• Tidak ada hasil yang ditemukan

RANCANGAN PROPOSAL DISERTASI. Objektifitas Metodelogi Hadis Syiah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RANCANGAN PROPOSAL DISERTASI. Objektifitas Metodelogi Hadis Syiah"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

RANCANGAN PROPOSAL DISERTASI

Objektifitas Metodelogi Hadis Syiah

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Beasiswa 5000 Doktor

Oleh:

(2)

Objektifitas Metodelogi Hadis Syiah

A. Latar Belakang

Hadis merupakan pedoman kedua umat Islam setelah al-Qur’an, sehingga ia berfungsi sebagai bahan rujukan atau jawaban terhadap setiap permasalahan umat islam jika dalam al-Qur’an tidak ditemukan dalil yang membicarakan persoalan tersebut.

Kapasitas hadis tidak sama dengan al-Qur’an. Kedudukan al-Qur’an bagi orang Islam sudah diyakini sebagai kitab suci yang tidak diragukan lagi sedikitpun kebenarannya, baik dari surat, ayat dan hurufnya. Para ulama’ sepakat bahwa al-Qur’an bersifat qat}’iyy al-wuru>d.

Tidak demikian dengan kedudukan hadis. Hadis dianggap sebagai rujukan yang memerlukan penelitian terlebih dahulu tentang keabsahannya untuk dijadikan dalil. Karena kapasitas hadis tidak sama dengan al-Qur’an, sehingga ulama’ menyepakati bahwa hadis bersifat z}anniyy al-wuru>d.

Kapasitas yang berbeda di antara keduanya ini tidak terlepas dari realitas kehidupan umat Islam dari satu generasi ke generasi berikutnya. Al-Qur’an lebih cepat mendapatkan perhatian sahabat dengan cara mempercepat kodifikasi dan menetapkannya sebagai salah satu mushaf yang harus menjadi pegangan seluruh umat Islam.

Sedangkan hadis perlu waktu yang relatif cukup lama untuk dikumpulkan kemudian dibukukan. Rentang waktu yang begitu panjang inilah

(3)

kemudian memicu adanya kerancuan antara hadis yang betul-betul datang dari Nabi Muhammad saw. dan yang bukan dari beliau.

Karena keberadaan hadis sangat mutlak diperlukan oleh umat Islam sebagai penjelas al-Qur’an dan petunjuk untuk setiap urusan umat Islam, maka perlu sekali dilakukan penelitian hadis untuk mengetahui orisinalitas dan otentisitasnya.

Dalam realitas kehidupan umat Islam, yang mengalami perpecahan sejak Rasulullah saw. wafat. Maka, seiring dengan perpecahan tersebut kemudian muncullah perbedaan dalam memandang al-Qur’an dan memahaminya. Perbedaan pandangan yang lebih parah dalam tubuh umat Islam adalah ketika hendak menempatkan sebuah hadis untuk dijadikan sebuah rujukan dalam setiap persoalan.1

Ketika Rasulullah saw. berada di tengah-tengah sahabat belum ada hal-hal yang menyebabkan ulama memberi penilaian terhadap hadis-hadis yang mereka terima. Saat terjadi perselisihan di antara mereka tentang perihal apapun, diselesaikan dengan kembali kepada Nabi Muhammad saw. Setelah Nabi saw. wafat maka sahabat-sahabat besar yang menjadi panutan dan rujukan masyarakat, karena mereka dianggap paling memahami ajaran Islam.

1 Menurut Muhammed Arkoun, tiga golongan dalam Islam, yakni Sunni, Syiah dan Khawarij

yang mempunyai kitab hadis sendiri-sendiri. Kelompok Sunni menganggap, kompilasi sah}ih}ain dari Bukhari (w. 870 M) dan Muslim (w. 875 M) sabagai yang paling otentik. Syiah dua belas (is}na Ash’ariyah) mengklaim hasil kompilasi Kulaini (w. 939 M) sebagai suitable for the science of religion dan dilengkapi juga dengan koleksi Ibn Babuyah (w. 991 M) dan al-Tusi (w. 1067 M). sementara khawarij memakai koleksi Ibn Habib yang tercatat pada akhir abad ke 8 M. (Mohammaed Arkoun, Rethinking Islam; Common Question Uncommon Answers terj. Dan ed. Robert D. Lee [Colorado: Westview Press, Inc, 1994], 45).

