KERENTANAN PLUTELLA XYLOSTELLA DARI KEJAJAR DIENG,
KABUPATEN WONOSOBO, JAWA TENGAH TERHADAP LIMA JENIS
INSEKTISIDA KOMERSIAL DAN EKSTRAK BUAH PIPER ADUNCUM
Wirathazia Enbya Lavitri Chenta& Djoko Prijono DepartemenProteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
E-mail: djokopr@ipb.ac.id ABSTRAK
Plutella xylostella merupakan hama penting pada tanaman sayuran Brassicaceae (kubis-kubisan) yang dapat menurunkan hasil panen secara nyata. Insektisida sintetik yang sering digunakan petani untuk mengendalikan hama tersebut dapat menimbulkan berbagai dampak negatif termasuk resistensi hama sasaran. Penelitian ini bertujuan menentukan kerentanan larva P. xylostella yang berasal dari Desa Kejajar, Kecamatan Kejajar Dieng, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah terhadap lima jenis insektisida komersial, yaitu deltametrin, emamektin benzoat, klorantraniliprol, profenofos, dan spinetoram, serta ekstrak buah Piper aduncum sebagai insektisida nabati untuk alternatif pengendalian. Insektisida komersial dan ekstrak P. aduncum diujikan pada larva instar 2 menggunakan metode celup daun dengan pemberian pakan perlakuan selama 48 jam. Pengamatan mortalitas dilakukan pada 24, 48, 72, dan 96 jam setelah perlakuan (JSP). Berdasarkan LC95 pada 96 JSP, deltametrin dan profenofos memiliki tingkat toksisitas yang rendah terhadap larva P. xylostella dengan LC95 masing-masing 2030 dan 8463 mg b.a./L. LC95 tersebut 203 dan 11.28 kali lebih tinggi daripada konsentrasi anjuran masing-masing. LC95 emamektin benzoat, klorantraniliprol, dan spinetoram masing-masing 2.59, 23.07, dan 0.90 mg b.a./L. LC95 tersebut 3.86, 1.73, dan 13.33 lebih rendah daripada konsentrasi anjuran masing-masing. LC95 ekstrak P. aduncum (2288.39 mg ekstrak/L) lebih rendah daripada LC95 profenofos tetapi lebih tinggi daripada LC95 empat insektisida komersial yang lain, sementara LC50 ekstrak tersebutjauh lebih rendah daripada LC95 deltametrin dan profenofos. Dengan demikian, P. xylostella asal Kejajar Dieng, Wonosobo tidak rentan terhadap deltametrin dan profenofos tetapi masih rentan terhadap emamektin benzoat, klorantraniliprol, dan spinetoram. Ekstrak buah P. aduncum dapat digunakan sebagai insektisida alternatif untuk mengendalikan P. xylostella.
Kata kunci: hama kubis, insektisida komersial, insektisida nabati, kerentanan.
PENDAHULUAN
Salah satu hama penting pada tanaman kubis dan
tana man kubis-kubisan lainnya (fa mili
Brassicaceae)ialah Plut ella xylostella (L.)
(Lepidopter a: Yponomeutidae). Ha ma tersebut menyerang tanaman inang sejak awal pertumbuhan hingga menjelang panen. Pada musim kemarau, serangan P. xylostella yang berat pada tanaman kubis dapat menggagalkan panen (Sastrosiswojo, 1987).
Dalamupayamengatasimasalahhamatanamankubis, petani umumnya menekankan padapengendalian secara kimiawi. Insektisida umumnya digunakan secaraintensif, baik secara tunggal maupun dalam bentuk campuran beberapa jenis insektisida, dengan konsent rasi penyemprotan melebihi rekomendasi dan interval penyemprotan yang pendek, yaitu 1-2 kali/minggu (Sastrosiswojo, 1991). Penggunaan insektisida yang intensif dapat menimbulkan berbagai dampak negatif
termasuk terjadinya resistensi hama P. xylostella
terhadapinsektisida yang sering digunakan (Sastrosiswojo, 1987).
