5.1. Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar TPA
Hasil survai sosial ekonomi masyarakat dapat memberikan gambaran karakteristik sosial, ekonomi dan demografi masyarakat di sekitar TPA Sampah Bantar Gebang pada waktu penelitian dilakukan. Data persepsi masyarakat ini sangat berguna untuk mengetahui penilaian masyarakat terhadap kualitas lingkungannya.
5.1.1. Responden Masyarakat
Jumlah responden masyarakat sebanyak 80 orang dengan tingkat usia, tingkat pendidikan, lama tinggal, pekerjaan utama dan pekerjaan sambilan, tanggapan responden mengenai jalan lingkungan, jalan masuk, gangguan lingkungan dan jenis gangguan lingkungan dapat dilihat dalam uraian berikut.
Responden masyarakat sebesar 80% berusia 21 sampai 50 tahun, yang merupakan usia produktif. Responden masyarakat didominasi usia 21 sampai 30 tahun sebesar 40%. Data responden masyarakat berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Tingkat usia responden masyarakat
No Umur masyarakat (tahun) Prosentase (%)
1 < 21 11,25 2 21 - 30 40 3 31 - 40 23,75 4 41 - 50 16,25 5 > 50 8,75 Jumlah 100
Tingkat pendidikan responden masyarakat sebesar 68,75% berpendidikan sekolah dasar. Responden masyarakat didominasi tingkat pendidikan tamat Sekolah Dasar sebesar 52,50%. Rincian responden berdasarkan tingkat pendidikan dan lama tinggal dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24. Aspek sosial tingkat pendidikan dan lama tinggal responden masyarakat
No Pendidikan dan lama tinggal Prosentase (%)
1 Tidak tamat SD 16,25 2 Tamat SD 52,5 3 Tamat SLTP 18,75 4 Tamat SLTA 12,5 Jumlah 100 1 1-3 tahun 8,75 2 4-7 tahun 6,25 3 8-11 tahun 1,25 4 > 11 tahun 83,75 Jumlah 100
Tabel 25. Aspek ekonomi pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan responden masyarakat
No Pekerjaan utama Prosentase (%)
1 Buruh 23,75
2 Karyawan 18,75
3 Pemulung 5
4 Pemilik lapak 2,5
5 Ibu rumah tangga 2,5
6 Petani 13,75 7 Pedagang 21,25 8 Sopir/tukang ojek 6,25 9 Tidak menjawab 6,25 Jumlah 100 1 Petani 2,5 2 Pedagang 3,75 3 Sopir/tukang ojek 2,5 4 Buruh 2,5 5 Karyawan 6,25 6 Pemulung 5 7 Tidak ada 77,5 Jumlah 100
Tabel 26. Tanggapan responden masyarakat mengenai jalan lingkungan
No Kondisi jalan lingkungan Prosentase (%)
1 Agak baik 53,75
2 Baik 12,5
3 Sangat Jelek 5
4 Jelek 28,75
Tabel 27. Tanggapan responden masyarakat mengenai jalan masuk
No Kondisi jalan masuk TPA Prosentase (%)
1 Baik 21,25
2 Sangat Jelek 5
3 Jelek 17,5
4 Agak baik 56,25
Jumlah 100
Tabel 28. Tanggapan responden masyarakat mengenai gangguan lingkungan
No Gangguan lingkungan Prosentase (%)
1 Sedikit terganggu 25
2 Tidak terganggu 17,5
3 Sangat terganggu 16,25
4 Cukup terganggu 41,25
Jumlah 100
Memperhatikan tanggapan masyarakat terhadap keberadaan TPA Sampah Bantar Gebang kebanyakan (82.5%) menyatakan terganggu, umumnya (75%) gangguan yang dirasakan adalah masalah bau. Keberadaan TPA Sampah Bantar Gebang cukup mengganggu masyarakat. Prosentase data responden masyarakat mengenai jenis ganggguan lingkungan dapat dilihat pada Tabel 29.
Tabel 29. Tanggapan responden masyarakat mengenai jenis gangguan lingkungan
No Jenis gangguan lingkungan Prosentase (%)
1 Bau menyengat 68,75
2 Rawan keamanan 2,5
3 Kumuh/kotor 3,75
4 Sumur tercemar & bau menyengat 6,25
5 Sumur tercemar & bau menyengat, kumuh/kotor 10
6 Bau menyengat & kumuh/kotor 6,25
7 Sumur tercemar 2,5
Jumlah 100
Secara umum kondisi sosial responden masyarakat berusia produktif, telah bertempat tinggal lama di dekat TPA sebagian besar tinggal diatas 10 tahun, berpendidikan rendah, keberadaan TPA Sampah Bantar Gebang cukup mengganggu masyarakat terutama bau sampah. Pekerjaan responden masyarakat sekitar separuhnya adalah pekerja sebagai buruh dan karyawan. Sebagian responden masyarakat masih ada yang bekerja sebagai petani sekitar 13% dan
sebagai pemulung 5%. Tanggapan responden masyarakat mengenai kondisi jalan lingkungan dan jalan akses TPA cukup baik.
5.1.2. Responden Pemulung
Jumlah responden pemulung dari segi usia 36,51% dalam usia produktif 21 sampai 30 tahun dan 23,81% dalam usia 31 sampai 40 tahun. Separuh pemulung berusia muda dibawah 30 tahun dan sekitar 74% berusia dibawah 40 tahun. Hal ini menunjukkan pekerjaan pemulung pekerjaan berat dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30. Tingkat usia responden pemulung
No Usia pemulung (th) Prosentase (%)
1 < 21 14,29 2 21 - 30 36,51 3 31 - 40 23,81 4 41 - 50 12,7 5 > 50 12,7 Jumlah 100
Tingkat pendidikan pemulung sebanyak 63 orang dengan latar pendidikan tidak tamat SD mencapai 52,38% dan 40% hanya tamat SD. Pendidikan pemulung sebagian besar 93,65% rendah yaitu hanya sampai sekolah dasar yang dapat dilihat pada Tabel 31.
Tabel 31. Tingkat pendidikan responden pemulung
No Pendidikan Prosentase (%) 1 Tidak tamat SD 52,38 2 Tamat SD 41,27 3 Tamat SLTP 4,76 4 Tamat SLTA 1,59 Jumlah 100
Kebanyakan pemulung merupakan pendatang yang berasal dari daerah lain, 44,44% baru menetap 1 sampai 3 tahun di kawasan Bantar Gebang dan 30,16% sudah menetap selama 4 sampai 7 tahun. Sedangkan yang menetap lebih dari 8 tahun sekitar 25,40%. Hal tersebut menunjukkan pekerjaan pemulung merupakan
pekerjaan bersifat jangka menengah dimana sekitar 74 % menjalani profesi selama 1 – 7 tahun lihat Tabel 32.
Tabel 32. Lama tinggal responden pemulung
No Lama Bermukim Prosentase (%)
1 1-3 tahun 44.44
2 4-7 tahun 30.16
3 8-11 tahun 12.7
4 > 11 tahun 12.7
Jumlah 100
Penghasilan rata-rata pemulung antara Rp 500.000 sampai dengan Rp 1.000.000 rupiah perbulan diperoleh oleh 55,56% responden pemulung. Sedangkan penghasilan rata-rata pemulung diatas 1.000.000 rupiah per bulan diperoleh oleh 34,93% responden pemulung. Besaran penghasilan tersebut masih cukup layak untuk mencukupi kebutuhan hidup pemulung secara sederhana, gambaran tingkatan penghasilan dapat dilihat pada Tabel 33.
Tabel 33. Tingkat penghasilan/pendapatan per bulan sebagai pemulung
No Penghasilan Prosentase (%) 1 < 0,5juta 9.52 2 0,5 - 1 juta 55.56 3 2 - 2.5 juta 1.59 4 1 - 1.5 juta 31.75 5 1.5 - 2 juta 1.59 Jumlah 100.00
Sebagian besar responden (93,65%) mengandalkan penghasilan dari pengumpulan sampah sebagai pekerjaan utama dan tidak mempunyai pekerjaan sampingan/sambilan lainnya. Hal menunjukkan kegiatan daur ulang sampah merupakan pekerjaan utama pemulung, dapat dilihat pada Tabel 34.
Tabel 34. Pekerjaan sambilan/sampingan responden pemulung
No Pekerjaan sambilan Prosentase (%)
1 Petani 1.8
2 Pedagang 1.8
3 Buruh 1.8
4 Tidak ada 94.65
Jumlah 100
Sekitar 69% responden pemulung berpendapat bahwa jalan lingkungan sekitar TPA dalam kondisi agak baik atau baik, dan 19,05% responden beranggapan kondisi jalan jelek atau sangat jelek, dapat dilihat pada Tabel 35.
Tabel 35. Tanggapan responden pemulung mengenai jalan lingkungan sekitar TPA
No Kondisi jalan lingkungan Prosentase (%)
1 Agak baik 47,62 2 Baik 22,22 3 Sangat Jelek 1,59 4 Jelek 19,05 5 Tidak Jawab 9,52 Jumlah 100
Tanggapan responden pemulung terhadap kondisi jalan masuk ke TPA sebanyak 34,92% menyatakan baik dan 41,27% agak baik serta sekitar 9,52% kondisi jalan masuk adalah dalam keadaan jelek. Mereka berarti berpandangan jalan masuk TPA sampah sebagian besar berpendapat positif lihat Tabel 36. Tabel 36. Tanggapan responden pemulung mengenai jalan masuk ke TPA
No Kondisi jalan masuk TPA Prosentase (%)
1 Baik 34,92
2 Sangat Jelek 14,29
3 Jelek 9,52
4 Agak baik 41,27
Jumlah 100
Hanya 17,46% responden yang menyatakan tidak ada gangguan lingkungan akibat TPA, selebihnya merasa terganggu, dapat dilihat pada Tabel 45. Dimana 52,38% responden merasakan bau yang busuk, 6,35% merasa lingkungan kumuh/kotor, 11,11% sumur tercemar dan 1,59% rawan keamanan. Hal tersebut menunjukkan lingkungan sekitarnya bagi sebagian besar pemulung tidak nyaman seperti yang terlihat pada Tabel 37 dan Tabel 38.
