• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA REKONTEKSTUALISASI KOLEKSI MUSEUM PURNA BHAKTI PERTIWI TESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA REKONTEKSTUALISASI KOLEKSI MUSEUM PURNA BHAKTI PERTIWI TESIS"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

REKONTEKSTUALISASI

KOLEKSI MUSEUM PURNA BHAKTI PERTIWI

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Humaniora

GUNAWAN WAHYU WIDODO

NPM : 0806435822

PROGRAM STUDI MAGISTER ARKEOLOGI

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

JULI 2010

(2)

ii

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa tesis ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia.

Jika di kemudian hari ternyata saya melakukam plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada saya.

Depok, 23 Juli 2010

Gunawan Wahyu Widodo.

(3)

iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutif maupun yang dirujuk telah

saya nyatakan dengan benar.

Nama : Gunawan Wahyu Widodo

NPM :

0806435822

Tanda Tangan :

Tanggal : 23 Juli 2010

(4)
(5)

v

KATA PENGANTAR/UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, atas karunia dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Humaniora Jurusan Arkeologi pada Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

(1) Beasiswa unggulan Departemen Pendidikan Nasional yang telah memberikan kepercayaan kepada saya untuk menempuh studi magister arkeologi di Universitas Indonesia

(2) Prof. Dr. Noerhadi Magetsari selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini;

(3) Dr. Wanny Rahardjo W. selaku dosen Ko-pembimbing, atas kesabaran dan dorongan serta motivasi yang diberikan kepada saya untuk segera menyelesaikan penyusunan tesis ini;

(4) Dr. Irmawati M. Johan selaku Ketua Program Studi Arkeologi, atas kebijakan-kebijakannya selalu mengingatkan agar saya dapat menyelesaikan studi pada waktunya;

(5) Dr. Wiwin Djuwita Ramelan dan Dr. Agi Ginanjar selaku penguji yang telah memberikan koreksi, kritik dan sarannya untuk kebaikan tesis ini;

(6) Seluruh Staf Pengajar Program Studi Arkeologi yang telah memberikan ilmunya kepada saya;

(7) Bp. Subianto, Direktur MPBP yang telah memberi kesempatan dan dorongan untuk mengikuti program S2 museologi.

(8) Para Pejabat dan seluruh staff Museum Purna Bhakti Pertiwi yang telah membantu dalam usaha memperoleh data yang diperlukan;

(9) Rekan-rekan satu angkatan (kartum, mey, salam, windu, ayu, daniel, zahir, unding, kukuh, rofik, dini, bete, yudi) untuk seluruh diskusinya dan banyolannya.

(6)

vi

(10)Istriku yang tercinta Endang Pratiwi dan anakku yang kubanggakan Wresniwira Luhur Parintis dan anakku tersayang Kinanthi Nugrahening Gusti all of you my inspiration;

(11)Sahabat yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan tesis ini (Mas Budi Museum Negeri Lampung, Mas Pri UI);

(12)Teman2 Bagian Pendidikan Penelitian MPBP terima kasih atas pengertiannya.

Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Depok, Juli 2010 Penulis

(7)

vii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Gunawan Wahyu Widodo

NPM : 0806435822

Program Studi : Magister Arkeologi Departemen : Arkeologi

Fakultas : Ilmu Pengetahuan Budaya Jenis Karya :Tesis

Demi mengembangkan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

Rekontekstualisasi Koleksi Museum Purna Bhakti Pertiwi

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok Pada tanggal : 23 Juli 2010 Yang Menyatakan,

Gunawan Wahyu Widodo

(8)

x Universitas Indonesia

HALAMAN JUDUL ... i

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR FOTO ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

1. PENDAHULUAN ... 1

1. 1 Latar Belakang ... 1

1. 2 Perumusan Masalah ... 7

1. 3 Tujuan penulisan dan Manfaat Penelitian ... 7

1. 4 Ruang Lingkup Penelitian ... 8

1. 5 Metode Penelitian ... 8

1. 6 Peneliatian Terdahulu ... 10

1. 7 Sistematika Penulisan ... 11

2. LANDASAN TEORI ... 12

2. 1 Proses Kurasi Museum ... 13

2. 2 Interpretasi Koleksi ... 15

2. 3 Kajian Museologi ... 17

2. 4 Peran Museum Sebagai Lembaga Pendidikan ... 22

2. 5 Penyajian Koleksi ... 26

3. GAMBARAN UMUM MUSEUM PURNA BHAKTI PERTIWI ... 28

3. 1 Sejarah Museum Purna Bhakti Pertiwi ... 27

3. 2 Visi dan Misi Museum …..… ... 30

3. 3 Koleksi …..… ... 31 3.3.1 Pengadaan Koleksi ... 34 3.3.2 Dokumentasi ... 34 3.3.3 Perawatan Koleksi ... 34 3.3.4 Penyimpanan Koleksi ... 35 3.3.5 Penyajian Koleksi ... 36 3.3.6 Bimbingan Edukasi ... 37 3.3.7 Publikasi ... 38 3.4 Pameran Museum ... 40

3.4.1 Pameran tetap Museum ... 40

3.4.2 Ruang Perjuangan ... 41

(9)

Universitas Indonesia xi

3.4.6 Perpustakaan ... 45

3.5 Struktur Organisasi ... 46

3.6 Sumberdaya Manusia dan Organisasi ... 47

3.7 Sarana dan Prasarana ... 48

3.7.1 Rancang bangun ... 48

3.7.2 Luas areal ... 48

3.7.2.1 Tempat parkir ... 49

3.7.2.2 Mobil antar jemput ... 49

3.7.2.3 Kursi roda ... 49 3.7.2.4 Shelter ... 49 3.7.2.5 Loker ... 49 3.7.2.6 Toilet ... 49 3.7.2.7 Kantin ... 50 3.7.2.8 Musola ... 50 3.7.2.9 Playground ... 50 3.8 Data Penelitian ... 50 3.8.1 Koleksi Cenderamata ... 51 3.8.2 Koleksi Penghargaan ... 63

4. PEMBERIAN MAKNA KOLEKSI MPBP ... 65

4. 1 Pertukaran Cenderamata Antar Kepala Negara/Pemerintahan ... 67

4.1.1 Pemberian Konteks Baru Koleksi Cenderamata dari Kepala Negara/Pemerintahan ... 67

4.1.2 Cenderamata dari Pemerintah Indonesia …..… ... 73

4. 2 Koleksi Penghargaan ... 81

4. 3 Pemberian Makna Koleksi Penghargaan dari PBB ... 83

4.3.1 Pemaknaan penghargaan ”From Rice to Self Sufficiency” dari FAO …..… ... 84

4.3.2 Pemaknaan Penghargaan ”The Health for All” Dari WHO ... 91

4.3.3 Pemaknaan Penghargaan UNDP …..… ... 95

4.3.4 Pemaknaan Penghargaan “The Avecienna” dari UNESCO ... 98

4.3.5 Pemaknaan Penghargaan UNPA …..… ... 100

4. 4 Pembangunan Nasional ... 103

5. PENYAJIAN KOLEKSI CENDERAMATA DAN PENGHARGAAN ... 106

5. 1 Alur Cerita ”Persahabatan Antarbangsa” ... 108

5.1.1 Persahabatan Indonesia dengan Malaysia ... 108

5.1.2 Persahabatan Indonesia dengan Amerika Serikat ... 108

5.1.3 Persahabatan Indonesia dengan Negara Amerika Selatan ... 108

5.1.4 Persahabatan Indonesia dengan Selandia Baru ... 109

5.1.5 Persahabatan Indonesia dengan Negara Islam ... 109

5.1.6 Keris Lambang Penghormatan ... 109

5. 2 Penyajian ”Persahabatan Antarbangsa” ... 110

(10)

Universitas Indonesia xii

5.2.4 Persahabatan Indonesia dengan Selandia Baru ... 112

5.2.5 Persahabatan Indonesia dengan Negara Islam ... 112

5.2.6 Keris Lambang Penghormatan 112

5. 3 Alur Cerita Tema ”Prestasi Soeharto”... 113

5.3.1 Medali “From Rice to Self Sufficiency” ... 113

5.3.2 Penghargaan ”The Health for All” ... 115

5.3.3 Penghargaan UNDP ... 116

5.3.4 Penghargaan “The Avecienna” ... 118

5.3.5 Penghargaan UNPA ... 118

5. 4 Penyajian Koleksi dengan Tema ”Prestasi Soeharto”... 119

5.4.1 Medali “From Rice to Self Sufficiency” ... 120

5.4.2 Penghargaan ”The Health for All” ... 121

5.4.3 Penghargaan UNDP ... 121

5.4.4 Penghargaan “The Avecienna” ... 122

5.4.5 Penghargaan UNPA ... 122

5.4.6 Penyajian “Panca Usaha Tani: Menuju Swasembada Pangan” Simulasi Menggunakan Permainan Ular Tangga .. … 120

5. PENUTUP ... 124

DAFTAR PUSTAKA ... 124

(11)