(4)

Akan tetapi sejak terbunuhnya Usman bin Affan dan Ali bin Abi Talib, kaum muslimin dilanda bencana yang sangat besar sehingga peristiwa ini disebut dengan fitnah al-kubra. Pada saat itu umat islam mulai pecah menjadi beberapa golongan seperti Sunni, Syiah, Khawarij, Mu’tazilah, Qadariyah, Jabariyah dan lain sebagainya.

Hal ini berdampak terhadap segala aspek ajaran Islam baik itu Aqidah, Hukum, politik dan lain-lain. Karena pada masa ini golongan-golongan tertentu menjadikan dalil-dalil agama sebagai legitimasi terhadap kepentingan mereka sendiri. Khusus dalam diskursus hadis memunculkan perbedaan pandangan di antara golongan Islam, baik mengenai sumber periwayatan, jalur periwayatan, kriteria kesahihan maupun mengenai perawi dan standar kualitasnya.

Seiring dengan semakin meluasnya kekuasan Islam, maka semakin banyak pula periwayatan hadis sehingga tingkat kekeliruan atau kesalahan semakin banyak pula, baik kekeliruan dan kesalahan itu berupa salah mendengar dan memahami riwayat atau bahkan dengan sengaja memalsukan hadis yang diatasnamakan Nabi saw.

Kondisi yang demikian melatarbelakangi munculnya kritisisme hadis. Perlunya kritisisme terhadap hadis semakin terasa ketika hadis menyebar ke berbagai wilayah, sehingga sangat besar pula kemungkinan terjadinya kekeliruan dalam periwayatan. Kritisisme hadis memperoleh momentum lebih kuat setelah terjadinya berbagai peristiwa fitnah al-kubra pertama pada tahun 37-42 H/656-661 M, fitnah perang saudara kedua pada tahun 60-72 H/680-692 M. oleh karena

(5)

itu pihak-pihak yang terlibat dalam pertikaian itu mulai menciptakan hadis untuk mendukung posisi masing-masing.

Dengan kritisisme tersebut kemudian lahirlah buku-buku hadis melalui proses penelitian ilmiah yang rumit untuk meneliti otentisitasnya, sehingga menghasilkan kualitas hadis yang diinginkan oleh para penghimpunnya. Implikasinya adalah terdapat berbagai macam kitab hadis. Seperti di dalam mazhab Sunni terdapat kutub al-Tis’ah (Sah}ih} al-Bukha>ri, Sah}ih Muslim, Sunan Abu> Dawud, Sunan al-Tirmid}i, Sunan al-Nasa>’i, Musnad Ahmad, Muwatta’, Sunan Darimi, Sunan Darqut}ni). Dalam mazhab Syiah terdapat kutub Arba’ah (Kafi Kulaini, Man La Yad}urruh Faqih, Tahzi Ah}kam, dan al-Istibsar). Kitab-kitab inipun merupakan nuansa dan perbedaan penyusunnya dalam menggunakan pendekatan, metode dan kriteria, bahkan pada tekhnik penulisan. Perbedaan cara-cara penulisan tersebut lebih sangat terlihat antar penulis kitab hadis mazhab Sunni dan Syiah.

Proses penulisan kitab-kitab hadis di atas, memiliki berbagai metode kritisisme yang dipakai oleh penulisnya. Hal ini bertujuan untuk menjaga dan menyaring hadis yang otentik dari Nabi Muhammad saw. dengan mempertimbangkan kesempurnaan atau kecacatan sanad, ketiadaan illat dalam matan, penerimaan atau penolakan di kalangan sahabat, tabi’in dan generasi sesudahnya. Dengan demikian maka diciptakanlah disiplin ilmu hadis (ulum al-Hadis). Kritisime ini pada akhirnya menghasilkan pembagian hadis ke dalam berbagai tingkatan sesuai dengan otentisitasnya dan reliabilitasnya.