Tabel 37. Tanggapan responden pemulung mengenai gangguan lingkungan
No Gangguan lingkungan Prosentase (%)
1 Sedikit terganggu 4,76 2 Tidak terganggu 17,46 3 Sangat terganggu 3,17 4 Cukup terganggu 69,84 5 Tidak jawab 4,76 Jumlah 100
Tabel 38. Tanggapan responden pemulung mengenai jenis gangguan lingkungan
No Jenis gangguan lingkungan Prosentase (%)
1 Bau menyengat & kumuh/kotor 6,35
2 Bau menyengat & kumuh/kotor & rawan keamanan 3,17
3 Kumuh/kotor 9,52
4 Sumur tercemar & kumuh/kotor 1,59
5 Sumur tercemar & bau menyengat, kumuh/kotor 11,11
6 Sumur tercemar, Bau menyengat & kumuh/kotor &
rawan keamanan 1,59
7 Bau menyengat 52,38
8 Tidak jawab 14,29
Jumlah 100,00
Secara umum kondisi sosial responden pemulung berusia produktif, dimana sekitar 70% berusia dibawah 40 tahun, berpendidikan rendah yaitu 90% pendidikan sekolah dasar, sekitar 44% bekerja sebagai pemulung di bawah 3 tahun. Hampir seluruh responden pemulung (93,65%) mengandalkan penghasilan dari pengumpulan sampah sebagai pekerjaan utama dan tidak mempunyai pekerjaan sampingan/sambilan lainnya. Penghasilan responden pemulung sebagian besar 86% antara Rp 500.000,- sampai Rp 1.500.000,- masih cukup layak untuk mencukupi kebutuhan hidup pemulung secara sederhana Tanggapan terhadap kondisi lingkungan menurut responden keberadaan TPA Sampah Bantar Gebang cukup mengganggu pemulung terutama bau sampah. Tanggapan responden mengenai kondisi jalan lingkungan dan jalan akses TPA baik.
5.1.3. Responden Pemilik Lapak
Jumlah responden pemilik lapak sebanyak 20 orang dengan usia responden yang berusia lebih dari 50 tahun mencapai 20%, antara 41 sampai 50 tahun mencapai 30% responden, 30% responden berumur 31 sampai 40 tahun dan 20% responden berumur 21 sampai 30 tahun, berarti 80% usia produktif lihat Tabel 39. Tabel 39. Tingkat usia responden pemilik lapak
No Usia pemilik lapak (th) Prosentase (%)
1 21 - 30 20
2 31 - 40 30
3 41 - 50 30
4 > 50 20
Tingkat pendidikan responden cukup rendah terdiri dari 10% tamat SLTA, 15% tamat SLTP, 55 % tamat dan tidak tamat SD, lihat pada Tabel 40.
Tabel 40. Tingkat pendidikan responden pemilik lapak
No Pendidikan Prosentase (%) 1 Tidak tamat SD 15 2 Tamat SD 40 3 Tamat SLTP 15 4 Tidak tamat SLTP 10 5 Tamat SLTA 10
6 Tidak tamat SLTA 5
7 Tidak jawab 5
Jumlah 100
Responden pemilik lapak rata-rata yang sudah lama menetap di sekitar TPA sampah yaitu lama menetap lebih dari 8 tahun mencapai 80%, sedangkan yang kurang dari 8 tahun mencapai 20%, dapat di lihat pada Tabel 41.
Tabel 41. Lama menetap/berusaha responden pemilik lapak
No Lama Bermukim Prosentase (%)
1 1-3 tahun 15
2 4-7 tahun 5
3 8-11 tahun 25
4 > 11 tahun 55
Jumlah 100
Penghasilan rata-rata pemilik lapak antara Rp 500.000 sampai dengan Rp 1.000.000 rupiah perbulan diperoleh oleh 25% responden pemilik lapak. Sedangkan penghasilan rata-rata pemilik lapak diatas Rp 3.000.000 rupiah perbulan diperoleh oleh 5% responden pemilik lapak. Selain itu 20% responden berpenghasilan antara Rp 1.000.000 sampai dengan Rp 2.000.000, 5% responden berpenghasilan antara Rp 2.000.000 sampai dengan Rp 2.500.000, dan 20% responden berpenghasilan antara Rp 2.500.000 sampai dengan Rp 3.000.000. Ini menunjukkan bahwa 80% responden pemilik lapak mempunyai penghasilan lebih dari Rp 1.000.000 perbulan dari hasil usaha lapaknya dapat dilihat pada Tabel 42.
Tabel 42. Tingkat penghasilan/pendapatan per bulan sebagai pemilik lapak
No Penghasilan (Rp/bulan) Prosentase (%)
1 < 500 ribu 5 2 500 - 1 juta 25 3 1 - 1.5 juta 20 4 1.5 - 2 juta 20 5 2 - 2.5 juta 5 6 2.5 - 3 juta 20 7 > 3 juta 5 Jumlah 100
Dari hasil analisa data lapangan dan wawancara dengan responden pemilik lapak, tanggapan mengenai kondisi sarana dan prasarana jalan lingkungan di lokasi TPA, 55% responden memberikan tanggapan yang baik atau agak baik mengenai kondisi sarana dan prasarana jalan lingkungan di lokasi TPA dan 35% responden memberikan tanggapan agak baik mengenai kondisi sarana dan prasarana jalan masuk ke lokasi TPA. Tanggapan responden pemilik lapak mengenai kondisi sarana dan prasarana jalan dapat dilihat pada Tabel 43.
Tabel 43. Tanggapan responden pemilik lapak mengenai kondisi sarana dan prasarana jalan lingkungan ke lokasi TPA
No Kondisi jalan lingkungan Prosentase (%)
1 Agak baik 35 2 Baik 20 3 Jelek 25 4 Sangat Jelek 5 5 Tidak Jawab 15 Jumlah 100
Masalah lingkungan mendapat perhatian dari responden pemilik lapak, sebanyak 42,11% merasakan adanya gangguan lingkungan dengan adanya TPA Sampah Bantar Gebang, namun sebagian besar 57,89 % merasa tidak terganggu karena merupakan tempat responden mencari nafkah dapat dilihat pada Tabel 44. Tabel 44. Tanggapan responden pemilik lapak mengenai adanya gangguan
lingkungan dengan adanya TPA Sampah Bantar Gebang
No Gangguan lingkungan Prosentase (%)
1 Tidak terganggu 57,89
2 Sedikit terganggu 26,32
3 Cukup terganggu 10,53
4 Sangat terganggu 5,26
Adanya bau yang busuk dirasakan oleh 64,29% responden. Sebagian besar pemilik lapak menyadari lingkungan kerjanya tidak nyaman. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 45.
Tabel 45. Tanggapan responden pemilik lapak mengenai jenis gangguan lingkungan dengan adanya TPA Sampah Bantar Gebang.
No Jenis gangguan lingkungan Prosentase (%)
1 Bau menyengat 64,29
2 Rawan keamanan 7,14
3 Kumuh/kotor 7,14
4 Sumur tercemar 21,43
Jumlah 100
Secara umum kondisi sosial responden pemilik lapak 80% berusia produktif, dimana sekitar 70% berusia di atas 30 tahun, yang berpendidikan rendah yaitu pendidikan sekolah dasar sekitar 37%, dan sekitar 80% bekerja sebagai pemilik lapak di atas 8 tahun. Responden pemilik lapak sekitar 50% berpenghasilan di atas Rp 1.500.000,-. Tanggapan terhadap kondisi lingkungan menurut responden keberadaan TPA Sampah Bantar Gebang cukup mengganggu pemilik lapak terutama bau sampah sekitar 64%. Tanggapan responden mengenai kondisi jalan lingkungan dan jalan akses TPA cukup baik.
5.1.4. Responden Bandar
Usia responden terdiri dari 25% berusia 31 s/d 40% dan 75% berusia antara 41 s/d 50 tahun, dapat dilihat pada Tabel 46.
Tabel 46. Tingkat usia responden bandar
No Usia Bandar (th) Prosentase (%)
1 31 - 40 25
2 41 - 50 75
Jumlah 100
Responden pemilik bandar sebanyak 8 orang dengan pendidikan Tamat SLTP ke atas sebanyak 50%, sedangkan sisanya tidak tamat SD 12,5%, tamat SD 25%, tidak tamat SLTP 12,5%. Hal tersebut menunjukkan tingkat pendidikan para responden pemilik bandar cukup menunjang pekerjaannya dapat dilihat pada Tabel 47.
Tabel 47. Tingkat pendidikan responden bandar No Pendidikan Prosentase (%) 1 Tidak tamat SD 12,5 2 Tamat SD 25 3 Tidak tamat SLTP 12,5 4 Tamat SLTP 37,5 5 Tamat SLTA 12,5 Jumlah 100
Responden pemilik lapak yang sudah lama menetap atau berusaha di sekitar TPA lebih dari 11 tahun mencapai 87,50%, sedangkan yang kurang dari 11 tahun mencapai 12,50%, dapat di lihat pada Tabel 48.
Tabel 48. Lama menetap/berusaha responden bandar
No Lama Bermukim Prosentase (%)
1 8-11 tahun 12,5
2 > 11 tahun 87,5
Jumlah 100
Penghasilan rata-rata bandar antara Rp 500.000 sampai dengan Rp 3.000.000 rupiah perbulan. Sedangkan penghasilan rata-rata bandar diatas Rp 3.000.000 rupiah perbulan diperoleh oleh 75% responden bandar. Selain itu 12,50% responden berpenghasilan antara Rp 1.000.000 sampai dengan Rp 1.500.000, 12,50% responden berpenghasilan kurang dari Rp 500.000,- sampai dengan Rp 2.500.000, dan 20% responden berpenghasilan antara Rp 2.500.000 sampai dengan Rp 3.000.000. Ini menunjukkan bahwa 80% responden pemilik lapak mempunyai penghasilan lebih dari Rp 1.000.000 perbulan dari hasil usaha lapaknya dapat dilihat pada Tabel 49.
