• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM RESTOCKING BENIH KEPITING (PORTUNUS TRITUBERCULATUS) DI JEPANG. Oleh. Sri Juwana 1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROGRAM RESTOCKING BENIH KEPITING (PORTUNUS TRITUBERCULATUS) DI JEPANG. Oleh. Sri Juwana 1)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Oseana, Volume XIX, Nomor 2 : 1 - 8 I S S N 0 2 1 6 - 1 8 7 7

PROGRAM RESTOCKING BENIH KEPITING

(PORTUNUS TRITUBERCULATUS)

DI JEPANG Oleh Sri Juwana 1)

ABSTRACT

CRAB SEED RESTOCKING PROGRAMME IN JAPAN. As one of the cornerstones of the Japanese Fisheries Restocking Programme, production and liberation of post-larval Portunus trituberculatus have been increasing year by year. The programme began in 1971 with small-scale releases; it then proceeded to comparative trials in open and closed bays in 1974 to 1976 and to large-scale restocking in 1977 to 1979. The first attempts at restocking began with direct release of the megalopal stage. As understanding of post-larval ecology increased, it was realised that the juvenile crab stages have a much better chance of survival, especially if they are reared until the bentic habitat is fully developed. This led to the research for the most effecttive method of intermediate culture. Although restocking has apparently added to the commercial catches in some places, estimates of recovery rates are still very approximate and cannot possibly take into account all factors affecting the restocked crabs. Restocking is expected to become more economically feasible with rising market prices and continuing technical improvements to lower production costs and increase survival.

PENDAHULUAN

Di Jepang, Portunus trituberculatus disebut juga "gazami" merupakan jenis kepiting portunid yang produksi benihnya telah dapat dilakukan di hatchery dan digunakan untuk program restocking (JUWANA 1992). Jenis kepiting ini juga ditemukan di perairan China, Taiwan dan Korea (COWAN 1984).

Menurut COWAN (1984) Hiroshima Fishery Experimental Station mempunyai dokumentasi yang baik diantara program percobaan restocking yang telah dilaksanakan mulai tahun 1971 dengan penebaran skala kecil. Kemudian ada percobaan perbandingan dilakukan di teluk terbuka dan tertutup dalam tahun 1974 - 1976; dan skala besar dilaksanakan pada tahun 1977 - 1979.

(2)

Pada tahun 1978 sekitar 10 juta benih kepiting ini, pada tingkat perkembangan Crab I, diproduksi oleh 10 prefecture di Jepang. Sejumlah 7,9 juta telah ditebar langsung atau setelah melalui proses pendederan sampai Crab III/Crab IV pada 47 tempat di daerah "Seto Inland Sea" dan tempat lain di pantai laut Jepang, pantai Kyushu bagian barat dan pantai Pasifik. Pada tahun tersebut JASFA-TAMANO CENTRE telah dapat menyediakan benih untuk 7 (tujuh) prefecture, ditambah dengan hasil dari 2 (dua) prefecture hatchery; 6 (enam) prefecture Fishing Experimental Stations; dan 1 (satu) fishing Cooperative. Kebanyakan restocking dilaksanakan oleh Fishery Experimental Stations dan Fishery Cooperative dengan petunjuk staf hatchery.

Pada awal percobaan ini, kebanyakan prefecture mempunyai hasrat yang sangat tinggi untuk ikut serta dalam program restocking, bahkan banyak proyek penebaran dilakukan sebelum survey untuk mempelajari ekologinya dan keperluan penebaran itu dilakukan. Survey pendahuluan yang dilakukan oleh Hiroshima Fishery Experimental Station telah mencatat sifat-sifat khas secara physis daerah penebaran, seperti misalnya :

( 1) Kedalaman dan bentuk dasar laut; ( 2) komposisi substrat; ( 3) curah hujan dan kekeringan; ( 4) gelombang dan salinitas air; ( S) gelombang dan arus; ( 6) sifat-sifat biologi; ( 7) komposisi fauna; ( 8) area dan musim kawin untuk kepiting; ( 9) distribusi burayak dan juvenil;

(10) informasi statistik hasil penangkapan kepiting;

(11) musim dan area penangkapan; (12) CPUE (catch per unit effort); dan (13) perkiraan sumber kepiting saat tersebut.