Beberapa insektisida komersial yang sering
digunakan petani kubis untuk mengendalikan hama P.
xylostella yaitu deltametrin (piretroid), emamektin benzoat (turunan avermektin), klorantraniliprol (diamida antranilat), dan profenofos (organofosfat). Beberapa petani bahkan sudah menggunakan insektisida berbahan aktif spinetoram (turunan spinosad) yang di Indonesia sebenarnya belum terdaftar untuk mengendalikan hama P. xylostella (PPI, 2012).
Resistensi hama P. xylostella terhadap insektisida
golongan piretroid dan organofosfat sudah sering dilaporkan, misalnya di Australia, Tiongkok, India, Nikaragua, Pakistan, Filipina, Afrika Selatan, dan Korea
Selatan (Furlong et al.,2013). Di Indonesia, P. xylostella
strain Lembang dan Pangalengan dilaporkan resisten
terhadap deltametrin (Sastrosiswojo et al.,1989).
Selanjutnya, Moekasan et al. (2004)serta Udiarto dan
Setiawati (2006) melaporkan bahwa P. xylostella asal
Kejajar Dieng sangat resisten terhadap deltametrin dan profenofos.
Insektisida emamektin benzoat, klorantraniliprol, dan spinetoram merupakan insektisida yang relatif baru.
Wang dan Wu (2012) melaporkan bahwa P. xylostella dari Provinsi Guangdong, Tiongkok telah resisten terhadap klorantraniliprol. Berbeda dengan insektisida
klorantraniliprol, kasus resistensi P. xylostella terhadap
emamektin benzoat dan spinetoram belum banyak dilaporkan.
Untuk mengatasi kasus resistensi P. xylostella
terhadap insektisida berbahan aktif tunggal, penggunaan insektisida nabati dapat menjadi salah satualternatif pengendalian. Insektisida nabati memiliki beberapa kelebihan termasuk aman terhadap lingkungan(Prakash &Rao, 1997; Dadang &Prijono, 2008). Salah satu bahan tumbuhan yang berpotensi digunakan sebagai sumber
insektisida nabati ialah buah sirih hutan, Piper aduncum
L. (Piperaceae) (Bernard et al.,1995; Hasyim,
2011).Nailufar (2011) serta Syahroni dan Prijono (2013) melaporkan bahwa ekstrak etil asetat buah sirih hutan memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap larva C. pavonana dengan LC95 masing-masing sebesar 0.32% dan 0.30%.Sampai sekarang belum ada laporan
tentang aktivitas insektisida ekstrak P. aduncum
terhadap larva P. xylostella.
Penelitianinibertujuanmenentukankerentanan
larva P. xylostella asal Kecamatan Kejajar Dieng,
Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah terhadapinsektisida komersial berbahan aktif deltametrin, emamektin benzoat, klorantraniliprol, profenofos, dan spinetoram,
sert a ekstra k buah sirih hutan.
Hasilpenelitianinidiharapkandapatbermanfaat dalam
menyediakaninformasi mengenai kerentanan larva P.
xylostella terhadap lima jenis insektisida komersial tersebut dan ekstrak buah sirih hutan yang selanjutnya dapat digunakan sebagai landasan dalammerancang program pengelolaan insektisida di lapangan.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) dari Desember 2013 sampai April 2014.
Daun kubis (Brassica oleraceaL. var.
capitata)cv. KK Cross digunakan sebagai pakan larva P. xylostella dan sebagai medium perlakuan pada uji toksisitas. Tanaman kubis diperbanyak sesuai dengan keperluan pakan serangga uji. Cara perbanyakan tanaman kubis mengikuti prosedur yang dikemukakan oleh Abizar dan Prijono (2010). Sebagai tempat
peneluran oleh imago P. xylostella digunakan bibit
tanaman sawi yang berumur 3 hari. Benih sawi disemai di dalam pot kapasitas 1 L dengan medium campuran tanah dan kompos. Satu pot diisi 0.8 g benih sawi. Bibit
sawi berumur 3 hari digunakan sebagai tempat peneluran
oleh imago P. xylostella.