Tabel 49. Tingkat penghasilan/pendapatan per bulan sebagai bandar
No Penghasilan (Rp/bulan) Prosentase (%)
1 < 500 ribu 12,5
2 1 - 1.5 juta 12,5
3 > 3 juta 75
Jumlah 100
Tanggapan mengenai kondisi sarana dan prasarana jalan lingkungan di lokasi TPA, 12,5% responden menyatakan sangat jelek dan 12,50% menyatakan jelek, dapat dilihat pada Tabel 50.
Tabel 50. Tanggapan responden mengenai kondisi jalan lingkungan ke lokasi TPA
No Kondisi jalan lingkungan Prosentase (%)
1 Agak baik 50
2 Baik 25
3 Sangat Jelek 12,5
4 Jelek 12,5
Jumlah 100
Hasil survai menunjukkan 75% responden memberikan tanggapan baik dan kondisi jalan masuk dan jalan lingkungan di lokasi TPA seperti yang terlihat pada Tabel 51.
Tabel 51. Tanggapan responden mengenai kondisi jalan masuk ke lokasi TPA
No Kondisi jalan masuk TPA Prosentase (%)
1 Agak baik 50
2 Baik 25
3 Sangat Jelek 12,5
4 Jelek 12,5
Jumlah 100
Sebagian besar responden bandar tidak merasa terganggu dengan lingkungan TPA dimana dipilih oleh 75% responden, sedangkan 12,5% sedikit tidak terganggu dan 12,5% sangat terganggu, dapat dilihat pada Tabel 52.
Tabel 52. Tanggapan responden bandar mengenai gangguan lingkungan
No Gangguan lingkungan Prosentase (%)
1 Tidak terganggu 75
2 Sedikit terganggu 12,5
3 Sangat terganggu 12,5
Jumlah 100
Responden bandar menyatakan bahwa gangguan terbesar berupa rawan keamanan sebesar 36,59%, diikuti gangguan lingkungan yang kumuh/kotor sebesar 24,39% dan bau busuk 12,20% serta gangguan karena sumur tercemar hanya dipilih oleh 2,44% responden. Hal ini menunjukkan para Bandar berpendapat masalah keamanan merupakan masalah cukup mengkhawatirkan mereka, mengingat besarnya aset yang harus mereka jaga berupa material daur-ulang sampah yang bernilai puluhan sampai ratusan juta rupiah. Sedangkan mengenai masalah ketidaknyamanan lingkungan tidak cukup berarti bagi para Bandar karena sumber pendapatan mereka memang dari TPA sampah. Pendapat
responden Bandar terhadap jenis gangguan lingkungan dapat dilihat pada Tabel 53.
Tabel 53. Tanggapan responden bandar mengenai jenis gangguan lingkungan
No Jenis gangguan lingkungan Prosentase (%)
1 Bau menyengat 12,2 2 Rawan keamanan 36,59 3 Kumuh/kotor 24,39 4 Sumur tercemar 2,44 5 Tidak jawab 24,39 Jumlah 100
Secara umum kondisi sosial responden bandar sekitar 75% berusia di atas 40 tahun, yang berpendidikan rendah yaitu pendidikan sekolah dasar sekitar 37%, dan sekitar 87,5% bekerja sebagai bandar di atas 10 tahun. Responden bandar sekitar 75% berpenghasilan di atas Rp 3.000.000,-. Tanggapan terhadap kondisi lingkungan menurut responden keberadaan TPA Sampah Bantar Gebang cukup mengganggu bandar adalah masalah keamanan sekitar 36% dan kumuh kotor sekitar 24%. Tanggapan responden mengenai kondisi jalan lingkungan dan jalan akses TPA 75% cukup baik dan 25% menganggap jelek.
5.2. Kebijakan Pengelolaan Sampah
5.2.1 Peraturan Perundangan Tentang Sampah
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2006 Tahun 2006 tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan Nasional Sistem Pengelolaan Persampahan 15 September 2006 dilakukan pendekatan atau paradigma baru yaitu bahwa sampah dapat dikurangi, digunakan kembali dan atau didaur ulang; atau yang sering dikenal dengan istilah 3R (Reduce, Reuse,Recycle). Hal ini sebenarnya bukan sesuatu yang baru karena sudah banyak dilakukan oleh negara maju dan berhasil meningkatkan efisiensi pengelolaan yang signifikan. Dengan mengurangi sampah sejak di sumbernya maka beban pengelolaan kota akan dapat dikurangi dan anggaran serta fasilitas akan dapat semakin efisien dimanfaatkan. Beban pencemaran dapat dikurangi dan lebih jauh lagi dapat turut menjaga kelestarian alam dan lingkungan.
Hal di atas sesuai dengan Undang–undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan Pasal 9 berbunyi: Dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah, pemerintahan kabupaten/kota mempunyai kewenangan: Ayat (1) Butir (b) menyelenggarakan pengelolaan sampah skala kabupaten/kota sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah; butir (d) menetapkan lokasi tempat penampungan sementara, tempat pengolahan sampah terpadu (TPST), dan/atau tempat pemrosesan akhir sampah; Pasal 9 Ayat (2) yang berbunyi: Penetapan lokasi tempat pengolahan sampah terpadu dan tempat pemrosesan akhir sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir d merupakan bagian dari rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
a. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru.
Penjelasan UU No. 18 Tahun 2008 menyatakan: Paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada kumpul-angkut-buang sudah saatnya ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru pengelolaan sampah. Paradigma baru memandang sampah sebagai sumberdaya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan, misalnya, untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku industri. Pengelolaan sampah dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif dari hulu, sejak sebelum dihasilkan suatu produk yang berpotensi menjadi sampah, sampai ke hilir, yaitu pada fase produk sudah digunakan sehingga menjadi sampah, yang kemudian dikembalikan ke media lingkungan secara aman. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut dilakukan dengan kegiatan pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan, penggunaan kembali, dan pendauran ulang, sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir.
b. Kompensasi.
Undang-Undang Pengelolaan Persampahan 18/2008 Pasal 25 (1) Pemerintah dan pemerintah daerah secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat memberikan kompensasi kepada orang sebagai akibat dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah di tempat pemrosesan akhir
sampah. Pasal 25 Ayat (2) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. relokasi; b. pemulihan lingkungan; c. biaya kesehatan dan pengobatan; dan/atau d. kompensasi dalam bentuk lain. Pasal 25 (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai dampak negatif dan kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah (PP). Pasal 25 Ayat (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kompensasi oleh pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah dan/atau peraturan daerah.
c. Sanksi.
Sanksi yang diberikan kepada Pengelola TPA melakukan pelanggaran operasional TPA ada pada Pasal 40 Ayat (1) Pengelola sampah yang secara melawan hukum dan dengan sengaja melakukan kegiatan pengelolaan sampah dengan tidak memperhatikan norma, standar, prosedur, atau kriteria yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat, gangguan keamanan, pencemaran lingkungan, dan/atau perusakan lingkungan diancam dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Daerah (Perda). Pasal 47 (1) Peraturan pemerintah dan peraturan menteri yang diamanatkan Undang-Undang ini diselesaikan paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. (2) Peraturan daerah yang diamanatkan Undang-Undang ini diselesaikan paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Peraturan sebelum Undang-Undang No. 18 Tahun 2008. Pasal 48 Pada saat berlakunya Undang-Undang ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sampah yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Berlakunya Undang-Undang No. 18 Tahun 2008. Pasal 49 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal Diundangkan. Tanggal diundangkan adalah tanggal 7 Mei 2008.
d. Kebijakan.
Kebijakan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2006 Tahun 2006 tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (Daftar Pustaka).
Kebijakan (1) : Pengurangan sampah semaksimal mungkin dimulai dari sumbernya. Pengurangan sampah dari sumbernya merupakan aplikasi pengelolaan sampah paradigma baru yang tidak lagi bertumpu pada end of pipe system, dimaksudkan untuk mengurangi volume sampah yang harus diangkut dan dibuang ke TPA dan memanfaatkan semaksimal mungkin material yang dapat di daur ulang. Pengurangan sampah tersebut selain dapat menghemat lahan TPA juga dapat mengurangi jumlah angkutan sampah dan menghasilkan kualitas bahan daur ulang yang cukup baik karena tidak tercampur dengan sampah lain. Potensi pengurangan sampah di sumber dapat mencapai 50 % dari total sampah yang dihasilkan.
Kebijakan (2): Peningkatan peran aktif masyarakat dan dunia usaha/swasta sebagai mitra pengelolaan. Untuk melaksanakan pengurangan sampah di sumber dan meningkatkan pola-pola penanganan sampah berbasis masyarakat, diperlukan perubahan pemahaman bahwa masyarakat bukan lagi hanya sebagai obyek tetapi lebih sebagai mitra yang mengandung makna kesetaraan. Tanpa ada peran aktif masyarakat akan sangat sulit mewujudkan kondisi kebersihan yang memadai.
Kebijakan (3): Peningkatan cakupan pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan. Sasaran peningkatan pelayanan nasional pada tahun 2015 yang mengarah pada pencapaian 70% penduduk juga telah ditetapkan bersama. Untuk operasionalisasi kebijakan tersebut maka beberapa strategi ditetapkan yaitu : i. Melaksanakan rehabilitasi TPA yang mencemari lingkungan. Pengelolaan
TPA yang buruk dibanyak kota harus diakhiri dengan upaya peningkatan pengelolaan sesuai ketentuan teknis yang berlaku. TPA yang jelas-jelas telah menimbulkan masalah bagi lingkungan sekitarnya perlu segera mendapatkan langkah-langkah rehabilitasi agar permasalahan lingkungan yang terjadi dapat diminimalkan. Rencana tindak yang diperlukan adalah pelaksanaan rehabilitasi TPA yang mencemari lingkungan sesuai dengan prioritas.
ii. Meningkatkan kualitas pengelolaan TPA ke arah sanitary landfill. TPA yang masih dioperasikan dengan jangka waktu relatif lama perlu segera dilakukan upaya peningkatan fasilitas dan pengelolaan mengarah pada metode Sanitary landfill dan Controlled landfill agar tidak menimbulkan masalah lingkungan di kemudian hari. Rencana tindak yang diperlukan adalah penyusunan pedoman peningkatan pengelolaan TPA yang sangat diperlukan oleh daerah untuk perbaikan fasilitas persampahan yang dmiliki.
iii. Meningkatkan Pengelolaan TPA Regional. Kota-kota besar pada umumnya mengalami masalah dengan lokasi TPA yang semakin terbatas dan sulit diperoleh. Kerjasama pengelolaan TPA dengan kota / kabupaten lainnya akan sangat membantu penyelesaian masalah dengan mempertimbangkan solusi yang saling menguntungkan. Rencana tindak yang diperlukan adalah : (1) Penyusunan studi lokasi dan kelayakan pengembangan TPA regional sesuai Tata Ruang dan (2) Ujicoba pengelolaan TPA regional secara profesional. iv. Penelitian, pengembangan, dan aplikasi teknologi penanganan persampahan
tepat guna dan berwawasan lingkungan. Kekeliruan dalam pemilihan teknologi seperti insinerator tungku yang banyak dilakukan oleh Pemerintah Daerah perlu segera dihentikan dengan memberikan pemahaman akan kriteria teknisnya.
v. Disamping itu juga sangat diperlukan aktivitas penelitian dan pengembangan untuk mendapatkan teknologi yang paling sesuai dengan kondisi sampah di Indonesia pada umumnya.
