• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif kualitatif, yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif kualitatif, yang"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif kualitatif, yang menggambarkan realitas masyarakat yang menerima Bantuan Langsung Tunai dari pemerintah berdasarkan data dan fakta yang ada di lapangan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah Kabupaten Toba Samosir. Alasan pemiihan lokasi ini karena Toba Samosir adalah salah satu daerah yg menjalankan program Bantuan Langsung Tunai sejak Tahun 2005.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan bulan Desember Tahun 2012.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi yang dipilih oleh peneliti yaitu masyarakat yang bertempat tinggal di 3 kecamatan di Kabupaten Toba Samosir yaitu Kecamatan balige, Silaen dan Tampahan.

(2)

Tabel 3.1

Jumlah Rumah Tangga Miskin (RTM) Toba Samosir No.

Kecamatan Jumlah RTM Persentase (%) 1 Balige 3.223 17 2 Habinsaran 2.201 11.6 3 Laguboti 2.114 11.2 4 Porsea 1.640 8.7 5 Lumbanjulu 1.636 8.6 6 Uluan 1.379 7.3 7 Silaen 1.222 6.4 8 Nassau 1.020 5.4 9 Sigumpar 997 5.2

10 Pintu Pohan Meranti 866 4.5

11 Ajibata 817 4.4 12 Borbor 719 3.8 13 Siantar Narumonda 599 3.2 14 Tampahan 497 2.7 Jumlah 18.930 100 Sumber : BPS Tobasa 2007 3.3.2 Sampel Penelitian

Dalam menentukan sampel, peneliti menggunakan metode teknik

sampling. Teknik sampling adalah bagian dari metodologi statistika yang berhubungan dengan pengambilan sebagian dari populasi. Jika sampling dilakukan dengan metode yang tepat, analisis statistik dari suatu sampel dapat digunakan untuk mewakili keseluruhan populasi. Sampel yang dalam penelitian

(3)

ini adalah rumah tangga miskin penerima BLT di 3 kecamatan di Toba Samosir yaitu : Kecamatan Balige, Kecamatan Silaen dan Kecamatan Tampahan. Alasan pengambilan sampel tersebut adalah dengan mengurutkan rumah tangga miskin penerima BLT mulai dari yang paling banyak hingga yang paling sedikit. Maka dipilih Kecamatan dengan rumah tangga miskin penerima BLT yang paling banyak (Balige), yang sedang (Silaen) dan penerima BLT yang paling sedikit (Tampahan).

Dimana dalam menentukan ukuran sampel populasi, penulis menggunakan rumus Slovin sebagai berikut :

𝑛 =

1+𝑁𝑒𝑁 2

Keterangan :

n = ukuran sampel N = ukuran populasi

e = nilai kritis (batas kesalahan) yang diinginkan

Dengan perhitungan sebagai berikut :

𝑛 =

1+𝑁𝑒𝑁 2

=

18.930

1+18.930(10%)2

(4)

Tabel 3.2 Rincian sampel

NO. NAMA

WILAYAH

POPULASI PERSENTASE SAMPEL

1 Balige 3.223 65% 65

2 Silaen 1.222 25% 25

3 Tampahan 497 10% 10

TOTAL 4.942 100% 100

Dengan distribusi sampel berdasarkan kecamatan sebagai berikut : • Kecamatan Balige : 3.223/4.942 x 100 = 65

• Kecamatan Silaen : 1.222/4.942x 100 = 25 • Kecamatan Tampahan : 497/4.942x 100 = 10

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Studi Kepustakaan

Data yang dukumpulkan berdasarkan naskah-naskah yang sudah diterbitkan berupa buku, makalah, surat kabar, majalah, dan arsip-arsip.

3.4.2 Studi Lapangan

Data yang diperoleh dengan turun langsung ke lapangan melalui :

1. Wawancara, yaitu mengumpulkan data dengan cara mengajukan pertanyaan langsung kepada responden.

2. Kuesioner, yaitu terdiri atas serangkaian pertanyaan tertulis yang bertujuan untuk mendapatkan tanggapan dari responden melalui daftar pertanyaan,

(5)

untuk mendapatkan informasi tambahan dan data yang relevan dari informasi yang telah didapatkan penulis dari wawancara. Dalam hal ini yang menjadi responden adalah Rumah Tangga Miskin (RTM) penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang berada di Kecamatan Balige, Silaen, dan Tampahan.

3.5 Definisi Konsep

Konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi sejumlah karakteristik kejadian, keadaan kelompok atau individu tertentu (Singarimbun, 1987 : 34).

Dalam hal ini defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan dan mendefenisikan istilah-istilah yang digunakan secara mendasar agar tercipta suatu persamaan persepsi dan menghindari salah pengertian yang dapat menghamburkan tujuan penelitian, maka disusun defenisi konsep sebagai berikut : 1. Evaluasi adalah suatu usaha untuk mengukur dan memberi nilai secara

objektif pencapaian hasil yang direncanakan sebelumnya dimana hasil evaluasi tersebut dimaksudkan menjadi umpan balik untuk perencanaan yang dilakukan di depan.

2. BLT adalah program kompensasi jangka pendek yang dikeluarkan Pemerintah yang tujuan utama yaitu untuk membantu masyarakat yang tergolong miskin, karena dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri.

(6)

3. Efektifitas adalah kemampuan untuk mencapai suatu hasil.

4. Efisiensi adalah melakukan sesuatu dengan menggunakan sumber daya secara optimal.

5. Kemiskinan adalah suatu keadaan yang menunjukkan kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok.

3.6 Defenisi Operasional

Adapun defenisi operasional dalam penelitian ini adalah :

1. Evaluasi Bantuan Langsung Tunai yaitu proses untuk melihat sampai sejauh mana program Bantuan Langsung Tunai dilaksanakan guna memperoleh hasil untuk mengatasi dampak kenaikan Bahan Bakar Minyak di Kabupaten Toba Samosir.