(6)

Masing-masing mereka mempunyai metodelogi untuk menilai keabsahan hadis dari sisi sanad dan matan. Bahkan mereka telah menetapkan defenisi tentang hadis itu sendiri. Sehingga dengan metodelogi dan definisi tersebut setiap mereka yakin dengan hadis yang ada dalam kitab-kitab hadis yang menjadi pegangan mereka.2

Kelompok Syiah mendefinisikan hadis sebagai perkataan, perbuatan dan persetujuan atau taqrir Nabi saw. dan para Imam Ma’sum yang dua belas.3

Kelompok Syiah mendefinisikan hadis sebagaimana tersebut, mengacu terhadap hadis saqalain.4 Di samping hadis ini ada pernyataan para imam mereka bahwa ucapan mereka adalah hadis Nabi saw. dan apapun yang mereka ucapkan sesungguhnya sampai kepada mereka hingga Nabi saw.5

Syiah menjadikan seorang imam sebagai orang yang ma’shum seperti Nabi Muhammad saw. yang di utus Allah swt. dan hadis adalah perkataan orang ma’shum, perbuatan atau ketetapannya, baik Nabi Muhammad saw atau salah satu imam Syiah. Mereka menjadikan imam seperti Nabi Muhammad saw. dalam menjelaskan al-Qur’an, dengan membatasi kemutlakannya dan mengkhususkan keumumannya. Mereka juga berpandangan bahwa para periwayat mereka melarang mengamalkan zahir al-Qur’an karena mereka tidak berpedoman dalam syari’at kecuali dari para imam mereka. Imam bagi mereka adalah sumber

2 Orang sunni menjadikan kutub al-sittah sebagai pegangan. Sedangkan orang Syiah menjadikan

kutu al-arba’ah sebagai pegangan.

3 Murtada Mutahari, Pengantar Ilmu-ilmu Islam (Jakarta: Pustaka Zahra, 2003), 15. 4 Al-Turmuzi, Sunan al-Turmuzi (Bairut: Dar al-Fikr, 1994), 662.

(7)

syari’at secara mandiri. Mereka mengatakan bahwa iamam mempunyai ilham yang sebanding dengan wahyu bagi Rasulullah saw.

Dengan definisi di atas, disimpulkan bahwa sumber hadis bukan hanya Nabi Muhammad saw. saja, melainkan setiap imam yang ma’shum juga dapat mengeluarkan hadis yang bisa dijadikan hujjah. Dengan demikian, syiah juga mempunyai keyakinan tentang berlangsungnya wahyu pasca wafatnya Nabi Muhammad saw.

Ulama Syiah memberikan batasan kesahihan hadis dengan kriteria-kriteria yang meliputi: 1) sanadnya bersambung dengan yang ma’shum, 2) seluruh periwayat dalam sanad bersifat adil, dan 3) seluruh periwayat dalam sanad bersifat dabit.6

Ketersambungan sanad dengan yang ma’shum dalam syarat kriteria kesahihan hadis versi Syiah, adalah ketetapan bahwa sanad suatu hadis haruslah bersambung kepada yang ma’shum; yakni Nabi Muhammad saw. Ali bin Abi Talib dan Imam sebelas. Pada sanad yang terakhir, yaitu imam kedua belas, tidak disyaratkan harus bersambung kepada Nabi Muhammad saw. karena pada hakikatnya segala yang disandarkan kepada imam dua belas adalah sunnah dan dapat dijadikan hujjah.7

Selanjutnya tentang keadilan periwayat menurut pendapat yang masyhur dalam golongan Syiah adalah jiwa yang mendorong untuk selalu bertindak taqwa, menjauhi kebiasaan-kebiasaan melakukan dosa-dosa kecil,

6 Muhammad Abu Zahra’, Imam Sadiq Hayatuhu wa Asruhu wa Fiqhuhu (Beirut: Dar

al-Fikr, t.th), 425-426.

