• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pengaruh dalam adalah sebagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pengaruh dalam adalah sebagai"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pengaruh dan Penerapan

Sebelum membahas lebih lanjut tentang skripsi ini, ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan pengaruh dan penerapan. Pengertian pengaruh dalam www.KamusBahasaIndonesia.org adalah sebagai berikut:

“Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang.” Sementara definisi penerapan menurut www.kbbi.web.id adalah perbuatan menerapkan. Sedangkan menurut beberapa ahli berpendapat bahwa, penerapan adalah suatu perbuatan mempraktekkan suatu teori, metode, dan hal lain untuk mencapai tujuan tertentu dan untuk suatu kepentingan yang diinginkan oleh suatu kelompok atau golongan yang telah terencana dan tersusun sebelumnya.

Dengan mengacu pada definisi tersebut, maka yang menjadi pengaruh dalam penelitian ini adalah adalah pengaruh penerapan e-SPT dan yang di pengaruhinya efisiensi pengisian SPT masa PPN oleh Pengusaha Kena Pajak.

2.2 Pajak

2.2.1 Pengertian Pajak

Menurut Adriani dalam buku Diana Sari (2013) menjelaskan bahwa: “Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan – peraturan umum undang – undang dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.

(2)

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 dijelaskan bahwa:

“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2.2.2 Ciri Pajak

Menurut Mardiasmo (2011:1) pajak memiliki unsur - unsur: 1. Iuran rakyat kepada negara

Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).

2. Berdasarkan Undang-Undang

Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang – undang serta aturan pelaksanaannya.

3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

2.2.3 Fungsi Pajak

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk

(3)

pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:

1. Fungsi anggaran

Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin Negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Sekarang ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.

2. Fungsi Mengatur

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri. 3. Fungsi Stabilitas

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat

(4)

dikendalikan, hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efesien.

4. Fungsi redistribusi pendapatan

Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

2.2.4 Pengelompokan Pajak

Menurut Mardiasmo (2011) pajak dibagi dalam beberapa kelompok, diantaranya adalah :

1. Menurut golongannya.

a. Pajak langsung, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan.

b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.

2. Menurut sifatnya.

a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan.

(5)

b. Pajak Objektif, pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

3. Menurut lembaga pemungutnya.

a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Bea Materai.

b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh: Pajak Provinsi (misalnya pajak kendaraan bermotor dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor) dan pajak kabupaten/kota (misalnya pajak restoran, pajak hotel, dan pajak hiburan).

2.2.5 Subjek Pajak

Menurut Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, menetapkan Subjek Pajak sebagai berikut:

1. Orang pribadi atau warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak;

2. Badan usaha yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia;

3. Bentuk usaha tetap. Bentuk usaha tetap merupakan Subjek Pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan (bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang

(6)

tidak bertempat tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia).

2.2.5.1 Subjek Pajak Dalam Negeri

Menurut Pasal 2 ayat (3) UU Pajak Penghasilan menetapkan Subyek Pajak Dalam Negeri sebagai berikut:

1. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, (i) orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau (ii) orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;

2. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:

a. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

c. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan

d. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional Negara; dan

(7)

3. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. Adapun untuk pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakannya, warisan tersebut menggantikan kewajiban ahli waris yang berhak. Apabila warisan tersebut telah dibagi, kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli waris. Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi sebagai subyek pajak luar negeri yang tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, tidak dianggap sebagai subyek pajak pengganti karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi dimaksud melekat pada objeknya.

2.2.5.2 Subjek Pajak Luar Negeri

Menurut Pasal 2 ayat (4) UU Pajak Penghasilan menetapkan Subyek Pajak Luar Negeri sebagai berikut:

1. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dan

2. badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia: a. yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha

tetap di Indonesia; dan

b. Yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

(8)

2.2.6 Kewajiban dan Hak Wajib Pajak 2.2.6.1 Wajib Pajak

Menurut Undang-Undang KUP dijelaskan bahwa :

“Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.

2.2.6.2 Kewajiban Wajib Pajak

Menurut Mardiasmo (2010) kewajiban wajib pajak dalam memenuhi berbangsa dan bernegara dalam pemungutan pajak antara lain :

a. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP

b. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP c. Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar

d. Mengisi dengan benar SPT (SPT diambil sendiri), dan memasukan ke Kantor Pelayanan Pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan e. Menyelenggarakan pembukuan/pencatatan

f. Jika diperiksa wajib :

1. Memperlihatkan dan meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh kegiatan usaha, pekerja bebas wajib pajak, atau objek yang terutang pajak.

2. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu untuk atau memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.

(9)

g. Apabila dalam waktu mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta, wajib pajak terikut oleh suatu kewajiban untuk merahasiakannya, maka kewajiban untuk merahasiakannya itu ditiadakan untuk keperluan pemerintah.

2.2.6.3 Hak-hak Wajib Pajak

Wajib pajak selain memiliki kewajiban juga memiliki hak yaitu sebagai berikut:

a. Mengajukan surat keberatan dan surat banding b. Menerima tanda bukti pemasukan SPT

c. Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukkan d. Mengajukan permohonan penundaan pemasukan SPT

e. Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak

f. Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam surat ketetapan pajak

g. Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak

h. Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta pembetulan surat keterangfan pajak yang salah

i. Memberi kuasa kepada orang untuk melaksanakan kewajiban pajaknya j. Meminta bukti pemotongan atau pemungutan pajak

(10)

2.2.7 PKP (Pengusaha Kena Pajak) 2.2.7.1 Pengertian PKP

Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana terakhir kali diubah dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 dijelaskan bahwa :

“Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN 1984”.