Serangga P. xylostella yang digunakan dalam
penelitian ini diambil dari Desa Kejajar, Kecamatan Kejajar Dieng, Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 25 Desember 2013 dan 10 Maret 2014. Serangga tersebut diperbanyak di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, IPB. Cara perbanyakan serangga mengikuti prosedur yang dikemukakan oleh Cardi (2014). Larva P. xylostella instar II dari generasi II digunakan untuk pengujian.
Insektisida yang digunakan yaitu deltametrin (Decis 25 EC, b.a. 25 g/L), emamektin benzoat (Proclaim 19 EC, b.a. 19 g/L), klorantraniliprol (Prevathon 50 SC, b.a. 50 g/L), profenofos (Curacron 500 EC, b.a. 500 g/L), dan spinetoram (Endure 120 SC, b.a. 120 g/L), yang diperoleh dari salah satu toko pertanian di Bogor. Sebagai sumber ekstrak digunakan
buah P. aduncum yang diperoleh dari lingkungan
kampus IPB, Darmaga Bogor.
Buah P. aduncum dikeringanginkan selama 1
minggu kemudian dipotong kecil-kecil dan digiling menggunakan blender hingga menjadi serbuk. Serbuk buahP. aduncum diayak menggunakan pengayak kawat
kasa berjalinan 0.5 mm. Serbuk buahP. aduncum
sebanyak 200 g direndam dalam 1600 ml etil asetat selama 24 jam dan diulang sebanyak 3 kali. Tahapan pekerjaan berikut nya mengikuti prosedur yang dikemukakan oleh Nailufar (2011).
Pengujian insektisida yang dilakukan pada larva uji dibagi menjadi dua tahapan, yaitu uji pendahuluan dan uji lanjutan. Kedua pengujian tersebut dilakukan dengan metode celup daun yang merupakan aplikasi insektisida pada pakan (Dadang &Prijono 2008). Pada uji pendahuluan, insektisida komersial berbahan aktif deltametrin, emamektin benzoat, klorantraniliprol, profenofos,dan spinetoram masing-masing diuji pada konsentrasi formulasi 0.2%, 0.1% dan 0.05% (v/v). Larutan pengencer yang digunakan adalah akuades yang mengandung 0.2 ml/L bahan perekat Agristick (b.a. alkilaril poliglikol eter 400 g/L).
Pada uji ekstrak P. aduncum, sediaan ekstrak P.
aduncum disiapkan dengan mencampurkan ekstrak
tersebut dengan pelarut metanol dan pengemulsi Tween 80 (konsentrasi akhir masing-masing 1% dan 0.2%) lalu ditambah akuades hingga volume tertentu sesuai dengan konsentrasi pengujian. Campuran selanjutnya dikocok dengan pengocok ultrasonik agar ekstrak tersuspensikan secara merata di dalam air.
Pada setiap perlakuan, daun kubis dipotong 4 cm x 4 cm lalu dicelupkan satu per satu dalam sediaan
insektisida komersial dan sediaan ekstrak P. aduncum yang telah disiapkan. Satu potongan daun kubis diletakkan dalam cawan petri yang dialasi tisu, kemudian
ke dalam setiap cawan dimasukkan 10 larva P.
xylostella. Larva dibiarkan makan daun perlakuan atau daun kontrol selama 2 x 24 jam, kemudian ditambahkan daun tanpa perlakuan sampai hari ke-4. Jumlah larva yang mati dicatat setiap hari dari 24 jam sampai 96 jam setelah perlakuan (JSP). Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali.
Pada uji lanjutan, setiap sediaan insektisida diuji pada 5 taraf konsentrasi yang ditentukan berdasarkan hasil uji pendahuluan. Konsentrasi yang diuji ialah deltametrin 375, 525, 750, 1050, dan 1500 mg b.a./L; emamektin benzoat 0.38, 0.57, 0.95, 1.52, dan 2.28 mg b.a./L; klorantraniliprol 0.75, 1.5, 2.5, 4.0, dan 7.5 mg b.a./L, profenofos 12.5, 40, 125, 400, dan 1250 mg b.a./ L, spinetoram 0.09, 0.12, 0.24, 0.36, dan 5.4 mg b.a./L;
serta ekstrak P. aduncum 25, 70, 200, 500, dan 1500
mg ekstrak/L.
