• Tidak ada hasil yang ditemukan

retinopati diabetik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "retinopati diabetik"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB 1

PENDAHULUAN

Retinopati diabetik merupakan penyebab utama kebutaan pada penderita diabetes di seluruh dunia, disusul katarak. Bila kerusakan retina sangat berat, seorang penderita diabetes dapat menjadi buta permanen sekalipun dilakukan usaha pengobatan.1 World Health Organiszation (WHO) melaporkan 4,8 persen penduduk di seluruh dunia menjadi buta akibat retinopati diabetik. Dalam urutan penyebab kebutaan secara global, retinopati diabetik menempati urutan ke-4 setelah katarak, glaukoma, dan degenerasi makula.1 Di Amerika Serikat didapatkan insidensi kebutaan akibat retinopati diabetes sekitar 5000 orang pertahun, sedangkan di Inggris retinopati diabetes merupakan penyebab kebutaan nomor 4 dari seluruh penyebab kebutaan.2 Diestimasi bahwa jumlah penderita diabetes di seluruh dunia akan meningkat dari 117 juta pada tahun 2000 menjadi 366 juta tahun 2030.1

Pasien diabetes memiliki resiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibandingkan non diabetes antara usia 20 sampai 74 tahun. Sebagian besar (90%) tergolong diabetes melitus tidak tergantung insulin (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus: NIDDM tipe II), sedangkan 10% adalah diabetes mellitus tergantung insulin ( Insulin Dependent Diabetes Mellitus: IDDM tipe I). Resiko mengalami retinopati pada pasien diabetes meningkat sejalan lamanya diabetes. Pada waktu diagnosis diabetes tipe 1 ditegakkan, retinopati diabetes hanya ditemukan pada kurang dari 5% pasien, setelah 10 tahun, prevalensi meningkat menjadi 40-50% dan sesudah 20 tahun lebih dari 90% pasien sudah menderita retinopati diabetik. Pada diabetes tipe 2 ketika diagnosis diabetes ditegakkan sekitar 25% sudah menderita retinopati diabetik non-proliferatif (background retinopathy). Setelah 20 tahun, prevalensi retinopati diabetik meningkat menjadi lebih dari 60%. Di Amerika Utara, 3,6% pasien diabetes tipe 1 dan 1,6% pasien diabetes tipe 2 mengalami kebutaan total.3

Metode pengobatan retinopati diabetik dewasa ini telah mengalami perkembangan yang sangat pesat sehingga resiko kebutaan banyak berkurang. Namun demikian, karena angka kejadian diabetes di seluruh dunia cenderung makin meningkat maka retinopati diabetik masih teteap menjadi masalah penting.4

(2)

2 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh darah kecil, meliputi arteriol prekapiler retina, kapiler-kapiler dan vena-vena.5

2.2. Epidemiologi

Diabetes telah menjadi penyebab kebutaan utama di Amerika Serikat yaitu sekitar 5000 orang pertahunnya, biasanya mengenai penderita berusia 20-64 tahun. Sedangkan di Negara berkembang setidaknya 12% kasus kebutaan disebabkan oleh karena diabetes. Resiko ini jarang ditemukan pada anak dibawah umur 10 tahun, dan meningkat setelah pubertas. Hal ini terjadi setelah 20 tahun menderita diabetes. Komplikasi lanjut ini timbul setelah 5-15 tahun menderita diabetes, dengan angka kejadian 50 % dan akan meningkat menjadi 90% setelah menderita diabetes selama 17-25 tahun.1,5

Di Inggris retinopati diabetik juga menjadi penyebab kebutaan tersering pada pasien berumur 30-65 tahun, dan merupakan penyebab kebutaan nomor 4 dari seluruh penyebab kebutaan.1 Pandangan bahwa hiperglikemia kronik pada diabetes mellitus merupakan penyebab utama timbulnya retinopati diabetik didukung oleh hasil pengamatan bahwa tidak terjadi retinopati pada orang muda dengan diabetes tipe I (dependen insulin) paling sedikit 3-5 tahun setelah perjalanan penyakit sistemik ini.2

