• Tidak ada hasil yang ditemukan

REFERENCES. Getter,Darryl E Consumer Credit Risk and Pricing. The Journal of Consumer Affair. Vol 40/

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REFERENCES. Getter,Darryl E Consumer Credit Risk and Pricing. The Journal of Consumer Affair. Vol 40/"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

REFERENCES

Ali, Masyhud.2006. “Manajemen Resiko : Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis”.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Getter,Darryl E.2006. “Consumer Credit Risk and Pricing”. The Journal of Consumer Affair. Vol 40/1. 41-62.

Hempel,George H. , Alan B. Coleman and Donald G. Simonson. 1986. “Bank Management: Text and Cases “. United States: John Wiley & Sons.

Jusuf,Jopie.2006. “Analisis Kredit untuk Account Officer”.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Kashmir.2000. “Manajemen Perbankan”.Jakarta: Rajawali Press.

Özdemir,Özlem.2004. “An Empirical Investigation on Consumer Credit Default Risk”. Turkish Economic Association. Discussion Paper 2004/20.

Pratisto,Arif.2004. “Cara Mudah Mengatasi Masalah Statistik dan Rancangan Percobaan dengan SPSS 12”.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Rivai,Veithzal and Andria Permata Veithzal.2006. “Credit Management Handbook : Teori, Konsep, Prosedur, dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bankir, dan Nasabah”.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Simorangkir,O.P..2004. “Pengantar Lembaga Keuangan Bank & Nonbank”.Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.

Supranto, J.2004. “Analisis Multivariat : Arti & Interpretasi “. Jakarta : PT Rineka Cipta.

(2)

APPENDIX A

SE No.5/21/DPNP

No.5/ 21 /DPNP Jakarta, 29 September 2003

S U R A T E D A R A N

Kepada

SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

Perihal : Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum

Dalam upaya meningkatkan good corporate governance dan manajemen risiko pada industri perbankan, Bank wajib menerapkan manajemen risiko secara efektif sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum

(3)

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4292). Sehubungan dengan hal tersebut perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia, dengan pokokpokok ketentuan sebagai berikut:

1. Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum merupakan acuan standar penerapan manajemen risiko yang wajib dipenuhi oleh Bank sehingga Bank dapat memperluas dan memperdalam sesuai dengan kebutuhan Bank.

2. Bank yang telah memiliki kebijakan, prosedur, dan atau pedoman penerapan manajemen risiko namun belum memenuhi standar penerapan manajemen risiko, wajib menyesuaikan dan menyempurnakan dengan berpedoman pada Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia ini.

3. Pedoman penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada angka 2, disampaikan kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak ditetapkannya pedoman yang disempurnakan. Penyempurnaan pedoman tersebut dilakukan sesuai dengan jadwal yang dimuat dalam action plan atau selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2004.

4. Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, sekurangkurangnya memuat:

a. Pedoman Umum

1) Pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi, termasuk organisasi dan fungsi manajemen risiko; 2) Kebijakan, prosedur dan penetapan limit;

(4)

3) Proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan system informasi manajemen risiko, termasuk pengelolaan assets and liabilities management

(ALMA), penggunaan model pengukuran risiko dan

stresstesting; dan

4) Pengendalian intern dalam penerapan manajemen risiko.

b. Proses penerapan Manajemen Risiko

Proses penerapan manajemen risiko dilakukan terhadap risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko reputasi dan risiko strategik, serta risiko kepatuhan.

c. Hal-hal lain

Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum memuat hal-hal lain yang relevan dengan penerapan manajemen risiko, sesuai dengan kondisi dan kompleksitas usaha Bank, seperti:

1) Pengelolaan Risiko Produk dan Aktivitas Baru; 2) Penerapan Manajemen Risiko Transaksi Derivatif.

5. Dalam rangka menerapkan manajemen risiko, Bank wajib membentuk Komite Manajemen Risiko dan Satuan Kerja Manajemen Risiko, sesuai dengan ukuran dan kompleksitas usaha Bank. Struktur Organisasi Manajemen Risiko pada Bank Umum dapat mengacu pada Lampiran 2 Surat Edaran Bank Indonesia ini.