Syarat Pengusaha wajib menjadi PKP yaitu apabila memiliki pendapatan bruto (omset) dalam 1 tahun buku Rp. 4,800,000,000 (empat milyar delapan ratus juta rupiah) atau lebih.

Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean dan/atau melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak, dan/atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud diwajibkan :

1. melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; 2. memungut pajak yang terutang;

3. menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan serta menyetorkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang; dan 4. melaporkan pemungutan, penyetoran dan penghitungan pajaknya paling

(11)

2.2.8 Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak menurut Mardiasmo (2011:7) sistem pemungutan pajak terdiri dari:

1. Official Assesment System

Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

Ciri – cirinya:

a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.

b. Wajib Pajak bersifat pasif.

c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

2. Self Assesment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajb Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri – cirinya:

a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri,

b. Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang,

c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

(12)

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri – cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.

2.3 Modernisasi Perpajakan

Semenjak tahun 2002, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah meluncurkan program perubahan (change program) atau reformasi administrasi perpajakan yang secara singkat biasa disebut Modernisasi. Modernisasi perpajakan pada dasarnya merupakan perwujudan atau bagian dari reformasi perpajakan. Modernisasi perpajakan ini dapat diartikan sebagai penggunaan sarana dan prasarana perpajakan yang baru dengan memanfaatkan perkembangan ilmu dan teknologi (Diana, 2013:14).

Adapun tujuan modernisasi perpajakan menurut Diana (2013:18) adalah untuk menjawab latar belakang dilakukannya modernisasi perpajakan, yaitu:

a. Tercapainya tingkat kepatuhan pajak (tax compliance) yang tinggi; b. Tercapainya tingkat kepercayaan (trust) terhadap administrasi

perpajakan yang tinggi;

c. Tercapainya tingkat produktivitas pegawai pajak yang tinggi.

Menurut Diana (2013:18), fasilitas pelayanan perpajakan yang tersedia di tiap KPP dan siap dimanfaatkan oleh masyarakat atau Wajib Pajak seirama dengan modernisasi adalah sebagai berikut:

(13)

Utuk meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, dibentuk suatu tempat pelayanan yang terpadu disetiap KPP, seperti penerimaan dokumen atau laporan perpajakan (SPT, SSP, dan sebagainya) yang diserahkan langsung oleh Wajib Pajak sehingga tidak harus ke masing-masing seksi.

2. Account Representative

AR adalah pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang diberikan wewenang khusus untuk memberikan pelayanan dan mengawasi wajib pajak secara langsung.

3. Help Desk

Dengan adanya Help Desk diharapkam mmapu menghilangkan kebingungan dan kesulitan yang kadang-kadang dialami masyarakat bila berhubungan dengan suatu kantor pajak termasuk instansi pemerintah. 4. Complaint Center

Berfungsi untuk menampung keluhan-keluhan wajib pajak yang terdaftar di KPP di wilayah kerjanya.

5. Call Center

Fungsi call yang ditangani call center menyangkut pelayanan (konfirmasi, prosedur, peraturan, material perpajakan, dan lainnya). Call center (021) 500200

(14)

Dengan adanya media informasi, wajib pajak dapat mengakses segala sesuatu hal yang berhubungan dengan pajak yang dibutuhkan secara gratis.

7. Website

Untuk mempermudah akses informasi perpajakan kepada masyarakat, terlebih lagi dengan iklim yang mengglobal, maka dibuat website

perpajakan yang dikelola DJP, yaitu: www.pajak.go.id. 8. E-system perpajakan

Pemanfaatan dan penerapan e-system dimaksudkan agar semua proses kerja dan pelayanan perpajakan berjalan dengan baik, lancar, cepat, dan akurat. Beberapa e-system yang dimanfaatkan masyarakat atau wajib pajak, yaitu e-registration, e-SPT, e-Filing, dan e-Payment.

2.4 PPN (Pajak Pertambahan Nilai) 2.4.1 Definisi PPN

Dasar hukum yang mengatur pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) adalah Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. Undang-Undang ini disebut Pajak Pertambahan Nilai 1984.

Menurut Waluyo (2005) menyatakan bahwa:

“Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Penjualan atas Barang Mewah atau disingkat PPN dan PPnBM merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi didalam negeri (didalam daerah pabean), baik konsumsi barang maupun jasa.”

(15)

2.4.2 Fungsi Pajak Pertambahan Nilai

Menurut Moch. Zain (2007:123) menyebutkan bahwa secara garis besar terdapat lima fungsi dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yaitu:

a. Penerimaan Negara

b. Membantu Pengusaha Kecil c. Mendorong Ekspor

d. Pemerataan Beban Pajak

2.4.3 Objek Pajak Pertambahan Nilai

Menurut UU RI No. 42 Tahun 2009 Tentang UU PPN dan PPnBM, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:

a. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;

b. Impor Barang Kena Pajak;

c. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;

d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau

f. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak g. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;

dan

(16)

2.4.4 Karakteristik PPN

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menggantikan peranan Pajak Penjualan (PPN) di Indonesia, karena PPN memiliki karakteristik positif yang tidak dimiliki oleh PPn. Legal karakter PPN tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pajak Objektif

Yang dimaksud dengan pajak objektif adalah suatu jenis pajak yang saat timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh faktor kondisi objektifnya, peristiwa atau perbuatan hukum yang dikenakan pajak juga disebut dengan nama objek pajak. Sebagai pajak objektif, timbulnya kewajiban untuk membayar PPN ditentukan adanya objek pajak. Kondisi subjek pajak tidak ikut menentukan.

