• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

7 2.1.1 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam adalah pengetahuan yang rasional dan obyektif tentang alam semesta dengan segala isinya (Samatowa. 2010: 2). Sedangkan menurut Trianto (2014: 136) adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.

Menurut Asih Widi Wisudawati dan Eka Sulistyowati (2013: 26) menyatakan bahwa pembelajaran IPA adalah interaksi antara komponen-komponen pembelajaran dalam bentuk proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang berbentuk kompetensi yang ditetapkan. Proses pembelajaran IPA terdiri dari tiga tahap, yaitu perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran.

Menurut Donosepoetro (dalam Trianto, 2014: 137) pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA dipandang pula sebagai proses, sebagai produk, dan sebagai prosedur. Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau di luar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran pengetahuan. Sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu yang lazim disebut metode ilmiah.

Manusia dalam kehidupannya senantiasa berkeinginan agar kehidupannya tidak tertinggal dengan manusia lain. Oleh karena itu manusia memerlukan cara-cara untuk tetap berkembang dan maju ke kehidupan yang lebih baik. Salah satu usaha manusia agar kehidupannya terus berkembang dan tidak tertinggal adalah dengan belajar. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai

(2)

hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2010: 2). Belajar tidak hanya dilakukan di lingkungan formal saja, tetapi dapat juga dilakukan di lingkungan non formal seperti keluarga, masyarakat, bahkan juga dari setiap peristiwa yang dialami.

Uraian diatas sudah sangat jelas memberikan pemahaman dan dapat disimpulkan bahwa IPA sesungguhnya merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari segala macam fenomena yang terjadi di alam. Pengetahuan IPA muncul karena manusia secara kodrati ingin mencari tahu alasan atas fenomena-fenomena yang terjadi di alam yang merupakan tempat tinggal manusia. Dengan demikian jelaslah bahwa IPA tidak hanya sebagai sekumpulan pengetahuan yang harus dihafalkan tetapi manusia dalam mempelajari IPA juga harus mempunyai keahlian untuk menemukan sendiri sehingga dengan kemampuan menemukan itulah manusia akan lebih bisa untuk memaknai suatu fenomena yang sedang terjadi. IPA merupakan pengetahuan mempunyai kebenaran melalui metode ilmiah baik secara induktif ataupun deduktif, dengan ciri: objektif, metodik, sistematik, dan universal.

2.1.2 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Pembelajaran IPA di SD/MI mencantumkan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan ketrampilan proses dan sikap ilmiah. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD.MI merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum disetiap Satuan Pendidikan.

Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan siswa untuk membangun kemampuan bekerja ilmiah. Berikut tabel standar kompetensi, kompetensi dasar, beserta indikator dalam melakukan penelitian.

(3)

Tabel 2.1

Tabel Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA kelas 3 Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator

6.Memahami kenampakan permukaan bumi, cuaca, dan pengaruhnya bagi manusia serta hubungannya

dengan cara manusia memelihara dan melestarikan alam.

6.2Menjelaskan hubungan antara keadaan awan dan cuaca 6.3Mendiskripsikan pengaruh cuaca bagi kehidupan manusia 1. Mengidentifkasi kondisi cuaca 2. Meramalkan keadaan cuaca yang akan terjadi berdasarkan keadaan langit

3. Menggambarkan secara sederhana simbol yang bisa digunakan untuk mewujudkan kondisi cuaca

4. Mengidentifikasi

kehidupan manusia yang sesuai dengan keadaan cuaca tertentu

5. Mendiskripsikan

hubungan antara pakaian yang dikenakan dengan keadaan cuaca.

2.1.3 Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Pembelajaran sains di sekolah dasar dikenal dengan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Konsep IPA di sekolah dasar merupakan konsep yang masih terpadu, karena belum dipisahkan secara tersendiri, seperti mata pelajaran kimia, biologi, dan fisika.

Adapun tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar dalam Badan Nasional Standar Pendidikan (Susanto, 2013: 171), dimasudkan untuk:

(4)

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya. 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling memengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP.

Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa IPA mencakup pengetahuan tentang sains untuk mencapai tujuan pembelajaran IPA, maka dalam pembelajaran IPA memerlukan model pembelajaran.

Menurut Joyce & Weil (dalam Rusman, 2011: 133) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan artinya guru dapat memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya.

Menurut Eggen dan Kauchak (dalam Hosnan, 2014: 234) bahwa model pembelajaran adalah pedoman berupa program atau petunjuk strategi mengajar yang dirancang untuk mencapai suatu pembelajaran. Pedoman ini membuat tanggung jawab guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Jadi, model pembelajaran adalah strategi yang digunakan

(5)

oleh guru untuk meningkatkan motivasi belajar siswa melalui suatu ide atau gagasan dari guru kepada siswa.

Ada berbagai model pembelajaran kreatif yang cocok untuk mengetahui kemampuan siswa dalam mencapai kompetensi IPA. Model–model pembelajaran tersebut di antaranya adalah STAD (Students Teams-Achievement Divisions), Jigsaw (Model Tim Ahli), Cooperative Script, Think Pair Share (Pikir Bareng dan Berbagi), Numbered Heads Together (Kepala Bernomor), Snowball Throwing (Gelundungan Bola Salju), Example non Example, Problem Based Instruction/PBI (Pembelajaran Berbasis Masalah), Articulation (Model Artikulasi), Debade (Debat), Role Playing (bermain Peran), Group Investigation (Grup Peneliti), Student Fasilitator and Expailing/SFE (Fasilitasi oleh Siswa), Picture and Picture, Make a Match (Cari Pasangan) (Hosnan, 2014: 246-259).