7 Ahmad Syarifuddin al-Musawi, Abu Hurairah (Najaf: Masyurat Maktabat al-Khidriyat, 1964),

(8)

menjauhi dosa besar dan meninggalkan perbuatan-perbuatan yang menodai keperwiraan (muru’ah) juga menodai perhatiannya kepada agama.8

Dalam keadilan seorang periwayat, ulama Syiah menambahkan harus dipenuhinya unsur lain sebagai pendukung dan tidak boleh tidak harus ada pada seorang periwayat. Unsur-unsur tersebut adalah: 1) beragama Islam. 2) Mukallaf. 3) Beriman; dalam hal ini Syiah membatasi pada kepercayaan terhadap keberadaan Imam yang dua belas. Artinya, sebuah hadis dinilai berkualitas sahih apabila riwayat itu disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. Ali bin Abi Talib dan Imam sebelas. 4) al-Wilayah (pengakuan bahwa kedua belas Imam sebagai pemimpin umat).9

Kriteria terakhir tentang hadis yang dinilai sahih adalah ke-dabit-an periwayat. Syiah menilai perawi yang dianggap dabit adalah perawi yang hafal terhadap hadis yang diriwayatkan, yakni dengan benar-benar menjaga hafalannya dari kesalahan-kesalahan menerangkan serta menjaga dari ketimpangan-ketimpangan terhadap hadis-hadis yang diriwayatkannya.10

Ketentuan-ketentuan yang dijadikan patokan penilaian tersebut di atas oleh golongan Syiah terhadap hadis, dikatakan sebagai metodologi. Dengan metodologi ini mereka menganggap sebuah hadis bisa diterima sebagai dalil setelah melewati uji keabsahan dengan rumusan dalam metodologi ilmu hadis versi Syiah. Termasuk definisi hadis yang dirumuskan oleh Syiah apakah sudah

8 Ja’far al-Subhani, Usul al-Hadis wa Ahkamuha fi Ilm al-Dirayah (Qom: Dar al-Tauhid, 1414 H),

134.

9 Ibid, 131-133. 10 Ibid, 135.

(9)

mendapatkan validasi ukuran kebenaran dari sebuah keilmuan sehingga betul-betul bisa dipertanggungjawabkan, dan selanjutnya bisa diamalkan.

Dalam wacana keilmuan metodologi sangat erat kaitannya dengan istilah objektifitas, artinya dengan objektifitas inilah sebuah kajian akan layak dinobatkan sebagai sebuah kebenaran. Sebuah ilmu atau pengetahuan akan dinyatakan sebagai sebuah kebenaran jika telah melewati tiga teori; 1) teori kebenaran korespondensi, 2) teori kebenaran koherensi, 3) teori kebenaran pragmatis. Selanjutnya tentang hadis yang lebih bersifat sebuah keyakinan maka hal ini juga bisa dikombinasikan dengan ukuran bahwa sebuah keyakinan akan menjadi pengetahuan yang sahih jika memenuhi dua kriteria sebagai berikut; pertama adalah adanya kesesuaian antara keyakinan dengan objeknya seperti apa adanya (ala ma huwa bihi). Kedua adalah keniscayaan jiwa (afektifitas; sukun al-nafs).11

Melihat Syiah mempunyai hadis sendiri yang berbeda secara definisi dan standard mengukur nilai keabsahan sebuah hadis dengan golongan lain. Maka, sangat penting untuk diteliti lebih lanjut mengenai objektifitas metodologinya.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Gambaran singkat dalam paparan di atas, menunjukkan bahwa penelitian ini akan difokuskan pada pengujian terhadap metodologi yang dirumuskan oleh kelompok Syiah dalam menguji keabsahan hadis yang mereka jadikan rujukan.

