• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESAIN INTERIOR GEDUNG PERTUNJUKAN SENI TRADISIONAL JAWA DI SURAKARTA (Dengan Pendekatan Eklektik)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DESAIN INTERIOR GEDUNG PERTUNJUKAN SENI TRADISIONAL JAWA DI SURAKARTA (Dengan Pendekatan Eklektik)"

Copied!
184
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

DESAIN INTERIOR

GEDUNG PERTUNJUKAN SENI TRADISIONAL JAWA

DI SURAKARTA

(Dengan Pendekatan Eklektik)

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Melengkapi Gelar Sarjana Seni Jurusan Desain Interior

Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh

YUNITA EKA WAHYUNINGTYAS C0805034

JURUSAN DESAIN INTERIOR

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

DESAIN INTERIOR

GEDUNG PERTUNJUKAN SENI TRADISIONAL JAWA

DI SURAKARTA

(Dengan Pendekatan Eklektik)

Disusun oleh

YUNITA EKA WAHYUNINGTYAS C0805034

Telah Disetujui Oleh Pembimbing Untuk di Uji di Hadapan Dewan Penguji

Disetujui oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Iik Endang Siti W, S.Sn, M.Ds Anung B Studyanto, S.Sn, MT NIP. 19771027 20011 2 002 NIP. 19710816 200501 1 001

Mengetahui

Ketua Jurusan Desain Interior

Drs. Rahmanu Widayat, M. Sn. NIP. 19621221 199201 1 001

(3)

commit to user

iii

PENGESAHAN

Telah disahkan dan dipertanggungjawabkan pada sidang Tugas Akhir Jurusan Desain Interior Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Hari Kamis, Tanggal 30 Juli 2010

Penguji

Jabatan Nama Ttd.

1. Ketua Sidang Mulyadi, S. Sn, M. Ds.. NIP. 19730702 200212 1 001

2. Sekretaris Drs. Soepriyatmono, M. Sn NIP. 19560117 198811 1 001

3. Penguji I Iik Endang Siti W, S.Sn, M.Ds NIP. 19771027 20011 2 002

4. Penguji II Anung B Studyanto, S.Sn, MT NIP. 19710816 200501 1 001

Mengetahui :

Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Ketua Jurusan Desain Interior

Drs. Soedarno, M.A Drs. Rahmanu Widayat, M.Sn NIP. 19530315 198506 1 001 NIP. 19621221 199201 1 001

(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Yunita Eka Wahyuningtyas NIM : C 0805034

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Laporan Tugas Akhir berjudul “Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta Dengan Pendekatan Eklektik” adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat dan dibuatkan orang lain. Hal-hal yang bukan dalam Laporan Tugas Akhir ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam Daftar Pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar Sarjana.

Surakarta, September 2010 Yang membuat pernyataan

Yunita Eka Wahyuningtyas NIM. C0805034

(5)

commit to user

v MOTTO

“Tetaplah bergerak maju, sekalipun lambat Karena tetap dalam keadaan bergerak, anda menciptakan kemajuan. Jauh lebik baik bergerak maju, sekalipun pelan, daripada tidak bergerak sama sekali”

(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan kepada :

1. Mama & Papa, atas semua perjuangannya hingga penulis berhasil meraih gelar sarjana.

2. Adik-adikku Rivo dan Reza yang selalu memberiku semangat.

3. Seto Satrio, untuk segala macam bantuan, motivasi, dukungan dan semangat yang selalu diberikan kepada penulis.

4. Keluarga besar penulis, atas doa dan dukungannya.

5. Teman-teman interior, khususnya angkatan 2005. Semoga selau terjalin persahabatan ini.

6. Sahabat-sahabat penulis, atas doa dan dukungannya.

(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb

Tiada kata terindah selain ucapan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mendapat bimbingan dan kemudahan dalam menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir dengan judul “Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa Dengan Pendekatan Eklektik”. Dalam meyelesaikan Tugas Akhir ini tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi, akhirnya penulis dapat menyelesaikan dengan baik berkat bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan yang baik ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada: 1. Drs. Sudarno, M.A, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. Rahmanu Widayat, M.Sn, selaku Ketua Jurusan Desain Interior Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ibu Iik Endang S.W, S.Sn, M.Ds, selaku Pembimbing I, yang telah membimbing penulis sejak penyusunan Kolokium hingga Tugas Akhir dan selaku Dosen Koordinator Tugas Akhir. Terima kasih atas bimbingan dan waktunya

4. Bapak Anung B. Studyanto, S.Sn, M.T, selaku Pembimbing II, yang telah memberi masukan, kemudahan dan bimbingan selama Tugas Akhir.

5. Bapak Drs. IF. Bambang Sulistyono, Sk, MT, selaku Pembimbing Akademik penulis. Terima kasih atas waktu dan bimbingannya.

(8)

commit to user

viii

7. Bapak Drs. Soepriyatmono, M.Sn, selaku Sekretaris Sidang Tugas Akhir penulis.

8. Seluruh dosen Jurusan Desain Interior FSSR UNS, atas segala ilmu dan bimbingan yang telah diberikan.

9. Kedua orangtua serta kedua adik penulis, yang telah senantiasa tulus memberikan doa, cinta dan kasih sayang serta perjuangannya untukku. 10. Seto Satrio, atas segala perjuangan, bantuan, ilmu, perhatian, waktu, kasih

sayang dan semuanya, terima kasih banyak.

11. Teman-teman seperjuangan di interior, Dinar, Citra, Charlie, Ima, Defi, Upie, Ajar, Putro, Bolod, Upret, Tika, Gabug, Jalu, Bima, Koyok, Dafi, Bangun, Kezit, Kresna, Gepeng, Giring, Budi dan semua teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih atas kebersamaannya selama ini dan bantuan selama proses TA. Semoga persahabatan ini sampai kakek-nenek.

12. Dan pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah membantu penulis selama penyusunan Tugas Akhir.

Tiada sesuatu apapun yang dapat penulis persembahkan selain do’a semoga Allah SWT memberi imbalan sesuai dengan jasa dan keikhlasan amalnya, Amin. Penulis menyadari Tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, segala kritik dan saran yang membangun akan penulis terima dengan hati yang terbuka, sehingga karya ini akan lebih sempurna.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb

(9)

commit to user

ix ABSTRAKSI

Yunita Eka Wahyuningtyas. C0805034. 2010. Desain Interior Gedung

Pertunjukan Seni Tradisional Jawa Dengan Pendekatan Eklektik. Tugas Akhir.

Jurusan Desain Interior Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Permasalahan yang dibahas dalam perancangan ini adalah : (1) Bagaimana menciptakan suasana yang edukatif dan rekreatif bagi para pengunjung untuk tertarik saat menonton pertunjukan yang sesuai dengan kegunaannya sebagai wahana pengenalan dan pelestarian kesenian pertunjukan tradisional? (2) Bagaimana menentukan interior yang mampu mewujudkan gaya interior eklektik (perpaduan gaya modern dan tradisional) yang digunakan sebagai penerapan wujud visual yang diharapkan sesuai dengan fungsi dari Gedung Pertunjukan Seni

Tradisional Jawa sebagai wadah pelestarian kebudayaan? (3) Bagaimana

menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung agar dapat menarik animo pengunjung dan memenuhi persyaratan fungsi ruang yang dapat menjadi daya dukung optimal bagi pengunjung sebagai penikmat seni pertunjukan tradisional Jawa?

Tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut: (1) Menyediakan fasilitas atau wadah untuk menampilkan seni pertunjukan tradisional Jawa dengan menciptakan suasana yang edukatif dan rekreatif bagi para pengunjung untuk tertarik saat menonton pertunjukan yang sesuai dengan kegunaannya sebagai wahana pengenalan dan pelestarian kesenian pertunjukan tradisional (2) Dapat menciptakan interior yang mampu mewujudkan konsep eklektik (perpaduan gaya modern dan tradisional) dengan mengangkat tema pewayangan yang digunakan sebagai penerapan wujud visual yang diharapkan sesuai dengan fungsi dari gedung pertunjukan seni tradisional Jawa sebagai wadah pengenalan kebudayaan. (3) Menyediakan suatu rancangan interior gedung pertunjukan seni tradisional Jawa yang nyaman dilihat sari segi interior system, sirkulasi, jarak dan sudut pandang sehingga pengunjung mendapatkan kenyamanan serta tertarik saat menonton pertunjukan sehingga yang disampaikan dapat diterima secara efektif.

Untuk mendapatkan hasil yang maksimum berdasarkan data – data yang akurat, maka metode yang digunakan ada 2 tahap pokok yang digunakan oleh peneliti, yaitu: (1) Metode observasi yaitu mengadakan observasi langsung atau tidak langsung dengan studi pengamatan lapangan, wawancara dan studi literatur melalui buku – buku, koran, majalah, internet ataupun referensi – referensi lain yang berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai sehingga mampu dapat menyelesaikan permasalahan. (2) Metode analisis yaitu menganalisis data – data di lapangan, dengan mengaitkan kajian teoritis yang kemudian dianalisis.

Dari analisa tersebut dapat disimpulkan beberapa hal: (1) Membuat konsep perwujudan dari Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta yang mampu menjadikannya sebagai sarana hiburan rakyat dan sarana pendidikan dalam rangka melestarikan budaya seni tradisional Jawa. (2) Penggunaan warna dan bentuk yang sesuai dengan tema akan membangun suasana para pengunjung. (3) Karakter ruang sangat membantu dalam menciptakan kenyamanan dan keamanan bagi pengunjung.