(5)

6. Dalam rangka proses penerapan manajemen risiko, Bank dapat menggunakan berbagai pendekatan pengukuran risiko, baik dengan metode standar seperti yang direkomendasikan oleh Basle Committee on Banking Supervision pada Bank for International Settlements maupun dengan metode pengukuran yang advanced

(internal model). Pengukuran dengan menggunakan internal model

tersebut dimaksudkan untuk antisipasi perkembangan operasi perbankan yang semakin kompleks maupun antisipasi kebijakan perbankan di masa mendatang. Penerapan internal model

memerlukan berbagai persyaratan minimum baik kuantitatif maupun kualitatif agar hasil penilaian risiko dapat lebih mencerminkan kondisi Bank yang sebenarnya. Untuk kepentingan perhitungan risiko pasar yang terkait dengan perhitungan Capital Adequacy Ratio (CAR), Bank diwajibkan untuk mengacu pada ketentuan yang berlaku.

7. Penerapan manajemen risiko secara efektif dan menyeluruh wajib dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang dimuat dalam laporan action plan atau selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2004.

8. Bank wajib melakukan langkah-langkah persiapan, pengembangan dan atau penyempurnaan yang diperlukan dalam rangka penerapan manajemen risiko yang efektif, antara lain:

a. melaksanakan diagnosa dan analisis mengenai: organisasi, kebijakan, prosedur, dan pedoman serta pengembangan sistem yang terkait dengan penerapan manajemen risiko. Selanjutnya Bank menilai dan menyusun rencana penyempurnaan sesuai dengan acuan dalam Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.

(6)

b. menugaskan pejabat atau staf atau project team yang bertanggungjawab untuk proses penyusunan analisis dan pemantauan kemajuan rencana kegiatan (action plan). c. melakukan sosialisasi pedoman penerapan manajemen risiko kepada pegawai agar memahami praktek manajemen risiko, dan mengembangkan budaya risiko (risk culture) kepada seluruh pegawai pada setiap tingkatan organisasi Bank.

d. menyusun laporan rencana kegiatan (action plan) dan laporan realisasi kegiatan (progress report) sesuai dengan

Lampiran 3 dan Lampiran 4 sebagaimana tercantum dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini.

e. memastikan bahwa Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) ikut serta memantau dalam proses penyusunan rencana kegiatan (action plan) dan realisasi rencana kegiatan dimaksud, serta penyusunan laporan profil risiko triwulanan.

9. Bank wajib menyampaikan laporan profil risiko kepada Bank Indonesia dengan berpedoman pada Lampiran 5 dan Lampiran 6

sebagaimana tercantum dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini. 10. Bank wajib menyampaikan laporan produk dan aktivitas baru kepada Bank Indonesia dengan berpedoman pada Lampiran 7

sebagaimana tercantum dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini. 11. Bank wajib menerapkan manajemen risiko sesuai dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran dan kompleksitas usaha serta kemampuan Bank. Bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah wajib menerapkan proses manajemen

(7)

risiko sesuai dengan karakteristik usaha Bank dimaksud dan Prinsip Syariah.

12. Lampiran-lampiran tersebut di atas merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.

Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku sejak tanggal 1 Januari 2004.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Demikian agar Saudara maklum.

BANK INDONESIA,

ttd

NELSON TAMPUBOLON

DIREKTUR PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN

(8)

APPENDIX B

PROSES PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO

RISIKO KREDIT

LAMPIRAN SE No.5/21/DPNP

RISIKO KREDIT a. Definisi

Risiko kredit adalah risiko yang terjadi akibat kegagalan pihak lawan (counterparty) memenuhi kewajibannya. Risiko kredit dapat bersumber dariberbagai aktivitas fungsional bank seperti perkreditan (penyediaan dana), tresuri dan investasi, dan pembiayaan perdagangan, yang tercatat dalam banking book

maupun trading book.

b. Pengawasan Aktif Dewan Komisaris dan Direksi

1) Komisaris bertanggung jawab dalam melakukan persetujuan danpeninjauan berkala atau sekurang-kurangnya secara tahunan mengenai strategi dan kebijakan risiko kredit pada Bank. Strategi dan kebijakan dimaksud harus:

a) mencerminkan batas toleransi Bank (bank’s tolerance) terhadap risiko dan tingkat probabilitas pendapatan yang

(9)

diharapkan akan diperoleh secara terus menerus dengan memperhatikan siklus dan perubahan kondisi ekonomi. b) memperhatikan siklus perekonomian domestik dan internasional dan perubahan-perubahan yang dapat mempengaruhi komposisi dan kualitas seluruh portofolio kredit.

c) dirancang untuk keperluan jangka panjang dengan penyesuaianpenyesuaian yang diperlukan.

