• Tidak ada hasil yang ditemukan

ESTIMASI SIGNAL TO NOISE RATIO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ESTIMASI SIGNAL TO NOISE RATIO"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

ESTIMASI SIGNAL TO NOISE RATIO (SNR)

MENGGUNAKAN METODE KORELASI

Ahmad Dhiya’ul Haq1, Imam Santoso2, Ajub Ajulian Zahra Macrina

Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik – Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto SH Tembalang, Semarang 50275 email:1 ndiyak@gmail.com, 2 imamstso@undip.ac.id

ABSTRACT

In a communication system, a signal transmission of information will be disturbed by the unwanted signals called noise. Signal to Noise ratio (SNR) is a measure for determining the quality of a signal are disturbed by the noise. SNR implies a comparison between the power of the original signal (information) to the noise power.

This research, SNR estimation is done using the correlation method. The input signal (test signal) modeled by a sinusoidal signal. Signal noise is modeled as a random signal with a normal (Gaussian) distribution. In simulation testing with a variety of parameters, namely the frequency of the input signal, frame size, delay time, frequency of sampling, the influence of input signal amplitude and the influence of noise signal amplification, the effect of adding low pass filter (LPF) to estimate the value of SNR. The design of the simulation is performed using Simulink Matlab.

The test results on simulated SNR estimation has been obtained that the variations in the frequency of the input signal produces a variety SNR value estimate. In the simulation results, the results are approximate to the target SNR value is at a frequency of 1000 Hz with the unfiltered correlation method and at frequency of 500 Hz with the filtered correlation method. Frame size of 512 samples of the input signal both with the unfiltered and the filtered correlation method. Sampling frequency occurs at 16 kHz, the with the unfiltered correlation method and at 8 kHz with with the filtered. Delay time at 50 samples with the unfiltered correlation method and in 30 samples with filtered correlation method. The greater the amplitude of the input signal, the greater the value of the estimated SNR. The greater the noise signal amplification, the smaller the SNR obtained.

Keywords: Signal to Noise Ratio (SNR), Distribusi Normal (Gaussian), Simulink Matlab.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Signal to Noise Ratio (SNR) didefinisikan sebagai

rasio antara daya sinyal dengan daya derau (noise). Secara luas, SNR digunakan sebagai ukuran kualitas sinyal pada sistem komunikasi. Kualitas sinyal ini dapat ditentukan dari nilai Signal to Noise Ratio (SNR) yang diukur dalam satuan desibel (dB). Estimasi SNR telah banyak diaplikasikan pada berbagai bidang sistem komunikasi. Misalnya, dalam komunikasi radio untuk memilih sinyal yang paling bagus dari beberapa pemancar radio. Aplikasi estimasi SNR juga digunakan untuk membedakan antara bunyi ucapan dan bukan ucapan.

Teknik estimasi SNR suatu sinyal dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori (Chanwoo Kim, 2008). Kategori berdasarkan spektrum sinyal, energi sinyal, maupun statistik sinyal. Estimasi SNR berdasarkan statistik sinyal dapat diperoleh dari nilai kurtosis yang digunakan untuk mengestimasi SNR dalam setiap pita frekuensi (Nemer, 1999). Pada pendekatan statistik ini, sinyal informasi dimodelkan sebagai sinyal sinusoida dengan sudut fase yang tetap, sedangkan sinyal derau dimodelkan sebagai sinyal random dengan distribusi normal (Gaussian). Sebelumnya telah dilakukan penelitian mengenai pengukuran SNR secara real-time oleh Jacob Fanguelernt pada aplikasi mikrofon untuk membedakan antara sinyal audio dengan sinyal bukan audio (noise).

Pada Tugas Akhir ini dibahas mengenai rancangan dan evaluasi algoritma secara statistik sinyal yaitu korelasi untuk mengestimasi SNR. Teknik estimasi SNR berdasarkan teori korelasi ini dapat dikembangkan untuk mendapatkan hasil estimasi yang akurat. Ada parameter-parameter dalam teknik ini yang perlu dievaluasi untuk

mendapatkan keakuratan estimasi SNR, yaitu frekuensi sinyal masukan, penentuan ukuran panjang frame, waktu tunda sampel, dan frekuensi sampling, pengaruh besar kecilnya amplitude sinyal masukan, pengaruh penguatan sinyal derau, dan pengaruh penambahan tapis lolos rendah (LPF) terhadap nilai estimasi SNR. Oleh karena itu, dalam tugas akhir ini dilakukan perancangan dan evaluasi teknik estimasi SNR dengan metode korelasi.

1.2. Tujuan

Tujuan yang hendak dicapai dalam Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Merancang simulasi estimasi estimasi nilai Signal to

Noise Ratio (SNR) dari suatu sinyal yang berderau

menggunakan teori korelasi.

2. Mengetahui keakuratan algoritma simulasi untuk mengestimasi nilai SNR sinyal yang dihasilkan, meliputi parameter frekuensi dan ukuran panjang

frame sinyal masukan, waktu tunda yang optimal, dan

mengevaluasi pengaruh frekuensi sampling.