2. Efektifitas adalah kemampuan program BLT untuk mengatasi masalah kemiskinan akibat naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Kabupaten Toba Samosir.

3. Efisiensi adalah kemampuan program BLT dalam menggunakan sumber daya secara optimal di Kabupaten Toba Samosir

4. Kemiskinan yaitu kondisi ekonomi masyarakat Toba Samosir yang menunjukkan kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak.

(7)

Tabel 3.3 Variabel Operasional

No VARIABEL DEFENISI INDIKATOR SKALA

PENGUKURAN 1 Evaluasi Bantuan Langsung Tunai • Efektifitas • Efesiensi Kemampuan untuk mencapai suatu hasil

Melakukan sesuatu dengan

menggunakan sumber daya secara optimal

• Penyaluran dana yang mudah

• Besaran dana BLT yang diterima

• Bentuk program yang dijalankan

• Ketepatan alokasi dana

• Ketepatan alokasi waktu

Skala Guttman

Skala Guttman

2 Kemiskinan Keadaan yang menunjukkan kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok

- Pembelian pakaian baru dalam setahun - Menu makanan - Air minum - Jenis lantai - Dinding - Atap

- Tempat buang air

Skala Likert

3.7 Teknik Analisa Data

1. Untuk menjawab permasalahan satu, digunakan kriteria evaluasi yaitu sebagai berikut:

• Efektifitas yaitu apakah hasil yang diinginkan telah tercapai sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.

(8)

• Efesiensi yaitu apakah tujuan yang dicapai dalam pelaksanaan program tersebut menggunakan sumber daya secara optimal.

Dan kemudian jawaban dari responden akan dijabarkan dalam bentuk tabulasi. Teknik analisis data yang dipergunakan adalah teknik analisis deskriptif, yaitu metode analisis yang dilakukan dengan mengumpulkan, mengolah, menyajikan dan menginterpretasikan data sehingga diperoleh gambaran yang jelas mengenai masalah yang diteliti, kemudian data tersebut diberi komentar sesuai dengan data, fakta dan informasi yang telah dikumpulkan melalui pemahaman intelektual dan pengalaman penulis.

2. Untuk menjawab permasalahan dua, pengentasan kemiskinan tersebut dilihat dari kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok sebelum dan setelah menerima BLT, yaitu dari pembelian pakaian baru, kemampuan makan daging dan minum dalam seminggu, variasi menu makanan, sumber utama air minum, jenis atap, dinding dan lantai rumah, juga dari fasilitas buang air. Penulis menggunakan analisis compare means uji statistik (paired sample t-test), yang digunakan untuk membandingkan rata-rata dua variabel dalam satu grup. Artinya, analisis ini berguna untuk melakukan pengujian terhadap dua sampel yang berhubungan atau dua sampel yang berpasangan. Adapun metode yang digunakan adalah program SPSS 17.0 for Windows Evaluation Version.

(9)

Adapun rumus yang digunakan untuk mencari t-hitung adalah : t-hitung = (bi-b)

Sbi

Keterangan :

bi = koefisien variabel independen ke i

b = nilai hipotesis nol

Sbi = simpangan baku dari variabel independen ke-i

Kriteria pengambilan keputusan :

Ho = Ho diterima, tidak terdapat perbedaan nyata dalam pengentasan kemiskinan sebelum dan sesudah program BLT.

Ha = Ha diterima, terdapat perbedaan nyata dalam pengentasan kemiskinan sebelum dan sesudah program BLT.

(10)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Sejarah Singkat Kabupaten Toba Samosir

Kabupaten Toba Samosir dimekarkan dari Kabupaten Daerah Tingkat II Tapanuli Utara setelah menjalani waktu yang cukup lama dan melewati berbagai proses, pada akhirnya terwujud menjadi kabupaten baru dengan Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1998 tentang Pembentukan Kabupaten DATI II Toba Samosir dan Kabupaten DATI II Mandailing Natal di Daerah Tingkat I Sumatera Utara. Kabupaten Toba Samosir diresmikan pada tanggal 9 Maret 1999 bertempat di Kantor Gubernur Sumatera Utara oleh Menteri Dalam Negeri Syarwan Hamid atas nama Presiden Republik Indonesia sekaligus melantik Drs. Sahala Tampubolon selaku Penjabat Bupati Toba Samosir. Pada saat itu, sebagai Sekretaris Daerah Kabupaten adalah Drs. Parlindungan Simbolon. Setelah Kabupaten Toba Samosir diresmikan diangkat Ketua DPRD Sementara adalah M.P. Situmorang, selanjutnya dilakukan pemilihan yang hasilnya adalah Ketua Drh. Unggul Siahaan dan Wakil Ketua M.A. Simanjuntak dan Wakil Ketua Drs. L.P. Sitanggang. Pada tahun 1999, dilaksanakan pemilihan umum di Indonesia, dengan hasil menetapkan 35 anggota DPRD Kabupaten Toba Samosir, serta menetapkan pimpinan DPRD Kabupaten Toba Samosir masa bhakti 1999 – 2004 yaitu : Ketua Ir. Bona Tua Sinaga dan Wakil Ketua masing – masing adalah Sabam Simanjuntak, Drs. Vespasianus Panjaitan dan Letkol W. Nainggolan. Pada

(11)

tahun 2000 diadakan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Toba Samosir, dengan hasil pemilihan, menetapkan Drs. Sahala Tampubolon sebagai Bupati dan Maripul S. Manurung, SH., sebagai wakil Bupati Toba Samosir, masa bhakti 2000 – 2005, pelantikan dilaksanakan pada tanggal 27 Juni 2000 di Balige. Pada awal pembentukannya, kabupaten ini terdiri atas 13 (tiga belas) kecamatan, 5 (lima) kecamatan pembantu, 281 (Dua ratus delapan puluh satu) desa dan 19 (Sembilan belas) kelurahan. Sejalan dengan perkembangan dan perjalanan Kabupaten Toba Samosir sampai saat ini, Kabupaten ini terdiri dari 16 (enam belas) Kecamatan, 231 (Dua ratus tiga puluh satu) Desa dan 13 (Tiga Belas) Kelurahan.

