• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Dasar Hukum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Dasar Hukum"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Dasar Hukum

Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) ini adalah Laporan Walikota Medan kepada Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia melalui Gubernur Sumatera Utara atas penyelenggaraan pemerintahan Kota Medan selama Tahun Anggaran 2006 berdasarkan Rencana Kerja Pemereintah Daeah (RKPD) Kota Medan yang ditetapkan sebelumnya. Landasan hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) Kota Medan ini adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat.

Laporan progress report ini juga merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dimana dalam Pasal 27 ayat (2), dinyatakan bahwa Kepala Daerah mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat. Laporan penyelenggaraaan pemerintahan daerah kepada Pemerintah disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur untuk Bupati/Walikota 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. Laporan dimaksud digunakan Pemerintah sebagai dasar melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah dan sebagai bahan pembinaan lebih lanjut sesuai

(2)

dengan peraturan perundang-undangan. Dalam kaitannya dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007, Pasal 194 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa, penyusunan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan daerah, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah, yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

Di samping aspiratif, pemerintahan daerah yang baik juga memerlukan pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas, dan nyata sehingga penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertangung jawab. Oleh karenanya, penyusunan dan penyampaian LPPD tahun 2006 merupakan satu kesatuan dengan upaya menciptakan tata pemerintahan yang baik.

Sebagai bagian dari prinsip tata pemerintahan yang baik, maka akuntabilitas merupakan kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau menjawab dan menjelaskan kinerja atas tindakan Pemerintah, kepada pihak yang memiliki hak atau kewenangan,

untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban. Sebagai konsekuensinya, Walikota Medan harus memberikan penjelasan

atas apa yang dilakukan, sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya. Oleh karena itu, sangat logis bila Walikota Medan memberi penjelasan atas apa yang dilakukan, sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangannya kepada masyarakat, kepada Pemerintah Pusat melalui Gubernur Sumatera Utara, khususnya tentang implementasi program dan kegiatan pembangunan kota yang telah ditetapkan, sesuai dengan strategi dan prioritas serta arah kebijakan pembangunan kota Tahun Anggaran 2006.

(3)

Di samping menyampaikannya kepada Gubernur Sumatera Utara, Walikota Medan wajib memberikan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) Kota Medan, kepada masyarakat melalui media cetak dan/atau media elektronik. Masyarakat dapat memberikan tanggapan atas informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) Kota Medan, sebagai bahan masukan perbaikan penyelenggaraan pemerintahan. Oleh sebab itu, penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) Kota Medan, menganut prinsip transparansi dan akuntabilitas. Sebagai bahan evaluasi LPPD ini bermanfaat untuk melakukan pembinaan penyelenggaraan pemerintahan daerah pada masa yang akan datang.

Ruang Lingkup Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) Kota Medan tahun 2006 mencakup penyelenggaraan urusan desentralisasi, tugas pembantuan dan tugas umum pemerintahan. Penyelenggaraan urusan desentralisasi meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. Penyelenggaraan tugas pembantuan meliputi tugas pembantuan yang diterima dari Pemerintah, tugas pembantuan yang diterima dari Pemerintah Provinsi. Penyelenggaraan tugas umum pemerintahan meliputi kerjasama antar daerah, kerjasama daerah dengan pihak ketiga, koordinasi dengan instansi vertikal di daerah, pembinaan batas wilayah, pencegahan dan penanggulangan bencana, pengelolaan kawasan khusus yang menjadi kewenangan daerah, penyelenggaraan ketenteraman dan keteriban umum dan tugas-tugas umum pemerintahan lainnya yang dilaksanakan oleh daerah.

Sesuai dengan dinamika pembangunan kota, luas wilayah administrasi Kota Medan telah melalui beberapa kali perkembangan. Pada Tahun 1951, Walikota Medan mengeluarkan Maklumat Nomor 21 tanggal 29 September 1951, yang menetapkan luas Kota Medan menjadi

(4)

5.130 Ha, meliputi 4 Kecamatan dengan 59 Kelurahan. Maklumat Walikota Medan dikeluarkan menyusul keluarnya Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU tanggal 21 September 1951, agar daerah Kota Medan diperluas menjadi tiga kali lipat.

Melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1973 Kota Medan kemudian mengalami pemekaran wilayah menjadi 26.510 Ha yang terdiri dari 11 Kecamatan dengan 116 Kelurahan. Berdasarkan luas administrasi yang sama maka melalui Surat Persetujuan Menteri Dalam Negeri Nomor 140/2271/PUOD, tanggal 5 Mei 1986, Kota Medan melakukan pemekaran Kelurahan menjadi 144 Kelurahan.

Perkembangan terakhir berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara Nomor 140.22/2772.K/1996 tanggal 30 September 1996 tentang pendefinitipan 7 Kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan Kota Medan, dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1992 tentang Pembentukan Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, secara administrasi Kota Medan dimekarkan kembali, dibagi atas 21 Kecamatan yang mencakup 151 Kelurahan.

B.

Gambaran Umum

Pembangunan selalu menimbulkan dampak, baik positif maupun negatif. Oleh karena itu, diperlukan indikator sebagai tolok ukur pembangunan. Indikator capaian pembangunan kota akan diuraikan melalui indikator-indikator ekonomi maupun sosial yang dikenal dalam pembangunan. Indikator dimanfaatkan secara luas dalam manajemen pembangunan, oleh karena untuk mengetahui dan mengukur pencapaian sasaran, dibutuhkan tolok ukur atau standar atau sering disebut indikator. Pada dasarnya indikator adalah suatu keterangan, gejala,

(5)

fenomena yang dapat digunakan untuk mengetahui kondisi, kemajuan, tercapainya sasaran atau keberhasilan. Indikator kinerja juga mempunyai peranan yang sangat penting dalam perencanaan, karena tanpa indikator kinerja yang jelas maka kebijakan, program dan kegiatan tidak dapat sepenuhnya diimplementasikan secara baik, sebab indikator merupakan tolok ukurnya. Oleh karenanya, penetapan indikator yang akurat, valid dan reliabel merupakan salah satu titik kritis pada tahap perencanaan. Di samping itu, melalui indikator, penilaian atau evaluasi yang dilakukan terhadap implementasi kebijakan, program dan kegiatan pembangunan, dapat dilakukan secara akurat, valid dan dapat dipertanggungjawabkan.

Mengingat pentingnya indikator sebagai suatu pendekatan, evaluasi pelaksanaan Arah Kebijakan Umum, Strategi dan Prioritas APBD Tahun Anggaran 2006 Kota Medan, juga memaparkan berbagai indikator kinerja pembangunan kota khususnya secara makro, sehingga dapat dimanfaatkan untuk melakukan penilaian situasi, memfasilitasi perumusan berbagai alternatif strategi, mengidentifikasi permasalahan stratejik dan operasional yang ada, dalam rangka memberikan umpan balik bagi formulasi kebijakan, dan program serta kegiatan-kegiatan operasional dalam pembangunan kota pada masa yang akan datang.

Relevansi penyajian indikator makro kinerja pembangunan kota juga didasarkan kepada Permendagri Nomor 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah yang secara eksplisit mewajibkan pengelolaan anggaran mengacu kepada keberhasilan atau prestasi kinerja. Berdasarkan hal tesebut perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan kota, tidak hanya harus dapat memberikan argumentasi input yang digunakan, juga menguraikan output, outcome, benefit dan

impact yang dihasilkan, sebagai tolok ukur kinerja dalam pembangunan

(6)

Paradigma baru dalam pembangunan adalah mengartikan pembangunan sebagai pergerakan ke atas dari seluruh sistem sosial. Pentingnya pertumbuhan ekonomi yang didasari dengan perubahan nilai-nilai dan kelembagaan. Kondisi ini dilandasi dengan argumen adanya dimensi kualitatif yang jauh lebih penting dibanding pertumbuhan ekonomi. Dengan perkataan lain, pembangunan ekonomi tidak lagi memuja Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebagai sasaran pembangunan, namun lebih memusatkan perhatian pada kualitas dari proses pembangunan. Pembangunan ekonomi diwujudkan dalam upaya meniadakan atau setidaknya mengurangi kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan. Sehingga strategi baru dalam pembangunan berorientasi kepada menimbulkan kesempatan kerja, mewujudkan pemerataan, pengentasan kemiskinan dan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat.

Indikator kinerja pembangunan Kota Medan Tahun 2006 ini, diharapkan dapat memberikan gambaran secara makro berbagai hasil, manfaat, dan dampak pembangunan kota yang dilaksanakan Pemerintah Kota Medan beserta seluruh stakeholders yang terlibat, baik masyarakat, swasta, pers, profesional, dan komponen pembangunan kota lainnya selama Tahun 2006, dan dalam tiga tahun terakhir.

Indikator kinerja makro yang digunakan untuk mengukur capaian pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan kota selama tahun 2006 di bagi dalam dua bidang yaitu:

1. Indikator Kinerja Makro untuk bidang ekonomi. 2. Indikator Kinerja Makro untuk bidang sosial.

Salah satu indikator kinerja makro untuk bidang ekonomi yang sering digunakan secara luas adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB Kota Medan merupakan jumlah nilai tambah barang dan

(7)

jasa akhir yang dihasilkan (nilai barang dan jasa akhir dikurangi biaya untuk menghasilkannya atau sering disebut dengan biaya antara) oleh berbagai unit produksi di wilayah Kota Medan, dalam jangka waktu satu tahun. Unit-unit produksi tersebut dikelompokkan ke dalam sembilan lapangan usaha yaitu:

1. Pertanian (tanaman bahan makanan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan);

2. Pertambangan dan penggalian; 3. Industri pengolahan (manufaktur); 4. Listrik, gas dan air bersih;

5. Konstruksi;

6. Perdagangan, hotel dan restoran/rumah makan; 7. Transportasi dan komunikasi;

8. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan;

9. Jasa perorangan dan kemasyarakatan, termasuk jasa pelayanan pemerintah.

Nilai PDRB dapat dihitung berdasarkan harga berlaku (current

price) maupun berdasarkan harga konstan (constant price). PDRB Kota

Medan yang dihitung menurut harga berlaku (current price) menunjukkan kontribusi atau pangsa masing-masing sektor dalam struktur perekonomian kota, berdasarkan harga yang berlaku dalam tahun yang bersangkutan, yang di dalamnya tercakup unsur tingkat inflasi makro. Oleh karena itu, tinggi rendahnya persentase pertumbuhan ekonomi yang dihitung, akan dipengaruhi tinggi rendahnya tingkat inflasi dalam periode yang bersangkutan. Dengan demikian PDRB-harga berlaku belum secara riil menggambarkan pertumbuhan ekonomi Kota Medan.

