• Tidak ada hasil yang ditemukan

MOTIF REMAJA SURABAYA MENONTON PROGRAM ACARA FTV ”SINEMA WAJAH INDONESIA” DI SCTV ( Studi Deskriptif Kuantitatif Motif Remaja Surabaya Dalam Menonton Program Acara FTV “Sinema Wajah Indonesia“ di SCTV ).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MOTIF REMAJA SURABAYA MENONTON PROGRAM ACARA FTV ”SINEMA WAJAH INDONESIA” DI SCTV ( Studi Deskriptif Kuantitatif Motif Remaja Surabaya Dalam Menonton Program Acara FTV “Sinema Wajah Indonesia“ di SCTV )."

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

Program Acara FTV “Sinema Wajah Indonesia“ di SCTV )

SKRIPSI

Oleh :

YUNGKIE AIRLANGGA NPM. 0443010234

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

(2)

Program Acara FTV “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV)

Oleh :

YUNGKIE AIRLANGGA NPM. 0443010234

Telah dipertahankan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 29 Juli 2011

Pembimbing Utama Tim Penguji :

1. Ketua

Dra. Herlina Suksmawati, M.Si Drs. Saifuddin Zuhri, M.Si

NIP. 196 41225 199309 2001 NPT. 370069400351

2. Sekretaris

Dra. Diana Amalia, M.Si NIP. 196309071991032001

3. Anggota

Dra. Herlina Suksmawati, M.Si NIP. 196412251993092001

Mengetahui, D E K A N

(3)

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas segala rahmat dan ridhonya, maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul: “MOTIF REMAJA

SURABAYA MENONTON PROGRAM Ftv “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV

(Studi Deskriptif Motif Remaja Surabaya Dalam Menonton Program Ftv “Sinema Wajah Indonesia”di SCTV )”. Penulisan skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Komunikasi di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki, baik dalam penyajian material maupun dalam pengungkapan bahasanya.

Disadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari segala bimbingan, bantuan, dan dorongan dari Ibu Dra. Herlina Suksmawati, M.si yang telah banyak memberikan pengarahan dan dorongan yang sangat bermanfaat sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, maka pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati ingin menyatakan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

(4)

5. Istri tercinta yang selalu memberikan dukungan dan doanya. 6. Teman-teman angkatan 2004, terimakasih atas bantuannya

7. Soelastrie People (Sibro, Jhonny, Negro, Ndoweh, Kecenk, Krebo, Nyambek, Oon, Jojo, Sipenk, Fariz, Ramadhani, Anton,Okky,Bayu dan lainnya)

8. Dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang secara langsung telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Surabaya, Mei 2011

(5)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

ABSTRAKSI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 14

1.3. Tujuan Penelitian ... 15

1.4. Kegunaan Penelitian ... 15

1.4.1. Kegunaan Teoritis ... 15

1.4.2. Kegunaan Praktis ... 15

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 16

2.1. Landasan Teori ... 16

2.1.1. Komunikasi Massa ... 16

(6)

2.1.6. Sinema Wajah Indonesia ... 29

2.2. Kerangka Pikir ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

3.1. Definisi Operasional ... 34

a.Motif... 35

b.Remaja sebagai khalayak... 36

3.1.2 Pengukuran Variabel... 37

3.2. Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel ... 42

3.2.1. Populasi ... 42

3.2.2. Sampel dan Teknik Penarikan Sampel ... 43

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 47

3.4. Teknik Analisis Data ... 47

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 49

4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian dan Penyajian Data 49 4.1.1. Gambaran Umum SCTV ... 49

4.1.2. Gambaran Umum Remaja Surabaya ... 52

4.1.3. Ftv Sinema Wajah Indonesia ... 54

4.2. Penyajian Data dan Analisis Data ... 55

4.2.1. Identitas Responden ... 55

(7)

4.3. Motif Secara Keseluruhan ... 82

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 85

5.1 Kesimpulan ... 85

5.2. Saran... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 88

(8)

Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 56

Tabel 4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ... 57

Tabel 4.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Frekuensi Menonton ... 59

Tabel 4.5. Karakter Responden berdasarkan Frekuensi Menonton 60

Tabel 4.6. Motif Kognitif Responden Ingin Tahu Tentang Perkembangan Film televisi di Indonesia ... 62

Tabel 4.7. Motif Kognitif Responden Ingin Tahu Tentang Cerita-cerita diBerbagai Daerah di Indonesia ... 63

Tabel 4.8.. Motif Kognitif Responden Ingin Tahu Tentang Tempat-tempat Indah dan Alami ... 64

Tabel 4.9. Motif Kognitif Responden Ingin Tahu Tentang Kebudayaan diBerbagai daerah di Indonesia ... 65

Tabel 4.10. Motif Kognitif Responden Ingin Mendapatkan Gambaran Yang Positif Dan Negatif ... 66

Tabel 4.11. Motif Kognitif Responden Ingin Memuaskan Rasa Ingin Tahu ... 67

Tabel 4.12. Motif Kognitif Remaja Surabaya Dalam menonton Ftv Sinema Wajah Indonesia di SCTV ... 68

Tabel 4.13. Motif Identitas Personal Menemukan Penunjang Intropeksi Diri ... 70

Tabel 4.14. Motif Identitas Personal Menemukan Figur Untuk dicentoh ... 71

(9)

Tabel 4.18. Motif Diversi Ingin Mencari Hiburan ... 76

Tabel 4.19. Motif Diversi Bosan Dengan Tayangan Yang Ada ... 77

Tabel 4.20. Motif Diversi Mengisi Waktu Luang ... 78

Tabel 4.21. Motif Diversi Melepaska Kejenuhan ... 79

Tabel 4.22. Motif Diversi Ingin Menyalurkan Hobi Menonton Ftv .... 80

Tabel 4.23. Motif Diversi Remaja Surabaya Menonton Ftv Sinema Wajah Indonesia di SCTV ... 81

(10)
(11)

Lampiran 3 Rekapitulasi Motif Identitas Personal ... 98

Lampiran 4 Rekapitulasi Motif Diversi... 101

Lampiran 5 Rekapitulasi Identitas Responden... 104

(12)

YUNGKIE AIRLANGGA, 0443010234, Motif Remaja Surabaya Menonton Program Acara Film televisi “SINEMA WAJAH INDONESIA” di SCTV (Studi deskriptif kuantitatif tentang Motif Remaja Surabaya Dalam Menonton Program Acara Film televisi “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV)

Seiring dengan semakin kompleksnya kebutuhan manusia, individu mulai aktif dalam menentukan media yang dapat menjadi sarana untuk dapat memenuhi kebutuhan mereka. Program acara film televisi “Sinema Wajah Indonesia”di SCTV menyajikan film dalam format televisi. Selain itu acara tersebut juga memberikan informasi mengenai kebudayaan lokal diberbagai daerah di Indonesia, dengan mengangkat cerita-cerita lokal beserta keindahan alamnya, Acaranya pun dikemas dengan beragam tema yang berbeda dalam setiap episode. Karena Ftv ini mengusung konsep parade film.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori uses & gratifications karena pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan dasar dan khalayak secara aktif memilih media massa untuk memenuhi kebutuhannya sehingga mendapat kepuasan dari penggunaan media massa tersebut. Kebutuhan tersebut adalah kebutuhan informasi, identitas pribadi dan kebutuhan untuk melepaskan diri dari ketegangan (hiburan).

Penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Multistage Cluter Random Sampling, yaitu pengambilan sampel ini dilakukan melalui tahap-tahap tertentu dengan sample gugus bertahap-tahap, dengan catatan gugus yang diambel sebagai sampel secara acak. Jadi setiap remaja yang ditemui secara acak menurut tempat penelitiannya mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan sampel atau responden dalam penelitian. Penyebaran kuisioner dilakukan dengan berkunjung ke Surabaya barat dan Surabaya Selatan.

Hasil dari pengolahan data yang didapatkan melalui kuisioner yang disebarkan maka dapat disimpulkan bahwa dalam menonton program acara “Sinema Wajah Indonesia”di SCTV sebagian besar remaja yang didorong oleh motif informasi, identitas personal dan hiburan terdapat pada kategori sedang. remaja didasari oleh keinginan yang bervariasi, disisi lain mereka membutuhkan informasi tapi juga ingin mencari sosok yang dapat dijadikan panutan atau bahkan untuk menghibur diri terkait dengan motif mereka dalam menonton acara tersebut.

(13)

1.1.Latar Belakang Masalah

(14)

media yang dipilih oleh peneliti adalah media massa. Media massa adalah media yang digunakan untuk komunikasi massal, karena sifatnya yang massal ( Widjaja, 2000 : 35 ).

Seiring dengan perkembangannya ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam memperoleh informasi tidak hanya komunikasi secara langsung (tatap muka), tetapi juga dapat melalui media massa untuk membantu komunikator berhubungan dengan khalayaknya. Media massa dapat menjadi jembatan untuk menghubungkan komunikator dengan komunikan yang melintasi jarak, waktu, bahkan pelapisan sosial dalam suatu masyarakat. Media massa mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan respon dan kepercayaan masyarakat. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokok media massa membawa pula pesan – pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan respon seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal yang dapat memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.