4.1.2 Lokasi dan Letak Geografis

Kabupaten Toba Samosir berada pada 2003 - 2040 Lintang Utara dan 98056 - 99040 Bujur Timur, Kabupaten Toba Samosir memiliki luas wilayah 2.021,8 Km2. Kabupaten Toba Samosir terletak pada wilayah dataran tinggi, dengan ketinggian antara 900 - 2.200 meter di atas permukaan laut, dengan topografi dan kontur tanah yang beraneka ragam, yaitu datar, landai, miring dan terjal. Struktur tanahnya labil dan berada pada wilayah gempa tektonik dan vulkanik.

(12)

Gambar 4.1

Peta Wilayah Kabupaten Toba Samosir Berdasarkan Batas Wilayah Kecamatan 2009

4.1.3 Batas Wilayah

Kabupaten Toba Samosir berada diantara lima kabupaten yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Simalungun, sebelah Timur berbatasan dengan Labuhan Batu dan Asahan, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara serta sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Samosir.

(13)

Gambar 4.2

Perbandingan Luas Wilayah Kecamatan Terhadap Luas Kabupaten Toba Samosir 2009

4.1.4 Kependudukan

Jumlah penduduk Kabupaten Toba Samosir pada tahun 2009 adalah 175.325 jiwa, dengan jumlah rumah tangga (RT) 39.339 RT. Dengan luas wilayah daratan 2.021,8 Km², tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Toba Samosir tahun 2009 sebesar 86,7 jiwa/km². Kecamatan Balige yang merupakan ibukota kabupaten, pusat perdagangan dan pusat pemerintahan adalah kecamatan dengan tingkat kepadatan yang tertinggi, yaitu sebesar 487,52 jiwa/km², kemudian

4,50% 1,21% 3,66% 20,21% 8,74% 16,59% 8,54% 1,25% 1,56% 13.70% 1,10% 4,50% 4,53% 3,60% 2,27% 4,04% Balige Tampahan Laguboti Habinsaran Borbor Nassau Silaen Sigumpar Porsea

Pintu Pohan Meranti Siantar Narumonda Lumban Julu Uluan Ajibata Parmaksian Bonatua Lunasi

(14)

Kecamatan Porsea dengan tingkat kepadatan sebesar 351,64 jiwa/km². Sedangkan Nassau merupakan kecamatan dengan tingkat kepadatan yang terkecil, yaitu hanya 18,80 jiwa/km². Jumlah penduduk laki-laki di Kabupaten Toba Samosir lebih kecil dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan Tahun 2009. Jumlah penduduk Kabupaten Toba Samosir yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 86.326 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 88.999 jiwa. Dengan demikian rasio jenis kelamin penduduk Kabupaten Toba Samosir sebesar 96,99 persen. Angka ini menunjukkan bahwa dari setiap 100 perempuan terdapat sekitar 96,99 orang laki-laki. Dari 16 jumlah kecamatan tahun 2009 di Kabupaten Toba Samosir, ada 1 kecamatan yang memiliki jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan penduduk perempuannya, yaitu : Kecamatan Nassau dengan angka rasio jenis kelamin sebesar 100,16 persen. Kecamatan dengan angka sex ratio terkecil terdapat di Kecamatan Porsea sebesar 93,92 persen. Kecenderungan ini menunjukkan bahwa kebanyakan laki-laki merantau ke luar daerah baik untuk mencari pekerjaan maupun tujuan melanjutkan pendidikan.

(15)

Tabel 4.1

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin

No. Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Balige 21.786 22.603 44.389 2 Tampahan 2.772 2.786 5.558 3 Laguboti 8.585 9.023 17.608 4 Habinsaran 6.924 7.015 13.939 5 Borbor 4.144 4.163 8.307 6 Nassau 3.156 3.151 6.307 7 Silaen 6.007 6.274 12.281 8 Sigumpar 3.346 3.497 6.843 9 Porsea 5.356 5.703 11.059

10 Pintu Pohan Meranti 3.447 3.464 6.911 11 Siantar Narumonda 2.897 2.953 5.850 12 Lumban Julu 3.640 3.701 7.341 13 Uluan 3.680 3.829 7.509 14 Ajibata 3.446 3.544 6.990 15 Parmaksian 4.017 4.147 8.164 16 Bonatua Lunasi 3.122 3.147 6.269 Jumlah/Total 2009 2008 2007 86.325 89.000 175.325 85.239 87.507 172.746 84.492 86.883 171.375 Sumber : BPS Toba Samosir

(16)

Tabel 4.2

Jumlah Rumah Tangga Miskin (RTM) Toba Samosir No.