2)Direksi bertanggung jawab untuk mengimplementasikan strategi dan kebijakan risiko kredit serta mengembangkan prosedur identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko kredit. Kebijakan dan prosedur yang dikembangkan dan diimplementasikan secara tepat tersebut harus dapat:

a) mendukung standar pemberian kredit yang sehat; b) memantau dan mengendalikan risiko kredit; dan c) mengidentifikasi dan menangani kredit bermasalah. 3) Bank harus mengidentifikasi dan mengelola risiko kredit

yang melekat pada seluruh produk dan aktivitas baru serta memastikan bahwa risiko dari produk dan aktivitas baru telah melalui proses pengendalian manajemen risiko yang layak sebelum diperkenalkan atau dijalankan, dan harus disetujui oleh Direksi atau direkomendasikan oleh Komite Manajemen Risiko terlebih dahulu.

(10)

c. Kebijakan, Prosedur dan Penetapan Limit

1) Kriteria Pemberian Kredit yang Sehat

Bank harus memiliki informasi yang cukup guna membantu Bank dalam melakukan penilaian secara komprehensif terhadap profil risiko debitur. Faktor yang harus dipertimbangkan dan didokumentasikan dalam persetujuan kredit antara lain meliputi:

a) tujuan kredit dan sumber pembayaran;

b) profil risiko terkini dari debitur dan agunan serta tingkat sensitivitas terhadap perkembangan kondisi ekonomi dan pasar;

c) analisis kemampuan untuk membayar kembali, baik secara historis maupun di masa yang akan datang berdasarkan perkembangan keuangan historis dan proyeksi arus kas dengan berbagai scenario (ex ante dan ex post analysis);

d) kemampuan bisnis debitur dan kondisi sektor ekonomi/usaha peminjam serta posisi peminjam dalam industri tertentu;

e) persyaratan kredit yang diajukan, termasuk perjanjian yang dirancang untuk membatasi perubahan eksposur risiko debitur di waktu yang akan datang.

2) Seleksi Transaksi Risiko Kredit

(11)

a) Seleksi yang dilakukan terhadap transaksi kredit dan komitmen dalam mengambil eksposur risiko harus mempertimbangkan tingkat profitabilitas, yang sekurang-kurangnya dilakukan dengan cara memastikan bahwa analisa perkiraan biaya dan pendapatan telah dilakukan secara komprehensif dan mencakup biaya operasional, biaya dana, dan biaya yang berhubungan dengan estimasi terjadinya default dari debitur sampai diperolehnya pembayaran penuh, serta perhitungan kebutuhan modal. b) Penetapan harga (pricing) fasilitas kredit harus dilakukan secara konsisten dengan memperhitungkan tingkat risiko dari transaksi yang bersangkutan, khususnya kondisi debitur secara keseluruhan serta kualitas dan tingkat kemudahan pencairan (marketability ) agunan yang dijadikan jaminan. c) Sekurang-kurangnya setiap triwulanan, Direksi harus memperoleh hasil analisis kinerja (ex-post) profitabilitas dari transaksi kredit yang diberikan. Pricing dari transaksi kredit, apabila perlu, harus diperbaiki dan seluruh tindakan perbaikan yang diperlukan harus dilakukan untuk mencegah memburuknya kondisi keuangan Bank.

3) Analisis, Persetujuan serta Pencatatan Kredit

a) Prosedur pengambilan keputusan untuk pinjaman dan atau komitmen, khususnya apabila melalui pendelegasian wewenang, harus diformalkan secara jelas sesuai dengan karakteristik Bank (ukuran, organisasi, jenis aktivitas, dan kompleksitas transaksi) serta harus didukung oleh sistem yang dimiliki oleh Bank.