Untuk mengukur pertumbuhan PDRB secara riil, digunakan PDRB harga konstan. PDRB harga konstan menggambarkan pertumbuhan

(8)

ekonomi Kota Medan tanpa dipengaruhi oleh masalah perubahan harga atau inflasi yang terjadi atas barang dan jasa yang diproduksi, karena menggunakan harga yang konstan, yakni harga dasar tahun tertentu yang dipilih (saat ini menggunakan harga konstan tahun 2000).

Indikator kinerja lain yang terkait dengan besaran Produk Domestik Regional Bruto adalah PDRB per kapita dan tingkat pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi, inflasi, ekspor dan impor serta investasi. PDRB per kapita dihitung dengan cara membagi jumlah PDRB dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Angka PDRB per kapita memperlihatkan rata-rata pendapatan yang diterima oleh masing-masing penduduk, yang dapat menggambarkan tingkat kemakmuran penduduk Kota Medan. Sementara itu, tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan persentase kenaikan atau penurunan PDRB-harga konstan suatu tahun, dibandingkan harga tahun sebelumnya. Selaras dengan indikator kinerja PDRB, kedua indikator kinerja makro ini juga menggambarkan keberhasilan atau kinerja pembangunan kota, dalam mewujudkan kemajuan dan peningkatan kemakmuran masyarakat Kota Medan.

Berbeda dengan indikator kinerja makro bidang ekonomi, maka indikator kinerja makro untuk bidang sosial mencakup indikator kinerja pembangunan Kota Medan dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat, ditinjau dari aspek kependudukan, kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, dan distribusi pendapatan. Beberapa konsep indikator kinerja makro bidang sosial disajikan pada tabel di bawah ini :

(9)

Tabel 1.1 Indikator Kinerja Bidang Sosial Indikator Kinerja Bidang

Nama Indikator Keterangan Indikator Kependudukan Pertumbuhan

Penduduk Menunjukkan perubahan secara persentase penduduk tahun tertentu dibanding dengan tahun sebelumnya. Perhitungannya biasanya dilakukan dengan metode eksponensial atau deret ukur.

Angka Partisipasi Kasar (APK)

Menunjukkan perbandingan antara jumlah siswa pada level pendidikan tertentu dengan penduduk usia sekolah level pendidikan tertentu kali 100 %. Misal: APK SD/MI adalah banyaknya murid yang sekolah SD/MI dibagi penduduk usia 7-12 tahun dikali 100

Angka Partisipasi Murni (APM)

Menunjukkan perbandingan antara jumlah siswa pada level pendidikan tertentu dan berusia pada level sekolah tertentu dengan penduduk usia sekolah level pendidikan tertentu kali 100 %. Misal: APM SD/MI adalah banyaknya murid yang sekolah SD/MI dan berusia 7-12 tahun dibagi penduduk usia 7-12 tahun dikali 100

Angka Partisipasi Sekolah (APS)

Menunjukkan jumlah penduduk usia tertentu/usia sekolah yang masih bersekolah.

Pendidikan

Angka Melek

Huruf Menunjukkan besarnya persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang dapat

membaca dan menulis.

Ketenagakerjaan Angkatan Kerja Orang yang berusia 15 tahun ke atas yang sedang bekerja atau mencari pekerjaan

(10)

Bukan

Angkatan Kerja Orang yang berusia 15 tahun ke atas yang sedang sekolah,

mengurus rumahtangga, pensiunan atau sudah tidak

mampu melakukan pekerjaan karena tua, sakit dan cacat.

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

Persentase penduduk yang aktif secara ekonomi (bekerja atau mencari kerja) atau angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja (15 tahun ke atas).

Tingkat Pengangguran Terbuka

Persentase penduduk yang mencari kerja terhadap angkatan kerja

Tingkat

Kelahiran Bayi Menunjukkan tingkat bayi lahir hidup pada setiap 1.000 kelahiran.

Tingkat

Kematian Bayi Menunjukkan banyak kematian bayi berumur di bawah satu tahun per 1.000 kelahiran hidup. Angka

Kematian Ibu Menunjukkan tingkat kematian ibu melahirkan pada setiap 100.000 kelahiran hidup.

Kesehatan

Angka Harapan

Hidup Menunjukkan perkiraan rata-rata lama hidup yang dapat dicapai penduduk.

Rasio Gini Menunjukkan gambaran

distribusi pendapatan untuk seluruh kelompok pendapatan. Bila rasio gini < 0,4 berarti tingkat ketimpangan rendah ; antara 0,4–0,5, ketimpangan sedang (moderat) ; >0,5 berarti ketimpangan tinggi.

Kesenjangan

Tingkat

Kemiskinan Persentase orang yang berada di bawah garis kemiskinan. Keadaan Maret 2006, garis kemiskinan perkotaan adalah Rp 175.324/ kapita/bulan.

(11)

1. INDIKATOR EKONOMI

Ekonomi adalah aktivitas produksi, distribusi dan konsumsi. Oleh karenanya, ekonomi sangat terkait dengan kemampuan setiap orang atau siapapun memenuhi kebutuhan hidup dan kesejahteraannya, baik kemampuan untuk berproduksi atau mengkonsumsi berbagai barang dan jasa yang dibutuhkan. Mengingat keterkaitan yang begitu tinggi antara kemajuan, dan kemakmuran, bahkan kesejahteraan dengan aspek ekonomi, maka aspek ekonomi secara umum dijadikan salah satu ukuran penting untuk menilai tingkat kemajuan, kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.

Pemanfaatan aspek ekonomi sebagai bagian dari ukuran kinerja dalam pembangunan kota juga menjadi semakin penting sebab secara praktis, konsep ekonomi menyediakan berbagai alat ukur kuantitatif yang relevan, untuk mengevaluasi proses pembangunan kota secara ekonomi. Berdasarkan hal tersebut, Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah ini, khususnya di bidang ekonomi selama tahun 2006 dan periode 2004 – 2006 secara makro akan mengungkapkan hasil-hasil pembangunan kota yang telah dicapai melalui penyajian beberapa variabel ekonomi seperti : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), PDRB Perkapita, pertumbuhan ekonomi, inflasi, investasi, ekspor dan import serta lain-lain.

1.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) PDRB (Atas Dasar Harga Berlaku)

Selama periode 2004 – 2006, perekonomian Kota Medan ditandai oleh peningkatan PDRB atas dasar harga berlaku dari 33,12 trilyun rupiah pada tahun 2004 menjadi 42,79 trilyun rupiah pada tahun 2005 dan 48,92 triliyun rupiah pada tahun 2006, atau mengalami peningkatan rata-rata 23,87 persen/tahun.

(12)

TABEL 1. 2

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA MEDAN ATAS DASAR HARGA BERLAKU TAHUN 2004 – 2006

(Milyar Rupiah)

Sektor / Lapangan Usaha 2004*) 2005*) 2006**)

[1] [2] [3] [4]

1. PERTANIAN 1.012,23 1.306,92 1.447,70

2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 2,20 2,60 3,28

3. INDUSTRI PENGOLAHAN 5.602,44 7.094,92 7.960,60 4. LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 899,98 917,53 1.093,03

5. KONSTRUKSI 2.908,82 3.502,80 4.795,79

6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 8.945,38 11.271,82 12.679,93 7. TRANSPORTASI & TELEKOMUNIKASI 5.689,84 7.979,78 9.024,10 8. KEUANGAN & JASA PERUSAHAAN 4.654,51 6.063,88 6.673,03

9. JASA-JASA 3.399,95 4.652,21 5.245,46

PDRB 33.115,35 42.792,45 48.922,90

Sumber BPS Kota Medan

Keterangan : *) Angka Perbaikan **) Angka Sementara

Melalui data tabel di atas, diketahui bahwa penataan kembali perekonomian kota agar menjadi lebih baik dapat dikatakan cukup berhasil. Hal tersebut ditandai oleh pertumbuhan positif di berbagai sektor/subsektor lapangan usaha ekonomi yang berjalan.

Lapangan usaha yang memberikan konstribusi cukup besar terhadap pembentukan PDRB Kota Medan selama periode 2004–2006 adalah sektor perdagangan/hotel/restoran, disusul transportasi/ telekomunikasi, sektor industri pengolahan, dan sektor keuangan/jasa perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa perekonomian Kota Medan digerakkan sektor-sektor tersier dan sekunder secara dominan.

(13)

PDRB (Atas Dasar Harga Konstan)

Sejalan dengan perkembangan PDRB atas dasar harga berlaku, maka PDRB atas dasar harga konstan 2000, selama periode 2004-2006 juga menunjukkan peningkatan cukup berarti, yang menggambarkan tumbuhnya sektor dan sub sektor produksi serta perdagangan barang dan jasa secara riil.