Kecamatan Jumlah RTM Persentase (%) 1 Balige 3.223 17 2 Habinsaran 2.201 11.6 3 Laguboti 2.114 11.2 4 Porsea 1.640 8.7 5 Lumbanjulu 1.636 8.6 6 Uluan 1.379 7.3 7 Silaen 1.222 6.4 8 Nassau 1.020 5.4 9 Sigumpar 997 5.2

10 Pintu Pohan Meranti 866 4.5

11 Ajibata 817 4.4

12 Borbor 719 3.8

13 Siantar Narumonda 599 3.2

14 Tampahan 497 2.7

Jumlah 18.930 100

Sumber : BPS Toba Samosir 2007

4.1.5 Perekonomian

Tahun 2008 luas panen padi seluas 22.268 Ha dengan jumlah produksi sebesar 103.760 ton. Dimana sektor pertanian ini memberi kontribusi sebesar 27.14% terhadap total PDRB Kabupaten Toba Samosir. Luas panen dan produksi tanaman jagung tahun 2008 seluas 7.856 Ha dengan produksi yang dihasilkan sebesar 25.118 ton, dengan tingkat produktivitas sebesar 31,97 Kw/Ha. Sementara luas panen kacang tanah tahun 2008 seluas 164 Ha dengan produksi yang

(17)

dihasilkan 191 ton. Untuk tanaman sayur-sayuran, seperti cabe, bawang merah, bawang putih, bawang daun, buncis, kentang dan sebagainya baik luas panen dan produksinya dapat dilihat pada table 5.1.8 secara lengkap. Untuk tanaman buah-buahan yang cukup potensial di Kabupaten Toba Samosir adalah buah mangga, alpukat, durian, pisang, jeruk dan nenas. Produksi hasil hutan yang terbesar tercatat adalah Pulp dan Eucalyptus masing-masing sebanyak 197.097,22 ton dan 91.703,18 m3. Kabupaten Toba Samosir Memiliki 2 industri besar yaitu PT. Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) yang memiliki jaringan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Asahan bersama dengan PT. Toba Pulp Lestari Tbk, dan 519 unit usaha kecil dengan jumlah tenaga kerja terserap sebanyak 1.239 orang yang bergerak pada bidang produksi tenunan tradisional (ulos), kerajinan kulit, produk konsumsi. sektor industri menjadi kontributor terbesar bagi PDRB, diikuti sektor pertanian di urutan kedua.

(18)

Tabel 4.3

Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku 2006 – 2009

(Jutaan) No. Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009 1 Pertanian 641.201,75 689.531,89 740.591,38 805.284,25 2 Pertambangan Dan Penggalian 7.179,64 8.564,64 10.407,65 12.396,23 3 Industri 838.721,27 994,941,50 1.168.585,30 1.298.111,61 4 Listrik, Gas, Dan Air

Minum

22.909,85 25.604,18 28.658,63 32.377,59

5 Bangunan 114.483,04 132.085,73 156.482,95 188.436,97 6 Perdagangan, Hotel Dan

Restoran 203.180,00 235.980,69 274.481,08 303.166,31 7 Pengangkutan Dan Komunikasi 70.124,57 77.539,09 86.116,59 97.610,55 8 Keuangan, Asuransi, Persewaan Dan Jasa Perusahaan

64.629,48 72.748,80 82.704,70 91.876,75

9 Jasa Kemasyarakatan, Sosial Dan Perorangan

158.679,88 177.623,36 196.363,79 226.788,76

PDRB Total 2.121.109,48 2.414.619,87 2.744.392,07 3.056.049,03

Sumber : BPS Toba Samosir 2010

4.1.6 Tenaga Kerja

Berdasarkan data yang bersumber dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Toba Samosir tahun 2009 jumlah lowongan kerja yang terdaftardi dinas tersebut sebesar 1.059 lowongan. Kesemua lowongan tersebut

(19)

belum terpenuhi. Jumlah pencari kerja yang terdaftar pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Toba Samosir tahun 2009 sebanyak 849 orang, dengan rincian 306 laki-laki dan 543 perempuan. Dari jumlah tersebut 15,73 persen merupakan pencari kerja tamatan SLTA, tamatan diploma 45,33 persen, tamatan sarjana 37,87 persen dan sisanya 1,07 persen merupakan tamatan SLTP dan SD. Dari 849 orang pencari kerja yang terdaftar pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Toba Samosir tahun 2009, yang diterima berjumlah 750 orang dari berbagai latar belakang pendidikan.

Gambar 4.3

Jumlah Pencari Kerja Yang Terdaftar Menurut Tingkat Pendidikan 2009

4.1.7 Pemerintahan

Wilayah administrasi Pemerintahan Kabupaten Toba Samosir tahun 2009 terdiri dari 16 kecamatan dengan 216 desa/kelurahan, yaitu 203 desa dan 13

SD 0,50% SMP 0,50% SMA 16% DIPLOMA 38% SARJANA 45% SD SMP SMA DIPLOMA SARJANA

(20)

kelurahan. Kecamatan Balige merupakan kecamatan dengan jumlah desa/kelurahan terbanyak, yaitu 35 desa/kelurahan. Sedangkan Kecamatan Tampahan merupakan kecamatan dengan jumlah desa/kelurahan yang paling sedikit, yaitu hanya 6 desa. Dari 216 desa/kelurahan yang ada di Kabupaten Toba Samosir tahun 2009, sekitar 54,17 persen merupakan desa/kelurahan swakarya, 18,06 persen desa/kelurahan swadaya dan sisanya 27,77 persen merupakan desa/kelurahan swasembada.

4.2 Hasil Analisa Data

4.2.1 Karakteristik Responden

Sebelum mengurai dan menganalis data yang relevan atau data yang diperlukan sebagaimana telah ditetapkan dalam definisi operasional penelitian, ada baiknya kita terlebih dahulu mengenal sampel penelitian, yang dalam penelitian ini sekaligus merupakan responden peneitian. Oleh karena itu berikut ini akan dikaji informasi tentang responden.