2.3. Etiologi

Retinopati diabetik terjadi karena diabetes melitus yang tak terkontrol dan diderita lama. Pada makula terjadi hipoksia yang menyebabkan timbulnya angiopati dan degenerasi retina. Angiopati dapat menyebabkan mikroaneurisma dan eksudat lunak.6 Faktor-faktor yang mendorong terjadinya retinopati adalah: 7,11

1. Pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 atau 2 2. Pasien dengan diabetes pada kehamilan 3. Gula darah yang tidak terkontrol

(3)

3 4. Tekanan darah yang tidak terkontrol

5. Pasien dengan gaangguan ginjal 6. Durasi dari diabetes

2.4. Klasifikasi

Secara umum klasifikasi retinopati diabetik dibagi menjadi: 6 1. Retinopati diabetik non proliferatif

Merupakan stadium awal dari proses penyakit ini. Selama menderita diabetes, keadaan ini menyebabkan dinding pembuluh darah kecil pada mata melemah. Pada retinopati nonproliferatif ringan ditandai dengan timbul sedikitnya satu tonjolan kecil pada pembuluh darah (mikroaneurisma) yang dapat pecah sehingga membocorkan cairan dan protein ke dalam retina. Pada Retinopati nonproliferatif sedang terdapat mikroaneurisma luas, perdarahan intraretina, gambaran manik-manik pada vena dan bercak-bercak cotton wool berwarna abu-abu atau putih akibat menurunnya aliran darah ke retina menyebabkan. Pada Retinopati nonproliferatif berat ditandai oleh bercak-bercak cotton wool, gambaran manik-manik pada vena dan kelainan mikrovaskular intraretina. Stadium ini terdiagnosis dengan ditemukannya perdarahan intraretina di empat kuadran, gambaran manic-manik vena di dua kuadran, atau kelainan mikrovaskular intraretina berat di satu kuadran.6

(4)

4 2. Makulopati

Makulopati diabetic adalah penebalan atau edema retina setempat atau difus, yang terutama disebabkan oleh kerusakan sawar darah-retina pada tingkat endotel kapiler retina, yang menyebabkan terjadinya kebocoran cairan dan plasma ke retina sekitarnya. Makulopati lebih sering dijumpai pada pasien DM tipe II dan memerlukan penanganan segera setelah kelainannya bermakna secara klinis, yang ditandai dengan penebalan retina sembarang pada jarak 500 mikron dari fovea. Makulopati juga terjadi karena iskemia, yang ditandai oleh edema macula, perdarahan dan eksudasi.6

3. Retinopati diabetik proliferatif.

Retinopati nonproliferatif dapat berkembang menjadi retinopati proliferatif yaitu stadium yang lebih berat pada penyakit retinopati diabetik. Bentuk utama dari retinopati proliferatif adalah proliferasi dari pembuluh darah yang rapuh pada permukaan retina. Pembuluh darah yang abnormal ini mudah pecah, terjadi perdarahan pada pertengahan bola mata sehingga menghalangi penglihatan. Juga akan terbentuk jaringan parut yang dapat menarik retina sehingga retina terlepas dari tempatnya. Jika tidak diobati, retinopati proliferatif dapat merusak retina secara permanen serta bagian lain dari mata sehingga mengakibatkan kehilangan penglihatan yang berat atau kebutaan.6

(5)

5 2.6. Patogenesis

Ada tiga proses biokimiawi yang diduga berkaitan dengan timbulnya retinopati diabetik yaitu jalur poliol (akumulasi sorbitol), glikasi nonenzimatik dan pembentukan protein kinase C dan pembentukan reactive oxygen speciase (ROS)

Gambar 2.3 Skema patogenesis retinopati diabetik

Mekanisme terjadinya RD masih belum jelas, namun beberapa studi menyatakan bahwa hiperglikemi kronis merupakan penyebab utama kerusakan multipel organ. Komplikasi hiperglikemia kronis pada retina akan menyebabkan perfusi yang kurang adekuat akibat kerusakan jaringan pembuluh darah organ, termasuk kerusakan pada retina itu sendiri. Terdapat 4 proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia kronis yang diduga berhubungan dengan timbulnya retinopati diabetik, antara lain:13

1. Akumulasi Sorbitol

Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari aktivasi jalur poliol terjadi karena peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase yang terdapat pada jaringan saraf, retina, lensa, glomerulus, dan dinding pembuluh darah akibat hiperglikemi kronis. Sorbitol merupakan suatu senyawa