2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Merupakan Pajak Tidak Langsung Karakter ini memberikan suatu konsekuensi yuridis bahwa antara pemikul beban pajak (destinataris pajak)dengan penanggung jawab atas pembayaran pajak ke Kas Negara berada pada pihak yang berbeda.

3. Multi Stage Tax

Multi stage tax adalah karakteristik PPN yang dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi. Setiap penyerahan barang menjadi objek PPN mulai dari tingkat Pabrikan (Manufacturer) kemudian ditingkat Pedagang Besar dalam berbagai bentuk atau nama (Wholesaler) sampai dengan tingkat Pedagang Pengecer dikenakan PPN. 4. Mekanisme Pemungut PPN menggunakan Faktur Pajak

(17)

Dalam hal terjadi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagai konsekuensi penggunaan credit method untuk menghitung PPN yang terutang maka Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau menyerahkan Jasa Kena Pajak wajib memungut PPN yang terutang dan memberikan Faktur Pajak sebagai bukti pungutan pajak.

5. PPN adalah Pajak atas Konsumsi Umum Dalam Negeri

Sebagai pajak atas konsumsi umum dalam negeri, PPN hanya dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan dalam negeri.

(Modul Pelatihan Pajak Terapan Brevet A dan B Terpadu - IAI) 2.4.5 Tarir Pajak Pertambahan Nilai

a. Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen).

b. Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak adalah 0% (nol persen).

c. Dengan Peraturan Pemerintah, tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi serendah-rendahnya 5% (lima persen) dan setinggi-tingginya 15% (lima belas persen).

Cara menghitung PPN adalah sebagai berikut :

PPN yang terutang = tarif x dasar pengenaan pajak (DPP)

PPN yang terutang merupakan Pajak Keluaran (PK) yang dipungut oleh PKP penjual dan merupakan Pajak Masukan bagi PKP pembeli.

(18)

Contoh :

1. PKP "A" bulan Januari 2015 menjual tunai kepada PKP "B" 100 pasang sepatu @ Rp.100.000,00 = Rp.10.000.000,00 PPN terutang =10% x Rp.10.000.000,00 = Rp. 1.000.000,00 DPP = Rp.10.000.000,00 PPN Keluaran = Rp. 1.000.000,00 Piutang Dagang = Rp.11.000.000,00 2.5 SPT Masa PPN 2.5.1 Pengertian SPT Masa PPN

Pengertian SPT Masa PPN menurut PER - 160/PJ/2006 adalah:

1. Bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menerbitkan Faktur Pajak Standar kurang dari 30 (tiga puluh) dalam 1 (satu) Masa Pajak, SPT Masa PPN adalah Surat Pemberitahuan baik dalam bentuk formulir kertas (hard copy) maupun dalam bentuk elektronik.

2. Bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menerbitkan Faktur Pajak Standar lebih dari 30 (tiga puluh) dalam 1 (satu) Masa Pajak, SPT Masa PPN adalah Surat Pemberitahuan dalam bentuk data elektronik.

3. Bagi Pemungut PPN, SPT Masa PPN adalah Surat Pemberitahuan yang terdiri dari Induk SPT dan Lampiran SPT baik dalam bentuk formulir kertas (hard copy) maupun dalam bentuk data elektronik.

2.5.2 Fungi SPT Masa PPN

Sesuai dengan Pasal 3 Undang – undang Nomor 28 Tahun 2007 dalam buku Aristanti (2013), SPT Masa PPN mempunyai fungsi sebagai sarana untuk

(19)

melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:

a. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran

b. Pembayaran atau pelunasan pajak yang elah dilaksanakan sendiri oleh PKP dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan yang berlaku. 2.5.3 Bentuk dan Isi SPT Masa PPN

SPT Masa PPN sebagaimana ditetapkan dalam PER - 44/PJ/2010, yang selanjutnya disebut dengan SPT Masa PPN 1111, terdiri dari :

1. Induk SPT Masa PPN 1111- Formulir 1111 (F.1.2.32.04); dan 2. Lampiran SPT Masa PPN 1111:

3. Formulir 1111 AB - Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan (D.1.2.32.07);

4. Formulir 1111 A1 - Daftar Ekspor BKP Berwujud, BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP (D.1.2.32.08);

5. Formulir 1111 A2 - Daftar Pajak Keluaran atas Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak (D.1.2.32.09);

6. Formulir 1111 B1 - Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan atas Impor BKP dan Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud/JKP dari Luar Daerah Pabean (D.1.2.32.10);

7. Formulir 1111 B2 - Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan atas Perolehan BKP/JKP Dalam Negeri (D.1.2.32.11); dan

(20)

8. Formulir 1111 B3 - Daftar Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan atau yang Mendapat Fasilitas (D.1.2.32.12). Contoh ada di lampiran. 2.5.4 Tata Cara Perolehan, Pengisian, dan Pencetakan SPT Masa PPN

Menurut PER-11/PJ/2013 SPT Masa PPN 1111 dapat disampaikan oleh PKP dengan cara:

a. Formulir Induk SPT Masa PPN 1111 beserta Lampirannya dalam bentuk formulir kertas (hardcopy) dan Aplikasi Pengisian SPT (e-SPT) dapat diperoleh dengan cara:

1) Diambil di KPP atau KP2KP;

2) Digandakan atau diperbanyak sendiri oleh PKP;