Universitas Indonesia xiii

Tabel 3.1 Jumlah Koleksi Berdasarkan Klasifikasi ... 31

Tabel 3.2 Data Pengunjung dalam dua Dua Dekade ... 39

Tabel 3.3 Jenjang Pendidikan Karyawan MPBP ... 47

Tabel 3.4 Koleksi Cenderamata dari Negara Wilayah Asia ... 52

Tabel 3.5 Koleksi Cenderamata dari Negara Wilayah ASEAN ... 54

Tabel 3.6 Koleksi Cenderamata dari Negara Wilayah Timur Tengah .... 56

Tabel 3.7 Koleksi Cenderamata dari Negara Wilayah Asia Tengah ... 57

Tabel 3.8 Koleksi Cenderamata dari Negara Wilayah Afrika ... 58

Tabel 3.9 Koleksi Cenderamata dari Negara Wilayah Eropa Timur ... 59

Tabel 3.10 Koleksi Cenderamata dari Negara Wilayah Eropa Barat ... 60

Tabel 3.11 Koleksi Cenderamata dari Negara Wilayah Amerika Utara .... 61

Tabel 3.12 Koleksi Cenderamata dari Negara Wilayah Amerika Selatan .. 61

Tabel 3.13 Koleksi Cenderamata dari Negara Wilayah Australia ... 62

Tabel 3.14 Koleksi Penghargaan MPBP dari Lembaga Internasional ... 63

Tabel 4.1 Produksi Beberapa Hasil Pertanian Terpenting ... 90

Tabel 4.2 Angka Kematian dan Harapan Hidup ... 93

Tabel 4.3 Jumlah Sarana Tenaga Kesehatan 1988/89 - 1993/94 ... 94

(12)

Universitas Indonesia xiv

Gambar 2.1 Basic Function ... 14

Gambar 2.2 Proses Musealisasi ... 18

Gambar 2.3 Bagan Furst Method ... 20

Gambar 2.4 Teori Pendidikan ... 23

Gambar 3.1 Struktur Organisasi MPBP ... 46

(13)

Universitas Indonesia xv

Foto 3.1 MPBP Tampak dari Atas ... 29

Foto 3.2 Konsep bangunan Museum dengan Mempertimbangkan aspek Lingkungan ... 30

Foto 3.3 Ruang Penyimpanan MPBP ... 36

Foto 3.4 Kujungan Mahasiswa di MPBP ... 38

Foto 3.5 Ruang Perjuangan ... 41

Foto 3.6 Ruang Perjuangan ... 42

Foto 3.7 Ruang Khusus Lantai 1 ... 44

Foto 3.8 Perpustakaan ... 45

Foto 4.1 Tempat Sirih ... 71

Foto 4.2 Tempat Sirih, perak, Datuk Hussein Onn, PM Malaysia ... 71

Foto 4.3 Mate, Presiden Chili, ... 72

Foto 4.4 Mate Presiden Mexico ... 73

Foto 4.5 Waka Huia, Selandia Baru ... 74

Foto 4.6 Miniatur “Gedung Putih”, Presiden Amerika Serikat ... 75

Foto 4.7 Al Qur’an, kertas, Presiden Sudan, Abdul Rachman Sigaru Dahab ... 76

Foto 4.8 Piagam & Medali “Health For All Golden Medal Award” ... 95

Foto 4.9 Piagam UNDP, PBB ... 97

Foto 4.10 Medali emas”The Avicienna”, emas, Unesco ... 99

Foto 4.11 Medali UNPA, dari WHO ... 102

Foto 5.1 Tradisi Minum Teh Yerba dengan Mate ... 111

Foto 5.2 Presiden Soeharto memberikan cenderamata keris kepada Anand Panyarachun, Perdana Menteri Thailand dalam acara jamuan makan malam di Istana Negara ... 112

(14)

Universitas Indonesia xvi

Lampiran 1 Daftar Pertanyaan Wawancara ... 131 Lampiran 2 Simulasi Panyajian Dengan Permainan Ular Tangga ... 132 Lampiran 4 Simulasi Penyajian dengan Permainan Ular Tangga dengan

Peralatan Komputer ... 133

(15)

viii Nama : Gunawan Wahyu Widodo

NPM : 0806435822

Tesis ini membahas tentang rekontekstualisasi koleksi Museum Purna Bhakti Pertiwi. Rekontekstualisasi adalah memberi interpretasi baru, dilakukan dengan penelitian koleksi. Penelitian koleksi ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah memberikan pemaknaan baru terhadap koleksi cenderamata para kepala negara dan penghargaan dari PBB. Hasil akhir penelitian tesis ini adalah penyajian koleksi yang informatif.

Kata kunci: museum, interpretasi, pamaknaan

(16)

ix ABSTRACT

Name : Gunawan Wahyu Widodo

NPM : 0806435822

This thesis discusses the re-contextualization of Purna Bhakti Pertiwi Museum collection. Re-contextualization was done by the research collections. This collection of research is a descriptive research with a qualitative approach. Results from this study is to give new meaning to the collection of souvenirs of the heads of state and an award from the UN. The final result of this research is presenting an informative collection.

Keywords: museum, interpretation, context

(17)

Universitas Indonesia 1.1Latar Belakang

Perkembangan museum di Indonesia pada dasarnya cukup meningkat. Perhatian masyarakat pada lembaga museum adalah fenomena perkembangan yang cukup manarik untuk kita cermati, jumlah pengunjung yang memperlihatkan kecenderungan naik adalah bentuk perhatian yang kongkrit dari masyarakat. Secara kelembagaan kepedulian ditandai dengan munculya keinginan yang kuat lembaga-lembaga pemerintah dan swasta untuk mendirikan sebuah museum. Meningkatnya perhatian masyarakat tersebut seiring dengan semakin meningkatnya tuntutan hidup di antaranya pengembangan dunia ilmu pengetahuan, kebudayaan dan interaksi antarnegara, museum menjadi alternatif bagi kepentingan pemenuhan kebutuhan estetis budaya (Sudharto, 2001:26). Animo yang cukup tinggi selayaknya mendapatkan perhatian adalah bagaimana museum didirikan tidak hanya memiliki tujuan sempit yaitu memberikan kepuasan pada kelompok-kelompok tertentu, namun museum mampu memberikan asas manfaat bagi kepentingan masyarakat luas. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, mencatat jumlah museum di Indonesia pada tahun 2005 berjumlah 269. Angka yang relatif cukup besar tersebut adalah potensi yang dapat dimanfaatkan sebagai media yang bermanfaat untuk masyarakatnya.

Pendirian sebuah lembaga museum memiliki tujuan utama yaitu pelestarian warisan budaya, meliputi aspek perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan. Secara kelembagaan museum memiliki peran sebagai lembaga pelestarian produk budaya negara. Mengacu pada definisi ICOM Code of Profesional Ethics yang direvisi melalui the 21st General Assembly di Soul pada tanggal 8 Oktober 2004,lebih tegas museum memiliki peran dan fungsi sebagai berikut;

A museum is a non profit making permanent institution in the service of society and of its development, open to the public, which acquires, conservers, researchers, communicates and exhibits, for purposes of study, education and enjoyment, the tangible and intangible evidence of people and their environment.

Dengan demikian salah satu fungsi dan tugas museum adalah mengkomunikasikan warisan budaya kepada masyarakat. Hal terpenting dalam aspek mediasi dengan masyarakat tersebut adalah apa yang hendak ingin disampaikan? Tentunya adalah informasi/pengetahuan, yang terkonsep melalui sebuah pameran.

(18)

Universitas Indonesia Informasi atau pengetahuan adalah sebuah pesan yang akan disampaikan kepada pengunjung, pesan yang sudah melalui proses kurasi yaitu kajian koleksi dengan melakukan interpretasi melalui proses museological context.

Pada akhirnya konsep mediasi dengan masyarakat melalui pameran akan merangsang pengunjung membangun sendiri pengetahuanya dan secara psikologis menimbulkan rasa nyaman bagi mereka selama kunjungan berlangsung (Magetsari, 2008:3). Pemahaman tersebut seiring dengan perubahan pandangan dari konsep museum tradisional ke paradigma museum baru (new museum) yang ditandai adanya perubahan pandangan dari orientasi koleksi kepada orientasi masyarakat.

Sutarga dalam buku Capitaselecta Museografi dan Museologi (2000) menyatakan bahwa ”bagi para penyelenggara museum hendaknya untuk mengubah tampilan atau kemasan dalam tata saji, tata saji yang berorientasi pada kepentingan masyarakat. Pendekatan kontekstual adalah sebuah pilihan bagi kurator pameran untuk merancang dan mendesain tata pamer. Tata pamer yang didukung dengan pemanfaatan secara optimal yang meliputi ; media, grafis, gambar, sketsa, skema, dan informasi tertulis agar koleksi yang dipamerkan dapat dipahami dari berbagai sudut sejarah, latar dan evolusinya dan proses pembuatannya/kejadianya, fungsi sosial budayanya, peranannya, proses penyebarannya dan sebagainya sejarah, latar dan evolusinya dan proses pembuatannya/kejadianya, fungsi sosial budayanya, peranannya, proses penyebarannya dan sebagainya (2000:51)..

Seorang ahli museum (museolog) memiliki kewenangan dalam menentukan dan memilih informasi apa yang akan disampaikan kepada masyarakat. Pilihan informasi tersebut merupakan hasil kerja para kurator museum melalui proses kurasi dengan kegiatan riset koleksi. Proses kurasi dalam lembaga museum merupakan kegiatan utama yang meliputi; preservasi, konservasi, pemeran, edukasi dan kegiatan riset. Furst dalam Museum Studies; Material Culture Research and the curation procces. Proses kurasi berupa kegiatan riset koleksi adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan para penyelenggara museum. Riset koleksi sangat penting dilakukan karena dengan kegiatan riset tersebut museum akan dapat menggali informasi yang mampu mendukung dalam menyampaikan visi misi museum kepada masyarakat. Furst lebih tegas meyatakan; “the goals of material culture research is to interpret and reconstruct material culture in its cultural context and to integrate the conclusion in the overall state of research” (1991;970).