(12)

b) Bank harus memastikan bahwa kerangka kerja atau mekanisme kepatuhan prosedur pendelegasian dalam mengambil keputusan pemberian kredit dan atau komitmen terdapat pemisahan fungsi antara yang melakukan persetujuan, analisis dan administrasi kredit.

c) Bank harus memiliki satuan kerja yang melakukan review guna menetapkan atau mengkinikan kolektibilitas atau kualitas transaksi yang mengandung risiko kredit. Proses review tersebut sekurangkurangnya dilakukan secara triwulanan yang meliputi klasifikasi eksposur risiko kredit, penilaian kualitas (marketability) agunan, penentuan besarnya provisi. Hasil review tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari arsip perkreditan.

d) Dalam mengembangkan sistem administrasi kredit, Bank harus memastikan:

(1) efisiensi dan efektivitas operasional administrasi kredit, termasuk pemantauan dokumentasi, persyaratan kontrak, perjanjian kredit (legal aspect) dan pengikatan agunan;

(2) akurasi dan ketepatan waktu informasi yang diberikan untuk sistem informasi manajemen;

(3) pemisahan fungsi/tugas (segregation of duties) yang layak;

(4) kelayakan pengendalian seluruh prosedur back office, dan

(5) kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur intern tertulis serta ketentuan yang berlaku.

(13)

e) Bank harus menatausahakan dan mendokumentasikan seluruh informasi kuantitatif dan kualitatif serta bukti-bukti material dalam arsip (file) kredit yang digunakan dalam melakukan penilaian dan kaji ulang.

f) Bank harus melengkapi catatan pada arsip perkreditan sekurangkurangnya setiap triwulan, khususnya bagi debitur yang memiliki tunggakan atau kredit yang diklasifikasikan serta juga terhadap debitur yang mengakibatkan portofolio kredit Bank terekspos risiko yang tinggi (large exposures and loan concentration).

4) Penetapan Limit

a) Dalam prosedur penetapan limit risiko kredit, Bank antara lain harus menggambarkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penetapan limit risiko kredit dan proses pengambilan keputusan/penetapan limit risiko kredit.

b) Bank harus menetapkan limit untuk seluruh nasabah atau

counterparty sebelum melakukan transaksi dengan nasabah tersebut, dimana limit tersebut dapat berbeda satu sama lain; c) Limit untuk risiko kredit ditujukan untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan karena adanya konsentrasi penyaluran kredit. Limit yang ditetapkan sekurang-kurangnya mencakup:

(1) eksposur kepada nasabah atau counterparty; (2) eksposur kepada pihak terkait;

(3) eksposur terhadap sektor ekonomi tertentu atau area geografis.

(14)

d) Limit untuk satu nasabah atau counterparty dapat didasarkan atas hasil analisis data kuantitatif yang diperoleh dari informasi laporan keuangan maupun hasil analisis informasi kualitatif yang dapat bersumber dari hasil

interview dengan nasabah.

e) Penetapan limit risiko kredit harus didokumentasikan secara tertulis dan lengkap yang memudahkan penetapan jejak audit (audit trail) untuk kepentingan auditor intern maupun ekstern. Kebijakan, prosedur dan penetapan limit risiko kredit, selain memenuhi pedoman dan persyaratan tersebut di atas, Bank juga mengacu kepada Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan Perkreditan Bank (PPKPB) sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku.

d. Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan dan Sistem Informasi Manajemen Risiko Kredit

1) Identifikasi Risiko Kredit

a) Bank harus mengidentifikasi risiko kredit yang melekat pada seluruh produk dan aktivitasnya. Identifikasi risiko kredit tersebut merupakan hasil kajian terhadap karakteristik risiko kredit yang melekat pada aktivitas fungsional tertentu, seperti perkreditan (penyediaan dana), tresuri dan investasi, dan pembiayaan perdagangan.

b) Untuk kegiatan perkreditan dan jasa pembiayaan perdagangan, penilaian risiko kredit harus memperhatikan kondisi keuangan debitur, dan khususnya kemampuan membayar secara tepat waktu, serta jaminan atau agunan

(15)

yang diberikan. Untuk risiko debitur, penilaian harus mencakup analisa terhadap lingkungan debitur, karateristik mitra usaha, kualitas pemegang saham dan manajer, kondisi laporan keuangan terakhir, hasil proyeksi arus kas, kualitas rencana bisnis, dan dokumen lainnya yang dapat digunakan untuk mendukung analisa yang menyeluruh terhadap kondisi dan kredibilitas debitur.

c) Untuk kegiatan tresuri dan investasi, penilaian risiko kredit harus memperhatikan kondisi keuangan counterparty, rating, karakteristik instrumen, jenis transaksi yang dilakukan dan likuiditas pasar serta faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi risiko kredit.