Metode perlakuan dan pengamatan pada uji lanjutan sama seperti pada uji pendahuluan, tetapi setiap perlakuan pada uji lanjutan diulang 5 kali.Data mortalitas kumulatif pada 48 dan 96 JSP diolah dengan analisis probit menggunakan program POLO-PC (LeOra
Software, 1987). LC95 setiap insektisida komersial yang
diuji dibandingkan dengan konsentrasi anjuran yang tertera pada label produk insektisida untuk memastikan
keefektifan insektisida yang diuji terhadap P. xylostella.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Mortalitas larva P. xylostella akibat perlakuan
dengan insektisida komersial deltametrin, emamektin benzoat, klorantraniliprol, profenofos, dan spinetoram,
serta ekstrak buah P. aduncum telah terjadi pada 24
JSP dan terus meningkat seiring pertambahan waktu dan peningkatan konsentrasi insektisida (Gambar 1). Peningkatan mortalitas larva pada setiap perlakuan dengan 6 jenis insektisida tersebut menunjukkan pola yang agak beragam.
Mortalitas larva akibat perlakuan dengan deltametrin 375–1500 mg b.a./L masih rendah pada 24 JSP, lalu meningkat secara tajam pada 48 dan 72JSP terutama pada konsentrasi tertinggi yaitu 1500 mg b.a./ L. Peningkatan antara 48 dan 72 JSP masih nyata, sementara antara 72 dan 96 JSP peningkatan yang terjadi tidak teralu nyata (Gambar 1A).Perlakuan dengan emamektin benzoat 0.38–2.28 mg b.a./L menyebabkan
mortalitas larva P. xylostella yang terus meningkat
antara 24 dan 96 JSP. Peningkatan mortalitas antara 24 dan 48 JSP tergolong tinggi, sedangkan antara 48 dan
96 JSP relatif rendah (Gambar 1B).Perlakuan dengan insektisida klorantraniliprol 0.75–7.5 mg b.a./L menyebabkan mortalitas larva yang terus meningkat dari 24 sampai 72 JSP tetapi melandai antara 72 dan 96 JSP dengan mortalitas pada konsentrasi tertinggi tidak mencapai 80% (Gambar 1C).Pola peningkatan mortalitas larva akibat perlakuan profenofos 12.5-1250 mg b.a./L serupa dengan mortalitas larva akibat perlakuan klorantraniliprol. Mortalitas terus meningkat dari 24sampai 72 JSP dan melandai pada 96 JSP. Pada
konsentrasi 400 dan 1250 ml b.a./L, mortalitas larva P.
xylostella cukup tinggi (Gambar 1D).Pada perlakuan dengan spinetoram0.09-0.54 mg b.a./L, mortalitas larva P. xylostella sudah cukup tinggi pada 24 JSP dan meningkat secara tajam pada 48 JSP. Pada rentang
waktu 48-96 JSP, mortalitas larva P. xylostella masih
meningkat namun dengan proporsi yang lebih rendah
(Gambar 1E).Mortalitas larva P. xylostella akibat
perlakuan dengan ekstrak buah P. aduncum juga
meningkat seiring meningkatnya konsentrasi dan makin lamanya waktu pengamatan. Peningkatan mortalitas cukup tinggi antara 24 dan 48 JSP, namun setelah 72 JSP umumnya tidak terjadi lagi peningkatan mortalitas
larva P. xylostella(Gambar 1F).