(15)

(radio) dan audio visual ( televisi ) ; 2) Media cetak, yang terdiri dari koran (surat kabar ), majalah, dan tabloid ( Sari, 1993 : 25 ).

(16)

Maka dari itu media televisi sudah menjadi kebutuhan masyarakat untuk mengetahui perubahan serta peristiwa yang terjadi di belahan dunia lain mulai dari film, berita, hingga kemajuan teknologi yang tengah berlangsung. Dibandingkan dengan media massa yang lain televisilah yang paling efektif dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat. Hal ini dikarenakan selain mengeluarkan suara, televisi juga menampilkan gambar, sehingga informasi yang disampaikan akan lebih mudah dimengerti. Pengaruh televisi terhadap sistem komunikasi tidak lepas dari pengaruh terhadap aspek – aspek kehidupan pada umumnya. Televisi disini menimbulkan pengaruh terhadap kehidupan masyarakat yang sudah terlanjur mengetahui dan merasakannya, baik pengaruh yang positif ataupun pengaruh yang negatif. (Effendy, 1996:122)

(17)

Seiring dengan berkembangnya teknologi saat ini media menempatkan diri sebagai sarana yang dapat memenuhi kebetuhan khalayak, tak terkecuali media televisi. Hal ini tidak lepasnya dari semakin kompleksnya kebutuhan manusia yang menginginkan pemenuhan secara instan. Kondisi tersebut di manfaatkan banyak industry televisi di negeri ini untuk saling bersaing menyuguhkan tayangan yang dapat memenuhi hasrat khalayak sebagai pemirsa televisi.

Semakin bertambahnya jumlah stasiun televisi swasta yang mengudara saat ini merupakan bukti dari ketergantungan khalayak akan keberadaan media. Misalnya stasiun televisi swasta SCTV yang berusaha untuk dapat memenuhi kebutuhan khalayak dengan program acara yang bervariasi dan beda. Dari beberapa program acara yang ditawarkan oleh SCTV pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan stasiun televisi swasta lainnya. Misalnya program siaran berita, reality show, infotainment, kuis, sinetron, acara musik dan program siraman rohani bagi umat beragama,dan

juga film televisi/sinema.

(18)

dengan film televisi ( television film ) atau sinteron ( sinema elektronik ) yang dibuat khusus untuk siaran televisi. Film bioskop dibuat secara mekanik sedangkan film televisi dibuat secara elektronik ( Effendy, 2005 : 201 ).

Film televisi mulai banyak diproduksi di Indonesia pada awal tahun 1995 yang dipelopori oleh SCTV. Hal ini dilakukan untuk menjawab kejenuhan masyarakat atas sinetron sejak saat itu banyak film televisi yang bermunculan. Hampir semua stasiun televisi memiliki plot waktu setiap minggunya untuk penayangan film televisi, contohnya SCTV terdapat plot acara gala sinema, di Transtv ada plot bioskop Transtv dalam negeri dan masih banyak lagi plot-plot acara lain yang sejenis di stasiun televisi di Indonesia. Di Indonesia sendiri film televisi sangat digemari terutama film televisi dengan tema percintaan remaja dan film televisi dengan tema religius. Perbedaan film televisi dengan film layar lebar:

1. Film televisi diproduksi oleh stasiun televisi atau rumah produksi untuk disiarkan melalui televisi sedangkan film layar lebar dibuat untuk ditayangkan dibioskop.

2. Proses pembuatan film televisi lebih singkat daripada film layar lebar. 3. Biaya pembuatan film televisi lebih murah daripada film layar lebar. 4. Cara menonton film televisi berbeda dengan film layar lebar karena saat

menonton film layar lebar tidak ada iklan seperti halnya saat menonton film televisi.

(19)

televisi dengan biaya rendah dan berorentasi pada profit sehingga kadang-kadang penggarapan dari segi teknisnya kurang diperhatikan namun mengandalkan alur cerita yang menarik. Film televisi biasanya tidak menggunakan terlalu banyak efek film yang biasa dimasukkan. Alternatif lain dalam proses pembuatan film ini adalah video yang merupakan media baru dalam pembuatan film (http://www.id.wikipedia.org/wiki/film_televisi).

Contoh film televisi di Indonesia, bekisar merah adalah film televisi yang diproduksi di Indonesia yang mendapatkan banyak penghargaan karena ceritanya yang sederhana dan menyentuh, penghargaan yang didapatkan oleh film televisi (SCTV) ini tidak hanya berasal dari dalam negeri namun juga dari luar negeri, di Indonesia telah diproduksi banyak film televisi yang diproduksi dalam kurun waktu tahun 1995 sampai sekarang. Kebanyakan tema yang diangkat adalah percintaan. Berikut ini judul film televisi yang pernah diproduksi di Indonesia : (Frame Ritz) : Roti cinta, Janji rahasia, Pacarku 17 tahun, Satria bontot, Kemal, 3 cewek tomboy mencari cinta, Nama gw kiliwon, Sitomboy jatuh cinta, Satu cinta seribu masalah, Soulmate gw tukang sepatu, Botol shampo impian, surat dalam bakul, Kurma, Janji rahasia, My monkey love, cinta bukan untuk cinta, ajari aku cinta. (Trans tv) : Deary diary, hikayah menuju surga, Bihun desong, Jangan pernah sakit hati. (Indosiar) : Gw pasti bisa, antara kau dan dia, Geng cantik. (Kep media) : mayat yang ditanam, Loper kkoran jadi da’i gaul, dajjal-hartawarisan, Rahasia illahi selalu

(20)
(21)

film televisi ini bertemakan harmoni cinta Indonesia yang membahas persoalan-persoalan masyarakat lokal diberbagai daerah di Indonesia. (http://tv.liputan6.com/main/read/sinema_wajah_indonesia)

Setelah berhasil menyabet penghargaan dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam pergelaran Sinema 20 Wajah Indonesia tahun lalu, SCTV makin memantapkan diri dalam jalur film televisi. Kini, program yang menjadi unggulan tersebut kian digarap serius dengan mengusung konsep parade film televisi, bertajuk Sinema Wajah Indonesia.

( http://www.tempointeraktif.com/hg/film/2011/04/24/brk,id.html).

Dengan pendekatan-pendekatan produksi film layar lebar untuk mengangkat nilai-nilai budaya dan sosial sekaligus kearifan lokal berbagai daerah di Indonesia, “Sinema Wajah Indonesia” ini adalah keberanian SCTV sebagai stasiun televisi komersial dan ingin menjadi trendsetter dalam pembuatan film televisi, tapi tetap perhatiankan kualitas dengan menyuguhkan kualitas dari semua aspek, entah dari konten yang inspiratif ataupun pengerjaanya dikerjakan oleh orang-orang yang handal dibidangnya, salah satu yang diperhatikan dalam memproduksi Sinema Wajah Indonesia adalah kualitas cerita yang sangat Indonesia.”Quality memang tidak perlu diragukan dengan tayangan ini kami ingin mendobrak gaya tayangan televisi selama ini dengan warna konten tayangan yang lebih meng-Indonesia” kata Harsiwi achmad.

(22)

Parade film-film televisi “Sinema Wajah Indonesia” yang mengambil latar belakang budaya Indonesia akan ditayangkan secara rutin oleh SCTV, program ini akan tayang mulai 23 April 2011 setiap sabtu malam pukul 22.30 WIB, dua minggu sekali setiap bulan. Film yang dirangkai dalam program Sinema Wajah Indonesia ini disambut poritif oleh Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar).

Sebuah upaya yang sangat baik yang dimulai oleh SCTV, film semacam ini akan membentuk karakter bangsa sehingga relevan dengan visi dari Hari Film Nasional yang diperingati pada tanggal 30 Maret. Program ini luar biasa, karena bisa mengangkat Wajah Indonesia, kami sangat mendukung, ujar Direktur Perfilman Kemenbudpar, syamsul lussa. Sinema wajah Indonesia merupakan program lanjutan Sinema 20 Wajah Indonesia yang telah sukses digelar tahun lalu dan mendapatkan penghargaan dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).Syamsul lussa berharap, inisiatif SCTV menayangkan program semacam ini bisa dicontoh oleh televisi lain, semoga ini bisa menjadi contoh. Kalau film yang ditayangkan di bioskop, hanya bisa menjangkau sekitar 11% masyarakat Indonesia karena gedung bioskop kita terbatas. Sedangkan jika film yang mendidik semacam ini disiarkan ditelevisi, daya jangkauanya bisa lebih luas sehingga setiap orang bisa menonton.

(23)

kita bisa memberikan tayangan yang mendidik dan berkualitas, Sinema Wajah Indonesia adalah jawabannya, ujar Harsiwi. Disini SCTV mengandeng sejumlah nama yang telah ahli untuk menggarap program ini, seperti Deddy mizwar, Arswendo atmowiloto, dan Putu wijaya. Dari segi penggarapanya, proses syuting dilakukan dengan video HD yang biasa digunakan untuk memproduksi film layar lebar agar gambar yang dihasilkan berkualitas. Deddy mizwar mengatakan, banyak sekali kebudayaan diIndonesia yang menarik untuk dijadikan cerita film. dirinya berharap, masyarakat bisa memberikan masukan untuk ide cerita tersebut, banyak sekali yang bisa diangkat tapi karena keterbatasan penulis skenario jadi tidak semua kebudayaan diIndonesia bisa difilmkan. Paling tidak Sinema Wajah Indonesia ini bisa mewakili berbagai kebudayaan tersebut ujar Deddy mizwar.