Tabel 4.3

Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1 Laki-laki 100 100

2 Perempuan 0 0

Jumlah 100 100

(21)

Dari tabel distribusi frekuensi di atas menunjukkan bahwa semua responden penerima BLT dalam penelitian ini adalah laki-laki (kepala keluarga) yaitu sebesar 100% Dalam daftar penerima BLT memang ada beberapa perempuan tetapi tidak dimasukkan dalam responden karena beberapa faktor, yaitu para perempuan penerima BLT sudah lanjut usia dan sudah susah untuk berkomunikasi.

Tabel 4.4

Distribusi Responden Berdasarkan Usia

No. Usia Jumlah Persentase

1 50 – 55 tahun 59 59

2 56 – 60 tahun 34 34

3 61- 65 tahun 7 7

Jumlah 100 100

Sumber : Kuesioner Tahun 2012

Dari tabel distribusi frekuensi di atas menunjukkan bahwa responden penerima BLT yang paling banyak adalah yang berumur 50 – 55 tahun (59%), kemudian dilanjutkan dengan yang berumur 56- 65 tahun (34%), dan yang paling sedikit adalah yang berumur 61-65 tahun (7%). Ini menunjukkan bahwa responden penerima BLT adalah yang masih berusia produktif dan banyak tanggungan keluarga.

(22)

Tabel 4.5

Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

No. Pendidikan Jumlah Persentase

1 SD 5 5

2 SMP 28 28

3 SMA 67 67

4 Sarjana 0 0

Jumlah 100 100

Sumber : Kuesioner Tahun 2012

Dari tabel distribusi frekuensi di atas menunjukkan bahwa responden penerima BLT yang paling banyak adalah yang memiliki pendidikan terakhir di bangku SMA (67%) disusul yang berpendidikan terakhir SMP (28%) dan yang paling sedikit adalah yang tamatan SD (5%). Jika melihat fenomena yang ada di daerah penelitian tidak heran jika para responden penerima BLT sudah banyak yang mengenyam pendidikan hingga SMA, kerena disana para orang tua sangat memperjuangkan pendidikan anak-anaknya.

(23)

Tabel 4.6

Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan

No. Pendidikan Jumlah Persentase

1 Petani Padi 56 56

2 Petani Palawija 21 21

3 Supir Angkutan 11 11

4 Buruh Bangunan 12 12

Jumlah 100 100

Sumber : Kuesioner Tahun 2012

Dari tabel distribusi frekuensi di atas menunjukkan bahwa responden penerima BLT yang paling banyak adalah petani padi (56%) kemudian petani palawija (21%) lalu buruh bangunan (12%) dan yang paling sedikit adalah supir angkutan (11%). Ironi memang jika melihat PDRB di Kabupaten Toba Samosir, sektor pertanian merupakan sektor yang distribusinya sangat dominan dalam PDRB dibawah sektor industri pengolahan.

Tabel 4.7

Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan/bulan

No. Pendidikan Jumlah Persentase

1 < Rp.700.000 81 81

2 Rp.700.000 – Rp.1.000.000 19 19

3 Rp.1.000.000 – Rp.1.300.000 0 0

4 > Rp.1.300.000 0 0

Jumlah 100 100

(24)

Dari tabel distribusi frekuensi di atas menunjukkan bahwa responden penerima BLT adalah masyarakat miskin karena 81% responden memiliki pendapatan per bulan dibawah Rp.700.000, dan hanya 19% responden yang pendapatannya berada diantara Rp.700.000 – Rp.1.000.000.

4.2.2 Evaluasi Program BLT

Untuk menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah yang pertama yaitu untuk melihat keberhasilan program BLT sebagai kompensasi pengurangan subsidi BBM untuk mengatasi kemiskinan di Toba Samosir, maka dilihat dari indikator evaluasi BLT yaitu: Efektifitas dengan indikator : kemudahan penyaluran dana, besaran dana yang diterima, dan ketepatan program yang dijalankan. Efisiensi dengan indikator : ketepatan alokasi dana dan ketetapan alokasi waktu. Dan kemudian dianalisa menggunakan analisa deskriptif.

Tabel 4.8

Jawaban Responden Terhadap Kemudahan Dalam Penyaluran Dana BLT

No. Jawaban Jumlah Persentase

1 Ya 38 38

2 Tidak 62 62

Jumlah 100 100

Sumber : Kuesioner Tahun 2012

Dari tabel distribusi frekuensi di atas menunjukkan 62% responden menjawab tidak mendapat kemudahan dalam proses penyaluran BLT, dan hanya

(25)

38% rsponden yang menjawab mendapat kemudahan dalam proses penyaluran BLT.

Tabel 4.9

Jawaban Responden Terhadap Kecukupan Dana Rp.100.000/Bulan Untuk Menambah Pemasukan Keluarga

No. Jawaban Jumlah Persentase

1 Ya 12 12

2 Tidak 88 88

Jumlah 100 100

Sumber : Kuesioner Tahun 2012

Dari tabel distribusi frekuensi di atas menunjukkan 88% responden menjawab Rp.100.000/bulan tidak cukup untuk menambah pemasukan keluarga seiring dengan kenaikan harga BBM. Sementara hanya 12% responden yang menjawab bahwa dana Rp.100.000/bulan itu sudah cukup

Tabel 4.10

Jawaban Responden Terhadap Ketepatan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM Dalam Bentuk BLT

No. Jawaban Jumlah Persentase

1 Ya 26 26

2 Tidak 74 74

Jumlah 100 100

Sumber : Kuesioner Tahun 2012

(26)

bentuk BLT. Sementara responden yang merasa bahwa kompensasi ini sudah tepat diberikan dalam bentuk BLT hanya 26% saja. Dari hasil wawancara di lapangan para responden berharap pemerintah memberikan program lain yang jauh lebih bermanfaat yang dapat membuka lapangan pekerjaan atau menambah ilmu dalam dunia usaha.