Usaha pertama untuk restocking dimulai dengan penebaran langsung tingkat Megalopa. Dengan meningkatnya pengetahuan tentang ekologi pasca-burayak, disadari bahwa tingkat Crab mempunyai kesempatan hidup lebih baik, terutama apabilamereka dipelihara sampai sifat bentuknya benar-benar berkembang. Hal ini merupakan topik penelitian dalam mengembangkan methode yang paling efektif untuk .pendederan (intermediate culture) sebelum ditebarkan kembali ke alam.

Penebaran langsung tetap dimungkin-kan di lokasi-lokasi tertentu dengan lingkungan yang cocok, seperti Hiroshima. Telah ditentukan bahwa Crab I hampir tak bersifat bentik. Di alam, Crab I tinggal selama 7 -1 0 hari pada permukaan laut, menempel di rumput laut (seaweed) dan lamun (seagrass), terutama pada jenis Zoster a sp. (eelgrass) yang terbesar di Seto Inland Sea dan waktu kelimpahannya bertepatan dengan kemunculan juvenil crab.

Rata-rata, satu juvenil crab dapat ditemukan pada 0,5 - 2,0 kg lamun Zostrea (HIROSHIMA PREF. dalam COWAN 1984). Kemampuan bersembunyi di dasar berkembang pada tingkat Crab II, mulai dari tingkat ini juvenil crab menetap di zone pasang surut segera setelah ditebarkan. Pada tingkat Crab III atau Crab IV (9 - 20 mm lebar karapas) crab tinggal di "tidal-pool" dan dapat bertoleransi dengan pergerakan air yang tidak terlalu deras, meskipun mereka terkena hujan lebat. Dari Crab V - Crab VIII (25 - 50 mm), Crab bergerak aktif di zona pasang surut, dari Crab VIII - Crab XII (50 - 130 mm) ditemukan di kedalaman 5 m atau lebih. Pada ukuran lebar karapas 10 cm, mereka mulai bermigrasi ke laut lepas untuk menghindari musim dingin (SEIBU REGION dalam COWAN 1984).

(3)

Di Seto Inland Sea, musim memijah pada umumnya mulai dari akhir April atau permulaan Mei sampai akhir Agustus dengan puncaknya dalam bulan Juni dan Juli. Juvenil crab dari alam bebas (tingkat Crab II ke atas) mulai nampak di dekat pantai dalam bulan Juli dan tinggal di zona pasang surut untuk kira-kira satu bulan. Menjelang September, kepiting muda bergerak menuju laut lepas, dimana mereka pertama dapat ditangkap dengan "gill net" dan "set net" dan kemudian dengan trawl. Sampai bulan Agustus -September penangkapan terutama berisi kepiting besar (± 15 cm), kepiting bertelur pada tahun berikutnya. Sejak itu, kepiting pada tahun I merupakan kelompok dominan yang berukuran 10 cm.

METODE PENEBARAN PENEBARAN LANGSUNG

Pada penebaran langsung, benih kepiting tingkat Crab I biasanya disiphon melalui selang besar dari tangki pengangkutan ke ember-ember. Ember-ember berisi benih tersebut kemudian diangkut dengan perahu menjauhi pantai beberapa ratus meter, kemudian isi ember dituang ke laut.

Menurut pengamatan HIROSHIMA PREFECTURE (INOKO et al dalam COWAN 1984) 5 % dari Crab I yang ditebar di teluk kecil lulus-hidup dan menetap di pantai setelah 10 hari, kelulus-hidupan setelah 30 hari adalah 3,5 %. Di Teluk terbuka, kelulus-hidupan kurang dapat ditentukan, hanya 0,5 % Crab I yang ditebarkan ditemukan di zona pantai setelah 16 hari (MAFF dan JASFA dalam COWAN 1984). Hampir semua penelitian dari tempat penebaran menunjukkan hal ini disebabkan oleh kehidupan benih Crab I yang bersifat pasif dispersal dan oleh pemangsaan predator.