2) Pengukuran Risiko Kredit

a) Bank harus memiliki prosedur tertulis untuk melakukan pengukuran risiko yang memungkinkan untuk:

(1) sentralisasi eksposur on balance sheet dan off balance sheet yang mengandung risiko kredit dari setiap debitur atau per kelompok debitur dan atau counterparty

tertentu mengacu padakonsep single obligor;

(2) penilaian perbedaan kategori tingkat risiko kredit dengan menggunakan kombinasi aspek kualitatif dan kuantitatif data dan pemilihan kriteria tertentu;

(3) distribusi informasi hasil pengukuran risiko secara lengkap untuk tujuan pemantauan oleh satuan kerja terkait.

b) Sistem pengukuran risiko kredit sekurang-kurangnya mempertimbangkan:

(16)

(1) karakteristik setiap jenis transaksi risiko kredit, kondisi keuangan debitur/counterparty serta persyaratan dalam perjanjian kredit seperti dalam jangka waktu dan tingkat bunga;

(2) jangka waktu kredit (maturity profile) dikaitkan dengan perubahan potensial yang terjadi di pasar;

(3) aspek jaminan, agunan dan/atau garansi;

(4) potensi terjadinya kegagalan membayar (default), baik berdasarkan hasil penilaian pendekatan konvensional maupun hasil penilaian pendekatan yang menggunakan proses pemeringkatan yang dilakukan secara intern (internal risk rating);

5) kemampuan Bank untuk menyerap potensi kegagalan

(default).

c) Bagi Bank yang menggunakan teknik pengukuran risiko dengan pendekatan internal risk rating harus melakukan validasi data secara berkala.

d) Parameter yang digunakan dalam pengukuran risiko kredit antara lain mencakup:

(1) non performing loans (NPLs);

2) konsentrasi kredit berdasarkan peminjam dan sektor ekonomi;

(3) kecukupan agunan; (4) pertumbuhan kredit;

(17)

(5) non performing portofolio tresuri dan investasi (non kredit);

(6) komposisi portofolio tresuri dan investasi (antar bank, surat berharga dan penyertaan);

(7) kecukupan cadangan transaksi tresuri dan investasi; (8) transaksi pembiayaan perdagangan yang default;

(9) konsentrasi pemberian fasilitas pembiayaan perdagangan.

e) Mark to Market pada Transaksi Risiko Kredit Tertentu (1) Untuk mengukur risiko kredit yang disebabkan transaksi over the counter (OTC) atau pada suatu pasar tertentu, khususnya pasar transaksi derivatif, maka Bank harus menggunakan metodepenilaian mark to market. (2) Eksposur risiko kredit harus diukur dan dikinikan sekurangkurangnya setiap bulan atau lebih intensif khususnya apabila portofolio debitur atau kelompok usaha debitur sangat signifikan dan atau volatilitas parameter pasar yang digunakan untuk menilai mark to market mengalami perubahan/fluktuasi.

(3) Limit kredit yang dialokasikan untuk satu debitur atau kelompok debitur harus diuji berdasarkan penilaian

mark-to-market sedangkan faktor risiko harus digunakan untuk memperhitungkan perubahan kondisi pasar dan pengaruh replacement cost.

f) Penggunaan Credit Scoring Tools

(18)

(1) Bank dapat mengunakan sistem dan metodologi statistik/ probabilistik untuk mengukur risiko yang berkaitan dengan jenis tertentu dari transaksi risiko kredit, seperti credit scoring tools.

(2) Dalam penggunaan sistem tersebut maka Bank harus: (a) melakukan kaji ulang secara berkala terhadap akurasi model dan asumsi yang digunakan untuk memproyeksikan kegagalan (defaults );

(b) menyesuaikan asumsi dengan perubahan yang terjadi pada kondisi internal dan eksternal.

(3) Apabila terdapat eksposur risiko yang besar atau transaksi yang relatif kompleks maka proses pengambilan keputusan transaksi risiko kredit tidak hanya didasarkan pada sistem tersebut sehingga harus didukung sarana pengukuran risiko kredit lainnya.