3. Mengetahui pengaruh besar kecilnya amplitude sinyal uji (sinusoidal), pengaruh besar kecilnya sinyal derau dan pengaruh LPF dan tanpa LPF terhadap nilai SNR sinyal yang dihasilkan.

1.3. Batasan Masalah

Tugas akhir ini memiliki batasan masalah sebagai berikut:

1. Sinyal informasi (sinyal asli) dimodelkan berupa sinyal sinusoida.

2. Sinyal derau dimodelkan sebagai sinyal acak dengan distribusi normal (Gaussian).

3. Sinyal berderau (sinyal uji) disimulasikan dengan menambahkan sinyal derau pada sinyal sinusoida, kemudian dilakukan estimasi SNR sinyal uji tersebut.

(2)

2 4. Metode yang digunakan untuk menghitung estimasi

SNR adalah pendekatan statistik sinyal, yaitu teori ko-relasi.

5. Penghitungan nilai SNR sinyal yang sebenarnya (SNR target) dilakukan dengan pendekatan nilai RMS sinyal, yang akan dibandingkan dengan estimasi SNR korelasi.

6. Mensimulasikan estimasi SNR menggunakan blok-blok yang tersedia dalam Simulink MATLAB 7.6. 7. Analisis dan evaluasi pengujian dilakukan pada

parameter-parameter untuk menghasilkan keakuratan algoritma, yaitu frekuensi dan ukuran panjang frame sinyal masukan, waktu tunda sampel, frekuensi sampling.

8. Mengevaluasi pengaruh amplitude sinyal sinusoida, pengaruh besar kecilnya sinyal derau dan pengaruh penambahan LPF dan tanpa LPF terhadap hasil estimasi SNR.

9. Analisis estimasi SNR ini akan disimulasikan dengan menggunakan Simulink MATLAB 7.6.

II. DASAR TEORI

2.1 Sinyal, Sistem, dan Pengolahan Sinyal [11]

Sinyal adalah suatu tanda (sign) atau pemberitahuan (notice) yang dapat ditangkap oleh penglihatan atau pendengaran terutama untuk kepentingan penyampaian peringatan, petunjuk, atau informasi[18]. Sinyal merupakan besaran fisik yang mengandung informasi. Pengolahan (processing) adalah rangkaian langkah-langkah atau operasi untuk mencapai tujuan tertentu. Pengolahan sinyal digital berarti mengolah sinyal dilakukan dengan komputer, mikroprosesor atau rangkaian logika. Ada dua sifat dasar dalam pengolahan sinyal digital, yaitu sinyal dan sistem.

Sebuah sistem didefinisikan sebagai sebuah alat fisik yang melakukan operasi pada suatu sinyal. Sebagai contoh, sebuah tapis digunakan untuk mengurangi kegaduhan (noise) dan interferensi yang mengganggu sinyal pembawa informasi yang diinginkan dinamakan sistem. Dalam kasus ini, tapis melakukan beberapa operasi pada sinyal, yang mempunyai efek mengurangi kegaduhan dan interferensi dari sinyal pembawa informasi yang diinginkan.

Umumnya sistem dicirikan dengan jenis operasi yang bekerja pada sinyal. Sebagai contoh, jika operasi sinyal tersebut linear maka sistem ini dinamakan sistem linear. Jika operasi pada sinyal non-linear maka sisitem ini disebutt sistem linear. Operasi-operasi tersebut dinamakan sebagai pengolahan sinyal.

Pengolahan digital pada sinyal dapat dilakukan dengan perangkat lunak maupun perangkat keras. Sebagai contoh, sebuah komputer dapat diprogram untuk melakukan pentapisan digital. Operasi-operasi dasar pengolahan sinyal digital terdiri dari operasi konvolusi, korelasi, pentapisan (filtering), transformasi, dan modulasi. Operasi-operasi dasar ini membutuhkan operasi aritmatika yang sederhana seperti perkalian (multiply), penambahan (add/subtrat), penggeseran (shift).

2.2 Sinyal Sinusoidal Waktu-Kontinyu[11]

Osilasi harmonik sederhana secara matematis di deskripsikan dengan sinyal sinusoidal waktu kontinyu berikut ini:

( ) ( )

(2.1) yang diperlihatkan pada gambar 2.1. Subkrip a yang digunakan dengan x

( )

menunjukan sinyal analog. Sinyalini dicirikan dengan tiga parameter, yaitu: A: Amplitudo sinusoidal’

: frekuensi dalam radian/sekon

(rad/s). : fase dalam radian.

(2.2)

dimana F=Frekuensi dalam putaran per sekon/Hertz (Hz), sehingga persamaan (2.1) dapat ditulis

( ) ( )

(2.3)

Gambar 2.1 Sinyal sinusoidal analog

Sinyal sinusoidal analog memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

1. Untuk setiap nilai F yang tetap,

( ) adalah

periodik. Hasil ini dapat diperlihatkan menggunakan trigonometri dasar

(

)

( )

, dengan

adalah periode fundamental sinyal

sinusoidal.