3) Diunduh di laman Direktorat Jenderal Pajak, dengan alamat www.pajak.go.id selanjutnya dapat dimanfaatkan/digandakan; atau 4) Disediakan oleh Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) yang

telah ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak (khusus e-SPT). b. PKP dapat mengisi SPT Masa PPN 1111 dan Lampirannya dalam bentuk

formulir kertas (hard copy) dengan cara:

1) Ditulis tangan dengan menggunakan huruf balok (bukan huruf sambung); atau

2) Diketik dengan menggunakan mesin ketik

c. Pengisian data pada SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk formulir kertas (hard copy) juga harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Pengisian data pada Induk dan Lampiran SPT Masa PPN tidak boleh melebihi baris dan/atau kolom yang telah disediakan dan harus

(21)

dituliskan dalam satu baris. Contoh: Nama Penjual : PT Cahaya Buana Terang Indonesia Jaya Perkasa, pada Lampiran SPT Masa PPN dapat ditulis PT Cahaya Buana TIJP agar tertampung di dalam kolom/baris Nama Penjual BKP/BKP Tidak Berwujud/Pemberi JKP.

2) Pengisian NPWP, Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak, nomor Dokumen Tertentu, dan nomor Nota Retur/Nota Pembatalan harus dituliskan secara lengkap dan tidak boleh singkat. Untuk pengisian SPT dengan menggunakan tulisan tangan atau mesin ketik, PKP diperbolehkan untuk mengisi data NPWP pada kolom atau baris tanpa menggunakan tanda baca, kecuali untuk identitas NPWP yang sudah disediakan formatnya pada formulir. Contoh: NPWP dapat ditulis 01.021.354.6-427.000 atau 010213546427000

d. Penggunaan formulir SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk PDF mengikuti ketentuan sebagai berikut:

1) PKP dapat mencetak/print formulir SPT Masa PPN 1111 langsung dari file PDF yang telah disediakan, selama memperhatikan beberapa ketentuan sebagai berikut:

a) Dicetak dengan menggunakan kertas folio/F4 dengan berat minimal 70 gram.

b) Pengaturan ukuran kertas pada printer menggunakan ukuran kertas (paper size) 8,5 x 13 inci (215 x 330 mm).

(22)

Di samping pedoman tersebut, terdapat petunjuk pencetakan yang harus diikuti, yang tersimpan dalam bentuk file PDF dengan nama readme.pdf.

2) Formulir SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk file PDF terlebih dahulu dicetak, selanjutnya PKP dapat mengisi formulir SPT Masa PPN 1111 tersebut, menandatanganinya kemudian menyampaikannya ke KPP atau KP2KP.

2.5.5 Batas Waktu Penyampaian SPT Masa PPN Tabel 2.1

Batas Waktu Penyampaian SPT Masa PPN

No Jenis Pajak Pembayaran/Penyetoran Pelaporan

1

PPN & PPnBM Umum

Harus disetor paling lambat akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan.

Diwajibkan menyampaikan Surat pemberitauan Masa paling lambat akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak.

2

PPN & PPnBM Impor

Harus dilunasi sendiri oleh WP bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan apabila pembayaran Bea masuk ditunda atau

dibebaskan, PPN & PPnBM harus dilunasi pada saat

(23)

penyelesaian dokumen impor.

3

PPN & PPnBM Impor DJBC

Harus disetor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak dilakukan.

Harus melaporkan hasil pemungutannya secara mingguan paling lambat 7 hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.

4

PPN & PPnBM Bendaharawan

Harus disetor paling lambat tanggal 7 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Harus melaporkan hasil pemungutannya paling lambat 14 hari setelah masa pajak berakhir. 5 PPN & PPnBM Pemungut PPN Selain Bendaharawan Pemerintah

Harus disetor paling lambat tanggal 15 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

Harus menyampaikan Surat pemberitahuan Masa paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak Berakhir .

Sumber: Diana (2013)

2.5.6 Tempat Pelaporan SPT Masa PPN

Menurut PER-11/PJ/2013 tempat pelaporan SPT Masa PPN adalah sebagai berikut:

1) KPP;

(24)

3) Tempat lain yang ditetapkan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

2.5.7 Cara Pelaporan dan Penyampaian SPT Masa PPN

Menurut PER-11/PJ/2013 Cara Pelaporan dan Penyampaian SPT Masa PPN adalah sebagai berikut:

1. SPT Masa PPN 1111 dapat disampaikan oleh PKP dengan cara: a. Manual, yaitu:

1. Disampaikan langsung ke KPP, KP2KP, atau tempat lain yang ditetapkan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak, dan atas penyampaian SPT Masa PPN 1111 tersebut PKP akan menerima tanda bukti penerimaan; atau

2. Disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi atau perusahaan jasa kurir, dengan bukti pengiriman surat. Bukti pengiriman surat tersebut dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan SPT, sepanjang SPT tersebut lengkap, atau

b. Elektronik (e-Filing), yaitu melalui sistem online yang real time melalui satu atau beberapa perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, yang tata cara penyampaiannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 47/PJ/2008 tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan dan Penyampaian Pemberitahuan Perpanjangan Surat Pemberitahuan Tahunan Secara Elektronik (e-Filing) Melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) dan perubahan/penggantinya.

(25)

2. Pelaporan dan penyampaian SPT Masa PPN 1111 secara manual dapat dilakukan untuk SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk formulir kertas (hard copy) atau dalam bentuk media elektronik.

3. Dalam hal SPT Masa PPN 1111 disampaikan dalam bentuk media elektronik, Induk SPT Masa PPN 1111 harus tetap disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hard copy), ditandatangani dan disampaikan secara manual.