Menurut peneliti model yang cocok diterapkan untuk pembelajaran IPA adalah model pembelajaran Make a Match dan model pembelajaran Picture and Picture. Kedua model tersebut cocok diterapkan dalam pembelajaran IPA karena dalam model tersebut menuntut siswa untuk siswa aktif, berfikir kritis, percaya diri dalam mengkomunikasikan hasil kerjanya dalam mengembangkan pengetahuannya tentang sains melalui pengurutan gambar-gambar yang disediakan dan menjodohkan kartu sesuai pasangan soal dan jawabannya. Kemudian masing-masing siswa sesuai kelompok dan pasangannya menyampaikan hasil kerjanya di depan kelas dan itu termasuk siswa mengkomunikasikan materi. Dengan begitu besar harapan guru kepada siswa akan lebih memahami pembelajaran IPA materi cuaca dan pengaruhnya bagi manusia. 2.1.4 Pengertian Model Cooperative Learning

Model Cooperative Learning adalah model pembelajaran yang memungkinkan guru dapat mendorong siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran baik berupa tujuan akademik, penerimaan akan keragaman, maupun sebagi saran untuk mengembangkan ketrampilan proses (Sagala, 2008: 7).

Menurut Lie (2002: 12) Cooperative Learning adalah sistem pengajaran yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur.

(6)

Menurut Trianto (2007: 41) Cooperative Learning adalah pembelajaran pembelajaran yang bernaung dalam teori kontruktivis. Pembelajaran Kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya.

Menurut Slavin (2009: 4) Pembelajaran Kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pembelajaran.

Solihatin dan Raharjo (2005: 4), mengatakan bahwa ” Cooperative Learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri”. Cooperative Learning juga dapat diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan diantara sesama anggota kelompok.

Sedangkan menurut Sanjaya (2006: 239), “Cooperative Learning merupakan kegiatan belajar siswa yang dilakukan dengan cara berkelompok. Model pembelajaran kelompok adalah serangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan”. Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan pada proses kerjasama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan materi pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerjasama untuk penguasaan materi tersebut. Adanya kerjasama inilah yang menjadi ciri khas dari Cooperative Learning.

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat kita ketahui bahwa model pembelajaran Cooperative Learning adalah suatu model pembelajaran yang menekankan kepada pembelajaran secara berkelompok. Pembelajaran secara berkelompok sendiri dianggap sebagai pembelajaran yang bisa membuat anggota

(7)

di dalam kelompok tersebut menjadi aktif karena model pembelajaran ini menuntut setiap anggota kelompok untuk terlibat langsung dalam interaksi yang terjadi antar anggota kelompok. Pembelajaran Cooperative Learning selain dapat meningkatkan kognitif dan afektif siswa, juga dapat meningkatkan kepercayaan diri siswa karena siswa yang berpartisipasi dalam pembelajaran kooperatif akan memiliki sikap harga diri yang lebih tinggi dan motivasi yang lebih besar untuk belajar. Dengan pembelajaran kooperatif, siswa dapat menjadi lebih peduli kepada teman-temannya dan diantara mereka akan terjadi ketergantungan positif di dalam proses belajar mereka. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan rasa penerimaan siswa terhadap teman-temannya yang berasal dari latar belakang ras dan etnik yang berbeda-beda karena siswa sudah terbiasa untukbelajar bersama-sama dengan siswa lain di dalam kelompok yang berasal dari latar belakang yang berbeda dengan dirinya. Dengan sikap seperti itu, maka di masa yang akan datang siswa akan siap untuk dihadapkan dalam era dimana siswa akan dituntut untuk dapat bekerja sama di dalam kelompok yang memiliki perbedaan latar belakang setiap individunya.

2.1.5 Langkah-langkah Cooperative Learning

Ibrahim (2010: 10) mengemukakan ada enam fase atau tahap Cooperative Learning, yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.2

Langkah-langkah Cooperative Learning

Fase Langkah-langkah Tingkah Laku Guru

1 Menyampaikan tujuan

pembelajaran dan memotivasi siswa.

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada kegiatan pembelajaran tersebut dan guru memberikan motivasi kepada siswa untuk mengawali pembelajaran.

2 Menyampaikan informasi

Guru menyampaikan informasi kepada siswa baik dengan peragaan (demonstrasi) atau teks.

3 Mengorganisasikan siswa ke dalam

Guru membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar dan membantu setiap kelompok-kelompok

(8)

kelompok-kelompok belajar.

agar melakukan perubahan efisien.

4 Membantu kerja kelompok belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas.

5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil kerja kelompok tentang materi yang telah dipelajari atau kelompok menyajikan hasil-hasil pekerjaan mereka.

6 Memberikan penghargaan

Guru memberikan contoh cara menghargai, baik upaya maupun hasil belajar individu maupun kelompok.

Langkah-langkah dalam pembelajaran Cooperative Learning dapat membantu guru dan memberikan tuntunan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas ataupun luar kelas.

2.1.6 Kelebihan dan Kekurangan Model Cooperative Learning

Menurut Jeromelik dan Parker (dalam Isjoni, 2007: 24) Cooperative Learning memiliki kelebihan, di antaranya adalah menimbulkan rasa ketergantungan positif antarsiswa, siswa dapat ikut terlibat dalam perencanaan dan pengelolaan kelas, suasana kelas menjadi rileks dan menyenangkan, siswa mempunyai banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan.

Sementara itu, kelemahan-kelemahan model Cooperative Learning yaitu guru harus lebih mempersiapkan pembelajaran secara matang baik itu tenaga, pikiran, maupun waktu, selain itu juga dibutuhkan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar.

2.1.7 Pengertian Model Pembelajaran Make A Match

Model Make a Match (mencari pasangan) merupakan salah satu jenis dari model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran tipe Make a Match dikembangkan oleh Lorna Current. Menurut Rusman (2011: 223) berpendapat bahwa penerapan model Make a Match dimulai dengan teknik, yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas

(9)

waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin. Dalam model pembelajaran Make a Match siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.

Isjoni (2011: 112) mengatakan ”Make a Match adalah teknik dimana siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia”

Lie (2009: 68) menyatakan bahwa model pembelajaran tipe Make a Match atau bertukar pasangan merupakan teknik belajar yang memberi kesempatan siswa untuk bekerja sama dengan orang lain. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.