Sehingga disimpulkan bahwa area penebaran langsung idealnya harus:

(1)diberi tempat berlindung; (2)sedikit miring;

(3)berdasar pasir lumpuran;

(4)merupakan padang lamun dan tidak berarus kuat.

Pada kondisi yang kurang ideal, penebaran langsung sedikit demi sedikit diganti dengan pendederan dan penebaran ketempat perlindungan buatan.

PENDEDERAN

Percobaan metode pendederan dapat dibagi ke dalam 3 kategori yaitu:

(1)fasilitas tertutup di pantai (onshore facility);

(2)fasilitas semi tertutup di perairan pantai (semi-closed inshore facility); dan (3)fasilitas terbuka di perairan pantai (open

inshore facility).

Fasilitas tertutup di pantai

Kanvas, tangki semen atau kolam di luar ruangan adalah sistem tertutup memer-lukan pertukaran air, perlindungan-perlin-dungan dan makanan (mysid atau daging kerang). Kepadatan benih Crab I berkisar dari 1000 3000/ton. Kelulushidupan setelah 1 -3 minggu penelitian ke Crab II - Crab IV pada umumnya 20-40% dan mencapai 56% (MAFF & JASFA dan SEIBU REGION) dalam COWAN 1984). Kanibalisme dan pe-nurunan kualitas air adalah penyebab utama mortalitas. Setelah panen, benih kepiting di tebar langsung ke laut.

Fasilitas semi tertutup di perairan pantai Jaring kurung dipasang mendasar di perairan pantai. Ada pergantian air melalui mata jaring, tetapi kepiting tidak dapat keluar

(4)

dan predator tidak dapat masuk. Bentuk yang umum dipakai adalah "kakoi" net. Ini dapat terdiri dari net sederhana dan pagar yang membatasi area seluas 2000m2 atau kurung-kurung yang lebih kecil dengan kerangka metal (100 - 200 m2). Untuk mengurangi kanibalisme diberi serabut "kinran", kepadatan benih diatur 100-500 m2, makanan diberikan. Kelulus-hidupan Crab II - Crab IV adalah 29 - 30 %.

Metode yang lain dalam kategori ini menggunakan karung,berukuran 40 cm x 70 cm dengan mata anyaman 1,5 mm; dibuat dari bahan sintetis (plastik). Karung ini di lkat dengan ranting-ranting pohon dan direndam di laut beberapa hari untuk mendapatkan pengendapan makanan (misalnya amphipoda). Benih kepiting tingkat Crab IV ditebar dengan jumlah 125 - 500/karung, kemudian karung ditempatkan di perairan dangkal. Kelulus-hidupan 18-33 % setelah 2 minggu.

Goba artificial dengan pasang surut seluas 16000 m2 telah dibangun di YAMAGUCHI PREFECTURE untuk pendederan. Pertukaran air melalui pintu yang diberi saringan. Predator disingkirkan, tak ada makanan tambahan. Kelulus-hidupan sampai Crab III - Crab IV 27 % pada tahun 1979 (SEIBU REGION dalam COWAN 1984). Dengan metode tersebut, jaring atau dinding jaring dibuka dan membiarkan juvenile tersebar setelah 1 - 3 minggu.

Fasilitas terbuka di perairan pantai Dalam usaha untuk meniru padang lamun, percobaan dilakukan pada perlindungan buatan disebut "mabushi" dimana serabut kinran atau ranting-ranting mudah dicelupkan dari rakit terapung atau rak-rak. Bangunan ini dikelilingi dengan net

dan membiarkan bagian dasarnya terbuka dan direndam beberapa hari sebelum benih disebarkan. Nampak bahwa ranting pinus (cedar) lebih menarik pengendapan pakan alami daripada nylon kinran. Keeffektifan mabushi dalam meningkatkan kelulus-hidupan sukar ditentukan, karena penebaran langsung, hampir tak mungkin membedakan mortalitas dan kehilangan karena menyebar (dispersion). Meskipun demikian, kelulus-hidupan dan crab yang menetap (setlement) beberapa ratus meter persegi disekeliling area setelah tebar 2 (dua) hari adalah antara 5 - 31 % (MAFF & JASFA dan SEIBU REGION dalam COWAN 1984). Setelah 5 - 7 hari, sampai 25 % Crab masih di area mabushi, tetapi kemudian menyebar dengan cepat.