Berdasarkan hasil analisis probit data kematian
serangga uji pada 96 JSP, LC50 dan LC95 deltametrin
masing-masing 872.51 dan 2030.01 mg b.a./L, emamektin benzoat 0.81 dan 2.59 mg b.a ./L, klorantraniliprol 3.74 dan 23.07 mg b.a./L, profenofos 321.38 dan 8462.3 mg b.a./L, dan spinetoram 0.21 dan
0.9 mg b.a./L. Sementara itu, LC50 dan LC95 ekstrak P.
aduncum pada 96 JSP masing-masing 100.31 dan 2288.39 mg ekstrak/L (Tabel 1).
Pembahasan
Perlakuan dengan kelima jenis insektisida
komersial dan ekstrak buah P. aduncum secara umum
menyebabkan peningkatan mortalitas larva P. xylostella
tertinggi pada 48 JSP dan tingkat mortalitas tertinggi pada 96 JSP.Mortalitas tertinggi akibat perlakuan dengan deltametrin mencapai 100% pada konsentrasi tertinggi
(1500 mg b.a./L) pada 96 JSP. Kematian larva P.
xylostella akibat perlakuan dengan deltametrin disebabkan oleh cara kerja insektisida tersebut yang menunda penutupan saluran ion natrium pada akson saraf sehingga mengganggu transmisi impuls saraf, yang selanjutnya mengakibatkan gejala hipereksitasi, kejang-kejang, kelumpuhan, dan kematian serangga (Yu, 2008). Pada perlakuan dengan emamektin benzoat,
bagian sasaran larva P. xylostella tampaknyamasih
cukup peka terhadap insektisida tersebut sehingga mortalitas meningkat tajam pada 48 JSP dan mortalitas
Gambar 2. Perkembangan tingkat mortalitas larva P. xylostella asal Kejajar Dieng pada perlakuan dengan deltametrin (A), emamektin benzoat (B), klorantraniliprol (C), profenofos (D), spinetoram (E), dan
ekstrak buah P. aduncum (F). Legenda menunjukkan konsentrasi yang diuji dalam satuan mg b.a./L
untuk insektisida komersial dan mg ekstrak/L untuk ekstrak P. aduncum.
larva mencapai 100% pada konsentrasi rendah (2.28 mg b.a./L). Emamektin benzoat merupakanturunan
semisintetik dari avarmektin B1a dan B1b (makrolida)
yang diisolasi dari hasil fermentasi aktinomiset tanah Streptomyces avermitilis(Pitterna, 2007). Avermektin bekerja sebagai racun saraf yang menyebabkan pembukaan saluran ion klorida pada membran pascasinapsis sel saraf sehingga terjadi peningkatan pemasukan ion klorida ke dalam sel saraf, yang selanjutnya mengakibatkan kelumpuhan dan kematian serangga (Casida & Durkin, 2013).
Mortalitas larva pada perlakuan klorantraniliprol disebabkan oleh cara kerja insektisida tersebut yang mengganggu saraf otot dengan mengaktifkan reseptor rianodin serangga sehingga menyebabkan persediaan
ion kalsium intraseluler berkurang dari tempat penyimpanan di dalam retikulum sarkoplasma. Akibatnya terjadi gangguan pada pengaturan kontraksi otot yang selanjutnya mengakibatkan kelumpuhan otot dan
kematian serangga (Cordova et al.,2006). Berbeda
dengan klorantranaliprol, insektisida profenofos mematikan serangga dengan menghambat kerja enzim asetilkolinesterase di celah sinapsis sistem saraf sehingga asetilkolin akan tetap berikatan dengan reseptornya pada membran pascasinapsis yang
mengakibatkan saluran ion Na+ pa da membr an
pascasinapsis tetap terbuka dengan gejala hipereksitasi, kejang-kejang, kelumpuhan, dan kematian serangga (Yu, 2008; Casida dan Durkin, 2013).
Perlakuan dengan spinetoram pada konsentrasi serendah 0.54 mg b.a./L menyebabkan mortalitas larva sebesar 92%. Spinetoram merupakan campuran analog semisintetik dari spinosin J dan spinosin L (hasil
fermentasi aktinomiset Saccharopolyspora spinosa)
(Crouse et al.,2007). Spinetoram bekerja dengan
mengaktifka n reseptor asetilkolin sehingga
menyebabka n salur an ion Na+ pa da membr an
pascasinapsis menjadi terbuka dan menimbulkan rangsangan yang terus menerus. Hal tersebut menyebabkan gejala hipereksitasi, kejang-kejang, kelumpuhan, dan akhirnya serangga mati (Shimokawatoko, 2012).