Pembelajaran kooperatif tipe Make a Match merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja, berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif tipe Make a Match bertujuan untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kerjasama berpasangan, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama. Jadi, dalam pembelajaran kooperatif tipe Make a Match siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa maupun sebagai guru. Dengan bekerja secara kolaboratif akan mengembangkan ketrampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa model pembelajaran Make a Match adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan teknik mencari pasangan. Make a Match sendiri dilaksanakan dengan membagi siswa-siswa ke dalam 2 kelompok besar masing-masing kelompok diberikan kartu soal dan jawaban. Kelompok pertama adalah kelompok yang diberi kartu soal, dan kelompok kedua adalah kelompok yang diberi kartu jawaban. Masing-masing anggota dari kelompok tersebut harus mencari pasangan mereka, kelompok soal harus mencari jawaban dari soal itu, dan kelompok jawaban juga harus mencari soal dari jawaban yang mereka punya. Masing-masing anggota harus mencari pasangan mereka dalam waktu yang ditentukan oleh guru. Mereka yang sudah

(10)

berhasil menemukan pasangan diminta guru untuk menunjukkan pasangan dari soal dan jawaban yang mereka punya ke depan kelas agar teman yang belum berhasil dalam mencari pasangan juga dapat mengetahui pasangan dari soal dan jawaban.

2.1.8 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Make A Match

Menurut Huda (2012: 252-253), mengemukakan langkah-langkah kegiatan pembelajaran menggunakan mode pembelajaran Make a Match sebagai berikut: 1. Guru menyampaikan materi atau memberi tugas kepada siswa untuk

mempelajari materi di rumah.

2. Siswa dibagi 2 kelompok, misalnya kelompok A dan B. Kedua kelompok diminta untuk berhadap-hadapan.

3. Guru membagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan kartu jawaban kepada kelompok B.

4. Guru menyampaikan kepada siswa bahwa mereka harus mencari dan mencocokkan kartu yang dipegang dengan kelompok lain. Guru juga perlu menyampaikan batasan maksimum waktu yang ia berikan kepada mereka. 5. Guru meminta semua anggota kelompok A untuk mencari pasangannya di

kelompok B. Jika mereka sudah menemukan pasangannya masing-masing, guru meminta mereka melaporkan diri kepadanya. Guru mencatat mereka pada kertas yang sudah dipersiapkan.

6. Jika sudah habis, mereka harus diberitahu bahwa waktu sudah habis. Siswa yang belum menemukan pasangannyadiminta untuk berkumpul sendiri. 7. Guru memanggil satu pasangan untuk presentasi. Pasangan lain dan siswa

yang tidak mendapatkan pasangan memperhatikan dan memberikan tanggapan apakah pasangan itu cocok atau tidak.

8. Terakhir, guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran dan kecocokan pertanyaan dan jawaban dari pasangan yang memberikan presentasi.

9. Guru memanggil pasangan berikutnya, begitu seterusnya sampai seluruh pasangan melakukan presentasi.

(11)

Menurut Rusman (2013: 223), menjelaskan langkah-langkah kegiatan menggunakan model pembelajaran Make a Match yaitu sebagai berikut:

1. Guru menyampaikan bebrapa kartu yang berisi beberapa konsep/topik yang cocok untuk sesi review (satu sisi kartu berupa kartu soal dan sisi baliknya berupa jawaban).

2. Setiap siswa mendapatkan satu kartu dan memiliki jawaban atau soal dari kartu yang dipegang.

3. Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (kartu soal/kartu jawaban).

4. Siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin. 5. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang

dari sebelumnya, demikian dan seterusnya. 6. Kesimpulan.

Menurut Sugiyono (2010: 49-50), berpendapat bahwa langkah-langkah pembelajaran Make a Match adalah:

1. Langkah awal guru menyiapkan kartu berisi pertanyaan dan jawaban yang dibuat sebelum pelajaran dimulai.

2. Kartu tesebut siap dibagikan kepada siswa.

3. Setelah itu siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya.

4. Siswa dapat bergabung dengan 2 atau 3 siswa lain yang memiliki kartu yang berhubungan.

Menurut Suprijono (2010: 95), dalam Make a Match terdapat lima tahap yaitu:

1. Organizing, guru membuka pelajaran, memberikan motivasi, apersepsi, dan menjelaskan tujuan pembelajaran.

2. Make a match,

(12)

4. Answering, siswa berdiskusi jawaban dan memberikan jawaban kepada penilai.

5. Evaluating, guru memberikan kesimpulan pada materi, meluruskan pemahaman, pemberian penghargaan kepada kelompok, menutup pelajaran, serta memberikan tugas maupun tes kepada siswa.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli, maka dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah model pembelajaran Make a Match adalah:

1. Menyampaikan materi

2. Pembagian kelompok sekaligus mempersiapkan kartu 3. Pembagian kartu soal dan kartu jawaban

4. Penyampaian dalam mencocokkan kartu yang dipegang 5. Mencari pasangan

6. Laporkan hasil kerja 7. Konfirmasi

2.1.9 Kelebihan Model Pembelajaran Make A Match

Menurut Huda (2013: 253), mengemukakan beberapa kelebihan dari model pembelajaran Make a Match diantaranya adalah:

1. Dapat meingkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik.

2. Terdapat unsur permainan dan menyenangkan.

3. Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

4. Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi. 5. Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar.

2.1.10 Kelemahan Model Pembelajaran Make A Match

Terdapat 5 kelemahan model pembelajaran Make a Match yang dikemukakan oleh Huda (2013: 254), adalah sebagai berikut:

1. Jika model ini tidak dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu yang terbuang.

(13)

2. Pada awal-awal penerapan model ini, banyak siswa yang akan malu berpasangan dengan lawan jenisnya.

3. Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan banyak siswa yang kurang memperhatikan pada saat presentasi pasangan.