(19)

Universitas Indonesia Sebagai lembaga pelestarian benda-benda budaya museum memiliki peran sebagai salah satu pusat informasi dan juga sebagai media pendidikan bagi publik untuk menyampaikan pesan yang berupa misi dan visi sebuah lembaga museum didirikan, untuk itu aktifitas yang mendukung pada ranah pendidikan adalah penelitian koleksi. Permasalahan mendasar sebuah lembaga museum adalah koleksi yang dipamerkan tanpa dilakukan lebih dahulu penelitian sehingga koleksi belum memiliki makna. Fungsi manajemen museum hanya melakukan manajemen koleksi, sehingga berdampak pada kegiatan pameran yang apa adanya. Pemeran yang tidak didukung dengan riset koleksi yang memadai, sehingga interpretasi yang dibangun oleh pengunjung berbeda dengan interpretasi yang diinginkan oleh pengelola museum.

Informasi yang disampaikan menjadi tidak bermakna, bukan karena informasi itu tidak bermakna, tetapi karena informasi yang disampaikan bukan untuk target yang dimaksud. Museum sering secara sepihak menentukan sendiri pengunjung imajiner yang dianggap mewakili pengunjung yang sebenarnya. Akan tetapi penentuannya sering mengalami bias, karena kurator yang menentukan materi pameran. Museum-museum seringkali menampilkan suatu gambaran yang palsu dan terlalu positif mengenai masa lampau (Schouten, 1992: 4). Banyak diantara objek yang dikatakan sebagai museum, dengan koleksi yang berkualitas tetapi belum dilengkapi dengan ketenagaan yang memadai yang mampu memberikan pelayanan dengan menggunakan metode dan tehnik bimbingan edukatif kultural. Beberapa museum bahkan tidak dilengkapi fasilitas informasi (sistem label) yang memadai serta penyajian koleksinya masih tradisional (Sudharto, 2001:28).

Konsep kunci dalam museologi adalah pemahaman mendasar yang harus dikuasai oleh para pengelola museum. Menurut Magetsari (2008: 13) konsep kunci itu adalah preservasi, penelitian dan komunikasi. Preservasi berkaitan dengan tugas-tugas museum dalam pengelolaan koleksi yang di dalamnya termasuk memelihara fisik maupun administrasi koleksi, dan masalah manajemen koleksi yang terdiri dari pengumpulan, dokumentasi, konservasi dan restorasi koleksi (Magetsari, 2008: 13). Sementara itu konsep penelitian berkaitan dengan penelitian terhadap warisan budaya dan berkaitan dengan subject matter discipline. Konsep ini menjadi tugas baru dari kurator, karena dalam pandangan museolog/kurator tidak lagi menjadi pengelola koleksi, tetapi menjadi peneliti yang melakukan interpretasi terhadap koleksi yang akan disajikan kepada pengunjung. Selanjutnya komunikasi mencakup kegiatan penyebaran

(20)

Universitas Indonesia hasil penelitian berupa knowledge dan pengalaman dalam bentuk pameran, program-program pendidikan, events, dan publikasi (Magetsari, 2008: 13).

Dalam konsep komunikasi, penyajian objek hasil interpretasi disampaikan menjadi pesan yang dapat merangsang pengunjung untuk melihatnya. Artefak dan display dapat menjadi relevan dengan pengalaman dan identitas pengunjung melalui interpretasi (Magetsari, 2008: 14). Metode interpretasi yang baik akan dapat menarik perhatian dan minat pengunjung, karena objek yang dipamerkan dikaitkan dengan kerangka pikir dan pengalaman masyarakatnya. Ketiga konsep ini dalam penerapannya bekerja dalam kesinambungan yang tidak saling terlepas.

Museum Purna Bhakti Pertiwi (selanjutnya disingkat MPBP) dengan misi “melestarikan sejarah perjalanan hidup dan pengabdian Bapak dan Ibu Soeharto sebagai ajang penelitian, penerangan (informasi), rekreasi serta sebagai objek wisata bagi masyarakat luas”. Mengacu pada misi MPBP, idealnya pameran dapat menyajikan informasi dalam rangka pencitraan tokoh Jenderal (Purn) H.M. Soeharto dan Ibu Tien Soeharto (selanjutnya disebut Soeharto dan Tien Soeharto). Pencitraan terhadap kedua tokoh tersebut menjadi kajian setiap aktivitas yang dilakukan pengelola MPBP.

Pengunjung museum menjadi target dalam penyampaian visi misi museum yaitu tentang konsep pencitraan kedua tokoh tersebut. Dari konsep pencitraan tersebut masyarakat dapat mengetahui dan mempelajari prilaku kedua tokoh. Akhirnya pengunjung mendapatkan pengetahuan serta dapat mengambil hikmahnya, maka kehadiran MPBP memiliki arti penting bagi publik. Dalam penelitian ini akan menfokuskan pada koleksi yang memiliki keterkaitan langsung dengan tokoh Soeharto. Pemilihan tokoh Soeharto tentunya mempertimbangkan alasan yaitu Soeharto adalah seorang pemimpin nasional yang memiliki pengaruh international, dengan segala prestasi yang dicapainya. Memimpin Republik Indonesia selama 32 (tiga puluh dua) tahun adalah waktu yang cukup panjang, tentunya sosok Soeharto banyak mewarnai sejarah perkembangan negara Indonesia. Terlepas dari kekurangan dan kelebihannya, Soeharto sebagai manusia biasa memiliki kelemahan dan keunggulan, keunggulan atau prestasi yang dapat dijadikan inspirasi bagi pengunjung MPBP.

MPBP dengan koleksi 22.408 merupakan wujud dari jejak rekam Soeharto dengan segala atribut yang melekat dalam pribadinya. Koleksi yang cukup banyak dapat dijadikan sebagai sumber data yang dapat bercerita tentang ketokohan Soeharto. Soeharto dengan segala atributnya merupakan bagian dari sejarah perjalanan bangsa

(21)

Universitas Indonesia Indonesia. Perjalanan bangsa Indonesia sejak dari masa kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan. Selama ini koleksi yang ada tidak dapat membangun citra ketokohannya, konsep tata pamer yang menggunakan klasifikasi berdasarkan bahan dasar koleksi serta tanpa dilakukan riset koleksi yang mengarah pada museological context. Tata pamer MPBP yang tersaji tidak mampu menyampaikan infomasi atau pengetahuan baik untuk kepentingan internal MPBP dan keinginan masyarakat serta visi serta misi lembaga.

Peran Soeharto dalam kancah internasional tidaklah kecil, konsep pembangunan yang digagas Soeharto dengan Repelita mampu mengangkat harkat dan martabat negara Indonesia menjadi negara swasembada pangan pada tahun 1986. Hubungan dengan dunia internasional pada prinsipnya adalah konsep diplomasi Indonesia yang terwakili melalui Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia. Dunia internasional tersebut menjadi salah satu pendorong dalam keberhasilan Indonesia dalam meraih dan menuju swasembada pangan. Swasembada pangan merupakan salah satu tujuan pembangunan nasional, tujuan tersebut yang terencana melalui konsep Repelita.

Data tentang hubungan Indonesia dalam rangka diplomasi antarnegara tersebut dapat kita ketahui salah satunya melalui koleksi MPBP. Bertukar cenderamata saat terjadi diplomasi antar dua negara adalah kebiasaan dari para pemimpin negara. Hubungan diplomasi antara Seoharto sebagai Presiden Republik Indonesia dengan para kepala negara/pemerintahan yaitu; presiden, perdana menteri dan seorang raja atau ratu terdokumentasi melalui koleksi tidak kurang 164 item. Jumlah koleksi tersebut identik dengan jumlah diplomasi yang dilakukan antara tokoh-tokoh negara tersebut. Koleksi yang cukup banyak tersebut hendaknya dapat memberikan sajian data kepada pengunjung. Informasi tentang eksistensi bangsa Indonesia dalam konteks peran bangsa Indonesia dipentas internasional.

Konsep pertukaran cenderamata tersebut dapat dianalisis dari wujud dan makna cenderamata yang diberikan. Melihat peristiwa yang terjadi dalam prosesi pertukaran cenderamata tersebut Soeharto selalu memberikan cenderamata kepada tamunya berupa keris. Pamungkas dalam buku Mengenal Keris (2007) Keris pada prinsipnya adalah senjata tradisional masyarakat Jawa yang memilki sejarah cukup tua sekitar tahun 125 M (2007:4). Data sejarah menunjukkan bahwa beberapa candi terdapat ukiran berbentuk keris. Kaitan dengan pemilihan keris sebagai benda cenderamata memiliki alasan yang cukup relevan bahwa keris adalah benda budaya dengan segala aspek makna yang dimilikinya. Sementara itu cenderamata cenderamata yang diterima Soeharto dari para pemimpin negara memiliki bentuk dan tipe yang variatif. Perbedaan

(22)

Universitas Indonesia tersebut dilihat dari bentuk fisik serta bahan yang digunakan. Interpretasi terhadap koleksi cenderamata tersebut akan dilakukan untuk mendapatkan konteks baru.