4. Dalam hal SPT Masa PPN 1111 disampaikan secara e-Filing, Induk SPT Masa PPN 1111 tidak perlu disampaikan secara manual dalam bentuk formulir kertas (hard copy).

2.5.8 Sanksi Administrasi dan Sanksi Pidana Sehubungan dengan SPT Dalam Undang-undang KUP Pasal 7 butir 1 menyatakan bahwa: ”Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya, dan sebesar Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan serta sebesar Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi.”

(26)

2.6 E-SPT PPN 2.6.1 Pengertian E-SPT

Menurut PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 6/PJ/2009 TENTANG TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN DALAM BENTUK ELEKTRONIK, e-SPT adalah: “Data SPT Wajib Pajak dalam bentuk elektronik yang dibuat oleh Wajib Pajak dengan menggunakan aplikasi e-SPT yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.”

2.6.2 Keunggulan e-SPT

Keunggulan e-SPT yang dijabarkan oleh pemerintah pada situs www.pajak.go.id, kelebihan aplikasi e-SPT adalah sebagai berikut:

1. Penyampaian SPT dapat dilakukan secara cepat dan aman, karena lampiran dalam bentuk CSV (Comma Separated Values) kemudian dimasukan kedalam flash disk atau CD;

2. Data perpajakan terorganisir dengan baik;

3. Sistem aplikasi e-SPT mengorganisasikan data perpajakan perusahaan dengan baik dan sistematis;

4. Penghitungan dilakukan secara cepat dan tepat karena menggunakan sistem computer;

5. Kemudahan dalam membuat Laporan Pajak;

6. Data yang disampaikan WP selalu lengkap, karena penomoran formulir dengan menggunakan sistem computer;

(27)

8. Berkurangnya pekerjaan-pekerjaan klerikal perekaman SPT yang memakan sumber daya yang cukup banyak.

2.6.3 Pengertian e-SPT PPN

E-SPT PPN adalah SPT PPN dalam bentuk program aplikasi yang merupakan fasilitas dari Direktorat Jenderal Pajak kepada Wajib Pajak yang digunakan untuk merekam SPT beserta lampirannya, memelihara data SPT beserta lampirannya, generate data SPT digital serta mencetak SPT dan dapat dilaporkan melalui media elektronik ke Kantor Pelayanan Pajak.

Untuk memperoleh e-SPT PPN, Wajib Pajak dapat memperoleh program aplikasi tersebut secara cuma-cuma dari Direktorat Jenderal Pajak. Bagi Wajib Pajak besar dapat menghubungi AR yang telah ditunjuk.

2.6.4 Fasilitas e-SPT PPN

1. Perekaman data SPT beserta Lampirannya

Sistem e-SPT menyediakan fasilitas perekaman data SPT dan Lampirannya, dan melakukan perhitungan-perhitungan secara otomatis pada saat perekaman serta sinkronisasi data Lampiran dan SPT Induk.

2. Perekaman data SPT Pembetulan beserta Lampirannya

Sistem e-SPT menyediakan fasilitas untuk melakukan perekaman SPT Pembetulan.

3. User Profiles

Sistem e-SPT memiliki kemampuan untuk mengatur profil masing-masing pengguna sesuai dengan tanggung jawabnya.

(28)

4. Memelihara data Wajib Pajak lawan transaksi

Sistem e-SPT memiliki fasilitas untuk merekam dan memelihara data Wajib Pajak lawan transaksinya.

5. Impor Data Lampiran

Sistem e-SPT memiliki kemampuan untuk mengimpor data Faktur Pajak dengan format tertentu, yang dihasilkan oleh sistem yang digunakan Wajib Pajak atau data Faktur Pajak hasil ekspor dari terminal sistem e-SPT lainnya.

6. Generate Data Digital SPT

e-SPT memiliki fasilitas untuk menghasilkan data digital SPT yang nantinya akan diberikan ke KPP dalam bentuk CSV (Comma Separated Values) kemudian dimasukan kedalam CD atau flashdisk

ataupun dikirimkan secara online melalui fasilitas yang disediakan oleh DJP.

7. Cetak SPT

Sistem e-SPT memiliki kemampuan untuk melakukan pencetakan SPT Induk baik SPT Induk PPN ataupun SPT Induk BM.

2.6.5 Cara Penyampaian, Prosedur Penyampaian, dan Pembetulan e-SPT 1. Cara Penyampaian e-SPT

Sesuai PER 06/PJ/2009 Pasal 3 butir 1 Penyampaian e-SPT oleh Wajib Pajak ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dapat dilakukan: a. Secara langsung atau melalui pos/perusahaan jasa ekspedisi/kurir

(29)

mengirimkan formulir Induk SPT Masa PPh dan/atau SPT Masa PPN dan/atau SPT Tahunan PPh hasil cetakan e-SPT yang telah ditandatangani dan file data SPT yang tersimpan dalam bentuk elektronik serta dokumen lain yang wajib dilampirkan; atau b. Melalui e-Filing sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2. Prosedur Penyampaian e-SPT

Prosedur penyampaian berdasarkan PER-6/PJ/2009 mengenai tata cara penyampaian Surat Pemberitahuan dalam bentuk Electronic adalah sebagai berikut:

SPT dalam bentuk Elektronik (e-SPT) beserta lampiran-lampirannya dilaporkan dengan menggunakan media elektronik (CD, disket, flash disk dan lain-lain) ke KPP dimana Wajib Pajak terdaftar. Aplikasi e -SPT merupakan aplikasi -SPT yang diberikan secara cuma-cuma oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Wajib Pajak.