Kebanyakan hilangnya Crab dari area mabushi diduga migrasi ke zona pantai, asumsi ini diperkuat dengan penemuan kelulus-hidupan 76 % setelah 2 hari di FUKUOKA prefecture. Untuk mengurangi kehilangan karena penyebaran, pagar jaring rendah (40 cm) dipasang tegak di dasar laut, berjarak 1 m diluar mabushi. Crab yang hidup di mabushi ada 30 %, di dalam pagar 60 % dan di luar pagar ditemukan 10 % (MAFF & JASFA dalam COWAN 1984).

Benih Crab I juga telah dicoba ditebarkan area pasang surut buatan. Metode ini mula-mula digunakan untuk restocking udang dan dirancang untuk mengurangi mortalitas tinggi yang disebabkan pemangsaan oleh predator (KURATA and SHIGUENO 1976). Meskipun perlindungan (shelter) dan makanan telah diberikan di area ini, penebaran benih Crab I hanya menghasilkan beberapa persen Crab yang menetap di dasar pasir, Crab I masih terpengaruh arus kuat dan pemangsaan oleh ikan pada waktu air laut pasang. Tak ada peningkatan karena restocking pada perairan

(5)

diamati. Bermacam-macam struktur lain, seperti kurung-kurung berisi kinran didaerah intertidal dan keranjang kultur oyster digantung dengan kinran, telah dicoba untuk sistim pendederan, tetapi tidak berhasil.

Pada umumnya kelulus-hidupan yang rendah disebabkan oleh makanan yang tak cukup, arus yang sangat kuat terutama dekat mulut sungai, ombak, hujan lebat segera setelah penebaran, kejadian red tide, muatan rakit dan serabut kinran terlalu lebat.

Dari percobaan tersebut nampak bahwa fasilitas jaring kurung dan fasilitas terbuka di perairan pantai mempunyai kelulus-hidupan yang baik. Nampak, sistim mabushi terbuka merupakan pengembangan restocking secara langsung. Tetapi, pertimbangan fenomena yaitu: kontruksi dan tanah; tenaga untuk mengelola air bersih, pemberian makanan dan panenan, akan terus menerus menstimulasi penelitian untuk mencari sistim penelitian pendederan yang effektif dan membutuhkan management nasional.

HASIL PENEBARAN CRAB Setelah IS tahun program ini dimulai masih terdapat kesukaran untuk memperkira-kan kontribusi restocking terhadap penang-kapan kepiting komersial. Hal ini terjadi karena tak mudah membedakan populasi di alam dengan populasi hasil tebar atau "Hatch-ery recruitment", meskipun berbagai cara telah dilakukan sebagai berikut:

MENANGKAP KEMBALI KEPITING YANG DITANDAI

(MARK-RECAPTURE STUDIES) "Tagging" tidak berguna, sebab tidak ada tag yang cocok untuk juvenile crab yang

kecil. Pengecatan pada karapas kepiting yang berukuran lebih besar (lebar karapas kepiting yang berukuran lebih besar (lebar karapas 9 - 20 cm) juga tak dapat diterapkan karena karapas akan ditanggalkan pada peristiwa molting. Sedangkan menghilangkan kaki renang dan tag dekat basal kaki, nampak mengganggu gerak renang; pencarian makan dan aktivitas molting.

