• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Accenture, Multi-Polar World 2: The Rise of The Emerging-Market Multinational, January 2008, p

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Accenture, Multi-Polar World 2: The Rise of The Emerging-Market Multinational, January 2008, p"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Multinational Corporations atau sering disebut dengan MNC merupakan salah satu aktor ekonomi yang paling berpengaruh di era globalisasi ini. Pada awal kemunculan MNC, kebanyakan dari perusahaan ini datang dari negara-negara yang telah mapan, seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan beberapa negara Eropa lainnya. Perusahaan-perusahaan seperti Microsoft, International Business Machines (IBM), dan Hawlett-Packard (HP) mendominasi sebagian besar pasar dunia. Dalam laporan 500 perusahaan terbesar di dunia menurut Forbes di tahun 1995, hanya ada 20 perusahaan multinasional yang datang dari negara-negara berkembang.1

Akan tetapi, jumlah ini terus meningkat seiring berjalannya waktu. Pada tahun 2007 sendiri, ada 70 perusahaan multinasional yang datang dari negara berkembang—dalam tulisan ini selanjutnya akan disebut dengan Latecomer Firms (LCFs)—yang masuk ke dalam ranking Forbes.2 Dua dekade yang lalu, perusahaan dari negara berkembang seperti Tata dari India, Lenovo dari Cina, Samsung dari Korea Selatan tidak banyak diketahui oleh masyarakat internasional. Akan tetapi, perusahaan-perusahaan ini mampu menyesuaikan dirinya dengan kondisi ekonomi internasional yang kompetitif dan berusaha bersaing dengan perusahaan dari negara-negara maju. Pada awalnya, mereka memulai usahanya dengan menjadi suplai para perusahaan besar, menjadi apa yang sering disebut dengan perusahaan kecil dan menengah. Akan tetapi, perusahaan-perusahaan ini terus mengembangkan kemampuannya sehingga saat ini, mereka justru menjadi kompetitor bagi pada perusahaan besar yang awalnya menjadi partner mereka.

Salah satu negara yang berhasil mengembangkan perusahaan multinasionalnya adalah Cina. Jumlah perusahaan Cina yang masuk ke dalam daftar 500 perusahaan terbesar di dunia menurut Forbes pun semakin banyak dari tahun ke tahun. Pada laporan terbaru, ada 95 perusahaan Cina yang masuk ke dalam daftar Forbes ini.3 Padahal di tahun 2008, hanya ada 34 perusahaan Cina yang masuk di dalam daftar ini; 73 perusahaan di tahun 2012; dan 89

1 Accenture, Multi-Polar World 2: The Rise of The Emerging-Market Multinational, January 2008, p.

10.

2 Accenture, p. 10.

3 P. Mourdoukoutas, ‘Can China’s Large Corporations Take The World?’, Forbes (daring), 7 October

2014, < http://www.forbes.com/sites/panosmourdoukoutas/2014/07/10/can-chinas-large-corporations-take-the-world/>, 23 November 2014.

(2)

2

perusahaan di tahun 2013.4 Jumlah-jumlah ini menunjukkan pertumbuhan LCF yang sangat pesat di Cina.

Lenovo, dalam tulisan ini, dipilih oleh penulis karena perusahaan ini menjadi salah satu pemimpin dalam perkembangan LCF Cina di tingkat global. Dibentuk pada tahun 1984, Lenovo, yang dalam bahasa Cina disebut Lianxiang Group, menghadapi kondisi negara yang sulit, dimana anggaran penelitian dan pengembangan hanya digunakan di bidang militer. Pendirinya, Liu Chuan Zhi, mulai membangun Lenovo hanya dengan sepuluh peneliti yang dulunya merupakan bagian dari Institute of Computing Technology, The Chinese Academy of Sciences (ICT CAS), dengan bermodalkan 200.000 yuan.5 Liu mengawali bisnis perusahaannya sebagai perusahaan komplementer bagi perusahaan komputer asing, baik dengan memproduksi alat yang memungkinkan input karakter bahasa Cina di komputer maupun dengan membantu distribusi dan instalasi PC asing kepada konsumen di Cina.