Dengan menggunakan aplikasi e-SPT Wajib Pajak dapat merekam, memelihara, dan men-generate data Elektronik SPT serta mencetak SPT beserta lampirannya. Prosedur Penyampaian e-SPT adalah sebagai berikut :

1. Wajib Pajak melakukan instalasi aplikasi e-SPT pada sistem komputer yang digunakan untuk keperluan administrasi perpajakannya;

2. Wajib Pajak menggunakan aplikasi e-SPT untuk merekam data-data perpajakan yang akan dilaporkan, yaitu antara lain:

(30)

a. Data Identitas Wajib Pajak Pemotong/Pemungut dan Identitas Wajib Pajak yang dipotong/dipungut seperti NPWP, Nama, Alamat, Kode Pos, Nama KPP, Pejabat Penandatangan, Kota, Format Nomor Bukti Potong/Pungut, Nomor awal bukti Potong/Pungut, Kode Kurs Mata Uang yang Digunakan; b. Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh;

c. Faktur Pajak;

d. Data perpajakan yang terkandung dalam SPT;

e. Data Surat Setoran Pajak (SSP), Seperti: Masa Pajak, Tahun Pajak, tanggal setor, NTPN, kode Akun/KJS, dan jumlah pembayaran pajak;

3. Wajib Pajak yang telah memiliki sistem administrasi keuangan/perpajakan sendiri dapat melakukan proses impor data dari sistem yang dimiliki Wajib Pajak ke dalam aplikasi e-SPT dengan mengacu kepada format data yang sesuai dengan aplikasi

e-SPT;

4. Wajib Pajak mencetak Bukti Pemotongan/Pemungutan dengan menggunakan aplikasi e-SPT dan menyampaikannya kepada pihak yang dipotong/dipungut;

5. Wajib Pajak mencetak formulir Induk SPT Masa PPh dan/atau SPT Masa PPN dan/atau SPT Tahunan PPh menggunakan aplikasi e -SPT;

(31)

6. Wajib Pajak menandatangani formulir Induk SPT Masa PPh dan/atau SPT Masa PPN dan/atau SPT Tahunan PPh hasil cetakan aplikasi e-SPT;

7. Wajib Pajak membentuk file data SPT dengan menggunakan aplikasi e-SPT dan disimpan dalam media elektronik;

8. Wajib Pajak Menyampaikan e-SPT ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dengan cara:

a. secara langsung atau melalui pos/perusahaan jasa ekspedisi/kurir dengan bukti pengiriman surat, dengan membawa atau mengirimkan formulir Induk SPT Masa PPh dan/atau SPT Masa PPN dan/atau SPT Tahunan PPh hasil cetakan e-SPT yang telah ditandatangani dan file data SPT yang tersimpan dalam bentuk elektronik serta dokumen lain yang wajib dilampirkan; atau

b. melalui e-Filing sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

9. a. Atas penyampaian e-SPT secara langsung diberikan tanda penerimaan surat dari TPT sedangkan penyampaian e-SPT melalui pos atau jasa ekspedisi/kurir bukti pengiriman surat dianggap sebagai tanda terima SPT.

b. Atas penyampaian melalui e-Filing diberikan bukti penerimaan elektronik.

3. Pembetulan e-SPT

(32)

1. Pembetulan atas SPT yang telah disampaikan dalam bentuk elektronik (e-SPT), wajib disampaikan dalam bentuk elektronik (e -SPT).

2. Pembetulan atas SPT yang telah disampaikan dalam bentuk kertas (hardcopy), dapat disampaikan dalam bentuk elektronik (e-SPT) atau dalam bentuk bentuk kertas (hardcopy).

2.6.6 Pengajuan Kode Aktivasi dan Pengajuan No Seri Faktur Pajak 2.6.6.1 Pengajuan Kode Aktivasi

Sebelum Pengusaha Kena Pajak dapat memperoleh Nomor Seri Faktur Pajak, terlebih dahulu Pengusaha Kena Pajak mengajukan permohonan Kode Aktivasi dan Password secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak dimana Pengusaha Kena Pajak tesebut dikukuhkan.

Langkah mengajukan permohonan kode aktivasi dan password akan dijelaskan dalam gambar berikut:

Gambar 2.1 Permohonan Kode Aktivasi dan Password Sumber : http://www.slideshare.net/sidikabdullah/bahan-sosialisasi-per-24-pj2012

(33)

1. PKP mengajukan surat permohonan Kode Aktivasi dan Password ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan.

2. KPP menerbitkan surat pemberitahuan Kode Aktivasi yang ditandatangani oleh Kepala Seksi Pelayanan atas nama Kepala Kantor Pelayanan Pajak dan dikirim melalui pos dalam amplop tertutup ke alamat PKP, kemudian mengirimkan Password melalui surat elektronik (email) ke alamat email PKP yang dicantumkan dalam surat permohonan Kode Aktivasi dan Password. 3. Dalam hal surat pemberitahuan Kode Aktivasi dan surat pemberitahuan

penolakan tidak diterima oleh PKP dan kembali pos (kempos), Kantor Pelayanan Pajak akan memberitahukan informasi tersebut melalui surat elektronik (email) ke alamat email PKP yang dicantumkan dalam surat permohonan Kode Aktivasi dan Password.

2.6.6.2 Pengajuan No Seri Faktur Pajak

Berikut tata cara permintaan nomor seri Faktur Pajak oleh PKP sesuai SE-52/PJ/2012:

1. PKP mengajukan permintaan nomor seri Faktur Pajak ke KPP tempat dimana PKP tersebut dikukuhkan. Contoh surat ada di lampiran.