TABEL 1.3

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA MEDAN ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000 TAHUN 2004 – 2006

(Milyar Rupiah)

Sektor / Lapangan Usaha 2004*) 2005*) 2006**)

[1] [2] [3] [4]

1. PERTANIAN 661,96 670,58 696,01

2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 0,77 0,78 0,73

3. INDUSTRI PENGOLAHAN 3.725,21 3.842,15 4.095,39 4. LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 404,19 413,36 435,64

5. KONSTRUKSI 2.522,96 2.712,63 3.011,37

6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 6.202,57 6.850,44 7.274,04 7. TRANSPORTASI & TELEKOMUNIKASI 4.308,89 4.637,20 5.255,18 8. KEUANGAN & JASA PERUSAHAAN 3.343,87 3.507,54 3.683,04

9. JASA-JASA 2.452,72 2.637,75 2.784,74

PDRB 23.623,14 25.272,42 27.236,13

Sumber BPS Kota Medan

Keterangan : *) Angka Perbaikan **) Angka Sementara

Peningkatan PDRB atas dasar harga konstan ini rata-rata sebesar 7,65 persen/tahun atau dari Rp 23,62 trilyun tahun 2004, menjadi Rp 27,24 trilyun tahun 2006. Berdasarkan data tabel tersebut di atas, juga diketahui bahwa peningkatan PDRB secara riil terjadi hampir di seluruh lapangan usaha sektoral, terutama sektor perdagangan/hotel/restoran dan transportasi/telekomunikasi menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Sektor

(14)

perdagangan/hotel/restoran meningkat dari 6,20 triliyun pada tahun 2004 menjadi 7,27 triliyun pada tahun 2006. Sedangkan sektor transportasi/telekomunikasi, meningkat dari 4,31 triliyun pada tahun 2004 menjadi 5,26 triliyun pada tahun 2006.

Gambar 1.1

PDRB Kota Medan ADH Berlaku dan Konstan Tahun 2000 Periode 2004-2006 0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 M ilyar r upia h ADH Berlaku 33115,35 42792,45 48922,90 ADH Konstan 00 23623,14 25272,42 27236,13 2004 2005 2006 1.2. Struktur Ekonomi

Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang (mengikuti pertumbuhan PDRB), akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi tradisional ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor non primer, khususnya industri pengolahan dengan increasing return to scale (relasi positif antara pertumbuhan output dan pertumbuhan produktivitas) yang dinamis sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi. Ada kecenderungan, bahwa semakin tinggi laju pertumbuhan ekonomi membuat semakin cepat proses peningkatan pendapatan masyarakat per kapita, dan semakin cepat pula perubahan struktur ekonomi, dengan asumsi bahwa faktor-faktor

(15)

penentu lain mendukung proses tersebut, seperti tenaga kerja, bahan baku, dan teknologi, relatif tetap.

Perubahan struktur ekonomi umum disebut transformasi struktural dan didefinisikan sebagai rangkaian perubahan yang saling terkait satu dengan lainnya dalam komposisi permintaan agregat (produksi dan penggunaan faktor-faktor produksi, seperti tenaga kerja dan modal) yang diperlukan guna mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Berdasarkan perbandingan peranan dan kontribusi antar lapangan usaha terhadap PDRB pada kondisi harga berlaku tahun 2004–2006 menunjukkan, sektor tertier mendominasi perekonomian Kota Medan sebesar 68,73 persen, disusul sektor sekunder sebesar 28,31 persen pada tahun 2006. Masing-masing lapangan usaha memberikan kontribusi relatif stabil, yakni 25,92 persen kontribusi lapangan usaha perdagangan/hotel/restoran, lapangan usaha transportasi/ telekomunikasi sebesar 18,45 persen dan lapangan usaha industri pengolahan sebesar 16,27 persen pada tahun 2006. Kontribusi tersebut tidak mengalami perubahan berarti bila dibandingkan dengan kondisi tahun 2004.

(16)

TABEL 1.4

STRUKTUR PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA TAHUN 2004 - 2006

(Persentase)

Sektor / Lapangan Usaha 2004*) 2005*) 2006**)

[1] [2] [3] [4]

1. PRIMER 3.06 3.06 2.97

PERTANIAN 3.06 3.05 2.96

PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 0.01 0.01 0.01

2. SEKUNDER 28.42 26.91 28.31

INDUSTRI PENGOLAHAN 16.92 16.58 16.27

LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 2.72 2.14 2.23

KONSTRUKSI 8.78 8.19 9.80

3. TERTIER 68.52 70.03 68.73

PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 27.01 26.34 25.92 TRANSPORTASI & TELEKOMUNIKASI 17.18 18.65 18.45 KEUANGAN & JASA PERUSAHAAN 14.06 14.17 13.64

JASA-JASA 10.27 10.87 10.72

JUMLAH 100.00 100.00 100.00

Sumber BPS Kota Medan

Keterangan : *) Angka Perbaikan **) Angka Sementara

Bila diamati lebih lanjut, terjadi perubahan share yang menurun pada sektor pertanian, industri pengolahan, perdagangan/hotel/restoran, hal ini disebabkan adanya kecenderungan alih fungsi lahan-lahan untuk kawasan pertanian dan industri di Kota Medan. Sedangkan pada sektor yang perubahan

share-nya meningkat adalah transportasi/telekomunikasi dan

konstruksi, hal ini disebabkan pesatnya penggunaan alat telekomunikasi dan dinamisnya pembangunan Kota Medan. Sedangkan sektor lainnya cenderung fluktuatif perubahan share-nya.

(17)

Gambar 1.2

Struktur PDRB Menurut Penggolongan Sektor Tahun 2004-2006 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Persen PRIMER 3,06 3,06 2,97 SEKUNDER 28,42 26,91 28,31 TERTIER 68,52 70,03 68,73 2004 2005 2006 1.3. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan prosesnya yang berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi. Karena penduduk bertambah terus dan berarti kebutuhan ekonomi juga terus bertambah terus, maka dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahun. Hal ini hanya bisa diperoleh lewat peningkatan output agregat (barang dan jasa) atau sering disebut PDRB atas dasar harga konstan setiap tahun. Jadi dalam pengertian ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi adalah penambahan PDRB atas dasar harga konstan.

Sejalan dengan peningkatan PDRB ADH Konstan tahun 2000 Kota Medan selama periode 2004–2006, pertumbuhan ekonomi Kota Medan selama periode yang sama, meningkat rata-rata di atas 5 persen per tahun yaitu 6,98 persen dari tahun 2004-2005 dan 7,77 persen dari tahun 2005-2006. Pertumbuhan ekonomi yang

(18)

dicapai, selain relatif tinggi juga menunjukkan pertumbuhan yang cukup stabil.

Pertumbuhan ekonomi selama periode 2004–2006 juga menunjukkan trend positif, dimana pertumbuhan tahun 2006 relatif tinggi (7,77 persen). Hal ini menunjukkan perkembangan perekonomian yang terjadi, lebih disebabkan faktor-faktor fundamental ekonomi yang terus membaik, walaupun pada bulan Oktober 2005 Pemerintah telah menaikkan harga bahan bakar minyak.

TABEL 1.5

LAJU PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2004 – 2006 (PERSENTASE)

Sektor / Lapangan Usaha 2004-2005*) 2005-2006**)

[1] [2] [3]

1. PERTANIAN 1,30 3,79

2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 0,88 -5,89

3. INDUSTRI PENGOLAHAN 3,14 6,59

4. LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 2,27 5,39

5. KONSTRUKSI 7,52 11,01

6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 10,45 6,18

7. TRANSPORTASI & TELEKOMUNIKASI 7,62 13,33

8. KEUANGAN & JASA PERUSAHAAN 4,89 5,00

9. JASA-JASA 7,54 5,57

PDRB 6,98 7,77

Sumber BPS Kota Medan

Keterangan : *) Angka Perbaikan **) Angka Sementara

Melalui data tabel tersebut di atas, diketahui perekonomian Kota Medan selama periode 2004–2006 menunjukkan kinerja yang relatif cukup baik, dalam arti berhasil mendorong pertumbuhan positif hampir untuk semua lapangan usaha ekonomi utama.

(19)

Lapangan usaha yang memberikan kontribusi pertumbuhan terbesar dalam perekonomian Kota Medan selama periode 2004–2005 adalah lapangan usaha perdagangan/hotel/restoran yaitu sebesar 10,45 persen, kemudian disusul sektor transportasi/telekomunikasi yang tumbuh sebesar 7,62 persen, sektor konstruksi dan jasa-jasa masing-masing tumbuh sebesar 7,52 dan 7,54 persen. Sedangkan selama periode 2005-2006, kontribusi pertumbuhan sektor mengalami pergeseran. Kontribusi pertumbuhan terbesar menjadi sektor transportasi/telekomunikasi sebesar 13,33 persen, disusul sektor konstruksi sebesar 11,01 persen dan sektor industri pengolahan sebesar 6,59 persen. Sehingga gambaran penggerak pertumbuhan ekonomi tahun 2005-2006 lebih disebabkan pertumbuhan sektor transportasi/telekomunikasi dan konstruksi.

1.4. PDRB Perkapita

PDRB per kapita merupakan indikator makro ekonomi penting lainnya yang menggambarkan tingkat kemakmuran penduduk Kota Medan, sebagai dampak proses pembangunan kota yang dilaksanakan. Walaupun PDRB per kapita tidak dapat dijadikan dasar untuk melihat kesejahteraan suatu daerah, tetapi minimal dapat dijadikan indikator sederhana apakah perubahan perekonomian dapat mengimbangi perubahan penduduk.

(20)

TABEL 1.6

PDRB PERKAPITA KOTA MEDAN ADH BERLAKU DAN ADH KONSTAN 2000 TAHUN 2004-2006

PDRB Perkapita

(Jutaan Rupiah) Perubahan (%) Tahun

ADH

Berlaku Konstan ADH Berlaku ADH Konstan ADH

[1] [2] [3] [4] [5]

2004*) 16,47 11,75 - -

2005*) 20,91 12,35 26,96 5,11

2006**) 23,67 13,17 13,20 6,64

Sumber BPS Kota Medan

Keterangan : *) Angka Perbaikan **) Angka Sementara

Bila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan PDRB per kapita atas dasar harga konstan lebih kecil dibandingkan pertumbuhan ekonomi. Berarti proporsi pertambahan jumlah penduduk Kota Medan lebih tinggi dibanding proporsi pertambahan PDRB atas dasar harga konstan.