Kurang dari tiga puluh tahun kemudian, perusahaan lokal ini sudah menjadi perusahaan komputer dengan penjualan nomor satu di dunia. Pada tahun 2004 perusahaan ini berhasil mengakuisisi sektor PC IBM dan di tahun berikutnya, pendapatan perusahaan ini sudah melebihi US$13 miliar dan memiliki 19.000 pekerja di berbagai belahan dunia.6 Jumlah ini meningkat hampir tiga kali lipat di tahun 2013. Lenovo mampu menguasai 18,6% pangsa pasar PC di dunia dan menjadi produsen komputer nomor satu, diikuti oleh HP dan Dell.7 Di tahun 2014, situs BCG Perspectives yang dikelola oleh Boston Consultant Group bahkan menyatakan Lenovo sebagai “lulusan” dari daftar Global Challengers yang mereka keluarkan setiap tahunnya.8 Menurut mereka, Lenovo sudah menjadi pemimpin dalam pasar global, terutama dalam produksi PC.

Tantangan utama bagi LCF dalam menjadi MNC adalah keterbatasan akses mereka terhadap sumber daya, baik itu teknologi, keahlian, maupun, akses pasar. Akan tetapi, Lenovo berhasil menerapkan strategi internasionalisasi dengan mengakuisisi perusahaan multinasional

4 Mourdoukoutas, < http://www.forbes.com/sites/panosmourdoukoutas/2014/07/10/can-chinas-large-corporations-take-the-world/>, 23 November 2014.

5 C. Liu, ‘Lenovo: an example of globalization of Chinese enterprises’, Journal of International Business

Studies, Vol. 38, No. 4, July 2007, p. 574.

6 C. Liu, p. 574.

7 J. Osawa & L. Luk, ‘How Lenovo Built a Chinese Tech Giant’, Wall Street Journal (daring), 31

January 2014, <http://online.wsj.com/articles/SB10001424052702303973704579352263128996836>, diakses 25 November 2014.

8 M. Aguiar, et al., ‘Meet the 2014 BCG Global Challengers’, BCD Perspectives (daring), 10 September

2014,

<https://www.bcgperspectives.com/content/articles/globalization_growth_meet_2014_global_challengers/>, diakses 24 November 2014.

(3)

3

di negara asil. Akuisisi ini kemudian memungkinkan mereka untuk memperoleh sumber daya yang sebelumnya tidak mereka miliki. Sejak awal usahanya, Lenovo memang sudah kerap bekerja sama dengan beberapa perusahaan asing sebagai distributor bagi produk-produk mereka. Saat Lenovo memulai produksi komputernya di tahun 1996, mereka juga menjalin banyak kerja sama dengan perusahaan asing untuk mengembangkan teknologi terbaru yang bisa diterapkan dalam produknya.9 Puncaknya adalah akusisi ThinkPad IBM di tahun 2004 yang mengangkat nama Lenovo di tingkat internasional. Akuisisi ini dinilai mampu memberikan akses kepada teknologi terbaru dan pasar yang lebih luas bagi Lenovo. Selain itu, di saat yang sama, Lenovo juga memanfaatkan kebijakan pemerintah yang menguntungkan mereka, terutama di pasar domestik. Hal ini menjadi salah satu faktor penting yang mendukung strategi internasionalisasi mereka.

Oleh karena itu, tulisan ini dibuat untuk mengetahui bagaimana strategi internasionalisasi Lenovo mengakuisisi dan menjalin kerja sama dengan MNC terdahulu. Tulisan ini juga akan mengkaji faktor lain yang mungkin telah membantu Lenovo dalam mengembangkan usahanya, misalnya kebijakan atau institusi pemerintah. Penulis berargumen bahwa strategi internasionalisasi dengan memanfaatkan hubungan dengan MNC terdahulu telah memungkinkan Lenovo untuk memperoleh sumber daya yang sebelumnya tidak mereka miliki. Strategi ini juga memungkinkan Lenovo untuk masuk ke pasar internasional dengan waktu yang relatif cepat.