Rencana tindak yang diperlukan adalah :
· Penyusunan pedoman teknologi pengelolaan sampah ramah lingkungan · Penyusunan pedoman pemanfaatan gas TPA
· Penyusunan pedoman waste-to-energy
· Ujicoba waste-to-energy untuk kota besar /metro
Kebijakan (4): Pengembangan kelembagaan, peraturan dan perundangan. Untuk melaksanakan KNPP ini diperlukan adanya kebijakan agar aturan-aturan hukum dapat disediakan dan diterapkan sebagaimana mestinya untuk menjamin semua pemangku kepentingan melaksanakan bagian masing-masing secara bertanggung jawab.
Kebijakan (5): Pengembangan alternatif sumber pembiayaan Pengelolaan persampahan memang bagian dari pelayanan publik yang harus disediakan oleh Pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat. Namun demikian pengelolaan persampahan juga merupakan tanggung jawab masyarakat untuk menjaga keberlanjutannya. Sharing dari masyarakat sangat diperlukan untuk menjaga agar pelayanan pengelolaan persampahan dapat berlangsung dengan baik dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Salah satu bentuk sharing dari masyarakat adalah melalui pembayaran retribusi kebersihan yang diharapkan mampu mencapai tingkat yang dapat membiayai dirinya sendiri.
Memperhatikan kondisi TPA Sampah Bantar Gebang dibandingkan dengan kebijakan-kebijakan yang ada TPA Sampah Bantar Gebang belum sepenuhnya mengikuti peraturan yang telah ditetapkan diantaranya belum melaksanakan operasional sanitary landfill secara benar, yaitu tidak melakukan penutupan timbunan sampah setiap hari dengan tanah penutup.
5.2.2 Pedoman Pemanfaatan Kawasan Sekitar TPA Sampah.
Berdasarkan Pedoman Pemanfaatan Kawasan Sekitar TPA Sampah yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum (Daftar Pustaka). Pedoman ini disusun untuk sejumlah maksud. Maksud yang paling utama dan mendasar adalah untuk menjaga kelangsungan hidup manusia yang bermukim atau berkegiatan di kawasan tersebut dengan menghindarkan dan menjauhkan mereka dari risiko-risiko dampak pencemaran kimiawi pada air dan udara; kemungkinan terjangkit atau tertular penyakit yang dibawa vektor; dan bahaya ledakan gas yang terbentuk di TPA, serta menjaga kenyamanan dan keselamatan mereka dengan menghindarkannya dari dampak kegiatan pengelolaan dan pengolahan sampah. Lebih jauh, pedoman ini disusun untuk menghindarkan konflik dan masalah sosial lain yang bersumber pada kepentingan pemanfaatan lahan. Pedoman ini dimaksudkan sebagai pegangan bagi pemerintah daerah, pengelola persampahan dan masyarakat dalam melaksanakan penataan ruang di kawasan sekitar TPA.
a. Zonasi.
Secara umum, kawasan sekitar TPA dibagi menjadi zona penyangga, zona budi daya terbatas dan zona budi daya. Zona yang diatur dalam pedoman ini adalah zona penyangga dan zona budi daya terbatas. Aturan di dalam zona budi daya disesuaikan dengan RTRW kabupaten/kota setempat
.
b. Aspek yang dipertimbangkan.
Aspek yang dipertimbangkan dalam penyusunan pedoman ini adalah keselamatan, kesehatan dan kenyamanan.Pembagian Zona Sekitar TPA.Kawasan sekitar TPA dibagi menjadi: (1) Zona penyangga; (2) Zona budi daya terbatas.
i. Zona penyangga. Zona penyangga adalah zona yang berfungsi sebagai penahan untuk mencegah atau mengurangi dampak keberadaan dan kegiatan-kegiatan TPA terhadap masyarakat yang melakukan kegiatan sehari-hari di kawasan sekitar TPA, dalam segi keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan. Akibat dan gangguan-gangguan misalnya bau, kebisingan, dan sebagainya. Zona penyangga berfungsi untuk menunjang fungsi perlindungan bagi penduduk yang melakukan kegiatan sehari-hari di sekitar TPA dan berfungsi: (1) Mencegah dampak lindi terhadap kesehatan masyarakat, yang melakukan kegiatan sehari-hari di kawasan sekitar TPA; (2) Mencegah binatang-binatang vektor, seperti lalat dan tikus, merambah kawasan permukiman; (3) Menyerap debu yang beterbangan karena tiupan angin dan pengolahan sampah; (4) Mencegah dampak kebisingan dan pencemaran udara oleh pembakaran dalam pengolahan sampah.
ii. Zona budidaya terbatas. Zona budi daya terbatas adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan dengan batasan tertentu. Zona budi daya terbatas berada di luar zona penyangga. Pemanfaatan ruang pada zona tersebut harus sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam RTRW kabupaten/kota bersangkutan. Fungsi zona tersebut adalah memberikan ruang untuk kegiatan budi daya yang terbatas, yakni kegiatan budi daya yang berkaitan dengan TPA. Zona budi daya terbatas hanya dipersyaratkan untuk TPA dengan sistem selain pengurugan berlapis bersih (sanitary landfill). Zona budi daya adalah wilayah yang ditetapkan
dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
c. Penentuan jarak zona penyangga.
Zona penyangga diukur mulai dari batas terluar tapak TPA sampai pada jarak tertentu sesuai dengan Pedoman Pengoperasian dan Pemeliharaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sistem Controlled Landfill dan Sanitary Landfill, yakni 500 meter dan/atau sesuai dengan kajian lingkungan yang dilaksanakan di TPA.
d. Penentuan jarak zona budi daya terbatas.
Zona budi daya terbatas ditentukan mulai dari batas terluar zona penyangga sampai pada jarak yang telah aman dari pengaruh dampak TPA yang berupa: (1) Bahaya meresapnya lindi ke dalam mata air dan badan air lainnya yang dipakai penduduk untuk kehidupan sehari-hari; (2) Bahaya ledakan gas metan; (3) Bahaya penyebaran vektor penyakit melalui lalat. Penentuan jarak pada zona budi daya terbatas pada TPA dengan sistem selain pengurugan berlapis bersih (sanitary landfill) didasarkan pada kajian lingkungan di sekitar TPA yang meliputi: (1) Teknis pemrosesan sampah di TPA: pengurugan berlapis bersih atau pengurugan berlapis terkendali; (2) Mekanisme penimbunan sampah eksisting : melalui pemilahan atau tanpa pemilahan;(3) Karakteristik sampah yang masuk ke TPA: organik, non organik, B3 (bahan berbahaya dan beracun);(4) Kondisi air lindi; (5) Kondisi gas dalam sampah : CH4, CO; (6) Kondisi geologi dan geohidrologi, dan jenis tanah; (7) Iklim mikro; (8) Pemanfaatan ruang yang telah ada di sekitar kawasan TPA, sesuai denganperaturan zonasi. Kondisi tersebut dapat dilihat pada Gambar 11.
Sumber: Ditjen Penataan Ruang, 2008
Ketentuan teknis mengatur ketentuan pola ruang pada zona penyangga. Pada TPA yang belum memiliki zona penyangga ditetapkan zona penyangga pada area 0 – 500 meter sekeliling TPA dengan pemanfaatan sebagai berikut: (1) 0 – 100 meter diharuskan berupa sabuk hijau; (2) 101 – 500 meter pertanian non pangan, hutan. Ketentuan pemanfaatan ruang: (1) Sabuk hijau dengan tanaman keras yang boleh dipadukan dengan tanaman perdu terutama tanaman yang dapat menyerap racun dengan ketentuan sebagai berikut: a) Jenis tanaman adalah tanaman tinggi dikombinasi dengan tanaman perdu yang mudah tumbuh dan rimbun terutama tanaman yang dapat menyerap bau; dan b) Kerapatan pohon adalah minimum 5 m, (2) Pemrosesan sampah utama on situ, (3) Instalasi pengolahan sampah menjadi energi, atau instalasi pembakaran (incenerator) bersama unit pengelolaan limbahnya dan (4) Kegiatan budi daya perumahan tidak diperbolehkan pada zona penyangga. Kondisi tersebut dapat dilihat pada Gambar 12.
Sumber: Ditjen Penataan Ruang, (2008)
Gambar 12. Pembagian zona di sekitar TPA lama tanpa penyangga
Memperhatikan pedoman pemanfaatan lahan yang telah dikemukakan, TPA Sampah Bantar Gebang belum mempunyai zona penyangga seperti yang telah dipersyaratkan dalam pedoman.
5.2.3 Kriteria teknis prasarana dan sarana kegiatan pengelolaan sampah.
Kriteria teknis prasarana dan sarana kegiatan pengelolaan sampah di TPA menurut Ditjen Penataan Ruang Dep.PU (2008) adalah: (1) Tidak menggunakan air tanah setempat dalam kegiatan pengolahan sampah; (2) Ketersediaan sistem drainase yang baik; dan (3) Ketersediaan fasilitas parkir dan bongkar muat
sampah terpilah yang akan didaur ulang di lokasi lain, sedangkan jalan masuk ke TPA, dipersyaratkan: (1) Dapat dilalui truk sampah dua arah dengan lebar badan jalan minimum 7 meter; (2) Jalan kelas I dengan kemampuan memikul beban 10 ton dan kecepatan 30 km/jam dan (3) Drainase permanen terpadu dengan jalan dan bila diperlukan didukung oleh drainase lokal tak permanen.