PDRB per kapita Kota Medan selama tahun 2004–2006 atas dasar harga berlaku mengalami peningkatan rata-rata sebesar 21,86 persen/tahun yakni dari 16,47 juta rupiah pada tahun 2004 menjadi 23,67 juta rupiah pada tahun 2006. Nilai riil pertumbuhan PDRB per kapita adalah atas dasar harga konstan, yang tumbuh rata-rata sebesar 6,04 persen/tahun yakni dari 11,75 juta rupiah tahun 2004 menjadi 13,17 juta rupiah tahun 2006. Melihat trend pertumbuhan ekonomi yang terjadi sejak tiga tahun terakhir, perekonomian Kota Medan dapat dikatakan dinamis, dan mengalami percepatan pertumbuhan yang menggembirakan.

(21)

Gambar 1.3

PDRB Perkapita Kota Medan ADH Berlaku dan ADH Konstan Tahun 2004-2006 0 5 10 15 20 25 Ju ta r up ia h PDRB Per Kapita ADHB 16,47 20,91 23,67 PDRB Per Kapita ADHK 11,75 12,35 13,17 2004 2005 2006 1.5. Inflasi

Perkembangan inflasi di Kota Medan selama periode tahun 2004–2006 dipengaruhi berbagai faktor, baik yang bersifat ekonomi maupun non ekonomi, mekanisme pasar dan kebijakan Pemerintah Pusat.

Selama periode tahun 2004–2006, inflasi tertinggi terjadi tahun 2005 mencapai 22,91 persen. Hal ini disebabkan pada bulan Oktober 2005, Pemerintah menaikkan harga BBM sehingga melonjaknya inflasi lebih disebabkan faktor kebijakan yang mengakibatkan jenis inflasi disebabkan faktor dorongan biaya produksi barang dan jasa meningkat (cost push inflation), sedang inflasi tahun 2006 sebesar 5,97 persen, dimana lebih rendah dibanding tahun 2004 yang besarnya 6,64 persen.

(22)

TABEL 1.7

LAJU INFLASI KOTA MEDAN MENURUT KELOMPOK KOMODITI TAHUN 2004 – 2006 (PERSEN) T A H U N Kelompok Komoditi 2004*) 2005*) 2006**) [1] [2] [3] [4] - Bahan Makanan 7,87 23,80 4,58

- Makanan Jadi, Minuman/ Rokok dan

Tembakau 1,89 11,74 5,09

- Perumahan,Air,Listrik,Gas dan Bahan

Bakar 9,71 17,11 10,50

- Sandang 7,20 8,72 8,80

- Kesehatan 6,19 4,88 8,22

- Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 4,05 3,52 8,02

- Transport dan Komunikasi 5,41 62,21 1,21

Umum 6,64 22,91 5,97

Sumber BPS Kota Medan

Keterangan : *) Angka Perbaikan **) Angka Sementara

Dilihat dari komoditinya, sumbangan inflasi pada tahun 2006 didorong oleh kelompok komoditi perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar. Inflasi pada komoditi kelompok ini sebesar 10,50 persen. Hal ini perlu menjadi perhatian, khususnya komoditi perumahan, dimana sewa rumah sangat tinggi di Kota Medan, sehingga pendapatan masyarakat begitu besar proporsinya terserap kepada sewa rumah. Memperbanyak pembangunan rumuh susun dan sehat sederhana lainnya, yang sewanya murah kiranya dapat menjadi solusi agar supply rumah dapat mengimbangi pertambahan penduduk di Kota Medan. Begitu pula inflasi untuk komoditi sandang, kesehatan dan pendidikan, rata-rata mencapai 8 sampai 9 persen pada tahun 2006.

(23)

Gambar 1.4

Laju Inflasi Kota Medan Tahun 2004-2006

0 5 10 15 20 25 pe rs en

Inflasi Kota Medan 6,64 22,91 5,97 2004 2005 2006

Dilihat menurut kelompok komoditi, inflasi tertinggi selama tahun 2004 terjadi pada kelompok komoditi perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar yakni sebesar 9,71 persen, disusul kelompok bahan makanan sebesar 7,87 persen dan sandang sebesar 7,20 persen. Sedangkan selama tahun 2006, inflasi tertinggi terjadi pada kelompok komoditi perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar yakni sebesar 10,50 persen, disusul kelompok sandang, kesehatan dan pendidikan, rekreasi/olahraga masing-masing 8,80, 8,22, 8,02 persen.

Perkembangan inflasi lainnya selama tahun 2004 yang patut dikemukakan adalah inflasi terkecil, yakni pada kelompok komoditi makanan/minuman jadi dan rokok/tembakau yakni hanya 1,89 persen. Sedangkan tahun 2006, inflasi terkecil pada kelompok komoditi transport dan komunikasi yakni sebesar 1,21 persen. Hal ini karena sudah adanya penyesuaian pada pasar terhadap kenaikan BBM pada Oktober 2005.

(24)

Tingkat inflasi pada tahun 2005, sebesar 22,91%, lebih disebabkan kebijakan Pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), sehingga secara berantai menyebabkan meningkatnya harga-harga komoditi lainnya seperti bahan makanan jadi, (23,80 persen), makanan jadi (11,74 persen), perumahan (17,11 persen), sandang (8,72 persen), kesehatan (4,88 persen), pendidikan (3,52 persen) dan transportasi (62,21 persen).

Untuk mencapai tingkat inflasi yang terkendali, juga tidak terlepas dari upaya-upaya yang dilakukan Pemerintah Kota, dunia usaha, dan masyarakat, untuk menjamin keseimbang sisi permintaan dan penawaran, sehingga permintaan total tidak jauh melebihi penawaran totalnya. Dalam rangka memonitor dan pengendalian angka inflasi tersebut, Pemerintah Kota melalui BPS secara berkala (bulanan) membuat laporan perubahan indeks harga konsumen, melalui pengamatan terhadap harga-harga umum, sehingga jika terjadi gejolak harga dapat diantisipasi secara dini. Untuk itu juga, dilakukan koordinasi intensif dengan Instansi terkait sehingga program-program yang sifatnya antisipatif dapat dilakukan oleh masing-masing pihak.

1.6. Ekspor Dan Impor

Perekonomian Kota Medan selama tahun 2006 juga digerakkan kegiatan ekspor dan impor, bahkan dapat dikatakan memiliki peran penting untuk memperluas pasar produk yang dihasilkan, sekaligus mendukung perekonomian Kota Medan yang semakin terbuka. Namun, oleh karena kegiatan ekspor dan impor secara administrasi merupakan barang yang keluar dan atau masuk melewati wilayah kepabeanan, maka pengertian ekspor dan impor untuk Kota Medan juga merupakan barang yang keluar atau masuk

(25)

melewati wilayah kepabeanan, baik melalui Pelabuhan Laut Belawan maupun Bandara Polonia Medan. Sehingga belum tentu ekspor – impor yang terjadi pada kedua pelabuhan tersebut seluruhya adalah hasil kegiatan ekonomi masyarakat Kota Medan. Ekspor Kota Medan dicatat berdasarkan nilai Free On Board (FOB) yaitu nilai barang ekspor hingga berada di atas kapal di pelabuhan, dan siap diekspor. Berdasarkan data yang tercatat, nilai ekspor Kota Medan yang melalui pelabuhan muat Belawan dan bandara Polonia selama tiga tahun terakhir sejak 2004–2006 menunjukkan kondisi yang meningkat, dengan nilai eksport 2,64 milyar US dolar pada tahun 2004 kemudian meningkat menjadi

3,86 milyar US dolar pada tahun 2005, selanjutnya tahun 2006 menjadi 4,52 milyar US dolar atau tumbuh rata-rata pertahun sebesar 31,81 persen.

TABEL 1.8

NILAI EKSPOR DAN IMPOR MELALUI WILAYAH KOTA MEDAN TAHUN 2004-2006

T a h u n (Nilai FOB, Ekspor Milyar US $) Impor (Nilai CIF, Milyar US $) Surplus Perdagangan (Milyar US $) [1] [2] [3] [4] 2004*) 2,64 0,73 1,91 2005*) 3,86 1,00 2,86 2006**) 4,52 1,17 3,35

Sumber BPS Kota Medan

Keterangan : *) Angka Perbaikan **) Angka Sementara

Kinerja ekspor ini diharapkan tidak hanya merupakan indikasi semakin bergairahnya perekonomian kota, juga akan dapat mendorong peningkatan produksi produk-produk yang berorientasi ekspor.

(26)

Sesuai dengan kecenderungan ekonomi terbuka pada saat ini dan masa yang akan datang, sekaligus untuk mendapatkan keunggulan kompetitif, maka dapat dipastikan setiap daerah cenderung hanya akan menghasilkan produk-produk yang memiliki keunggulan kompetitif baik dilihat dari sisi kualitas maupun harga. Oleh sebab itu, kebutuhan akan produk-produk yang tidak dihasilkan sendiri biasanya akan didatangkan dari luar atau impor. Nilai impor yang dicatat di Kota Medan didasarkan kepada nilai Cost Insurance & Freight (CIF) yang merupakan nilai barang ketika berada di atas kapal di pelabuhan bongkar. Impor melalui Kota Medan selama tahun 2004–2006 juga cenderung meningkat dengan nilai import 0,73 milyar US dolar pada tahun 2004, lalu meningkat menjadi 1,00 milyar US dolar pada tahun 2005 dan meningkat lagi menjadi 1,17 milyar US Dolar pada tahun 2006 atau tumbuh rata-rata 27,62 persen pertahun.