Pada uji P. aduncum, mortalitas larva pada 96
JSP berkisar dari 24% pada perlakuan konsentrasi terendah (25 mg ekstrak/L) sampai 92% pada perlakuan konsentrasi tertinggi (1500 mg ekstrak/L). Senyawa aktif utama yang bersifat insektisida dalam ekstrak buah sirih hutan ialah dilapiol (Hasyim, 2011). Senyawa tersebut bukan merupakan racun saraf, tetapi lebih
bersifat sebagai racun metabolik (Bernard et al., 1995).
Dilapiol dapat menghambat proses oksidasi di dalam sel
yang dikata lisis oleh enzim polysubstrate
monooxygenase (PSMO). Proses oksidasi tersebut umumnya terjadi pada senyawa yang bersifat racun di dalam sel yang mengakibatkan penurunan daya racun senyawa tersebut. Terhambatnya aktivitas enzim PMSO dapat mengakibatkan terjadinya penumpukan senyawa
bera cun di dalam sel yang selanjutnya dapat mengakibatkan kema tian sel dan lambat laun
mengakibatkan kematian serangga (Bernard et al.,
1995; Scott et al.,2008).
Berdasarkan keterangan pada label produk insektisida uji, konsentrasi anjuran deltametrin, emamektin benzoat, klorantraniliprol, dan profenofos
terhadap hama P. xylostella berturut-turut 10, 10, 40,
dan 750 mg b.a./L, sedangkan konsentrasi anjuran spinetoram disamakan dengan konsentrasi anjuran spinosad (campuran spinosin A da D) yaitu 12 mg b.a./ L karena di Indonesia formulasi spinetoram belum
terdaftar untuk mengendalikan P.
xylostella.Berdasarkan perbandingan LC95 insektisida uji dan konsentrasi anjuran masing-masing diperoleh
bahwa LC95 deltametrin dan profenofos pada 96 JSP
masing-masing 203 dan 11.28 kali lebih tinggi daripada
konsentrasi anjurannya, sedangkan LC95emamektin
benzoat, klorantraniliprol, dan spinetoram masing-masing 3.86,1.73,dan 13.33 kali lebih rendah daripada konsentrasi anjura n masing-masinginsektisida
tersebut.Dengan demikian, larva P. xylostella asal
Kecamatan Kejajar Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah, tidakrentan terhadap deltametrin dan profenofos, tetapi masih rentan terhada p emamektin benzoat, klorantraniliprol, dan spinetoram.Hasil penelitian ini
sesuai dengan hasil penelitian Moekasan et al. (2004)
yang melaporkan bahwa larva P. xylostella dari Kejajar
Tabel 1 Toksisitas lima jenis insektisida komersial dan ekstrak Piper aduncum terhadap larva Plutella xylostella
Insektisida Konsentrasi anjuran (mg b.a./L) Waktu pengamatan (JSP)a b ± GBb (mg b.a./L) LC50 LC95 (mg b.a./L) Deltametrin 10 48 3.23 ± 0.49 1443.54 4666.60 96 4.48 ± 0.82 872.51 2030.01 Ema mektin benzoat e 10 48 3.04 ± 0.37 1.01 3.51 96 4.48 ± 0.82 0.81 2.59 Klorantraniliprol 40 48 1.69 ± 0.29 4.97 46.39 96 2.08 ± 0.31 3.74 23.07 Profenofos 750 48 1.19 ± 0.24 799.92 19179.00 96 1.16 ± 0.17 321.38 8462.30 Spinetora m 12 48 2.09 ± 0.33 0.28 1.74 96 2.58 ± 0.34 0.21 0.90 Ekstrak P. aduncum - 48 1.01 ± 0.14 240.03c 10214.00c 96 1.21 ± 0.16 100.31c 2288.39c
aJSP: jam setelah perlakuan. bb: kemiringan garis regresi probit. GB: galat baku. cSatuan ekstrak P. aduncum
Dieng sudah sangat resisten terhadap deltametrin dan profenofos.