Memperhatikan kriteria yang telah ditetapkan oleh Pemerintah, TPA Sampah Bantar Gebang sebagian telah melaksanakan kriteria yang ditetapkan. TPA Sampah Bantar Gebang belum mempunyai fasilitas parkir dan bongkar muat sampah terpilah dan masih menggunakan air tanah dalam pengelolaan sampah.
5.3. Dampak Lingkungan yang Terjadi di TPA
Berdasarkan hasil pemantauan pada lokasi sebelah hilir TPA ternyata parameter TSS, Mn dan sulfida yang ada telah melampaui baku mutu yang d ijinkan, berarti terjadi peningkatan konsentrasi parameter pencemar. Hal ini menunjukkan adanya kontribusi dari TPA Sampah Bantar Gebang dalam meningkatkan nilai konsentrasi parameter pencemar pada badan air Sungai Ciketing, kontribusi ini berasal dari pembuangan air lindi olahan dari IPAS yang berada di lokasi TPA Sampah Bantar Gebang. Gambaran besaran cemaran dapat dilihat pada Tabel 54.
Tabel 54. Hasil pengukuran kualitas air Sungai Ciketing pada titik hulu dan hilir TPA Sampah Bantar Gebang tahun 2009
No. Parameter Satuan Baku
Mutu Hulu Hilir
1 Total Suspensi Solid (TSS) mg/l 100 12 71
2 Klorida (Cl) mg/l 50 10 49 3 Phosfat (PO4) mg/l 0,4 7 99 4 Ammonium mg/l 2 58.2 138 5 Nitrat (NO3) mg/l 10 20 270 6 Nitrit (NO2) mg/l 2 0.1 0.8 7 COD mg/l 50 262 665 8 BOD5 mg/l 30 64 315 9 Angka Permanganat mg/l 10 82.5 430.7 10 pH - 5-9 6.93 8.1 11 Temperatur 0C T+30c 24.2 24.2
Pada umumnya dari hasil analisa air sumur untuk parameter fisika masih dibawah ambang baku mutu. Gambaran hasil analisis kualitas air sumur parameter fisika dapat dilihat pada Tabel 55 sampai Tabel 58.
Tabel 55. Hasil pengukuran kualitas air sumur di Cikiwul untuk parameter fisika tahun 2009.
No. Parameter Satuan Maxi
-mum
Radius Jarak dari pusat TPA Bantar Gebang 250
(m) 500 (m) 750 (m)
1 Jumlah zat padat terlarut mg/l 1000 18 110 66
2 Daya Hantar Listrik (DHL) m.ohm/cm 500 46 223 230
3 Suhu 0C ±30c 27.4 27.1 26.7
4 Kekeruhan (Turbidity) NTU <100 0.21 0.6 5.51
Tabel 56. Hasil pengukuran kualitas air sumur di Ciketing Udik untuk parameter fisika tahun 2009
No. Parameter Satuan Maxi
-mum
Radius Jarak dari pusat TPA Bantar Gebang 250
(m) 500 (m) 750 (m)
1 Jumlah zat padat terlarut mg/l 1000 120 76 118
2 Daya Hantar Listrik (DHL) m.ohm/cm 500 164 112 230
3 Suhu 0C ±30c 27.9 27.8 27.4
4 Kekeruhan (Turbidity) NTU <100 0.31 0.44 0.73
Tabel 57. Hasil pengukuran kualitas air sumur di Taman Rahayu untuk parameter fisika tahun 2009
No. Parameter Satuan Maxi
-mum
Radius Jarak dari pusat TPA Bantar Gebang 250
(m) 500 (m) 750 (m)
1 Jumlah zat padat terlarut mg/l 1000 106 102 170
2 Daya Hantar Listrik (DHL) m.ohm/cm 500 135 160 201
3 Suhu 0C ±3
0
c 27.9 28.3 28.7
Tabel 58. Hasil pengukuran kualitas air sumur di Sumur Batu untuk parameter fisika tahun 2009.
No. Parameter Satuan Maxi
-mum
Radius Jarak dari pusat TPA Bantar Gebang 250 (m) 500 (m) 750 (m)
1 Jumlah zat padat terlarut mg/l 1000 136 136 58
2 Daya Hantar Listrik (DHL) m.ohm/cm 500 11.7 122 105
3 Suhu 0C ±30c 27.4 28 27.9
4 Kekeruhan (Turbidity) NTU <100 1.57 0.44 0.16
Pada umumnya dari hasil analisa air sumur untuk parameter kimia masih dibawah ambang baku mutu, kecuali sampel air sumur di Desa Taman Rahayu kadar besi di atas baku mutu. Kadar Magnesium cukup tinggi di seluruh lokasi, namun Mg tidak tercantum dalam baku mutu. Gambaran hasil analisis kualitas air sumur parameter kimia dapat dilihat pada Tabel 59 sampai Tabel 62.
Tabel 59. Hasil pengukuran kualitas air sumur di Cikiwul untuk parameter kimia tahun 2009
No. Parameter Satuan Maxi
-mum
Radius Jarak dari pusat TPA Bantar Gebang 250 (m) 500 (m) 750 (m) 1 Nitrat (NO3) mg/l 50 0.018 0.012 0.03 2 Nitrit (NO2) mg/l 3 3.4 3 3.7 3 Angka Permanganat mg/l 10 5 5.9 13.7 4 Sulfat (SO4) mg/l 250 1 3 8 5 Mangan (Mn) mg/l 0,1 0.2 0.6 0.4 6 Ammonium mg/l 1,5 0.43 0.48 0.63
7 Besi Total (Fe) mg/l 0,3 0.04 0.01 0.2
8 Kesadahan Total (CaCO3) mg/l 500 23 63 66
9 Klorida mg/l 250 7 29 25
10 Bicarbonat mg/l - 7 19 59
11 Total Alkalinity mg/l - 7 19 59
12 pH mg/l - 4.54 5.57 6.18
Tabel. 60. Hasil pengukuran kualitas air sumur di Ciketing Udik untuk parameter kimia tahun 2009
No. Parameter Satuan Maxi
-mum
Radius Jarak dari pusat TPA Bantar Gebang 250 (m) 500 (m) 750 (m) 1 Nitrat (NO3) mg/l 50 9.3 4.9 9.8 2 Nitrit (NO2) mg/l 3 0.016 0.004 0.014 3 Angka Permanganat mg/l 10 4.7 4.4 5.6 4 Sulfat (SO4) mg/l 250 2 0 3 5 Mangan (Mn) mg/l 0,1 0.7 0.5 1 6 Ammonium mg/l 1,5 0.24 0.3 0.41
7 Besi Total (Fe) mg/l 0,3 0.05 0.02 0.02
8 Kesadahan Total (CaCO3) mg/l 500 41 41 30
9 Klorida mg/l 250 25 25 44 10 Bicarbonat mg/l - 5 5 4 11 Total Alkalinity mg/l - 5 5 4 12 pH mg/l - 4.21 4.21 4.25 13 Magnesium mg/l - 14 12
Tabel. 61. Hasil pengukuran kualitas air sumur di Taman Rahayu untuk parameter kimia tahun 2009
No. Parameter Satuan Maxi
-mum
Radius Jarak dari pusat TPA Bantar Gebang 250 (m) 500 (m) 750 (m) 1 Nitrat (NO3) mg/l 50 6.8 1.4 1.7 2 Nitrit (NO2) mg/l 3 0.012 0.023 0.005 3 Angka Permanganat mg/l 10 5.2 4.7 5.2 4 Sulfat (SO4) mg/l 250 0 0 4 5 Mangan (Mn) mg/l 0,1 0.5 0.4 0.2 6 Ammonium mg/l 1,5 0.20 0.13 0.15
7 Besi Total (Fe) mg/l 0,3 0.14 0.44 0.65
8 Kesadahan Total (CaCO3) mg/l 500 43 60 85
9 Klorida mg/l 250 18 15 5
10 Bicarbonat mg/l - 18 69 95
11 Total Alkalinity mg/l - 18 69 95
12 pH - - 5.14 6.04 6.84
Tabel. 62. Hasil pengukuran kualitas air sumur di Sumur Batu untuk parameter kimia tahun 2009
No. Parameter Satuan Maxi
-mum
Radius Jarak dari pusat TPA Bantar Gebang 250 (m) 500 (m) 750 (m) 1 Nitrat (NO3) mg/l 50 4.4 4.7 0.5 2 Nitrit (NO2) mg/l 3 0.001 0.019 0.022 3 Angka Permanganat mg/l 10 3.4 4.1 4.1 4 Sulfat (SO4) mg/l 250 3 1 1 5 Mangan (Mn) mg/l 0,1 0.5 0.5 0.3 6 Ammonium mg/l 1,5 0.47 0.41 0.48
7 Besi Total (Fe) mg/l 0,3 0.1 0.02 0.11
8 Kesadahan Total (CaCO3) mg/l 500 36 36 35
9 Klorida mg/l 250 22 22 14
10 Bicarbonat mg/l - 13 13 10
11 Total Alkalinity mg/l - 13 13 10
12 pH - - 5.01 5.01 4.74
13 Magnesium mg/l - 11 11 13
Mg adalah salah satu unsur yang menimbulkan kesadahan dan menyebabkan adany rasa pada air. Kelebihan unsur ini dapat menimbulkan depresi susunan syaraf pusat dan otot-otot. Toxisitas banyak tergantung pada anion yang terikat pada Mg. Angka Permanganat di Cikiwul pada radius 750 meter dari TPA Sampah Bantar Gebang sebesar 13,7 mg/l melebihi baku mutu yang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 Tanggal 29 Juli 2002 tentang Syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum sebesar 10 mg/l. Angka permanganat yang melebihi baku mutu merupakan indikator adanya zat organik yang melebihi dari yang disyaratkan berarti menunjukkan adanya pencemaran/pengotoran terhadap air tersebut. Zat organik merupakan makanan mikroorganisme yang menyebabkan pesatnya pertumbuhan, sehingga membahayakan masyarakat yang menggunakannya. Zat organik dapat menyebabkan air menjadi berwarna, memberikan rasa, dan bau yang tak sedap. Angka permanganat yang melebihi baku mutu dapat dilihat pada Tabel 59.