Melalui data tabel di atas diketahui bahwa selama tahun 2004-2006 terjadi surplus perdagangan sebesar 1,91 milyar US Dolar pada tahun 2004, kemudian 2,86 milyar US Dolar pada tahun 2005 dan 3,35 milyar US Dolar pada tahun 2006 atau rata-rata tumbuh 33,40 persen pertahun.

1.7. Investasi

Investasi merupakan salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Pada perekonomian tertutup, sumber dana investasi semata-mata berasal dari tabungan domestik. Sedangkan pada perekonomian terbuka sumber dana dapat diperoleh melalui dana dari luar wilayah.

(27)

Pertumbuhan produksi pada dasarnya dipengaruhi oleh perkembangan faktor-faktor produksinya. Salah satu faktor produksi tersebut adalah modal (investasi). Banyak studi menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah erat kaitannya dengan tingkat produktivitas penggunaan modal (investasi).

Sejak tahun 2001 penanaman modal (investasi) di Kota Medan secara berangsur-angsur mulai menunjukkan pertumbuhan yang cukup berarti. Hal ini tidak saja didukung oleh faktor-faktor ekonomi yang dimiliki, tetapi didukung juga oleh faktor – faktor non ekonomi, sehingga menciptakan iklim dan lingkungan penanaman modal yang semakin kondusif dari waktu ke waktu.

Langkah - langkah strategis yang ditempuh adalah dengan mengembangkan kemitraan stratejik diantara sesama pelaku usaha dengan Pemerintah Kota yang kenyataannya mampu menumbuhkan minat berinvestasi para pemilik modal untuk menanamkan modalnya di Kota Medan, di berbagai bidang lapangan usaha potensial. Hal ini juga tidak terlepas dari persepsi yang sama dari seluruh stakeholders tentang perlunya menarik investasi lebih besar, untuk menggerakkan roda perekonomian dalam volume yang lebih besar, sehingga mampu menciptakan lapangan kerja lebih banyak, sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat.

Perkembangan positif penanaman modal selama tahun 2006 dapat dilihat dari perkiraan nilai investasi di berbagai sektor lapangan usaha, baik yang berasal dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA), di samping sektor Pemerintah dan rumah tangga.

(28)

TABEL 1.9

PERKIRAAN JUMLAH INVESTASI DI KOTA MEDAN TAHUN 2004 - 2006

(Milyar Rupiah)

Sektor /Lapangan Usaha 2004*) 2005*) 2006**) Rata-rata pertahun

[1] [2] [3] [4] [5]

1. PERTANIAN 66,64 85,41 88,20 80,08

2. PENGGALIAN 0,14 1,61 1,02 0,92

3. INDUSTRI PENGOLAHAN 915,94 873,81 1.038,15 942,63

4. LISTRIK, GAS DAN AIR 876,89 868,96 1.012,68 919,51

5. BANGUNAN 301,19 497,00 462,99 420,39 6. PERDAGANGAN 1.217,48 1.353,12 1.491,09 1.353,90 7. PENGANGKUTAN 572,57 973,44 896,76 814,26 8. KEUANGAN 281,63 336,43 358,51 325,52 9. JASA-JASA 241,83 246,87 283,47 257,39 JUMLAH 4.474,31 5.236,66 5.632,86 5.114,61

Sumber BPS Kota Medan

Keterangan : *) Angka Perbaikan **) Angka Sementara

Melalui data pada tabel di atas, diketahui bahwa total nilai investasi di Kota Medan pada tahun 2004 diperkirakan sebesar 4,47 triliun rupiah dan meningkat menjadi 5,24 triliun rupiah pada tahun 2005, selanjutnya meningkat lagi menjadi 5,63 triliun rupiah pada tahun 2006. Dengan demikian, rata-rata akumulasi nilai investasi selama tiga tahun terakhir diperkirakan mencapai 5,11 trilyun rupiah.

Lapangan usaha utama yang menjadi tujuan utama berinvestasi di Kota Medan pada tahun 2006 adalah sektor perdagangan sebesar 1,35 triliyun rupiah pertahunnya, kemudian disusul sektor industri pengolahan sebesar 942,63 milyar rupiah pertahun, sektor listrik, gas dan air sebesar 919,51 milyar rupiah pertahun dan sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 814,26 milyar rupiah pertahun.

(29)

Berbagai faktor penting yang cukup berpengaruh terhadap minat berinvestasi di Kota Medan adalah kondisi keamanan dan ketertiban umum serta stabilitas politik, harga berbagai faktor produksi, suku bunga, tenaga kerja, dan lain-lain.

TABEL 1.10

STATISTIK EKONOMI TAHUN 2004 - 2006 T A H U N

No. INDIKATOR Sat uan

2004*) 2005*) 2006 **)

[1] [2] [3] [4] [5 ] [6]

1 PDRB (ADH berla ku) Mil y ar Rp 33.115,35 42.792,45 48.922,90 2 PDRB (ADH konstan) Mil y ar Rp 23.623,14 25.272,42 27.236,13 3 PDRB Perkapita ADHB Jutaan Rp 16,47 20,91 23,67 4 PDRB Perkapita ADHK Jutaan Rp 11,75 12,35 13,17 5 Pert umbuhan E konomi Persen 7,29 6,98 7,77

6 Infl asi Persen 6,64 22,91 5,97

7 E ksport (F OB) Mil y ar US$ 2,64 3,86 4,52

8 Impor (CIF) Mil y ar US$ 0,73 1,00 1,17

9 Su rpl us Perda ga nga n Mil y ar US$ 1,91 2,86 3,35 10 Investasi Mil y ar Rp 4.474,31 5.236,66 5.632,86

Sumber BPS Kota Medan

Keterangan : *) Angka Perbaikan **) Angka Sementara

2. INDIKATOR SOSIAL

Proses pembangunan ekonomi biasanya tidak hanya ditandai dengan terjadinya perubahan atau pergeseran pada struktur permintaan dan penawaran barang dan jasa yang diproduksi, namun juga ditandai dengan terjadinya perubahan struktur penduduk dan ketenagakerjaan, perubahan ini adalah proses perubahan demografi. Proses demografi ini terutama terjadi sebagai akibat dari perubahan pada struktur permintaan, struktur produksi dan perbaikan fasilitas kesehatan, gizi serta pendidikan yang timbul seiring pertumbuhan pendapatan per kapita.

(30)

Pembangunan kota adalah pembangunan seluruh aspek penghidupan dan kehidupan masyarakat Kota Medan. Oleh karena itu, kemajuan pembangunan kota selama tahun 2004 - 2006 juga meliputi kemajuan pembangunan kesejahteraan sosial seperti; aspek kependudukan, kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, dan distribusi pendapatan, yang salah satu indikatornya ditunjukkan oleh Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Kependudukan

Dalam kependudukan dikenal istilah transisi penduduk. Istilah ini mengacu pada suatu proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi ke keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian rendah. Penurunan pada tingkat kelahiran ini disebabkan oleh banyak faktor, antara lain perubahan pola berfikir masyarakat akibat pendidikan yang diperolehnya, dan juga disebabkan oleh perubahan pada aspek sosial ekonomi. Penurunan tingkat kematian disebabkan oleh membaiknya gizi masyarakat akibat dari pertumbuhan pendapatan masyarakat. Pada tahap ini pertumbuhan penduduk mulai menurun. Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung untuk tidak banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi.

Komponen kependudukan lainnya umumnya menggambarkan berbagai dinamika sosial yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural. Menurunnya tingkat kelahiran (fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas), meningkatnya arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi, termasuk arus ulang alik

(commuters), akan mempengaruhi kebijakan kependudukan yang

(31)

TABEL 1.11

JUMLAH, LAJU PERTUMBUHAN DAN KEPADATAN PENDUDUK DI KOTA MEDAN TAHUN 2004 - 2006

T a h u n Penduduk Jumlah Pertumbuhan Laju Penduduk Luas Wilayah (KM²) Kepadatan Penduduk (Jiwa/KM²) [1] [2] [3] [4] [5] 2004 2.006.142 0,63 265,10 7.567 2005 2.036.185 1,50 265,10 7.681 2006 2.067.288 1,53 265,10 7.798

Sumber BPS Kota Medan

Melalui data tabel di atas diketahui, laju pertumbuhan penduduk Kota Medan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004, laju pertumbuhan penduduk Kota Medan hanya sebesar 0,63 persen pertahun, sedangkan pada tahun 2005 meningkat menjadi 1,50 persen pertahun dan pada tahun 2006 menjadi 1,53 persen pertahun. Jumlah penduduk Kota Medan mengalami peningkatan yaitu dari 2,006 juta jiwa pada tahun 2004 menjadi 2,067 juta jiwa pada tahun 2006. Demikian juga kepadatan penduduk Kota Medan, meningkat dari 7.567 jiwa/Km2 pada tahun 2004 menjadi 7.798 jiwa/Km2 tahun 2006.

Tingkat kepadatan penduduk yang relatif tinggi tersebut merupakan salah satu masalah yang harus diantisipasi. Mengingat luas wilayah administrasi Kota Medan tidak bertambah, sehingga berpeluang menjadi tidak seimbang dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan yang ada.

Faktor alami yang mempengaruhi peningkatan laju pertumbuhan penduduk adalah tingkat kelahiran dan kematian, sedang faktor lainnya adalah disebabkan meningkatnya arus urbanisasi dan commuters serta kaum pencari kerja ke Kota Medan.

(32)

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, faktor utama yang menyebabkan komutasi ke Kota Medan adalah adanya pandangan bahwa : (1) bekerja di kota lebih bergengsi (2) di kota lebih gampang mencari pekerjaan, (3) tidak ada lagi yang dapat diolah (dikerjakan) di daerah asalnya, dan (4) upaya mencari nafkah yang lebih baik.