TAKEDA dan HIRATA (dalam COWAN 1984) kemudian menemukan cara tagging yang nampak tidak menyebabkan rasa sakit. Yaitu kepala panah dan jangkar tag ditempatkan pada permukaan atas karapas dekat bagian tepi atau dalam segmen sternum VII dan tetap ada sampai pergantian karapas ("ecdysis") terakhir. Dalam 2 (dua) tahun TAKEDA dan HIRATA ( dalam COWAN 1984) menemukan 1,6 - 6,3 % (rata-rata 3,2 %) Crab yang telah ditandai dan dilepaskan di perairan dekat Hiroshima prefecture. Laporan dari SEIBU REGION (dalam COWAN 1984) dengan cara tersebut juga menunjukkan nilai penangkapan kembali 1,6 - 6,3 % (rata-rata 3,2 %) kepiting dari laut Seto Inland bagian barat. Tetapi data ini tidak dapat untuk memperkirakan nilai pemulihan ("recovery rate") dari hasil tebar benih. Metode untuk mengenali kembali h a s i l p en eb ar an b e n i h P o r tu n u s trituberculatus secara langsung sampai sekarang tidak ada. Meskipun sekarang ada microwire tag yang berukuran panjang 2,1 mm dengan diameter 0,36 mm, tag ini mengandung magnit sehingga dapat dide-teksi dengan detector, ukuran terkecil kepiting yang telah dicoba menggunakan tag ini adalah 29 mm (FITZ and WIEGERT 1991). Oleh karena itu digunakan metode tak langsung berikut ini untuk menentukan recovery rate.

(6)

ANALISIS FREKWENSI DISTRIBUSI UKURAN

Di TAMANO HATCHERY, untuk penyediaan benih induk dilangkap di awal musim memijah (Maret - April) dan dipelihara pada suhu yang ditinggikan untuk memacu perkembangan telur. Buiayak juga dipelihara pada suhu air yang ditingkatkan dan juvenil crab dapat dihasilkan secepatnya pada pertengahan Mei.

Sebaliknya Crab II dari alam tidak nampak di dekat pantai sampai bulan Juli. Restocking yang lebih awal menghasilkan ukuran yang berbeda antara hasil recruitment dari hatchery dan alam, yang dinyatakan dapat dilihat sampai ukuran IS cm (SEIBU REGION dalam COWAN 1984).

Crab yang ditangkap dari hasil tebar di perairan kanal yang dangkal dekat TAJIMA, HIROSHIMA PREFECTURE, pada bulan Juli berukuran 7 - 1 1 cm. Sedangkan Crab yang ditangkap pada bulan Agustus dari perairan yang tidak mendapat penebaran benih hasil hatchery, yaitu sejauh 12 km dari teluk hanya berukuran S cm. Bahkan sampai akhir Oktober, ketika ukuran Crab di kanal telah mencapai 18 cm, ukuran ini masih tetap lebih besar dari ukuran Crab yang dtangkap dimana saja (MAFF and JASFA dalam COWAN 1984).

Tetapi, kesulitan dalam membedakan Crab hasil tebar dengan Crab dari alam di laporkan di SAGA PREFECTURE (MAFF and JASFA dalam COWAN 1984). Hal ini disebabkan pembenihan tidak dilakukan sampai pertengahan Juni dan akhir Juli. Menurut TAKEDA (1981) bahwa suhu musim panas menyebabkan perbedaan ukuran lenyap sebelum bulan September. Peningkatan dalam frekwensi molting berarti mempercepat pertumbuhan, berkombinasi dengan variasi

dalam nilai kecepatan tumbuh dan periode molting yang memanjang secara alami pada tingkat-tingkat berikutnya, dapat berarti recruitment dari alam (memiliki ukuran dan tingkat molting yang sama seperti Crab hasil tebar benih hatchery) juga tertangkap selama musim penangkapan.

Meskipun.demikian, dinyatakan bahwa apabila perikanan yang terbatas pada area tertentu, musim dan methode maka komposisi ukuran dari hasil tangkapan dapat digunakan untuk memperkirakan kontribusi terhadap perikanan dan nilai pemulihan dari hasil tebar benih, seperti ditunjukkan pada Tabel 1. PERUBAHAN PADA TOTAL HASIL TANGKAP

Pengaruh restocking secara teoritis harusnya lebih mudah diamati ditempat dimana "crab fishery" tidak nampak pada mulanya. Ada kejadian di perairan Buzen, Fukuoka Prefecture, dimana tidak ada kepiting yang ditangkap sebelum tahun 1978 (MAFF dan JASFA dalam COWAN 1984). Pada tahun 1978, sebanyak 167.000 benih ditebar baik di zona intertidal atau di area mabushi. Kemudian pada tahun 1979 ditebar sebanyak 545.000 benih. Pada tahun 1978, kelulus-hidupan pada awal penangkapan adalah 29 %; kemudian 79 % dari jumlah tersebut di panen, berarti menghasilkan nilai pemulihan 23 % bagi benih yang ditebar. Sedangkan gambaran hasil pada tahun 1979 berturut-turut adalah 26 %, 64 % dan 17 %.