Hasil pengukuran kualitas air sumur di Ciketing Udik dan Taman Rahayu untuk parameter kimia tahun 2009 menunjukkan kandungan mangan (Mn) sebesar
0,7 mg/l; 0,5 mg/l; 1 mg/l dan sebesar 0,5 mg/l; 0,4 mg/l; 0,2 mg/l pada Tabel 60 dan Tabel 61 melebihi baku mutu yang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 Tanggal 29 Juli 2002 tentang Syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum sebesar 0,1 mg/l. Pada umumnya mengkonsumsi air yang mengandung kadar mangan yang berlebihan dapat menimbulkan gangguan pada sistem syaraf dan menampakkan gejala seperti penyakit parkinson.
Hasil analisa air sumur di Taman Rahayu menunjukkan kandungan mangan (Mn) dan besi (Fe) melebihi baku mutu dibandingkan lokasi lainnya. Taman Rahayu merupakan perumahan baru yang dibangun di lahan bekas sawah. Pada daerah seperti ini umumnya air tanahnya jelek berwarna kekuning-kuningan. Besi diperlukan oleh tubuh manusia dalam pembentukan Haemoglobin. Banyaknya Fe di dalam tubuh dikendalikan pada fase absorbsi, tetapi dalam dosis besar dapat merusak dinding usus yang mungkin dapat berakibat kematian. Akumulasi Fe yang berlebihan dalam tubuh berakibat warna kulit menjadi hitam. Hasil analisa air sumur di Taman Rahayu dapat dilihat pada Tabel 61.
Pada pengukuran parameter biologi sebagai indikator sanitasi adalah keberadaan bakteri untuk menunjukkan media air tersebut sehat untuk dikonsumsi. Bakteri indikator sanitasi adalah bakteri yang keberadaannya dalam air menunjukkan bahwa air tersebut telah tercemar oleh feses manusia. Bakteri-bakteri indikator sanitasi umumnya adalah Bakteri-bakteri yang lazim terdapat dan hidup pada usus manusia. Jadi, adanya bakteri tersebut pada air atau makanan menunjukkan bahwa air sumur telah mengalami kontak dengan feses yang berasal dari usus manusia dan oleh karenanya mungkin mengandung bakteri patogen lain yang berbahaya. Koliform merupakan suatu grup bakteri yang digunakan sebagai indikator adanya polusi kotoran dan kondisi yang tidak baik terhadap air sumur. Koliform sebagai suatu kelompok dicirikan sebagai bakteri berbentuk batang, gram negatif, tidak membentuk spora, aerobik dan anaerobik fakultatif yang memfermentasi laktosa dengan menghasilkan asam dan gas dalam waktu 48 jam pada suhu 35 o. Adanya bakteri koliform di dalam air sumur menunjukkan kemungkinan adanya mikroba yang bersifat enteropatogenik dan atau toksigenik yang berbahaya bagi kesehatan.
Bakteri koliform dapat dibedakan menjadi 2 grup yaitu : (1) koliform fekal misalnya Escherichia coli dan ( 2 ) koliform nonfekal misalnya Enterobacter aerogenes. Escherichia coli merupakan bakteri yang berasal dari kotoran hewan atau manusia, sedangkan Enterobacter aerogenes biasanya ditemukan pada hewan atau tanam-tanaman yang telah mati. Keberadaan Escherichia coli dalam air minum menunjukkan bahwa air minum itu pernah terkontaminasi feses manusia dan mungkin dapat mengandung patogen usus. Oleh karena itu, standar air minum mensyaratkan Escherichia coli harus nol dalam 100 ml. Kehadiran bakteri coli besar pengaruhnya terhadap kehidupan manusia, terbukti dengan kualitas air minum, secara bakteriologis tingkatannya ditentukan oleh kehadiran bakteri tersebut. Kandungan E Coli tertinggi ditemukan di Taman Rahayu pada jarak 250 meter dari TPA. Tingginya kandungan E Coli dapat disebabkan adanya pengaruh dari TPA. Sedangkan kawasan Cikiwul terdapat kandungan E Coli yang cukup tinggi, dimana daerah ini cukup padat dan tidak tertata. Sehingga dimungkinkan adanya kontaminasi antara jamban yang menggunakan cubluk dengan sumur. Hasil pengukuran kalitas air sumur di lokasi sekitar TPA Sampah Bantar Gebang untuk parameter biologi tahun 2009 dilihat pada Tabel 63.
Tabel 63. Hasil pengukuran kualitas air sumur di lokasi sekitar TPA Sampah Bantar Gebang untuk parameter biologi tahun 2009.
No. Lokasi Satuan Maxi
-mum E Coli Coliform
1 Cikiwul - radius jarak 750 m Mg/100ml 0 60 620 - radius jarak 500 m Mg/100ml 0 50 380 - radius jarak 250 m Mg/100ml 0 50 420 2 Ciketik Udik - radius jarak 750 m Mg/100ml 0 20 210 - radius jarak 500 m Mg/100ml 0 0 240 - radius jarak 250 m Mg/100ml 0 0 270 3 Taman Rahayu - radius jarak 750 m Mg/100ml 0 20 230 - radius jarak 500 m Mg/100ml 0 30 250 - radius jarak 250 m Mg/100ml 0 80 340 4 Sumur Batu - radius jarak 750 m Mg/100ml 0 0 340 - radius jarak 500 m Mg/100ml 0 20 350 - radius jarak 250 m Mg/100ml 0 40 250
5.4. Eksternalitas
5.4.1. Eksternalitas Negatif Pengelolaan TPA Sampah a. Penurunan kualitas air tanah
Berdasarkan data dari Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPLH) Kota Bekasi (2008), kebutuhan air untuk mandi sebanyak 80 liter/orang/hari dan kebutuhan air untuk minum sebesar 5 liter/orang/hari dengan harga air dorongan Rp 150 per-liter pada tahun 2009. Penduduk pada ring I (radius 250 meter dari TPA Sampah Bantar Gebang) akan membeli sebanyak 85 liter air per hari setiap rumah tangga untuk penggunaan minum, masak dan mandi. Sedangkan penduduk pada ring II (radius 250 sampai 500 meter dari TPA Sampah Bantar Gebang) dan ring III (radius 500 sampai 750 meter dari TPA Sampah Bantar Gebang) akan membeli sebanyak 5 liter air perhari setiap rumah tangga untuk penggunaan minum dan masak.
Pengamatan lapangan seperti yang diketahui bahwa kualitas air tanah di wilayah ring I tidak layak untuk air minum dan mandi sedangkan kawasan ring II dan ring III tidak layak untuk air minum. Perhitungan jumlah penduduk di setiap ring diperoleh hasil: a) ring 1 dihuni oleh 10% jumlah pendududk sekitar TPA Sampah Bantar Gebang, b) ring 2 dihuni oleh 30% jumlah penduduk sekitar TPA Sampah Bantar Gebang, dan c) ring 3 dihuni oleh 60% jumlah penduduk sekitar TPA Sampah Bantar Gebang. Perhitungan dampak TPA terhadap kualitas air tanah menggunakan pendekatan perubahan perilaku konsumsi air rumah tangga. Hasil analisis biaya eksternalitas akibat penurunan kualitas air tanah sebesar Rp 817.194.687.994,- rincian perhitungan biaya eksternalitas penurunan kualitas air dapat dilihat pada Tabel 64 .
b. Biaya pengobatan akibat penurunan kualitas udara
Penurunan kualitas udara dihitung berdasarkan analisa terjadinya penyakit infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) dalam masyarakat sekitar TPA Sampah Bantar Gebang. Dari data DPLH Kota Bekasi (2008) diketahui bahwa kecenderungan penderita yang terkena ISPA terus meningkat sepanjang tahun, dengan biaya rata-rata yang dikeluaran sebesar Rp 34.643.400,- dari total biaya yang sakit sejak tahun 1990-2009 adalah sebesar Rp 1.187.469.853,-. Rincian perhitungan total biaya sakit pada tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 65.