Walaupun selama periode 2004 – 2006, pertumbuhan penduduk Kota Medan cenderung meningkat, tetapi pertambahannya relatif sedikit yaitu rata-rata 1,22% per tahun. Agar pertambahan penduduk dapat ditekan menjadi relatif lebih kecil lagi, upaya-upaya dan kebijakan pengendalian kelahiran, melalui program Keluarga Berencana (KB) harus lebih ditingkatkan agar menjadikan angka kelahiran menurun.

Ciri lain kependudukan Kota Medan adalah besarnya arus

commuters di Kota Medan. Jumlah penduduk Kota Medan pada

siang hari diperkirakan mencapai 2,5 juta jiwa, sedang pada malam hari diperkirakan 2.067.288 jiwa. Hal ini berpengaruh terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan pelayanan umum yang harus disediakan secara keseluruhan.

Bila arus commuters cenderung mendorong terjadinya peningkatan jumlah penduduk di siang hari, maka peningkatan derajat pendidikan masyarakat secara umum menyebabkan angka pertumbuhan penduduk selama periode 2004 - 2006 berada pada persentase yang relatif kecil. Peningkatan derajat pendidikan masyarakat secara langsung meningkatkan rata-rata pendidikan “calon orang tua” yang akan memasuki kehidupan rumah tangga. Melalui tingkat pendidikan yang semakin memadai, apresiasi, dan

(33)

pandangan masyarakat terkait dengan upaya peningkatan kesejahteraan keluarga juga semakin meningkat. Pandangan bahwa jumlah anggota keluarga yang tidak terlalu besar akan memudahkan usaha untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga, karena beban ekonomi yang harus dipikul menjadi lebih ringan, telah mendorong Pasangan Usia Subur (PUS) cenderung mengikuti konsep untuk menjadi Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS). Sebagian PUS baru, bahkan memilih untuk menunda kelahiran dengan berbagai alasan ekonomi (bekerja) ataupun alasan sosial dan physikologis lainnya.

Komposisi Penduduk

Kebijakan pembangunan kota juga dipengaruhi komposisi penduduk Kota Medan, baik sebagai obyek maupun subjek pembangunan. Keterkaitan komposisi penduduk dengan upaya-upaya pembangunan kota yang dilaksanakan, didasarkan kepada kebutuhan pelayanan yang harus disediakan kepada masing-masing kelompok penduduk, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan bahkan pelayanan kesejahteraan sosial lainnya.

(34)

TABEL 1.12

JUMLAH PENDUDUK MENURUT KELOMPOK UMUR DI KOTA MEDAN TAHUN 2006

Laki-laki Perempuan Gol umur

Jiwa Persen Jiwa Persen Jumlah

(1) (2) (3) (4) (5) (6) 0-4 103.340 10,06 97.231 9,35 200.572 5-9 102.827 10,01 96.394 9,27 199.221 10-14 105.245 10,24 100.405 9,66 205.650 15-19 119.440 11,62 122.706 11,80 242.146 20-24 113.386 11,03 128.253 12,34 241.638 25-29 101.445 9,87 110.684 10,65 212.128 30-34 89.145 8,68 90.830 8,74 179.976 35-39 73.317 7,13 74.296 7,15 147.613 40-44 63.581 6,19 61.408 5,91 124.989 45-49 48.506 4,72 45.644 4,39 94.150 50-54 33.019 3,21 31.761 3,05 64.780 55-59 25.985 2,53 26.041 2,50 52.026 60-64 20.879 2,03 21.031 2,02 41.911 65+ 27.492 2,68 32.998 3,17 60.490 1.027.607 100,00 1.039.681 100,00 2.067.288 Sumber BPS Kota Medan

Proporsi anak-anak balita dalam kelompok penduduk Kota Medan lebih kurang 10 persen dari total jumlah penduduk. Besarnya proporsi dan jumlah penduduk anak-anak balita ini berimplikasi pada kebutuhan prasarana dan sarana pendidikan yang harus disediakan, baik kualitas maupun kuantitasnya. Begitu pula

porsi penduduk lanjut usia (65 tahun ke atas), lebih kurang 2-3 persen yang berimplikasi pada penanganan kesehatan mereka

(35)

Gambar 1.5

Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Di Kota Medan Tahun 2006

0 500000 1000000 1500000 Ji w a Laki-laki 311412 688702 27492 Perempuan 294030 712654 32998 Total 605442 1401356 60490 0-14 15-64 65+

Bila dilihat dari kelompok umur seperti grafik di atas, orang-orang yang tercakup pada kelompok umur 0-14 dan 65 tahun ke atas, secara ekonomis tidak aktif. Kelompok umur orang yang tidak aktif secara ekonomis ini akan ditanggung oleh orang yang berada pada kelompok umur aktif, hal ini sering disebut dengan angka beban tanggungan total (ABT). Dari grafik di atas ABT Kota Medan berkisar 47,52 atau 47 sampai 48 orang ditanggung oleh 100 orang produktif.

Di samping memenuhi kebutuhan pendidikan anak dan remaja, maka kebijakan yang ditempuh selama ini juga diarahkan untuk dapat meningkatkan kesehatan dan status gizi anak, pengendalian tingkat kenakalan anak dan remaja, dan lain-lain. Upaya ini diharapkan dapat terus mempersiapkan masa depan anak dan remaja, dengan kualitas sumber daya manusia yang semakin tinggi.

(36)

Ciri penting lainnya dari penduduk Kota Medan adalah kemajemukan agama, adat istiadat, seni budaya dan suku yang sangat heterogen. Oleh karenanya, salah satu ciri utama masyarakat Kota Medan adalah “terbuka”. Pluralisme kependudukan ini juga yang menjadikan sebahagian mereka yang berkunjung ke Kota Medan mendapat kesan ”Miniatur Indonesia di Kota Medan”.

Pendidikan

Penyelenggaraan pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pembangunan sumberdaya manusia akan menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi dan soaial, karena manusia adalah pelaku aktif yang mengakumulasikan modal, mengeksploitasi berbagai sumberdaya, serta menjalankan berbagai kegiatan ekonomi, sosial dan politik yang sangat penting bagi pembangunan sosial. Dengan demikian, penyelenggaraan pendidikan menjadi sangat penting artinya bagi pembangunan kota.

Meningkatnya pendapatan per kapita, menjadikan kemampuan masyarakat untuk membiayai pendidikan menjadi lebih tinggi, sehingga permintaan akan jenjang pendidikan menjadi lebih tinggi dan waktu untuk sekolah pun menjadi lebih lama. Beberapa upaya pemerintah yang telah dilakukan untuk memenuhi permintaan tersebut meliputi berbagai kegiatan yang berhubungan dengan pembangunan prasarana/sarana pendidikan, penataran guru-guru, pengadaan peralatan belajar serta penyempurnaan kurikulum, dan lain-lain yang dapat dilihat dalam pengeluaran pembangunan untuk sektor pendidikan.

Tingkat partisipasi pendidikan menunjukkan kesadaran masyarakat untuk memperoleh pendidikan. Tingkat partisipasi ini

(37)

sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti sarana dan fasilitas pendidikan, biaya pendidikan dan sebagainya. Hal ini dapat dilihat baik dari Angka Partisipasi Kasar (APK) maupun Angka Partisipasi Murni (APM) selama periode 2004 – 2006.

TABEL 1.13

ANGKA PARTISIPASI KASAR (APK) DI KOTA MEDAN TAHUN 2004 - 2006 T A H U N Jenis Pendidikan 2004*) (%) 2005*) (%) 2006**) (%) [1] [2] [3] [4] SD/MI 103,72 104,28 103,17 SMP/MTs 98,26 99,79 99,31 SMA/MA 89,20 89,04 90,96

Sumber BPS Kota Medan (Olahan SUSENAS) Keterangan : *) Angka Perbaikan

**) Angka Sementara

Semakin tinggi angka APK, berarti semakin banyak penduduk usia sekolah SD/MI/SMP/MTs/SMA/MA yang bersekolah, sehingga semakin baik. APK untuk SD/MI melewati 100% karena adanya penduduk dari luar Kota Medan yang bersekolah di Kota Medan dan hal ini tercatat sebagai siswa sekolah di Kota Medan.

Tabel 1.14

Angka Partisipasi Murni (APM) Kota Medan Tahun 2004 – 2006 T A H U N Jenis Pendidikan 2004*) (%) 2005*) (%) 2006**) (%) [1] [2] [3] [4] SD/MI 91,50 91,36 90,72 SMP/MTs 77,43 78,49 79,48 SMA/MA 69,90 71,90 73,86

Sumber BPS Kota Medan (Olahan SUSENAS) Keterangan : *) Angka Perbaikan

(38)

Berdasarkan data tabel di atas diketahui, Angka Partisipasi Kasar (APK), maupun Angka Partisipasi Murni (APM) baik SD, SMP, maupun SMA selama tahun 2004 – 2006 cenderung mengalami peningkatan. Untuk APK SD/MI, tahun 2004 telah mencapai 103,72 persen sedangkan pada tahun 2006 menunjukkan angka yang lebih kurang sama dengan kondisi tahun 2004. Sedangkan APK SMP/MTs meningkat dari 98,26 persen pada tahun 2004 menjadi 99,31 persen pada tahun 2006. selanjutnya, APK SMA/MA juga mengalami peningkatan dari 89,20 persen pada tahun 2004 menjadi 90,96 persen pada tahun 2006.

Tahun 2004, APM SD/MI mencapai 91,50 persen, sedikit menurun menjadi 90,72 persen pada tahun 2006. Sedangkan APM SMP/MTs, meningkat dari 77,43 persen pada tahun 2004, menjadi 79,48 persen pada tahun 2006. Selanjutnya, APM SMA/MA, mengalami peningkatan dari 69,90 persen pada tahun 2004, menjadi 73,86 persen pada tahun 2006.