(10)

commit to user x DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ... PERSETUJUAN... PENGESAHAN... PERNYATAAN... MOTTO... PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAKSI... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR BAGAN... BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah... B. Batasan Masalah... C. Rumusan Masalah... D. Sasaran... E. Tujuan... F. Manfaat... G. Metodologi... H. Sistematika Pembahasan... BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Judul... B. Tinjauan Khusus Gedung Pertunjukan...

1. Tinjauan dan Latar Belakang Bentuk Teater……….. 2. Pengertian Gedung Pertunjukan atau Pementasan…………. 3. Tinjauan Bentuk Panggung (Stage)……… a. Interior Panggung... Hal i ii iii iv v vi vii ix x xiv xv xv 1 1 4 4 5 6 6 7 8 8 10 11 11 13 16 16

(11)

commit to user

xi

b. Panggung dan Perlengkapannya……….... c. Pengertian Auditorium……….. C. Tinjauan Khusus Interior Sistem……… 1. Pencahayaan... 2. Penghawaan... 3. Akustik...

a. Syarat – Syarat Akustik dalam Ruang Tertutup………… b. Standarisasi akustik unsur ruang………... D. Tinjauan Khusus Seni Pertunjukan Tradisional Jawa…………

1. Sejarah Seni Pertunjukan... 2. Nilai-nilai Dalam Seni Pertunjukan Tradisional……… 3. Fungsi Seni Pertunjukan Tradisional di Masyarakat Pendukungnya……… 4. Tantangan Seni Pertunjukan Tradisional di Masa Depan….. 5. Seni Pertunjukan Tradisional di Surakarta………. E. Tinjauan Umum Kota Surakarta………. 1. Letak, Luas dan Batas……….... 2. Keadaan Sosial Budaya……….. 3. Potensi Pariwisata Kota Surakarta……… 4. Kebijaksanaan Pemerintah Daerah Kota Madya Dati II

Surakarta di Bidang Pariwisata……….. 5. Arah Pengembangan Kota Surakarta………. F. Tinjauan Konsep Eklektik………... BAB III TINJAUAN LAPANGAN

A. Tinjauan Lapangan Gedung Wayang Orang Sriwedari……... 1. Sejarah Singkat………. 2. Lokasi……… 3. Sirkulasi………. 4. Organisasi Ruang………... 5. Elemen Pembentuk Ruang………. 6. Interior Sistem……… 7. Furniture………... 18 21 22 22 29 30 31 36 44 44 45 49 52 56 59 59 60 61 65 66 68 73 73 73 73 74 75 76 77 78

(12)

commit to user

xii

B. Tinjauan Lapangan Auditorium RRI Surakarta……… 1. Sejarah Singkat………. 2. Lokasi……… 3. Aktivitas dan Fasilitas……….. 4. Organisasi Ruang………... 5. Sirkulasi……….. 6. Elemen Pembentuk Ruang………. 7. Interior Sistem……… 8. Furniture………... 9. Warna………. 10. Elemen Dekoratif………... 11. Faktor Keamanan……….. 12. Struktur Organisasi………... BAB IV PROGRAM DAN IDE GAGASAN

A. PROGRAM PERANCANGAN... 1. Langkah Kerja... 2. Pengertian Proyek... 3. Asumsi Lokasi... 4. Struktur Organisasi... 5. Status Badan Usaha……… 6. Aktivitas dan Fasilitas………. 7. Sistem Operasional……….. 8. Kebutuhan Ruang………... 9. Besaran Ruang……… 10. Hubungan Antar Ruang………... 11. Sirkulasi………... 12. Sistem Organisasi Ruang……… 13. Zoning dan Grouping………... 14. Elemen Pembentuk Ruang………... a. Lantai... b. Dinding... c. Langit-Langit... 82 82 82 82 84 85 86 87 92 93 94 95 96 97 97 97 99 99 100 101 101 103 104 106 109 110 112 115 125 125 128 133

(13)

commit to user xiii 15. Interior Sistem……….. a. Pencahayaan... b. Penghawaan... c. Akustik... 16. Sistem Keamanan……….... 17. Furniture………... B. IDE GAGASAN... 1. Konsep... 2. Tema………. 3. Suasana………. 4. Aspek Dekorasi dan Warna……….. a. Elemen Dekorasi... b. Warna... BAB V KEPUTUSAN DESAIN

A. KESIMPULAN... 1. Perancangan Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta... 2. Konsep Perancangan Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta……….. 3. Zoning dan Grouping... 4. Tema dan Warna... 5. Elemen Pembentuk Ruang... 6. Interior Sistem... 7. Sistem Keamanan... B. SARAN... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN... 136 136 141 141 144 145 147 147 147 150 152 152 154 156 156 156 156 157 158 159 160 161 162 164 166

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Akustik dinding panggung Gambar 2. Contoh plafon area penonton Gambar 3. Contoh desain area penonton Gambar 4. Contoh area penonton

Gambar 5. Contoh dinding area penonton Gambar 6. Contoh lantai area penonton Gambar 7. Peta Kota Solo

Gambar 8. Peta Surakarta

Gambar 9. Pencahayaan buatan pada area panggung Gambar 10. Penggunaan AC split dan box speaker Gambar 11. Furniture pada lobby

Gambar 12. Furniture ruang penonton

Gambar 13. Pada ruang rias berupa seperangkat meja rias beserta kursi

Gambar 14. Ruang kantor pengelola Gambar 15. Ruang pengiring gamelan

Gambar 16. Suasana saat pementasan wayang orang Gambar 17. Pementasan wayang orang Sriwedari Gambar 18. Sky Light pada lobby

Gambar 19. Ruang penonton Gambar 20. Panggung Gambar 21. Ruang pengiring

Gambar 22. Kipas angin pada ceiling Gambar 23. Jendela pada lobby

Gambar 24. Sound System pada samping panggung Gambar 25. Mixer untuk pengeras bunyi

Gambar 26. Ruang kostum Gambar 27. Kursi penonton Gambar 28. Furniture pada lobby Gambar 29. Warna pada dinding Gambar 30. Relief pada dinding lobby Gambar 31. Kolom pada lobby

Gambar 32. Tabung pemadam kebakaran Gambar 33. Peta Lokasi

Gambar 34. Sirkulasi Gambar 35. Zoning Terpilih Gambar 36. Grouping Terpilih Gambar 37. Sofa R.Tunggu

Gambar 38. Perspektif lesehan cafe Gambar 39. Perspektif R.pamer

Gambar 40. Contoh tokoh wayang berupa Gatotkaca Gambar 41. Perspektif interior stage

Gambar 42. Contoh gambar berupa gunungan Gambar 43. Zoning Terpilih

Gambar 44. Grouping Terpilih

Hal 38 39 41 40 41 42 60 74 77 77 78 79 79 80 80 81 81 88 88 89 89 90 90 91 91 92 92 93 93 94 94 95 100 114 123 124 145 146 150 151 151 153 157 158

(15)

commit to user

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi ruang pada gedung pertunjukan tradisi Tabel 2. Organiasasi Ruang Gedung Wayang Orang Sriwedari Tabel 3. Elemen Pembentuk Ruang Gedung Wayang Orang

Sriwedari

Tabel 4. Aktivitas dan Fasilitas Pengunjung Gedung Pertunjukan RRI

Tabel 5. Aktivitas dan Fasilitas Pengunjung Gedung Pertunjukan RRI

Tabel 6. Aktivitas dan Fasilitas Pengunjung Gedung Pertunjukan RRI

Tabel 7. Organisasi Ruang Gedung Pertunjukan RRI Tabel 8. Aktifitas dan Fasilitas Gedung Pertunjukan Seni

Tradisional Jawa

Tabel 9. Rencana ruang pada Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa

Tabel 10. Rencana besaran ruang pada Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa

Tabel 11. Sistem Organisasi Ruang

Tabel 12. Elemen Pembentuk Ruang pada Lantai Tabel 13. Elemen Pembentuk Ruang pada Dinding Tabel 14. Elemen Pembentuk Ruang pada Langit-langit Tabel 15. Elemen Pembentuk Ruang

Tabel 16. Interior Sistem

DAFTAR BAGAN Hal 16 76 76 83 84 84 85 103 105 108 113 128 132 136 160 161

Bagan 1. Sirkulasi Pengunjung Gedung Wayang Orang Sriwedari

Bagan 2. Sirkulasi Penglola Gedung Wayang Orang Sriwedari Bagan 3. Sirkulasi Seniman Gedung Wayang Orang Sriwedari Bagan 4. Pola Sirkulasi Pengunjung Gedung Pertunjukan RRI Bagan 5. Pola Sirkulasi Pengelola Gedung Pertunjukan RRI Bagan 6. Pola Sirkulasi Pengelola Gedung Pertunjukan RRI Bagan 7. Struktur Organisasi

Bagan 8. Langkah Kerja Perencanaan Bagan 9. Pola Pemikiran

Bagan 10.Struktur Organisasi Bagan 11. Hubungan antar ruang Bagan 12. Sirkulasi Pengelola Bagan 13. Sirkulasi Karyawan Bagan 14. Sirkulasi Pengunjung Bagan 15. Sirkulasi Seniman