Berdasarkan hasil analisis probit, LC95 ekstrak
buah P. aduncum 3.69 lebih rendah daripada LC95
profenofos sehingga ekstrak tersebutberpotensi untuk digunakan sebagai alternatif pengendalian terhadap
hama P. xylostella yang resisten terhadap profenofos.
Di sisi lain, LC95 ekstrak buah P. aduncum 1.13 lebih
tinggi daripada LC95 deltametrin, tetapi LC50-nya 8.69
lebih rendah daripada LC50 deltametrin. Di lapangan,
ekstrak buah P. aduncum dapat digunakan pada
konsentrasi yang tidak terlalu tinggi, misal pada
konsentrasi sekitar LC50(100.31 mg ekstrak/L), dengan
harapan sebagian besar populasi larva P. xylostella
dapatdikendalikan oleh musuh alami utama P. xylostella,
yaitu parasitoid Diadegma semiclausum. Tingkat
parasitisasi larva P. xylostella oleh D. semiclausum
relatif tinggi, bahkan di beberapa daerah mencapai lebih dari 80% (Sastrosiswojo, 1987). Dengan demikian,
ekstrak buah P. aduncum dapat digunakan sebagai salah
satu alternatif untuk mengendalikan hama P. xylostella.
SIMPULAN
Larva P. xylostella asal Kecamatan Kejajar
Dieng, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah tidak rentan
terhadap deltametrin dan profenofos dengan LC95
masing-masing 203 dan 11.3 kali lebih tinggi daripada konsentrasi anjuran masing-masing tetapi masih rentan terhadap emamektin benzoat, klorantraniliprol, dan
spinetoram dengan LC95 masing-masing 3.86, 1.73, dan
13.33 kali lebih rendah daripada konsentrasi anjuran
masing-masing. Ekstrak buah P. aduncum dapat
digunakan sebagai alternatif untuk mengendalikan hama P. xylostella karena dapat mengakibatkan kematian
larva P. xylostella sebesar 50% pada konsentrasi yang
sangat rendah (sekitar 0.01%).
SANWACANA
Penelitian ini dibiayai sebagian oleh Program Kreativitas Mahasiswa-Penelitian 2014, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Kemahasiswaan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dana yang diberikan. Terima kasih juga disa mpaikan kepada Bp. S aodik a tas bantuan perbanyakan tanaman kubis.
DAFTAR PUSTAKA
Abizar M & Prijono D. 2010. Aktivitas insektisida
ekstrak daun dan biji Tephrosia vogelii J.D.
Hooker (Leguminosae) dan ekstrak buah Piper
cubeba L. (Piperaceae) ter hadap larva
Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera:
Crambidae). JHPT Trop. 10:1-12.
Bernard CB, Krishnamurty HG, Chauret D, Durst T, Philogene BJR, Vindas PS, Hasbun C, Poveda L, Roman LS, &Arnason JT. 1995. Insecticidal
defenses of Piperaceae from the Neotropics. J.
Chem. Ecol. 21:801-814.
Cardi M. 2014. Kerentanan Plutella xylostella dari
Garut, Jawa Barat, terhadap lima jenis insektisida
komersial dan ekstrak Tephrosia vogelii. Skripsi.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Casida JE&Durkin KA. 2013. Neuroactive insecticides: target, selectivity, resistance, and secondary
effects. Annu. Rev. Entomol. 58:99-117.
Cordova D, Benner EA, Sacher MD, Rauh JJ, Sopa JS, Lahm GP, Selby TP, Stevenson TM, Flexner L, Gutteridge S, Rhoades DF, Wu L, Smith RM, &
TaoY. 2006. Anthranilic diamides: A new class
of insecticides with a novel mode of action,
ryanodine receptor activation. Pestic. Biochem.
Physiol. 84:196-214.