( http://www.antaratv.com/berita/kemenbudpar-dukung-program-sinema-wajah-indonesia-sctv).

Kekurangan kebutuhan masyarakat terhadap hiburan macam ini adalah sebuah petualangan batin masyarakat untuk menjawab rasa ingin tahu mereka terhadap kebudayaan diberbagai daerah di Indonesia. Dengan kata lain, ini adalah sebuah tantangan lain menjadi pendorong utama masyarakat menyukai tayangan-tayangan yang lebih meng-Indonesia.

(24)

menggunakan televisi sebagai sumber informasinya. Dorongan inilaah yang sering disebut motif, tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mempertahankan eksistensinya (Effendi, 1993 : 45).

Secara umum beberapa kebutuhan yang dapat dipenuhi oleh media massa adalah kebutuhan akan informasi (kognitif), kebutuhan akan hiburan, (diversi), kebutuhan untuk memperkuat atau menonjolkan sesuatu yang penting dalam kehidupan atau situasi khalayak sendiri (identitas personal) (Rakhmat, 2001 : 66). Jadi kebutuhan untuk menonton film televisi “Sinema Wajah Indonesia” sebagai jawaban adanya kebutuhan untuk mengetahui bagaimana tayangan film televisi Sinema Wajah Indonesia bisa memberikan informasi, wawasan dan pengetahuan bagi remaja.

Kebutuhan pada setiap individu tidaklah sama. Kebutuhan yang tidak sama ini sesuai dengan keingintahuan individu tersebut yang tumbuh sejalan dengan tingkat perkembangannya. Dari kekurangan kebutuhan itu, maka timbullah motif untuk menonton film televisi “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV. Motif kognitif adalah keinginan remaja yang menonton Sinema Wajah Indonesia untuk menambah pengetahuan baru. Motif diversi yaitu keinginan untuk mendapatkan hiburan. Dan yang terakhir motif identitas personal yaitu menonton Sinema Wajah Indonesia untuk memperkuat situasi khalayak sendiri.

(25)

Wajah Indonesia” di SCTV. Apakah itu motif remaja untuk menambah pengetahuan baru, motif remaja untuk mencari hiburan dan keinginan remaja untuk mendapatkan identitas personal dengan situasi khalayak sendiri. Namun yang menjadi pokok permasalahan adalah pesan yang disampaikan dalam Sinema Wajah Indonesia akankah ada kemungkinan untuk terpenuhi dengan baik sesuai dengan kebutuhannya.

Teori yang digunakan untuk meneliti motif remaja dalam menonton film televisi”Sinema Wajah Indonesia”di SCTV adalah teori uses and gratification yang menunjukkan bahwa yang menjadi

permasalahan utama bukanlah bagaimana media mengubah sikap dan perilaku khalayak, tetapi bagaimana media memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial khalayak. Jadi menitik beratkan pada khalayak yang aktif, yang sengaja menggunakan media untuk mencapai tujuan khusus ( Effendy, 1999 : 289 ) model ini tidak tertarik pada apa yang dilakukan media pada diri seseorang, tetapi ia tertarik pada apa yang dilakukan seseorang terhadap media. Anggota khalayak dianggap aktif menggunakan media untuk memenuhi kebutuhannya.

(26)

WIB. Jadi kemungkinan besar yang melihat adalah remaja. Seperti yang dikatakan Monks et. Al. (2002 : 260) dalam bukunya Psikologi Perkembangan, bahwa remaja dibagi menjadi tiga fase yaitu masa remaja awal (12-15 tahun), masa remaja pertengahan (16-18 tahun) dan masa remaja akhir (19-21 tahun). Istilah remaja masih digunakan bagi mereka bahkan sampai usia 21 tahun, menunjukkan bahwa mereka masih pada tahap peralihan dari dunia remaja ke dunia dewasa.

Sedangkan lokasi yang dipilih dalam penelitian ini yaitu Surabaya sebab dapat dilihat dari beberapa tempat yang menyelenggarakan kesenian,tari-tarian,dll selalu sepi oleh remaja dan karena juga ada keterkaitan historis, Surabaya merupakan tempat awal berdirinya stasiun SCTV bermula dari Jl. Darmo Permai, Surabaya, Agustus 1990. Siaran SCTV terbatas pada wilayah gerbang Kertasusila. Dan juga SCTV merupakan pelopor Film Televisi di Indonesia.

Berdasarkan uraian diatas pada dasarnya peneliti ingin melakukan penelitian dengan menitik beratkan pada motif yang mendasari individu (remaja) menonton film televisi “Sinema wajah Indonesia” di SCTV. Dari sini peneliti berusaha untuk mengetahui apa motif remaja Surabaya dalam menonton film televisi “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV.

1.2. Rumusan Masalah

(27)

Bagaimanakah motif remaja Surabaya menonton program film televisi “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV ?

1.3.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui motif remaja Surabaya menonton program film televisi “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV.

1.4.Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi perkembangan ilmu komunikasi tentang penelitian terhadap motif pemirsa terhadap tayangan film televisi sebagai referensi yang berguna untuk penelitian selanjutnya.

2. Kegunaan Praktis

(28)

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Komunikasi Massa

Komunikasi massa berarti penyebaran pesan dengan menggunakan media massa modern antara lain televisi, radio dan film. Dengan kata lain ditunjukkan kepada massa yang abstrak yaitu sejumlah orang yang tidak nampak oleh si penyampai pesan. Pembaca surat kabar, pendengar radio dan penonton televisi tidak tampak oleh komunikator. Dengan demikian, jelas bahwa komunikasi massa atau komunikasi dnegan menggunakan media sifatnya adalah satu arah (one way traffic). Begitu pesan disampaikan oleh komunikator, tidak diketahui apakah pesan ini diterima, dimengerti atau dilakukan oleh komunikan wartawan, penyiar radio, penyiar televisi tidak mengetahui nasib pesan yang disampaikan kepada khalayak (Effendy, 2003 : 20).

(29)

Terkait dengan pendapat Devito yang dikutip oleh Effendy (2003 : 21), bahwa komunikasi massa itu ditujukan kepada massa dengan melalui media massa, maka komunikasi massa mempunyai ciri-ciri kkhusus yang disebabkan oleh sifat-sifat komponennya. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut :

a. Komunikasi massa berlangsung satu arah

Berbeda dengan komunikasi antar personal (interpersonal communication) yang berlangsung dua arah (two way traffic

communication), komunikasi massa berlangsung satu arah (one way

communication). Ini berarti bahwa tidak terdapat arus balik dari

komunikan kepada komunikator.

b. Komunikasi pada komunikasi massa melembaga

(30)

pendapat (freedom of expression atau freedom of opinion) merupakan kebebasan terbatasi (restrieted freedom).

c. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum

Pesan yang disebarkan melalui media massa bersifat umum karena ditujukan kepada umum dan mengenai kepentingan umum. Jadi tidak ditujukan kepada perseorangan atau kepada kelompok orang tertentu. Hal ini yang antara lain membedakan media massa dengan media nirmassa bukan media massa surat kabar kampus, radio telegrafi atau radio citizen band. Film dokumenter atau televisi siaran sekitar, bukanlah media massa, melainkan media nirmassa karena ditujukan kepada sekelompok orang tertentu.

d. Media komunikasi massa menimbulkan keserampakan

Ciri lain dari media massa adalah kemampuannya untuk menimbulkan keserempakan pada pihak khalayak dalam menerima pesan-pesan yang disebarkan. Hal inilah yang merupakan ciri yang paling hakiki dibandingkan dnegan media komunikasi lainnya. Pesan yang disampaikan melalui radio siaran dalam bentuk pidato, misalnya pidato presiden, akan diterima oleh khalayak dalam jumlah jutaan, bahkan puluhan juta atau ratusan juta, serempak bersama-sama pada saat presiden berbicara.

e. Komunikan komunikasi massa bersifat heterogen

(31)

sasaran yang dituju komunikator bersifat heterogen. Dalam keberadaannya secara terpencar-pencar dimana satu sama lainnya tidak saling mengenal dan tidak saling memiliki kontak pribadi, masing-masing berbeda dalam berbagai hal, jenis kelamin, usia, ideologi, pekerjaan, pendidikan, pengalaman, kebudayaan, pandangan hiup, keinginan, cita-cita dan sebagainya. Heterogenitas khalayak seperti itulah yang menjadi kesulitan seorang komunikator dalam menyebarkan pesannya melalui media massa karena setiap individu atau khalayak menghendaki keinginannya dipenuhi. Bagi para pengelola media massa adalah suatu hal yang tidak mungkin untuk memenuhinya. Satu-satunya cara untuk dapat mendekati keinginan seluruh khalayak sepenuhnya ialah dengan mengelompokkan mereka menurut jenis kelamin, usia, agama, pekerjaan, pendidikan, kebudayaan, hobi dan lain-lain (Effendy, 2003 : 22).