Koleksi cenderamata para kepala negara/pemerintahan tersebut informasi yang disajikan sangat minim hanya meliputi, nama koleksi, bahan, ukuran, nama pemberi, tanggal dan tempat diberikan. Kemasan informasi tersebut tidak banyak memberikan pengetahuan bagi pengunjung. Maka pemaknaan kembali terhadap koleksi merupakan upaya agar kehadiran benda-benda koleksi tersebut dapat memberi manfaat berupa pengetahuan bagi masyarakat. Dengan mempertimbangkan kondisi yang ada, eksebisi yang dikemas tanpa melalui interpretasi secara museologi tidak akan dapat menyampaikan pesan yang bermanfaat bagi masyarakat dan lembaga museum itu sendiri. Dampak pada masyarakat/pengunjung MPBP ketika tidak dapat menangkap pesan tentang konsep ketokohan Soeharto. Informasi yang dibangun pengelola museum tidak mampu mempengaruhi pemahaman pengunjung, pengunjung justru memiliki interpretasi yang dibangun secara bebas dalam menginterpretasikan ketokohan Soeharto, bahkan pengunjung tidak memiliki sama sekali interpretasi tentang konsep ketokohan Soeharto.

Sebagai lembaga pelestarian benda budaya museum tidak hanya berfungsi sebagai pusat informasi namun juga berperan sebagai media pendidikan yang memberikan layanan edukatif kultural bagi masyarakat luas. Museum juga memiliki peran sebagai institusi yang menciptakan pemaknaan terhadap koleksi serta media penyampai pengetahuan pada masyarakat. Knell, Simon J. dalam Museum Revolution (2007:134) lebih tegas menyatakan;

“It is commonly understood that museums are key agents in the creation of meaning. That is, they create and transfer information and knowledge in an effort to engage visitors in issues that are relevant and significant to them personally and to their communities. In the process, museums assemble and share multiple interpretations, or meanings”.

Museum tidak dapat dilepaskan dari kegiatan penelitian, pada suatu sisi kegiatan penelitian merupakan latar penunjang bagi tampilan museum, sedangkan di sisi lain museum dalam salah satu fungsinya sebagai institusi pelayanan akademik merupakan ajang bagi kegiatan penelitian pada umumnya. Mengapa penelitian koleksi itu penting? Mundarjito dalam makalah Museum Etnografi : Ruang Pelestarian dan Pemanfaatan Budaya (2005:4) manyatakan ;

Seperti kita ketahui ilmu pengetahuan selalu berkembang disalah satu fungsi lainya mestinya Penelitian terhadap koleksi ini memerlukan penelitian oleh karena harus diinterpretasikan dan disajikan kepada masyarakat/pengunjung,

(23)

Universitas Indonesia dengan tujuan agar dapat mempengaruhi pengalaman pengunjung. Melalui metode interpretasi dilakukan untuk mendapatkan konteks baru karena informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa koleksi museum menjadi sangat penting peranannya dalam aktifitas penelitian yang pada gilirannya untuk kepentingan pendidikan.

Penelitian kebudayaan materi memiliki tujuan dalam menginterpretasikan dan merekonstruksi kebudaayaan materi dalam konteks kebudayaannya dan untuk mengintegrasikan hasil penelitian secara menyeluruh. Penekanan pada penelitian ini adalah untuk mengukur sejauh mana koleksi dapat memberikan data atau informasi kepada publik tentang hubungan diplomasi yang dilakukan oleh Soeharto sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan Indonesia dengan negara lain di dunia. Pola diplomasi yang dilakukan memiliki dua bentuk yaitu dilplomasi bilateral dan multilateral.

1.2Perumusan Permasalahan

MPBP dapat dikatakan memiliki jumlah koleksi yang tidak sedikit, 22.406 buah koleksi adalah sebuah potensi data yang dimilikinya. Koleksi dikelompokkan dalam 3 macam yaitu non cenderamata, cenderamata dan penghargaan. Ketiga kolompok koleksi tersebut yang dipilih untuk dijadikan obyek penelitian ini adalah; koleksi cenderamata dari para kepala negara dan kepala pemerintahan, dan koleksi penghargaan dari PBB. Kegiatan penelitian di MPBP merupakan sebuah jawaban yang harus dilakukan. Hampir seluruh materi yang dipamerkan tidak diawali riset koleksi, sehingga pesan yang diproduksi tidak informatif. Oleh karena itu masih banyak koleksi yang ada sudah tidak memiliki konteks, sehingga pemaknaannya juga belum ada.

Penelitian ini akan memberi pemaknaan baru terhadap koleksi penghargaan dari PBB serta memberi interpretasi terhadap koleksi cenderamata yang diberikan kepada Soeharto. Interpretasi juga dilakukan terhadap materi cenderamata keris yang dipilih Soeharto untuk dijadikan benda cenderamata bangsa Indonesia. Cenderamata keris tersebut diberikan kepada para kepala negara dan kepala pemerintahan. Interpretasi terhadap cenderamata akan menampilkan makna bagaimana Indonesia memandang negara lain melalui cenderamata keris, demikian juga bagaimana negara lain memandang bangsa Indonesia dengan representasi cenderamata yang diberikannya. Sementara itu interpretasi terhadap koleksi penghargaan PBB akan memberikan pengetahuan tentang cita-cita bangsa Indonesia yang harus dicapai dan dilakukan dengan kerja keras penuh kesungguhan.

(24)

Universitas Indonesia Pemberian makna baru terhadap koleksi cenderamata para kepala negara dan penghargaan dari PBB akan disajikan dalam dalam pameran tetap. Bagaimanakah konsep penyajian pemaknaan baru terhadap koleksi cenderamatara para kepala negara dan koleksi penghargaan PBB di MPBP.

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah tujuan dan manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut;

a. Memberi pemaknaan baru pada koleksi penghargaan dari PBB dan koleksi cenderamata.

b. Rekontekstualisasi terhadap koleksi penghargaan akan memberikan informasi berupa pengetahuan tentang prestasi bangsa Indonesia dalam kurun waktu kepemimpinan Soeharto.

c. Rekontekstualisasi terhadap koleksi cenderamata akan memperlihatkan cara pandang bangsa Indonesia terhadap negara-negara lain akan dipandang dan diperlakukan sebagai apa ? demikian juga sebaliknya, negara lain akan melihat Indonesia akan dipandang dan diperlakukan sebagai apa?

d. MPBP bagi masyarakat memiliki arti penting, informasi yang disampaikan adalah hasil kajian yang berupa pengetahuan.

1.4Ruang Lingkup Penelitian

Jumlah koleksi MPBP berkisar pada angka 22.408 item, koleksi tersebut terbagi dalam klasifikasi berdasarkan bahan dasar koleksi meliputi; logam, tanah, kain, kertas, tulang, dan lain lain. Dilihat dari bagaimana sejarah koleksi tersebut hadir dimuseum terbagi menjadi 3 yaitu; non cenderamata, cenderamata (pemberian), dan penghargaan. Koleksi non cenderamata adalah koleksi yang merupakan benda-benda koleksi pribadi Soeharto dan Tien Soeharto yang memiliki nilai estetika dan sejarah. Koleksi kelompok cenderamata merupakan koleksi yang berasal dari para kepala negara/pemerintahan, serta koleksi kelompok penghargaan dari Perserikatan Bangsa-bangsa.

Dalam penelitian ini yang dipilih sebagai objek penelitian adalah koleksi cenderamata dari para kepala negara dan kepala pemerintahan yang diberikan kepada Presiden Soeharto. Demikian juga cenderamata yang diberikan Presiden Soeharto kepada para kepala negara dan pemerintahan. Penelitian akan dilakukan juga terhadap

(25)

Universitas Indonesia koleksi penghargaan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa yang diberikan kepada Soeharto, Presiden Republik Indonesia.

Lokasi penelitaian adalah Museum Purna Bhakti Pertiwi terletak di Jl. Taman

Mini I Jakarta 13560. Pembatasan objek penelitian memiliki pertimbangan sebagai

berikut; bahwa kegiatan penelitian koleksi dalam upaya interpretasi belum pernah di lakukan, pada prinsipnya koleksi yang berupa cenderamata yang memberikan inspirasi bagi pencetus ide dalam mendirikan museum, koleksi cenderamata yang berasal dari tokoh dunia akan memberikan informasi yang bernanfaat bagi masyarakat. Batasan objek penelitian dengan mempersempit objek penelitian pada koleksi dalam kontek hubungan multilateral dan bilateral untuk mempermudah dalam proses interpretasi koleksi.

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Dalam penyusunan karya ilmiah atau tesis, metode memegang peranan penting dari suatu penelitian, sebagai upaya untuk mendapatkan hasil yang memadai. Penggunaan metode yang sistematis diharapkan akan menghasilkan tulisan yang baik pula.

Metode kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting). Analisis data yang dilakukan bersifat induktif berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan di lapangan dan kemudian dikonstruksikan menjadi hipotesis atau teori. Metode ini digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti yang merupakan suatu nilai di balik data yang tampak. Oleh karena itu dalam penelitian kualitatif tidak menekankan pada generalisasi, tetapi lebih menekankan pada makna (Sugiyono, 2008 :9).