4. Guru harus hati-hati dan bijaksana saat memberi hukuman pada siswa yang tidak mendapat pasangan, karena mereka bisa malu.

5. Menggunakan model ini secara terus menerus akan menimbulkan kebosanan.

2.1.11 Komponen Model Pembelajaran Make A Match

Joyce, Weil dan Calhoun (2009: 104-106), menyebutkan bahwa sebuah model pembelajaran terdiri dari komponen sintaks atau struktur suatu model, komponen prinsip reaksi atau peran guru, komponen sistem sosial atau situasi kelas pada saat model berlangsung, daya dukung yang terdiri dari bahan dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan model, serta tampak instruksional yaitu hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dan dampak pengiring sebagai akibat dari terciptanya suasana belajar dalam model tertentu. Berikut penjelasan tentang sintagmatik dalam model pembelajaran Make a Match adalah sebagai berikut:

2.1.12 Sintagmatik

Sintagmatik yaitu urutan langkah pengajaran yang menunjukkan pada fase-fase atau tahap-tahap yang harus dilakukan oleh guru apabila menggunakan model pembelajaran tertentu. Berikut tahap-tahap dari model pembelajaran Make a Match:

1. Menyampaikan materi

Pada tahap ini guru diharapkan untuk menyampaikan materi apa yang menjadi Kompetensi Dasar mata pelajaran yang bersangkutan yaitu pembelajaran IPA tentang cuaca dan pengaruhnya bagi manusia. Dengan demikian maka siswa dapat mengukur sampai sejauh mana materi yang harus dikuasainya. Jadi setelah guru menyampaikan materi, maka siswa

(14)

diharapkan dapat memahami tentang macam-macam awan dan pengaruhnyan bagi manusia.

2. Pembagian kelompok sekaligus mempersiapkan kartu

Dalam pembagian kelompok, guru membagi siswa ke dalam 2 kelompok sesuai tempat duduknya. Barisan bangku sebelah kanan menjadi kelompok soal, dan sebelah kiri menjadi kelompok jawaban. Guru sambil menyiapkan kartu yang akan diberikan kepada masing-masing kelompok. Dalam kegiatan ini diharapkan siswa dapat turut aktif dalam pembelajaran.

3. Pembagian kartu soal dan jawaban

Di dalam langkah ini guru membagikan kartu soal kepada kelompok A dan kartu jawaban kepada kelompok B. Hal ini bertujuan agar kelompok A dan kelompok B dapat bekerja sama.

4. Penyampaian dalam mencocokkan kartu yang dipegang

Guru menyampaikan kepada siswa bahwa mereka harus mencari dan mencocokkan kartu yang dipegang dengan kelompok lain. Siswa yang mendapatkan kartu soal harus mencari jawabannya dan siswa yang mendapatkan kartu jawaban harus mencari soal yang sesuai dengan jawabannya. Guru juga perlu menyampaikan batasan maksimum waktu yang diberikan kepada siswa. Hal ini diharapkan agar siswa tidak bermain-main dalam mencocokkan kartu karena terdapat batas waktu yang sudah ditentukan.

5. Mencari pasangan

Guru meminta semua anggota kelompok soal untuk mencari pasangan di kelompok jawaban begitu sebaliknya yaitu kelompok jawaban mencari soal yang sesuai dengan jawabannya. Hal tersebut diharapkan siswa dapat memahami materi dengan belajar mencari soal dan jawaban yangs sesuai. 6. Laporan hasil kerja

Setelah kelompok soal mendapatkan jawabannya dan kelompok jawaban mendapatkan soal yang sesuai, siswa bersama pasangannya diminta untuk melaporkan hasil kerja di depan kelas. Dengan melaporkan hasil kerja

(15)

masing-masing pasangan di depan kelas diharapkan siswa dapat melatih kepercayaan dirinya di depan umum.

7. Konfirmasi

Guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran dan kecocokan soal dan jawaban dari pasangan masing-masing. Setelah itu setiap pasangan menempelkan kartu pada benang yang sudah disediakan. Hal tersebut dilakukan agar semua siswa dapat mengetahui kebenaran soal dan jawabannya.

2.1.13 Pengertian Model Pembelajaran Picture and Picture

Picture and Picture merupakan sebuah model dimana guru menggunakan alat bantu atau media gambar untuk menerangkan sebuah materi atau memfasilitasi siswa untuk aktif belajar. Dengan menggunakan alat bantu atau media gambar, diharapkan siswa mampu mengikuti pelajaran dengan fokus yang baik dan dalam kondisi yang menyenangkan. Sehingga apapun pesan yang disampaikan bisa diterima dengan baik, dan mampu meresap dalam hati, serta dapat diingat kembali oleh siswa. Picture and Picture adalah suatu model belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan atau diurutkan menjadi urutan logis (Hamdani, 2010: 89).

Menurut Suprijono (2009: 129), model pembelajaran Picture and Picture adalah suatu metode yang menggunakan gambar dan dipasangkan atau diurutkan menajdi bentuk dan urutan yang logis. Dalam hal ini guru menyampaikan kompetensi yang dicapai, menyampaikan materi sebagai pengantar.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Picture and Picture adalah suatu model belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan/diurutkan menjadi urutan logis. Model pembelajaran ini mengandalkan gambar sebagai media dalam proses pembelajaran. Gambar-gambar ini menjadi faktor utama dalam proses pembelajaran, sehingga sebelum proses pembelajaran guru sudah menyiapkan gambar yang akan ditampilkan baik dalam bentuk carta dalam ukuran besar.

(16)

2.1.14 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Picture and Picture

Adapun langkah-langkah dari pelaksanaan model pembelajaran Picture and Picture menurut Istarani (2011: 7) adalah sebagai berikut:

1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin dicapai.