(6)

6 gula dan alkohol yang tidak dapat melewati membrana basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Kerusakan sel terjadi akibat akumulasi sorbitol yang bersifat hidrofilik sehingga sel menjadi bengkak akibat proses osmotik. 13

Selain itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD+ sehingga menurunkan uptake mioinositol. Mioinositol berfungsi sebagai prekursor sintesis fosfatidilinositol untuk modulasi enzim Na-K-ATPase yang mengatur konduksi syaraf.Secara singkat, akumulasi sorbitol dapat menyebabkan gangguan konduksi saraf.

Percobaan pada binatang menunjukkan inhibitor enzim aldose reduktase (sorbinil) yang bekerja menghambat pembentukan sorbitol, dapat mengurangi atau memperlambat terjadinya retinopatik diabetik. Namun uji klinik pada manusia belum menunjukkan perlambatan dari progresifisitas retinopati.3

2. Pembentukan protein kinase C (PKC)13

Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel vaskular meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yang merupakan suatu regulator PKC dari glukosa.PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap agregasi trombosit, permeabilitas vaskular, sintesis growth factor dan vasokonstriksi. Peningkatan PKC secara relevan meningkatkan komplikasi diabetika, dengan mengganggu permeabilitas dan aliran darah vaskular retina.

Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan terjadinya ekstravasasi plasma, sehingga viskositas darah intravaskular meningkat disertai dengan peningkatan agregasi trombosit yang saling berinteraksi menyebabkan terjadinya trombosis. Selain itu, sintesis growth factor akan menyebabkan peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular dan matriks ekstraseluler termasuk jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan terjadi penebalan dinding vaskular, ditambah dengan aktivasi endotelin-1 yang merupakan vasokonstriktor sehingga lumen vaskular makin menyempit. Seluruh proses tersebut terjadi secara bersamaan, hingga akhirnya menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina. 3. Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)13

Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik. Proses tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE.

(7)

7 Efek dari AGE ini saling sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular, sintesis growth factor, aktivasi endotelin 1 sekaligus menghambat aktivasi nitrit oxide oleh sel endotel. Proses tersebut tentunya akan meningkatkan risiko terjadinya oklusi vaskular retina.

AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa. Akumulasi AGE mendahului terjadinya kerusakan sel. Kadarnya 10-45x lebih tinggi pada DM daripada non DM dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit saja kenaikan glukosa maka meningkatkan akumulasi AGE yang cukup banyak, dan akumulasi ini lebih cepat pada intrasel daripada ekstrasel.

4. Pembentukan Reactive Oxygen Speciesi (ROS)13

ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2), superokside (O2-). Pembentukan ROS meningkat melalui autooksidasi glukosa pada jalur poliol dan degradasi AGE. Akumulasi ROS di jaringan akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang menambah kerusakan sel.3

Kerusakan sel yang terjadi sebagai hasil proses biokimiawi akibat hiperglikemia kronis terjadi pada jaringan saraf (saraf optik dan retina), vaskular retina dan lensa. Gangguan konduksi saraf di retina dan saraf optik akan menyebabkan hambatan fungsi retina dalam menangkap rangsang cahaya dan menghambat penyampaian impuls listrik ke otak. Proses ini akan dikeluhkan penderita retinopati diabetik dengan gangguan penglihatan berupa pandangan kabur. Pandangan kabur juga dapat disebabkan oleh edema makula sebagai akibat ekstravasasi plasma di retina, yang ditandai dengan hilangnya refleks fovea pada pemeriksaan funduskopi.1,3

Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan funduskopi terjadi karena angiogenesis sebagai akibat peningkatan sintesis growth factor, lebih tepatnya disebut Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF). Sedangkan kelemahan dinding vaksular terjadi karena kerusakan intramural yang berfungsi sebagai jaringan penyokong dinding vaskular. Sebagai akibatnya, terbentuklah penonjolan pada dinding vaskular karena bagian lemah dinding tersebut terus terdesak sehingga tampak sebagai mikroaneurisma pada pemeriksaan funduskopi.