Untuk mencapai tujuan dari penelitian ini, terdapat tahap-tahap penelitian yang diterapkan sebagai suatu cara kerja yang terdiri atas tahap pengumpulan data, tahap pengolahan data, dan tahap penafsiran data yang dapat dijabarkan sebagai berikut;

1.5.1 Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa data informasi tentang koleksi dan data peristiwa apa yang terjadi ketika koleksi tersebut dijadikan sebagai cenderamata oleh para tokoh dunia ketika saling bertemu. Data peristiwa dilakukan penelusuran melalui kepustakaan dan dokumen. Teknik pengumpulan data dalam

(26)

Universitas Indonesia penelitian ini diperoleh dengan cara observasi di MPBP dan studi kepustakaan. Tahapan pengumpulan data tersebut adalah sebagai berikut:

1. Observasi yaitu cara pengamatan langsung ke lapangan (field research) dengan melihat dan memperhatikan secara langsung terhadap kondisi objektif MPBP seperti tata pamer, benda koleksi, kemudian melakukan perekaman (recording) dengan melakukan pencatatan dan pemotretan.

2. Penelusuran dokumentasi, yaitu menelaah berbagai arsip tentang data koleksi dan tata pamer di MPBP.

3. Studi kepustakaan, yaitu menelaah sejumlah buku, jurnal ilmiah, dan hasil-hasil penelitian untuk memperoleh informasi tentang aktivitas Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia ketika melakukan tugas-tugas diplomasi.

4. Wawancara, wawancara dilakukan dengan sumber-sumber yang dapat dipertanggungjawabkan dan memiliki kompetensi dalam bidang tersebut.

1.5.2 Pengolahan Data

Setelah data tentang koleksi penghargaan dari PBB dan koleksi data informasi koleksi cenderamata para kepala Negara/pemerintahan selesai dikumpulkan, maka langkah selanjutnya adalah memasuki tahap pengolahan data. Pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahapan sesuai dengan masalah yang ingin dipecahkan. Permasalahan penelitian adalah rekontekstualisasi atau pemaknaan ulang koleksi. Kajian terhadap pemaknaan ulang koleksi diperlukan landasan teori-teori yang berkenaan dengan pemaknaan. Beberapa teori yang telah dikumpulkan di dalam tahap pengumpulan data seperti teori museologi, museological context sebagai dasar dalam memberikan pemaknaan ulang terhadap koleksi.

1.5.3 Penafsiran Data

Setelah tahap pengumpulan dan pengolahan data dilakukan secara lengkap, kemudian dilanjutkan pada tahap berikutnya yaitu interpretasi data. Interpretasi data dengan menggunakan teori museologi akan mendapatkan pemaknaan ulang tentang koleksi penghargaan dan cenderamata.

1.6 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan data MPBP, penelitian terdahulu yang menggunakan MPBP sebagai objek penelitian dalam kajian museologi, penelitian dalam bidang pariwisata, penelitian bidang arsitektur, serta penelitian dalam bidang informatika.

(27)

Universitas Indonesia 1. Penelitian oleh. Priyanto, Mahasiswa Arkeologi, konsentrasi museologi, Universitas

Indonesia, penelitian dalam bentuk tesis dengan judul “Museum Purna Bhakti Pertiwi Dalam Konsep Soeharto Srebagai Prajurit dan Negarawan”.

2.

Penelitian

oleh Lina Susanti, STBA Bandung, penelitian dalam bentuk Skripsi “Potential of Purna Bhakti Pertiwi as an Interesting Tourist Object”.

3. Penelitian oleh Roy John Crystofel Rey, Manajemen Infomatika Gunadharma, penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul”System Multimedia Pada Museum Purna Bhakti Pertiwi”.

4. Penelitian oleh Ulfani, jurusan Arsitektur Universitas Trisakti, penelitian dalam bentuk Skripsi dengan judul “Manajemen Pemeliharaan Lansekap Museum Purna Bhakti Pertiwi.

5. Penelitian oleh RR Mega Nurhayani, Fakultas Komunikasi IISIP, penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul “Kegiatan Internal dan Eksternal Seksi Humas Protokol Museum purna Bhakti Pertiwi”.

1.7 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembaca dalam memahami isi tesis ini, maka komposisinya disajikan sebagai berikut :

Bab 1, merupakan bab pendahuluan, menjelaskan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab 2, landasan teori yang dipergunakan dalam memberikan makna ulang atau interpretasi koleksi. Pemaknaan koleksi dengan menggunakan teori museologi. Demikan juga pameran museum dalam perannya sebagai institusi pendidikan, serta koleksi penghargaan sebagai konsep prestasi serta interprestasi cenderamata sebagai konsep penghargaan antar bangsa sebagai dasar penyajian pameran.

Bab 3 membahas tentang gambaran umum MPBP yang terdiri atas: sejarah museum, fungsi, visi, dan misi museum, struktur organisasi, sumber daya manusia, sarana dan prasarananya, pengelolaan koleksi, program edukasi, publikasi museum, eksebisi museum, tinjauan museologi terhadap pameran MPBP. Demikian juga data penelitian yang terbagi menjadi dua kategori yaitu penghargaan PBB dan koleksi cenderamata dari para kepala Negara dan pemerintahan.

Bab 4 proses pemberian makna terhadap data penelitian. Data koleksi penghargaan dari PBB dimaknai sebagai prestasi pencapaian bangsa Indonesia dalam

(28)

Universitas Indonesia konteks pembangunan. Sementara itu data koleksi cenderamata para kepala negara/pemerintah dilakukan analisis data dengan melakukan analisis komparasi.

Bab 5 menyajikan pameran dengan konsep pemeran menggunakan pendekatan konstruktivisme. Pameran tentang koleksi penghargaan dari PBB dan pameran koleksi cenderamata.

Bab 6 berisi tentang simpulan dan saran. Simpulan menguraikan hasil dari penelitian tentang rekontekstualisasi koleksi penghargaan dari PBB dan koleksi cenderamata para kepala negara/pemerintahan. Memberikan rekomendasi kepada manajemen museum dalam melakukan perbaikan dalam aspek pengelolaan koleksi.

(29)

Universitas Indonesia Dinamika masyarakat yang ada memberikan wacana baru bagi penyelenggara museum untuk merubah pandangan dari orientasi koleksi kepada orientasi masyarakat/publik (Direktorat Permuseuman, 2008:6). Hauenschild dalam buku Claims and Reality of New Museology menyatakan istilah perubahan paradigma dari orientasi koleksi ke orientasi masyarakat memberi istilah dengan nama memuseologi baru. Museologi baru merupakan gagasan tentang museum sebagai alat pendidikan dalam pelayanan pembangunan sosial, museum untuk kita, atau lebih tepatnya harus menjadi salah satu alat yang sempurna bahwa masyarakat telah tersedia untuk mempersiapkan dan mendampingi transformasi sendiri (1988:1). Para museolog tidak merasa puas dalam mereformasi museum tradisional mereka mencari cara untuk merubah secara radikal metode kerja, isi dan struktur lembaga dan pemikiran yang sudah usang/kuno. Tujuannya adalah untuk membantu museum mencapai arti sosial serta memberikan kontribusi yang kongkrit pada masyarakat dalam kehidupan sehari-hari (Hauenschild, 1988:5).

Menurut Tanudirjo salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut, museum dapat memamerkan koleksi secara kontekstual. Koleksi yang dipamerkan seharusnya ditampilkan dalam konteks yang lebih luas dan tidak terbatas hanya pada informasi tentang koleksi itu sendiri. Koleksi tersebut harus diletakkan dalam situasi yang terkait dengan sesuatu yang lain. Jika koleksi ditampilkan sebagai benda mati dan tidak memberikan informasi apa pun kepada pengunjung, maka sebenarnya fungsi museum sebagai tempat belajar pengetahuan telah mati. Dengan kata lain, kurator museum harus menghidupkan kembali benda-benda tersebut dengan memberikan informasi yang relevan (2007:15).

Pendirian sebuah lembaga museum memiliki tujuan utama yaitu melestarikan warisan budaya bangsa, meliputi aspek perlindungi, pengembangan dan pemanfaatan benda-benda koleksinya untuk masyarakat. Secara kelembagaan museum memiliki peran sebagai lembaga pelestarian produk budaya bangsa. Mengacu pada definisi ICOM (International Council of Museum), lebih tegas museum adalah sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya terbuka untuk umum, yang memiliki fungsi; konservasi, penelitian

(30)

Universitas Indonesia tentang benda-benda bukti material manusia dan lingkungannya baik yang memiliki bentuk (tangible) maupun yang tak bentuk (intangible) serta memamerkannya untuk tujuan-tujuan atau kepentingan pendidikan dan hiburan (ICOM , 2008). Dikatakan bahwa sebuah museum seyogjanya lebih mendatangkan manfaat bagi masyarakat, dan bukan sekadar menjadi tempat penyimpanan benda-benda langka dan mahal, bukan merupakan benteng yang memamerkan koleksi benda langka, melainkan sebuah lembaga kebudayaan yang melayani masyarakat (Magetsari, 2008:8). Museum harus dapat memberikan manfaat untuk masyarakat. Masyarakat menjadi pertimbangan utama oleh lembaga museum dalam menentukan tema pameran. Begitu juga metode atau tehnik penyampaian informasi serta pemilihan model pameran yang kontekstual, yang didukung oleh fasilitas yang cukup kotekstual atau modern. Pelayanan kepada masyarakat akan dapat terlaksana dan tercapai jika sebuah museum menjalankan fungsinya dengan baik yaitu preservasi, penelitian dan komunikasi.