11 George F. Hourani, Islamic Rasionalism: The Ethics of Abd al-Jabbar (Oxford: Clarendon

(10)

Metodologi yang sudah dirumuskan selanjutnya akan dibenturkan dengan hadis yang dijadikan pegangan oleh kelompok Syiah guna mengetahui apakah ada konsistensi dalam menerapkannya.

C. Rumusan Masalah

Rencana operasional penelitian ini diarahkan untuk membahas beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana metodologi ilmu hadis kelompok Syiah?

2. Bagaimana penerapan metodologi ilmu hadis kelompok Syiah terhadap hadis-hadis yang mereka yakini?

D. Tujuan Penelitian

Sesuai rumusan masalah di atas, penelitian ini dimaksudkan untuk;

1. Mengetahui rumusan metodologi ilmu hadis kelompok Syiah dalam mengukur kesahihan hadis

2. Mengerti cara Syiah dalam menerapkan metodologinya untuk menilai kesahihan hadis yang mereka yakini.

E. Kegunaan Penelitian

Manfaat atau kegunaan penelitian ini dari segi teoritis merupakan kegiatan untuk mendiskusikan ilmu pengetahuan hadis, khususnya pada bidang wacana metodelogi dan objektifitasnya. Sedangkan dari sisi praktis; akan diketahui sejauh mana kelompok Syiah menilai hadis-hadisnya sehingga mereka yakin terhadap hadis yang diamalkan.

(11)

F. Kajian Pustaka

Membicarakan metodologi hadis, sudah banyak tulisan yang berupa buku, makalah, jurnal dan lain sebagainya. Di antara penelitian ilmiah yang telah ditulis adalah sebagai berikut:

1. Otentisitas Hadis Menurut Syiah (Studi atas Pemikiran Ja’far al-Subh}a>ni) Tulisan ini berbentuk Skripsi yang ditulis oleh Dadan Hermawan, Jurusan Tafsir dan Hadis Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008.

Penelitian ilmiah ini memaparkan bagaimana hadis dinilai otentik oleh kelompok Syiah. Dalam tulisan yang ditulis oleh Dadan Hermawan ini, penelitiannya difokuskan pada pemikiran Ja’far Al-Subh}a>ni. Kesimpulan ini tulisan ini adalah; Syiah menganggap Imam seperti kedudukan Nabi Muh}ammad saw. dalam menjelaskan al-Qur’an. Mereka juga mengatakan bahwa imam mempunyai ilham yang sebanding dengan wahyu bagi Rasulullah saw.

2. Epistemologi Hadis: Sunni dan Syiah

Tulisan ini berbentuk Tesis yang diajukan kepada Pasca Sarjana UIN sunan Kalijaga Yogyakarta 2006 oleh Wahyuni Shifatur Rahmah. Kesimpulan isi dari tulisan ini adalah; epsitemologi hadis Sunni dan Syiah. Sunni menyatakan yang dianggap hadis adalah segala hal yang secara langsung disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. Sedangkan Syiah beranggapan bahwa wahyu tidak berhenti ketika Nabi Muhammad saw. wafat. Tetapi berlanjut hingga Imam yang dua belas.

(12)

3. Epistemologi ‘ada>lah Sahabat (Tinjauan Perspektif Sunni dan Syi'ah) Tulisan ini juga berbentuk tesis yang disusun oleh Amir Mahmud dan diajukan kepada Pasca Sarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya. Kesimpulan isi penelitian ini adalah adanya perbedaan antara Golongan Sunni dan Syiah dalam memandang sahabat.

Golongan Sunni menganggap bahwa seluruh sahabat tanpa terkecuali dianggap adil. Sedangkan kelompok Syiah menganggap bahwa tidak semua sahabat dianggap sebagai orang yang adil.

Melihat beberapa tulisan yang ada, penelitian lebih banyak dilakukan sebatas mengemukakan otensitas hadis yang diyakini kelompok Syiah. Penulis beranggapan masih perlunya penelitian mengenai objektifitas metodologi yang dimiliki Syiah agar supaya diketahui keabsahannya.

G. Landasan Teori

Dalam buku An Analysis of Knowledge and Valuation, C.I. Lewis menyatakan, all knowledge is knowledge of someone: and ultimately no one can have any ground for his belief which does not lie within his own experience.12

Pernyataan ini berkaitan dengan apa yang disebut sebagai pembenaran secara internal dan eksternal. Meski memiliki asumsi yang berbeda, internalisme dan eksternalisme memiliki konsepsi umum tentang justifikasi, yaitu berupaya membedakan antara pengetahuan dan keyakinan. Kedua model justifikasi tersebut dijelaskan sebagai berikut:

(13)

Pertama, di dalam relasi antara keyakinan dan pengetahuan, internalisme mengasumsikan bahwa dengan merefleksikan kesadarannya sendiri, seseorang dapat memformulasikan seperangkat prinsip yang memungkinkannya untuk mengetahui apakah keyakinannya bisa dijustifikasi. Justifikasi internalistik ini muncul dari states of mind.13 Yakni, keyakinan yang ada dalam diri manusia

diperkuat oleh pengetahuan sendiri.

Kedua, eksternalisme yang menguji kebenaran keyakinan dengan justifikasi eksternal. Dalam konteks ini, justifikasi berkaitan dengan dua hal; pertama teori reliabilitas yang merupakan justifikasi eksternal yang mengandaikan proses keilmuan sebagai proses yang reliable. Kedua teori penyebab (causation) bahwa suatu proposisi adalah benar jika menyebabkan keyakinan akan kebenarannya. Baik teori reliabilitas maupun teori penyebaban harus dikombinasikan,14 sehingga keyakinan yang dianut sesuai dengan kebenaran dan diakui oleh masyarakat umum.

H. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan kajian kepustakaan (library research), karena sumber-sumber datanya semata-mata berdasar dari berbagai karya tulis, baik yang berbentuk kitab, buku maupun artikel, khususnya yang berkaitan dengan

13Ibid, 76-77.

(14)

tema penelitian ini.15 Jika meminjam metode penelitian filsafat dalam

kategorisasi Anton Bakker,16 penelitian ini merupakan penelitian dengan model historis faktual mengenai tokoh atau kelompok, dengan pemikiran ilmu Syiah sebagai objek materialnya. Uraian dalam penelitian ini dikemukakan secara deskriptif-analisis.

2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menerapkan metode historis dengan pendekatan sistematis-filosofis atas dasar interrelasi dan interdependensi keduanya. Penelitian menjadi bisa dipertanyakan temuannya seandainya hanya bertumpu atas pendekatan sistematis, sehingga temuan konsep bersifat a-historis.

Metode historis diterapkan karena akan melihat pemikiran tokoh atau kelompok yang bergerak dalam fase-fase perkembangan pemikirannya. Dalam konteks ini, metode historis dioperasionalkan dalam dua tataran: (1) tataran eksternal, yaitu kondisi sosio-historis dan iklim intelektual; (2) tataran internal, khususnya pemikiran ulama Syiah menyangkut metodologi yang dibuat untuk mengukur keabsahan hadisnya.

3. Teknik Pengupulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini bersumber dari dokumen perpustakaan yang terdiri dari dua jenis data, yakni primer dan sekunder. a. Data Primer, yaitu menggunakan buku-buku pokok yang berkaitan

langsung dengan permasalahan dalam penelitian. Literature pokok yang

15Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin,1998), 159. 16Anton Bakker, Metodologi Penelitian Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1999), 61-66.

(15)

digunakan adalah ’Abba>s Muh}ammad yang berjudul S{ah}a>bah fi> Mi>za>n, Us}u>l H{adi>th wa Ah}kamuhu fi> ’Ilm Dirayah karya Ja’far al-Subh}a>ni dan lain sebagainya.

b. Data Sekunder, yaitu menggunakan literatur lainnya sebagai penunjang dalam penelitian ini yang berkaitan dengan topik yang dibahas seperti dari buku, jurnal, ensiklopedi, makalah, surat kabar, dan artikel yang terkait dengan pembahasan penelitian ini.