Demikian ciri-ciri komunikasi dengan menggunakan media massa untuk membandingkan dnegan komunikasi yang memakai media nirmassa. Meskipun pada hakekatnya penggunaan media massa dan media nirmassa itu saling mengisi pengoperasiannya, baik secara regional, nasional maupun secara internasional.

2.1.2. Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa

(32)

televisi, kalau tidak ada unsur-unsur radio. Dan tidak mungkin dapat melihat gambar-gambar yang bergerak pada layar pesawat televisi, jika tida ada unsur-unsur film. (Effendy, 2003:174).

Televisi terdiri dari istilah “tele” yang berarti jauh dan “visi” (vision) yang berarti penglihatan. Segi “jauh”-nya diusahkan oleh prinsip radio dan segi “penglihatan”-nya oleh gambar. Tanpa gambar tidak mungkin ada apa-apa yang dapat dilihat. Para penonton dapat menikmati siarat televisi, kalau pemancar televisi tadi memancarkan gambar. Dan gambar-gambar yang dipancarkan itu adalah gambar-gambar yang bergerak. (Effendy, 2003:174).

Televisi dikatakan sebagai “saudara muda” dari radio, karena lahirnya sesudah radio dan karenanya, sebagaimana dikatakan tadi dasarnya adalah radio.

Kelebihan televisi dari media massa lainnya ialah kemampuan menyajikan berbagai kebutuhan manusia, baik hiburan, inforamsi, maupun pendiidikan dengan sangat memuaskan. Penonton televisi tidak perlu susah-susah pergi ke gedung bisokop atau gedung sandiwara karena pesawat televisi menyajikan ke rumah. (Effendy, 2004:60).

(33)

banyak orang televisi adalah teman, televisi menjadi cermin perilaku masyarakat dan televisi dapat menjadi candu. (Morrisan, 2004:1)

2.1.3. Teori Uses and Gratifications

Teori Uses and Gratifications menunjukkan yang menjadi permasalahan utama bukanlah bagaimana media mengubahs ikap dan khalayak, tetapi bagaimana media memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial khalayak. Jadi bobonya adalah pada khalayak yang aktif yang sengaja menggunakan media untuk mencapai tujuan khusus (Effendy, 2003 : 289). Anggota khalayak dianggap aktif menggunakan media untuk memenuhi kebutuhannya, sehingga timbul istilah uses and gratifications yang itu penggunaan dan pemenuhan kebutuhan (Rakhmat, 2002 : 65).

(34)

a. Kebutuhan Psikologi (Physiological Needs) adalah kebutuhan primer yang menyangkut fungsi biologis bagi organisme manusia seperti kebutuhan pangan, sandang, papan dan kesehatan fisik.

b. Kebutuhan Keamanan (Safety Needs) adalah kebutuhan mengenai perlindungan dari bahaya, perlakuan tidak adil dan terjaminnya keamanan diri.

c. Kebutuhan Cinta (Love Needs) adalah kebutuhan akan dicintai, diperhitungkan secara pribadi.

d. Kebutuhan Penghargaan (Esteem Needs) adalah kebutuhan dihargai secara prestasi, kemampuan, kedudukan atau status.

e. Kebutuhan aktualisasi diri (Self-actualization Needs) adalah kebutuhan mempertinggi potensi-potensi yang dimiliki, pengembangan diri secara maksimal, kreativitas dan ekspresi diri.

Teori Uses and Gratifications menurut Kats. Gurevitch dan Haas dalam Efendy (2003 : 294) dimulai dengan lingkungan sosial (social environment) yang menentukan kebutuhan manusia. Lingkungan sosial

tersebut meliputi ciri-ciri afiliasi kelompok dan ciri-ciri kepribadian. Penjelasannya adalah sebagai berikut :

(35)

b. Kebutuhan afektif (Affective Needs) adalah kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan pengalaman-pengalaman estetis, emnyenangkan dan emosional.

c. Kebutuhan pribadi secara integratif (Personal integrative Needs) adalah kebutuhan yang terkait dengan kreativitas.

d. Kebutuhan pelepasan (Escapist Needs) adalah kebutuhan yang berkaitan dengan upaya menghindari dari tekanan, ketegangan dan hasrat akan keanekaragaman.

Menurut para pendiri Katz. Gurevitch dan Blumler, uses and gratifications meneliti asal mula kebutuhan yang menimbulkan harapan

tertentu dari media massa atau sumber-sumber lain, yang membawa pada pola terpaan media yang berlainan dan menimbulkan pemenuhan kebutuhan dan akibat-akibat lain.

(36)

media massa dapat memberikan hiburan. Seseorang mengalami goncangan batin, media massa memberikan kesempatan untuk melarikan diri dari masalahnya. Dan jika seseorang kesepian, maka media massa dapat berfungsi sebagai sahabat.

2.1.4. Definisi dan Deskripsi Motif

Dalam melakukan suatu tindakan atau perbuatan pasti didasarkan pada motif-motif tertentu. Pengertian motif tidak dapat dipisahkan dari pada kebutuhan. Seseorang atau suatu organisme yang berbuat atau melakukan seseuatu sedikit banyak ada kebutuhan di dalam dirinya atau ada sesuatu yang hendak dicapai. Menurut W.A. Gerungan (1991 : 140), motif adalah suatu pengertian yang melingkupi semua pengegrak alasan-alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan individu berbuat sesuatu. Motif manusia yang menyebabkan individu berbuat sesuatu. Motif manusia merupakan dorongan, keinginan, hasrat dan tenaga penggerak lainnya yang berasal dari dirinya, untuk melakukan sesuatu. Motif-motif itu memberi tujuan dan arah kepada tingkah laku kita.

(37)

yang lain adalah menggerakkan perilaku (Martaniah, 1984 : 13). Sedangkan menurut Purwanto (1996 : 193) motif adalah sebagai seluruh aktifitas mental yang dirasakan atau yang dialami dan memberikan kondisi sehingga terjadi suatu perilaku.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya motif itu timbul karena adanya kebutuhan, atau dengan kata lain motif merupakan ciri dari kebutuhan dan berfungsi menggerakkan serta mengarahkan perilaku untuk mencapai tujuan tertentu.

Ada beberapa pengklasifikasian motif dari berbagai ahli komunikasi, tetapi dalam penelitian ini digunakan kategori motif menurut Blumler dalam Rakhmat (2001 : 66) yaitu kognitif, identitas personal dan diversi. Adapun tiga jenis motif menggunakan media secara umum dijabarkan sebagai berikut :

a. Motif Kognitif (kebutuhan akan informasi)

Motif ini berkenaan dengan individu untuk mencari berita atau informasi tentang peristiwa dan kondisi yang berkaitan dengan lingkungan terdekat, masyarakat dan dunia, dorongan mencari konfirmasi untuk menentukan pendapat atau suatu pilihan, dorongan rasa ingin tahu, dorongan belajar serta dorongan memperoleh rasa aman melalui pengetahuan yang didapat.

b. Motif Identitas Personal (personal identity)

(38)

khalayak sendiri menemukan model perilaku, mengidentifikasi diri dengan nilai-nilai, meningkatkan harga diri dan meningkatkan pemahaman diri.

c. Motif Diversi (kebutuhan akan hiburan)

Motif ini berkenaan dengan dorongan individu untuk melepaskan diri dari permasalahan atau ketegangan, dorongan bersantai, memperoleh kenikmatan jiwa dan penyaluran emosi.

2.1.5. Remaja Sebagai Khalayak

Secara universal dan sederhana khalayak media dapat diartikan sebagai sekumpulan orang yang menjadi pembaca, pendengar, penonton dan pemirsa sebagai media massa atau komponen isinya. Dalam arti yang lebih ditekankan, khalayak media ini memiliki beberapa karakteristik yaitu memiliki jumlah yang besar, bersifat heterogen, menyebar dan anonym, serta mempunyai kelemahan dalam ikatan organisasi sosial sehingga tidak konsisten dan komposisinya dapat berubah dengan cepat (Mc.Quail, 1994:201).

(39)

terpencar-pencar diberbagai tempat. Selain itu pemirsa televisi dapat dibedakan pula menurut jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, dan taraf kehidupan, dan kebudayaan. Kedua, pribadi yakni untuk dapat diterima dan dimengerti oleh pemirsa, maka isi pesan yang disampaikan melalui televisi bersifat pribadi dalam arti sesuai dengan situasi pemirsa saat itu. Ketiga, aktif yakni pemirsa sifatnya aktif. Mereka aktif, seperti apabila mereka menjumpai sesuatu yang menarik dari sebuah stasiun televisi mereka berpikir aktif, aktif melakukan interprestasi. Mereka bertanya-tanya pada pada dirinya, apakah yang diucapkan oleh seorang penyiar televisi, benar atau tidak. Keempat, selektif yakni pemirsa sifatnya selektif. Ia memilih program televisi yang disukainya (Effendy, 1990:84).

Dalam penelitian ini khalayak yang dijadikan objek penelitian adalah remaja. Secara psikologis, remaja adalah suatu masa di mana individu mulai terintegrasi beralih ke dalam masyarakat dewasa. Pada masa remaja perkembangan intelektual juga sedang mengalami perkembangan yang pesat dalam aspek intelektual. Transformasi intelektual dari cara berfikir remaja ini memungkinkan mereka tidak hanya mampu mengintegrasikan dirinya ke dalam masyarakat dewasa, tetapi juga merupakan karakteristik yang paling menonjol dari semua perkembangan.