Tabel 64. Pengeluaran untuk pembelian air akibat penurunan kualitas air tanah di TPA Sampah Bantar Gebang
Tahun
Jumlah penduduk (KK)* Pembelian air (L/org/hari)
Kebutuhan air per-tahun (Liter) Harga air dorongan (Rp/Liter) Pembelian air per-tahun (Rp) NFV pembelian air tahun 2009 (Rp) Ring 1 Ring 2 Ring 3 Total Ring 1 Ring 2 Ring 3
1990 4.480 13.439 26.879 44.798 85 5 5 212.567.435 20 4.251.348.700 20.125.105.454 1991 4.637 13.911 27.822 46.370 85 5 5 220.026.769 25 5.500.669.224 23.773.541.319 1992 4.804 14.413 28.825 48.042 85 5 5 227.959.986 25 5.698.999.661 22.489.693.949 1993 4.982 14.947 29.893 49.822 85 5 5 236.404.953 25 5.910.123.818 22.224.931.644 1994 5.172 15.515 31.031 51.718 85 5 5 245.402.830 30 7.362.084.899 25.220.925.049 1995 5.374 16.122 32.244 53.740 85 5 5 254.998.375 30 7.649.951.251 23.990.382.166 1996 5.590 16.770 33.539 55.899 85 5 5 265.240.265 35 9.283.409.273 26.797.620.913 1997 5.820 17.461 34.923 58.205 85 5 5 276.181.452 35 9.666.350.816 26.207.406.219 1998 6.074 18.222 36.443 60.739 85 5 5 288.206.618 55 15.851.363.974 38.696.390.477 1999 6.345 19.035 38.070 63.451 85 5 5 301.074.012 65 19.569.810.798 44.843.358.915 2000 6.635 19.906 39.813 66.355 85 5 5 314.853.073 70 22.039.715.137 49.507.926.525 2001 6.947 20.840 41.680 69.467 85 5 5 329.619.349 75 24.721.451.186 50.760.442.536 2002 7.280 21.841 43.682 72.804 85 5 5 345.455.052 85 29.363.679.440 53.569.354.558 2003 7.639 22.916 45.831 76.386 85 5 5 362.449.665 90 32.620.469.861 53.938.955.650 2004 8.023 24.070 48.139 80.232 85 5 5 380.700.601 95 36.166.557.107 56.922.254.493 2005 7.768 23.304 46.609 77.681 85 5 5 368.597.770 105 38.702.765.876 57.196.218.925 2006 7.514 22.543 45.087 75.144 85 5 5 356.560.569 120 42.787.268.244 53.994.048.941 2007 7.510 22.529 45.057 75.095 85 5 5 356.327.584 125 44.540.947.970 52.727.063.768 2008 7.765 23.296 46.592 77.654 85 5 5 368.468.989 140 51.585.658.525 57.291.032.358 2009 7.997 23.991 47.981 79.969 85 5 5 379.453.561 150 56.918.034.134 56.918.034.134 Sumber: Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Bekasi (2008)
Tabel 65. Pengeluaran biaya untuk penyakit infeksi saluran pernafasan Tahun Jumlah penderita (Orang)* Biaya sakit rata-rata (Rp/org/bln)*
Total biaya sakit (Rp/Tahun)
NFV total biaya sakit tahun 2009 (Rp) 1990 25 21.000 6.300.000 29.823.045 1991 26 23.000 7.176.000 31.014.214 1992 27 25.000 8.100.000 31.964.649 1993 28 27.000 9.072.000 34.115.119 1994 29 30.000 10.440.000 35.765.203 1995 30 32.000 11.520.000 36.126.923 1996 31 35.000 13.020.000 37.583.717 1997 32 37.000 14.208.000 38.520.724 1998 33 58.000 22.968.000 56.069.541 1999 34 70.000 28.560.000 65.443.981 2000 35 73.000 30.660.000 68.871.717 2001 36 81.000 34.992.000 71.848.913 2002 37 91.000 40.404.000 73.710.660 2003 38 97.000 44.232.000 73.138.980 2004 39 103.000 48.204.000 75.867.889 2005 40 114.000 54.720.000 80.867.014 2006 41 128.000 62.976.000 79.470.585 2007 43 137.000 70.692.000 83.684.379 2008** 45 150.000 81.000.000 89.958.600 2009** 47 166.000 93.624.000 93.624.000 Jumlah 1.187.469.853
Sumber: * DPLH Kota Bekasi (2008)
** Data Proyeksi Dihitung oleh DPLH Kota Bekasi
c. Biaya pengobatan akibat penurunan kualitas air.
Berdasarkan data DPLH Kota Bekasi (2008) tentang kunjungan pasien dan jenis penyakit di Kecamatan Bantar Gebang, terlihat dalam Gambar 13.Dari Gambar 13 terlihat jumlah penderita anak anak lebih banyak dari penderita penyakit dewasa. Hal ini disebabkan anak-anak cenderung lebih peka terkena penyakit. Perhitungan NFV dari biaya pengobatan untuk setiap penyakit yang di derita pasien sebesar Rp 41.774.791.034,-.Rincian perhitungan dari biaya pengobatan dapat dilihat pada Tabel 66.
Tabel 66. Total biaya pengobatan per tahun sesuai dengan jenis penyakit di Kelurahan Cikiwul, Ciketing Udik, Sumur Batu dan Taman Rahayu akibat Keberadaan TPA Bandar Gebang
Tahun
Biaya berobat penyakit umum (Rp)*
Biaya berobat penyakit kulit (Rp)*
Biaya berobat penyakit mata (Rp)*
Biaya berobat penyakit
anak (Rp)* Total biaya per tahun (Rp)**
NFV total biaya tahun 2009 (Rp)** Setiap kali kunjungan Total biaya dalam setahun Setiap kali kunjungan Total biaya dalam setahun Setiap kali kunjungan Total biaya dalam setahun Setiap kali kunjungan Total biaya dalam setahun 1990 11.000 31.129.712 16.000 31.974.739 11.000 27.102.033 16.000 116.298.163 206.504.646 977.555,140 1991 12.000 35.406.392 18.000 37.503.996 12.000 30.825.380 18.000 136.409.113 240.144.880 1.037.890.845 1992 13.000 39.990.956 19.000 41.274.008 13.000 34.816.776 19.000 150.121.360 266.203.100 1.050.504.755 1993 14.000 44.901.875 21.000 47.562.026 14.000 39.092.302 21.000 172.992.069 304.548.272 1.145.249.194 1994 15.000 50.158.635 22.000 51.949.545 15.000 43.668.922 22.000 188.950.302 334.727.404 1.146.704.347 1995 16.000 55.781.789 24.000 59.086.507 16.000 48.564.532 24.000 214.908.781 378.341.609 1.186.485.964 1996 18.000 65.427.899 26.000 66.737.269 18.000 56.962.592 26.000 242.736.047 431.863.807 1.246.624.192 1997 19.000 72.004.905 28.000 74.932.656 19.000 62.688.640 28.000 272.544.215 482.170.415 1.307.260.224 1998 30.000 118.535.311 44.000 122.767.604 30.000 103.198.767 44.000 446.528.952 791.030.634 1.931.066.016 1999 35.000 144.182.497 53.000 154.178.914 35.000 125.527.624 53.000 560.777.817 984.666.851 2.256.320.691 2000 37.000 158.914.758 55.000 166.812.968 37.000 138.353.770 55.000 606.730.260 1.070.811.756 2.405.370.006 2001 41.000 183.596.490 61.000 192.892.333 41.000 159.842.086 61.000 701.585.832 1.237.916.741 2.541.808.776 2002 46.000 214.761.465 68.000 224.187.840 46.000 186.974.820 68.000 815.413.500 1.441.337.625 2.629.490.845 2003 49.000 176.566.478 73.000 155.070.068 49.000 187.354.440 73.000 1.028.099.880 1.547.090.865 2.558.162.587 2004 52.000 343.631.340 77.000 265.084.628 52.000 241.573.410 77.000 1.140.064.695 1.990.354.073 3.132.602.330 2005 57.000 183.682.215 85.000 311.521.388 57.000 296.211.330 85.000 1.335.148.763 2.126.563.695 3.142.705.693 2006 50.000 211.911.750 75.000 291.640.500 50.000 279.798.750 75.000 1.032.797.250 1.816.148.250 2.291.831.227 2007 69.000 304.387.249 103.000 416.884.863 69.000 401.899.242 103.000 1.476.329.728 2.599.501.081 3.077.259.590 2008 76.000 348.966.138 113.000 476.046.828 76.000 460.759.204 113.000 1.685.842.175 2.971.614.345 3.300.274.892 2009 83.000 396.679.830 125.000 548.117.384 83.000 523.758.218 125.000 1.941.068.289 3.409.623.720 3.409.623.720 Jumlah 41.774.791.034
Sumber: * DPLH Kota Bekasi (2008) ** Hasil Pengolahan
Gambar 13. Kecenderungan jumlah penderita sakit berdasarkan jenis penyakit.
d. Penurunan produktifitas kerja
Berdasarkan data DPLH Kota Bekasi (2008) jumlah penduduk disekitar TPA Sampah Bantar Gebang yang menjadi karyawan dan tidak masuk kerja karena sakit sejak tahun 1990-2009 berjumlah 137.139 orang. Kerugian akibat tidak masuk kerja sebesar Rp 49.153.528.370,-. Rincian perhitungan kerugian akibat tidak masuk kerja dapat dilihat pada Tabel 67.
e. Penurunan produksi pertanian
Nilai kerugian akibat gagal panen padi sawah karena luapan air permukaan pada musim hujan yang mengandung sampah sebesar Rp 1.733.546.040,-. Perhitungan tersebut dengan asumsi luas sawah yang mengalami gagal panen 1 kali setiap tahunnya dari rata-rata produksi padi. Hasil perhitungan penurunan hasil produksi pertanian dapat di lihat pada Tabel 68.