(4) Bank harus mendokumentasikan kredit seperti asumsi, data dan informasi yang digunakan pada sistem tersebut, termasuk perubahannya, serta dokumentasi tersebut selanjutnya dikinikan secara berkala.

(5) Penerapan sistem ini harus:

(a) mendukung proses pengambilan keputusan dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan pendelegasian wewenang;

(b) independen terhadap kemungkinan rekayasa yang akan mempengaruhi hasil (score-outputs)

(19)

melalui prosedur pengamanan yang layak dan efektif;

(c) dilakukan kaji ulang oleh satuan kerja atau pihak yang independen terhadap satuan kerja yang mengaplikasikan sistem tersebut.

3) Pemantauan Risiko Kredit

a) Bank harus mengembangkan dan menerapkan sistem informasi dan prosedur untuk memantau kondisi setiap debitur atau counterparty pada seluruh portofolio kredit Bank.

b) Sistem pemantauan risiko kredit sekurang-kurangnya memuat ukuran-ukuran dalam rangka:

(1) memastikan bahwa Bank mengetahui kondisi keuangan terakhir dari debitur atau counterparty;

(2) memantau kepatuhan terhadap persyaratan dalam perjanjian kredit atau kontrak transaksi risiko kredit; (3) menilai kecukupan agunan dibandingkan dengan kewajiban debitur atau counterparty ;

(4) mengidentifikasi ketidaktepatan pembayaran dan mengklasifikasikan kredit bermasalah secara tepat waktu;

(5) menangani dengan cepat kredit bermasalah.

c) Bank juga harus melakukan pemantauan eksposur risiko kredit dibandingkan dengan limit risiko kredit yang telah

(20)

ditetapkan, antara lain dengan menggunakan kolektibilitas atau internal risk rating.

d) Pemantauan eksposur risiko kredit tersebut harus dilakukan secara berkala dan terus menerus oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko dengan cara membandingkan risiko kredit aktual dengan limit risiko kredit yang ditetapkan.

e) Untuk keperluan pemantauan eksposur risiko kredit, Satuan Kerja Manajemen Risiko harus menyusun laporan mengenai perkembangan risiko kredit secara berkala, termasuk faktor-faktor penyebabnya, yang disampaikan kepada Komite Manajemen Risiko dan Direksi.

f) Prinsip pokok dalam penggunaan internal risk rating

adalah sebagai berikut:

(1) Prosedur penggunaan sistem internal risk rating

harus diformalkan dan didokumentasikan.

(2) Sistem ini harus dapat mengidentifikasi secara dini perubahan profil risiko yang disebabkan oleh penurunan potensial maupun actual dari risiko kredit.

(3) Sistem internal risik rating harus dievaluasi secara berkala oleh pihak yang independen terhadap satuan kerja yang mengaplikasikan internal risk rating tersebut; (4) Apabila Bank menerapkan internal risk rating untuk menentukan kualitas aset dan besarnya provisi, harus terdapat prosedur formal yang memastikan bahwa penetapan kualitas aset dan provisi dengan internal

(21)

rating adalah lebih prudent atau sama dengan ketentuan terkait yang berlaku;

(5) Laporan yang dihasilkan oleh internal risk rating, seperti laporan kondisi portofolio kredit disampaikan secara berkala kepada Direksi.

4) Sistem Informasi Manajemen Risiko Kredit

a) Dalam rangka meningkatkan efektivitas proses pengukuran risiko kredit, Bank harus memiliki sistem informasi manajemen yang menyediakan laporan dan data secara akurat dan tepat waktu untuk mendukung pengambilan keputusan oleh Direksi dan pejabat lainnya. b) Sistem informasi manajemen tersebut juga harus menghasilkan laporan atau informasi dalam rangka pemantauan eksposur actual terhadap limit yang ditetapkan dan pelampauan eksposur limit risiko yang perlu mendapat perhatian dari Direksi.

c) Sistem informasi manajemen juga harus menyediakan data secara akurat dan tepat waktu mengenai jumlah seluruh eksposur kredit peminjam individual dan counterparties, portofolio kredit serta laporan pengecualian limit risiko kredit.

d) Bank harus memiliki sistem informasi yang memungkinkan Direksi untuk mengidentifikasi adanya konsentrasi risiko dalam portofolio kreditnya.