(40)

mereka bahkan sampai usia 21 tahun, menunjukkan bahwa mereka masih pada tahap peralihan dari dunia remaja ke dunia dewasa.

Masa remaja merupakan salah satu fase perkembangan manusia yang sangat potensial, baik dilihat dari aspek kognitif, emosi maupun fisik. Perkembangan intelektual yang terus menerus menyebabkan remaja mencapai tahap berfikir operasional formal. Tahap ini memungkinkan remaja mampu berfikir secara lebih abstrak, menguji hipotesis dan mempertimbangkan apa saja peluang yang ada padanya daripada sekedar melihat apa adanya. Kemampuan intelektual ini yang membedakan fase remaja dari fase-fase sebelumnya (Ali, 2005 : 9). Karena itulah pada fase ini, remaja yang sedang mengalami perkembangan intelektual menjadi haus akan informasi dan informasi bisa didapat dari berbagai sumber yang termasuk diantaranya adalah media massa.

Secara umum, remaja lebih menyukai artikel-artikel hiburan, sedangkan mereka yang lebih berumur menyukai informasi dan masalah-masalah umum. Namun, pembaca yang berpendidikan lebih suka dengan artikel-artikel hiburan (Rivers, William L, 2003 : 303).

Menurut Gunarsa (1989) terdapat beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu:

(41)

3. Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup.

4. Adanya sikap menentang dan menantang orang tua.

5. Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang dengan orang tua.

6. Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya.

7. Senang bereksperimentasi. 8. Senang bereksplorasi.

9. Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.

10.Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.

2.1.6. Sinema Wajah Indonesia

(42)

entah dari konten yang inspiratif ataupun pengerjaanya dikerjakan oleh orang-orang yang handal dibidangnya tentunya itu bukan sesuatu yang gampang oleh karena itu Harsiwi Achmad selaku Direktur program dan produksi SCTV mengundang Deddy Mizwar, Zairin zein, Putu wijaya, Garin nugroho, Arswendo atmowiloto, Dedy setiadi, Armantono, Imam tantowi, Muswar yasin, dan masih banyak lagi.H.Deddy mizwar menjelaskan dari segi penggarapan, proses syuting untuk semua judul menggunakan video HD yang biasa dipakai untuk produksi film layar lebar pertimbanganya adalah menghasilkan gambar yang lebih berkualitas secara keseluruhan. Konsep ceritanya pun dipilih melalui proses seleksi demi kematangan kisah yang sangat erat dengan cita rasa ke-Indonesia-an, dengan memakan biaya dan waktu penggarapan yang dua kali lipat dari film televisi biasa hal ini tidak menjadi masalah bagi pihak SCTV sebagai stasiun televisi swasta yang menayangkan Sinema Wajah Indonesia.

(43)

“Pahala Terindah”(Lombok), “Wagina Bicara Lagi”(Wonogiri), “Pensiunan Monyet”(Solo pinggiran), “Kalung kiriman ibu” (Gorontalo), “Bercanda dengan nyawa”(Madura), “Undangan kuning” (Purwodadi), “Pilihan iman, Perkawinan digubuk kota” (Jakarta). Yang pertama tayang dalam Sinema Wajah Indonesia, berjudul Mahasmara bercerita tentang mitos seorang gadis bernama Mahasmara yang mempunyai bahu lawean atau berbentuk busur jika menikah akan membawa kematian bagi sang suami cerita ini berlatarbelakang kota solo.

( http://www.tabloidbintang.com/film-tv-musik/kabar/sinema-wajah-indonesia).

2.2. Kerangka Pikir

Manusia mempunyai banyak kebutuhan, seperti kebutuhan fisiologis, keamanan, sosial, penghargaan, sampai kebutuhan aktualisasi diri. Salah satu kebutuhan manusia yang sangat mendasar baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat agar mendapatkan penghargaan atau sebagai aktualisasi dirinya adalah kebutuhan akan informasi dan hiburan.

(44)

a. Kebutuhan Kognitif, yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan informasi, pengetahuan dan pemahaman atas lingkungan.

b. Kebutuhan Identitas Personal, yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan mengidentifikasikan diri, meningkatkan harga diri dan meningkatkan pemahaman diri.

c. Kebutuhan Hiburan, yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan untuk melepaskan diri dari permasalahan atas ketegangan, dorongan bersantai, memperoleh kenikmatan jiwa dan penyaluran emosi.

Menonton program film televisi didasarkan pada motif-motif tertentu dan motif timbul karena adanya kebutuhan. Menurut Blummer dalam Rakhmat (2001 : 65) motif dapat diartikan sebagai keinginan untuk menambah wawasan dan pengetahuan baru, keinginan untuk mencari hiburan dan keinginan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.

Dalam hal ini Sinema Wajah Indonesia sebagai film televisi yang memberikan tayangan film televisi yang bisa memberikan pengetahuan baru bagi remaja. Tayangan berdurasi 120 menit dengan iklan-iklannya menjadi Program film televisi yang menjadi unggulan berkat kesuksesan program sebelumnya yaitu Sinema 20 Wajah Indonesia yang telah mendapat penghargaan dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tahun 2010. Oleh karena itu peneleti berusaha meneliti motif remaja di Surabaya menonton “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV.

(45)

(46)

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

3.1.1. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah segala sesuatu yang akan menjadi obyek pengamatan dalam penelitian yang dapat diamati atau dioperasionalkan. Sehubungan dengan pernyataan diatas, maka pada penelitian ini peneliti tidak membicarakan hubungan antara variabel sehingga tidak ada pengukuran variabel X dan Y. Penelitian ini difokuskan pada motif remaja dalam menonton film televisi “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV, sehingga penelitian ini menggunakan metode penelitian survey dengan tipe analisis deskriptif untuk menggambarkan dan menjelaskan motif remaja tersebut.

Dalam hal ini motif dapat dioperasionalkan sebagai semua penggerak alasan-alasan atau dorongan-dorongan dari dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu. Motif timbul karena adanya kebutuhan, dengan kata lain motif merupakan ciri dari kebutuhan. Motif tidak dapat dipisahkan dengan kebutuhan (need) seseorang atau melakukan sesuatu, sedikit banyaknya ada kebutuhan dari dalam dirinya dan berusaha untuk mencapainya.

(47)

A. Motif

Dalam hal ini motif dapat dioperasionalisasikan sebagai dorongan dari dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu motif timbul karena adanya kebutuhan dengan kata lain motif merupakan ciri dari kebutuhan.

Untuk memudahkan pengukuran, maka dalam penelitian ini digunakan kategori motif menurut Blumer dalam Rakhmat (2001:66), dimana motif tersebut meliputi:

1. Motif Informasi

Kebutuhan akan informasi dan kebutuhan untuk mencapai tingkat tertentu yang diinginkan, yang terdiri dari:

a. Ingin memperoleh wawasan atau pengetahuan baru tentang perkembangan film televisi di Indonesia.

b. Ingin mendapatkan informasi tentang cerita-cerita lokal diberbagai daerah di Indonesia.

c. Ingin mendapatkan informasi tentang tempat-tempat yang indah dan alami di berbagai daerah di Indonesia.

d. Ingin mendapatkan informasi tentang kebudayaan diberbagai daerah di Indonesia.

e. Ingin mendapatkan gambaran apa yang baik dan apa yang buruk tentang kehidupan manusia.

(48)

2. Motif Identitas Pribadi (Personal Identity)

Kebutuhan menggunakan isi media untuk memperkuat atau menonjolkan sesuatu yang penting dalam kehidupan atau situasi khalayak sendiri, yang terdiri dari:

a. Menemukan penunjang untuk intropeksi diri dan menjadi lebih baik dari sebelumnya.

b. Menemukan figur untuk dicontoh.

c. Mengidentifikasikan diri dengan nilai-nilai yang ada dalam tayangan tersebut.

d. Ingin mengetahui karakter tokoh yang ada di Sinema Wajah Indonesia (karena merupakan gambaran diri manusia itu sendiri). 3. Motif Hiburan (Diversi)

Kebutuhan akan pelepasan dari tekanan dan kebutuhan akan hiburan, yang terdiri dari:

a. Mencari hiburan.

b. Bosan dengan tayangan yang ada. c. Mengisi waktu luang.

d. Melepaskan diri dari kejenuhan atau terpisah dari permasalahan e. Menyalurkan hobi menonton Ftv.

B. Remaja Sebagai Khalayak

(49)

bukunya Psikologi Perkembangan, bahwa remaja dibagi menjadi tiga fase yaitu masa remaja awal (12-15 tahun), masa remaja pertengahan (16-18 tahun) dan masa remaja akhir (19-21 tahun). Istilah remaja masih digunakan bagi mereka bahkan sampai usia 21 tahun, menunjukkan bahwa mereka masih pada tahap peralihan dari dunia remaja ke dunia dewasa. Namun dalam penelitian ini peneliti menentukan remaja yang dijadikan objek penelitian adalah yang berumur 16-21 tahun. Hal ini dikarenakan remaja pada umur tersebut mampu berfikir secara lebih abstrak, menguji hipotesis dan mempertimbangkan apa saja peluang yang ada padanya daripada sekedar melihat apa adanya.