2.1 Proses Kurasi Museum

Pengertian secara umum kurasi adalah seluruh aspek yang dilakukan oleh pengelola museum dalam memperlakukan koleksi. Secara etimologi kurasi berasal dari kata ‘curation’ ; curate; curator; curatorial. Kata curation dalam bahasa Indonesia memiliki padanan dengan kata kurasi, kurator dan kuratorial. Dalam An English-Indonesian Dictionary kata curator memiliki makna ’kepala museum’. Kurasi menurut Furst dalam Museum Studies and Material Culture adalah “The curation process of an individual artefact; acquisition, documentasion, preservation measure, strorage and axhibition style – can severely limits its value for scientific research or, on the other hand can facility research considerably (Pearce, 1991:99). Sementara itu Mikke Susanto dalam buku ”Menimbang Ruangan Menata Rupa” pekerjaan kuratorial adalah kerja ”menimbang ruang”; menyatukan karya-seniman dengan pasar-media-publik dalam satu wacana-suasana-tempat pameran. Didalam pekerjaan tersebut mencakup penelitian atas teks/objek, konseptualisasi, interpretasi, perencanaan dan promosi pameran atau koleksi (Mikke, 2004:75).

Dalam perkembangan museum yang mengarah dari museum tradisional kepada museum baru, peranan kurator sudah ada sejak abad ke-16. Para kurator memperlakukan koleksi sebatas sebagai benda seni, barang antik atau langka. Pada perkembangan selanjutnya, museum menjadi milik masyarakat, rasa keingintahuan yang cukup tinggi menyebabkan museum menjadi jembatan antara karya dan publik.

(31)

Universitas Indonesia Rasa ingin tahu tidak hanya sebatas kenikmatan karya visual, tetapi juga menjadi pemahaman seluk beluk dan nilai dibalik karya tersebut (Mikke, 2004:76). Douglas Davis (1997) dalam bukunya berjudul Art Culture: Essay on the Postmodern yang dikutip Mikke Susanto menyatakan bahwa museum abad ke-21 perlu melakukan tiga hal, yaitu:

(1) preservasi atau pemeliharaan masa lalu

(2) Revelation atau pembukaan rahasia (penyusunan elemen masa kini)

(3) Regeneration atau kelahiran kembali melalui edukasi dan penyebaran (masa yang akan datang).

Magetsari dalam makalah ”Filsafat Museologi” pekerjaan utama dalam sebuah lembaga museum meliputi preservasi, penelitian dan komunikasi merupakan konsep manajemen memori kultural yang merupakan konsep kunci dalam pengaktualisasian museologi. Konsep kunci dimaksud memiliki keterkaitan yang erat satu dengan yang lainnya. Tiga hal pekerjaan pokok sebagai kurator museum tersebut saling keterkaitannya dapat dilihat dalam gambar diagram 2.1.

Gambar 2.1 Basic Function

Preservasi mencakup pengertian pemeliharaan fisik maupun administrasi dari koleksi. Termasuk di dalamnya masalah manajemen koleksi yang terdiri atas pengumpulan, pendokumentasian, konservasi dan restorasi koleksi. Dalam konsep ini pengumpulan, pendokumentasian, konservasi dan restorasi koleksi tidaklah diperlakukan sebagai fungsi-fungsi yang saling terkait, melainkan beberapa aspek saja dari fungsi manajemen koleksi (Magetsari, 2008:13).

(32)

Universitas Indonesia Penelitian mengacu pada penelitian terhadap warisan budaya yang menjadi tugas kurator baru yang telah berubah fungsi menjadi peneliti, dalam arti dari mengelola koleksi menjadi meneliti koleksi (Magetsari, 2008:13). Penelitian terhadap koleksi diperlukan karena koleksi harus diinterpretasikan dan disajikan kepada pengunjung agar dalam penyajiannya dapat mempengaruhi pengalaman pengunjung. Komunikasi mencakup kegiatan penyebaran hasil penelitian berupa knowledge dan pengalaman dalam bentuk pameran, program-program pendidikan, events, dan publikasi (Magetsari, 2008:13).

2.2 Interpretasi Koleksi

Pemaknaan koleksi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan penafsiran ulang atau interpretasi ulang terhadap koleksi. Interpretasi pada prinsipnya adalah sebuah kajian atau riset terhadap koleksi. Kegiatan riset dilakukan untuk mendapatkan makna baru yang disesuaikan dengan visi dan misi museum. Intepretasi atau rekonteks dapat dilakukan dengan melalui penelitian atau kajian koleksi. Penelitian dalam sebuah museum menurut Mark S. Graham dalam Museum Management and Curatorship: Assessing priorities: Research at museum, penelitian adalah; penyelidikan diarahkan pada penemuan fakta beberapa melalui studi yang cermat dari subjek; suatu program penyelidikan kritis atau ilmiah. Dalam konteks museum, penyelidikan bertujuan untuk semua usaha, termasuk masyarakat perilaku dan kemampuan belajar mereka, teknik pengiriman untuk layanan, tanggapan terhadap iklan, semua aspek koleksi, utilitas bangunan dan masalah keamanan (2005: 288).

Interpretasi bila mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, interpretasi memiliki makna ”pemberian kesan”; ” pendapat; atau pandangan teoritis terhadap sesuatu”; ”tafsiran” (Hasan, 2001:439). Sedangkan dalam Encarta Dictionary (2006), interpretation is an explanation or establish of meaning of significance of something.

Pengertian interpretasi dimaksud adalah sebagai sebuah penjelasan atau pembentukan makna atau signifikansi dari sesuatu. Timothy Ambrose dan Crispin Paine dalam buku Museum Basic menyatakan bahwa ;

‘Interpretation’ usually means translating from one language to another. In the museum world, though, it has a special meaning: explaining an object and its significance. Interpretation may not only explain an object and its significance, it may also provide a conservation message about the object and its context (Timothy, 2006:78).

(33)

Universitas Indonesia Timothy juga menjelaskan tentang maksud dan tujuan sebuah objek diinterpretasikan atau diberi makna; to interpret something, you have to have someone to interpret it to. That person will of course come with his or her own interests, assumptions, beliefs, knowledge and curiosity. Mengacu pendapat yang dikemukakan oleh David Dean dalam Museum Exhibition menyatakan bahwa “Interpretation is the act or process of explaining or clarifying, translating, or presenting personal understanding about subject or object (Dean, 1994:6).

Pengertian di atas mempertegas tentang fungsi lembaga museum sebagai agen pencipta/produksi makna. Makna yang ciptakan dikomunikasikan dan diinformasikan kepada pengunjung atau masyarakat, sebagai bentuk usaha dalam melibatkan masyarakat terhadap isu atau beberapa hal yang memiliki hubungan permasalahan mereka.

Bary Lord dan Gail Dexter Lord dalam buku The Manual of Museum Management menyatakan “interpretation is the term used to describe the way that museum Communicate with the public about its collection and research activities”. Lord and Lord dalam pernyataan tersebut secara khusus menyatakan bahwa konsep komunikasi yang dilakukan museum melalui aktivitas penelitian, konsep komunikasi antara museum dengan masyarakat melalui koleksi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa komunikasi lembaga museum dengan masyarakat idiealnya adalah komukasi dua arah, sebagai bagian dari perkembangan zaman. Sebagai koreksi dalam tentang konsep “interpretasi” sebagai konsep komunikasi satu arah. Sehingga pengunjung perlu menerjemahkan kembali ’bahasa’ dari objek yang dipamerkan. Interpretasi adalah istilah yang sangat familiar bagi para professional museum yang mencakup orientasi, label dan teks serta penyajian informasi (Lord dan Lord, 1997:238).

Beberapa difinisi dan pengertian interpretasi terhadap koleksi museum di atas pada prinsipnya interpretasi dilakukan dalam konteks tangible dan intangible. Tangible adalah wujud atau bentuk koleksi meliputi nama koleksi, ukuran, fungsi, asal koleksi dan nama pemberi, sedangkan interpretasi koleksi ditinjau dari nilai intangible adalah melakukan pemaknaan dengan mengungkap informasi dibalik koleksi, meliputi; konteks peristiwa; siapa nama dan jabatan pemberi, dalam rangka atau peristiwa apa koleksi diberikan, manfaat dan pengaruh adanya peristiwa tersebut dan segala informasi yang berkaitan dengan koleksi tersebut.

Analisis dalam penelitian ini lebih menitik beratkan pada interpretasi dalam konteks intengible. Pemilihan pada interpretasi secara intangible lebih diprioritaskan

(34)

Universitas Indonesia dengan beberapa alasan. Koleksi merupakan cenderamata dan penghargaan, informasi peristiwa di balik koleksi lebih memiliki nilai informasi yang sangat penting dalam kerangka menyampaikan visi dan misi MPBP. Nilai intangeble koleksi lebih banyak menyimpan data, data yang dapat merekontruski sebuah peristiwa atau konsep dan kebijakan yang dilakukan.