2. Petugas yang ditunjuk mempersilahkan PKP menginput kode aktivasi serta password pada sitem di KPP secara mandiri.

3. Jika telah memenuhi persyaratan PKP saat itu juga akan menerima lembar pertama surat pemberitahuan nomor seri Faktur Pajak beserta jumlah penerbitan Faktur Pajaknya yang telah ditandatangani oleh Kepala seksi pelayanan (lembar kedua untuk arsip KPP).

(34)

4. Jika Surat Pemberitahuan nomor seri Faktur Pajak hilang, rusak, atau tidak tercetak dengan jelas, PKP dapat meminta kembali ke KPP untuk cetak ulang dengan menunjukkan Surat Permintaan nomor seri Faktur Pajak yang bersangkutan.

Format kode dan nomor seri faktur pajak adalah sebagai berikut : 0 0 0 0 0 0 0 0 Kode

transaksi

Kode status Nomor Seri Faktur Pajak

Gambar 2.2 Format Nomor Seri Faktur Pajak

a. Kode transaksi diisi dengan ketentuan yang sudah ditetapkan. Contoh ada dilampiran

b. Kode status diisi dengan ketentuan sebagai berikut : 1) 0(nol) untuk status normal;

2) 1(satu) untuk status penggantian

c. Dalam hal diterbitkan faktur pajak pengganti ke-2, ke-3 dan seterusnya, maka kode status yang digunakan kode status ‘1’

d. Nomor Seri Faktur Pajak terdiri dari 11 digit nomor urut yang dipisahkan oleh 2 digit tahun penerbitan

Berikut ketentuan jumlah penerbitan Faktur Pajak yang diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak :

1. Jumlah Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan kepada PKP baru atau PKP yang melaporkan SPT secara manual/hardcopy paling banyak sebesar 75 nomor seri.

(35)

2. Dalam hal PKP telah menerbitkan Faktur Pajak dan melaporkan SPT Masa PPN untuk masa pajak sebelumnya secara elektronik (e-SPT), jumlah Nomor Seri Faktur Pajak yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

a. Jika jumlah diminta PKP lebih dari 120 % dari jumlah penerbitan Faktur Pajak selama 3 (tiga) bulan sebelumnya, maka jumlah Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan kepada PKP sebesar 120 % dari jumlah penerbitan Faktur Pajak selama 3 (tiga) bulan.

b. Jika jumlah diminta PKP sama atau kurang dari 120 % dari jumlah penerbitan Faktur Pajak selama 3 (tiga) bulan sebelumnya, maka jumlah Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan kepada PKP sebesar jumlah yang diminta PKP.

PKP berkewajiban melaporkan Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak digunakan pada akhir tahun pajak. PKP akan menerima BPS (Bukti Penerimaan Surat) dari Petugas TPT atas berkas pelaporan Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak digunakan.

2.7 Efisiensi Dan Efektivitas Pengisian SPT 2.7.1 Pengertian Efisiensi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, efisiensi adalah ketepatan cara usaha, kerja dalam menjalankan sesuatu dengan tidak membuang waktu, tenaga, biaya, kedayagunaan, ketepatgunaan, kesangkilan.

(36)

2.7.2 Pengertian Efektivitas

Menurut Handoko (2012) efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat dan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan e-SPT Masa PPN dapat berjalan dengan efektif, sehingga bisa membuat para wajib pajak lebih efektif dalam mengisi SPT.

2.7.3 Pengisian SPT

Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya. (Pasal 4 ayat (1) UU KUP).

Yang dimaksud dengan benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani diatas adalah:

1. Benar

Benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya,

2. Lengkap

Memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan. 3. Jelas

Melaporkan asal-usul atau sumber dari objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan

(37)

4. Ditandatangani

Penandatanganan dapat dilakukan secara biasa, dengan tanda tangan stempel, atau tanda tangan elektronik atau digital, yang semuanya mempunyai kekuatan hokum yang sama dan tata cara pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Menkeu No. 181/PMK.03/2007

2.8 Kerangka Pemikiran

Definisi atau pengertian pajak menurut Adriani dalam buku Diana Sari (2013) adalah sebagai berikut :

“Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan – peraturan umum undang – undang dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.

Pajak merupakan penerimaan terbesar negara, oleh karena itu, pemerintah selalu berupaya untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak. Salah satu upaya yang ditempuh pemerintah adalah reformasi perpajakan.

Reformasi Perpajakan secara komprehensif dilakukan terhadap tiga (3) bidang pokok atau utama yaitu salah satunya adalah bidang administrasi, yakni melalui reformasi administrasi perpajakan.

Semenjak tahun 2002, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah meluncurkan program perubahan (change program) atau reformasi administrasi perpajakan yang secara singkat biasa disebut Modernisasi. Modernisasi perpajakan pada dasarnya merupakan perwujudan atau bagian dari reformasi perpajakan. Modernisasi perpajakan ini dapat diartikan sebagai penggunaan sarana dan

(38)

prasarana perpajakan yang baru dengan memanfaatkan perkembangan ilmu dan teknologi (Diana, 2013:14).

Fasilitas pelayanan perpajakan yang tersedia di tiap KPP dan siap dimanfaatkan oleh masyarakat atau Wajib Pajak seirama dengan modemisasi salah satunya adalah e-system.

Beberapa e-system yang dimanfaatkan masyarakat atau wajib pajak, yaitu e-registration, e-SPT, e-Filing, dan e-Payment. E-SPT yang disediakan oleh Dirjen Pajak salah satunya adalah e-SPT PPN. .