1.2 Rumusan masalah:

Tulisan ini akan mengangkat dua pertanyaan penelitian, yaitu:

1. Bagaimana strategi internasionalisasi Lenovo, sebagai perusahaan latecomer, untuk menjadi perusahaan multinasional?

2. Bagaimana upaya Lenovo dalam memanfaatkan kebijakan pemerintah untuk mendukung strategi internasionalisasinya?

1.3 Landasan konseptual: Latecomer Firm

John A. Mathews mengklasifikasikan perusahaan yang tergolong ke dalam kategori latecomer berdasarkan empat kondisi: 1) perusahaan terlambat masuk ke industri global karena

9 C.H. Tzeng, ‘An evolutionary-institutional framework for the growth of an indigenous technology

(4)

4

faktor sejarah, bukan karena disengaja; 2) secara sumber daya, mereka memiliki keterbatasan, terutama akses pada teknologi dan pasar; 3) tujuan utamanya adalah menyusul kesuksesan perusahaan-perusahaan besar dari negara maju; 4) aspek kompetitifnya biasanya terletak pada kemampuan dalam meniru teknologi dan pengetahuan dari perusahaan besar dengan biaya produksi yang relatif lebih murah.10

Berdasarkan keempat klasifikasi ini, Lenovo bisa digolongkan sebagai perusahaan latecomer. Pada aspek pertama, Lenovo terlambat masuk ke pasar bukan karena pilihannya namun karena faktor kondisi politik Cina yang pada masa Mao menerapkan sistem ekonomi terkontrol dan mengisolasi negaranya dari negara-negara lain, terutama Barat. Hal ini berpengaruh pada aspek yang kedua, yaitu keterbatasan akses Lenovo pada teknologi terbaru dan pasar lokal maupun global. Keterbatasan ini yang memaksa Lenovo untuk menjadi perusahaan komplementer bagi perusahaan-perusahaan asing di Cina. Pada aspek yang ketiga, CAS sendiri menyatakan bahwa tujuan Lenovo untuk masuk ke pasar global adalah untuk mengikuti kesuksesan perusahaan-perusahaan terdahulu, bukan untuk menjadi pemimpin dalam inovasi teknologi.11 Pada aspek yang terakhir, Lenovo membuktikan kemampuannya saat menjadi perusahaan Cina pertama yang menggunakan teknologi terbaru Intel sekaligus memotong 30% harga produknya, hingga menjadi dua per tiga harga produk-produk luar di tahun 1996.12

Springboard Perspective13

Konsep mengenai internasionalisasi perusahaan latecomer ini dikemukakan oleh Yadong Luo dan Rosalie L. Tung. Dalam perspektif ini, perusahaan latecomer menjadi aktor utama yang merubah kondisi internasional. Mereka menjalin hubungan yang “coopetitive” (bekerja sama sekaligus mengembangkan kemampuan untuk berkompetisi), baik dengan perusahaan multinasional terdahulu maupun dengan institusi negara. Hasilnya adalah kemunculan perusahaan MNC baru dari negara-negara berkembang yang akhirnya bisa menyaingi perusahaan multinasional terdahulu.

Menurut Luo dan Tung, perusahaan latecomer (mereka menyebutnya sebagai Emerging Multinationals atau EM MNEs) melakukan ekspansi ke luar negeri, setidaknya

10 J.A. Mathews, ‘Competitive Advantages of the Latecomer Firm: A Resource-Based Account of

Industrial Catch-Up Strategies’, Asia Pacific Journal of Management, Vol. 19, No. 4, December 2002, p. 472.