Hal 74 75 75 85 86 86 96 97 98 100 109 110 110 111 111

(16)

commit to user

(17)

commit to user DESAIN INTERIOR

GEDUNG PERTUNJUKAN SENI TRADISIONAL JAWA DI SURAKARTA

(Dengan Pendekatan Eklektik) Yunita Eka Wahyuningtyas1

Iik Endang Siti W, S.Sn, M.Ds2 Anung B Studyanto, S.Sn, MT3

ABSTRAK

2010.. Tugas Akhir. Jurusan Desain Interior Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Permasalahan yang dibahas dalam perancangan ini adalah : (1) Bagaimana menciptakan suasana yang edukatif dan rekreatif bagi para pengunjung untuk tertarik saat menonton pertunjukan yang sesuai dengan kegunaannya sebagai wahana pengenalan dan pelestarian kesenian pertunjukan tradisional? (2) Bagaimana menentukan interior yang mampu mewujudkan gaya interior eklektik (perpaduan gaya modern dan tradisional) yang digunakan sebagai penerapan wujud visual yang diharapkan sesuai dengan fungsi dari Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa sebagai wadah pelestarian kebudayaan? (3) Bagaimana menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung agar dapat menarik animo pengunjung dan memenuhi persyaratan fungsi ruang yang dapat menjadi daya dukung optimal bagi pengunjung sebagai penikmat seni pertunjukan tradisional Jawa?

Tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut: (1) Menyediakan fasilitas atau wadah untuk menampilkan seni pertunjukan tradisional Jawa dengan menciptakan suasana yang edukatif dan

rekreatif bagi para pengunjung untuk tertarik saat menonton

pertunjukan yang sesuai dengan kegunaannya sebagai wahana pengenalan dan pelestarian kesenian pertunjukan tradisional (2) Dapat menciptakan interior yang mampu mewujudkan konsep

1

Mahasiswa Jurusan Desain Interior dengan NIM C0805034

2

Dosen Pembimbing I

3 Dosen Pembimbing II

eklektik (perpaduan gaya modern dan tradisional) dengan mengangkat tema pewayangan yang digunakan sebagai penerapan wujud visual yang diharapkan sesuai dengan fungsi dari gedung pertunjukan seni tradisional Jawa sebagai wadah pengenalan kebudayaan. (3) Menyediakan suatu rancangan interior gedung pertunjukan seni tradisional Jawa yang nyaman dilihat sari segi interior system, sirkulasi, jarak dan sudut pandang sehingga pengunjung mendapatkan kenyamanan serta tertarik saat menonton pertunjukan sehingga yang disampaikan dapat diterima secara efektif.

Untuk mendapatkan hasil yang maksimum berdasarkan data – data yang akurat, maka metode yang digunakan ada 2 tahap pokok yang digunakan oleh peneliti, yaitu: (1) Metode observasi yaitu mengadakan observasi langsung atau tidak langsung dengan studi pengamatan lapangan, wawancara dan studi literatur melalui buku – buku, koran, majalah, internet ataupun referensi – referensi lain yang berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai sehingga mampu dapat menyelesaikan permasalahan. (2) Metode analisis yaitu menganalisis data – data di lapangan, dengan mengaitkan kajian teoritis yang kemudian dianalisis.

Dari analisa tersebut dapat disimpulkan beberapa hal: (1) Membuat konsep perwujudan dari Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta yang mampu menjadikannya sebagai sarana hiburan rakyat dan sarana pendidikan dalam rangka melestarikan budaya seni tradisional Jawa. (2) Penggunaan warna dan bentuk yang sesuai dengan tema akan membangun suasana para pengunjung. (3) Karakter ruang sangat membantu dalam menciptakan kenyamanan dan keamanan bagi pengunjung.

(18)

commit to user 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seni pertunjukan tradisional saat ini mulai terdesak oleh seni budaya modern yang lebih disukai oleh berbagai kalangan. Hal ini disebabkan kemasan seni pertunjukan modern lebih menarik jika dibandingkan dengan seni pertunjukan tradisional, sehingga sebagian masyarakat khususnya kaum muda lebih menyukai seni budaya modern. Seni pertunjukan tradisional merupakan tinggalan leluhur nenek moyang, memiliki nilai-nilai kehidupan manusia yang menarik untuk dilihat dan dihayati sebagai kesenian tradisional daerah. Namun, seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi dan sejenisnya yang dengan mudah dapat mengakses seni budaya modern, kesenian tradisional semakin terdesak keberadaannya, dan tidak mustahil akan hilang jika tidak ada upaya menghidupkannya kembali.

Selain surga bagi wisata kuliner, sebagai kota budaya kota Solo tentu saja juga memiliki beragam stok wisata budaya. Salah satu wisata budaya di kota Solo yang dapat dinikmati setiap malam adalah pertunjukan kesenian wayang orang. Masyarakat tinggal mengunjungi gedung wayang orang yang berada di komplek Taman Hiburan Rakyat Solo.

Kondisi wayang orang legendaris Sriwedari di Kota Solo kini semakin memprihatinkan. Bukan hanya penonton yang nyaris tidak pernah memadati pertunjukannya. Tetapi kesan sebagai kesenian yang pernah menjadi indikator citra

(19)

commit to user

Kota Solo sebagai pusat kebudayaan Jawa pun tak tampak lagi. Padahal kota Solo merupakan kota budaya, sehingga adanya gedung wayang orang menjadi salah satu ikon budaya Solo. Bahkan, tak ditemukan lagi kesan gebyar kebesarannya, seperti pada masa jayanya sekitar tahun 1970-an. Tata lampu, teknik pemanggungan, dan penampilan pemain kurang mencerminkan sebagai pelakon wayang profesional yang menjadi kegandrungan penonton, seperti layaknya dulu. Setiap malam wayang orang Sriwedari memang masih terus pentas, ada atau tidak ada penonton. Namun, kesannya hanya sekadar menunjukkan bahwa wayang orang masih ada.

Kebutuhan masyarakat Solo akan sarana rekreasi yang bersifat mengenal kebudayaan Jawa merupakan suatu harapan bagi semua masyarakat, sehingga tercipta sarana rekreatif namun tetap ada unsur edukatif. Banyak alternatif cara dalam usaha mewujudkannya diantaranya seperti pembangunan sebuah sarana kebudayaan Jawa. Contohnya sebuah gedung pertunjukan seni tradisional jawa yang dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi daerah Surakarta yang merupakan aset tujuan pariwisata bagi wisatawan domestik maupun mancanegara merupakan salah satu alternatif yang sangat baik. Gedung pertunjukan seni tradisional jawa merupakan suatu pusat bagi masyarakat Surakarta mengingat salah satu bentuk seni tradisional jawa yang menyajikan salah satu pertunjukan seni yaitu cerita wayang berdasarkan pada cerita Ramayana atau Mahabarata yang mengandung filosofi dan tertanam pada jiwa bangsa Indonesia. Banyak permasalahan yang muncul dalam usaha mewujudkannya karena masyarakat sekarang tidak terlalu tertarik untuk kembali mengenal kebudayaan tempo dulu, misalnya wayang orang yang merupakan salah satu warisan budaya Jawa.

(20)

commit to user

Untuk itu bagaimana caranya membuat masyarakat tertarik untuk datang mengunjunginya.

Dengan adanya ciri khas yang dimiliki oleh gedung pertunjukan seni tradisional jawa ini maka akan semakin menambah keunikan tersendiri bagi suatu karya desain. Gedung pertunjukan seni tradisional jawa ini juga dilengkapi dengan fasilitas penunjang lain sebagai pemenuh kebutuhan para pengunjung diantaranya ruang pertunjukan dengan penataan akustik dan tata lampu yang baik sehingga berbeda dari gedung pertunjukan seni yang selama ini ada di Surakarta. Kenyamanan penonton dan pengunjung juga menjadi pertimbangan dalam mendesain gedung pertunjukan seni tradisional jawa. Adanya fasilitas souvenir shop yang menjual miniatur atau replika tokoh pewayangan dan juga cafe yang nenghadirkan suasana tradisional yang menghadirkan karakter-karakter tradisional pada display ruang maupun pelayanan café itu sendiri. Sebuah persembahan yang berguna bagi masyarakat tentunya bila dengan adanya gedung pertunjukan seni tradisional jawa ini dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman bagi para pengunjung akan kebudayaan Jawa yang semakin dilupakan. Banyak nilai edukatif dan rekreatif yang bisa kita gali (eksplorasi) dengan adanya gedung pertunjukan seni tradisional jawa ini, dan kedepan nantinya kita akan gunakan sebagai batu loncatan untuk mengembangkan sebuah kebudayaan yang bermanfaat dan implikasinya adalah masyarakat semakin mencintai kebudayaannya sendiri. Dengan adanya gedung pertunjukan seni tradisional jawa ini tidak menuntup kemungkinan bagi para masyarakat umum maupun pelajar mendapatkan pengetahuan dan juga sebagai sarana

(21)

commit to user

riset bagi para pelaku seni yang menekuni bidang seni pertunjukan tradisional jawa untuk mendapatkan referensi sebagai penyempurnaan seni yang sudah ada .