2.3 Kajian Museologis

Museum merupakan sebuah institusi museologi1

Dalam rangka pelayanan kepada masyarakat lembaga museum dituntut untuk memanfaatkan keunikan, kekuatan, kelemahan dan kebutuhan yang menjadi ciri masyarakat sebagai dasar penyusunan program dalam memenuhi harapan masyarakat. Manusia membentuk lingkungan berdasarkan kebutuhan, lingkungan yang dibentuk itu pada akhirnya menciptakan sebuah kebudayaan materi. Tindakan membuat dan memakai tersebut menjadi kontek primer benda yang dapat ditentukan berdasarkan

mencakup seluruh aspek teoretis dari seluruh kegiatan permuseuman, dan museologi menjadi fungsi dasar sebuah museum yang meliputi; penelitian konservasi atau pelestarian dan komunikasi (Noerhadi, 2009:1). Sementara itu, peran mendasar menciptakan makna melalui koleksi. Proses menciptakan makna atau interpretasi sebuah koleksi dapat menjadi sebuah kekuatan yang mampu menjadi media antara institusi museum dengan sebuah masyarakat institusi museum. Pesan yang disampaikan melalui konsep pameran adalah bentuk komunikasi dalam menyampaikan pesan yang berupa visi atau misi lembaga museum. Pada akhirnya konsep mediasi dengan masyarakat melalui pameran akan merangsang pengunjung membangun sendiri pengetahuanya dan secara psikologis menimbulkan rasa nyaman bagi mereka selama kunjungan berlangsung (Noerhadi, 2008:3). Pemahaman tersebut sebagaimana halnya dengan perkembangan dari konsep museum tradisional ke paradigma new museum yang ditengarai adanya perubahan pandangan dari orientasi koleksi benda-benda antik menjadi lembaga yang memicu pengungkapan makna pameran yang selalu berkembang kegunaan museum. Pengungkapan kegunaan tersebut di antaranya museum mampu menggugah pemahaman manusia tentang sesuatu yang penting dari masa lampau.

1

Museologi adalah disiplin ilmu yang berkenaan dengan pengkajian terhadap tujuan dan pengorganisasian museum-museum.

(35)

Universitas Indonesia fungsinya, yaitu produksi dan fungsi (Mensch , 2003:5-6). Manusia mempertahankan serta menyimpan benda tersebut, meski dengan mempergunakan berbagai macam alasan, yaitu ; pragmatik, estetik, simbolik atau metafisik (Mensch : 2003 : 6).

Museum sebagai lembaga yang memiliki fungsi mengumpulkan, merawat dan memamerkan, untuk tujuan-tujuan penelitian, edutainment tentang benda-benda bukti material manusia dan lingkungannya baik berupa tangible maupun intangible. Permasalahan utama bagi profesional museum adalah membuat konsep pameran sebagai media dalam penyampaian pesan adalah dari konteks satu ke konteks yang lain, yaitu konteks primer ke kontek museologis. Berikut adalah cara kerja atau kerangka yang dapat dijadikan sebagai kerangka kerja seorang kurator dalam memberikan intepretasi atau

Apakah konteks primer itu, adalah konteks pada saat objek belum disimpan dan dijadikan koleksi museum. Objek yang demikian ini dibuat dipergunakan dan dirawat oleh masyarakat guna keperluan praktis, estetis atau simbolis (Noerhadi ; 2008). Ketika benda tersebut menjadi koleksi museum, maka akan mengalami proses musealisasi yaitu proses berubahnya konteks benda, dari konteks primer ketika benda berada di luar museum

Gambar 2.2

Proses musealisasi, Sumber Mensch 2003:6

(36)

Universitas Indonesia dengan fungsi dan kegunaannya, menjadi konteks museologis. Adalah konteks benda yang sudah mengalami seleksi dan mendapatkan nilai informasi. Benda yang sudah mendapat informasi dinamakan culture heritage.

Penjelasan bagan 2.1 di atas menunjukkan alur benda koleksi sebelum dan sesudah menjadi koleksi museum. Dijelaskan ketika benda belum menjadi koleksi museum (primary context) dan masih dipergunakan oleh masyarakat (society) sesuai dengan fungsi dan kegunaannya ekonomis (economy value) dari benda tersebut sangat menonjol karena masyarakat masih memanfaatkannya untuk memenuhi dalam segala aspek kebutuhannya. Proses musealisasi (musealisation) merupakan tahap penyaringan atau seleksi melalui proses musealisasi dari konteks primer menjadi konteks museologi (museological context). Peran para kurator dari berbagai disiplin ilmu yang sangat menonjol, kurator memberikan makna atau interpretasi yang disesuaikan dengan bidang disiplin pengetahuannya. Perubahan yang terjadi dalam proses museologi konteks adalah benda tersebut sudah mendapatkan makna atau informasi, proses pemberian makna merupakan proses museality. Perubahan yang mendasar terjadi adalah secara fungsi dari benda yang dipergunakan sebagai pemenuhan kebutuhan manusia dalam segala bidang menjadi benda yang memiliki nilai atau dokumen, sehingga perubahan status benda tersebut secara otomatis menjadi koleksi warisan budaya culture heritage.

Hans Jorg Furst dalam Museum Studies in Material Culture: Material Culture Research and the Curation Process; memberikan arahan apa yang meski dilakukan kurator museum dalam melaksanakan kurasi atau aktivitas pengelolaan koleksi. Penelitian koleksi untuk mendapatkan pemaknaan menjadi salah satu perhatiannya.

It is clear that a flexible frame for the researh process offers adventages over a linear and rigid one as research interest and so thier departure point of the individual researchers differ. In my belief, research has not by necessity tobe inductive, that is, to start from the object. Rather, it is equally sensible and is valid to start from either the object’s curation process, or from it’s comparative aspects, or from its interpretation (deduction), or from its culture context. Indeed it is often advisible to start from the curation process as the catalogue information in the obeject is the crusial point of museum studies (Furst; 1991:98).

Di dalam buku Material Culture Research and the Curation Procces Furst menyatakan bahwa tujuan dari penelitian kebudayaan adalah; “the goals of material culture research is to interpret and reconstruct material culture in its cultural context and to integrate the conclusion in the overall state of research” (1991;97). Tujuan dari penelitian kebudayaan materi adalah menginterpretasi dan merekonstruksi

(37)

Universitas Indonesia kebudayaan meteri dalam konteks kebudayaan serta untuk mengintegrasikan hasil penelitian secara menyeluruh.

Curatorial knowledge, however, is much more than knowledge about artefact, it is an aspect of museum knowledge, part of museum culture, within which curator define , maintain, extend their roles. This is not said cynically. Curators must know their collection, and must interpret them to outsiders, be the latter other scholar or a non scholastic public. The measure of curatorial productifity, there for is one of ideas, expressed as text of one from on another. thus we find another paradox , artefact are , in the context of their parent culture, indegenous instrument of production (whether they produce material things, ides or both is here irrelevant) one they are transferred to museums, however, they become some of the instrument of production which curators use to demonstrate their professional roles and to delineate their productive relations within museums. The ideas curators produce are expressions of museum ideology, and collectively are an aspect of their relations of production. (Furst: 1991;75)

Pengetahuan seorang kurator museum tentunya memiliki pemahaman tentang artefak, dan menginterpretasikanya untuk disampaikan kepada masyarakat sebagai bentuk tanggung jawab atas pekerjaan sebagai kurator. Furst memberikan kerangka kerja bagi kurator dalam melakukan proses kurasi sebuah koleksi didalam museum. Konsep helix pada prinsipnya memiliki cara kerja seperti konsep musiality.

Bagan 2.3

Gambar 2.3. menjelaskan proses penelitian koleksi yang dilakukan untuk koleksi yang sudah berada atau menjadi koleksi museum. Koleksi sudah memiliki

(38)

Universitas Indonesia label, Furst menyebutnya dengan istilah object in context. Untuk melakukan penelitian lanjutan koleksi tersebut mengalami decontextualized, hal ini kurator lakukan untuk dilakukan analisis lanjutan yang disebut analisa komparatif. Analisis komparatif dilakukan yaitu membandingkan data penelitian satu dengan yang lain yang sifatnya sebanding. Membandingkan data dalam museological context adalah data yang berupa makna koleksi.

Analisis perbandingan makna tersebut akan digunakan untuk menginterpretasikan ulang atau mendapatkan pemaknaan baru terhadap koleksi yang disesuaikan dengan visi dan misi museum. Analisis komparatif Furst Method ini akan digunakan dalam penelitian koleksi cenderamata para kepala negara dan pemerintahan. Sementara itu untuk koleksi penghargaan dari PBB tidak dapat analisis yang dilakukan tidak menggunakan comparative analisys, hal tersebut dikarenakan koleksi penghargaan yang diberikan oleh PBB merupakan penghargaan yang pertama kali diberikan. Maka dari itu rekontekstualisasi makna yang dapat dilakukan adalah menciptakan makna baru melalui teori interpretasi.

Pemahaman penelitian koleksi menurut Direktorat Permuseuman dalam “Pedoman Tata Pameran Di Museum”. Peranan penelitian koleksi museum yang dilakukan kurator yang sangat penting, hal itu penting dilakukan untuk mendapatkan data informasi cukup tersedia yang akan dikomunikasikan dengan pengunjung melalui sebuah pameran. Beberapa acuan dasar yang dibuat oleh Direktorat Permuseuman adalah sebagai berikut;

1. Adanya permasalahan yang menjadikan koleksi sebagai data utama, bukan data sekunder.

2. Adanya penelitian secara fisik terhadap koleksi; berupa pengukuran, penggambaran, pemotretan secara langsung terhadap koleksi, bukan melalui foto. 3. Adanya pemecahan masalah yang berkenaan dengan penelitian koleksi,

4. Hasil penelitian dapat memberikan penjelasan yang lebih luas pada koleksi yang diteliti secara mandiri hasilnya harus tajam dan mendalam.