2. Sinyal waktu kontinyu yang mempunyai frekuensi berbeda adalah berbeda satu sama lain.

3. Peningkatan frekuensi F akan meningkatkan rate osilasi sinyal.

2.3 Sinyal Random[3]

Variabel Acak

Istilah acak (random) mengandung arti tidak dapat diduga atau diramalkan. Bentuk derau (noise) ini juga bersifat acak sehingga menimbulkan gangguan yang tidak dapat diramalkan pada sinyal. Bentuk sinyal-sinyal yang tidak dapat diramalkan ini merupakan proses acak, sehingga diperlukan teori mengenai peluang (probability) untuk menggambarkan proses acak tersebut.

Sebuah variabel acak X() adalah sebuah fungsi

yang memetakan setiap titik sampel  yang ada di dalam ruang sampel S ke sebuah bilangan real tunggal yang disebut nilai X(). Biasanya dituliskan X saja.

Gambar 2.2 Variabel Acak X sebagai Fungsi Pemetaan Ruang sampel S adalah domain dari variabel acak X, dan himpunan semua bilangan real adalah jangkauan dari X. Sehingga jangkauan X adalah sebuah sub-himpunan tertentu dari himpunan semesta semua bilangan real yang ada. Biasanya ditulis dengan lambang

RX. Perhatikan bahwa dua atau lebih titik sampel yag berbeda dapat dipetakan atau dipasangkan ke sebuah nilai

(3)

3

X() yang sama. Namun hal yang sebaliknya tidak berlaku, yaitu dua bilangan real yang berbeda di dalam jangkauan tidak dapat dipasangkan ke sebuah titik sampel yang sama.

Sebuah variabel acak disebut sebagai distribusii normal (gaussian), jika pdf-nya ditentukan melalui persamaan :

𝑓( )

1

√2𝜋𝜎2

𝑒

−(𝑥−𝑚) 2 2𝜎2

(2.4)

Gambar 2.3 Fungsi Kepadatan Gaussian[14]

2.4 Derau (noise) dalam Sistem Komunikasi

Istilah derau (noise) menunjukan sinyal listrik yang tidak diinginkan yang selalu muncul dalam sistem listrik. Keberadaan derau (noise) mengurangi kinerja sistem-sistem komunikasi. Seberapa besar pengaruh derau terhadap kinerja sistem komunikasi diukur dengan membandingkan kekuatan sinyal keluaran sistem terhadap daya derau, yaitu dengan menggunakan besaran rasio sinyal terhadap derau (signal to noise ratio) atau besaran turunannya, peluang galat. Besaran rasio sinyal terhadap derau (SNR, signal to noise ratio) digunakan untuk sistem komunikasi analog.

Bahwa sinyal derau tersebut sebagai proses acak

Gaussian dengan rata-rata nol. Derau dapat juga

digambarkan sebagai derau putih (white noise) yang memiliki kerapatan daya spektrum

𝐺

𝑛

(𝜔𝑓)

𝑁20, watts/hertz (2.5) fungsi autokorelasi 𝑅𝑋

(

)

𝑁0

2

𝛿(𝜏) (2.6)

Gambar 2.4 (a) Kerapatan daya spektrum derau putih (b) Fungsi Autokorelasi dari derau putih

2.5 Korelasi

Dua runtun data yang masing-masing nilai-nilai sampelnya diambil secara serempak dari dua bentuk gelombang yang sama, akan dibandingkan. Jika dua bentuk gelombang bervariasi sama dari titik ke titik, kemudian ukuran korelasinya bisa ditentukan dengan jumlah dari perkalian (Sum of Product) dari titik-titik pasangan yang bersesuaian.

Derajat korelasi adalah jumlah total dari perkalian dot antara data-data yang berpasangan pada dua data sequnce dapat dituliskan dengan persamaan

𝑟

12

𝑁−1 1

(𝑛)

2

(𝑛)

𝑛=0 (2. 7)

Hasil perhitungan derajat korelasi tergantung pada jumlah sampling data N yang diambil. Hasil yang digunakan setelah normalisasi adalah

𝑟

12 𝑁1

𝑁−1𝑛=0 1

(𝑛)

2

(𝑛)

(2.8) 2 2 1 ( ) ) ( 1 ) ( ) ( 1 y y N x x N y y x x N            (2.9) ) 1 ( SNR      derau Sinyal

(2.10) Dimana

adalah koefisien korelasi antara sinyal informasi dan derau. Koefisien korelasi bernilai -1 ≤

≤ 1. Ini menunjukan perbandingan antara daya sinyal dengan daya derau, sehingga SNR dalam dB adalah

dB

1

log

10

SNR

10





(2.11 ) III. PERANCANGAN SIMULASI PROGRAM 3.1 Rancang Bangun Sistem Keseluruhan

Secara umum perancangan sistem secara keseluruhan untuk menghitung SNR sinyal adalah sebagai berikut: Sinyal Masukan Sinyal Derau (Noise) + Hasil Estimasi SNR Algoritma estimasi SNR

Gambar 3.1 Blok sistem keseluruhan simulasi

Pada gambar 3.1 merupakan blok sistem kesuluruhan dalam simulasi menghitung nilai SNR suatu sinyal. Sinyal masukan akan ditambahkan sinyal derau kemudian dilakukan penghitungan nilai SNR sinyal tersebut pada blok Algoritma Penghitung Nilai SNR atau disebut estimator. Keluaran dari algoritma penghitung nilai SNR merupakan hasil estimasi nilai SNR dari sinyal berderau tersebut.