B. Batasan Masalah

1. Pembahasan diutamakan dalam lingkup disiplin interior

2. Perencanaan ditekankan pada masalah interior dalam gedung pertunjukan seni tradisional Jawa dengan mempertimbangkan tuntutan dan persyaratan aktivitas dan pelaku aktivitasnya dapat diwadahi, dan rekreatif sebagai salah satu upaya menarik pengunjung, serta edukatif dengan menciptakan gedung pertunjukan seni tradisional Jawa sebagai bangunan dan lingkungan yang berbeda dengan yang ada disekitarnya.

3. Fasilitas utama ruangan yang terdapat dalam gedung pertunjukan seni tradisional Jawa ditekankan pada:

a. Ruang utama pertunjukan (auditorium) b. Ruang Pendukung

- Hall / Lobby - Cafe

- Ruang Pamer

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana menciptakan suasana yang edukatif dan rekreatif bagi para pengunjung untuk tertarik saat menonton pertunjukan yang sesuai dengan

(22)

commit to user

kegunaannya sebagai wahana pengenalan dan pelestarian kesenian pertunjukan tradisional.

2. Bagaimana menentukan interior yang mampu mewujudkan gaya interior eklektik (perpaduan gaya modern dan tradisional) yang digunakan sebagai penerapan wujud visual yang diharapkan sesuai dengan fungsi dari Gedung Pertunjukan

Seni Tradisional Jawa sebagai wadah pelestarian kebudayaan.

3. Bagaimana menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung agar dapat menarik animo pengunjung dan memenuhi persyaratan fungsi ruang yang dapat menjadi daya dukung optimal bagi pengunjung sebagai penikmat seni pertunjukan tradisional Jawa.

D. Tujuan

Tujuan dari desain interior gedung pertunjukan seni tradisional Jawa adalah: 1. Menyediakan fasilitas atau wadah untuk menampilkan seni pertunjukan

tradisional Jawa dengan menciptakan suasana yang edukatif dan rekreatif bagi para pengunjung untuk tertarik saat menonton pertunjukan yang sesuai dengan kegunaannya sebagai wahana pengenalan dan pelestarian kesenian pertunjukan tradisional.

2. Dapat menciptakan interior yang mampu mewujudkan konsep eklektik (perpaduan gaya modern dan tradisional) dengan mengangkat tema pewayangan yang digunakan sebagai penerapan wujud visual yang diharapkan sesuai dengan fungsi dari gedung pertunjukan seni tradisional Jawa sebagai wadah pengenalan kebudayaan.

(23)

commit to user

2. Menyediakan suatu rancangan interior gedung pertunjukan seni tradisional Jawa yang nyaman dilihat sari segi interior system, sirkulasi, jarak dan sudut pandang sehingga pengunjung mendapatkan kenyamanan serta tertarik saat menonton pertunjukan sehingga yang disampaikan dapat diterima secara efektif.

E. Sasaran

1. Sasaran desain

Adapun dari sasaran desain adalah pemenuhan kebutuhan fungsional dari gedung pertunjukan seni tradisional Jawa itu sendiri, antara lain kebutuhan akan sarana gedung pertunjukan seni tradisional Jawa yang nyaman dilihat sari segi interior system, sirkulasi, jarak dan sudut pandang tanpa mengabaikan segi estetis sehingga diharapkan pengunjung dapat menikmati pertunjukan dengan nyaman, sehingga tujuan dari gedung pertunjukan seni tradisional Jawa tersebut dapat terpenuhi secara maksimal.

2. Sasaran pengunjung

Seluruh pengunjung gedung pertunjukan seni tradisional Jawa baik dari kalangan umum (wisatawan mancanegara maupun wisatawan domestik), pengunjung umum maupun akademisi baik dari kalangan pelajar , pakar seni, pengamat seni dan lain sebagainya.

F. Manfaat

(24)

commit to user

1. Mahasiswa, khususnya desain interior adalah untuk menambah wawasan tentang perancangan gedung pertunjukan untuk melestarikan seni pertunjukan tradisional Jawa dan ikut berperan dalam menumbuhkan kesadaran akan arti pentingnya budaya tradisional Jawa dalam bentuk perancangan interior.

2. Masyarakat, adalah banyak nilai edukatif dan rekreatif yang bisa digali (eksplorasi) dengan adanya gedung pertunjukan seni tradisional Jawa ini, dan kedepan nantinya dapat digunakan sebagai batu loncatan untuk mengembangkan sebuah kebudayaan yang bermanfaat dan implikasinya adalah masyarakat semakin mencintai kebudayaannya sendiri

3. Pelaku seni, sebagai sarana riset bagi para pelaku seni yang menekuni bidang seni pertunjukan tradisional Jawa untuk mendapatkan referensi sebagai penyempurnaan seni yang sudah ada .

4. Pemerintah, adalah memberi masukan suatu perancangan gedung pertunjukan yang didalamnya mencakup beberapa unsur kebudayaan menjadi satu rangkaian sarana hiburan dengan tujuan untuk mengangkat kembali kejayaan seni tradisional Jawa yang makin ditinggalkan.

G. Metodologi

Metodologi yang akan digunakan sebagai dasar penyusunan sehingga mencapai hasil sesuai dengan tujuan dari desain interior gedung pertunjukan seni tradisional Jawa adalah :

(25)

commit to user

Untuk mendapatkan hasil yang maksimum berdasarkan data – data yang akurat, maka metode yang digunakan :

a. Metode Observasi

Yaitu mengadakan observasi langsung atau tidak langsung dengan studi pengamatan lapangan, wawancara dan studi literatur melalui buku – buku, koran, majalah, internet ataupun referensi – referensi lain yang berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai sehingga mampu dapat menyelesaikan permasalahan.

b. Metode Analisis

Menganalisis data – data di lapangan, dengan mengaitkan kajian teoritis yang kemudian dianalisis. Diharapkan tinjauan tersebut akan mengilhami berbagai karya desain dan alternatif – alternatif yang matang.

H. Sistematika Pembahasan

1. BAB I (PENDAHULUAN)

Pendahuluan mencakup latar belakang masalah yang meliputi peranan dan keberadaan gedung pertunjukan seni tradisional Jawa, pembahasan dan perumusan masalah, sasaran, tujuan dan manfaat serta metodologi yang meliputi metode dan sistematika pembahasan.

2. BAB II (LANDASAN TEORI)

Mengemukakan tentang landasan teori tentang proyek desain interior gedung pertunjukan seni tradisional Jawa yang meliputi tentang persyaratan ruang pertunjukan, ruang penonton, dan ruang pendukung lainnya yang di dalamnya

(26)

commit to user

mencakup pengertian, fungsi, klasifikasi, sirkulasi, komponen pembentuk ruang, sistem interior, sistem keamanan, dll serta merupakan hasil studi observasi di lapangan, sebagai dasar acuan atas pemilihan lokasi perencanaan, maupun sebagai bahan pembanding dan bahan pengayaan bagi proses analisis dari konsep desain interior gedung pertunjukan seni tradisional Jawa.

3. BAB III (TINJAUAN LAPANGAN)

Merupakan hasil studi observasi di lapangan, sebagai dasar acuan atas pemilihan lokasi perencanaan, maupun sebagai bahan pembanding dan bahan pengayaan bagi proses analisis dari konsep desain interior gedung pertunjukan seni tradisional Jawa.

4. BAB IV (PROGRAM DAN IDE GAGASAN)

Perancangan yang diperoleh dari kajian teori dan hasil observasi lapangan yang merupakan titik tolak dasar konsep perencanaan dan perancangan interior ruang utama pertunjukan dan ruang pendukung lainnya pada gedung pertunjukan seni tradisional Jawa.

5. BAB V (KESIMPULAN)

Merupakan kesimpulan dari proses analisis sekaligus merupakan konsep Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta.

(27)

commit to user

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Judul

Pengertian dari judul Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta dengan Pendekatan Eklektik adalah sebagai

berikut:

Interior : Ruang dalam suatu bangunan

(Ensiklopedia Indonesia, 1989, hal : 195)

Desain Interior : Merencanakan, menata dan merancang ruang-ruang interior dalam bangunan.

(Francis D.K. Ching, Desain Interior, 1996, hal 46)

Seni pertunjukan : Merupakan ekspresi dari perseorangan atau komunitas dalam mempertunjukan dirinya secara visual dalam berbagai ruang.

(Drs. Sujarno, Seni Pertunjukan Tradisional, Nilai,

Fungsi dan Tantangannya, 2003, hal: 23)

Eklektik : Gaya eklektik sendiri dikenal dalam istilah interior sebagai gaya gado-gado, yang merupakan paduan dari beragam selera gaya.

(http:okezone.com)

Jadi Desain Interior Gedung Pertunjukan Seni Tradisional Jawa di Surakarta dengan Pendekatan Eklektik adalah suatu proses, pembuatan,

(28)

commit to user

kegiatan manuasia untuk mengekspresikan dari perseorangan atau komunitas dalam mempertunjukan dirinya secara visual dalam berbagai ruang ruang dalam suatu bangunan yang berupa tempat pertunjukan seni tradisional Jawa untuk melengkapi fasilitas hiburan yang ada di Surakarta dengan perpaduan desain interior dari berbagai gaya atau disebut eklektik.