3.1.2. Pengukuran Variabel

Pengukuran motif ini diukur melalui pemberian skor dengan menggunakan model skala Likert (skala sikap) dengan rasio ordinal. Metode ini merupakan metode penskalaan pernyataan sikap dengan menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan skalanya. Untuk melakukan penskalaan dengan model ini, responden diberi daftar pertanyaan mengenai motif dan setiap pernyataan akan disediakan jawaban yang harus dipilih oleh responden untuk menyatakan kesetujuan dan ketidaksetujuannya (Singarimbun, 1987 : 111).

(50)

Dalam penelitian ini tidak digunakan alternatif jawaban ragu-ragu (undecided) alasannya menurut Hadi (1981 : 20) adalah sebagai berikut :

a. Kategori undecided memiliki arti ganda. Bisa diartikan belum dapat memberikan jawaban netral dan ragu-ragu. Kategori jawaban yang memiliki arti ganda (multiple interpretable) ini tidak diharapkan dalam instrumen.

b. Tersedianya jawaban ditengah menimbulkan kecenderungan menjawab ke tengah (central tendency effect) terutama bagi mereka yang ragu-ragu akan kecenderungan jawaban.

c. Disediakannya jawaban ditengah akan menghilangkan banyaknya data penelitian sehingga mengurangi banyaknya informasi yang dapat dijaring oleh responden.

Pada tahap selanjutnya empat kategori jawaban diatas akan diberi nilai sesuai dengan jawaban yang dipilih oleh responden. Sedangkan pemberian nilainya sebagai berikut :

Sangat Setuju (SS) : diberi skor 4, jika responden sangat menyetujui dan sependapat dengan pernyataan yang diajukan.

(51)

Tidak Setuju (TS) : diberi skor 2, jika responden tidak sependapat dengan pernyataan yang diajukan.

Sangat Tidak Setuju (STS) : diberi skor 1, jika responden sangat tidak sependapat dengan pernyataan yang diajukan.

Skoring dilakukan dengan cara menjumlahkan skor dari setiap item dari tiap-tiap angket, sehingga diperoleh skor total tiap pernyataan tersebut untuk masing-masing individu.selamjutnya tiap-tiap indikator untuk motif diukur melalui pernyataan-pernyataan yang terdapat dalam angket. Kemudian jawaban yang telah dipilih diberi skor dan ditotal. Total skor dari tiap kategori, dikategorisasikan kedalam 3 interval, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Penentuan interval dilakukan dengan menggunakan range. Range masing-masing kategori ditentukan dengan rumus :

Range : batasan dari setiap tingkatan

Skor tertinggi : perkalian antara nilai tertinggi dengan jumlah item pertanyaan

(52)

Jenjang : 3 (tinggi, sedang, rendah)

Berdasarkan rumus tersebut maka diperoleh tingkat interval jawaban untuk mengetahui motif remaja dalam menonton film televisi “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV.

1. Pada motif kongnitif terdapat enam item pertanyaan untuk responden yang menonton Ftv ”Sinema Wajah Indonesia” di SCTV, sebagai berikut:

Motif informasi : (4 x 6) – (1 x 6) = (24 – 6) = 6

3 3

Rendah = 6 – 12 Sedang = 13 – 18 Tinggi = 19 – 24

Rendah : Mempunyai tingkat motif informasi yang rendah artinya tingkat informasi yang didapatkan dari menonton tayangan program acara Ftv “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV sangat sedikit.

Sedang : Mempunyai tingkat motif informasi yang sedang dalam arti tingkat informasi yang didapatkan setelah menonton tayangan program acara Ftv “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV hanya sebagian saja. Tinggi : Mempunyai tingkat motif informasi yang tinggi artinya tingkat

informasi yang didapat setelah menonton tayangan program acara Ftv “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV sangat banyak.

(53)

Rendah = 4 – 8 Sedang = 9 – 12 Tinggi = 13 – 16

Rendah : Mempunyai tingkat motif yang rendah artinya tingkat identitas personal yang didapatkan setelah menonton tayangan program acara Ftv “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV sangat kecil.

Sedang : Mempunyai tingkat motif yang sedang dalam arti tingkat identitas personal yang didapatkan setelah menonton tayangan program acara Ftv “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV hanya sebagian.

Tinggi : Mempunyai tingkat motif yang tinggi artinya tingkat identitas personal yang didapatkan setelah menonton tayangan program acara Ftv “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV sangat banyak.

3. Pada motif hiburan (Diversi) terdapat lima item pertanyaan untuk responden yang menonton Ftv “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV, sebagai berikut:

Motif hiburan : (4 x 5) – (1 x 5) = (20 – 5) = 5

3 3

Rendah = 5 – 10 Sedang = 11 – 15 Tinggi = 16 – 20

(54)

Sedang : Remaja sebagai pemirsa mempunyai tingkat motif hiburan yang sedang dalam arti tingkat hiburan setelah menonton tayangan program acara Ftv “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV hanya sebagian saja.

Tinggi : Remaja sebagai pemirsa mempunyai tingkat motif hiburan yang tinggi dalam arti tingkat hiburan yang didapatkan setelah menonton tayangan program acara Ftv “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV sangat banyak.

3.2. Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel

3.2.1. Populasi

Dalam melakukan penelitian, peneliti memiliki keterbatasan biaya, waktu dan tenaga yang tidak memungkinkan untuk meneliti keseluruhan dari objek yang dijadikan pengamatan. Peneliti hanya bisa mempelajari, memprediksi, dan menjelaskan sifat-sifat suatu objek atau fenomena hanya dengan mempelajari dan mengamati sebagian dari objek atau fenomena tersebut. Sebagian dari keseluruhan objek atau fenomena yang akan diamati inilah yang disebut sampel. Sedangkan keseluruhan objek atau subjek yang diteliti disebut populasi. (Kriyantono,2007:149)

(55)

3.2.2. Sampel dan Teknik Penarikan Sampel

Penentuan jumlah sampel ditentukan dengan menghitung responden menggunakan rumus Yamane (Bungin, 2005 : 105) adalah :

n =

(

)

2

1

n = jumlah sampel yang diperlukan N = jumlah populasi

d = nilai presisi (ditentukan sebesar 90% atau 0,1)

n =

n = 99,95 dibulatkan menjadi 100 remaja.

Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan Multistage Cluster Random Sampling yaitu pengambilan sampel ini

(56)

adalah remaja yang menonton film televisi “Sinema Wajah Indonesia” di SCTV. Mengingat responden dalam penelitian ini banyak dan tersebar dalam wilayah kota Surabaya, populasinya dipilih secara acak (random) dan keadaan populasi bersifat homogen dan juga agar memudahkan penghitungan dalam penelitian ini.

a. Langkah pertama adalah mengetahui wilayah yang terdapat di kota Surabaya yaitu Surabaya Timur, Surabaya Barat, Surabaya Selatan, Surabaya Utara, dan Surabaya Pusat. Kemudian diarnbil secara acak (random) muncul wilayah Surabaya Barat dan Surabaya Selatan. b. Diambil secara acak (random) lagi ke bagian Kelurahan, wilayah

Surabaya Barat terpilih Kecamatan Benowo dan Kecamatan Lakarsantri. Dari wilayah Selatan terpilih Kecamatan Wonokromo dan Kecamatan Wonocolo

c. Langkah ketiga, dilakukan pemilihan daerah kelurahan. Dari Kecamatan Benowo, terpilih Kelurahan Sememi dan kelurahan Kandangan Dari kecamatan Lakarsantri terpilih kelurahan Lakarsantri dan Kelurahan Lidah Kulon Dari kecamatan Wonokromo terpilih Kelurahan Ngagel dan Kelurahan Jagir. Dan dari Kecamatan Wonocolo terpilih Kelurahan Siwalankerto dan Kelurahan Jemur WonoSari.

(57)

n 1 =

N1

N

x n

Keterangan :

n 1 = jumlah penduduk di suatu Kelurahan N1 = ukuran stratum ke-1

N = jumlah seluruh penduduk

n = jumlah sampel minimum yang telah ditetapkan. Tabel 3.1

Remaja berusia 16 – 21 tahun di 8 Kelurahan

No Kelurahan Jumlah

(58)

Berdasarkan perhitungan diatas, diperoleh : a. Kelurahan Sememi.

039 . 17

3293

x 100 = 19,3 dibulatkan 19

b. Kelurahan Kandangan.

039

d. Kelurahan Lakarsantri.

039

e. Kelurahan Jagir.

039

f. Kelurahan Ngagel.

039

g. Kelurahan Siwalankerto.

039

h. Kelurahan Jemur Sari.

(59)

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini, menurut cara perolehannya dilakukan dengan dua pendekatan :

1. Data Primer.

Data primer adalah data yang dikumpulkan dari responden. Data primer dalam penelitian ini diperoleh secara langsung dari responden yang memberikan jawaban dari kuisioner.

2. Data Skunder.

Data skunder adalah data yang tidak dapat langsung diperoleh dari lapangan. Data skunder dikumpulkan melalui sumber-sumber informasi kedua, seperti perpustakaan, pusat pengolahan data, pusat penelitian, dan lain sebagainya. Data skunder ini akan digunakan sebagai data penunjang untuk melakukan analisis.