(22)

e. Pengendalian Risiko Kredit

1) Bank harus menetapkan suatu sistem penilaian (internal credit reviews) yang independen dan berkelanjutan terhadap efektivitas penerapan proses manajemen risiko kredit. Kaji ulang tersebut sekurang-kurangnya memuat evaluasi proses administrasi perkreditan, penilaian terhadap akurasi penerapan internal risk rating atau penggunaan alat pemantauan lainnya, dan efektivitas pelaksanaan satuan kerja atau petugas yang melakukan pemantauan kualitas kredit individual.

2) Pelaksanaan kaji ulang tersebut harus dilakukan oleh satuan kerja atau petugas yang independen terhadap satuan kerja yang melakukan transaksi risiko kredit. Hasil kaji ulang tersebut selanjutnya harus dilaporkan secara langsung dan lengkap kepada Satuan Kerja Audit Intern (SKAI), Direktur Kepatuhan, Direksi terkait lainnya, dan Komite Audit (apabila ada).

3) Bank harus memastikan bahwa satuan kerja perkreditan dan transaksi risiko kredit lainnya telah dikelola secara memadai dan eksposur risiko kredit tetap konsisten dengan limit yang ditetapkan dan memenuhi standard kehati-hatian.

4) Bank harus menetapkan dan menerapkan pengendalian intern untuk memastikan bahwa penyimpangan (exceptions ) terhadap kebijakan, prosedur, dan limit telah dilaporkan tepat waktu kepada Direksi atau pejabat terkait untuk keperluan tindakan perbaikan.

5) Pada saat melaksanakan audit intern, SKAI harus melakukan pengujian terhadap efektivitas pengendalian intern untuk memastikan bahwa sistem pengendalian tersebut telah

(23)

efektif, aman, serta sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta kebijakan, pedoman, dan prosedur intern Bank. Setiap terjadi ketidakefektifan, ketidakakuratan atau temuan penting dalam sistem tersebut harus segera dilaporkan dan menjadi perhatian Direksi dan Satuan Kerja Manajemen Risiko sehingga tindakan perbaikan dapat segera dilaksanakan.

6) Bank harus memiliki prosedur pengelolaan penanganan kredit bermasalah termasuk sistem deteksi kredit bermasalah secara tertulis dan menerapkannya secara efektif. Apabila Bank memiliki kredit bermasalah yang cukup signifikan, Bank harus memisahkan fungsi penyelesaian kredit bermasalah tersebut dengan fungsi yang memutuskan penyaluran kredit. Setiap strategi dan hasil penanganan kredit bermasalah yang efektif ditatausahakan dalam suatu dokumentasi data yang selanjutnya digunakan sebagai input untuk kepentingan satuan kerja yang berfungsi menyalurkan atau merestrukturisasi kredit.

Referensi

Dokumen terkait

(D) HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP AMAR MA'RUF NAHi MUNKAR DAN NORMA SUBYEKTIF DENGAN INTENSI UNTUK MENJALANKAN AMAR MA'RUF NAHi MUNKAR MAHASISWA ANGGOTA LOK SYAHID UIN

Hasil yang didapat dari perhitungan luas zona hambat yang terbentuk dari dekok daun sirih hijau ( Piper betle L.) terhadap bakteri Streptococcus agalactiae

biasanya bahkan pada dehidrasi ringan sedang yang tidak memerlukan terapi cairan. parenteral makan dan minum tetap dapat dilanjutkan ( continued

[r]

Aru untuk paket pekerjaan Pekerjaan BEKLANJA SARANA PERIKANAN TANGKAP KAPAL IKAN UKURAN 1,5 GT ( FIBER GLASS) DENGAN ALAT TANGKAP PANCING TONDA, maka sesuai jadwal pada aplikasi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak manajemen dalam mengevaluasi pelatihan secara tepat bagi para karyawan

Sebagaimana dalam array baris atau array kolom, MATLAB juga menyediakan berbagai perintah ( command ) khusus untuk melakukan manipulasi anggota-anggota matriks.. Tabel 2.1

Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen tanpa ijin tertulis dari Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta1. Diperiksa oleh : Martubi,