Algoritma Penghitung Nilai SNR terdiri dari dua blok. Pertama adalah penghitung nilai SNR dari RMS sinyal dapat dilihat pada bagan berikut:

Sinyal Berderau

Menghitung Nilai

RMS sinyal asli

dan Sinyal Derau

Menghitung Hasil

bagi RMS sinyal

asli dengan Sinyal

Derau

S/N dalam dB

=10 Log (RMS1/

RMS2)

Nilai SNR

(4)

4 Sinyal Berderau Menghitung Koefisien Korelasi (ρ) Menghitung S/N=(ρ/(1-ρ)) S/N dalam dB =10 Log (S/N) LPF Nilai SNR1 Nilai SNR2 Gambar 3.3 Blok Penghitung nilai SNR dengan metode korelasi

Sedangkan blok yang kedua adalah blok untuk menghitung nilai SNR dengan metode korelasi. Sinyal berderau akan dihitung nilai koefisien korelasi terlebih dahulu. Nilai koefisien korelasi ini menunjukan berapa besar daya sinyal asli dibanding dengan daya sinyal derau. Dengan demikian, dapat dihitung S/N atau SNR sinyal dalam satuan desibel (dB). Nilai SNR ini merupakan nilai

SNR yang tidak tertapis (SNR2), sedangkan nilai SNR

yang melewati tapis LPF akan diperoleh nilai SNR yang tertapis (SNR1).

3.2 Rancang Bangun Sistem Menggunakan Simulink Matlab

Secara umum Rancangan Simulasi Estimasi SNR sinyal menggunakan Simulink adalah sebagai berikut: Tampilan masuk simulasi program estimasi SNR dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 3.4 Rancangan Sistem Simulasi Estimasi SNR Untuk memperoleh analisis dari hasil estimasi yang didapatkan, maka dibandingkan dengan nilai SNR acuan yang diperoleh dengan menghitung nilai daya dari sinyal masukan sebelum bercampur dengan sinyal derau, yaitu menggunakan parameter RMS (root mean square) atau sering disebut akar kuadrat rata-rata. Jadi, sinyal sinusoidal dan sinyal derau masing-masing dihitung nilai RMS kemudian dibandingkan antara sinyal asli dengan sinyal derau untuk mendapatkan nilai SNR. Nilai ini dijadikan sebagai pembanding dari nilai SNR yang diperoleh dengan metode korelasi. Dengan demikian, dapat dianalisis kemampuan dan keakuratan dari algoritma yang digunakan yaitu korelasi.

IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dilakukan pengujian dan analisis estimasi nilai SNR suatu sinyal. Estimasi nilai pada pengujian ini akan dilakukan pada variasi sinyal-sinyal masukan, dimana sinyal masukan ini berupa sinyal sinusoidal.

Sistem yang dirancang ini memiliki tujuan untuk memperoleh nilai estimasi SNR sinyal yang berderau, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keakuratan algoritma yang digunakan, membandingkan nilai hasil algortima dengan hasil SNR acuan, memperoleh

pengaturan nilai-nilai parameter terbaik pada metode yang digunakan yaitu metode korelasi. Untuk menentukan parameter yang terbaik akan dilakukan beberapa percobaan, yaitu: Menentukan frekuensi sinyal masukan yang baik, menentukan panjang frame yang optimal, menentukan waktu tunda yang optimal, mengevaluasi pengaruh frekuensi sampling

Setelah mendapatkan parameter yang optimal, akan dilakukan pengujian analisis hasil nilai SNR. Pengujian dilakukan dengan pengaruh amplitude sinyal Sinusoidal, pengaruh besar kecilnya sinyal derau, menggunakan LPF dan tanpa LPF. Hasil ini akan dibandingkan dengan nilai

SNR dari RMS sinyal

4.1 Simulasi Pengujian Mentukan Parameter Akurat. Pada pengujian ini, parameter awal yang akan digunakan sebagai acuan adalah sebagai berikut:

Sinyal Masukan adalah sinyal sinusoida dengan parameter frekuensi (F=500 Hz), Amplitudo (A=10), sudut fase (=0 rad), frekuensi sampling 8000 Hz, sample

per frame= 128.

Sinyal derau adalah sinyal acak dengan distribusi

Gaussian, nilai rata-rata (mean)=0 dan nilai variance=1.

Besarnya gain sinyal derau= 0.05. waktu untuk menjalankan simulasi = 10 step.

Menentukan frekuensi sinyal masukan yang optimal Pengujian yang telah dilakukan untuk menentukan frekuensi sinyal masukan yang optimal yang bekerja pada sistem dapat dilihat pada gambar grafik 4.1.

Gambar 4.1 Grafik hasil estimasi SNR dengan variasi frekuensi sinyal masukan

Berdasarkan gambar grafik diatas terlihat bahwa nilai estimasi SNR untuk beragam frekuensi menunjukan nilai yang bervariasi. Pada gambar grafik 4.1 terlihat nilai estimasi SNR berkisar antara -4 dB– 46,7 dB. Dengan rentang hasil nilai SNR yang bervariasi ini menunjukan bahwa pengaruh derau terjadi pada setiap frekuensi, sehingga tampak nilai SNR sinyal uji mengalami perubahan yang cukup signifikan. Hal ini sesuai dengan sifat derau bahwa derau bekerja pada setiap frekuensi.