Gambar 1.6

Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni (APM) Di Kota Medan Tahun 2006

0 20 40 60 80 100 120 Pe rs e n APK 103,31 99,31 90,96 APM 90,72 79,48 73,86 SD/MI SMP/MTs SMA/MA

(39)

Berdasarkan hal tersebut, salah satu keluaran dan hasil penting penyelenggaraan pendidikan selama periode 2004 – 2006 adalah berhasilnya Kota Medan mempertahankan Wajib Belajar 9 Tahun pada tingkat “Tuntas Paripurna”.

Kemajuan penyelenggaraan pendidikan masyarakat Kota Medan selama periode 2004 - 2006 juga ditunjukkan oleh Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut usia sekolah. Jumlah penduduk usia sekolah yang masih bersekolah mengalami kenaikan pada seluruh kelompok usia sampai tahun 2006, anak usia 07 - 12 tahun yang bersekolah mencapai hampir 100 persen (99,16%), dan sebanyak 95,01 persen anak usia 13 – 15 tahun masih bersekolah.

TABEL 1.15

ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH (APS) MENURUT USIA SEKOLAH DI KOTA MEDAN TAHUN 2004 – 2006

T A H U N Jenis Pendidikan 2004*) (%) 2005*) (%) 2006**) (%) [1] [2] [3] [4] 07 – 12 98,58 99,06 99,16 13 – 15 93,75 95,04 95,01 16 – 18 76,31 78,11 78,23 19 - 24 21,77 24,09 22,09

Sumber BPS Kota Medan (Olahan SUSENAS) Keterangan : *) Angka Perbaikan

**) Angka Sementara

Adanya anak usia sekolah yang putus sekolah, khususnya pada usia 16 -18 tahun diperkirakan lebih disebabkan alasan-alasan ekonomi. Upaya penting yang dilakukan Pemerintah Kota Medan untuk menjadikan penduduk usia 7 - 18 tahun untuk tetap bersekolah bagi yang putus sekolah dan mendorong anak usia sekolah untuk bersekolah adalah menempuh kebijakan pemberian

(40)

beasiswa terarah, baik di jenjang pendidikan SD sampai ke tingkat SMP dan SLTA. Melalui kebijakan ini diharapkan biaya pendidikan, khususnya bagi anak kurang mampu dapat diatasi sehingga mereka tidak perlu lagi memikul biaya pendidikan untuk dapat bersekolah sesuai dengan bakat dan potensi yang dimiliki. Di samping itu, penyelenggaraan pendidikan di Kota Medan juga semakin baik, khususnya untuk tetap mendorong anak usia bersekolah, agar tetap bersekolah, dengan dilaksanakannya PKPS – BBM bidang pendidikan, sejak semester ke dua tahun 2005 hingga sekarang.

Selain indikator yang telah disajikan di atas, ada lagi indikator pendidikan lainnya adalah rata-rata lama sekolah penduduk 10 tahun ke atas di Kota Medan. Bila dilihat dari rata-rata lama sekolah, terlihat peningkatan dari tahun 2004 - 2006 walaupun kecil. Pada tahun 2004 rata-rata lama sekolah penduduk 10 tahun ke atas mencapai 10,6 tahun meningkat menjadi 10,8 tahun pada tahun 2006.

Kesehatan

Selain pendidikan, penyelenggaraan pelayanan kesehatan merupakan faktor penting bagi pembangunan kota, karena erat kaitannya dengan mutu sumberdaya manusia sebagai salah satu modal pembangunan. Jaminan kesehatan yang semakin baik akan menghasilkan kualitas manusia yang lebih baik, yang pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas. Dengan demikian, selain pembangunan pendidikan, pemerintah pun sangat berkepentingan atas peningkatan kesehatan masyarakat secara umum.

Derajat kesehatan masyarakat Kota Medan juga merupakan indikator penting yang mengindikasikan kemajuan pembangunan

(41)

kota selama tahun 2004 – 2006. Hal ini disebabkan, derajat kesehatan pada dasarnya dapat digunakan untuk mengukur peningkatan kualitas SDM yang ada. Masyarakat dengan pendidikan yang memadai, ditunjang dengan kesehatan yang baik, dapat menjadi aset pembangunan kota yang berkualitas.

Salah satu indikator kesehatan masyarakat adalah angka kelahiran kasar. Angka ini menunjukkan banyaknya bayi lahir dalam keadaan hidup per 1000 penduduk. Tinggi – rendahnya angka ini disebabkan oleh banyak faktor, antara lain : kondisi kesehatan, perumahan, pendidikan, penghasilan, agama, maupun sikap terhadap besarnya anggota keluarga. Besarnya angka kelahiran kasar pada tahun 2004 adalah 2,37 dan menurun pada tahun 2006 menjadi 2,25.

Indikator lain yang digunakan adalah angka kesakitan

umum (Morbidity rate). Berdasarkan perhitungan selama tahun 2004 – 2006, angka kesakitan umum pada masyarakat Kota

Medan relatif tidak mengalami perubahan berarti dari 12,30 persen pada tahun 2004 menjadi 11.70 persen pada tahun 2006. Angka ini menunjukkan bahwa banyaknya penduduk Kota Medan yang mengalami keluhan kesehatan ringan dengan tanda-tanda fisik dapat dideteksi, seperti demam, batuk, pilek, dan lain-lain dalam sebulan yang mengganggu aktivitas sehari-hari, dibandingkan jumlah penduduk secara keseluruhan cenderung atau relatif kecil, sehingga mengindikasikan kondisi kesehatan masyarakat yang semakin baik. Derajat kesehatan masyarakat yang relatif semakin membaik, juga tidak terlepas dari upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang dijalankan. Dalam rangka ini Pemerintah Kota Medan

(42)

dalam beberapa tahun terakhir telah melaksanakan kebijakan dan program-program yang mendukung pelayanan kesehatan masyarakat seperti rujukan, perbaikan gizi masyarakat, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, pengembangan pembinaan lingkungan sehat dan PHBS, pembinaan posyandu, peningkatan

quality assurance di Puskesmas, imunisasi, dukungan Forum

Kesehatan Kota, dan lain-lain.

Berdasarkan indikator kesehatan masyarakat tahun 2004 – 2006 di atas diketahui juga bahwa, peningkatan derajat

kesehatan masyarakat Kota Medan ditunjukkan oleh Angka Kematian Bayi per 1000 Kelahiran Hidup yang menurun dari 21 bayi pada tahun 2004 menjadi 15,09 bayi pada tahun 2006, Angka Kematian Ibu melahirkan per 100.000 kelahiran hidup yang menurun, dari 162 pada tahun 2004 menjadi 110 pada tahun 2006. Adanya perbaikan-perbaikan kesehatan masyarakat tersebut secara

keseluruhan juga telah menjadikan bertambahnya Umur Harapan Hidup dari 69,90 pada tahun 2004 menjadi 71,40 pada tahun 2006.

TABEL 1.16

INDIKATOR KESEHATAN MASYARAKAT DI KOTA MEDAN TAHUN 2004 - 2006

T A H U N

No. Jenis Indikator

2004*) 2005*) 2006**)

[1] [2] [4] [5] [6]

1 Angka Kelahiran Kasar 2,37 2,27 2,25

2 Umur Harapan Hidup 69,90 70,70 71,40

3 Angka Kematian Kasar per

1000 penduduk 1,70 1,59 1,50

4 Angka Kematian Bayi per 1000 Kelahiran Hidup 21,00 15,84 15,09 5 Angka Kematian Ibu per 100.000 Kelahiran Hidup 162 120 110

6 Angka Kesakitan Umum 12,30 12,21 11,70

Sumber BPS Kota Medan dan Instansi terkait Keterangan : *) Angka Perbaikan

(43)

Peningkatan derajat kesehatan masyarakat Kota Medan selama tahun 2004 - 2006 juga dibarengi oleh peningkatan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang diberikan. Pelayanan dasar kesehatan ini diberikan oleh Puskesmas/ Puskesmas Pembantu yang saat ini mencapai 39 unit dan 40 unit Puskesmas Pembantu, di samping Puskesmas Keliling 27 unit, Rumah Sakit Pemerintah, Swasta, Praktek Dokter, dan lain-lain. Jangkauan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat berpenghasilan rendah juga meningkat, seiring dengan adanya pelayanan kesehatan dasar tanpa bayar di tingkat Puskesmas.

Ketenagakerjaan

Selama tahun 2004 – 2006, keadaan ketenagakerjaan di Kota Medan dipengaruhi oleh 2 (dua) sisi, yaitu sisi permintaan yang didorong oleh dinamika pembangunan ekonomi kota, dan sisi penawaran yang dipengaruhi oleh perubahan struktur umur penduduk Kota Medan.

1. Komposisi Penduduk Usia Kerja

Sesuai dengan pengelompokan statistik yang dipergunakan, maka batasan penduduk usia kerja adalah penduduk yang berusia 10 tahun ke atas, bila data bersumber dari SUSENAS, sedangkan yang bersumber dari SAKERNAS sudah digunakan 15 tahun ke atas. Data pada tabel di bawah ini sudah bersumber dari SAKERNAS.

Penduduk usia kerja dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja. Angkatan Kerja adalah penduduk yang aktif secara ekonomi, yaitu mereka yang bekerja dan mencari pekerjaan, sedangkan Bukan Angkatan Kerja adalah penduduk yang tidak aktif secara ekonomi dengan kegiatan antara

(44)

lain sekolah, mengurus rumah tangga, dan lainnya (pensiunan, orang jompo, orang cacat, penerima pendapatan dan lainnya).