Di banyak area dimana hasil penangkapan kepiting menurun, nampak keeffektifan restocking menunjukkan peningkatan hasil tangkap tahunan. Misalnya di OKAYAMA PREFECTURE, hasil penangkapan menurun sampai 25 ton pada tahun 1965 sampai hampir tidak ada pada

(7)
(8)

Apabila recovery rate hanya mencapai 1,8 %, maka projek restocking tersebut tidak menguntungkan.

Restocking diharapkan dapat menjadi lebih bernilai ekonomis dengan peningkatan harga pasar, dan perkembangan selanjutnya teknik produksi benih untuk meningkatkan kelulus-hidupan tingkat perkembangan burayak (larva) maupun pasca-burayak (Crab I - Crab IV); dan menekan ongkos produksi.

Pada tahun 1993, penulis mendapat kesempatan untuk berkunjung ke JASFA-TAMANO CENTRE, dengan fasilitas bak-bak pemeliharaan yang sama produksi benih kepiting P. trituberculatus mencapai 17 juta Crab I pada tahun 1993. Hal ini tercapai karena teknik pembenihan untuk P. Trituberculatus telah dipahami. Aktivitas pendederan dari Crab I sampai mencapai tingkat benih siap tebar (Crab III - Crab IV) diserahkan ke prefecture-prefecture (komunikasi pribadi).

DAFTAR PUSTAKA

COWAN, L. 1984. Crab Farming in Japan, Taiwan and the Philippines. Queensland Department of Primary Industries. Information Series Q184009: 28 - 41. FTTZ, H. C. and R. G. WIEGERT 1991.

Tagging juvenile blue crabs, Callinectes sapidus, with microwire tags: retention, survival, and growth through multiple molts. Journal of Crustacean Biology II (2): 229 - 235.

JUWANA, S. 1992. Produksi benih kepiting (Portunus trituberculatus) pada bebe-rapa hatchery di Jepang. Oseana XVII (1): 31 - 44.

KURATA, H. and SHIGUENO, K. 1976. Recent progress in the farming of penaeid shrimp. FAO Technical Conference on Aquaculture, Kyoto, Japan R 17 : 24 pp. TAKEDA, K. 1981. Gazami restocking of

Hiuchi Nada and the effect on fishery production. Saibai Giken 10: 51 - 59.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pengertian ini pancasila merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur pemerintahan negara atau dengan kata lain pancasila merupakan suatu dasar

4 = Ada dokumen ketenagaan (makro dan mikro) disertai data yang lengkap dari tiap tenaga keperawatan per unit pelayanan meliputi : biodata, pendidikan,

For movers, we computed the diff erence between the predicted value of hourly earnings in the origin country capital and destination city; for stayers, we com- puted the diff

rfÜ md,lfhd idudkH ck;dj iuÕ tlg ìu ys|f.k is,a iudoka jqK rgla wfma rg' tA ksid u rfÜ ñksiqka is,aj;a jqKd¦ Ndjkd jevqjd' l,HdK ñ;% weiqßka m%{dj ÈhqKq lr .;a;d' uq¿ f,dalfha

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyuluhan kesehatan tentang stunting untuk meningkatkan pengetahuan pasangan usia subur, ibu hamil, dan ibu balita di

Hal ini Menurut beliau bahwa tidak seluruh hutang luar negeri tersebut milik pemerintah akan tetapi hampir sebagian lebih dari hutang luar negeri tersebut milik dari sector swasta,

Sebagian masyarakat Ponorogo masih meyakini bahwa dhadhak merak yang dilapisi dengan kulit macan asli mempunyai tuah khusus yang akan sangat berpengaruh langsung pada para

Spektrofotometri adalah suatu metode analisis yang berdasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombang yang spesifik