Pada hasil SNR yang didapatkan dari RMS sinyal sebesar 21,5 dB. Nilai ini sebagai nilai SNR target atau nilai pembanding.

Berdasarkan gambar 4.1 menunjukan bahwa kinerja algoritma estimasi SNR ini dapat bekerja dengan akurat pada frekuensi-frekuensi tertentu. Semakin kecil nilai selisihnya maka semakin baik kinerja algoritma tersebut, karena lebih mendekati nilai SNR target. Pada

-20 0 20 40 60 0 1000 2000 3000 4000 SNR ( d B )

Frekuensi Sinyal Sinusoida (Hz)

(5)

5 metode korelasi Tak Tertapis menunjukan nilai estimasi

SNR yang mendekati SNR target dibandingkan dengan metode korelasi Tertapis. Hal ini tampak pada nilai selisih SNR dengan SNR target. Pada metode korelasi Tak Tertapis terlihat beberapa frekuensi yang menunjukan angka selisih yang kecil dibawah satu yaitu pada frekuensi 200 Hz, 300 Hz, 400 Hz, 500 Hz, 900 Hz, 1000 Hz, 1200 Hz, 1300 Hz, 1500 Hz, 1700 Hz, 1900 Hz, 2900 Hz. Hanya pada frekuensi 1000 Hz terjadi nilai selisih yang terkecil yaitu 0,12 dB, sehingga menujukan frekuensi sinyal masukan yang terakurat.

Pada metode korelasi Tertapis secara umum memiliki selisih yang cukup besar jika dibandingkan dengan korelasi Tertapis. Selisih terkecil 6,67 dB pada frekuensi 500 Hz. Frekuensi 1000 Hz, 1500 Hz, 2000 Hz, 2500 Hz, dan 3000 Hz memiliki selisih yang rendah. Selisih terbesar pada frekuensi 2900 Hz dengan selisih 25,34 dB.

Menentukan panjang frame yang optimal

Pada data pengujian yang telah dilakukan diperoleh data hasil pengujian. Pengujian dilakukan dengan variasi ukuran panjang frame dengan selisih dengan SNR RMS (target 21,5 dB).

Gambar 4.2 Grafik hasil estimasi SNR dengan variasi ukuran frame dengan SNR RMS

Gambar 4.2 menunjukan hasil nilai estimasi SNR dengan beberapa variasi ukuran panjang frame untuk sinyal uji (sinyal sinusoida). Pengujian frekuensi dilakukan dari 64 sampai 1024 sample per frame. Terlihat nilai SNR Tak Tertapis berkisar antara 23,33 – 26,84 dB. Sedangkan pada SNR Tertapis berkisar antara 15,26 -15,74 dB. Hal ini menunjukan bahwa SNR Tertapis lebih mendekati dengan SNR target dibandingkan dengan SNR Tak Tertapis. Berdasarkan Gambar 4.2 terlihat bahwa ukuran frame yang akurat bekerja pada 512 sampel per

frame dengan nilai selisih paling kecil sebesar 1,83 dB

mendekati nilai SNR RMS (Target) dengan metode korelasi Tak Tertapis. Sedangkan pada metode korelasi Tertapis, ukuran frame yang paling akurat juga pada 512 sampel per frame. Metode korelasi tanpa LPF menunjukan hasil yang lebih baik daripada metode korelasi dengan LPF. Hal ini dapat dilihat pada nilai selisih dengan SNR target. Terbukti dengan rata-rata selisih lebih kecil dibanding SNR Tak Tertapis yaitu 3,93 dB.

Menentukan waktu tunda yang optimal

Hasil pengujian untuk menentukan waktu tunda yang optimal dengan variasi waktu tunda 1-50 dapat dilihat pad gambar grafik 4.3.

Gambar 4.3 Grafik hasil estimasi SNR dengan variasi waktu tunda Berdasarkan gambar 4.3, terlihat bahwa hasil SNR Tertapis lebih akurat dibandingkan dengan SNR Tak Tertapis. Terbukti dengan rata-rata selisih lebih kecil dibanding SNR Tak Tertapis yaitu 7,07 dB. Waktu tunda yang akurat terletak pada waktu tunda 50 sampel dengan selisih yang paling kecil yaitu 0,1 dB terhadap SNR RMS (Target 21,5 dB). Pada metode korelasi Tak Tertapis, waktu tunda sampel yang akurat dengan selisih dibawah satu yaitu sampel 2, 3, 6, 13, 28, 34, 36 dan 50. Hanya pada sampel 50 terjadi selisih terkecil, sehingga paling mendekati SNR Target. Sedangkan pada metode korelasi Tertapis, waktu tunda yang paling akurat terletak pada 30 sampel dengan selisih 4,53 dB.

Dari gambar grafik 4.3 menunjukan hasil nilai SNR dengan beberapa variasi waktu tunda sampel, selisih antara hasil metode korelasi dengan SNR RMS (Target 21,5 dB). Pengujian dilakukan dari nilai 1 – 50 sampel.