Tabel 4.11

Jawaban Responden Terhadap Pemerataan Dalam Pemberian BLT

No. Jawaban Jumlah Persentase

1 Ya 56 56

2 Tidak 44 44

Jumlah 100 100

Sumber : Kuesioner Tahun 2012

Dari tabel distribusi frekuensi di atas menunjukkan 56% responden menjawab bahwa telah terjadi pemerataan dalam pemberian BLT. Namun banyak juga yang merasa bahwa pemberiaan BLT belum merata yaitu sebesar 46%. Karena ditemukan juga beberapa keluarga/rumah tangga mampu yang mendapatkan BLT, misalnya, mereka yang memiliki sepeda motor atau pun tabungan, memiliki tanah yang luas, mampu menyewa rumah yang bagus, sedang merenovasi rumahnya, dan mereka yang biaya hidupnya ditanggung anaknya yang cukup mampu. Sebaliknya, banyak dijumpai keluarga/rumah tangga miskin yang tidak tercakup sebagai penerima BLT. Hal ini, antara lain, disebabkan kepala keluarga tidak dapat dijumpai pencacah pada saat pendaftaran. Sebagian

(27)

keluarga/rumah tangga miskin atau bahkan sangat miskin lainnya tidak menerima KKB tanpa diketahui alasan yang jelas.

Tabel 4.12

Jawaban Responden Terhadap Kepuasan Waktu Penyaluran Dana BLT 3 Bulan Sekali?

No. Jawaban Jumlah Persentase

1 Ya 9 9

2 Tidak 91 91

Jumlah 100 100

Sumber : Kuesioner Tahun 2012

Dari tabel distribusi frekuensi di atas menunjukkan hampir semua (91%) responden tidak puas dengan tahap penyaluran BLT yang dicairkan 3 bulan sekali. Hanya 9% responden yang menjawab sudah puas. Mereka ingin pencairan dana BLT itu dilakukan tiap bulan saja atau lebih baik dicairkan langsung untuk satu tahun.

4.2.3 Dampak BLT Terhadap Pengentasan Kemiskinan

Untuk menjawab permasalahan dua peneliti menggunakan analisis compare means uji t-statistik (paired sample t-test), yang digunakan untuk membandingkan rata-rata dua variabel dalam satu grup. Artinya, analisis ini berguna untuk melakukan pengujian terhadap dua sampel yang berhubungan atau dua sampel yang berpasangan. Adapun program yang digunakan adalah SPSS 17.0 for Windows Evaluation Version.

(28)

Tabel 4.13

Jawaban Responden Tentang

Kemampuan Membeli Pakaian Dalam Setahun No. Jawaban

Sebelum BLT Setelah BLT

Jumlah Persentase Jumlah Persentase

1 2 stel / lebih 1 1 4 4

2 1 stel 91 91 92 92

3 Tidak pernah 8 8 4 4

Total 100 100 100 100

Sumber : Kuesioner Tahun 2012

Tabel 4.13 di atas menunjukkan bahwa sebelum BLT kebanyakan responden hanya mampu membeli pakaian 1 stel dalam setahun yaitu sebesar 91% dan meningkat menjadi 92% setelah menerima BLT, dan yang mampu membeli 2 stel/lebih dalam setahun hanya 1% sebelum menerima BLT dan naik juga menjadi 4% setelah menerima BLT. Sedangkan responden yang tidak pernah membeli pakaian sebelum BLT sebesar 8% mengalami penurunan setelah menerima BLT menjadi 4%.

(29)

Tabel 4.14

Jawaban Responden Tentang Makan Daging Dalam Seminggu No. Jawaban

Sebelum BLT Setelah BLT

Jumlah Persentase Jumlah Persentase

1 Sering - 0 1 1

2 Kadang-kadang 89 89 95 95

3 Tidak pernah 11 11 4 4

Total 100 100 100 100

Sumber : Kuesioner Tahun 2012

Tabel 4.14 di atas menunjukkan bahwa sebelum BLT kebanyakan responden hanya kadang – kadang makan daging dalam seminggu yaitu sebesar 89% dan meningkat menjadi 95% setelah menerima BLT, dan tidak ada responden yang sering makan daging sebelum menerima BLT namun setelah menerima BLT menjadi 1%. Sedangkan responden yang tidak pernah makan daging sebelum BLT sebesar 11% mengalami penurunan setelah menerima BLT menjadi 4%.

(30)

Tabel 4.15

Jawaban Responden Tentang Berganti Menu Makanan Dalam Satu Hari No. Jawaban

Sebelum BLT Setelah BLT

Jumlah Persentase Jumlah Persentase

1 Sering - 0 1 1

2 Kadang-kadang 76 76 78 78

3 Tidak pernah 24 24 21 21

Total 100 100 100 100

Sumber : Kuesioner Tahun 2012

Tabel 4.15 di atas menunjukkan bahwa sebelum BLT responden yang kadang-kadang berganti menu makanan dalam satu hari sebanyak 76%, tidak ada responden yang sering mengganti menu makanannya dalam satu hari, dan ada 24% yang tidak pernah berganti menu makanan dalam satu hari. Setelah BLT jumlah responden yang kadang-kadang berganti menu makanan bertambah menjadi 78%, yang sering berganti menu makanan menjadi 1%, dan yang tidak pernah berganti menu makanan turun menjadi 21%.