Proses analisis diawali dengan mendiskripsikan, mempelajari dan menginterpretasikan data yang ada. Dengan metode di atas, penelitian ini diharapkan mampu memberikan kesimpulan yang memadai.

I. Estimasi Sistematika Pembahasan BAB I : Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian D. Telaah Pustaka

E. Kerangka Teori F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian 2. Pendekatan Penelitian 3. Teknik Pengumpulan Data G. Sistematika Pembahasan BAB II : Objektifitas Metodologi

A. Pengertian dan Ruang Lingkup Kebenaran yang Objektif B. Ukuran Objektifitas

(16)

BAB III : Hadis dalam Pandangan Syiah A. Hadis pada masa sahabat Menurut Syiah B. Hadis setelah generasi sahabat menurut Syiah BAB IV : Kajian Ilmu Hadis menurut Syiah A. Rumusan Metodologi Ilmu Hadis Syiah B. Implikasi Metodologi Ilmu Hadis Syiah BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan B. Saran-saran J. Daftar Pustaka

Arkoun, Mohammaed. Rethinking Islam; Common Question Uncommon Answers terj. Dan ed.

Bakker, Anton. Metodologi Penelitian Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1999. Chisholm, Roderick M. Theory of Knowledge, New Jersey: Prentice Hall, Inc,

1989.

Hourani, George F. Islamic Rasionalism: The Ethics of Abd al-Jabbar, Oxford: Clarendon Press, 1971.

Muhadjir, Noeng. Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin,1998.

al-Musawi, Ahmad Syarifuddin. Abu Hurairah, Najaf: Masyurat Maktabat al-Khidriyat, 1964.

Mutahari, Murtada. Pengantar Ilmu-ilmu Islam, Jakarta: Pustaka Zahra, 2003. Robert D. Lee, Colorado: Westview Press, Inc, 1994.

Subhani, Ja’far. Usul Hadis wa Ahkamuha fi Ilm Dirayah, Qom: Dar al-Tauhid, 1414 H.

Syirazi, Nasir Makarim. Aqidah Syiah, Jakarta: al-Huda, 1423. Al-Turmuzi. Sunan al-Turmuzi, Bairut: Dar al-Fikr, 1994.

Zahra’, Muhammad Abu. al-Imam al-Sadiq Hayatuhu wa Asruhu wa Fiqhuhu, Beirut: Dar al-Fikr, t.th.

Referensi

Dokumen terkait

Input Data Rumah_lokasi Proses Pengolahan Rumah_lokasi Penyimpanan Data Rumah_lokasi Dokumen Rumah_lokasi Input Data Rumah Proses Pengolahan Rumah Penyimpanan Data

Model IFLP akan diselesaikan dengan solusi interaktif dua tahap yang dikembangkan Huang et al (1993) sehingga dari hasil perhitungan akan didapatkan interval

102 Berdasarkan hasil analisis faktor dengan menggunakan bantuan program AMOS versi 23 diperoleh faktor antropometri dan kondisi fisik yang memberikan pengaruh yang

ya karena kalau tidak dibuat aturan tersebut bangsa ini mau dibawa kemana lagi kalau bangsa sekarang ini mulai luntur jati dirinya yang dikatakan sebagai Masyarakat

Standar pelayanan minimum yang dimaksud dalam perspektif ini merupakan standar pelayanan yang harus dipenuhi Untirta dalam kaitannya dengan pelaksanan pelayanan sesuai

*erdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bah-a stroke hemoragik (CVA bleeding ) merupakan pecahnya pembuluh darah otak yang mengakibatkan peningkatan volume

Dari hasil pemetaan sesuai dengan visi dan misi KSITK UKMC terdapat 21 sub domain proses tata kelola teknologi informasi yang harus di jalankan dan diterapkan di

Pada pembuatan karya ini metode estetika digunakan sebagai acuan dalam pemilihan sampel tato Dayak dan tato Maori yang akan digunakan, pembuatan desain baik desain