Berdasarkan gambar grafik diatas terlihat bahwa nilai estimasi SNR untuk beragam waktu tunda menunjukan nilai yang bervariasi. Terlihat bahwa nilai SNR Tertapis maupun tidak Tertapis juga menunjukan nilai yang bervariasi. Pada SNR Tertapis berkisar antara 17,05 -57,03 dB, sedangkan pada SNR Tertapis berkisar antara 12,3 – 29,99 dB. Hal ini menunjukan nilai yang cukup akurat jika dibandingkan dengan SNR Target 21,5 dB.

Mengevaluasi pengaruh frekuensi sampling

Hasil Pengujian variasi frekuensi sampling sampling pada sistem dapat dilihat pada gambar grafik 4.4.

Hasil pengujian variasi frekuensi sampling dan selisih SNR korelasi dengan RMS(Target=21,5 dB). Dari gambar grafik 4.4 menunjukan hasil nilai SNR dengan beberapa variasi frekuensi sampling untuk sinyal sinyal uji (sinyal sinusoidal). Pengujian frekuensi dilakukan dari 4000 – 48000 Hz 0 10 20 30 0 500 1000 1500 SN R ( d B )

Ukuran Frame (Sampel/frame) SNR Tak Tertapis SNR Tertapis SNR RMS 0 10 20 30 40 50 60 0 20 40 60 SN R ( d B )

Waktu Tunda Sampel (Sampel)

(6)

6 Gambar 4.4 Grafik variasi frekuensi sampling dengan nilai SNR

Berdasarkan gambar grafik diatas terlihat bahwa nilai estimasi SNR untuk beragam frekuensi sampling sinyal uji menunjukan nilai yang bervariasi. Terlihat nilai SNR Tak Tertapis berkisar antara -17,2 – 26,4 dB. Sedangkan pada SNR Tertapis berkisar antara -2,57 – 15,36 dB.

Pada frekuensi sampling 11 kHz, 22 kHz dan 44,1 kHz menghasilkan nilai SNR yang rendah. Ini menunjukan algoritma simulasi bekerja kurang akurat pada frekuensi sampling tersebut. Frekuensi yang paling akurat adalah pada frekuensi sampling 16 kHz dengan selisih terkecil dengan SNR RMS (Target 21,5 dB) yaitu 1,67 dB pada SNR Tak Tertapis dan selisih 6,14 dB terletak pada frekuensi sampling 8 kHz pada SNR Tertapis. Secara umum SNR tanpa menggunakan LPF lebih baik dibandingkan dengan SNR dengan LPF, terbukti dari nilai selisih yang lebih kecil yaitu 12,51 dB dari rata-rata selisih.

Dari data – data hasil pengujian simulasi, maka telah didapatkan nilai parameter yang akurat pada rancangan simulasi estimasi SNR. Nilai parameter ini dapat dilihat pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Menentukan Parameter yang Akurat

Parameter Metode Korelasi

Tak Tertapis Korelasi Metode

Tertapis Frekuensi

Masukan 1000 Hz 500 Hz

Ukuran frame 512 sampel/ frame 512 sampel/

frame

Frekuensi

Sampling 16 kHz 8 kHz

Waktu Tunda 50 sampel 30 sampel Pada Tabel 4.5 dapat disimpulkan bahwa frekuensi sinyal masukan terjadi pada 1000 Hz dengan metode korelasi Tak Tertapis dan pada 500 Hz dengan metode korelasi Tertapis, ukuran frame terletak pada 512 sampel/frame. frekuensi sampling pada 16 kHz dengan metode korelasi Tak Tertapis dan 8 kHz dengan metode korelasi Tertapis. Untuk waktu tunda terletak pada sampel ke-50 dengan metode korelasi Tak Tertapis dan 30 sampel dengan metode korelasi Tak Tertapis.

4.2 Pengujian Analisis Algoritma

Setelah dilakukan pengujian untuk menentukan parameter-parameter simulasi program dan telah didapatkan nilai parameter yang akurat maka akan dilakukan pengujian untuk analisis algoritma untuk mengetahui: pengaruh dari besar kecilnya amplitude sinyal sinusoida, pengaruh besar kecilnya sinyal derau dengan berbagai variasi penguatan (gain), kemudian menganalisis algoritma dengan menggunakan LPF dan tanpa menggunakan LPF. Hasil ini akan dibandingkan dengan nilai SNR dari RMS sinyal.

Pengujian Pengaruh Kuat Lemahnya Sinyal Derau Hasil pengujian pengaruh kuat lemahnya sinyal derau atau persentase besar kecilnya penguatan sinyal derau dapat dilihat pada gambar grafik 4.5 :

Gambar 4.5 grafik variasi besarnya gain sinyal derau dengan nilai SNR

Dari gambar grafik 4.5 menunjukan hasil nilai SNR dengan beberapa variasi besarnya nilai gain sinyal derau. Pengujian ini dilakukan dari penguatan sebesar 0.001 - 1. Tampak bahwa SNR Tak Tertapis dengan SNR Tertapis memiliki keakuratan yang cukup jika dibandingkan dengan SNR RMS (Target). Terlihat bahwa rata–rata selisih dengan SNR target yaitu 3,11 dB dan 4,9 dB. Secara lebih jelas dapat dilihat pada gambar grafik 4.5 berikut.