(31)

Tabel 4.16

Jawaban Responden Tentang Sumber Utama Air Minum Di Rumah No. Jawaban

Sebelum BLT Setelah BLT

Jumlah Persentase Jumlah Persentase

1 Air Dalam Kemasan - 0 - 0

2 Sumur/Pompa 99 99 100 100

3 Air Sungai 1 1 - 0

Total 100 100 100 100

Sumber : Kuesioner Tahun 2012

Tabel 4.16 di atas menunjukkan bahwa sebelum BLT responden yang sumber utama air minum di rumah dari sumur/pompa sebanyak 99%, tidak ada responden yang sumber utama air minumnya dari kemasan, dan ada 1% responden yang memakai air sungai sebagai sumber utama air minum di rumah. Setelah BLT jumlah responden yang sumber air minum utama di rumah dari sumur/pompa meingkat jadi 100%, dan tidak ada juga responden yang menggunakan air dalam kemasan sebagai sumber utama air minumnya, begitu juga dengan air sungai.

(32)

Tabel 4.17

Jawaban Responden Tentang

Pembelian Dan Minum Susu Dalam Seminggu No. Jawaban

Sebelum BLT Setelah BLT

Jumlah Persentase Jumlah Persentase

1 Sering - 0 2 2

2 Kadang-kadang 40 40 70 70

3 Tidak pernah 60 60 28 28

Total 100 100 100 100

Sumber : Kuesioner Tahun 2012

Tabel 4.17 di atas menunjukkan bahwa sebelum BLT tidak ada responden yang sering membeli dan minum susu dalam seminggu, sedangkan yang kadang-kadang ada sebesar 40%, dan yang tidak pernah sebesar 60%. Setelah menerima BLT responden yang sering membeli dan minum susu menjadi 2%, yang kadang-kadang mengalami kenaikan yang cukup besar menjadi 70%, dan yang tidak pernah membeli dan minum susu juga turun cukup besar menjadi 28%.

(33)

Tabel 4.18

Jawaban Responden Tentang Jenis Lantai Bangunan Tempat Tinggal No. Jawaban

Sebelum BLT Setelah BLT

Jumlah Persentase Jumlah Persentase

1 Keramik - 0 - 0

2 Semen 95 95 95 95

3 Tanah 5 5 5 5

Total 100 100 100 100

Sumber : Kuesioner Tahun 2012

Dari tabel 4.18 di atas menunjukkan tidak ada perbedaan pada jenis lantai bangunan tempat tinggal responden baik sebelum maupun setelah menerima BLT. Kebanyakan responden memiliki lantai semen di rumah yaitu sebesar 95%, tidak ada yang memiliki lantai keramik, sedangkan yang menggunakan lantai tanah masih ada sebesar 5%.

Tabel 4.19

Jawaban Responden Tentang Jenis Dinding Bangunan Tempat Tinggal

No. Jawaban

Sebelum BLT Setelah BLT

Jumlah Persentase Jumlah Persentase

1 Beton/Tembok 6 6 6 6

2 Semi Beton 86 86 86 86

3 Kayu/Tepas 8 8 8 8

(34)

Dari tabel 4.19 di atas menunjukkan hal yang sama dengan tabel 4.18 bahwa tidak ada perbedaan pada jenis dinding bangunan tempat tinggal sebelum dan setelah menerima BLT. Sebagian besar responden memiliki dinding semi beton yaitu sebesar 86%, dan yang dinding beton sebesar 6%, sementara yang memiliki dinding dari kayu/tepas sebesar 8%. Walaupun banyak responden yang memiliki dinding dari beton atau semi beton, namun sebagian besar dinding bangunan yang dimiliki belum diplester dan juga belum dicat sebagaimana mestinya, hanya dibangun menggunakan batu bata dan semen saja.

Tabel 4.20

Jawaban Responden Tentang Jenis Atap Bangunan Tempat Tinggal

No. Jawaban

Sebelum BLT Setelah BLT

Jumlah Persentase Jumlah Persentase

1 Genteng/Seng/Asbes dengan kondisi baik.

9 9 11 11

2 Genteng/Seng/Asbes dengan kondisi tidak baik.

86 86 84 84

3 Ijuk/Rumbia. 5 5 5 5

Total 100 100 100 100

Sumber : Kuesioner Tahun 2012

Dari tabel 4.20 di atas menunjukkan bahwa sebelum BLT jumlah responden yang jenis atap bangunan tempat tinggalnya dari genteng/seng/asbes dengan kondisi baik hanya sebesar 9%, sementara jumlah responden yang jenis atap rumahnya dari genteng/seng/asbes dengan kondisi tidak baik sebesar 86%,

(35)

dan yang atapnya dari ijuk/rumbia ada sebesar 5%. Setelah BLT jumlah responden yang jenis atapnya dari genteng/seng/asbes dalam kondisi baik meningkat menjadi 11%, sementara jumlah responden yang atapnya dari genteng/seng/asbes dengan kondisi tidak baik menurun menjadi 84%, dan jumlah responden yang atapnya dari ijuk/rumbia tidak mengalami perubahan, masih tetap sebesar 5%.

Tabel 4.21

Jawaban Responden Tentang

Fasilitas Tempat Buang Air (Jamban/Kakus)

No. Jawaban

Sebelum BLT Setelah BLT

Jumlah Persentase Jumlah Persentase

1 Milik Sendiri 81 81 81 81

2 Milik Bersama/Umum 15 15 15 15

3 Tidak Punya/Sungai 4 4 4 4

Total 100 100 100 100

Sumber : Kuesioner Tahun 2012

Dari tabel 4.21 di atas menunjukkan tidak ada perbedaan dari fasilitas tempat buang air sebelum dan setelah menerima BLT. Jumlah responden yang memiliki fasilitas buang air sendiri sebesar 81%, yang menggunakan fasilitas umum ada sebesar 15%, dan responden yang mengandalkan sungai sebagai fasilitas buang air hanya sebesar 4%. Rata-rata responden memang sudah memiliki fasilitas tempat buang air sendiri walaupun masih banyak fasilitas itu yang sudah tidak layak lagi digunakan.