2. Memberikan materi pengantar sebelum kegiatan.

3. Guru menyediakan gambar-gambar yang akan digunakan (berkaitan dengan materi).

4. Guru menunjuk siswa secara bergilir untuk mengurutkan atau memasangkan gambar-gambar yang ada.

5. Gambar-gambar yang sudah ada diminta oleh siswa untuk diurutkan, dibuat, atau dimodifikasi.

6. Dari alasan tersebut guru akan mengembangkan materi dan menanamkan konsep materi yang sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.

7. Guru menyampaikan kesimpulan.

Langkah-langkah model pembelajaran Picture and Picture menurut Agus (2009: 125) adalah sebagai berikut:

1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai, dilangkah ini guru diharapkan untuk menyampaikan apakah yang menjadi kompetensi dasar mata pelajaran yang bersangkutan.

2. Menyampaikan materi sebagai pengantar.

3. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi.

4. Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis. 5. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut. 6. Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan

(17)

7. Kesimpulan/rangkuman di akhir pembelajaran, guru bersama siswa mengambil kesimpulan sebagai penguat materi pelajaran.

Menurut pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah model pembelajaran Picture and Picture adalah sebagai berikut:

1. Sebelum pembelajaran dimulai, guru menyampaikan tujuan pembelajaran.

2. Guru memberikan materi pengantar.

3. Guru menyajikan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi. 4. Guru menunjuk siswa untuk memasangkan gambar.

5. Guru meminta siswa untuk mengurutkan gambar sesuai urutannya. 6. Guru mengembangkan dan menanamkan konsep materi.

7. Guru dan siswa membuat kesimpulan.

2.1.15 Kelebihan Model Pembelajaran Picture and Picture

Menurut Istarani (2011: 8) kelebihan model pembelajaran Picture and Picture adalah sebagai berikut:

1. Materi yang diajarkan lebih terarah karena pada awal pembelajaran guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai dan materi secara singkat terlebih dahulu.

2. Siswa lebih cepat menangkap materi ajar karena guru menunjukkan gambar-gambar mengenai materi yang dipelajari.

3. Dapat meningkatkan daya nalar atau daya pikir siswa karena siswa disuruh guru untuk menganalisis gambar yang ada.

4. Dapat meningkatkan tanggungjawab siswa, sebab guru menanyakan alasan siswa mengurutkan gambar.

5. Pembelajaran lebih berkesan, sebab siswa dapat mengamati langsung gambar yang telah dipersiapkan oleh guru.

(18)

Sedangkan menurut Hamdani (2011: 89) kelebihan model pembelajaran Picture and Picture adalah sebagai berikut:

1. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa 2. Melatih berfikir logis dan sistematis.

3. Membantu siswa belajar berpikir berdasarkan sudut pandang suatu subjek bahasan dengan memberikan kebebasan siswa dalam praktik berpikir.

4. Mengembangkan motivasi untuk belajar baik.

5. Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas.

Jadi dapat disimpulkan bahwa kelebihan dari model pembelajaran Picture and Picture adalah sebagai berikut:

1. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa. 2. Siswa lebih cepat menangkap materi melalui gambar-gambar. 3. Dapat meningkatkan daya nalar siswa melalui pengurutan gambar. 4. Siswa lebih percaya diri dalam menyampaikan hasil kerja di depan

umum.

5. Siswa lebih bertanggungjawab dalam memberikan alasan dalam pengurutan gambar.

2.1.16 Kelemahan Model Pembelajaran Picture and Picture

Menurut Istarani (2011: 8) kelemahan model pembelajaran Picture and Picture adalah sebagai berikut:

1. Sulit menemukan gambar-gambar yang bagus dan berkualitas serta sesuai dengan materi pembelajaran.

2. Sulit menemukan gambar-gambar yang sesuai dengan daya nalar atau kompetensi siswa yang dimiliki.

3. Baik guru ataupun siswa kurang terbiasa dalam menggunakan gambar sebagai bahan utama dalam membahas suatu materi pembelajaran. 4. Tidak tersedianya dana khusus untuk menemukan atau mengadakan

(19)

Sedangkan menurut Hamdani (2011: 90) kelemahan model pembelajaran Picture and Picture adalah sebagai berikut:

1. Memakan banyak waktu 2. Banyak siswa yang pasif. 3. Guru kurang menguasai kelas.

4. Dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai.

Jadi dapat disimpulkan bahwa kelemahan model pembelajaran Picture and Picture adalah sebagai berikut:

1. Siswa sulit untuk mengurutkan gambar-gambar yang cocok. 2. Memakan waktu lebih banyak.

3. Guru kurang menguasai kelas, mengakibatkan siswa bersikap ramai (banyak bicara).

4. Dibutuhkan dukungan fasilitas, seperti alat dan biaya

2.1.17 Komponen Model Pembelajaran Picture and Picture

Joyce, Weil dan Calhoun (2009: 104-106) menyebutkan bahwa sebuah model pembelajaran terdiri dari komponen sintaks atau struktur suatu model, komponen prinsip reaksi atau peran guru, komponen sistem sosial atau situasi kelas pada saat model berlangsung, daya dukung yang terdiri dari bahan dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan model, serta dampak instruksional yaitu hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dan dampak pengiring sebagai akibat dari terciptanya suasana belajar dalam model tertentu. Berikut penjelasan tentang sintagmatik dalam model pembelajaran Picture and Picture adalah sebagai berikut:

2.18 Sintagmatik

Sintagmatik adalah langkah pengajaran yang menunjukkan pada fase-fase atau tahap-tahap yang harus dilakukan oleh guru apabila menggunakan model pembelajaran tertentu.

(20)

Berikut merupakan tahap-tahap dari model pembelajaran Picture and Picture adalah sebagai berikut:

1. Menyampaikan tujuan pembelajaran

Pada tahap ini, guru diharapkan untuk menyampaikan apa yang menjadi kompetensi dasar mata pelajaran yang bersangkutan yaitu pembelajaran IPA tentang macam-macam cuaca dan pengaruhnya bagi manusia. Dengan demikian maka siswa dapat mengukur sampai sejauh mana materi yang harus dikuasainya. Jadi setelah guru menyampaikan tujuan yang ingin dicapai, maka siswa diharapkan dapat mengukur kemampuan masing-masing sesuai materi yang akan dipelajari.