11 D. Breznitz, Run of the Red Queen: Government, Innovation, Globalization, and Economic Growth in

China, Yale University Press, New Haven, 2011, p. 112.

12 Tzeng, p. 217.

13Y. Luo & R.L. Tung, ‘International Expansion of Emerging Market Enterprises: A Springboard

(5)

5

dengan dua tujuan: menguasai aset dan sumber daya yang bisa membantu mereka bersaing di pasar internasional; atau menghindari hambatan institusional dan pasar dalam negeri. Untuk mencapai tujuan ini, perusahaan latecomer akan melakukan strategi yang agresif dan berisiko, yaitu dengan mengakuisisi atau membeli aset utama dari perusahaan MNC terdahulu. Strategi ini disebut dengan ‘springboard’.

Springboard berbeda dengan strategi lain, seperti leapfrog, karena sifatnya yang berulang. Dalam berekspansi ke pasar global, latecomer tidak hanya melakukan akuisisi sekali. Mereka akan terus melakukan akuisisi untuk memperbaiki kemampuan teknologi maupun penguasaan pasar yang mereka target. Selain itu, karakteristik dari springboard adalah kuatnya hubungan ekspansi internasional dengan basis perusahaan di negara asalnya, misalnya untuk menyediakan pasar yang stabil, menyuplai permintaan pasar internasional atau untuk menggunakan nama perusahaan yang diakuisisi dalam memasarkan produk di dalam negeri. Hal ini penting karena menurut Luo dan Tung, kesuksesan latecomer dalam berekspansi ke pasar internasional tergantung pada hasil kerjanya di dalam negeri. Oleh karena itu, meskipun mereka berorientasi untuk masuk ke pasar internasional, mereka tetap memanfaatkan kebijakan pemerintah yang menguntungkan posisi mereka di pasar domestik.

Menurut Luo dan Tung, ada tiga strategi yang biasanya dilakukan oleh perusahaan latecomer dalam melakukan springboarding:

1. Mengumpulkan keuntungan melalui investasi asing yang masuk ke dalam negeri sebelum melakukan investasi asing. Latecomer bisa mengumpulkan keuntungan melalui impor dan ekspor, OEM, ODM, OBM, atau kerja sama lainnya yang bisa mendorong usaha internasionalisasi latecomer. Melalui kerja sama ini, latecomer bisa mengumpulkan keuntungan berupa modal finansial, teknologi yang lebih maju, keahlian manajemen dan pengalaman belajar dari MNC terdahulu. Kerja sama dengan MNC asing yang masuk ke dalam negeri dapat membantu perusahaan latecomer untuk belajar mengenai bisnis dan pasar internasional sebelum benar-benar ekspansi ke luar negeri. Strategi ini dilakukan oleh Lenovo di awal usahanya dengan menjalin kerja sama dengan perusahaan multinasional yang masuk ke Cina dan Hong Kong. Kerja sama ini dilakukan dengan dua cara, yaitu menjadi distributor bagi perusahaan elektronik asing yang masuk ke Cina dan menjalin joint venture dengan perusahaan asing di Hong Kong.

2. Melakukan investasi ke luar negeri dengan dua sifat:

a. Internasionalisasi dengan cara yang cepat, misalnya dengan menargetkan pasar di beberapa negara secara langsung daripada menarget satu per satu. Biasanya

(6)

6

hal ini dilakukan melalui akuisisi atau investasi greenfield yang tidak hanya memungkinkan transfer teknologi tapi juga nama dan reputasi perusahaan yang diakuisisi,

b. Internasionalisasi secara radikal dalam pemilihan tempat target pasar. Tidak seperti perusahaan MNC terdahulu yang lebih memilih target pasar yang dekat secara geografis atau pasar yang mereka sudah ketahui, latecomer tidak terlalu memperhatikan faktor geografis. Latecomer lebih memperhatikan aset yang dapat mereka peroleh dari akuisisi atau investasi tersebut.