(36)

4.2.4 Uji t-statistik

Ho = Ho diterima jika t-hitung < t-tabel maka tidak terdapat perbedaan nyata dalam pengentasan kemiskinan sebelum dan sesudah program BLT.

Ha = Ha diterima jika t-hitung > t-tabel maka terdapat perbedaan nyata dalam pengentasan kemiskinan sebelum dan sesudah program BLT.

Dari perhitungan di atas menunjukkan korelasi antara pemenuhan kebutuhan pokok sebelum dan setelah BLT cukup besar yaitu sebesar 0.947.

Nilai t-hitung adalah sebesar -9.012 (dalam t-hitung tanda minus tidak dianggap) dan t-tabel sebesar 1.990 maka t-hitung > t-tabel maka Ho ditolak, dengan signifikasi 0.000 < 0.5 Ho juga ditolak, artinya terdapat perbedaan dalam pemenuhan kebutuhan pokok sebelum dan sesudah menerima BLT, dengan

Paired Samples Test

Paired Differences t df Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Pair 1 SEBELUM_BLT SESUDAH_BLT -.52000 .57700 .05770 -.63449 -.40551 -9.012 99 .000

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig. Pair 1 SEBELUM_BLT &

SESUDAH_BLT

(37)

demikian dapat dinyatakan bahwa program BLT mempengaruhi atau berdampak positif terhadap kemampuan memenuhi kebutuhan pokok bagi penerima BLT. Dengan kata lain, terdapat perbedaan nyata dalam pengentasan kemiskinan sebelum dan sesudah program BLT.

(38)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pada uraian dan analisis data yang telah dilakukan oleh penulis terhadap objek penelitian ini, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain :

1. Dari analisa data di bab IV dan juga untuk menjawab rumusan permasalahan yang pertama maka disimpulkan bahwa program BLT belum bisa dikatakan berhasil sebagai kompensasi akibat kenaikan harga BBM untuk mengatasi masalah kemiskinan, hal ini dapat dilihat dari hasil pengujuan indikator evaluasi yaitu dari segi efektifitas dan efisiensi program. Rekapitulasi hasil pengujian (lihat tabel 4.8 – tabel 4.12).

2. Dari analisis compare means, uji statistic (paired sample t-test) pada kesembilan variabel kemiskinan, yang juga akan menjawab rumusan masalah yang kedua, serta berdasarkan hasil uji hipotesis penulis menyimpulkan bahwa program BLT mampu membantu keluarga miskin dalam pemenuhan kebutuhan pokok sehingga berdampak positif bagi pengentasan kemiskinan walaupun pengaruhnya kecil. Jika melihat hasil tabulasi dari jawaban responden atas kesembilan variabel kemiskinan (lihat tabel 4.13–4.21), maka variabel yang paling besar dipengaruhi oleh BLT adalah variabel kemampuan membeli/minum susu. Sementara untuk variabel lain sangat kecil pengaruhnya.

(39)

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut :

1. Disarankan kepada para pembuat kebijakan dalam hal ini pemerintah agar dapat merumuskan sebuah program penanggulangan kemiskinan yang lebih baik, yang sesuai dengan prioritas kebutuhan keluarga miskin dan program tersebut harus mampu memberikan rangsangan yang positif kepada keluarga agar mereka mau berusaha memperbaiki kondisi kehidupannya. Sehinggga program ini dapat mencapai tujuan yang diharapkan serta memberikan manfaat yaitu meningkatkan kesejahteraan keluarga miskin.

2. Disarankan kepada pihak yang mendata penduduk miskin serta pihak-pihak yang terkait dalam program bantuan dari pemerintah untuk lebih giat membenahi kinerjanya agar pembagian dana BLT ini dapat merata dan tepat sasaran agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial.

Gambar

Tabel 3.2  Rincian sampel
Tabel 3.3  Variabel Operasional

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian mengenai atribut produk yang diinginkan konsumen, dapat disimpulkan ada 4 atribut yang merepresentasikan keinginan konsumen terhadap produk

di bawah 4 menit. Sedangkan untuk waktu retensi di atas 4 menit diperoleh kelimpahan yang kecil. Pada fraksi 2, terdapat puncak pada waktu retensi 4,15 menit yang sama

Aset tetap adalah aset berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun terlebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan

Dalam penelitian ini test yang digunakan adalah test perbuatan (Praktik) yaitu test kemampuan memperaktikan kembali tari bedana dari hasil penggunaan media audio visual

Pengadilan Negeri Bangil merupakan bagian lingkungan peradilan umum di bawah Mahkamah Agung RI sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan

Hasil ini tidak sama dengan hasil penelitian yang dilakukan (Khan &amp; Salim, 2020) yang menyatakan bahwa motivational factors memiliki pengaruh signifikan

Untuk membuktikan bahwa implikasi “jika P, maka Q” benar, kita mulai dengan memisalkan bahwa P benar dan kemudian berusaha menunjukkan bahwa Q juga benar. (Jika P salah, maka “P

Masalah strategis dari reformasi pembiayaan kesehatan terutama meliputi: (a) Belum seluruh masyarakat terlindungi secara optimal terhadap beban pembiayaan kesehatan;