f. Penurunan kualitas lingkungan akibat emisi gas metana (CH4)
Sampah dapat menghasilkan salah satu gas rumah kaca (GRK) berupa gas metana (CH4), yang diperkirakan setiap 1 ton sampah padat akan menghasilkan 50
kg gas CH4. Walaupun dalam jumlah yang cukup kecil namun berdasarkan indeks
potensi pemanasan global (GWT = Global Warning Potential), gas CH4 akan
memberikan dampak yang sama dengan 21 kali dampak yang disebabkan gas CO2. Indeks potensi pemanasan global Indeks GWT ditentukan dengan
menggunakan CO2 sebagai acuan yaitu dengan membandingkan satu satuan berat
yang sama. TPA adalah sumber antropogenik CH4 yang merupakan emisi dari
salah satu kegiatan manusia dan memberikan kontribusi secara global sebesar 20-70 Tg CH4 pertahun
Tabel 67. Nilai kerugian karena tidak masuk kerja akibat sakit berkaitan dengan keberadaan TPA Sampah Bantar Gebang
Tahun
Jumlah Karyawan yang tidak masuk
kerja
Upah kerja perhari (Rp)
Nilai kerugian (Rp/Tahun)*
Nilai kerugian tahun 2009 (Rp)* 1990 3.922 5.000 137.267.230 1.253.654.429 1991 4.154 6.000 174.457.559 1.421.689.601 1992 4.402 6.000 184.889.833 1.344.913.810 1993 4.668 7.000 228.752.985 1.550.594.114 1994 4.954 7.000 242.750.009 1.466.349.389 1995 5.261 8.000 294.598.629 1.594.063.305 1996 5.590 9.000 352.168.864 1.717.000.296 1997 5.944 9.000 374.461.933 1.679.183.551 1998 6.336 14.000 620.923.556 2.454.344.201 1999 6.758 17.000 804.168.314 2.922.357.652 2000 7.212 17.000 858.179.883 2.995.886.010 2001 7.700 19.000 1.024.136.836 3.204.183.673 2002 8.227 22.000 1.266.909.360 3.454.775.529 2003 8.794 23.000 1.415.833.889 3.434.689.844 2004 9.406 24.000 1.580.155.375 3.583.186.350 2005 8.937 27.000 1.689.007.840 3.664.725.506 2006 8.469 34.000 2.015.715.758 2.578.648.529 2007 8.422 36.000 2.122.450.287 2.522.519.208 2008 8.816 35.000 2.159.815.768 3.568.833.794 2009 9.167 44.000 2.823.494.862 2.741.929.578 Jumlah 49.153.528.370
Tabel 68. Penurunan produksi pertanian Tahun Luas sawah (ha)* Rata-rata produksi padi (ton/ha)* Rata-rata produksi padi yang rusak (ton/ha)* Harga padi per-ton (Rp)* Nilai penurunan pertanian karena dampak TPA (Rp/tahun)** NFV nilai penurunan pertanian (Rp)** 1990 197.6 0,47 0,16 382.000 11.871.849 56.199.156 1991 197.6 0,48 0,16 418.000 13.121.881 56.711.930 1992 197.6 0,48 0,16 450.000 14.269.118 56.309.547 1993 197.6 0,49 0,16 493.000 15.790.516 59.379.998 1994 197.6 0,49 0,16 535.000 17.308.841 59.296.381 1995 197.6 0,50 0,17 586.000 19.150.346 60.055.825 1996 197.6 0,50 0,17 632.000 20.862.238 60.221.233 1997 197.6 0,51 0,17 671.000 22.373.357 60.658.636 1998 197.6 0,51 0,17 1.063.000 35.801.952 87.399.816 1999 197.6 0,52 0,17 1.281.000 43.580.015 99.861.683 2000 197.6 0,52 0,17 1.329.000 45.669.686 102.588.053 2001 197.6 0,53 0,18 1.481.000 51.407.077 105.553.916 2002 197.6 0,53 0,18 1.657.000 58.097.195 105.989.076 2003 197.6 0,54 0,18 1.766.000 62.544.361 103.419.036 2004 197.6 0,54 0,18 1.877.000 67.146.989 105.682.108 2005 197.6 0,55 0,18 2.073.000 74.907.685 110.701.038 2006 197.6 0,55 0,18 2.344.000 85.555.806 107.964.461 2007 197.6 0,56 0,19 2.496.000 92.024.034 108.936.996 2008 197.6 0,57 0,19 2.750.000 102.412.787 113.739.641 2009 197.6 0,57 0,19 3.031.000 112.877.511 112.877.511 Jumlah 1.733.546.040
Sumber: * DPLH Kota Bekasi (2008) ** Hasil Pengolahan
Tabel 69 menunjukkan estimasi emisi CH4 yang dihasilkan dari TPA
Sampah Bantar Gebang. Didalam laporan IPCC Tahun 2007 terdapat estimasi biaya sosial karbon dioksida adalah harga kerusakan dari perubahan iklim agregat di seluruh dunia yang diperkirakan sebesar 12 USD per ton CO2 untuk tahun 2005
(UNEP, 2009). Perkiraan nilai kerugian akibat emisi CH4 yang merupakan hasil
konversi dari nilai gas CO2 di TPA Sampah Bantar Gebang tahun 1990-2009
Tabel 69. Estimasi emisi CH4 yang dihasilkan dari TPA Sampah Bantar Gebang T ah u n Pen d u d u k (J u ta Ji w a) Sampah DKI
(Juta Ton) Total CH4 yang dihasilkan (Juta Ton) Total Emisi CH4* (Juta Ton)
Biaya Sosial Emisi Gas Metan
Volume Total Yang Masuk Bantar Gebang Harga Satuan (Rp/ton) Total Biaya (Rp/tahun) NFV Total Biaya (Rp) 1990 8.26 2.20 1.87 0.00935 0.00655 21.200 138.754.000 656.836.002 1991 8.43 2.23 1.88 0.00940 0.00658 23.200 152.656.000 659.769.489 1992 8.60 2.25 1.90 0.00950 0.00665 24.950 165.917.500 654.752.416 1993 8.78 2.20 1.92 0.00960 0.0672 27.400 184.128.000 692.410.572 1994 8.96 2.29 1.94 0.00970 0.00679 29.700 201.663.000 690.854.218 1995 9.11 2.31 1.96 0.00980 0.00686 32.500 222.950.000 699.175.136 1996 8.96 2.33 1.98 0.00990 0.00693 35.100 243.243.000 702.148.695 1997 8.81 2.36 2.00 0.01000 0.00700 37.300 261.000.000 707.894.209 1998 8.67 2.38 2.01 0.01005 0.00704 59.050 415.416.750 1.014.116.438 1999 8.53 2.40 2.03 0.01015 0.00711 71.150 505.520.750 1.158.378.518 2000 8.36 2.42 2.05 0.01025 0.00718 73.800 529.515.000 1.189.452.293 2001 6.46 2.45 2.07 0.01035 0.00725 82.250 595.901.250 1.223.561.308 2002 8.56 2.47 2.09 0.01045 0.00732 92.050 673.345.750 1.228.412.035 2003 8.66 2.50 2.11 0.01055 0.00739 98.100 724.468.500 1.197.931.068 2004 8.77 2.52 2.13 0.01065 0.00746 104.200 776.811.000 1.222.616.610 2005 8.86 2.54 2.15 0.01075 0.00753 115.100 866.127.500 1.279.991.675 2006 8.96 2.57 2.17 0.01085 0.00760 130.200 988.869.000 1.247.872.168 2007 9.07 2.59 2.20 0.01100 0.00770 138.600 1.067.220.000 1.263.362.806 2008 9.18 2.62 2.23 0.01113 0.00779 152.750 1.190.439.526 1.322.102.137 2009 9.29 2.65 2.25 0.01127 0.00789 168.350 1.327.737.657 1.327.737.657 Jumlah 20.139.375.449
Sumber: BPS Kota Jakarta dan hasil analisa
Total emisi CH4 = 70% dari total CH4 yang dihasilkan (Jegers & Peters, 1985) g. Penurunan kualitas lingkungan akibat bau busuk
Dampak TPA Sampah Bantar Gebang yang menggunakan metoda sanitary landfill adalah terjadinya penurunan kualitas lingkungan akibat bau busuk. Mengacu pada hasil penelitian Defra (2004), perhitungan NFV penurunan kualitas lingkungan akibat bau busuk pada radius 1000 m, 1000-2500 m dan 2500-5000 m masing-masing sebesar Rp 338.361.550.652,-, Rp 186.095.207.748,-, Rp 234.607.408.686,-. Atau secara total nilai NFV kerugian atas dampak bau busuk tahun 1990-2009 mencapai sebesar Rp 759.064.167.086,-. Rincian perhitungan NFV dari penurunan kualitas akibat bau dapat dilihat pada Tabel 70, Tabel 71 dan Tabel 72 serta peta titik sampel survai penyebaran bau dapat dilihat pada Lampiran 1.
Tabel 70. Pengeluaran untuk dampak bau yang busuk pada kawasan radius 1000 m dari TPA Sampah Bantar Gebang
Tahun
Jumlah penduduk
(Jiwa)
Kompensasi dampak bau busuk
per-tahun selama 1per-tahun (Rp) kompensasi dampak bau busuk tahun 2009 (Rp) per-orang Total 1990 22.384 62.000 1.387.784.283 6.569.516.407 1991 24.555 67.500 1.657.443.344 7.163.364.350 1992 26.726 72.500 1.937.621.584 7.646.344.797 1993 28.897 79.500 2.297.304.639 8.638.979.508 1994 31.068 86.000 2.671.849.070 9.153.182.292 1995 33.239 94.500 3.141.096.007 9.850.532.526 1996 35.410 102.000 3.611.841.412 10.425.992.662 1997 37.581 108.500 4.077.571.990 11.055.111.446 1998 39.752 171.000 6.797.661.667 16.594.469.134 1999 41.924 206.000 8.636.242.268 19.789.568.519 2000 44.095 213.500 9.414.198.146 21.147.162.166 2001 46.266 238.500 11.034.370.319 22.656.822.055 2002 48.437 266.000 12.884.189.435 23.505.150.757 2003 50.608 283.500 14.347.339.970 23.723.770.309 2004 52.779 301.500 15.912.868.462 25.045.136.190 2005 49.465 333.000 16.471.695.764 24.342.413.149 2006 46.150 376.500 17.375.514.085 21.926.484.124 2007 45.515 401.000 18.251.439.636 21.605.845.079 2008 47.686 442.000 21.077.172.575 23.408.307.861 2009 49.514 487.000 24.113.397.319 24.113.397.319 Jumlah 338.361.550.652
Tabel 71. Pengeluaran untuk dampak bau busuk pada kawasan dengan jarak 1000 m sampai dengan 2500 m dari TPA Sampah Bantar Gebang
Tahun
Jumlah penduduk
(Jiwa)
Kompensasi dampak bau busuk per-tahun selama 100 hari (Rp)
NFV kompensasi dampak bau busuk selama 100 hari
Tahun 2009 (Rp) per-orang Total 1990 44.574 17.500 780.048.484 3.692.606.535 1991 48.898 19.000 929.055.788 4.015.319.820 1992 53.221 20.000 1.064.422.940 4.200.482.116 1993 57.545 22.000 1.265.981.662 4.760.704.980 1994 61.868 24.000 1.484.834.279 5.086.724.016 1995 66.192 26.000 1.720.980.792 5.397.026.145 1996 70.515 28.500 2.009.678.723 5.801.167.113 1997 74.839 30.000 2.245.155.507 6.087.064.655 1998 79.162 47.500 3.760.194.566 9.179.396.639 1999 83.485 57.000 4.758.671.496 10.904.285.997 2000 87.809 59.000 5.180.727.390 11.637.494.831 2001 92.132 66.000 6.080.739.244 12.485.554.050 2002 96.456 73.500 7.089.507.677 12.933.677.170 2003 100.779 78.500 7.911.179.818 13.081.380.470 2004 105.103 83.000 8.723.535.282 13.729.902.293 2005 98.503 91.500 9.012.980.799 13.319.679.130 2006 91.902 103.500 9.511.878.741 12.003.216.549 2007 90.637 110.000 9.970.081.583 11.802.468.321 2008 94.961 121.500 11.537.710.382 12.813.781.150 2009 98.601 133.500 13.163.275.767 13.163.275.767 Jumlah 186.095.207.748