Strategi ini dilakukan Lenovo ketika mereka sudah memiliki basis pasar yang kuat di Cina. Mereka kemudian melakukan akuisisi terhadap bisnis PC IBM. Setelah keberhasilannya dalam mengakuisisi bisnis PC IBM, Lenovo terus melakukan strategi akuisisi ini terhadap perusahaan asing lainnya, seperti Medion, Stoneware, dan CCE. Hal ini memudahkan dan mempercepat usaha internasionalisasi yang dilakukan oleh Lenovo.

3. Melakukan coopetition dengan MNC terdahulu. Coopetition berarti latecomer melakukan kerja sama dan kompetisi dengan MNC terdahulu di saat yang sama. Di satu sisi, mereka bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama, misalnya untuk meringankan biaya R&D. Di sisi lain, latecomer menggunakan pengetahuan barunya untuk berinovasi dan bersaing dengan MNC-MNC tersebut. Strategi ini melekat pada dua strategi sebelumnya. Perbedaan terletak pada penekanannya, dimana koopetisi menekankan adanya kerja sama dan kompetisi di saat yang sama dengan perusahaan multinasional lain, sedangkan kedua strategi sebelumnya hanya berfokus pada kerja sama. Oleh karena itu, untuk menghindari adanya pengulangan pembahasan, strategi ini akan penulis sisipkan di pembahasan strategi pertama dan kedua.

Ketiga strategi ini didorong oleh beberapa faktor yang mendukung internasionalisasi perusahaan latecomer:

1. Kebijakan pemerintah yang mendorong perusahaan dalam negeri untuk masuk ke pasar global. Faktor ini memiliki dua bentuk, push and pull. Push dilakukan ketika kebijakan pemerintah menyulitkan perusahaan untuk mengembangkan usahanya dan hal ini mendorong perusahaan dalam negeri untuk investasi ke luar negeri. Pull dilakukan ketika pemerintah mendukung perusahaan dalam negeri untuk masuk ke pasar global dengan memberi beberapa keuntungan, misalnya pinjaman uang atau perizinan yang mudah.

(7)

7

2. Kesediaan MNC terdahulu untuk menjual aset utamanya kepada perusahaan lain. Hal ini memberikan kesempatan bagi perusahaan latecomer untuk mendapat sumber daya yang sudah matang dengan lebih cepat.

3. Kemauan perusahaan latecomer untuk masuk ke pasar internasional. Mereka juga harus pintar mengatur strategi dalam konteks institusi domestik dan memanfaatkan dukungan politik yang mereka dapat untuk berekspansi ke luar negeri.

4. Meningkatnya persaingan dengan MNC di pasar dalam negeri. Dengan masuknya berbagai MNC ke negara berkembang, perusahaan domestik mulai terdorong dari pasar yang mereka kuasai dan hal ini memaksa perusahaan latecomer untuk memperluas pasarnya.

5. Perubahan terknologi dan pasar yang sangat cepat menuntut perusahaan latecomer untuk berkembang dengan cepat pula.

Analisis institusional dalam internasionalisasi perusahaan latecomer14

Untuk menjawab rumusan masalah yang kedua, penulis akan menggunakan salah satu konsep internasionalisasi yang dijelaskan oleh J. Child dan S.B. Rodrigues, yaitu analisis institusional. Dalam tulisannya yang berjudul The Internationalization of Chinese Firms, Child dan Rodrigues menjelaskan bahwa selain melakukan kerja sama ataupun akuisisi, ada faktor yang juga penting bagi usaha internasionalisasi perusahaan latecomer. Faktor tersebut adalah faktor institusional yang mencakup hubungan antara perusahaan latecomer dengan institusi negara serta bagaimana negara dapat membantu upaya internasionalisasi mereka. Faktor ini cukup berpengaruh, terutama di Cina, yang memiliki sejarah sistem ekonomi terkontrol. Menurut Child dan Rodrigues, ada tiga faktor institusi yang dapat membantu strategi internasionalisasi perusahaan latecomer:

1. Adanya akses terhadap lembaga riset dan sains negara. Lenovo memiliki keuntungan ini pula karena mereka merupakan perusahaan spin-off dari CAS, salah satu institusi riset pertama Cina. Akses ini memberikan Lenovo bekal berupa teknologi yang sudah dikembangkan di CAS maupun reputasi sebagai anak perusahaan dari salah satu institusi riset tertua di Cina.