B. Tinjauan Khusus Gedung Pertunjukan

1. Tinjauan dan Latar Belakang Bentuk Teater

Kata “teater” sebenarnya merupakan istilah seni yang dipertunjukkan. Istilah ini berasal dari Yunani yaitu “theatron” yang berarti “tempat pertunjukan”. Teater disini tidak sebatas pada pengertian saja tetapi lebih dari itu. Secara tersirat teater mengandung pengertian : teater adalah suatu kegiatan manusia yang secara sadar menggunakan tubuhnya sebagai alat atau media utama untuk menyatakan rasa dan karsanya, mewujudkan dalam suatu karya (seni). Didalam menyatakan rasa dan karsanya itu, alat atau media utama tadi ditunjang oleh unsur gerak, unsur suara, dan bunyi, serta unsur rupa.

Unsur – unsur teaternya menurut urutan sebagai berikut :

a. Tubuh manusia sebagai alat/ media utama (pemeran/ pemain) b. Gerak sebagai unsur penunjang (gerak, tubuh, suara, bunyi, rupa) c. Suara sebagai unsur penunjang (kata atau ucapan pemeran) d. Bunyi sebagai unsur penunjang (efek bunyi benda, musik)

e. Rupa sebagai unsur penunjang (cahaya, sinar lampu, skeneri, kostum, tata rias)

Sedangkan pengertian teater dalam arti luas adalah segala bentuk tontonan yang dipertunjukkan banyak orang. Misalnya wayang orang,

(29)

commit to user

ketoprak, lenong, dan lain sebagainya. Sebagai seni yang dipertunjukkan, teater paling tidak harus memiliki tiga elemen pokok, yaitu :

Penonton, dalam pentas teater tidak mengenal kedudukan pria, wanita , tua, muda, dan anak – anak. Secara naluriah, manusia dipengaruhi oleh sikap dan tindakannya. Kemauan pergi ke teater karena mereka ingin mengetahui. Berawal dari sinilah mereka pergi untuk melihat, menghayati, serta menikmati pertunjukan yang disajikan. Karena ia menikmati, menyaksikan dan melihat maka ia disebut sebagai penonton. Pertunjukan teater tidak lengkap tanpa adanya penonton, karena pokok dari penyajian adalah untuk mengubah, mempengaruhi, membawa penonton kesuasana kehidupan yang sebenarnya dan diharapkan dapat terlihat langsung dalam pertunjukan. Tempat, jika dilihat dari perkembangannya teater pada mulanya merupakan

wujud pemujaan/ upacara sakral. Hingga perkembangan selanjutnya berubah dari upacara pemujaan menjadi akting, dengan sendirinya berpengaruh juga pada bentuk ruang teater. Mula – mula tapal kuda atau setengah lingkaran, sering disebut “theatre in the round”. Tempat pementasan yang baik adalah adanya hubungan yang baik antara pemain dengan penonton. Tempat pertunjukan yang dipilih pada ruang tertutup atau terbuka. Tempat merupakan elemen kedua yang harus ada.

Penyaji, elemen ini merupakan elemen yang paling penting karena tanpa penyaji pertunjukan tidak pernah ada. Penyaji adalah semua orang yang terlibat dalam pertunjukan. Biasanya mereka terdiri dari penata lampu, penata laku, penata kostum, penata panggung, perancang dekorasi, dan masih banyak lainnya.

(30)

commit to user

Bentuk fisik ruang teater sekarang ini mengacu pada perkembangan teater di Eropa. Sejarah yang panjang mengenai ruang pertunjukan dapat dilihat pada sejarah perkembangan teater atau ruang pertunjukan. (Yuni

Kristanti, 2008, Hal: 29-31)

2. Pengertian Gedung Pertunjukan atau Pementasan

Ruang pertunjukan atau ruang pentas adalah merupakan sarana yang senantiasa menjadi wahana utama dalam mewujudkan adanya interaksi suatu pementasan sebagai bentuk aktivitas. Pengertian ruang yang berkaitan dengan seni pertunjukan ini sebenarnya terbats pada fungsinya yang secara praktis dapat dikategorikan dalam 4 macam klasifikasi:

Akting area atau panggung Auditorium atau ruang penonton

Auxilary working storage atau penunjang Storage space atau ruang pengadaan/gudang

Keempat komponen tersebut merupakan suatu kesatuan yang saling mendukung dalam menyiapkan dan melaksanakan kegiatan/ aktivitasyang berhubungan dengan suatu pementasan. Keempat ruang tersebut mempunyai hubungan berantai dalam proses interaksi.

Secara fungsional, organisasi ruang pertunjukan dikelompokkan menjadi tiga bagian sebgai berikut:

a. Ruang utama, yaitu ruang yang berfungsi sebagai tempat untuk menampung penonton.

b. Ruang penunjang, berupa reception (bagian penerimaan) yang terdiri dari kantor, tempat penyimpanan pakaian dan sebagainya.

(31)

commit to user

c. Ruang perlengkapan, berupa panggung utama, panggung sayap, daerah belakang panggung, gudang layar pertunjukan, bengkel kerja, ruang latihan, dan sebagainya.

Adapun kebutuhan ruang pertunjukan secara umum dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Perangkat ruang pentas, yang terdiri dari:

Raung persiapan (Auxilary working storage), ruang yang berfungsi sebagai tempat pengontrol suara dan cahaya untuk daerah panggung yang biasanya digunakan untuk mengawasi suara pemain dalam pertunjukan yaitu agar pemain tersebut dapat mengetahui bagaimana suara sesungguhnya dapat diterima penonton dan dapat digunakan untuk mengatur cahaya yang ditujukan ke panggung.

Ruang tatarias, yaitu ruang yang berfungsi sebagai ruang pengarahan dan merupakan daerah lounge para pemain juga digunakan untuk berlatih sementara menunggu untuk tampil. Raung pementasan, yaitu ruang yang disebut panggung yang dipakai pemain atau actor dalam pementasan. Panggung ini terpisah dan mempunyai bukaan bertingkat, dari sinilah penonton melihat pertunjukan telah berlangsung.

b. Perangkat ruang penonton, yang terdiri dari:

Ruang tunggu, yaitu serambi merupakan ruangan besar atau aula masuk dari sebuah gedung pertunjukan.

(32)

commit to user

Pintu masuk (entrance dan lobby), menurut Poerwodarminto pintu berarti gerbang atau lawang yang digunakan untuk menunjukkan arah keluar dan masuk.

Ruang duduk, bahwa ruang duduk dalm ruang pertunjukan merupakan ruang yang memungkinkan penonton untuk bersantai, duduk atau berbincang-bincang dengan santai sambil menunggu pertunjukan dimulai.

Ruang auditorium, pada dasarnya auditorium merupakan suatu ruang dimana sejumlah besar penonton dapat ditampung menikmati suatu pertunjukan dengan kenyamanan visual dan auditori yang memadai.

Rauang loket karcis, merupakan sarana pelengkap yang selalu ada pada setiap gedung pertunjukan. Loket karcis merupakan bagian pertama sebuah gedung pertunjukan yang akan selalu dilalui penonton.

Klasifikasi ruang pada gedung pertunjukan tradisi

Pembagian Jenis Perangkat ruang pentas a. Ruang persiapan b. Ruang pementasan c. Ruang pengiring - Auxiliary working - Proscenium dan apron - Pit atau orchestra Perangkat ruang penonton a. Serambi b. Jalan masuk c. Ruang duduk d. Fasilitas lain - Foyer - Entrance - Auditorium

(33)

commit to user Perangkat ruang

pendukung

a. Gudang

b. Ruang untuk alat dekor c. Ruang untuk gladi

Storage, scenary space

Tabel. 1.

Klasifikasi ruang pada gedung pertunjukan tradisi

Sumber : skripsi Yuni Kristansi. 2008. Perancangan dan Perancanaan Gedung

Wayang Orang di Surakarta. Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa

UNS

3. Tinjauan Bentuk Panggung (Stage)

a. Interior Panggung

Panggung (stage) adalah ruang yang umumnya menjadi orientasi utama dalam sebuah auditorium. Ruangan ini diperuntukan bagi penyaji untuk mengekspresikan materi yang akan disajikan. Bentuk dan dimensi panggung sangat bermacam-macam. Saat ini dikenal pula panggung permanen dan semi permanen, yaitu panggung dengan bebtuk, peletakan, dan dimensi yang dapat diubah-ubah sesuai kebutuhan. Panggung semacam ini umumnya ditempatkan pada auditorium multifungsi.

Menurut Christina E. Mediastika, Ph.D dalam bukunya “Akustika Bangunan” bahwa bentuk dan tingkat komunikasinya dengan penonton, panggung dapat dibedakan menjadi empat jenis:

1) Panggung Proscenium

Bentuk dan peletakan panggung yang disebut proscenium adalah peletakan konvensional, yaitu penonton hanya melihat tampilan penyaji dari arah depan saja. Komunikasi antara penyaji dan penonton pada panggung semacam ini sangat minim. Komnikasi yang dimaksud adalah tatapan mata, perasaan kedekatan antara penyaji dengan penonton, dan keinginan penonton untuk secara fisik terlibat dengan materi yang

(34)

commit to user

disajikan. Panggung semacam ini lebih cocok dipergunakan untuk model sajian yang tidak membutuhkan tingkat komunikasi yang tinggi, seperti misalnya pertunjukan seni tari klasik atau seni musik klasik. (Christina

E. Mediastika, Ph.D, 2005: 93-94)

2) Panggung Terbuka

Masyarakat awam seringkali salah paham menganggap bahwa semua auditorium yang tidak beratap adalah panggung terbuka. Panggung terbuka adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pengembangan dari panggung proscenium yang memiliki sebagian area panggung menjorok ke rah penonton, sehingga memungkinkan penonton bagian depan untuk menyajikan penyaji dari arah samping contohnya catwalk tempat peragaan busana. Komunikasi antara penyaji dan penonton pada panggung semacam ini lebih baik dan lebih terbangun. Pada panggung terbuka ini, baik penyaji maupun penonton berada di dalam ruangan yang beratap.