Jenis kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner tertutup dan terbuka yang berupa angket. Yang dimaksud kuisioner tertutup adalah kemungkinan jawahan sudah ditentukan terlebih dahulu dan responden tidak diberi kesempatan memberikan jawaban lain (Singarimbun, 1989 : 45).

3.4. Teknik Analisis Data

(60)

dari hasil wawancara berdasarkan penyebaran kuisioner yang diisi oleh responden.

Data yang diperoleh dari hasil kuisioner selanjutnya akan diolah untuk mendeskripsikan. Pengolahan data yang diperoleh dari hasil kuisioner terdiri dari : mengedit, mengkode, dan memasukkan data tersebut dalam tabulasi data untuk selanjutnya dianalisis secara deskriptif setiap pertanyaan yang diajukan.

Data yang didapat dianalisis secara kuantitatif dengan rnenggunakan rumus :

P =

N F

x 100%

Keterangan :

P : Persentase responden F : Frekuensi responden N : Jumlah responden

(61)

4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian Dan Penyajian Data

4.1.1 Gambaran Umum SCTV

Bermula dari Jl. Darmo Permai, Surabaya, Agustus 1990, siaran SCTV diterima secara terbatas untuk wilayah Gerbang Kertosusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan) yang mengacu pada izin Departemen Penerangan No. 1415/RTF/K/IX/1989 dan SK No. 150/SP/DIR/TV/1990. Satu tahun kemudian, 1991, pancaran siaran SCTV meluas mencapai Pulau Dewata, Bali dan sekitarnya.

Baru pada tahun 1993, berbekal SK Menteri Penerangan No. 111/1992 SCTV melakukan siaran nasional ke seluruh Indonesia. Untuk mengantisipasi perkembangan industri televisi dan juga dengan mempertimbangkan Jakarta sebagai pusat kekuasaan maupun ekonomi, secara bertahap mulai tahun 1993 sampai dengan 1998, SCTV memindahkan basis operasi siaran nasionalnya dari Surabaya ke Jakarta.

(62)

menggapai seluruh dunia. Dalam perkembangan berikutnya, melalui induk perusahaan PT. Surya Citra Media tbk (SCM), SCTV mengembangkan potensi usahanya hingga mancanegara dan menembus batasan konsep siaran tradisional menuju konsep industri media baru.

SCTV menyadari bahwa eksistensi industri televisi tidak dapat dipisahkan dari dinamika masyarakat. SCTV menangkap dan mengekspresikannya melalui berbagai program berita dan feature produk Divisi Pemberitaan seperti Liputan6 (Pagi, Siang, Petang dan Malam), Buser, Topik Minggu Ini, Sigi dan sebagainya. SCTV juga memberikan arahan kepada pemirsa untuk memilih tayangan yang sesuai. Untuk itu, dalam setiap tayangan SCTV di pojok kiri atas ada bimbingan untuk orangtua sesuai dengan ketentuan UU Penyiaran No: 32/2002 tentang Penyiaran yang terdiri dari BO (Bimbingan Orangtua), D (Dewasa), dan SU (Semua Umur). Jauh sebelum ketentuan ini diberlakukan, SCTV telah secara selektif menentukan jam tayang programnya sesuai dengan karakter programnya.

(63)

sebagai stasiun televisi keluarga. Maka sejak Januari 2005, SCTV mengubah logo

dan slogannya menjadi lebih tegas dan dinamis: Satu Untuk Semua.

Melalui 47 stasiun transmisi, SCTV mampu menjangkau 240 kota dan menggapai sekitar lebih dari 175 juta potensial pemirsa. Dinamika ini terus mendorong SCTV untuk selalu mengembangkan profesionalisme sumber daya manusia agar dapat senantiasa menyajikan layanan terbaik bagi pemirsa dan mitra bisnisnya.

SCTV telah melakukan transisi ke platform siaran dan produksi digital yang merupakan bagian dari kebijakan untuk secara konsisten mengadopsi kecanggihan teknologi dalam meningkatkan kinerja dan efisiensi operasional. Dalam semangat yang sama, kebijakan itu telah meletakkan penekanan yang kokoh pada pembinaan kompetensi individu di seluruh aspek untuk mempertajam basis pengetahuan seraya memupuk talenta, kreativitas dan inisiatif. Inilah kunci untuk memperkuat posisi SCTV sebagai salah satu dari stasiun penyiaran terkemuka di Indonesia.

1. VISI SCTV

Menjadi stasiun televisi unggulan yang memberikan kontribusi terhadap pembangunan dan pencerdasan kehidupan bangsa.

2. MISI SCTV

Membangun SCTV sebagai jaringan stasiun televisi swasta terkemuka di Indonesia dengan :

 Menyediakan beragam program yang kreatif, inovatif dan

(64)

Melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate

governance)

4.1.2 Gambaran Umum Remaja Surabaya

Pada penelitian ini sampel yang akan diteliti adalah remaja Surabaya yang selalu mengikuti perkembangan program acara film televisi di televisi serta mempunyai tingkat keingintahuan yang tinggi (selalu ingin tahu) terhadap sesuatu yang baru dan juga melihat dari segi jam penayangan program acara tersebut, Seperti yang dikatakan Monks et. Al. (2002 : 260) dalam bukunya Psikologi Perkembangan, bahwa remaja dibagi menjadi tiga fase yaitu masa remaja awal (12-15 tahun), masa remaja pertengahan (16-18 tahun) dan masa remaja akhir (19-21 tahun). Istilah remaja masih digunakan bagi mereka bahkan sampai usia (19-21 tahun, menunjukkan bahwa mereka masih pada tahap peralihan dari dunia remaja ke dunia dewasa. Maka objek penelitian ini adalah remaja usia 16 – 21 tahun Kota Surabaya.

(65)

perkembangan intelektual menjadi haus akan informasi dan hiburan, bisa didapat dari berbagai sumber yang termasuk diantaranya adalah media massa.

(66)

Siwalankerto mempunyai jumlah remaja sebanyak 2.139 jiwa, Dan Kelurahan Jemur Wonosari mempunyai jumlah remaja sebanyak 3.002 jiwa.

4.1.3 Ftv “ Sinema Wajah Indonesia “

Film Televisi ( dalam bahasa Inggris disebut sebagai television movie )

atau lebih sering dikenal sebagai Ftv adalah jenis film yang diproduksi untuk televisi yang dibuat oleh stasiun televisi ataupun rumah produksi berdurasi 120 menit sampai 180 menit dengan tema yang beragam seperti remaja, tragedi kehidupan, cinta dan agama. Film layar lebar yang ditayangkan di televisi tidak dianggap sebagai Ftv.

(67)

4.2 Penyajian Data dan Analisis Data

4.2.1 Identitas Responden

Identitas responden yang dimaksud adalah data-data yang diperoleh berdasarkan karakteristik responden yang meliputi : jenis kelamin, usia dan pendidikan terakhir, selengkapnya tertera pada tabel berikut :

1. Jenis Kelamin Responden

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa jenis kelamin yang pernah menonton Ftv Sinema Wajah Indonesia di SCTV, maka diketahui bahwa Ftv tersebut ditonton oleh individu baik laki-laki maupun perempuan. Hasil penelitian menunjukkan proporsinya sebagai berikut :

Tabel 4.1.

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Frekuensi %

1 Laki-Laki 67 67

2 Perempuan 33 33

Total 100 100

Sumber : Kuesioner 1 

(68)

disebabkan karena memang segmentasi tayangan ini adalah cocok dengan seorang laki – laki, dimana laki – laki lebih senang menonton acara film televisi selain itu, laki – laki cenderung lebih suka atau bisa di katakan sudah terbiasa begadang dikarenakan jam tayang acara Ftv ini pukul 22.30 WIB.

2. Usia Responden

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa usia responden yang pernah menonton Ftv Sinema Wajah Indonesia adalah berkisar antara 16 tahun sampai 21 tahun. Untuk menyederhanakan tampilan data maka dalam penelitian diklasifikasikan menjadi tiga jenjang :

Tabel 4.2.

Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

No. Usia Frekuensi %

1 16 – 17 Tahun 36 36

2 18 – 19 Tahun 38 38

3 20 – 21 Tahun 26 26

Total 100 100

  Sumber : Kuesioner 2 

(69)

sebanyak 38 orang atau sebesar 38% responden, setelah itu responden yang berusia 20 hingga 21 tahun sebanyak 26 orang atau sebesar 26%.

Banyaknya responden yang berusia antara 18 hingga 19 tahun tersebut dikarenakan pada usia-usia tersebut remaja mencari jati diri dan sangat aktif dalam mencari informasi atau pengetahuan baru. Dan yang juga penting bagi mereka adalah bekal dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

3. Pendidikan Responden

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden yang pernah menonton Ftv Sinema Wajah Indonesia terdiri atas individu yang memiliki tingkat pendidikan yang berbeda-beda. Hasil penelitian menunjukkan proposinya sebagai berikut :

Tabel 4.3.