Berdasarkan gambar grafik diatas terlihat bahwa nilai estimasi SNR untuk beberapa variasi besarnya nilai

gain sinyal derau menunjukan nilai yang bervariasi.

Terlihat nilai SNR mengalami penurunan nilai seiring dengan kenaikan nilai gain sinyal sinyal derau. Hal ini terjadi karena semakin besar penguatan sinyal derau semakin kecil nilai SNR.

Pengujian Pengaruh Amplitude Sinyal Masukan Hasil pengujian pengaruh besarnya amplitude sinyal masukan terhadap nilai SNR dapat dilihat gambar grafik 4.6 yang menunjukan hasil pengujian estimasi nilai

SNR dengan beberapa variasi amplitude sinyal uji (sinyal

sinusoidal). Pengujian ini dilakukan dari amplitude 1-100 Volt untuk mengetahui pengaruh besarnya amplitude sinyal uji. -20 -10 0 10 20 30 SNR ( d B ) Frekuensi Sampling (Hz)

SNR Tak Tertapis SNR Tertapis SNR RMS

0 10 20 30 40 50 0.0 01 0.0 03 0.0 05 0.0 07 0.0 09 0.0 2 0.0 4 0.0 6 0.0 8 0.1 0 0.3 0 0.5 0 0.7 0 0.9 0 SNR ( d B )

Gain sinyal derau

SNR Tertapis SNR Tak Tertapis SNR RMS

(7)

7 Gambar 4.6 Grafik variasi besarnya gain sinyal derau dengan

nilai SNR

Pada data hasil pengujian terlihat bahwa nilai estimasi SNR bervariasi dengan rata-rata selisih yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan SNR RMS yaitu 4,34 dB dengan metode korelasi tanpa LPF dan selisih 3,86 dB dengan metode korelasi Tertapis. Secara lebih jelas dapat dilihat gambar grafik data hasil pengujian variasi amplitude sinyal sinusoida pada gambar 4.6.

Berdasarkan gambar grafik diatas terlihat bahwa nilai estimasi SNR untuk beberapa variasi amplitude sinyal uji (sinyal sinusoida) menunjukan nilai yang bervariasi. Pada gambar grafik 4.6 terlihat nilai SNR mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya nilai amplitude sinyal sinusoida. Semakin besar amplitude sinyal maka semakin besar nilai SNR sinyal.

Tampak bahwa SNR Tak Tertapis dengan SNR Tertapis memiliki keakuratan yang cukup jika dibandingkan dengan SNR RMS (Target).

V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pengujian dan analisis yang telah dilakukan pada Tugas Akhir ini, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengujian optimal dapat dilakukan pada frekuensi 1000 Hz dengan metode korelasi tak tertapis dan frekuensi 500 Hz dengan metode korelasi tertapis. 2. Pengujian ukuran frame sinyal masukan yang

optimal dapat dilakukan pada 512 sampel/frame, baik dengan metode korelasi tak tertapis maupun dengan metode korelasi tertapis,

3. Pengujian frekuensi pencuplikan sinyal masukan yang optimal dapat dilakukan pada 16 kHz dengan metode korelasi tak tertapis dan pada 8 kHz dengan metode korelasi tertapis.

4. Pengujian waktu tunda sampel yang optimal dapat dilakukan pada 50 sampel dengan metode korelasi tak tertapis dan pada 30 sampel dengan metode korelasi tertapis. .

5.2. Saran

Saran yang dapat diberikan untuk pengembangan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Perlu pengujian untuk sinyal masukan selain sinusoida, misalnya sinyal kotak, sinyal gergaji. 2. Dapat dikembangkan untuk pengujian dan analisis

sinyal uji berupa sinyal suara.

3. Dapat dikembangkan estimasi SNR dengan menggunakan metode yang berbeda, seperti analisis distribusi amplitude sinyal.

0 10 20 30 40 0 50 100 150 SNR ( d B )

Amplitude Sinyal Sinusoida (Volt) SNR Tak Tertapis SNR Tertapis SNR RMS

(8)

8 DAFTAR PUSTAKA

[1] Arko, Perbandingan berbagai metode korelasi

silang dan implementasinya, Pusat Pengembangan

Teknologi Informatika dan Komputasi-BATAN, 2000.

[2] G. Marsaglia and W. W. Tsang , The ziggurat

method for generating random variables, Journal of Statistical Software, 5 (2000), pp. 1-7.

http://www.jstatsoft.org/v05/i08

[3] HSU, Hwei, Ph.D, ”Schaum’s Outlines,

Komu-nikasi Analog dan Digital, edisi kedua. Erlangga,

Jakarta, 2006.

[4] Ifeachor, Immanuel C. and Barrie W. Jervis,

Digi-tal Signal Processing: A Practical Approach,

Addi-son-Wesley Pubblishing Company Inc., 1993. [5] Kahlil, Mohamad, Advanced signal processing

Lebanese university, http://mohamadkhalil.net di-akses pada tanggal 10 Juni 2012.