3) Panggung Arena

Panggung arena adalah panggung yang terletak di tengah-tengah penonton, sehingga penonton dapat berada pada posisi di depan, di samping, atau bahkan dibelakang penyaji. Panggung semacam ini biasanya dibuat semipermanen dalam sebuah auditorium multifungsi. Komunikasi antara penyaji dan penonton dapat berlangsung denagan baik. Panggung arena seringkali dibuat dapat berputar sehingga penonton pada sisi yang berbeda dapat melihat penyaji dari semua sudut.

(35)

commit to user

Bentuk panggung extended adalah pengembangan dari bentuk

proscenium yang melebar kea rah samping kiri dan kanan. Bagian

pelebaran atau perluasan ini tidak dibatasi dengan dinding samping, sehingga penonton dapat menyajikan penyaji dari arah samping. Bentuk panggung ini sanagt cocok digunakan untuk sajian acara yang terdiri dari beberapa bagian pertunjukan, seperti sajian music dan mungkin pula dilengkapi denagn sajian lawak/komedi. Masing-masing bagian sajian tersebut dapat menempati sisi panggung yang berbeda, sehingga persiapan set (dekorasi) masing-masing panggung tidak saling mengganggu.

b. Panggung dan Perlengkapannya

Perlengkapan panggung sebagai berikut :

1) Pit atau sudut orkes, yakni sebuah lantai yang rendah di depan panggung yang diperlukan untuk orkes.

2) Apron atau serambi panggung, yaitu bagian lantai panggung yang paling depan dibatasi garis layar dan ujung panggung yang menjorok ke auditorium.

3) Pelengkung proscenium, yaitu lubang proscenium yang memperlihatkan batas antara penonton dan pemeran yang biasanya disertai kain – kain untuk menutupi sebagain panggung yang tidak perlu dilihat penonton.

4) Layar asbestos, yaitu layar dibelakang proscenium yang tahan api dengan maksud untuk menghindari menjalarnya kebakaran ke

(36)

commit to user

tempat lain apabila sewaktu – waktu terjadi kebakaran di belakang panggung.

5) Layar utama, yaitu salah satu layar yang memilki kedudukan penting dalam hubungannya dengan identitas teater yang dipasang pada saat panggung beum dibuka.

6) Layar layang, gedung teater yang memiliki ketinggian yang wajar dengan perlengkapan sistem bandul keseimbangan sering layar utamanya dikerjakan dengan layar layang. Cara kerja layar layang hamper tidak mengeluarkan bunyi pada saat layar tersebut bergerak. 7) Layar tarik, yaitu layar yang terjadi dari dua bidang yang bertemu

dan membuka di tengah apabila masing – masing bidang ditarik kepinggir sisi kiri kanan pelengkung proscenium.

8) Layar tab, yaitu layar yang bekerja melalui dua utas tali atau lebih yang ditarik menelusuri cincin pada layar. Apabila cincin itu disusun secara diagonal maka layar akan membuka dan menutup secara diagonal dan apabila dipasang secara vertical akan membuka secara vertical.

9) Layar gulung, umumnya digunakan pada gedung teater yang kecil dan sempit. Digunakan oleh teater – teater lama pada kereta – kereta Teater Keliling abad 19.

10) Tiser dan Tormentor, yaitu kain penghalang yang dipasang diatas panggung paling depan menyilang horizontal dan ukurannya lebih besar dari border dipasang diganti pada sebatang pipa gantungan dengan sistem bandul.

(37)

commit to user

11) Jembatan lampu, yaitu untuk menggantungkan lampu – lampu juga untuk menggantungkan kain border ke satu. Jembatan lampu ini tergantung kain pada dua pasang tali atau kawat (slink) pada sistem bandul keseimbangan sehingga jembatan lampu dapat dinaikkan atau diturunkan menurut kebutuhan.

12) Para – para, adalah jajaran kayu dan besi yang disusun berderet letaknya diatas panggung kurang lebih dua meter dibawah atap dan memenuhi seluruh ruangan. Para – para adalah tempat kedudukan keekan tali penggantung layar, lampu, dan sebagainya.

13) Sistem bandul keseimbangan, yaitu merupakan cara penggerekan yang dipandang naik dan mudah. Di dalam sistem bandul keseimbangan ini utasan tali diganti dengan kawat baja yang bekerja mulai dari batang gantungan menuju ke para – para masuk kebiji kerekan lalu menuju ke salah satu panggung tempat induk kerekan. 14) Siskorama, adalah layar berbentuk tiga sisi yang sudut – sudutnya

dapat dilengkungkan untuk memberikan efek kedalaman layar belakang set eksterior langit atau cakrawala atau efek kedalaman yang luar biasa.

15) Penutup lantai panggung, adakalanya bagian penting daerah permanan panggung ditutup dengan kain terpal atau lapisan karet tipis. Biasanya berwarna cokelat tua atau abu – abu kehijauan atau kehitaman. Penutup ini dipasang hingga lantai panggung depan termasuk batas layarnya melampaui 1 atau 1,5 m di depan pelengkung proscenium.

(38)

commit to user

a. Pengertian Auditorium

Auditorium berasal dari kata audiens (penonton/penikmat) dan rium (tempat), sehingga auditorium dapat diartikan sebagai tempat berkumpulnya penonton untuk menyaksikan suatu acara tertentu. Berdasarkan jenis aktivitas yang dapat berlangsung di dalammya, maka suatu auditorium dibedakan jenisnya menjadi:

a. AUDITORIUM UNTUK PERTEMUAN, yaitu auditorium dengan aktivitas utama percakapan, seperti untuk seminar, konferensi, rapat besar. Kriteria waktu dengung 0 – 1 detik, idealnya 0,5detik.

b. AUDITORIUM UNTUK PERTUNJUKAN SENI, yaitu auditorium dengan aktivitas utama sajian kesenian, seperti seni musik dan tari. Secara akustik jenis auditorium ini masih dapat dibedakan lagi menjadi auditorium yang menampung aktivitas musik saja dan menampung aktivitas musik sekaligus gerak. Kriteria waktu dengung 1 – 2 detik, ideal 1,5detik.

c. AUDITORIUM UNTUK MULTIFUNGSI, yaitu auditorium yang tidak dirancang secara khusus untuk fungsi percakapan atau musik, namun sengaja dirancang untuk berbagai keperluan tersebut, termasuk pameran produk, perhelatan pernikahan, dan lain-lain. Memiliki penyelesaian interior yang fleksibel untuk menjaga kualitas akustik pada setiap kegiatan yang diselenggarakan. Model yang dapat digunakan sistem geser (sliding), sistem gulung (rolling) dan sistem bongkar pasang (knockdown).

(39)

commit to user

C. Tinjauan Khusus Interior Sistem 1. Pencahayaan

Pencahayaan merupakan salah satu elemen terpenting dalam interior. Dengan pencahayaan yang bagus, setiap ruang dapat tampil lebih indah dan berfungsi lebih efektif. Cahaya dipakai untuk menerangi obyek agar tercipta suasana yang lebih indah dan eksotis. Banyak hal yang perlu dipertimbangkan antara lain fungsi ruang, karakter bangunan, karakter penghuni, kegiatan penghuni, juga suasana yang ingin diciptakan.

Seiring dengan perkembangan jaman, pencahayaan kini juga memiliki fungsi dalam menunjang keindahan. Oleh karena itu, perkembangan pencahayaan bukan lagi di pandang sebagai kebutuham primer, tetapi sudah menjadi kebutuhan sekunder dan tersier tergantung dari fungsi cahaya itu sendiri. Hal tersebut menyebabakan kebutuhan akan pencahayaan jadi semakin meningkat.

a. Macam-macam Sumber Cahaya

1) Sumber Cahaya Alami (Natural Lighting)

Sumber cahaya alami adalah adalah suatu sistem pencahayaan yang menggunakan sumber cahaya alam yaitu sinar matahari. Sifat dari sistem ini hanya sementara, artinya hanya pada waktu matahari terbit hingga tenggelam, jadi tidak dapat dimanfaatkan sepanjang hari. .Fungsi dari adanya sistem pencahayaan alami adalah:

Sumber cahaya diwaktu pagi hingga petang hari

Menciptakan adanya cahaya pantul sebagai unsur estetik

(40)

commit to user

Dari fungsi di atas dapat disimpulkan bahwa hanya pada waktu pagi hingga sore hari saja kita dapan memperoleh pencahayaan alami dari sinar matahari. Sehingga apabila malam telah tiba harus menggunakan bantuan lampu atau yang disebut dengan pencahayaan buatan. Menurut jenis pemakaiannya, sistem pencahayaan alami dibagi menjadi 2 yaitu :

Sistem pencahayaan alami langsung (direct lighting)

Sistem pencahayaan ini langsung diterima oleh tanpa ruangan tanpa adanya suatu penghalang. Cahaya ini langsung masuk ke dalam ruangan melalui jendela kaca maupun aksen sirkulasi cahaya yang lain seperti pintu, kaca-kaca hias yang terpasang di dinding sebagai unsur estetis maupun lubang-lubang dinding yang dimaksudkan untuk masuknya cahaya matahari.

