perut serta dipisahkan kepala dan bagian kaki yang tidak berbulu, kemudian dibandingkan
dengan berat hidup ayam sebelum
dipotong dalam satuan persen. Sedangkan persentase lemak abdominal diukur dengan mengeluarkan dan menimbang berat semua lemak yang terdapat pada rongga perut itik dan dibandingkan dengan berat hidup ayam sebelum dipotong dalam persen.
Hasil analisis statistik diperoleh
bahwa penggunaan LKN) pengganti
jagung dalam ransum pada ayam petelur
jantan memberikan pengaruh nyata
(P<0,05) terhadap produksi karkas dan tidak berpengaruh (P>0,05) pada produksi lemak abdominal. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan LKN sampai 50% sabagai pengganti jagung dalam ransum
ayam dapat mempengaruhi proporsi
komponen karkas dan tidak pada lemak abdominal ayam jantan. Adanya pengaruh nyata penggunaan LKN ini terhadap
persentase karkas disebabkan oleh
kandungan protein dan kualitas nutrisi dalam pakan sebagai pembentuk jaringan sel tubuh dalam pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suhardjo, dan Kusharto (1999) bahwa protein pakan
digunakan untuk pertumbuhan dan
memelihara jaringan tubuh serta pengatur kelangsungan proses hidup dalam tubuh.
Hasil perhitungan diperoleh nilai rata-rata produksi karkas (%) ayam petelur jantan per ekor pada pakan kontrol (R0)= 60.46a dan pada masing-masing pakan yang menggunakan LWN pada R1= 61.54ab ; R2= 62.01ab ; R3=62.39b dan R4= 62.78b.
Hal ini menunjukkan bahwa rataan nilai persentase karkas naik seiring dengan dengan penggunaan LKN dalam ransum sebagai pengganti jagung. Hasil uji BNT menunjukkan bahwa nilai %karkas pada R0 berbeda dengan R3 dan R4 tetapi berbeda dengan R1 dan R2, sedang % karkas tertinggi pada R4 tetapi tidak berbeda dengan R1, R2, dan R3. Besar karkas ayam tergantung bobot hidup dan
umur, semakin muda ayam maka
prosentase karkas yang didapat dari bobot
hidup semakin kecil. Ditambahkan
Sarengat dkk. (1999) bahwa jenis kelamin ayam juga membedakan nilai karkas, pada ayam jantan lebih besar dibanding ayam betina. Hal ini menunjukkan bahwa ayam ras jantan berpotensi menghasilkan karkas yang lebih besar, disamping itu memang bobot ayam jantan lebih berat dibanding ayam betina dan berarti bahwa bobot hidup
unggas yang lebih besar akan
menghasilkan karkas yang besar pula. Standart karkas unggas yang baik yaitu berkisar 65 – 70% (North, 1978).
Tidak adanya pengaruh
penggunaan LKN dalam ransum sebagai pengganti jagung dalam ransum terhadap persen lemak abdominal dapat disebabkan ransum perlakuan mengandung energi yang relatif sama berkisar antara 2.931 – 3.041 Kkal/ Kg. Didukung juga dengan kandungan serat kasar relatif sama berkisar 4,95 – 5,00%, Diduga bahwa serat kasar relatif sama sehingga energi tercerna yang dihasilkan hampir sama pula. Adapun rataan nilai persen lemak abdominal diperoleh R0 =1.410 ; R1= 1.430 ; R2= 1.450 ; R3= 1.450 dan R4= 1.477. Selain itu jenis kelamin dan umur ayam juga sama, maka ayam dalam menggunakan energi untuk aktivitas tubuh dalam jumlah yang sama pula sehingga kelebihan energi yang diekspresikan sebagai lemak abdominal juga relatif sama.
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :
Peningkatan level limbah karak nasi (LKN) sebagai pengganti jagung dalam ransum ayam petelur jantan dapat meningkatkan efisiensi dan ekonomis pakan dengan nilai konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan naik dan produksi karkas naik dan lemak abdominal relatif sama.
Penggunaan LKN 50% sebagai
pengganti jagung dalam ransum dapat memberikan pengaruh yang optimum
terhadap efisiensi pakan dan
penampilan produksi ayam petelur jantan.
Selanjutnya disarankan, upaya untuk
meningkatkan efisiensi pakan dalam
intensifikasi ayam petelur jantan penghasil daging dapat menggunakan limbah warung nasi 50% sebagai pengganti jagung dalam ransum.
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, R. 1985. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Garuda Pustaka Utama. Jakarta.
Cahyono, B. 1995. Cara Meningkatkan Budidaya Ayam Ras Pedaging
(Broiler). Penerbit Pustaka
Nusantara. Yogyakarta.
Davies, H.L. l982. A Course Manual in Nutrition and Growth. AUIDP.
Hedges and Bell Pty Ltd.
Melbourne.
Ensminger, M.E., J.E. Oldfield, and W.W. Heinemann. 1995. Feed and Nutrition. The Ensminger
Publishing Company. Clovis,
California.
Gaspers. V. 1994. Metode Perencanaan Percobaan. Armico. Bandung
Kartadisastra, H.R.1994. Pengelolaan
Pakan Ayam. Penerbit Kanisisus. Yogyakarta
Lubis. D.A., 1992. Ilmu Makanan Ternak.PT. Pembangunan. Jakarta.
Murtidjo, B. 1995. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Parakkasi. 1990. Ilmu Gizi dan Makanan
Ternak Monogastrik. Penerbit
Angkasa. Bandung.
Rasyaf, 1987. Beternak Ayam Petelur.
Penebar Swadaya. Yogyakarta. Reksohadiprodjo, S. 1984. Pengantar Ilmu
Peternakan Tropik. BPFE,
Yogyakarta.
Santoso., 1997. Limbah Ransum Unggas Rasional. Bharata Aksara. Jakarta. Scott. M. L., Mc. Neishem., R.J. Young.
1982. Nutrition of The Chicken. 3rd Ed. Publishing by M.L Scott and Associates. New York.
Siregar, Sabrani dan Pramu Suryoprawiro, 1980. Teknik Beternak Ayam Pedaging di Indonesia. Cetakan I. Margie Group. Jakarta.
Surisdiarto dan Koentjoko. 1990. Ilmu Makanan Ternak Khusus Ternak
Unggas. Fakultas Peternakan.
Universitas Brawijaya Malang.
Susanto, S dan Andajani. 1988.
Pengetahuan Bahan Makanan
Ternak. Fakultas Universitas,
Brawijaya Malang.
Suwidjayana.I.N. 2003. Pengaruh
Penambahan Ragi Tape dan
Effective Microorganism-4 dalam Ransum Terhadap Penampilan itik
Bali. Majalah Ilmiah Peternakan Terakriditasi, 6 (1) : hal. 21-25, Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar
Tillman, A.D., H. Hartadi, S.
Reksohadiprodjo, S.
Prawirokusumo dan S.
Lebdosukojo. 1991. Ilmu Makanan
Ternak Dasar. Cetakan II. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta
Wadjdi, F. 2000. Penggunaan campuran Onggok dan Dry Poultry Waste terfermentasi Rizopus sp. dalam
Ransum terhadap Performans
Ayam Pedaging dan Efisiensi pakan. J. Penelitian “AL-BUHUTS” bidang Eksakta 4(1)
hal. 17-25, Universitas Islam
Malang
Wahyu. J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas.