• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 1 j MODUL KESEHATAN SEKSUAL PEREMPUAN revisi 31 5 2012 copy

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "2 1 j MODUL KESEHATAN SEKSUAL PEREMPUAN revisi 31 5 2012 copy"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

“Pemenuhan Hak, Kesehatan Seksual

dan Reproduksi Perempuan”

KESEHATAN

SEKSUAL

PEREMPUAN

K P A

OMISI

(6)

KESEHATAN SEKSUAL PEREMPUAN

“Pemenuhan Hak, Kesehatan Seksual dan

Reproduksi Perempuan”

Penyusun : Syafirah Hardani (KPAN);

Surya Anaya (HCPI-AusAID);

Marcia Soumokil (Burnet Indonesia);

Asti Widihastuti (Burnet Indonesia)

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

Cetakan I, 2012

Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

KESEHATAN SEKSUAL PEREMPUAN

“Pemenuhan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi Perempuan”

Yogyakarta, Penerbit LP3Y

Cet. I, 2012; 21 x 29 cm; 88 hlm

ISBN : 978 - 979 - 787 - 008 - 9

Penerbit : Lembaga Penelitian Pendidikan Penerbitan Yogya

Jl. Kaliurang km.13,7 Tegalsari

Umbulmartani Ngemplak Sleman

Yogyakarta

Telp. 0274-896141 Fax. 0274-896016

(7)

Selama ini banyak yang beranggapan bahwa HIV dan AIDS hanya merupakan bagian dari masalah bidang kesehatan. Pada kenyataanya, penyakit ini terkait dengan faktor sosial budaya, pendidikan, ekonomi, kesejahteraan rakyat dan kesehatan reproduksi. Penanggulangan HIV dan AIDS erat kaitannya dengan upaya peningkatan kesadaran masyarakat akan kesehatan reproduksi dan hak serta kewajiban yang menyertainya.

Untuk itu, kami menyambut baik gagasan Ikatan Perempuan Positif Indonesia untuk membuat Modul Kesehatan Seksual Perempuan. Modul ini membantu memberikan gambaran kepada peserta latih untuk memahami kesehatan reproduksi baik laki laki dan perempuan secara menarik dan mudah dipahami.

Semoga modul ini mampu meningkatkan pengetahuan serta mendukung upaya pemberintah untuk tidak hanya menurunkan angka infeksi HIV, namun juga mendukung tujuan pembangunan millennium lainnya, seperti mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, mengurangi kematian bayi dan meningkatkan kesehatan Ibu.

Kami senantiasa mendukung gagasan-gagasan produktif untuk meningkatkan upaya pencegahan HIV pada semua kalangan. Dengan pemberian informasi yang benar, jauh lebih murah dibanding biaya dan risiko yang ditimbulkan jika sudah terlanjur terinfeksi.

Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada tim yang telah mendukung penyusunan modul ini.

Selamat membaca, semoga bermanfaat!

Komisi Penanggulangan AIDS Nasional

Sekretaris,

Dr. Nafsiah Mboi, SpA, MPH

Kata Sambutan

Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional

(8)

Apakah yang terlintas dalam alam pikiran orang ketika kata “Sehat” dan “Seksualitas” disebutkan? Dalam banyak pengalaman, sehat hamoir selalu diasosiasikan sebagai keadaan tubuh, mental dan akal yang tidak ada cacat, tidak terganggu, atau dalam keadaan baik sehingga orang dapat menjalani hidupnya dengan wajar dan normal. Tetapi dewasa ini pengertian sehat seperti ini belum cukup memadai. Sehat, tidak hanya terkait dengan keadaan atau situasi tubuh, mental dan pikiran, melainkan juga berhubungan dengan eksistensinya dalam kehidupan dan relasi social. Tambahan terakhir ini ingin menegaskan bahwa orang yang sehat di samping ia tidak memiliki cacat tubuh dan kondisi mental dan akal yang baik, juga memiliki kemampuan mengaktualisasikan dan mengekspresikan dirinya secara mandiri dalam ruang-ruang kehidupan sebagai manusia yang utuh, tanpa tekanan dan gangguan. Jika ia dihubungkan dengan kata reproduksi, maka ia adalah suatu keadaan fisik, mental/pikiran, serta kelaikan social secara menyeluruh berkenaan dengan system reproduksi berikut fungsi-fungsi dan proses-prosesnya, termasuk haknya untuk merencanakan kehamilan bila dan seberapa sering bereproduksi. Intinya, kesehatan manusia tidak bisa dilepaskan dari hubungannya dengan hak-hak asasinya.

Bagaimana dengan seksualitas?. Istilah seksualitas sering kali diberi pengertian yang sederhanya, yakni hanya untuk hal-hal yang mengacu pada aktivitas biologis yang berhubungan dengan organ kelamin baik laki-laki maupun perempuan. Sejatinya, lebih dari sekedar soal hasrat tubuh biologis, seksualitas adalah sebuah konsep tentang eksistensi manusia yang mengandung di dalamnya aspek emosi, cinta, aktualisasi, ekspresi, perspektif dan orientasi atas tubuh yang lain. Dalam konteks ini seksualitas merupakan ruang kebudayaan tempat dimana manusia mengekspresikan dirinya terhadap yang lain secara timbal-balik, dalam pengertiannya yang sangat kompleks. Seksualitas, dengan begitu merupakan konstruksi kebudayaan. Secara essensial, seksualitas adalah sesuatu yang instingtif, naluriah, intrinsik dan fitrah bagi semua jenis kelamin makhluk hidup. Ia bukan hanya milik makhluk jantan/laki-laki, tetapi juga makhluk betina/perempuan. Naluri seksual berakar dalam kimiawi tubuh setiap manusia, tak ada bedanya antara jenis kelamin jantan/laki-laki dan betina/perempuan.

KESEHATAN SEKSUAL PEREMPUAN

(9)

KESEHATAN SEKSUAL PEREMPUAN“Pemenuhan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi Perempuan” 3

Seksualitas Perempuan

Seksualitas adalah sentral dalam diri manusia dan bagian dari eksistensinya, tanpa perbedaan antara laki-laki dan perempuan dan dengan kualitas atau kadar yang relative sama. bahkan dalam banyak kasus hasrat cina dan libido perempuan lebih tinggi. Salah satunya adalah perempuan dalam kisah Nabi Yusuf di dalam kitab suci agama-agama, antara lain al-Qur'an. Para ahli tafsir/sejarah mengidentifikasi perempuan itu sebagai Zulaikha. Al-Qur'an menyebutkan :

”Dan perempuan (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: "Marilah ke sini." Yusuf berkata: "Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik." Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung”.(Q.S. Yusuf, [12:23). Pada ayat selanjutnya disebutkan : ”Qad Syaghafaha Hubban”. Sungguh, hasrat seksualnya (perempuan itu) kepada dia (Yusuf) begitu mendalam”.

Meski demikian, dalam fenomena social sepanjang sejarah peradaban manusia, seksualitas perempuan selalu mengalami reduksi makna secara besar-besaran. Seksualitas perempuan ditempatkan dalam posisi yang direndahkan, dikurangi, dan dieksploitasi untuk kesenangan dan dalam dominasi laki-laki. Inilah yang belakangan disebut sebagai wajah dari peradaban patriarkhis yang terus menerus dipertahankan, dengan beragam cara dan mekanisme social, politik, ekonomi, budaya, adat, pikiran agama dan lain-lain.

Di banyak komunitas dunia, termasuk di dunia muslim, seksualitas perempuan diperbincangkan secara ambigu. Ia bisa dibicarakan dengan penuh apresiasi dan diagungkan tetapi dalam waktu yang sama juga sangat tertutup dan ditabukan. Seksualitas dirayakan dengan kemegahan dan penuh nuansa-nuansa sakralitas. Ini misalnya muncul dalam upacara perkawinan. Perkawinan adalah sebuah mekanisme yang disakralkan untuk wahana kebebasan manusia mengaktualisasikan hasrat-hasrat

seksualitasnya. Perempuan dalam upacara ini ditampilkan secara terbuka dan dipersiapkan untuk tampil dengan performance yang begitu elok, penuh pesona dan amat potensial menarik hasrat libido laki-laki. Tetapi begitu upacara selesai dan pada momen yang lain tubuh perempuan dan keelokannya seringkali tak boleh ditampilkan dan diekspresikan di ruang publik, hasrat-hasrat biologisnya dibatasi dan dikendalikan oleh orang lain. Pada ruang domestic (rumah tangga), perempuan acapkali tidak memiliki hak-hak seksualitas atas tubuhnya sendiri. Bahkan bukan hanya bisa menikmati hak-hak seksualitasnya, tetapi banyak sekali anggapan budaya bahwa tubuh perempuan, bukan milik dirinya, melainkan milik laki-laki/suami. Ketika dia telah menikah, tubuh itu milik suaminya. “Swarga nunut, neroko katut” atau “Sumur, Kasur dan Dapur” adalah “kata-kata bijak”, yang menggambarkan status dan posisi perempuan/isteri seperti itu. Dalam konteks UU Perkawinan No. 1/1974, perempuan diposisikan sebagai ibu rumah tangga, dan laki-laki sebagai kepala rumah tangga. Demikian juga dalam teks-teks keagamaan. Perempuan diposisikan sebagai makhluk kelas dua, bagian subordinat laki-laki.

Pembagian ruang kerja seperti ini berpotensi melahirkan kondisi dan situasi yang tidak menguntungkan bagi aktualisasi hak-hak seksualitas perempuan dan kerentanan bagi kesehatan reproduksinya. Ia juga menyimpan risiko menciptakan kemiskinan perempuan, kebodohan dan reduksi atas hak-hak asasinya yang lain. Dalam banyak pengalaman perempuan, wilayah domestic atau privat tersebut menjadi arena tersembunyi di mana kekerasan dan diksriminasi berlangsung secara sangat serius dan massif Beberapa Isu Krusial

(10)

muslim lainnya. Kementerian Kesehatan RI menyebut angka 228 per 100.000 ibu meninggal dunia akibat melahirkan. Hasil-hasil penelitian para ahli kependudukan menyatakan bahwa komplikasi kehamilan dan persalinan benar-benar merupakan pembunuh utama dari kaum wanita usia subur. Data-data menunjukkan bahwa 20 - 45 % dari semua kematian kaum wanita dalam kelompok usia subur (15-49 tahun) di kebanyakan negara berkembang disebabkan oleh penyakit yang ada kaitannya dengan kehamilan. Keadaan ini seharusnya menyadarkan semua pihak untuk memberikan perhatiannya yang serius atas kesehatan perempuan yang sedang hamil. Mereka tidak boleh membiarkan penderitaan itu ditanggung oleh perempuan sendiri.

Adalah sebuah pandangan yang sangat konyol jika kematian ibu akibat melahirkan tidak menjadi peroalan penting, tidak perlu disesali atau mungkin bahkan disyukuri, dengan argument keagamaan bahwa kematian itu bagian dari kesyahidan (martir/pahlawan) yang akan dipastikan masuk sorga. Pandangan ini sudah harus diluruskan. Pernyataan yang bersumber dari teks keagamaan tersebut benar adanya, tetapi ia harus dipahami sebagai pernyataan post vactum. Yakni sebuah pernyataan yang disampaikan sesudah terjadinya peristiwa kematian tersebut, sebagai bentuk penghargaan Tuhan bagi perjuangan berat perempuan. Dengan kata lain, ia tidak boleh dijadikan alasan untuk pembiaran penderitaan yang mematikan itu dengan harapan adanya jaminan sorga.

Saya selalu ingin menyampaikan kata-kata indah dari Syeikh Muhammad al-Ghazali dalam pandangannya mengenai posisi agung seorang ibu. Katanya : “Seorang ibu adalah semilir angin sejuk yang menghembuskan nafas kedamaian dan kasih sayang ke seluruh ruang kehidupan. Dan ia sangat berpengaruh dalam pembentukan manusia yang baik”.

Kata-kata di atas sesungguhnya menyimpan pesan keniscayaan penghor- matan yang tinggi kepada seorang ibu, karena peran-peran agungnya dalam kehidupan, jauh melebihi penghormatan kepada ayah, tanpa mendikotomisasikan peran keduanya. Ini sejalan dengan kata-kata Nabi

1

1

Muhammad Syeikh al-Ghazali, As-Sunnah an-Nabawiyyah Baina ahl al-Fiqh wa ahl al-Hadits, Dar as-Syuruq, Beirut, 1988, hlm.125

2 Shahih Bukhari dan Muslim 3

Baca; Perempuan dan Hak Kesehatan Reproduksi, YLKI, Forum Kesehatan Perempuan dan Ford Foundation, 2002

“Siapakah orang yang paling utama mendapat perlakuan yang baik?. Nabi menjawab: “Ibumu”. Sesudah itu?. Nabi mengatakan :”Ibumu”, lalu setelah itu?. Nabi sekali lagi menegaskan:”Ibumu”. Kemudian?. Nabi mengatakan: “ayahmu”.

Aborsi adalah isu krusial lain yang terus menjadi problem kesehatan yang serius bagi perempuan di Indonesia. Hari ini semakin banyak kita mendengar banyak perempuan di negara ini yang tidak menghendaki kehamilan dan mempunyai anak. Mereka kemudian melakukan aborsi dengan caranya sendiri tanpa mengetahui dampak-dampak negatifnya. Ada banyak faktor yang melatarbelakanginya. Sebagian di antaranya yang sering dikemukakan adalah akibat hubungan seks tanpa nikah dan akibat perkosaan. Sebagian lain adalah karena kegagalan menggunakan alat-alat kontrasepsi. Kasus yang terakhir ini menurut laporan berdasarkan penelitian lapangan justeru merupakan faktor penyebab yang paling banyak dibanding yang pertama (akibat hubungan sex pra nikah dan perkosaan). Dalam kasus ini aborsi banyak dilakukan oleh perempuan yang mempunyai suami. Budi Utomo dkk misalnya menemukan bahwa permintaan aborsi oleh perempuan yang bersuami mencapai angka sangat tinggi ; 95 %. Sisanya diminta oleh mereka yang tidak menikah.

Banyak temuan lapangan yang menunjukkan bahwa tidak sedikit perem- puan hamil, dikehendaki ataupun tidak melakukan aborsi secara diam-diam, tanpa sepengetahuan dokter ahli dan tanpa mempertimbangkan akibat buruk yang akan muncul dikemudian hari. Inilah yang kemudian disebut sebagai aborsi tidak aman (unsafe abortion). Dalam banyak kasus praktik aborsi tidak aman pada gilirannya seringkali membahayakan keselamatan hidupnya. Hal ini tentu tidak bisa dibiarkan berlangsung berlarut-larut tanpa ada jalan keluar dan tanpa perlindungan hukumnya.

2

(11)

Sudah saatnya dipikirkan sebuah kemungkinan dibukanya ruang bagi aborsi aman (safe abortion), dengan sejumlah ketentuan yang diperlukan. Terbukanya ruang aborsi aman ini tidak harus serta merta dicurigai apalagi dituduh sebagai membuka kesempatan bagi berkembangnya praktik-praktik prostitusi. Tidak ada hubungan sebab akibat antara aborsi dengan prostitusi atau perzinahan secara langsung. Perzinahan lebih berkaitan dengan sikap dan komitmen moral seseorang. Pengalaman Turki menunjukkan bahwa legalisasi aborsi aman, disamping mengurangi angka kematian ibu, juga tidak banyak lagi terjadi aborsi.

HIV-AIDS adalah problem lain yang semakin mengkhawatirkan terhadap kesehatan manusia. Banyak data kwantitatif yang menyebutkan bahwa jumlah pengidap virus HIV-AIDS di Indonesia semakin hari semakin menunjukkan peningkatan. Dalam banyak pandangan kaum muslimin persoalan HIV-AIDS seringkali dinyatakan sebagai hukuman atau kutukan Tuhan atas para pendurhaka kepada-Nya, karena tidak mengikuti petunjuk-petunjuk Tuhan. HIV-AIDS seringkali hanya dilihat sebagai akibat dari hubungan seksual yang haram, baik karena tidak melalui perkawinan yang sah maupun karena hubungan homoseksual. Tetapi mata kita sering tidak melihat fakta bahwa mereka yang terinveksi virus ini adalah juga perempuan yang baik-baik, ibu-ibu rumah tangga dan anak-anak yang tidak berdosa ?. Penularan HIV-AIDS bisa terjadi melalui hubungan seks yang halal. Ini terjadi ketika salah satu pasangan suami atau istri terinveksi virus ini. Ia juga bisa menular melalui transfusi darah, jarum suntik dan lain-lain. Akal sehat kita tentu saja akan mengatakan alangkah sulitnya memahami fakta-fakta terakhir ini sebagai sebagai tindakan dan perilaku kejahatan yang harus dikutuk dan dinistakan.

Para ahli kesehatan menyebutkan bahwa dibanding laki-laki, risiko terkena HIV-AIDS pada perempuan jauh lebih besar, terutama apabila hubungan seks dilakukan tanpa memakai kondom. Hal ini disebabkan luasnya jaringan mukosa dan konsentrasi virus HIV dalam air mani. Kerentanan lebih tinggi terjadi pada perempuan remaja. Dalam konteks penyebaran HIV-AIDS

melalui prostitusi, stigmatisasi negatif sering lebih ditujukan kepada kelompok rentan ini (perempuan). Jarang sekali terlintas dalam pikiran orang tentang keterlibatan kaum laki-laki dalam hal ini. Dalam struktur budaya patriarkhi, perempuan seringkali tidak berdaya dalam menghadapi tuntutan biologis laki-laki, sekaligus juga harus menanggung beban ganda; rentan dan terstigma. Tidak banyak orang baik laki-laki maupun perempuan yang sensitif terhadap persoalan ini. Ini merupakan bentuk ketidakadilan dan karena itu perlu diluruskan.

Tiga problem krusial di atas adalah beberapa saja dari sekian banyak isu kesehatan seksual/reproduksi perempuan yang memerlukan perhatian serius. Ia tidak hanya diselesaikan secara curative dan bersifat medical, tetapi lebih dari itu adalah upaya-upaya yang lebih strategis dan mendasar serta melibatkan semua orang, utamanya para pengambil kebijakan Negara dan organisasi-organisasi social-keagamaan-adat. Upaya-upaya mendasar dan strategis adalah merekonstruksi cara pandang Negara dan kebudayaan (termasuk agama dan tradisi/adat) terhadap perempuan. Perempuan tidak lagi dipandang sebagai sosok yang direndahkan dan didiskriminasi, melainkan sebagai sosok manusia dengan seluruh hak kemanusiaannya sebagaimana makhluk berjenis kelamin yang lain.

Akhirnya, saya ingin menyampaikan apresiasi atas buku Modul “Kesehatan Seksual Perempuan”, terbitan Ikatan Perempuan Positif Indonesia ini (IPPI). Ini adalah bagian dari upaya sungguh-sungguh untuk ikut serta memberikan pemahaman yang benar bagi masyarakat tentang berbagai isu yang dibahas. Saya tentu saja berharap modul ini akan menjadi bahan dan sumber pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupan bersama bangsa Indonesia kini dan nanti. Semoga Allah memberkati.

Cirebon, 02 Pebruari 2012

Husein Muhammad Komisioner Komnas Perempuan dan Ketua Dewan Kebijakan

Fahmina Institute, Cirebon.

(12)

Isu Kesehatan dan Hak Seksual Reproduksi atau Sexual Reproductive Health and Rights (SRH&R) seringkali dibincangkan namun minim dipahami. Tanpa didasari pengetahuan yang benar tentang kesehatan dan hak seksual reproduksi, perempuan rentan terhadap kehamilan yang tidak direncanakan, infeksi saluran reproduksi, infeksi menular seksual termasuk HIV dan kekerasan seksual.

Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI) sebagai sebuah jaringan nasional bagi perempuan terinfeksi HIV dan yang terdampak di Indonesia, pada tahun 2010 melakukan survey penjajakan kebutuhan perempuan terinfeksi HIV di 10 Provinsi. Hasil survey menetapkan prioritas untuk meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan dan hak seksual reproduksi bagi perempuan.

Syukur terucap kepada Sang Khalik, Modul Kesehatan dan Hak Seksual Reproduksi telah selesai dikembangkan oleh Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI) berkolaborasi dengan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, HCPI-AusAID, dan Burnet Institute Indonesia, sesuai kebutuhan perempuan secara umum dan secara khusus bagi perempuan terinfeksi HIV.

Terima kasih yang sebesar besarnya kami sampaikan kepada HCPI-AusAID, Komisi Penanggulangan AIDS Nasional dan Burnet Institute Indonesia atas komitmen, dukungan serta kepercayaannya kepada IPPI sehingga modul ini dapat diselesaikan dengan baik sehingga diharapkan mampu memberikan kontribusi, baik dalam meningkatkan kualitas hidup perempuan maupun dalam respon penanggulangan HIV AIDS.

Kepada Surya Anaya (Dogi), Marcia Soumokil, Shafira Hardani, Asti Widiastuti, Meirinda Sebayang, Oldri Sherli Mukuan dan Sunarsih (Aci), terima kasih atas waktu yang diluangkan, tawa dan diskusi alot menjadikan modul ini kaya akan isi dan metode praktis yang kami yakin akan membawa perubahan besar yang lebih baik untuk seluruh perempuan di Indonesia.

Akhir kata, kepada seluruh perempuan terinfeksi HIV dan yang terdampak di seluruh Indonesia, tangisan, semangat dan celoteh teman-teman menjadi dasar dan kekuatan mengapa modul ini ada, demi mengubah kehidupan kita yang lebih baik.

Jakarta, 25 November 2011 Baby Rivona Nasution Koordinator Nasional, Ikatan Perempuan Positif Indonesia

“Kartini bernyawa Sembilan”

(13)

7

Daftar Isi

Kata Sambutan ... 1

Kata Pengantar... 2

Daftar Isi ... 7

Daftar Singkatan ... 8

Pendahuluan...9

Latar Belakang ...9

Tujuan Buku Pedoman Fasilitator ...10

Sasaran dan Rekomendasi Buku Pedoman Fasilitator ...11

Kriteria Fasilitator ...13

Lembar Tata Nilai Fasilitator ...13

Modul 1 : Kesehatan Perempuan, Ruang Lingkup Kesehatan Seksual dan Reproduksi ... 14

Modul 2 : Hak Seksual dan Reproduksi ...20

Modul 3 : Gender ...26

Modul 4 : Organ Seksual, Organ Reproduksi dan Fungsinya ... 30

Modul 5 : Seksualitas Sehat ... 45

Modul 6 : HIV dan AIDS ... 58

Modul 7 : PPTCT ... 63

Modul 8 : Seputar Gangguan Seksual dan Reproduksi: Infeksi Menular Seksual/Infeksi Saluran Reproduksi & Gangguan Fungsi Seksual Pada Perempuan ... 75

Modul 9 : Layanan Kesehatan Seksual dan Reproduksi ... 82

Daftar Pustaka ... 85

(14)

AIDS Acquired Immuno Deficiency Syndrom ARV Anti Retro Viral

ART Anti Retroviral Therapy (Terapi obat ARV) CD4 Cluster of Differentiation 4 = T helper cells

CEDAW The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women CST Care, Support and Treatment

HAM Hak Asasi Manusia

HCPI HIV Cooperation Program for Indonesia HIV Human Immunodeficiency Virus HR Harm Reduction

ICPD International Conference on Population and Develompent IMS Infeksi Menular Seksual

IO Infeksi Oportunistik ISR Infeksi Saluran Reproduksi

IPPI Ikatan Perempuan Positif Indonesia KB Keluarga Berencana

KIE Komunikasi Informasi dan Edukasi KPAN Komisi Penanggulangan AIDS Nasional KRR Kesehatan Reproduksi Remaja

NAPZA Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya

ODHA Orang Dengan HIV dan AIDS, orang yang telah terinfeksi HIV OHIDA Orang Hidup dengan penderita AIDS, umumnya anggota keluarga PBB Persatuan Bangsa-Bangsa

Penasun Pengguna NAPZA suntik

PITC Provider Initiated Testing and Counseling PMTCT Prevention Mother to Child Transmission PPTCT Prevention Parent to Child Transmission SMP Sekolah Menengah Pertama

SMU Sekolah Menengah Umum

SRH&R Sexual Reproductive Health and Rights UN United Nation

(15)

9

Latar Belakang

Berbagai negara menyatakan sejumlah komitmen global dan regional untuk menangani hak-hak dan kebutuhan perempuan sebagai bagian dari respon HIV yang efektif dalam konteks yang lebih luas. Komitmen ini seperti yang terdapat dalam Piagam PBB (1945) dan Deklarasi Universal HAM (1948), Perjanjian internasional yang menangani permasalahan terkait perempuan, kesetaraan gender, kesehatan dan HAM mencakup Deklarasi Wina dan Program Aksi (Konferensi Dunia tentang HAM, 1993), Program Aksi dari Konferensi Internasional tentang Populasi dan Pembangunan (1994) dan Deklarasi Beijing berikut Landasan Aksi (1995). Begitu pula dengan berbagai instrumen HAM internasional serta kovenan dan konvensi HAM regional seperti Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW, 1979) berikut Protokol Pilihan 1999 dan Protokol dari Piagam Afrika tentang Hak Asasi Manusia dan Hak Rakyat berkenaan dengan Hak-hak Perempuan di Afrika (2005). Selain itu, negara-negara bertekad untuk meningkatkan respon terhadap masalah AIDS dan perempuan melalui Deklarasi Komitmen tentang HIV-AIDS (2001) dan Deklarasi Politik tentang HIV-AIDS (2006), Deklarasi Milenium PBB dan Tujuan Pembangunan Milenium (2000).

Merujuk pada realita yang terjadi di Indonesia, angka kematian ibu yang dilaporkan Lancet'2010 untuk Indonesia tercatat sebesar 228 kematian dari 100.000 ibu melahirkan dimana salah satu faktor utama dari permasalahan ini adalah praktek aborsi yang tidak aman dan tidak terpenuhinya kebutuhan akan kontrasepsi berkontribusi pada kehamilan yang tidak direncanakan yang sangat terkait dengan praktek aborsi. Diprekdisikan, setiap tahunnya angka aborsi di Indonesia mencapai 2 juta jiwa dengan ketebatasan pemberi layanan dan situasi layanan yang kurang sehat (Hull et al,2009). Riset Kesehatan Dasar Indonesia (RISKESDAS) tahun 2007 (2008) juga menunjukkan tingkat cakupan yang lebih rendah di kalangan remaja perempuan jika dibandingkan dengan remaja laki-laki. RPJMN 2010-2014 juga menggaris bawahi prevalansi kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP) yang dilaporkan oleh Komnas Perempuan dimana angka kasus ini dilaporkan sebesar 3-4 juta per tahunnya. Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP) ini meliputi kekerasan seksual, sunat perempuan, perkosaan dan trafiking (KOMNAS HAM, KOMNAS PEREMPUAN, KOMNAS ANAK).

Pendahuluan

(Dari Team dan Kontributor)

(16)

Berdasarkan data kasus terakhir yang dilaporkan oleh Kemntrian Kesehatan RI, jumlah kasus AIDS yang dilaporkan periode 30 Juni 2011 berdasarkan jenis kelamin, 19139 kasus pada laki-laki dan 7255 kasus pada perempuan. Dari situasi penularan HIV diatas, dapat dilihat bahwa epidemi AIDS di Indonesia telah memasuki tahap Feminisasi dimana penularan HIV pada perempuan terus meningkat dan mulai memasuki tataran rumah tangga. Hal ini terjadi dikarenakan perempuan lebih rentan tertular HIV-AIDS. Ada beberapa faktor yang mebuat perempuan lebih rentan, diantaranya; diskriminasi, ketidakadilan dan bentuk kekerasan yang secara meluas diterima oleh perempuan telah membawa mereka ke situasi paling rentan. Disamping itu juga faktor biologis perempuan, faktor sosial (budaya patriarki) dan factor ekonomi dimana perempuan bergantung secara ekonomi pada laki-laki ikut berkontribusi terhadap penularan HIV-AIDS pada kaum perempuan.

Tantangan-tantangan yang dihadapi oleh perempuan ketika mengakses layanan kesehatan meliputi ketidak tahuan kemana harus mengakses, kebutuhan akan biaya pengobatan, jarak ke tempat layanan, ketidaknyamanan untuk datang mengakses layanan sendiri, dan kemungkinan tidak tersedianya layanan kesehatan khusus prempuan. Menyadari akan pentingnya upaya peningkatan alokasi sumberdaya dan penguatan kapasitas, berbagai komitmen ini menyediakan landasan yang kuat untuk melakukan respon multisektoral yang lebih baik bagi perempuan dan kesetaraan jender dengan menciptakan lingkungan yang mendukung untuk menegakkan hak-hak perempuan dan menjawab kebutuhan perempuan yang hidup dengan HIV, serta memberikan fokus yang kukuh pada pendekatan pencegahan yang menyeluruh terhadap HIV, kesehatan seksual dan reproduksi dan masalah kekerasan terhadap perempuan.

Situasi ini diperburuk dengan masih lemahnya pengetahuan serta informasi perempuan terinfeksi HIV terkait Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi serta perlindungan Hukum dan HAM menghambat kaum perempuan untuk dapat melindungi diri sendiri dari ancaman bentuk kekerasan serta HIV-AIDS.

Tujuan Buku Pedoman Fasilitator

Meningkatkan pemahaman perempuan khususnya perempuan terinfeksi HIV melalui pendidikan terkait Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi serta menjadikan aset tenaga terlatih yang akan melatih anggota IPPI dalam upaya membangun kesadaran perempuan terinfeksi agar mau mengakses layanan kesehatan reproduksi seksual yang dapat diakses oleh perempuan khususnya perempuan terinfeksi HIV dan tidak diskriminatif.

Dalam buku panduan ini terdapat 9 modul, dengan substansi dan pembahasan topik yang berbeda yakni:

Modul 1 Memiliki tujuan untuk memberikan pehaman kepada perempuan terkait definisi dari kesehatan secara umum, memahami ruang lingkup kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi, mengetahui permasalahan-permasalahan dan bisa mengaitkan kesehatan seksual dan reproduksi dengan kasus-kasus HIV.

Modul 2 Dalam sesi ini topik yang dibahas adalah tentang Hak Perempuan, yang memiliki harapkan perempuan mampu dan memahami tentang HAM, Hak Asasi Perempuan, Hak Seksual dan Hak Reproduksi.

Modul 3 Perempuan diharapkan dapat memahami definisi dan dampak dari ketidakadilan Gender dan kerentanan perempuan dalam HIV yang disebabkan oleh relasi kuasa yang sangat tidak seimbang dengan pasangannya akibat ketidakadilan gender itu sendiri. Modul 4 Dalam buku panduan ini bertujuan untuk menjelaskan

perbedaan antara organ seksual dan organ reproduksi serta fungsinya kepada perempuan. Disamping itu juga yang terpenting dalam sesi ini adalah memberikan pemahaman tentang kerentanan biologis perempuan terhadap HIV.

(17)

KESEHATAN SEKSUAL PEREMPUAN“Pemenuhan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi Perempuan” 11

Modul 6 Dalam buku ini bertujuan untuk menyamakan persepsi perempuan terkait HIV dan AIDS. Para kelompok perempuan diharapkan dapat membedakan antara HIV dan AIDS, bagaimana HIV dapat mencegah dan bagaimana cara penularannya.

Modul 7 Dari buku ini adalah berbicara tentang program PPTCT dimana perempuan diharapkan dapat memahami terminologi-terminologi yang digunakan dalam program ini dan menyadari akan perbedaannya. Dalam modul ini perempuan diharapkan dapat menjelaskan dan mengerti faktor-faktor yang mempengaruhi penularan HIV dari Ibu ke anak.

Modul 8 Dalam buku ini, perempuan diharapkan memahami ruang lingkup dari Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) dan Infeksi Menular Seksual. Perempuan diharpkan juga mampu memahami gejela, dampak, cara pencegahan dan apa yang bisa dilakukan apabila sudah tertular ISR / IMS.

Modul 9 Modul yang terakhir dari buku ini, di mana dalam modul ini perempuan diharapkan memahami bentuk layanan Kesehatan Seksual dan Kesehatan Reproduksi dengan mengeksplorasi serta mengidentifikasi layanan, strategi serta hambatan yang ada terkait pelayanan kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi.

Populasi Sasaran

Kelompok sasaran dalam implementasi Buku Pedoman ini adalah kelompok perempuan. Secara khusus Buku Pedoman Fasilitator ini juga ditujukan kepada perempuan yang hidup dengan HIV, perempuan pekerja seks, perempuan ibu rumah tangga, perempuan migrant, perempuan penasun (pengguna NAPZA suntik), perempuan pasangan lelaki beresiko tinggi, perempuan difabel, perempuan usia produktif yang aktif secara seksual, perempuan adat, perempuan di pelosok pedesaan dan remaja perempuan.

Rekomendasi

Dalam proses pembangunan Buku Modul ini dari penggalian kebutuhan, proses drafting dan penyusunan Modul dan dilaksanakannya TOT kepada para pelatih Kesehatan Seksual Perempuan, muncul kontribusi berupa rekomendasi terkait Buku Pedoman Fasilitator ini yang antara lain adalah:

• Buku ini dapat diaplikasikan pada seluruh kelompok perempuan di Indonesia dalam upaya meningkatkan kesadaran perempuan akan Kesehatan Seksual dan Kesehatan Reproduksinya.

• Buku ini dapat menjadi sarana dalam menciptakan pelatih-pelatih perempuan yang akan menjadi ujung tombak mempromosikan kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi.

• Buku ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan edukasi bagi perempuan terkait kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi.

Semoga Buku sederhana ini dapat digunakan untuk pemenuhan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi Perempuan seperti harapan kita semua.

Jakarta, 14 Februari 2012 ttd.:

(18)
(19)

KESEHATAN SEKSUAL PEREMPUAN“Pemenuhan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi Perempuan” 13

Lembar Tata Nilai Fasilitator KRITERIA FASILITATOR KESEHATAN SEKSUAL PEREMPUAN :

1. Memiliki tata nilai standar sebagai seorang fasilitator (Lihat lembar tata nilai di bawah).

2. Memiliki pengetahuan yang memadai terkait HIV Dasar, Kesehatan Seksual dan Kesehatan Reproduksi Perempuan. 3. Memiliki komitmen serta perhatian penuh pada proses

pembelajaran sampai tuntas dan selesai.

4. Memiliki tehnik memfasilitasi dengan baik (mampu memberikan materi dengan jelas).

5. Mampu memberikan motivasi bagi peserta untuk belajar dan menerapkan ilmu yang dilatihkan.

6. Menekankan relevansi isi materi dengan kebutuhan peserta pelatihan.

7. Bersemangat dan actif dalam membawakan setiap sesi. 8. Memiliki ketertarikan untuk belajar tentang Kesehatan

(20)

Tujuan Modul 1

• Peserta mengerti difinisi kesehatan dan kesehatan perempuan secara umum

• Peserta memahami ruang lingkup Kesehatan Seksual

• Peserta memahami ruang lingkup Kesehatan Reproduksi

• Peserta mengetahui dan memahami permasalahan Kesehatan Seksual dan Reproduksi berbasis bukti terkait epidemi HIV

• Peserta mampu mengerti dan mengaitkan Kesehatan Seksual dan Reproduksi dengan kasus-kasus HIV yang didapat dari transmisi seksual pada perempuan

Alat dan Bahan

Lembar Plano

Spidol White Board

Kertas Metaplan Warna Warni yang sudah disiapkan dengan pointer pointer ruang lingkup Kesehatan Seksual dan Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi. Pointer pointer yang ditulis adalah: Kesejahteraan Seksual, Seksualitas untuk difabel, mutilasi alat genital perempuan, Seksualitas terkait Napza, Hak Seksual, Hak Reproduksi, Seksualitas terkait Politik, Organ Seksual, Keberagaman Orientasi Seksual, Mitos-Mitos Seksual, Perilaku Seksual, Seksualitas Manusia, Disfungsi Seksual, Kehamilan yang tidak dikehendaki, Fertilitas-Infertilitas, Infeksi Menular Seksual, Infeksi Saluran Reproduksi, Aborsi Aman, Organ Reproduksi, HIV, Merencanakan Anak bagi Pasangan yang terinfeksi HIV, Mempertahankan dan Memelihara Relasi, Gender dan Relasi Kuasa, Pelecehan dan Kekerasan Seksual dan lain lain.

Spidol Kecil

Slide Power Point, sebagai slide klarifikasi.

Waktu

90 Menit (sesuai dengan kebutuhan)

Metode dan Kegiatan

Curah Pendapat

Kerja Kelompok

Simulasi

Presentasi

Klarifikasi

Modul 1

(21)

KESEHATAN SEKSUAL PEREMPUAN“Pemenuhan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi Perempuan” 15

Kegiatan 1: DEFINISI KESEHATAN

1. Buka sesi dengan menyebutkan topik sesi, tujuan sesi dan waktu yang tersedia untuk sesi ini. Sampaikan bahwa pendapat peserta akan sangat dihargai dan keaktifan dalam berpendapat sangat menentukan keberhasilan sesi ini.

2. Mintalah peserta untuk berpendapat apa yang ada dalam pikirannya jika mendengarkan kata Kesehatan Perempuan

3. Tulis kata kunci setiap orang yang berpendapat di atas flipchart yang sudah disiapkan sehingga opini setiap orang merasa dihargai

4. Analisa, diskusikan dan kaitkan setiap kata kunci yang diungkapkan peserta dengan satu atau lebih kalimat dan dilemparkan kepada peserta untuk mendapatkan feed back.

5. Tayangkan slide difinisi Kesehatan versi WHO.

6. Bacakan dan simpulkan bahwa opini yang tadi diskusikan sangat tepat dan sesuai dengan definisi Kesehatan (versi WHO).

7. Jika tidak ada pertanyaan, alihkan topik diskusi dengan memancing dengan pertanyaan apa yang dipikirkan peserta kalau kemudian konsep Kesehatan dilihat dari sisi Seksual dan Reproduksi.

Kegiatan 2: RUANG LINGKUP KESEHATAN SEKSUAL DAN REPRODUKSI 1. Tulis setiap pointer ruang lingkup Kesehatan Seksual paling sedikit 8

pointer kalimat pada kartu kertas plano warna warni yang berbeda 2. Juga tuliskan pointer ruang lingkup Kesehatan Reproduksi paling

sedikit 8 pointer kalimat pada kartu kertas plano warna warni yang berbeda

3. Acak kertas tersebut dan bagikan kepada peserta kemudian diminta untuk memikirkan makna dari kalimat kalimat yang mereka sudah dapatkan

4. Buatkan satu judul Topik bertuliskan: Ruang Lingkup Kesehatan Seksual di atas kerta berwarna dengan spidol besar supaya mudah dibaca

5. Buatkan satu judul Topik bertuliskan: Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi di atas kerta Berwarna dengan spidol besar supaya mudah dibaca

6. Letakkan kertas tersebut tersebut bersebelahan di lantai

7. Mintalah peserta menceritakan kasus kasus HIV yang terjadi di tempat tinggal atau kerjanya yang didapat karena pemahaman tentang kesehatan seksual masih rendah.

8. Simpulkan setelah posisi setiap kartu adalah tepat dan klarifikasi jika ada satu atau dua topik bisa diletakkan di ke dua topik.

9. Jelaskan kaitan antara Kesehatan Seksual dan Kesehatan Reproduksi. 10. Mintalah peserta meletakkan kartu kartu sesuai dengan pemahaman

mereka di bawah ke dua judul Topik di atas.

11. Diskusikan dan argumentasikan kenapa mereka meletakkan kartu tersebut di bagian tersebut satu demi satu, pindahkan jika disepakati untuk memindahkannya dengan argumentasi yang logis.

12. Simpulkan setelah posisi setiap kartu adalah tepat dan klarifikasi jika ada satu atau dua topik bisa diletakkan di ke dua topik.

13. Jelaskan kaitan antara Kesehatan Seksual dan Kesehatan Reproduksi. 14. Mintalah peserta menceritakan kasus kasus HIV yang terjadi di tempat

tinggal atau kerjanya yang didapat karena pemahaman tentang kesehatan seksual masih rendah.

15. Simpulkan setelah posisi setiap kartu adalah tepat dan klarifikasi jika ada satu atau dua topik bisa diletakkan di ke dua topik.

16. Tayangkan power point tujuan sesi dan konfirmasikan apakah tujuan tujuan sesi tersebut sudah tercapai.

17. Ucapkan terimakasih kepada peserta atas partisipasinya dalam sesi ini.

CATATAN FASILITATOR

1. Tayangkan power point yang sudah dipersiapkan pada moment/waktu yang sudah ditentukan sesuai alur yang dibicarakan. Power point bisa dimodifikasi disesuaikan dengan perkembangan informasi pada Topik Modul ini dan disesuaikan waktu yang tersedia.

(22)

Lembar Bacaan Modul 1

Ruang Lingkup Kesehatan Seksual dan Reproduksi

Definisi kesehatan menurut WHO:

Kesehatan, yaitu keadaan sejahtera secara fisik, mental dan sosial yang menyeluruh, dan bukan hanya sekedar tidak adanya kelemahan dan penyakit, merupakan hak asasi manusia. Pencapaian tingkat kesehatan yang tertinggi merupakan tujuan sosial terpenting untuk seluruh dunia, yang memerlukan tindakan sektor ekonomi dan sosial lainnya di samping sektor kesehatan.

Kesehatan juga bisa didefinisikan sebagai kesejahteraan jasmani dan rohani. Kesejahteraan adalah kesehatan yang optimal - berfungsinya secara penuh, aktif tataran fisik, intelektual, emosional, sosial, lingkungan hidup serta spiritual. Lawan dari sakit, yaitu berpenyakit atau rusaknya struktur atau fungsi sistem tubuh. Kalau tubuh kita sakit, kita berada pada situasi "dis-ease (tidak - enak)" dan kita berada dalam keadaan yang "dis-harmony (tidak-harmonis)"

Cenderung jatuh sakit atau tidak?

Pekerjaan juga mempengaruhi kemampuan kita untuk bertahan dari infeksi kuman penyebab penyakit, kanker dan kematian. Ini dipengaruhi oleh posisi kita dalam hirarki organisasi maupun lingkungan dimana kita bekerja. Misalnya, manajer mungkin tidak jatuh sakit sesering sekretaris. Ini dipengaruhi oleh tempat bekerja mereka. Kita juga mengalami stress dari tekanan sosial maupun dari rumah tangga.

Stres dan Sakit:

1. Terdapat banyak bukti bahwa stres menyebabkan penurunan kemampuan untuk memerangi infeksi. Misalnya, pelajar lebih sering terserang infeksi tenggorokan dan cold sore - radang mulut (karena virus herpes) pada waktu ujian ketika mereka mendapat tekanan besar (mungkin juga harus bergadang untuk belajar!).

2. Kalau kita stres terdapat aktivitas otak yang tinggi yang menyebabkan sekresi (keluarnya) zat corticosteroids.

3. Hal ini menyebabkan kenaikan tingkat gula darah dan menekan kegiatan sistem kekebalan sehingga tubuh lebih terbuka terhadap infeksi.

4. Corticosteroids menekan sistem kekebalan. Tingkat antibodi meningkat pada malam hari dan menurun pada siang hari, sedangkan tingkat corticosteroid menaik pada siang hari dan menurun pada malam hari.

5. Namun kita juga perlu mengingat bahwa Ketika orang stres mereka juga cenderung terlibat dalam perilaku tidak sehat misalnya minum alkohol, merokok dan mengabaikan kebutuhan nutrisi tubuh. Terdapat risiko penyakit yang lebih tinggi melalui stress dan bagaimana cara kita meresponnya.

Namun, tidak semuanya merupakan kabar buruk. Ilmu Psikoneuroimu- nologi juga memberi kita beberapa informasi yang baik.

1. Bila kita merasa nyaman, satu zat kimia dari tubuh kita (Proenkephalin) diubah oleh enzim menjadi zat lain yang memproduksi "sensasi rasa nyaman"

2. Selama proses ini, enzim yang sama memproduksin Enketylin yang merupakan suatu anti-mikroba yang kuat

3. Jadi, bersenang-senanglah, rasakan kenyamanan, cegah dan perangi infeksi!

(23)

KESEHATAN SEKSUAL PEREMPUAN“Pemenuhan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi Perempuan” 17

Model Bio-psiko-sosial 1. Biosfir

2. Bangsa - masyarakat 3. Budaya

4. Sub-budaya 5. Komunitas 6. Keluarga

7. Dua orang [Emosi dan aksi] 9. Orang [Pengalaman dan Perilaku] 10. Organ tubuh

11. Sistem Saraf

12. Jaringan/Sel/Organelles /Molekul 13. Atom / Partikel sub-atom

Kata Bio-Psiko-Sosial terdiri dari tiga aspek keberadaan manusia. Aspek Biologis mencakup lingkungan alam, proses tubuh kita, dan tubuh kita. Psikologis merujuk pada emosi, hubungan, reaksi dan berbagai nilai. Sosial mencakup beragam hubungan, perasaan tentang diri dalam hubungannya dengan orang lain, tempat kita di masyarakat, dan peranan di masyarakat. Penjelasan model biopsikososial: Ini menunjukkan bahwa semua bagain dari kita sebagai manusia juga merupakan bagian dari dan terhubung dengan dunia yang lebih luas serta lingkungan hidup. Sebagian besar sarana pelayanan kesehatan sering terfokus hanya pada bagian terbawah dari model ini (bagian tubuh dan proses). Namun, kebanyakan orang terfokus pada bagian tengah model ini (hubungan, perasaan, pikiran dan nilai). Kita semua perlu sadar tentang SEMUA bagian dari model ini (hidup) karena mereka semua saling mempengaruhi.

Jadi sekarang kita bisa menggabungkan semua informasi di atas menjadi satu format yang mudah dimengerti. Sehat bermakna jauh lebih banyak daripada sekedar berada dalam keadaan tidak sakit. Daftar di bawah ini merupakan persyaratan bagi sehat (dan hidup yang baik) di banyak budaya di dunia.

a. Kebahagiaan b. Cukup makan

c. Tempat tinggal / Rumah d. Pakaian

e. Bayi dan anak-anak

f. Bekerja dan berpenghasilan g. Cinta (Seksual)

h. Cinta (Keluarga) i. Cinta (Teman) j. Keluarga (anak)

k. Peranan sosial yang berguna l. Kemerdekaan

Prasyarat sehat secara Seksual sesuai poin (g) di atas juga menjadi kebutuhan esensi manusia dewasa yang sehat, sehingga Kesehatan Seksual merupakan kondisi yang sangat penting dan esensial bagi manusia.

Kesehatan bila dikaitkan dengan seksualitas manusia, dirumuskan oleh WHO:

Kesehatan Seksual adalah Kombinasi seks fisik, emosional, intelektual dan sosial, sehingga seks merupakan pengalaman positif untuk memperbaiki kualitas kehidupan kita, menjadikan kita orang yang lebih baik, dan membuat masyarakat kita menjadi tempat yang lebih baik untuk dihuni (WHO 1975).

(24)

Kesehatan Reproduksi: Hak Reproduksi, Kehamilan yang tidak dikehendaki, Fertilitas-Infertilitas, Aborsi Aman, Organ Reproduksi, Infeksi Saluran Reproduksi, Merencanakan Anak bagi Pasangan yang terinfeksi HIV dan isue-isue terkait dengan reproduksi lainnya.

Ruang Lingkup kesehatan seksual dan reproduksi pada prinsipnya sangat terkait satu dengan yang lainnya dan masih bisa diperdebatkan tergantung dari sudut pandang mana permasalahan kualitas kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi dilihat. HIV misalnya, adalah sebuah infeksi karena perilaku seksual atau salah satu permasalahan kesehatan seksual, tetapi bisa menjadi issue yang perlu diperhatikan pada proses reproduksi bagi pasangan positif yang menginginkan keturunan yang sehat, sehingga bisa digunakan sebagai mainstreaming pada diskursus tentang kesehatan reproduksi juga.

Isu-isu tentang pemenuhan hak seksual dan hak reproduksi bagi orang yang terlanjur terinfeksi HIV untuk memiliki keturunan juga menjadi bagian dari kesehatan seksual dan reproduksi yang sering dibahasa program dengan

PPTCT (prevention of parent to child transmission) atau populer dengan sebutan PMTCT (prevention of mother to child transmission). WHO mengembangkan langkah strategis yang terkenal dengan Prong 1 sampai Prong 4 untuk membahas hal terkait dengan penanggulangan HIV dan AIDS. Permasalahan Hak Asasai Manusia kaitannya dengan Hak Seksual dan Reproduksi menjadi ruang lingkup yang perlu dibahas juga dalam kesehatan seksual dan Reproduksi, mengingat sangat banyak dikoleksinya kasus kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang terjadi pada perempuan yang pada dasarnya adalah pelanggaran akan hak seksual dan hak reproduksi, terutama pada seseorang yang sudah terinfeksi HIV. Stigma dan Diskriminasi pada perempuan terinfeksi yang ingin memiliki keturunan serta issue sterilisasi pada perempuan positif misalnya juga menjadi diskursus untuk dicarikan solusinya dengan mempertimbangan Hak Asasi Manusia.

Di bawah ini adalah pendapat WHO dan Asosiasi Se-Dunia untuk Kesehatan Seksual tentang seorang yang secara seksual sehat. Karakteristik umum orang/lelaki yang secara seksual sehat berdasarkan definisi WHO tentang kesehatan seksual adalah:

1. Orang yang secara seksual sehat memiliki pengetahuan seks yang akurat sehingga mereka memiliki hubungan yang bahagia dan seks yang menyenangkan.

2. Orang yang secara seksual sehat tahu bagaimana menghindari infeksi dan mencari pengobatan kalau mereka terkena infeksi.

3. Orang yang secara seksual sehat tahu bagaimana merencanakan anak dan menghindari kehamilan yang tidak diinginkan.

4. Orang yang secara seksual sehat mengelola hubungan seksual mereka sehingga kebutuhan mereka terpenuhi tanpa membahayakan pasangannya.

5. Orang yang secara seksual sehat menciptakan masyarakat yang lebih bahagia dan lebih sehat.

Kita bisa melihat masyarakat dan negara kita sesuai dengan berbagai variabel berikut ini. Bila kita menemukan berbagai hal ini di masyarakat kita, berarti kita memiliki indikator kesehatan seksual yang tidak baik - atau banyak orang yang secara seksual tidak sehat. Promosi kesehatan kita akan menjadi lebih lengkap bila indikator di bawah ini telihat, karena kebutuhannnya lebih besar:

Indikator Kesehatan Seksual yang Buruk di suatu populasi adalah: 1. Kehamilan yang tidak direncanakan

2. Meningkatnya insiden Infeksi Menular Seksual (termasuk HIV dan Hepatitis B) - infeksi baru.

3. Meningkatnya kasus Infeksi Saluran Reproduksi

4. Gangguan fungsi seksual akibat kondisi biologis dan psikologis (termasuk yang terkait dengan penggunaan Napza).

5. Relasi kuasa yang tidak seimbang dan ketidaksetaraan Gender pada sub populasi masyarakat tertentu

6. Tidak terpenuhinya Hak Seksual dan Reproduksi pada perempuan yang hanya menjadi sub ordinat budaya heteroseksual normatifisme

7. Kekerasan emosional/fisik antara pasangan seksual di dalam rumah tangga

(25)

Dampak Biologis dari kualitas Kesehatan Seksual yang jelek adalah: 1. Stres psikologis dan salah penyesuaian diri, ketidakbahagiaan,

ketidakserasian hubungan dengan pasangan.

2. Penyakit Radang Panggul (Pelvic Inflammatory Disease/PID) yang bisa menyebabkan nyeri kronis di panggul dan gangguan dyspareunia (nyeri panggul saat sanggama) pada perempuan.

3. PID yang menyebabkan kemandulan, kehamilan di luar rahim, abnormalitas janin (bayi lahir mati atau keguguran), dan gangguan-gangguan reproduksi/kehamilan lainnya.

4. Penyakit Neonatal terjadi karena infeksi seperti HIV, Sipilis, Chlamydia, Gonorrhoea.

5. Penyakit Non infeksi seperti: Kanker leher rahim, ujung usus besar, vulva (bagian luar alat kelamin perempuan), dan penis yang disebabkan virus papilloma manusia (Human Papilloma Virus - HPV). 6. Angka Kematian pada sub populasi atau masyarakat karena penyakit

non infeksi, kanker pada organ reproduksi dan organ seksual atau penyakit infeksi termasuk HIV, HCV dan HBV menjadi meningkat. 7. Biaya kesehatan yang membumbung tinggi bagi masyarakat dan

pemerintah, akibat terbengkelainya penanganan permasalahan kesehatan seksual seperti di atas.

19

(26)

Modul 2

Hak Seksual dan Reproduksi

Tujuan Modul 2

1. Peserta mampu menyebutkan definisi HAM dan jenis-jenisnya

2. Peserta memahami Hak Asasi Perempuan, merujuk pada Konvensi Pengahapusan segala bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) 3. Peserta memahami pengertian Hak Seksual

4. Peserta memahami pengertian Hak Reproduksi

5. Peserta memahami kaitan Hak Seksual dan Reproduksi sebagai bagian dari HAM

Alat dan Bahan

1. Meta Plan sejumlah peserta. Setiap meta plan berisi tulisan profesi dan status sosial perempuan (1 meta plan, 1 profesi/ status sosial). Contoh: Direktur Bank, Buruh pabrik, Dokter, Pekerja Seks, Bupati, Ibu Rumah Tangga, Penjual sayur di Pasar, Perempuan difabel, Pemulung, Perempuan Adat, ODHA, Germo, Pelajar, Mahasiswa, Pengemis jalanan, Pengamen perempuan, Perempuan Positif yang hamil, sekretaris, Anak Jalanan, pekerja LSM, tukang parkir, dll)

2. Daftar Pernyataan 3. Flip Chart, spidol

4. Power Point tentang Hak Asasi Manusia

Waktu 105 Menit

Metode dan Kegiatan:

1. Fasilitator menjelaskan tujuan sesi

2. Fasilitator mengajak peserta untuk keluar dari ruangan (jika memungkinkan), dan jelaskan bahwa fasilitator akan membagikan kertas berisi status sosial dan jenis pekerjaan. Minta peserta untuk merahasiakan tulisan yang ada di kertas terebut.

(27)

KESEHATAN SEKSUAL PEREMPUAN“Pemenuhan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi Perempuan” 21

4. Fasilitator akan menyiapkan garis START, dan peserta harus berdiri sejajar di garis start yang sama

5. Fasilitator akan membacakan daftar pernyataan *), yang apabila si pemegang kartu setuju dengan pernyataan tersebut, maka dia akan maju selangkah. Akan tetapi, bila tidak setuju dengan pernyataan tersebut maka si pemegang kartu harus tetap pada tempatnya. 6. Di akhir daftar pernyataan, fasilitator akan meminta para peserta

untuk menunjukkan kepada peserta yang lain apa profesi dan status sosial mereka.

7. Pada proses ini, peserta akan terlihat bagaimana posisi masing-masing strata sosial di dalam proses pembangunan.

8. Peserta kembali ke dalam ke dalam ruangan

*) Daftar Pernyataan: a. Saya punya Akte kelahiran

b. Saya punya Kartu Tanda Penduduk

c. Saya pernah mengecap pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP)

d. Dengan pendidikan yang saya peroleh, saya bisa mendapatkan pekerjaan dengan mudah

e. Saya tinggal di rumah dengan sirkulasi udara yang baik f. Saya bisa mendapatkan air bersih dengan mudah g. Saya terlibat dalam pengambilan keputusan di rumah h. Saya bisa makan sehari 3 kali dengan lauk pauk dan sayur i. Saya bisa bekerja dengan tenang tanpa perasaan takut j. Saya bisa menyuarakan pendapat saya dengan bebas k. Saya punya uang untuk periksa ke dokter spesialis l. Saya punya asuransi kesehatan

m. Jika saya sakit, saya bisa pergi ke dokter

n. Saya mengetahui informasi tentang Infeksi Menular Seksual (IMS) o. Saya mengetahui informasi tentang HIV

p. Saya bisa mengakses layanan pemeriksaan Infeksi Menular Seksual (IMS) dengan mudah

q. Saya bisa aktif berorganisasi

r. Di tempat saya bekerja, ada hak untuk cuti haid s. Di tempat saya bekerja, ada hari libur

t. Saya mendapatkan upah/ gaji yang layak

u. Ketika hamil, saya memeriksakan kehamilan saya dengan teratur ke dokter/ bidan

Rangkuman Aktivitas:

9. Fasilitator menanyakan pendapat peserta mengenai kegiatan yang baru saja mereka kerjakan bersama. Tanyakan bagaimana pendapat mereka? Apakah yang bisa mereka simpulkan dari kegiatan tersebut? 10. Tulis seluruh jawaban/ pendapat dari peserta. Jawaban-jawaban ini

akan digunakan sebagai bahan diskusi selanjutnya mengenai Hak Asasi Manusia, khususnya dikaitkan dengan Hak Perempuan yang berhubungan dengan Hak Seksual dan Hak Reproduksi.

11. Sesi dilanjutkan dengan paparan pesentasi mengenai kaitan antara HAM, Hak Perempuan

12. Fasilitator mengajak peserta untuk berdiskusi mengapa Konvensi CEDAW yang khusus mengatur Hak Perempuan dibutuhkan?

13. Perlihatkan slide berisi definisi Hak Reproduksi menurut ICPD 1994, dan ajak peserta untuk berdiskusi mengenai Hak Reproduksi. Selau kaitkan dengan jawaban curah pendapat yang ada di flipchart. (Catatan Fasilitator: Baca mengenai 12 Hak Reproduksi yang ada di Lembar Baca)

14. Perlihatkan slide berisi definisi Hak Seksual menurut IPPF, dan ajak peserta untuk berdiskusi mengenai Hak Seksual. Selalu kaitkan dengan jawaban curah pendapat yang ada di flipchart. (Catatan Fasilitator: Baca mengenai 10 Hak Seksual menurut Deklarasi IPPF)

15. Fasilitator menstimulan peserta dengan pertanyaan-pertanyaan yang kerap dianggap tabu oleh masyarakat, yang dialami atau ditemui peserta sehari-hari.

(28)

Lembar Bacaan Modul 2:

1. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia diproklamirkan pada tahun 1948 oleh Majelis Umum PBB. Secara gamblang, Hak Asasi Manusia adalah sesuatu yang melekat pada manusia yang tanpanya manusia tidak dapat hidup sebagai manusia dan sifatnya tidak dapat dihilangkan atau dikurangi oleh siapa pun.

2. Prinsip-prinsip HAM:

• Tidak dapat dipisah-pisahkan dan saling tergantung antar satu hak dengan hak yang lainnya. Kita tidak dapat hanya menerima satu atau beberapa bagian dari hak tersebut saja, kita harus mengakui dan memenuhi hak-hak yang lainnya.

• HAM universal berlaku bagi semua manusia, tanpa diskriminasi, mengesampingkan gender, status HIV, ras, agama, seksualitas, umur, kemampuan dan kelas.

• Pertanggungjawaban, negara dan masyarakat semuanya bertanggung jawab untuk menghormati HAM. Kita memiliki tanggung jawab dalam menghormati HAM sesama masyarakat sementara negara memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa semua hak warga negaranya telah terpenuhi.

• Partisipasi, untuk memenuhi hak, kita perlu untuk mengetahui tanggung jawab dan peran yang harus kita mainkan untuk memenuhinya.

• Diakui secara internasional dan dilndungi secara hukum, terdapat badan-badan dunia dan nasional yang memang bertugas untuk mengawasi apakah telah terjadi pelanggaran HAM dalam sebuah negara atau konteks-konteks tertentu.

• Melampaui kedaulatan, tak ada satu negara pun yang boleh menolak untuk bekerja sama dalam penguatan warga negara memenuhi HAM-nya. Negara yang melakukannya berisiko untuk menghadapi sanksi internasional.

3. Macam-macam Hak Asasi Manusia:

• Hak Personal (hak pemenuhan kebutuhan pribadi)

• Hak jaminan perlindungan Hukum

• Hak Sipil dan Politik

• Hak jaminan Sumber Daya untuk menunjang kehidupan

• Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

4. Hak Asasi Perempuan secara khusus diatur di dalam Konvensi Penghapusan segala bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan atau yang dikenal dengan CEDAW (The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women). Konvensi ini telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dengan UU No 7 tahun 1984 tentang Pengesahan terhadap Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan, sehingga Pemerintah Indonesia WAJIB mengikuti segala aturan yang ada di dalam Konvensi ini.

5. Alasan mengapa diperlukan Konvensi khusus mengenai Hak Perempuan adalah karena di banyak negara, hak perempuan masih belum diperhatikan dan belum dipenuhi. Hal ini disebabkan oleh budaya Patriarki yang masih banyak dianut oleh sebagian besar negara di dunia, dimana perempuan ditempatkan pada posisi yang tidak menguntungkan.

6. Hak Reproduksi adalah hak-hak dasar setiap pasangan maupun individu untuk secara bebas dan bertanggung jawab memutuskan jumlah, jarak kelahiran, dan waktu untuk memiliki anak dan mendapatkan informasi serta cara melakukannya, termasuk hak untuk mendapatkan standar tertinggi kesehatan reproduksi dan juga kesehatan seksual (ICPD, Kairo 1994).

(29)

KESEHATAN SEKSUAL PEREMPUAN“Pemenuhan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi Perempuan” 23

a) Hak untuk mendapatkan informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi. Setiap perempuan berhak untuk mendapatkan informasi dan pendidikan yang jelas dan benar tentang berbagai aspek terkait dengan masalah kesehatan reproduksi, termasuk banyaknya pilihan alat kontrasepsi yang dapat dipilih oleh perempuan atau laki-laki dan efek samping dari berbagai alat kontrasepsi.

b) Hak untuk mendapatkan pelayanan dan perlindungan

kesehatan reproduksi. Setiap perempuan berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan perlindungan yang memadai bagi kehidupan reproduksinya, termasuk agar terhindar dari kematian akibat proses reproduksi, misalnya jaminan kesehatan agar perempuan terhindar dari kematian akibat kehamilan atau melahirkan. Hak ini tidak boleh dibedakan atau didiskriminasikan berdasarkan status perkawinan perempuan atau usia atau status ekonominya. Semua perempuan baik remaja, lajang, maupun yang berstatus menikah berhak untuk mendapatkan dan menikmati hak ini.

c) Hak untuk kebebasan berpikir tentang hak reproduksi. Setiap perempuan berhak untuk mengungkapkan pikiran dan keyaki-nannya untuk menjaga kesehatan dan kehidupan reproduksinya tanpa paksaan dan siapa pun.

d) Hak untuk menentukan jumlah anak dan jarak kelahiran. Setiap perempuan berhak unutk menentukan jumah anak yang akan dilahirkannya serta menentukan jarak kelahiran anak yang di-inginkannya, tanpa paksaan dari siapa pun.

e) Hak untuk hidup, yaitu hak untuk dilindungi dari kematian karena kehamilan dan proses melahirkan. Setiap perempuan hamil dan yang akan melahirkan berhak untuk mendapatkan perlindungan , termasuk pelayanan kesehatan yang baik sehingga ia dapat mengambil keputusan secara cepat mengenai kelanjutan kehamilannya bila proses kelahirannya beresiko kematian atau terjadi komplikasi.

f) Hak atas kebebasan dan keamanan berkaitan dengan kehidupan reproduksi. Artinya setiap perempuan harus dijamin agar tidak mengalami pemaksaan, pengucilan, dan tekanan yang menyebabkan kebebasan dan keamanan yang diperolehnya tidak dapat digunakan, termasuk kebebasan memilih alat kontrasepsi yang dianggappnya paling aman.

g) Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk , termasuk perlindungan dari perkosaan, kekerasan, penyiksaan, dan pelecehan seksual. Setiap perempuan berhak untuk dilindungi dari ancaman bentuk-bentuk kekerasan yang dapat mmenimbulkan penderitaan secara fisik, seksual, dan psikis yang mengganggu kesehatan fisik, mental, dan reproduksinya.

h) Hak untuk mendapatkan manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan yang terkait dengan kesehatan reproduksi. Setiap perempuan berhak untuk memanfaatkan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan terkait dengan kesehatan reproduksi, misalnya informasi yang jelas dan benar serta kemudahan akses untuk mendapatkan alat kontrasepsi baru.

i) Hak atas kerahasiaan pribadi dengan kehidupan reproduksinya. Setiap perempuan berhak untuk dijamin kerahasiaan kesehatan reproduksinya, misalnya informasi tentang kehidupan seksualnya, masa menstruasi, jenis alat kontrasepsi yang digunakan.

j) Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga. Setiap perempuan berhak untuk menentukan kapan, di mana, dengan siapa, serta bagaimana ia akan membangun perkawinan atau keluarganya.

k) Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi. Setiap perempuan berhak untuk menyampaikan pendapat atau aspirasinya mengenai kehidupan reproduksi secara pribadi atau melalui organisasi atau partai.

(30)

diskrimi-nasi berdasarkan gender/perbedaan jenis kelamin, ras, status perkawinan atau kondisi sosial-ekonomi, agama/keyakinannya dalam kehidupan keluarga dan proses reproduksinya. Misalnya, orang tidak mampu harus mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas, demikian pula remaja yang hamil di luar nikah.

7. Hak-Hak Seksual merupakan hak asasi manusia yang berhubungan dengan seksualitas. Hak-Hak Seksual diatur sebagai rangkaian hal yang berhubungan seksualitas yang berasal dari hak akan kemerdekaan, kesetaraan, privasi, otonomi, integritas, dan harga diri bagi semua orang. Berdasarkan pada Deklarasi IFFD pada tahun Kesepuluh Hak-Hak Seksual itu adalah;

Pasal 1 : Hak kesetaraan, perlindungan yang sama di muka hukum dan bebas dari semua bentuk diskriminasi yang berbasis seks, seksualitas dan gender. Seluruh umat manusia terlahir bebas dan sama dalam hal martabat dan hak; dan harus menikmati perlindungan yang sama di depan hukum dari diskriminasi berdasarkan seksualitas, jenis kelamin atau gender.

Pasal 2: Hak untuk berpartisipasi bagi semua orang tanpa memandang jenis kelamin, seksualitas dan gender. Semua orang berhak berada dalam lingkungan yang memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dan berkontribusi secara aktif, bebas, bermakna pada aspek-aspek kehidupan manusia di masyarakat, ekonomi, sosial, budaya dan politik di tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional, melalui pembangunan dimana hak asasi manusia dan kebebasan dasar dapat diwujudkan.

Pasal 3: Hak untuk hidup, kebebasan, keamanan seseorang dan kebertubuhan. Semua orang memiliki hak untuk hidup, merdeka, dan bebas dari siksaan dan kekejaman, perlakuan yang tidak manusiawi dan merendahkan di semua kasus dan terutama pada hal yang berkaitan dengan jenis kelamin, usia, gender, identitas gender,

orientasi seksual, status perkawinan, riwayat hubungan seksual atau perilaku seksual, benar atau salah, dan status HIV-AIDS dan sebaiknya memperoleh hak untuk memanfaatkan seksualitasnya bebas dari kekerasan dan pemaksaan.

Pasal 4: Hak untuk keleluasaan pribadi. Semua orang mempunyai hak untuk tidak menerima gangguan sewenang-wenang terhadap kehidupan pribadi, keluarga, tempat tinggal, dokumen pribadi atau sejenisnya, dan hak untuk keleluasaan pribadi yang mana penting bagi pemanfaatan otonomi seksualnya.

Pasal 5: Hak untuk otonomi pribadi dan pengakuan di muka hukum. Semua orang memiliki hak untuk diakui atau dihargai di muka hukum dan hak kebebasan seksual yang meliputi kesempatan bagi individu untuk mengendalikan dan memutuskan secara bebas atas berbagai hal berkaitan dengan seksualitas, memilih pasangan seksualnya, mencari dan mengalami seluruh potensi dan kenikmatan seksual mereka, di dalam kerangka tanpa diskriminasi dan harus menghormati hak-hak orang lain dan menghormati kapasitas anak-anak yang sedang berkembang.

Pasal 6: Hak untuk kebebasan berpikir, berpendapat dan berekspresi dan berserikat. Semua orang memiliki hak untuk menjalankan kebebasan berpikir, berpendapat dan mengekspresikan buah pikir atas seksualitas, orientasi seksual, identitas gender dan hak-hak seksual, tanpa gangguan sewenang-sewenang atau pembatasan berdasarkan keyakinan pada budaya yang dominan atau idiologi politik, atau konsep yang membeda-bedakan struktur, moral, pelayanan kesehatan atau jaminan keamanan pada masyarakat.

(31)

KESEHATAN SEKSUAL PEREMPUAN“Pemenuhan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi Perempuan” 25

kesehatan dan akses ke pelayanan kesehatan seksual untuk mendapatkan penanggulangan, diagnosa dan perawatan semua yang berkaitan dengan masalah dan gangguan seksual.

Pasal 8: Hak untuk pendidikan dan informasi. Semua orang tanpa diskriminasi memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan dan informasi secara umum dan pendidikan seksual yang komprehensif dan informasi yang penting dan bermanfaat untuk menjalankan kewarganegaraan secara lengkap dan sejajar dalam rancah privasi, umum dan politik.

Pasal 9: Hak untuk memilih ya atau tidak menikah, mencari dan merencanakan berkeluarga, hak untuk memutuskan ya atau tidak, bagaimana dan kapan mempunyai anak. Semua orang memiliki hak untuk memilih apakah akan menikah atau tidak, apakah akan mencari pasangan, merencanakan berkeluarga dan berumah tangga atau tidak, kapan akan memiliki anak dan memutuskan jumlah anak dan menjarangkan jarak kelahiran anak secara bebas dan bertanggung jawab, dalam lingkungan di mana hukum dan kebijakan menghargai perbedaan/ keanekaragaman bentuk keluarga termasuk mereka yang tidak dapat didefinisikan oleh perkawinan atau teori.

Pasal: 10 Hak untuk akuntabilitas dan pemulihan. Semua orang memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan, hukum dan legislatif yang sesuai, efektif, adekuat, mudah di akses untuk mendapat jaminan dan meminta mereka yang terikat secara tugas dalam mengawal Hak-Hak Seksual secara penuh dapat diketahui akuntabilitasnya. Hal ini meliputi kemampuan untuk memantau pelaksanaan Hak-Hak Seksual dan untuk mengakses pemulihan akibat pelanggaran atas Hak-Hak Seksual, termasuk akses pemulihan penuh melalui perbaikan, kompensasi, rehabilitasi, kepuasan, jaminan tidak mengulang dan bentuk lainnya.

(Sumber: Deklarasi IPPF mengenai Hak-hak Seksual)

8. Dalam kondisi dimana budaya Patriarkhi masih dianut, maka perempuan adalah pihak yang paling dirugikan dan menjadi pihak yang paling sering tidak terpenuhi hak-haknya.

9. Setiap orang wajib menghormati Hak Asasi Manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

10. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk pada pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain serta untuk memenuhi tuntutan keadilan sesuai dengan nilai-nilai agama, moralitas dan kesusilaan, keamanan dan ketertiban umum dalam masyarakat yang demokratis.

(32)

Tujuan Modul 3

1. Peserta memahami definisi Gender dan Ketidakadilan gender.

2. Peserta memahami dampak dari ketidakadilan gender kepada perempuan, khususnya berkaitan dengan kesehatan seksual dan reproduksi

3. Peserta memahami kerentanan perempuan dalam HIV yang disebabkan oleh ketidakadilan gender

Alat dan Bahan 1. Kertas metaplan 2. Kertas plano 3. Selotip 4. Spidol

Waktu 105 Menit

Metode dan Kegiatan 1. Diskusi Kelompok 2. Presentasi

Kegiatan 1

1. Fasilitator menjelaskan mengenai tujuan sesi. 2. Bagi peserta menjadi 2 kelompok

3. Fasilitator menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan oleh peserta, yaitu untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan melalui permainan “jalinan kata”.

4. Fasilitator akan memberikan contoh sebuah kata (lihat gambar berikut), dan peserta diharapkan untuk mengumpulkan sebanyak mungkin fakta mengenai kata yang diberikan oleh fasilitator.

5. Fasilitator akan memberikan kata “LAKI-LAKI” dan “PEREMPUAN” kepada masing-masing kelompok. Berikan waktu selama 10 menit kepada kelompok untuk mencari fakta sebanyak mungkin yang berkaitan dengan kata-kata tersebut.

Modul 3

(33)

KESEHATAN SEKSUAL PEREMPUAN“Pemenuhan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi Perempuan” 27

6. Setelah masing-masing kelompok selesai dengan diskusi identifikasi, sediakan 2 kertas plano dengan judul “LAKI-LAKI” dan “PEREMPUAN”, dan buatlah 2 kolom di bawah masing-masing judul besar dengan judul kecil “Biologis” dan “ Sosial”. Minta kepada masing-masing kelompok untuk mendiskusikan kembali mana saja di antara kata-kata tersebut yang masuk kategori “Biologis” atau “Sosial”.

7. Minta perwakilan dari peserta untuk memaparkan hasil diskusi mereka. 8. Setelah selesai presentasi, instruksikan kepada peserta untuk bertukar

kelompok.

9. Fasilitator meminta masing-masing kelompok untuk mengidentifikasi hal-hal apa saja yang bisa dipertukarkan dan tidak bisa dipertukarkan. 10. Dorong peserta lain untuk menanggapi, sehingga terjadi diskusi di

dalam kelompok besar dan diarahkan untuk menyimpulkan apa itu Gender dan apa itu Seks.

11. Setelah selesai berdiskusi, maka fasilitator akan melontarkan pertanyaan kepada kelompok mengenai perlakukan sosial terhadap laki-laki maupun terhadap perempuan sebagai bahan diskusi selanjutnya.

12. Dalam curahan pendapat ini, fasilitator diharapkan untuk mengarahkan peserta mengidentifikasi ketidakadilan gender:

o Stereotype

o Marjinalisasi

o Beban ganda

o Kekerasan

o Sub Ordinat

13. Dalam penjelasannya, fasilitator diharapkan untuk mengkaitkan macam-macam ketidakadilan gender tersebut di atas dengan kerentanan perempuan terhadap HIV dan IMS. Gali dari pengalaman peserta, baik itu pengalaman pribadi maupun pengalaman yang pernah mereka ketahui.

Catatan Fasilitator

1. Seks adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang bersifat biologis (organ bologis dan fungsi biologis). Perempuan mempunyai vagina, sel telur (ovum), payudara, rahim, bisa hamil, melahirkan, sedangkan laki-laki mempunyai penis, sperma, jakum, dan lain-lain. Seks dalam hal ini juga biasa disebut dengan jenis kelamin biologis. 2. Penentuan jenis kelamin (laki-laki dan perempuan) seseorang paling

tidak harus memenuhi 10 aspek yang jelas, yakni enam aspek biologis dan empat aspek psikologis. Keenam aspek biologis tersebut adalah susunan kromosomm (xx atau xy), alat kelamin (vulva dan vagina atau penis), jenis gonade (indung telur atau testis), alat kelamin dalam (tuba dan uterus atau epididimus dan saluran sperma), hormon seks (estrogen dan progerteron atau testorteron) serta tanda kelamin sekunder (pertumbuhan bulu, otot, tulang, payudara dan lainnya). Sedangkan empat aspek psikologis dimaksud meliputi identitas seksual yang merupakan konsep diri, perilaku gender, orientasi seksual dan perilaku seksual.

(34)

4. Gender tidak hanya meliputi pembedaan peran saja, namun juga meliputi pembedaan wilayah, status dan pensifatan.

a) Pembedaan peran dalam hal pekerjaan b) Pembedaan wilayah kerja

c) Pembedaan status d) Pembedaan sifat

5. Gender terdiri dari dua aspek: Identitas gender (gender identity), yaitu persepsi intenal dan pengalaman seseorang tentang gender mereka, menggambarkan identifikasi psikologis di dalam otak seseorang sebagai 'laki-laki' atau 'perempuan'. Peran gender (gender role), yaitu merupakan sebuah cara seseorang hidup dalam masyarakat dan berinteraksi dengan orang lain, berdasarkan identitas gender mereka. 6. Ketidakadilan Gender adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh

Budaya Patriarkhi yang berakibat pada: a) Marginalisasi (peminggiran) ;

Perempuan dianggap bukan unsur penting sehingga tidak diberikan akses yang seimbang untuk ikut terlibat dalam kegiatan ekonomi (kalaupun ada, diposisikan sebagai tenaga bukan majikan) apalagi dalam pembuatan kebijakan. Hal ini menempatkan perempuan sebagai penerima kebijakan.

b) Subordinasi (penomorduaan) ;

Karena perempuan dianggap makhluk lemah, tidak berdaya dan tidak memiliki kemampuan berpikir maka perempuan ditempatkan sebagai pihak yang harus diarahkan, ditentukan arah hidupnya tanpa ada kesempatan bagi mereka untuk memilih dan memutuskan sendiri kehidupannya

c) Stereotype (pelabelan negatif) ;

Kalau laki-laki itu kuat dan rasional, maka perempuan itu lemah dan emosional, kondisi itu seolah memberi gambaran bahwa perempuan tidak mungkin bekerja di bidang yang membutuhkan pemikiran mendalam. Perempuan cukup bekerja di sektor rumah tangga, kalau pun di perusahaan adalah sebagai sekretaris ataupun pelayan

d) Violence (kekerasan) ;

Anggapan sebagai makhluk lemah membuat perempuan menjadi pihak paling rawan menjadi korba kekerasan, hal ini diperparah kerena banyaknya perempuan yang meyakini hal itu sehingga ketika terjadi kekerasan perempuan memilih untuk pasrah dan menerima

e) Double Burden (beban ganda)

Pembagian tugas bahwa perempuan harus lebih banyak bekerja di sektor rumah tangga, menyisakan persoalan karena tidak hanya berhenti pada melahirkan dan membesarkan anak tapi juga me-ngelola keuangan, bertanggungjawab atas perkembangan mental anak hingga menjaga kehormatan keluarga yang seharusnya juga menajdi tanggung jawab laki-laki.

Referensi

Dokumen terkait

1. Pengawasan dan pembinaan yang lemah membuat mutu air cenderung tidak konsisten. Kemungkinan terjadi salah produksi relatif tinggi, terutama menyangkut

Dalam modifikasi perilaku analisis terhadap perilaku yang akan diubah harus dilakukan menjadi perilaku yang tunggal (rinci), sehingga berbeda dengan perilaku yang

requirement yang disebutkan di dalamnya verifiable. Sebuah requirement verifiable, jika dan hanya jika, ada proses dengan biaya terbatas sehingga seseorang atau

Bentuk – bentuk narasi yang terkenal yang biasa dibicarakan dalam hubungan dengan kasusastraan adalah roman, novel, cerpen, dongeng ( naarasi fiktif) dan sejarah,

Hasil dari penelitian pengembangan ini berupa (1) sebuah modul menggunakan strategi pembelajaran PDEODE dengan pendekatan saintifik kelas IX SMP materi peluang,

Universitas Muhammad Riau sudah berkembang pesat dilihat dari segi pembangunan dan dalam peningkatan sumber daya manusia, serta dilihat dari

Dari kedua desain perancangan alat bantu angkat brush seal welding fixture ini sudah diketahui besarnya biaya dari tiap-tiap desain, sehingga akan memudahkan pada

Hasil dari penelitian adalah dengan melihat pola sebaran pengunjung sehingga dapat dilihat bagaimana fasilitas pendukung dapat menjadi salah satu obyek pasif ataupun