2. Kemampuan perusahaan latecomer untuk mendapat bantuan dari pemerintah dan kebebasan untuk mengatur usahanya tanpa campur tangan dari pemerintah. Lenovo

14 J. Child & S.B. Rodrigues, ‘The internationalization of Chinese Firms’, Management and

(8)

8

juga memiliki kemampuan yang baik dalam hal ini. Sebagai perusahaan spin-off, sejak awal mereka sudah mendapat keuntungan dari induk perusahaannya, yaitu CAS, tetapi juga memiliki kebebasan karena mereka tidak sepenuhnya dimiliki oleh negara. Dalam perkembangan usahanya, Lenovo juga tetap menjaga hubungannya dengan pemerintah. Mereka sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan yang berhubungan dengan institusi negara supaya mereka tetap mendapat kepercayaan serta bantuan dari institusi tersebut. Hal ini terbukti menguntungkan Lenovo dengan adanya akses terhadap pasar domestik yang disediakan oleh pemerintah melalui program subsidi dan berbagai program pemerintah lainnya.

3. Dukungan pemerintah terhadap globalisasi, terutama bantuan di dalam negara yang mampu membantu perusahaan domestik untuk meningkatkan kapabilitasnya, serta bantuan finansial. Hal ini juga didapatkan oleh Lenovo. Lenovo diuntungkan dengan kebijakan Cina yang memperbolehkan produk asing untuk masuk tetapi tetap memberikan kesempatan bagi perusahaan dalam negeri untuk memanfaatkan hal tersebut; misalnya Lenovo menjadi distributor bagi perusahaan asing. Selain itu, penulis seperti Ping Deng menyebutkan bahwa Lenovo mendapat bantuan pinjaman dengan bunga yang rendah ketika mereka mengakuisisi bisnis PC IBM.15 Selain itu, saat mereka melakukan akuisisi tersebut, CAS memiliki sekitar 30% saham di Lenovo. Dari konsep ini dapat disimpulkan bahwa perusahaan latecomer tidak hanya harus memiliki strategi bisnis yang bagus, mereka juga harus memiliki strategi institusional yang baik untuk mendukung upaya internasionalisasinya. Dengan adanya hubungan yang baik dengan institusi negaranya, perusahaan latecomer, seperti Lenovo memiliki bekal dan dukungan yang kuat saat mereka masuk ke pasar internasional. Di saat yang sama, mereka juga tetap bisa mengembangkan usahanya secara independen, tanpa adanya interfensi signifikan dari pemerintah.

1.4 Argumen Utama:

Dalam melakukan usaha internasionalisasinya, Lenovo menggunakan strategi springboard, yaitu dengan mengakuisisi aset penting dari perusahaan multinasional terdahulu. Ada dua strategi yang dilakukan oleh Lenovo dalam melakukan springboarding: 1) bekerja sama dengan perusahaan multinasional yang masuk ke Cina dan Hong Kong; dan 2)

15 P. Deng, ‘Why do Chinese firms tend to acquire strategic assets in international expansion?’, Journal

(9)