Crouse GD, Dripps JE, Orr N, Sparks TC, &Waldron C. 2007. DE-175 (spinetoram), a new semi-synthetic spinosyn in development. In: Krämer
W& S chirmer U (Eds.).Modern Crop
Protection Compounds. Pp. 1013-1031. Wiley-VCH, Weinheim.
Dadang&Prijono D. 2008. Insektisida Nabati: Prinsip,
Pemanfaatan, dan Pengem-bangan.
Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Furlong MJ, Wright DJ, & Dosdall LM. 2013. Diamondback moth ecology and management:
problems, progress and prospects. Annu. Rev.
Entomol. 58:517-541.
Hasyim DM. 2011. Potensi buah sirih hutan (Piper
aduncum) sebagai insektisida botani terhadap
larva Crocidolomia pavonana. Tesis. Institut
LeOra Software. 1987. POLO-PC User’s Guide. LeOraSoftware, Petaluma, USA.
Moekasan TK, Sastrosiswojo S, Rukmana T, Susanto H, Purnamasari IS, &Kurnia A. 2004. Status
resistensi lima strain Plutella xylostella L.
terhadap formulasi fipronil, deltametrin, profenofos,
abamektin, dan Bacillus thuringiensis. J. Hort.
14:84-90.
Nailufar N. 2011. Aktivitas insektisida ekstrak daun Tephrosia vogelii (Leguminosae) dan buah Piper aduncum (Piperaceae) terhadap larva Crocidolomia pavonana. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Pitterna T. 2007. Chloride channel activators/new natural products (avermectins and milbemycins).
In: Krämer W&Schirmer U (Eds.).Modern Crop
Protection Compounds. Pp. 1069-1088. Wiley-VCH, Weinheim.
[PPI] Pusat Pendafatarn dan Investasi. 2012. Pestisida
untuk Pertanian dan Kehutanan. P PI,
Departemen Pertanian, Jakarta.
Prakash A&Rao J. 1997. Botanical Pesticides in
Agriculture. CRC Press, Boca Raton.
Sastrosiswojo S. 1987. Perpaduan pengendalian secara
hayati dan kimiawi hama ulat daun kubis (Plutella
xylostella L; Lepidoptera: Yponomeutidae) pada tana man kubis. Disertasi. Universitas Padjadjaran, Bandung.
Sastrosiswojo S. 1991. Field evaluation of Bacillus
thuringiensis and several types of chemical insecticides alone and in binary mixtures against
cabbage leaf-eating caterpillars. Bul. Penel.
Hort. 20:23-38.
Sastrosiswojo S, Koestoni T, &Sukwilda A. 1989. Status
resistensi Plutella xylostella L. strain Lembang
terhadap beberapa jenis insektisida golongan organofosfat, piretroid sintetik, dan benzil urea. Bul. Penel. Hort. 18:85-93.
Scott IM, Jensen HR, Philogene BJR, & Arnason JT.
2008. A review of Piper spp. (Piperaceae)
phytochemistry, insecticidal activity, and mode of
action. Phytochem. Rev. 7:65-75.
Shimokawatoko Y, Sato N, Yamaguchi T, &Tanaka H. 2012. Development of the novel insecticide
spinetoram (DIANA®). Sumitomo Kagaku.
2012:1-14.
Syahroni YY&Prijono D. 2013. Aktivitas insektisida
ekstrak buah Piper aduncum L. (Piperaceae)
dan Sapindus rarak DC. (Sapindaceae) serta
campurannya terhadap larva Crocidolomia
pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae). J. Entomol. Indones. 10:39-50.
Udiarto BK&Setiawati W. 2007. Suseptibilitas dan
kuantifikasi resistensi 4 strain Plutella xylostella
L. terhadap beberapa insektisida. J. Hort.
17(3):277-284.
Wang X&Wu Y. 2012. High level of resistance to chlorantraniliprole evolved in field populations of Plut ella xylostella. J. Econ. Entomol. 105(3):1019-1023.
Yu SJ. 2008. The Toxicology and Biochemistry of