2. Memberikan materi pengantar

Penyajian materi pengantar dari guru terhadap siswa dapat memberikan motivasi yang menarik perhatian siswa. Dengan motivasi dan teknik yang baik dalam pemberian materi akan menarik minat siswa untuk belajar lebih jauh tentang materi yang dipelajari.

3. Menyajikan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi.

Dalam proses penyajian materi, guru mengajar siswa ikut terlibat aktif dalam proses pembelajaran dengan mengamati setiap gambar yang ditujukan oleh guru atau oleh temannya. Dengan Picture atau gambar kita akan menghemat energi kita dan siswa akan lebih mudah memahami materi yang diajarkan. 4. Menunjuk siswa untuk memasangkan gambar.

Dalam menunjuk siswa untuk memasangkan gambar, dapat dilakukan dengan cara undian agar siswa merasa memang harus menjalankan tugas yang diberikan. Sehingga siswa yang sebelumnya pasif agar dapat aktif mengikuti pembelajaran.

5. Mengurutkan gambar.

Pada langkah ini, siswa diminta untuk mengurutkan gambar yang sudah disediakan. Guru memberikan pertanyaan mengenai alasan siswa dalam menentukan urutan gambar. Mengajak peran siswa lainnya untuk membantu sehingga proses diskusi dalam pembelajaran semakin menarik.

(21)

6. Mengembangkan dan menanamkan konsep materi

Berdasarkan alasan yang telah disampaikan siswa, guru akan mengembangkan materi dan menanamkan konsep materi yang sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai. Dalam proses diskusi dan pembacaan gambar, guru harus memberikan penekanan-penekanan pada hal ini dicapai dengan meminta siswa lain untuk mengulangi, menuliskan atau bentuk lain dengan tujuan siswa mengetahui bahwa hal tersebut penting dalam pencapaian KD dan indikator yang telah ditetapkan.

7. Kesimpulan

Di akhir pembelajaran, guru bersama siswa mengambil kesimpulan sebagai penguatan materi pembelajaran.

2.1.19 Pengertian Efektivitas

Efektivitas adalah tingkat keberhasilan yang dapat dicapai dari suatu cara atau usaha tertentu sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai (Siagaan, 2001:24). Semakin banyak rencana yang dapat dicapai, semakin efektif pula kegiatan tersebut.

Sebuah kegiatan pembelajaran dikatakan efektif apabila dapat memenuhi beragam kriteria yang telah ditetapkan. Kegiatan pembelajaran yang efektif merupakan hasil dari manajemen kelas yang efektif pula. Hal ini diwujudkan oleh guru melalui beragam strategi yang dapat meningkatkan kebiasaan-kebiasaan baik dalam diri siswa misalnya disiplin, antusias, aktif, dan kreatif. Aktivitas-aktivitas pembelajaran di kelas mulai dari kegiatan awal sampai dengan akhir diharapkan mampu membantu siswa memahami materi pembelajaran yang disampaikan, misalnya menggunakan kegiatan apersepsi yang mendukung, menggunakan media yang cocok bagi materi pembelajaran tersebut, memberikan tugas-tugas mendiri.

Manajemen kelas, aktivitas pembelajaran siswa dan cara pengelompokkan siswa merupakan beberapa aspek yang terdapat di dalam komponen-komponen model pembelajaran. Joyce, Weil dan Calhoun (2009: 104-106) menyebutkan bahwa sebuah model terdiri dari komponen sintaks atau struktur suatu model, komponen prinsip reaksi atau tugas guru, komponen sistem sosial atau situasi

(22)

kelas pada saat model berlangsung, daya dukung yang terdiri dari bahan dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan model, serta dampak instruksional yaitu hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dan dampak pengiring sebagai akibat dari terciptanya suasana belajar dalam model tertentu. Apabila kriteria-kriteria di dalam komponen-komponen model tersebut dapat terpenuhi dengan baik maka sebuah model dapat dikatakan sebagai model pembelajaran yang efektif. Dengan kata lain, model pembelajaran Make a Match dalam penelitian ini akan berjalan dengan efektif apabila kriteria dalam komponen model Make a Match dapat terpenuhi dengan baik selama proses pembelajaran berlangsung.

Menurut Handoko (2000: 30), efektivitas adalah hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin besar efektif organisasi, program atau kegiatan. Efektivitas berfokus pada outcome (hasil), program, atau kegiatan yang dinilai efektif apabila output yang dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang diharapkan.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa Efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan sejauh mana rencana dapat tercapai dengan memberi pengaruh atau akibat dari kedua model yaitu model pembelajaran Make a Match dan model pembelajaran Picture and Picture dengan memperhatikan lebih efektif yang manakah dari kedua model tersebut.

2.1.20 Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2011:22). Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu.

Menurut Hamalik (2003: 23), hasil belajar adalah “bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku orang tersebut”. Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai individu atau siswa setelah siswa tersebut

(23)

mengalami atau melakukan suatu proses aktifitas belajar dalam jangka waktu tertentu.

Secara sederhana, yang dimaksud dengan hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Dalam kegiatan pembelajaran biasanya guru menetapkan tujuan belajar. Anak yang berhasil dalam belajar adalah yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran (Susanto, 2013: 5).

Bloom (dalam Suprijono, 2013: 6-7) mengemukakan bahwa hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Jadi dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil/bukti keberhasilan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran berupa kemampuan-kemampuan yang dimiliki dari segi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sebagian besar guru melakukan penilaian hasil belajar dari segi kognitif, yaitu melalui tes tertulis maupun lisan, baik formatif maupun tes sumatif.