Karakter Responden Berdasarkan Pendidikan

Sumber : kuesioner 3

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini masih mengenyam bangku pendidikan di

No. Pendidikan terkakhir Frekuensi %

1 SMP 7 7

2 SMA 40 40

3 Diploma 19 19

4 S 1 34 34

(70)

SMP dimana hal tersebut ditunjukkan dengan jumlah sebanyak 7 orang atau sebesar 7% responden, terdapat pula sebanyak 40 orang atau sebesar 40% responden yang masih berstatus pendidikan terakhirnya yaitu SMA , kemudian sisanya responden yang memiliki pendidikan terakhir Diploma sebanyak 19% responden atau 19 orang. Dan untuk jumlah responden sebanyak 34 atau sebbesar 34% responden memiliki pendidikan terakhir S 1.

Responden dengan tingkat pendidikan SMA dan mahasiswa sedang menjalani pendidikan di perguruan tinggi mendominasi jumlah responden dalam penelitian ini. Hal ini disebabkan karena pada masa itu remaja lebih membuka diri dalam sebuah perubahan yang meningkatkan identitas diri, dimana hampir keseluruhan dari mereka tidak lepas dari televisi Bahkan tidak sedikit dari mereka yang terjun dalam dunia broadcasthing.

4. Frekuensi menonton film televisi Sinema Wajah Indonesia di SCTV

(71)

Tabel 4.4.

Karakteristik Responden

Berdasarkan Frekuensi Menonton Ftv Sinema Wajah Indonesia

Dalam tiga bulan

No. Frekuensi Menonton Frekuensi %

1 1 – 3 kali 65 65

2 4 – 6 kali 35 35

Total 100 100

Sumber : kuesioner 4

(72)

5. Frekuensi menonton film televisi Sinema Wajah Indonesia di SCTV

Berikut adalah deskripsi seberapa lama responden menonton Ftv Sinema Wajah Indonesia di SCTV.

Tabel 4.5.

Karakteristik Responden

Berdasarkan Durasi Menonton Ftv Sinema Wajah Indonesia

No. Frekuensi Menonton Frekuensi %

1 1 – 40 menit 11 11

2 41 - 80 menit 33 33

3 81 – 120 menit 56 56

Total 100 100

Sumber : kuesioner 5

(73)

4.2.2 Motif Responden Menonton Ftv “ Sinema Wajah Indonesia“ di SCTV

 Pada bab ini dijabarkan sebaran jawaban yang diberikan oleh responden, dimana jawaban-jawaban tersebut dikelompokkan dan di deskripsikan sesuai dengan kategori masing-masing motif, selengkapnya sebagai berikut :

 

4.2.2.1 Motif Kognitif

Motif ini berkenaan dengan individu untuk mencari berita atau informasi tentang peristiwa atau kondisi yang berkaitan dengan lingkungan terdekat, masyarakat dan dunia, dorongan mencari konfirmasi untuk menentukan pendapat suatu pilihan. Kebutuhan akan informasi dan kebutuhan adalah untuk mencapai tingkat tertentu yang diinginkan. di bawah ini menjelaskan tentang motif kognitif remaja dalam menonton Sinema Wajah Indonesia di SCTV yang dinyatakan dalam pertanyaan berikut :

1. Ingin memperoleh wawasan atau pengetahuan baru tentang perkembangan film televisi di Indonesia.

2. Ingin mendapatkan informasi tentang cerita-cerita lokal diberbagai daerah di Indonesia.

3. Ingin mendapatkan informasi tentang tempat-tempat yang indah dan alami di berbagai daerah di Indonesia.

(74)

5. Ingin mendapatkan gambaran apa yang baik dan apa yang buruk tentang kehidupan manusia.

6. Ingin memuaskan rasa ingin tahu akan pengambaran Ftv, budaya, keindahan alam yang ada di Indonesia.

Guna mengetahui proporsi jawaban penonton Ftv Sinema Wajah Indonesia terhadap setiap pertanyaan yang mendukung motif kognitif maka berikut ini disampaikan dalam bentuk tabel frekuensi.

1. Ingin memperoleh wawasan atau pengetahuan baru tentang

perkembangan film televisi di Indonesia.

Tabel 4.6.

Motif ingin tahu tentang perkembangan film televisi di Indonesia

No. Pilihan jawaban Frekuensi %

1 Sangat Setuju 29 29

2 Setuju 43 43

3 Tidak Setuju 17 17

4 Sangat Tidak Setuju 11 11

Total 100 100

Sumber : kuesioner I.1

(75)

informasi tentang perkembangan film televisi di Indonesia. Beberapa informasi yang disampaikan antara lain mengenai dari segi proses penyutingan gambar dan segi cerita yang lebih mendidik. Bahkan sebanyak 29 responden (29%) menyatakan sangat setuju dengan pernyataan tersebut.

2. Ingin mendapatkan informasi tentang cerita-cerita diberbagai daerah

di Indonesia

Tabel 4.7.

Motif ingin tahu tentang cerita-cerita diberbagai daerah di Indonesia

No. Pilihan jawaban Frekuensi %

1 Sangat Setuju 30 30

2 Setuju 45 45

3 Tidak Setuju 16 16

4 Sangat Tidak Setuju 9 9

Total 100 100

Sumber : kuesioner I.2

(76)

Indonesia di SCTV selalu memberikan cerita-cerita yang berbeda pada setiap penayanganya, dimana itu dapat menjadi referensi para responden yang menonton Sinema Wajah Indonesia jika ingin mengetahui cerita-cerita lokal diberbagai daerah di Indonesia tanpa harus mengunjungi daerah tersebut.

3 Ingin mendapatkan informasi tentang tempat-tempat yang indah

dan alami diberbagai daerah di Indonesia

Tabel 4.8.

Motif ingin tentang tempat-tempat yang indah dan alami diberbagai daerah di Indonesia

No. Pilihan jawaban Frekuensi %

1 Sangat Setuju 32 32

2 Setuju 38 38

3 Tidak Setuju 18 18

4 Sangat Tidak Setuju 12 12

Total 100 100

Sumber : kuesioner I.3

(77)

sangat tidak setuju. Hal ini dapat dipahami karena informasi yang diberikan oleh Ftv Sinema Wajah Indonesia tentang keadaan tempat-tempat diberbagai daerah di Indonesia cukup membantu dan dapat menjadi pertimbangan para responden dalam memilih tempat wisata yang ingin dikunjunginya.

4.Ingin mendapatkan informasi tentang kebudayaan diberbagai

daerah di Indoensia

Tabel 4.9.

Motif ingin tahu tentang kebudayaan diberbagai daerah di Indonesia

Sumber : kuesioner I.4

Tabel diatas menunjukkan bahwa mayoritas responden menyatakan setuju jika menonton Ftv Sinema Wajah Indonesia karena ingin mencari informasi dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat lokal yang ada diberbagai daerah di Indonesia, yaitu sebanyak 48 responden (48%). Bahkan sebanyak 32 responden (32%) menyatakan sangat setuju dan hanya 8 responden (8%) yang menyatakan sangat tidak setuju. Hal ini dapat dipahami karena informasi dan kebudayaan yang ada didalam Ftv

No. Pilihan jawaban Frekuensi %

1 Sangat Setuju 32 32

2 Setuju 48 48

3 Tidak Setuju 12 12

4 Sangat Tidak Setuju 8 8

(78)

Sinema Wajah Indonesia digambarkan secara jelas bagaimana kebudayaan-kebudayaan lokal diberbagai daerah di Indonesia.

5.Ingin mendapatkan gambaran apa yang baik dan apa yang buruk

tentang kehidupan manusia

Tabel 4.10.

Motif ingin mendapatkan gambaran tentang kebudayaan yang positif dan yang negatif.

No. Pilihan jawaban Frekuensi %

1 Sangat Setuju 30 30

2 Setuju 41 41

3 Tidak Setuju 18 18

4 Sangat Tidak Setuju 11 11

Total 100 100

Sumber : kuesioner I.5

Gambar

Tabel 4.17. Motif Identitas Personal Remaja Surabaya Dalam Menonton Ftv Sinema Wajah Indonesia di SCTV  ........
Gambar  1.  : Bagan Kerangka Berpikir.............................................. 33
Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir
Tabel 3.1 Remaja berusia 16 – 21 tahun di 8 Kelurahan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ukuran perusahaan merupakan variabel yang paling berpengaruh dominan dalam pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan karena berdasarkan teori agensi yang

& LAYANAN PEND... ASTRA

Dan dalam rangka merangsang terwujudnya hal tersebut perlu usaha untuk menciptakan suasana belajar yang mendukung seperti penggunaan strategi lightening the Learning Climate

Tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut, tidak akan mungkin penegak.. hukum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan yang aktual.. Khususnya

Ketika pemilik persil baru yang mendapatkan peralihan hak kepemilikan persil dari jual beli dengan cara pelelangan tersebut bermaksud untuk mengajukan

Selain itu, data dari youtube.com ada 2.319.238 jumlah penonton di youtube, maka dapat diasumsikan bahwa audiens yang menikmati tayangan ini cukup banyak dan jumlah

Untuk mengetahui pengaruh Current Ratio, Cash Ratio, dan Working Capital Turnover secara parsial terhadap Return on Assets pada perusahaan dagang yang terdaftar di Bursa

Laporan ini berisi tentang pendeteksian dan pelacakan keberadaan manusia sebagai client menggunakan global positioning system (GPS) berbasis android melalui sms mobile yang dapat