Sistem pencahayaan alami tak langsung (indirect ligthting)

Sistem pencahayaan ini tidak langsung diterima oleh suatu ruangan tetapi merupakan cahaya pantul yang didapat dari sinar matahari. Sehingga sinar matahari yang datang lalu diterima oleh benda pemantul baru benda tersebut memantulkan cahayanya kedalam ruangan tersebut. Benda yang digunakan untuk memantulkan sinar matahari dapat berupa kaca, cermin, aluminium maupun benda-benda lain yang dapat memantulkan bayangan. Oleh karena itu hasil dari pantulan sinar matahari tadi dapat diolah maupun dibuat sebagai unsur estetis ruangan dengan melalui pemantulan tersebut.

(41)

commit to user

Suatu sistem pencahayaan menggunakan sumber cahaya buatan, seperti: lampu, armatur, dan peralatan yang memendarkan cahaya. Sifat dari cahaya buatan juga sementara, karena hanya dipergunakan pada waktu malam hari saja sebagai sinar tambahan untuk menerangi suatu ruangan / bangunan. Adapun fungsi dari cahaya buatan:

Mendukung pencahayaan dalam ruangan yang tidak terjangkau pencahayaan siang hari.

Digunakan bersama dengan natural light untuk mereduksi terang gelapsumber cahaya langit.

Menciptakan kondisi penerangan dalam ruang menurut aktifitas dan kebutuhan.

Sejalan dengan perkembangan teknologi dan innováis desain, cahaya buatan dapat dipermainkan sesuda hati. Menggunakan dimmer, intensitas cahaya dapat diatur sekehendak hati untuk memperoleh suasana yang sesuai dengan mood. Ini berbeda dengan matahari, intensitas dan warna cahaya alam ini sangat tergantung dengan lokasi dan waktu.

b. Fungsi Pencahayaan

Pengaturan cahaya (pencahayaan) yang baik membuat ruangan tertentu menjadi nyaman untuk dijadikan tempat beristirahat. Memahami fungsi pencahayaan merupakan hal yang penting dalam mengatur cahaya. Pencahayaan dibagi menjadi tiga funsi, yaitu general lighting (sumber penerangan utama), task lighting endukung aktivitas tertentu/khusus),

(42)

commit to user

dan decorative/accent lighting (dekorasi sebagai aksen ruang dan obyek). Adapun funsi-fungsi pencahayaan tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1) General Lighting

General lighting atau kadang disebut ambience lighting

merupakan fungsi dasar cahaya, yaitu cahaya dituntut harus ada di seluruh ruang tertentu. Cahaya di sini berfungsi sebagai penerangan utama, sifat penyinarannya merata dan harus menerangi seluruh ruang. Dalam memenuhi fungsi ini, lampu yang digunakan biasanya lampu yang memiliki watt besar agar cahayanya cukup untuk menerangi seluruh bagian ruang. Lampu tersebut diosisikan di tengah atau titik pusat bidang di plafon. Namun, bila diinginkan variasi, lampu dapat diletakkan di setiap sudut-sudut ruang yang dinyalakan bersamaan sehingga menghasilkan pencahayaan merata.

Jenis lampu yang digunakan sebaiknya bersifat memancar ke segala arah secara merata, baik secara langsung mauun tidak langsung (indirect light/lampu yang dipantulkan ke plafon, sementara lampunya sendiri tersembunyi). Namun, harus diperhatikan bahwa dalam keadaan bagaimana pun sumber lampu dibuat jangan terlihat langsung oleh mata, baik dengan cara disembunyikan atau diselubungi oleh bahan berendar.

General lighting juga meliputi sinar alami yang masuk ke ruang

tertentu. Sinar matahari ini pun diusahakan jangan langsung menyilaukan mata. Jika situasinya mengharuskan, buatlah saringan cahya matahari di tempat masuknya sehingga dapat mengurangi pantulan cahaya yang ditimbulkannya.

(43)

commit to user 2) Task Lighting

Task lighting adalah pencahayaan setempat dengan tujuan untuk

mendukung aktivitas yang membutuhkan cahaya lebih terang seerti membaca, memasak, dan pekerjaan lainnya. Lampu yang digunakan untuk task lighting sebaiknya memunyai sinar cukup terang dan dapat diarahkan atau difokuskan pada titik tertentu. Agar efisien, task lighting sebaiknya ditempatkan sedekat mungkin dengan obyek pencahayaan. Menurut hokum kebalikan kuadrat (inverse square law) dari ilmuoptika dinyatakan bahwa jarak cahaya yang diperjauh dua kali akan mengurangi terang cahaya sebanyak pangkat dua dari nilai terang sebelumnya, yaitu empat kali. Diperjauh tiga kali, kekuatan cahaya akan berkurang sembilan kali, dan seterusnya. Tentu saja harus dipertimbangkan juga segi kepraktisan dan kenyamanan pengguna lampu tersebut, terutama mengenai panas dan silaunya lampu.

Untuk task lighting sebaiknya digunakan lampu atau unit pencahayaan yang memancar hanya ke satu arah, yaitu ke tempat bidang. 3) Decorative/accent lighting

Untuk fungsi yang terakhir ini, cahaya lebih berperan dalam segi estetika. Cahaya berfungsi menonjolkan nilai keindahan obyek pada ruang atau desain dari ruang itu sendiri. Untuk memenuhi fungsi dekoratif tersebut, lampu dapat diletakkan, misalnya di dinding yang disebut sebagai latar suatu obyek. Variasi peletakan lampu ini masih banyak tergantung pada kreasi anda sesuai dengan keadaan atau

(44)

commit to user

daat menjadi elemen dekoratif tersendiri. Jenis dan variasi bentuk yang telah ada dipasaran sangat beraneka ragam. Desain kap lampu yang unik atau elegan pun memiliki nilai keindahan tersendiri bila disesuaikan dengan tema ruang yang ada.

c. Standart Penerangan Buatan Khusus pada Gedung Pertunjukan

Pencahayaan panggung yaitu pencahayaan yang ditujukan pada daerah panggung, berfungsi untuk menerangi daerah panggung.

1) Fungsi Penerangan Panggung

Untuk dapat terlihat jelas dan teliti bagian – bagian pementasan adegan yang dipertunjukkkan.

Untuk dapat menimbulkan suatu perasaan penonton terhadap pertunjukan itu sendiri, atau membentuk suasana ruang,

Untuk membantu membentuk suatu komposisi panggung Untuk membentuk efek – efek pada panggung.

2) Area Pencahayaan Panggung

Pencahayaan panggung terdiri dari tiga area penting, yaitu : Lighting The Actor

Yaitu pencahayaan yang ditujukan untuk menerangi pemain/ pementas. Untuk pencahayaan pemain biasanya digunakan lampu jenis Follow Spot Light, Reflector Spot Light, dan Profile Spot Light. Letak lampu tersebut ada yang digantung, berdiri atau stand, dan diletakkan di lantai.

(45)

commit to user

Yaitu pencahayaan yang ditujukan untuk menerangi/ memberi efek pada panggung. Untuk pencahayaan area panggung biasa digunakan lampu jenis Fresnel Spot Light, Fresnel Down

Light, Border Light, dan Striplight. Letak lampu tersebut ada yang

digantung, atau ditanam pada lantai. Lighting The Background & Effect

Yaitu memberi penerangan dan efek pada panggung/ latar belakang panggung. Untuk pencahayaan latar belakang panggung biasa digunakan lampu jenis Striplight, Fresnel Light, Border Light,

Fan Light, dan Rotary Light. Tata letaknya ada yang digantung,

diletakkan pada lantai atau dengan stand. 3) Jenis Lampu Panggung

Pencahayaan yang digunakan khusus untuk kepentingan penampilan di panggung diantaranya :

“Follow Spot Light”, yaitu lampu yang memiliki sinar langsung

dan dapat diarahkan kepada yang dituju. Lampu ini dapat diputar ke segala arah dengan kekuatan yang cukup tinggi (500-1500 watt).

“Foot Light”, yaitu deretan lampu yang ditanam pada pinggir

panggung depan menggunakan reflector dari metal agar tidak menyilaukan penonton tapi dapat menimbulkan efek ke arah panggung.

“House Light”, yaitu deretan lampu yang ditanam pada langit –

(46)

commit to user

Pengontrolan lampu – lampu tersebut dilakukan dari ruang control cahaya, sedangkan untuk mengatur letak dan posisi lampu – lampu tersebut dicapai melalui „cat walk’ di atas plafon. (Yuni Kristanti, 2008, Hal: 99-101) 2. Penghawaan

Merupakan usaha mengatur kebutuhan manusia akan udara atau hawa untuk kelangsungan hidupnya tanpa adanya kenyamanan suhu yang memadahi, penonton tidak akan dapat sepenuhnya menikmati pertunjukan yang disajikan. Adanya sirkulasi udara yang lancar memungkinkan ruangan berada dalam suhu dan kelembaban yang wajar dan nyaman. Dilihat dari cara kerjanya, ventilasi dapat dibadakan menjadi dua, yaitu :

Ventilasi alamiah

Bertujuan mendapatkan kenyamanan udara bagi pemakai ruangan dengan aturan suhu, kelembaban dan sirkulasi udara dalam ruang tergantung pada faktor alam antara lain kecepatan angin, karena gerakan atau aliran yang bergerak, orientasi wadah kegiatan.