2.1.21 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut teori Gestalt (dalam Susanto, 2013:12), bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua hal, yaitu siswa itu sendiri dan lingkungannya.

Pertama, siswa dalam arti kemampuan berpikir atau tingkah laku intektual, motivasi, minat, dan kesiapan siswa baik jasmani maupun rohani.

Kedua, lingkungan yaitu sarana dan prasarana, kompetensi guru, kreativitas guru, sumber-sumber belajar, metode serta dukungan lingkungan dan keluarga.

Sedangkan menurut Wasliman (dalam Susanto, 2013: 12), hasil belajar yang dicapai oleh siswa merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi baik faktor internal maupun eksternal.

1. Faktor Internal, merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri siswa yang mempengaruhi kemampuan belajarnya yaitu kecerdasan, minat, motivasi belajar, dan ketekunan.

(24)

2. Faktor Eksternal, merupakan faktor yang berasal dari luar diri siswa yang mempengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Menurut Ruseffendi (dalam Susanto, 2013: 14) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar ke dalam sepuluh macam, yaitu kecerdasan, kesiapan anak, bakat anak, kemauan belajar, minat anak, model penyajian materi, pribadi dan sikap guru, suasana belajar, kompetensi guru, dan kondisi masyarakat.

Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Sudjana (dalam Susanto, 2013: 15), bahwa hasil belajar yang dicapai oleh siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor dalam diri siswa dan faktor yang datang dari diri siswa atau faktor lingkungan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa dan faktor yang berasal dari luar diri siswa misalnya faktor lingkungan.

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian mengenai model pembelajaran Cooperative Learning tipe Make a Match dan Picture and Picture sudah banyak sekali dilakukan oleh peneliti lain. Jadi hasil penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Erwin Widya, 2013 dengan judul penelitian “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Picture and Picture Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi Pembelajaran IPA Kelas 5 Semester II SD N Regunung 01 Tahun Pelajaran 2012/2013”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Picture and Picture terhadap hasil belajar IPA siswa kelas 5A sebagai kelas eksperimen dan 5B sebagai kelas kontrol di SD Negeri Regunung 01 Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Semester II Tahun 2012/2013. Penelitian ini menunjukkan bahwa uji hipotesis pada nilai posttest kelompok eksperimen dan kontrol diperoleh nilai sig. (2-tailed) 0,001<0,005, berarti H0 ditolak dan H1

(25)

diterima. Penelitian ini menyimpulkan model pembelajaran kooperatif tipe Picture and Picture lebih efektif dan berpengaruh terhadap hasil belajar IPA daripada pembelajaran dengan model konvensional.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Wendi Nugraha (2012) dengan judul penelitian “Keefektifan Penerapan Model Make a Match pada Pembelajaran Matematika Kelas V Materi Geometri di Sekolah Dasar Negeri 1 Purbalingga Kidul Kabupaten Purbalingga”. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri 1 Purbalingga Kidul sebanyak 54 siswa, yang terdiri dari dua kelas paralel, kelas VA sebagai kelas eksperimen dan kelas VB sebagai kelas kontrol. Hasil belajar siswa yang pembelajarannya menerapkan model make a match lebih baik daripada hasil belajar siswa yang proses belajarnya menerapkan model konvensional. Hal ini dibuktikan dengan hasil belajar siswa di kelas eksperimen sebesar 79,07, sedangkan di kelas kontrol sebesar 68,89. Penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh model Cooperative Learning teknik make a match terhadap hasil belajar Matematika siswa kelas V.

2.3 Kerangka Pikir

Pembelajaran IPA menuntut siswa untuk dapat menemukan sendiri pengetahuannya sehingga dapat diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari. Penemuan pengetahuan sendiri oleh siswa diperoleh melalui pengalaman belajar langsung yang dialami siswa di sekolah dan lingkungan sekitarnya. Selain pengalaman belajar langsung siswa juga membutuhkan suatu teknik belajar yang dapat membantu siswa memahami konsep-konsep penting dalam pembelajaran IPA. Melalui model pembelajaran Make a Match dan Picture and Picture diharapkan siswa lebih mudah memperoleh informasi dan memahami materi karena siswa aktif dalam pembelajaran melalui kerja sama dalam kelompok. Selain itu siswa juga dapat berbagi informasi dengan teman satu kelompok maupun kelompok lain melalui laporan diskusi masing-masing kelompok.

(26)

Model pembelajaran Make a Match mempunyai beberapa sintak yaitu mulai dari penyampaian materi pembelajaran yang disampaikan guru agar siswa dapat memahami maksud dari materi yaitu cuaca dan pengaruhnya bagi manusia. Setelah itu siswa dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu satu kelompok mendapatkan kartu soal dan satu kelompok lainnya mendapatkan katu jawaban. Guru menyampaikan cara mencocokkan kartu soal dan kartu jawaban tersebut dengan mencari pasangan, diharapkan siswa dapat memahami materi dengan mengetahui soal atau jawaban sesuai kartu yang dipegang. Setelah setiap siwa menemukan pasangan masing-masing, misalnya siswa yang mendapat kartu soal menemukan siwa yang mendapat kartu jawaban setiap pasangan menyampaikan hasil kerjanya di depan kelas. Setelah penyampaian hasil kerja sudah selesai, guru melakukan konfirmasi mengenai kebenaran soal dan jawaban. Hal tersebut dilakukan agar semua siswa mengetahui kebenaran soal dan jawabannya. Setelah itu setiap pasangan menempelkan kartu pada papan yang sudah disediakan agar siswa juga melatih kepercayaan dirinya.