E-SPT adalah aplikasi pengisian SPT yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Kewajiban menyampaikan e-SPT PPN bagi PKP yang memiliki transaksi lebih dari 25 transaksi setiap masa pajak sebenarnya telah dilaksanakan sejak diluncurkannya PER-45/PJ/2010 tanggal 06 Oktober 2010 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2011.

PKP dengan persyaratan di atas tidak lagi diperbolehkan menyampaikan SPT hardcopy/manual kepada KPP. Apabila PKP tersebut tetap menyampaikan SPT hardcopy, PKP dianggap tidak menyampaikan SPT berdasarkan PER-2/PJ/2011 dan akan dikenai sanksi berdasarkan pasal 7 UU KUP yaitu denda sebesar lima ratus ribu rupiah.

Latar belakang penggunaan e-SPT ini adalah untuk memberikan kemudahan baik kepada PKP maupun untuk fiskus. Selain itu, e-SPT ini merupakan gerbang menuju perpajakan Indonesia yang familiar terhadap teknologi informasi. Selama ini SPT Manual PPN menuntut penginputan daftar faktur pajak yang cukup menyita waktu.

(39)

Pada akhirnya administrasi dan kelengkapan data PKP pada KPP seringkali tidak tertib dan sulit dilakukan penelusuran. Selain itu, SPT berbentuk hardcopy merupakan pemborosan kertas dan pemborosan space pengarsipan. PKP diharuskan menyimpan file arsip dalam bentuk fotokopi SPT dalam hal sewaktu-waktu terdapat pemeriksaan.

Dengan hadirnya e-SPT, pengarsipan dan fotokopi SPT dapat diminimalisasi sebab e-SPT menyediakan histori penyimpanan SPT. Untuk jangka panjang, e-SPT ini akan diintegrasikan dengan pilot project DJP yaitu e-nofa dan

e-Taxinvoice sehingga pelaporan SPT dapat lebih tertib dan pengawasan terhadap WP akan semakin meningkat.

Untuk ke depannya, e-SPT akan diperluas scope-nya dengan menurunkan persyaratan jumlah transaksi dari 25 transaksi menjadi lebih dari sepuluh transaksi. Artinya, PKP yang melakukan misal, sebelas transaksi saja sudah diwajibkan untuk menggunakan e-SPT.

Penelitian yang dilakukan Falerian R.A. Tamboto dalam jurnal akuntansi dengan judul Pengaruh Penerapan e-SPI PPN Ierhadap Efisiensi Pengisian SPI PPN Menurut Persepsi Pengusaha Kena Pajak Pada KPP Pratama Manado menyatakan bahwa penerapan e-SPT PPN berpengaruh terhadap efisiensi pengisian SPT menurut persepsi pengusaha kena pajak. Besarnya pengaruh dari penerapan e-SPT PPN terhadap efisiensi pengisian SPT adalah sebesar 38%.

Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka pemikiran penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

(40)

Model Kerangka Pemikiran Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran 2.9 Pengujian Hipotesis

Bertitik tolak pada kajian pustaka dan kerangka pemikiran yang telah di bahas sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan oleh penulis dalam penelitian ini adalah :

H0 = 0 Penerapan e-SPT Masa PPN tidak berpengaruh terhadap Efektivitas Dan Efisiensi Pengisian SPT Masa PPN Oleh PKP

Ha ≠ 0 Penerapan e-SPT Masa PPN berpengaruh terhadap Efektivitas Dan Efisiensi Pengisian SPT Masa PPN Oleh PKP

Penerapan e-SPT Masa PPN (X)

Indikator :

1. Urgensi diterapkannya e-SPT 2. Kepraktisan

3. Kemudahan perekaman data 4. Kemudahan perhitugan 5. Keamanan

6. Kemudahan pelaporan 7. Sosialisasi kepada wajib pajak

Efektivitas dan Efisiensi pengisian SPT Masa PPN Oleh Pengusaha

Kena Pajak (Y)

Indikator : 1. Kecepatan 2. Keakuratan 3. Efisien

Gambar

Gambar 2.1 Permohonan Kode Aktivasi dan Password  Sumber : http://www.slideshare.net/sidikabdullah/bahan-sosialisasi-per-24-pj2012
Gambar 2.2 Format Nomor Seri Faktur Pajak

Referensi

Dokumen terkait

a. Hasil observasi implementasi RPP untuk aktifitas siswa pada kelas eksperimen Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti pada saat melakukan penelitian di kelas

Dalam UUPT 1995, akuisisi perusahaan dirumuskan sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih baik seluruh

(6) Pegawai yang tidak dapat didaftar dalam sistem Presensi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c wajib dibuktikan dengan surat pernyataan bermaterai dan diketahui

Gambar 3 Menikmati Pelaksanaan Pengembangan Desa Berbudaya Lingkungan di Daerah Aliran Sungai Citarum.. responden sebanyak 117 orang atau 96,69% adalah responden yang

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa pelaksanaan ekstrakurikuler pramuka penggalang di SD Jaranan Banguntapan Bantul dapat dilihat dari 1) perencanaan pihak

Kematian janin dalam kandungan atau ( intrauterin fetal death) adalahkematian janin ketik masing-masing berada dalam rahim yang beratnya 500 gram kehamilan 20 minggu atau

Keunikan dari komik Dora dan Sembada ini adalah merupakan komik komik yang mengangkat legenda yang jarang diangkat oleh para komikus sekarang yaitu tentang

1) Berdasarkan hasil identifikasi faktor SWOT dan hasil validasi oleh pihak expert didapatkan 6 aspek eksternal dan 5 aspek internal serta 39 faktor internal dan 43 faktor