TABEL 1.17

BANYAKNYA PENDUDUK BERUMUR 10 TAHUN KE ATAS (SUSENAS), 15 TAHUN KE ATAS (SAKERNAS) MENURUT JENIS KEGIATAN UTAMA

DI KOTA MEDAN TAHUN 2004 – 2006

T A H U N Jenis Indikator 2004*) 2005**) 2006**) [1] [2] [3] [4] 1. Angkatan Kerja 855.880 763.123 815.710 a. Bekerja 744.530 668.038 718.804 b. Mencari Kerja 111.350 95.085 96.906

2. Bukan Angkatan Kerja 761.310 676.731 646.136

a. Sekolah 389.800 331.164 321.188

b. Mengurus Rmh Tangga 298.370 273.575 277.751

c. Lainnya 73.140 71.993 47.197

Sumber BPS Kota Medan Keterangan : *) Angka SUSENAS

**) Angka Sementara SAKERNAS

Berdasarkan data tabel tersebut di atas diketahui bahwa pada tahun 2006 angkatan kerja mengalami kenaikan dibandingkan keadaan pada tahun 2005. Sejalan dengan kondisi tersebut, banyaknya orang yang bekerja juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun yaitu dari 668.038 orang pada tahun 2005 menjadi 718.804 orang pada tahun 2006. Seiring dengan itu, peningkatan juga terjadi pada kelompok “pencari kerja” yaitu dari 95.085 orang pada tahun 2005 menjadi 96.906 orang pada tahun 2006. Berdasarkan kondisi tersebut, proporsi penduduk yang bekerja sedikit meningkat dari 87,54 persen pada tahun 2005, menjadi 88,12 persen pada tahun 2006. Sedangkan penduduk yang Bukan Angkatan Kerja mengalami penurunan dari tahun 2005 sebesar 676.731 orang menjadi 646.136 orang pada tahun 2006.

(45)

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

Sebagai bagian dari sumber daya ekonomi, peranan tenaga kerja dalam aktivitas ekonomi diukur dari Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Semakin tinggi TPAK, maka semakin besar keterlibatan tenaga kerja dalam kegiatan ekonomi. Tinggi rendahnya TPAK sangat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin dan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan. Dilihat dari sisi usia, TPAK penduduk usia muda biasanya rendah karena pada masa-masa tersebut umumnya mereka banyak yang masih menjalani proses pendidikan dan merasa belum memiliki kewajiban untuk mencari nafkah. TPAK yang rendah juga akan ditemui pada kelompok penduduk usia kerja wanita. Keadaan ini erat kaitannya dengan sistem nilai yang dianut masyarakat, namun dengan semakin tingginya tingkat pendidikan masyarakat, sistem nilai yang dianut juga semakin berubah sehingga TPAK ini juga cenderung meningkat. Sedangkan bila dilihat dari sisi tingkat kemudahan/kesulitan untuk mendapatkan kerja, nilai TPAK yang rendah menunjukkan kecilnya kesempatan kerja yang tersedia bagi penduduk usia kerja dan sebaliknya TPAK yang tinggi menunjukkan besarnya kesempatan kerja yang tersedia.

Dibandingkan dengan penduduk usia kerja, data mengenai angkatan kerja lebih menggambarkan keadaan penduduk yang aktif secara ekonomi (economical active population). Perkembangan angkatan kerja dapat direfleksikan dengan melihat Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang merupakan perbandingan orang yang masuk ke dalam angkatan kerja terhadap total penduduk usia kerja.

(46)

TABEL 1.18

TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA (TPAK) MENURUT JENIS KELAMIN DI KOTA MEDAN

TAHUN 2004 - 2006 T A H U N TPAK 2004*) (%) 2005*) (%) 2006**) (%) [1] [3] [4] [5] Laki-laki 70,82 71,31 70,43 Perempuan 35,67 38,67 35,59 Total (Lk+Pr) 52,92 53,00 55,80

Sumber BPS Kota Medan

Keterangan : *) Angka Perbaikan **) Angka Sementara

Secara total TPAK Kota Medan pada tahun 2006 sebesar 55,80 persen. Proporsi ini relatif meningkat dibanding keadaan tahun 2004 yang hanya 52,92 persen. Bila diamati lebih rinci TPAK laki-laki hampir mencapai 2 (dua) kali lipat dari TPAK perempuan. Kondisi ini relatif sama, baik pada tahun 2004 maupun 2006. TPAK laki-laki berada pada kisaran 70 persen, sedangkan TPAK perempuan pada kisaran 35 persen. Secara umum TPAK bersifat fluktuatif dipengaruhi oleh kondisi perekonomian, sehingga berdampak pada meningkatnya kesempatan kerja yang membantu kelompok pencari kerja memperoleh pekerjaan. Kondisi tersebut menjadikan lebih banyak penduduk Kota Medan yang terlibat aktif secara ekonomi dari tahun ke tahun, yang tentunya akan menambah produksi atau pendapatan dan meningkatkan kesejahteraannya.

2. Penduduk Bekerja

Sesuai dengan ciri perekonomian Kota Medan, maka selama tahun 2004 - 2006, lapangan pekerjaan yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan/hotel/restoran

(47)

yaitu sebesar 35,74 persen pada tahun 2006, diikuti sektor transportasi/komunikasi sebesar 17,59 persen pada tahun 2006, dan industri pengolahan serta jasa-jasa masing-masing sebesar 15,05 dan 12,19 persen pada tahun 2006. Persentase penyerapan tenaga kerja pada ke empat lapangan usaha ini selama tahun 2004 - 2006 rata-rata di atas 80 persen dari total angkatan kerja yang bekerja.

TABEL 1.19

PROPORSI JUMLAH PENDUDUK 10 TAHUN KEATAS YANG BEKERJA MENURUT LAPANGAN PEKERJAAN DI KOTA MEDAN

TAHUN 2004 - 2006 Kegiatan Utama 2004*) (%) 2005*) (%) 2006**) (%) [1] [2] [3] [4] 1. Pertanian 4,61 5,17 5,04 2. Pertambangan/Penggalian 0,38 0,38 0,39 3. Industri Pengolahan 16,67 16,30 15,05

4. Listrik,Gas Dan Air Minum 0,66 0,69 0,71

5. Bangunan 7,91 7,97 8,45

6. Perdagangan,Hotel & Restoran 31,26 34,28 35,74

7. Angkutan dan Komunikasi 18,83 17,98 17,59

8. Lembaga Keuangan 3,48 4,22 4,84

9. Jasa-Jasa 16,10 13,00 12,19

JUMLAH 100 100 100

Sumber BPS Kota Medan

Keterangan : *) Angka Perbaikan **) Angka Sementara

Penyerapan angkatan kerja yang tinggi di sektor-sektor utama tersebut sangat wajar, karena di samping sektor formal, di sektor-sektor tersebut penyerapan lapangan kerja di sektor-sektor informalnya juga cukup besar, misalnya pada industri kecil dan kerajinan kecil rumah tangga, pedagang asongan/kaki lima, sopir-sopir angkutan/beca dan perseorangan di sektor jasa-jasa.

(48)

Walaupun perkembangan penyerapan tenaga kerja di masing-masing lapangan pekerjaan tersebut dari tahun ke tahun fluktuatif, tetapi selama kurun waktu tiga tahun terakhir tidak merubah komposisi lapangan pekerjaan berdasarkan penyerapan tenaga kerja di masing-masing sektor.

Hal lain yang patut dikemukakan, ternyata pendidikan seseorang (angkatan kerja) juga sangat berpengaruh kepada kesempatan kerja dan produktivitas kerja, yang pada gilirannya akan berpengaruh pada pendapatan dan kesejahteraan hidupnya. Oleh karena itu, apabila “bekal pendidikan penduduk” yang termasuk angkatan kerja yang ada relatif rendah (SLTA ke bawah), maka peluang mendapatkan lowongan di sektor-sektor formal dengan produktivitas tinggi menjadi terbatas. Dengan demikian, kebijakan pokok yang ditempuh selama periode 2004 – 2006 adalah meningkatkan SDM melalui peningkatan “Human Cavital” pada aspek pendidikan.

3. Penduduk Bekerja Menurut Pendidikan

Produktivitas tenaga kerja dalam perekonomian akan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang dimiliki. Oleh karena itu, upaya yang ditempuh selama tahun 2004 – 2006, selain mendorong tingkat penyerapan tenaga kerja lebih besar dari tahun ke tahun, juga dilakukan usaha-usaha yang menjadikan tenaga kerja yang bekerja memiliki tingkat pendidikan yang semakin tinggi.

Gambar

Tabel  1.1  Indikator Kinerja Bidang Sosial  Indikator Kinerja  Bidang

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Hanggraeni (2012:141-143) evaluasi jabatan berguna untuk memastian bahwa sistem penggajian perusahaan memnuhi syarat internal equity, maka survei gaji atau

Penelitian ini adalah sebuah pengkajian seni pertunjukan yang mengangkat bentuk, fungsi, dan makna pertunjukan Wayang Kulit Parwa Gaya Karangasem lakon Nila Candra oleh Dalang

manajemen konflik. Tahap ini sangat penting karena tahap ini membicarakan apa yang harus dilakukan sebagai langkah pertama menuju langkah berikutnya. Pada tahap ini

Identitas sosial adalah bagian dari konsep diri seseorang yang berasal dari pengetahuan mereka tentang keanggotaan dalam suatu kelompok sosial bersamaan dengan

Walaupun impedansi bukan fasor, namun karena keduanya berupa pernyataan kompleks, maka operasi-operasi fasor dapat diterapkan pada keduanya.. tegangan dan arus

Perancangan wadah modular serbaguna dari limbah kayu palet Jati Belanda untuk anak-anak usia 6-12 tahun dibuat modular dengan sistem knock-down sederhana sehingga

Jumlah volume obat yang tidak praktis/sukar dapat diberikan dalam

Pada awal pascapandemi variabel yang berpengaruh besar terhadap variasi perubahan harga produsen dan produksi komoditas strategis adalah berbeda-beda dan kontrolnya berada