Ventilasi buatan

Aliran udara diperoleh dengan menggunakan alat bantu seperti kipas angin dan lain sebagainya.

Penghawaan diperlukan pada teater karena tidak memungkinkan perlubangan yang dapat mengakibatkan kebocoran suara sehingga tercipta kondisi akustik yang tidak baik.

Standart kenyamanan ruang :

- Temperatur udara : 180-250 C - Kelembaban : 40-70 %

(47)

commit to user - Pergerakan udara : 0,1-0,5 m/detik

Penghawaan buatan dalam hal ini adalah penghawaan air conditioner (AC)

yang macamnya terdiri dari :

- Window Unit, yaitu AC yang digunakan pada ruang – ruang kecil dimana

sistem mekanisnya terdapat dalam satu unit yang kompak.

- Split Unit, yaitu AC yang digunakan untuk satu atau beberapa ruang,

sedang kelengkapan untuk evaporator terpisah pada tiap ruang.

- Central AC yaitu AC yang digunakan untuk ruang luas dan perlengkapan

keseluruhannya terletak diluar ruangan kemudian didistribusikan ke ruang-ruang melalui ducting dan berakhir dengan aliran diffuser. (Pamudji

Suptandar, Interior Design,1982, Hal: 85)

3. Akustik

Sebelum membahas lebih mendalam mengenai akustik dalam ruang auditorium, perlu kiranya kita tinjau kembali keberadaan ruang-ruang yang dibutuhkan di dalam bagunan auditorium. Secara garis besar ruang-ruang di dalam auditorium dapat dibedakan menjadi:

Ruang-ruang utama, yang meliputi: ruang panggung dan ruang penonton, baik ruang penonton lantai satu maupun balkon.

Ruang-ruang pendukung, yang meliputi: ruang persiapan pementasan, toilet, kafetaria, hall, ruang tiket, dan lain-lain.

Ruang-ruang servis, yang meliputi: ruang generator, ruang pengendali udara, gudang peralatan, dan lain-lain.

Keberadaan ketiga kelompok ruang tersebut saling mendukung untuk menampung aktivitas yang terjadi dalam auditorium, namun demikian

(48)

commit to user

hanya ruang utamalah yang membutuhkan penyelesaian akustik secara mendalam. Oleh karena itu hanya ruang-ruang tersebutlah yang akan dibahas lebih jauh. Meski demikian, sangat disarankan agar ruang-ruang servis yang menghasilkan kebisingan tambahan diletakkan terpisah atau cukup jauh dari ruang utama. Sedangkan untuk ruang pendukung, peletakannya secara umum selalu berdekatan dengan ruang auditorium. Peletakan ini juga kan sangat memudahkan penyaji dan pengunjung ketika meraka membutuhkan ruang-ruang tersebut. (Christina E.

Mediastika, Ph.D, 2005: 93)

a. Syarat – Syarat Akustik dalam Ruang Tertutup

Sebuah auditorium merupakan suatu ruangan yang mempunyai permasalahan akustik ruang cukup kompleks, berikut ini adalah persyaratan kondisi mendengar yang baik di dalam sebuah auditorium : 1) Harus ada kekerasan (loudness) yang cukup dalam tiap bagian

auditorium terutama ditempat-tempat duduk yang jauh.

2) Energi bunyi harus didistribusikan secara merata (terdifusi) dalam ruang.

3) Karakteristik dengung optimum harus disediakan dalam auditorium untuk memungkin penerima bahan acara yang paling banyak disukai penonton dan penampilan acara yang paling efisien oleh pemain. 4) Ruang baru bebas dari cacat akustik seperti gaung, pemantulan yang

berkepanjangan (long delayed) reflection, gaung, pemusatan bunyi, distorsi, bayangan dan resonansi ruang.

(49)

commit to user

5) Bising dan getaran yang akan menganggu atas pementasan harus dihindari atau dikurangi dengan cukup banyak dalam tiap bagian ruang.

Dari tuntutan di atas yang harus dipenuhi bagi sebuah gedung pertunjukan adalah sebagai berikut :

1) Kekerasan yang cukup

Masalah utama kekerasan bunyi dalam sebuah ruanagn auditorium merupakan hal klasik yang selalu dicoba dipecahkan sesuai dengan tuntutan masing – masing gedung, karena dalam sebuah auditorium energi bunyi yang dipancarkan akan diserap oleh penonton, tempat duduk, dan bahan pembentuk ruang yang lainnya, maka diperlukan sebuah kekerasan tertentu yang mewadahi sehingga gelombang bunyi diterima oleh semua penonton dalam sebuah gedung pertunjukan.

Pemantul bunyi yang ditempatkan dengan benar selain menguatkan energi bunyi juga menimbulkan suatu kondisi lingkungan yang dikenal dengan efek ruang. Hal in tercapai bila pendengar mnerima bunyi dari berbagai arah, gejala ini sangat khas untuk ruang – runag tertutup, tetapi hilang sama sekali pada gedung pertunjukan yang terbuka.

2) Difusi bunyi

Difusi merupakan salah satu cara untuk menyebarkan suara ke seluruh ruangan yang merata. Untuk memperoleh penyebaran

(50)

commit to user

bunyi yang merata dan sempurna dalam suatu ruangan maka dapat digunakan cara sebagai berikut ini :

- Membuat permukaan ruang menjadi tidak teratur (langit – langit, dinding, atau dekorasi di dalam ruangan) harus banyak digunakan dan cukup besar untuk menangani penyebaran bunyi dalam ruang.

- Untuk ruang dengan kapasitas kecil penggunaan permukaan yang tidak teratur kadang sulit untuk diwujudkan namun untuk ruang seperti ini difusi bunyi dapat dicapai dengan penggunaan bahan penyerap bunyi dan pemantul bunyi secara bergantian meningkatkan faktor difusi di dalam ruang.

- Penggunaan akustik diffuser (penyebar akustik) dalam ruangan relative besar akan membantu meningkatkan difusitas ruang tersebut.

3) Pengendalian dengung

Dengung dalam sebuah ruangan disebabkan karena pemantulan berulang – ulang suatu sumber bunyi, karena cukup banyak sumber bunyi pada sebuah pementasan maka meningkat pula factor kemungkinan terjadinya dengung dalam ruang pertunjukan tersebut. Pengendalian dengung dapat dilakukan dengan memanfaatkan rumus Sabine. Dari rumus tersebut dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

(51)

commit to user

- Semakin banyak penyerapan yang terjadi dalam ruang maka semakin rendah RT (waktu dengung dalam detik).

4) Cacat akustik

Cacat akustik yang terjadi dalam sebuah ruangan auditorium adalah :

a) Gema

Gema merupakan cacat akustik yang paling berat, gema merupakan pengulangan bunyiasli yang dapat didengar dengan cukup jelas ke telinga pendengar, gema terjadi bila selang minimum sebesar 1/25-1/10 detik terjadi antara bunyi pantul denganbunyi langsung yang berasal dari sumber bunyi yang sama. Salah satu penyebab potensial gema dalam sebuah gedung pertunjukan adalah dinding belakang yang langsung berhadapan dengan sumber bunyi, hal ni dapat dihindari dengan penempatan balkon atau penggunan formasi tertentu pada dinding.

Untuk menghindari gema dilakukan dengan mengatur permukaan pemantul dalam ruang potensial yang menyebabkannya, dengan berbagai cara, yaitu :

- Memasang bahan penyerap bunyi pada permukaan pemantul yang menyebabkan cacat bunyi.

- Permukaan tersebut dibuat difusi atau menyebar.

- Pengaturan posisi permukaan agar dapat menghasilkan waktu tanda pemantulan yang singkat (Leslei L. Doelle & Lea Prasetyo, 1990 : 149)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian Sintesis dan Karakterisasi Material Berpori Berbasis Mineral Silikat sebagai Penyaring Molekul merupakan kegiatan dalam rangka mensisntesis nano partikel silika

tumpul sampai membaji, urat daun primer menonjol di permukaan bawah daun3. ƒ urat daun sekunder menyirip tidak beraturan,

Bab ini menjelaskan tentang landasan teori yang menjadi asas penyelidikan iaitu membahas tentang profil kabupaten Kerinci yang merangkumi peranan Islam dalam

Pada firewall jaringan komputer Ahmad Yani, terdapat mekanisme pengarahan pengguna hotspot yang mengharuskan pengguna untuk login sehingga dapat menggunakan

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Broestein (2014), dalam penelitian ini peneliti ingin lebih jauh mengetahui hubungan self efficacy dengan perilaku penemuan

Untuk melihat kemampuan tersebut digunakan beberapa indikator yaitu (1) menyajikan pernyataan matematika melalui gambar, (2) menemukan pola atau sifat dari gejala

[r]

3.2 Menelaah makna, kedudukan dan fungsi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta peratuan perundangan-undangan lainnya dalam sistem hukum nasional. 4.2