9

mengakuisisi perusahaan multinasional di negara lain. Kedua strategi ini sudah mencakup tiga strategi utama springboarding yang dijelaskan Luo dan Tung. Pada strategi pertama, Lenovo bekerja sama dengan perusahaan multinasional asing yang masuk ke Cina dan Hong Kong untuk mengumpulkan sumber daya, seperti modal finansial, kemampuan teknologi dan bisnis, serta jaringan distribusi di dalam negeri. Mereka kemudian memanfaatkan sumber daya tersebut untuk membuat inovasi dengan produknya sendiri dan berhasil menguasai pasar domestik dengan strategi ini. Pengalaman bekerja sama dengan perusahaan multinasional serta keberhasilannya di pasar domestik mendorong Lenovo untuk melakukan strategi utama springboard, yaitu dengan mengakuisisi bisnis PC IBM. Melalui akuisisi, Lenovo tidak hanya bisa mendapat sumber daya berupa teknologi dan kemampuan R&D yang lebih baik, namun juga reputasi serta akses pasar yang lebih luas di tingkat internasional. Hal ini memudahkan dan mempercepat proses internasionalisasi mereka. Keberhasilan Lenovo dalam melakukan strategi springboard ini juga didukung oleh faktor institusional, seperti kemampuan Lenovo untuk memanfaatkan hubungannya dengan institusi riset negara maupun dengan pemerintah untuk mendapatkan bantuan. Meski Lenovo mendapat bantuan, mereka tetap jauh dari intervensi langsung dari pemerintah. Kemampuan Lenovo dalam menyeimbangkan keuntungan (dari pemerintah) dengan kesempatan (dari kerja sama dengan perusahaan asing) yang membuat mereka berhasil dalam melakukan strategi internasionalisasi.

1.5 Struktur penulisan:

Tugas akhir ini akan ditulis ke dalam empat bagian. Bab pertama berupa pendahuluan yang secara garis besar serupa dengan proposal ini. Bab kedua terdiri dari dua bagian. Bagian pertama akan menjelaskan secara singkat perubahan kebijakan ekonomi Cina sejak reformasi serta kemunculan EMNC di Cina, dan bagian kedua akan menguraikan lebih detail mengenai kondisi Lenovo sejak dibentuknya perusahaan ini di tahun 1984 hingga saat ini. Pada bab ketiga, penulis akan menjabarkan strategi yang digunakan Lenovo dalam menginternasionalisasikan perusahaannya. Pada bagian ini penulis akan menggunakan strategi springboard untuk menganalisis strategi-strategi tersebut. Bab keempat akan menjelaskan bagaimana Lenovo memanfaatkan kebijakan dan hubungannya dengan pemerintah untuk mendukung strategi internasionalisasinya. Pada bab terakhir, penulis akan menarik kesimpulan dari data dan analisis yang telah terkumpul dari bagian-bagian sebelumnya.

Referensi

Dokumen terkait

Inisialisasi merupakan sebuah pengenalan alat bahwa awal dari proses perancangan timbangan digital yang dibuat adalah: jenis buah, harga satuan, massa dan

Jumlah responden yang positif malaria lebih banyak yang tidak memakai obat anti nyamuk pada saat tidur yaitu sebesar 57,0% dibandingkan responden yang memakai

Rerata penerapan standar proses keperawatan di puskesmas dengan rawat inap di Kabupaten Cilacap termasuk kategori yang tidak baik menurut rentang nilai Arikunto

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti telah terbukti bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara pengembangan karir dan kepuasan kerja terhadap

Pekerjaan yang dibebankan tersebut disesuaikan dengan keahlian yang dimiliki karyawan, karena apabila tidak sesuai maka karyawan akan merasa beban kerja yang dirasakan besar

Ligamen-ligamen yang berhubungan dengan sendi Temporomandibula juga akan mengalami kekakuan sebagai akibat penekanan-penekanan dari kontraksi otot yang

Dengan melakukan penelitian yang berfokus pada Routing Redistribution antara routing Enchanced Interior Gateway Routing Protocol (EIGRP), Intermediate

Pekerjaan yang tidak melalaikan seseorang dari beribadat seperti tidak meninggalkan solat... Pekerjaan yang tidak menganggu kepentingan awam