5. Hasil penelitian dapat memberikan penjelasan secara lebih luas dalam konteks ilmu pengetahuan. Hasil penelitian dapat memberikan masukan yang lebih luas pada wawasan ilmu pengetahuan.

6. Hasil penelitian terhadap koleksi juga dapat menghasilkan suatu dukungan terhadap suatu teori yang sudah umum, misalnya tentang difusi, akulturasi dan lokal jenius.

(39)

Universitas Indonesia 7. Hasil penelitian diharapkan adanya manfaat dalam konteks kemasa kinian atau

masa yang akan datang bila dilakukan penelitian terhadap koleksi. Sejalan dengan pandangan bahwa museum harus berperan dalam masyarakat masa kini dan mempu mengikuti perkembangan zaman, maka hasil penelitian pun mengandung bagian yang dapat disumbangkan pada zaman sekarang.

Penelitian koleksi memiliki alur yang terbagi menjadi tiga jenis penelitian yaitu; 1. Penelitian terhadap koleksi sepenuhnya bertujuan untuk memberikan penjelasan

tentang riwayat koleksi sendiri.

2. Penelitian terhadap koleksi bertujuan untuk menguraikan peranan suatu koleksi yang lebih luas dalam kerangka sejarah (kesenian, politik, masyarakat ekonomi dll).

3. Penelitian koleksi dengan tujuan hanya sebagai data pendukung dari suatu kajian peristiwa sejarah yang pernah terjadi.

Rumusan penelitian koleksi yang dibuat oleh Direktorat Permuseuman berisi tentang tujuh acuan dasar penelitan serta tiga alur jenis penelitian, yang dapat mendukung dalam proses penelitian dalam tesis ini adalah poin ke 7 dan pada poin 2. Poin yang dimaksud adalah; Penelitian koleksi memiliki manfaat dalam konteks kekinian atau masa yang akan serta penelitian koleksi bertujuan menguraikan peranan suatu koleksi yang lebih luas dalam kerangka sejarah (kesenian, politik, masyarakat ekonomi dan lain-lain).

2.4 Peran Museum Sebagai Lembaga Pendidikan

Pada awalnya sejarah museum memiliki konsentrasi pada koleksi, koleksi menjadi bagian yang terpenting. Karena itu museum disebut sebagai ‘cabinet of curiousties’ (almari keingintahuan). Perubahan terjadi pada fase berikutnya, museum menjadi lembaga yang semakin terbuka bagi masyarakat. ICOM telah merumuskan beberapa tugas yang manjadi dasar pijakan sebuah museum. Kebijakan yang berupa tugas dan tujuan yang sudah ditetapkan ICOM dijadikan sebagai tugas minimal yang harus dilakukan oleh museum. Semestinya museum dalam konteks kekinian lebih mengutamakan pada tujuan yang berupa misi dan visi sebuah lembaga museum didirikan (Tanudirjo, :1). Lebih lanjut dikatakan bahwa komitmen lembaga museum pada visi dan misi pendiriannya dalam pengelolaannya akan lebih terpusat pada pelayanan masyarakat.

(40)

Universitas Indonesia Untuk menuju pada pelayanan pengunjung Tanudirjo dalam makalah “Menuju Museum Yang Peduli Pegunjung” menyampaikan tiga hal yang harus dilakukan bagi lembaga museum;

1. Mengubah paradikma dari ‘cabinet of curiousities’ menjadi museum yang memiliki beragam fungsi.

2. Pengelolaan museum dengan manajemen model “strategic management for visitor oriented museum”

3. Menata ulang konsep tata pamer yang mempedulikan pengunjung.

Menurut Hein (1995:23) dalam Learning in the Museum, penyajian pameran yang menunjang museum berperan sebagai institusi pendidikan dibagi menjadi empat macam atau empat model pendekatan dalam penyajian pameran museum.

Gambar 2.4

Teori Pendidikan (Sumber: Hein, 1998: 25) 2.3.1 Model Didaktik Ekspositori

Model pendidikan didaktik eskpositori merupakan representasi pembelajaran tradisional di sekolah. Sekolah pada umumnya melakukan pembelajaran didasarkan pada struktur subjek, dan guru menyampaikan informasi kepada siswa tahap demi tahap. Guru menyusun pelajaran, didasarkan pada struktur subjek kemudian mengajarkannya pada murid (Hein, 1998: 25-26).

(41)

Universitas Indonesia Menurut Hein pendidikan didaktik ekspositori, maka bentuk aplikasi belajar di museum disusun berdasarkan bebarpa karakteristik sebagai berikuti :

1. Pameran merupakan sebuah percontohan, memiliki kronologis yang jelas.

2. Lebel dan panel merupakan komponen menjelaskan apa yang harus dipelajari dari pameran;

3. Subjek ditata secara hirarkis mulai dari yang simpel hingga yang kompleks; 4. Pameran disusun berdasarkan subjek dari yang sederhana hingga yang kompleks; 5. Isi yang dipelajari dari program pendidikan mempunyai tujuan pembelajaran yang

spesifik (Hein, 1998: 27-28).

Dalam pendekatan didaktik ekspositori konsep penyajian objek di museum ditata secara statis. Penyajian yang statis mengakibatkan pengunjung harus mengandalkan penglihatannya saja untuk berinteraksi dengan koleksi.

2.3.2 Model Stimulus Respon

Pameran dengan pendekatan Stimulus Respon disajikan secara berulang-ulang agar dapat menstimulus pengunjung. Pameran dengan pendekatan tersebut berisi propaganda yang tujuannya adalah untuk indoktrinasi. Stimulus respon lebih banyak membahas tentang kemajuan pembelajaran di sekolah yang diukur dengan menggunakan tes tertulis atau hafalan dari siswa yang belajar. Landasan pemikiran teori ini adalah bahwa siswa atau pengunjung museum berada dalam posisi pasif dalam menerima dan menyerap informasi. Menurut Hein karakteristik tersebut adalah;

1. Labeling dan panel menjelaskan apa yang akan dipelajari dari pameran; 2. Pameran menjadi percontohan, dimana di bagian awal dan akhirnya jelas,

dan disusun berdasarkan tujuan padagogi (Hein, 1998: 29).

2.3.3 Model Diskoveri

Belajar diskoveri merupakan cara yang sangat efektif untuk diajarkan kepada pembelajar yang ingin belajar prinsip-prisip ilmu pengetahuan dengan mengobservasinya langsung objek atau fenomena yang akan dipelajari. Pengunjung dapat mengeksplorasi pameran. Pameran model ini diharapkan pengujung dapat menarik kesimpulan yang benar, oleh karena itu peranan panduan atau informasi yang jelas akan membantu penyampaian pesan yang diinginkan.

2.3.4 Model Pameran Constructivist

Pameran dengan pendekatan constructivist pada dasarnya adalah memberi keleluasaan pengunjung dalam membangun pengetahuannya sendiri. Interpretasi yang

Gambar

Gambar 2.1 Basic Function
Gambar 2.3. menjelaskan proses penelitian koleksi yang dilakukan untuk  koleksi yang sudah berada atau menjadi koleksi museum
Foto 3.2 Konsep bangunan museum dengan mempertimbangkan aspek lingkungan  (Sumber: MPBP, 2010)
Tabel 3.1 Jumlah Koleksi Berdasarkan Klasifikasi Tahun 2010  Data Koleksi Sesuai Golongan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tulokset osoittivat, että äidin ollessa kasvatustyyliltään matalasti salliva ja isän osallistuessa vauvan nukkumaanmenovalmisteluihin ja yöaikaiseen rauhoitteluun

Buta warna juga dapat diartikan sebagai suatu kelainan penglihatan yang disebabkan ketidakmampuan sel-sel kerucut (cone cell) pada retina mata untuk menangkap suatu spektrum

Oleh karena itu, pengujian analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi logistik multinomial, yaitu sebuah analisis regresi untuk

10 Oleh karena itu, kepatuhan pengobatan masal lebih banyak ditemukan pada responden yang memiliki pengetahuan tentang filariasis dan POMP filariasis yang

PEN< N<EL ELEN EN;; ;;AR ARAA AAN N PE PEDO DOMA MAN N PE PEN< N<E ELE LEN; N;;A ;ARA RAAN AN PELA<ANAN. PELA<ANAN INTENSIVE CARE INTENSIVE CARE UNIT UNIT

Jadi Total Nilai Serapan Karbon yang tersimpan dalam Hutan Lindung Sungai Wain adalah sebesar Rp.. Pada HLSW yang menjadi nilai

Rata-rata lama menginap tamu (RLMT) Asing dan Indonesia pada hotel berbintang di Sumatera Barat bulan Desember 2016 adalah selama 1,51 hari, meningkat 0,08 hari

Bintang Lima Citra Cemerlang tersedia Dokumen V-Legal untuk produk yang wajib dilengkapi dengan Dokumen V-Legal, dan telah sesuai dengan dokumen PEB dan dokumen