[6] Kim, Chanwoo and Richard M. Stern, Robust

Sig-nal-to-Noise Ratio Estimation Based on Waveform Amplitude Distribution Analysis, Department of

Electrical and Computer Engineering and Lan-guage Technologies Institute Carnegie Mellon University, Pittsburgh, 2008.

[7] Manolakis, Dimitris G., V. Ingle and S. Kogon.

Statistical and Adaptive Signal Processing: Spec-tral Estimation, Signal Modelling, Adaptive Filter-ring and Array Processing, Mc-Graw Hill, 2000.

[8] Mertins, Alfred, Signal Analysis: Wavelets, Filter

Banks, Time-Frequency TransfoRMS and Applica-tions, John Wiley & Sons Ltd, 1999 .

[9] Openheim, Alan V. and Alan S. Willsky. Sinyal dan

Sistem, Edisi kedua jilid I, diterjemahkan oleh N.R.

Poespawati dan Agus Santoso Tamsir, Erlangga, Jakarta 2000.

[10] Proakis, John G. and Dimitris G. Manolakis.

Digi-tal Signal Processing Principles. Algorithms, and Aplications, Third edition. Prentice-Hall

Interna-tional Inc, 1996.

[11] Proakis, John G and Dimitris G. Manolakis.”

Pem-rosesan sinyal digital: Prinsip-Prinsip, Algoritma dan Aplikasi, Edisi Bahasa Indonesia Jilid I.

Pren-hallindo, 1997.

[12] Prot, Sebastian and Kent Palmkvist, TSTE91

Sys-tem Design Communications SysSys-tem Simulation Using Simulink Part V OFDM by IFFT Modula-tion, Electronic Systems, Dept. EE, LiTH, 2003.

[13] Santoso, Tri Budi dan Miftahul Huda. 2011. Modul

1 Praktikum Pengolahan Informasi Wicara.

http://lecturer.eepis-its.edu. diakses Mei 2012. [14] Sklar, Bernard, Digital Communications :

Funda-mentals and Applications, Prentice Hall Inc., 1988.

[15] Sundiman, Didi, Pembuatan Software Digital

Sig-nal Processing Menggunakan Bahasa Pem-rograman Visual C++, Teknik Elektro, Universitas

Kristen Petra, Surabaya, 2003.

[16] Salim, H. Pembuatan Modul Pengubah Sinyal

Analog Menjadi Sinyal Digital (Analog To Digital Converter) Untuk Praktikum Laboratorium Dasar Telekomunikasi, 2010, http://repository.usu.ac.id

diakses Agustus 2012.

[17] Taub, Herbet and Donald L. Schilling, Principles

of Communication Systems, 2nd Edition, Mc

Graw-Hill.Inc, 1986.

[18] Haag, Michael, Correlation and Covariance of a

Random Signal, http://cnx/rice.edu diakses pada

Maret 2012.

[19] ----,Using Simulink, The MathWorks, Inc http://mathworks.com diakses Januari 2012

BIODATA

Ahmad Dhiya’ul Haq

(L2F006004, dilahirkan di Demak, Jawa Tengah, pada tanggal 23 Desember 1987. Menempuh pendidikan di SD Kalikondang IV Demak, SLTPN 1 Demak, SMAN 1 Demak, dan saat ini sedang menyelesaikan pendidikan di Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang.

Menyetujui, Pembimbing I

Imam Santoso, S.T., M.T. NIP. 197012031997021001 Pembimbing II

Ajub Ajulian Zahra Macrina S.T., M.T. NIP. 197107191998022011

Referensi

Dokumen terkait

Inti dari algoritma runut-balik adalah penggunaan memori untuk melihat kembali setiap jalan yang telah dilalui dan ketika menghadapi jalan buntu, kita dapat kembali ke

• Untuk beberapa pihak yang sudah mengenal dan mulai memahami konsep Padiatapa, serta semakin meluas dan menguatnya konsep Padiatapa, telah terjadi ‘seolah-olah’ telah

Kadar trigliserida dan HDL serum darah tikus yang mendapatkan perlakuan ekstrak etanol rimpang kencur (500 dan 1.000) mg/kg BB selama 30 hari tidak berbeda

Tradisi ini menggunakan beberapa macam jenis jeruk (limau) seperti limau kapeh, limau kunci, limau padang, dan limau purut. Tradisi ini bisa diintegrasikan dalam

Dokumen ASAL adalah seperti dipaparan skrin – setiap dokumen cetakan bukan lagi dokumen kawalan LAMPIRAN 1 CARTA ALIR PROSEDUR PEMULANGAN BAHAN PERPUSTAKAAN MELALUI

Melalui pendidikan maka manusia dibentuk, dikonstruksikan dan diarahkan agar menjadi manusia sesungguhnya (humanized human being), makhluk rasional yang memiliki dan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan level optimum kombinasi Se organik, inorganik dan vitamin E dalam menghasilkan kandungan Se daging, selenium telur, vitamin E

Wakil dari Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur Petugas Penyuluh Kehutanan Lapangan pada Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Kabupaten Malang (Agus.. Hariyono, SP);