Model pembelajaran Picture and Picture juga memiliki beberapa sintak yang sudah dijabarkan yaitu mulai dari penyampaian tujuan pembelajaran yang disampaikan guru agar siswa dapat mengukur sejauh mana kemampuannya dalam memahami materi. Setelah tujuan pembelajaran disampaikan, guru menjelaskan materi pengantar agar siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan model Picture and Picture dengan baik. Guru menunjukkan gambar yang akan digunakan dalam pembelajaran, agar siswa dapat mengemukakan pendapatnya mengenai gambar tersebut. Siswa mengurutkan gambar proses terjadinya hujan bersama kelompoknya. Setelah selesai mengurutkan gambar, siswa memberikan alasan dalam pengurutan gambar tersebut. Dari tahap tersebut siswa dituntut untuk aktif dalam pembelajaran. Setelah alasan disampaikan oleh siswa, maka guru dan siswa dapat memberikan kesimpulan dari pembelajaran yang dilakukan.

Berdasarkan penjelasan di atas siswa sama-sama berperan aktif dalam pembelajaran, maka dengan menggunakan model pembelajaran Make a Match dan Picture and Picture diharapkan dapat berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa.

(27)

Berikut gambar bagan kerangka berfikir penggunaan model pembelajaran Make a Match dan Picture and Picture.

Sintak atau langkah-langkah Model Make a Match

Penyampaian materi

Pembagian kelompok

Konfirmasi

Pencarian pasangan Pembagian kartu soal dan jawaban

Penyampaian dalam mencocokkan kartu

Laporan hasil kerja

Rasa ingin tahu Disiplin Tanggung jawab Minat siswa muncul Komunikatif Percaya diri Mampu memahami materi Mampu bertanggung jawab sesuai tugasnya

Mampu mencari pasangan sesuai kartu yang dipegang

Mampu menanggapi saat guru mengoreksi hasil kerja

Mampu melaporkan hasil kerjanya dengan percaya diri

Hasil belajar

Gambar 2.1 bagan kerangka berpikir model Make a Match

Keterangan

Dampak instruksional Dampak pengiring

(28)

Sintak atau langkah-langkah Model Picture and Picture

Penyampaian tujuan pembelajaran Pemberian materi pengantar Kesimpulan Pengurutan gambar Penunjukkan siswa Penanaman konsep materi Penyajian gambar

Rasa ingin tahu

Minat siswa muncul

Demokratis Komunikatif Teliti Tanggung jawab Disiplin Mampu mengukur kemampuan diri Mampu memberikan contoh macam-macam awan Mampu bertanggung jawab dalam mengurutkan gambar Mampu mengkomunikasikan hasil kerja Hasil belajar

Gambar 2.2 bagan kerangka berpikir model Picture and Picture

Keterangan

Dampak instruksional Dampak pengiring

(29)

MODEL PICTURE AND

PICTURE Sintak 1. Penyampaian tujuan pembelajaran 2. Pemberian materi pengantar 3. Penyajian gambar 4. Penunjukkan siswa 5. Pengurutan gambar 6. Penanaman konsep materi 7. Kesimpulan. Dampak

1. Rasa ingin tahu yang tinggi

2. Minat siswa muncul 3. Bersikap demokratis 4. Bertanggungjawab

sesuai tugasnya 5. Teliti

6. Siswa menyampaikan hasil kerja dengan percaya diri dan disiplin.

MODEL MAKE A MATCH

Sintak

1. Penyampaian materi 2. Pembagian kelompok 3. Pembagian kartu soal

dan jawaban

4. Penyampaian dalam mencocokkan kartu 5. Pencarian pasangan 6. Laporan hasil kerja 7. Konfirmasi.

Dampak

1. Rasa ingin tahu yang tinggi.

2. Aktif tetapi tetap disiplin

3. Bertanggungjawab sesuai tugasnya 4. Minat siswa muncul 5. Melaporkan hasil kerja

dengan percaya diri.

Hasil Belajar

Gambar 2.3 bagan kerangka berpikir model Make a Match dan Picture and Picture

(30)

2.4 Hipotesis Penelitian

Sehubungan dengan masalah dan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran terhadap prestasi belajar siswa, maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:

H0: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dalam penerapan model pembelajaran Cooperative Learning tipe Make a Match dan model pembelajaran Picture and Picture terhadap hasil belajar IPA siswa kelas III SD N 1 Nambuhan Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Semester 2 Tahun Ajaran 2015/2016

H1: Terdapat pengaruh yang signifikan dalam penerapan model pembelajaran Cooperative Learning tipe Make a Match dan model pembelajaran Picture and Picture terhadap hasil belajar IPA siswa kelas III SD N 1 Nambuhan Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Semester 2 Tahun Ajaran 2015/2016

Gambar

Gambar 2.1 bagan kerangka berpikir model Make a Match
Gambar 2.2 bagan kerangka berpikir model Picture and Picture  Keterangan
Gambar 2.3 bagan kerangka berpikir model Make a Match dan Picture  and Picture

Referensi

Dokumen terkait

Imam Mahmudi (2016) Analisis Pemasaran Ubi Kayu Pada Anggota Kelompok Tani Makmur Di Desa Pekaja Kecamatan Kalibagor Kabupaten Banyumas.. Pembimbing : Pujiati Utami, S.P.,M.P

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data mengenai jenis pangan yang dikonsumsi oleh keluarga perokok di Kecamatan Berastagi yang diperoleh dengan menggunakan formulir

When you run the Windows 2000 Setup Manager, you will choose to create a new answer file and specify that it is for Remote Installation Services. The remaining portions of the

 apabila ada teori atau temuan yang tidak islami atau bertentangan dengan norma Islam, maka dakwah kampus dan ilmuwan muslim harus menjawab tantangan ini. dengan

[r]

Di Indonesia terdapat tiga jenis iklim yang mempengaruhi iklim di Indonesia, yaitu iklim musim (muson), iklim tropica (iklim panas), dan iklim laut.. Perubahan cuaca dan iklim

(2) Tarif Pelayanan non kesehatan lainnya sesuai pengembangan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelayanan baru sesuai dengan perkembangan ilmu dan

Jika digabung, utilitas-utilitas tersebut membentuk toolset standar yang diharapkan oleh user pada sistem UNIX mana saja, walau pun tidak melakukan fungsi sistem