(8)

8 Beberapa mikroaneurisma dan defek dinding vaskular lemah yang lainnya dapat pecah hingga terjadi bercak perdarahan pada retina yang juga dapat dilihat pada funduskopi. Bercak perdarahan pada retina biasanya dikeluhkan penderita dengan floaters atau benda yang melayang-layang pada penglihatan.1

Gambaran 2.4 Gambaran retina penderita DM

Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor dan sel saraf. Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada jaringan kapiler retina.Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar ke seluruh permukaan retina kecuali satu daerah yang disebut fovea. Kelainan dasar dari berbagai bentuk retinopati diabetik terletak pada kapiler retina tersebut. Dinding kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit, membran basalis dan sel endotel.2

Sel perisit dan endotel dihubungkan oleh pori yang terdapat pada membran sel yang terletak diantara keduanya. Dalam keadaan normal, perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel kapiler retina adalah 1 : 1 sedangkan pada kapiler perifer 20 : 1. Sel perisit berfungsi mempertahankan struktur kapiler, mengatur kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barrier dan transportasi kapiler serta mengendalikan proliferasi endotel. Membran basalis berfungsi sebagai barrier dengan mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel saling berikatan satu sama lain dan bersama - sama dengan matriks ekstrasel dari membran basalis membentuk barrier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis protein dan molekul kecil.Perubahan histopatologis pada kapiler retinopati diabetik dimulai dari penebalan membran basalis, hilangnya

(9)

9 perisit dan proliferasi endotel dimana keadaan lanjut perbandingan antara sel endotel dengan sel perisit dapat mencapai 10 : 1. Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan lima proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler yaitu :2

1. Pembentukan mikroaneurisma

2. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah 3. Penyumbatan pembuluh darah

4. Proliferasi pembuluh darah baru dan jaringan fibrosa di retina 5. Kontraksi dari jaringan fibrosis kapiler dan vitreus.

Edema makula merupakan stadium yang paling berat dari retinopati diabetik non proliferatif. Pada keadaan ini terdapat penyumbatan kapiler mikrovaskuler dan kebocoran plasma yang lanjut disertai iskemik pada dinding retina (cotton wall spot), infark pada lapisan serabut saraf. Hal ini menimbulkan area non perfusi yang luas dan kebocoran darah atau plasma melalui endotel yang rusak. Ciri khas dari edema makula adalah cotton wall spot, intra retina mikrovaskuler abnormal, dan rangkaian vena yang seperti manik-manik.6

Bila satu dari keempatnya dijumpai maka ada kecenderungan progresif. Retinopati diabetik non proliferatif dapat mempengaruhi fungsi penglihatan melalui dua mekanisme yaitu: 1,6

1. Perubahan sedikit demi sedikit daripada pembentukan kapiler dari intra retina yang menyebabkan iskemik makular.

2. Peningkatan permeabilitas pembuluh retina yang menyebabkan edema makular.

Penyebab kebutaan pada retinopati diabetik dapat terjadi karena 3 proses berikut, antara lain:

1. Retinal Detachment (Ablasio Retina)

Peningkatan sintesis growth factor pada retinopati diabetik juga akan menyebabkan peningkatan jaringan fibrosa pada retina dan corpus vitreus. Suatu saat jaringan fibrosis ini dapat tertarik karena berkontraksi, sehingga retina juga ikut tertarik dan terlepas dari tempat melekatnya di koroid. Proses inilah yang menyebabkan terjadinya ablasio retina pada retinopati diabetik.3

(10)

10 Gambar 2.5 Gambaran Ablasio Retina

2. Oklusi vaskular retina

Penyempitan lumen vaskular dan trombosis sebagai efek dari proses biokimiawi akibat hiperglikemia kronis pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina. Oklusi vena sentralis retina akan menyebabkan terjadinya vena berkelok-kelok apabila oklusi terjadi parsial, namun apabila terjadi oklusi total akan didapatkan perdarahan pada retina dan vitreus sehingga mengganggu tajam penglihatan penderitanya. Apabila terjadi perdarahan luas, maka tajam penglihatan penderitanya dapat sangat buruk hingga mengalami kebutaan. Perdarahan luas ini biasanya didapatkan pada retinopati diabetik dengan oklusi vena sentral, karena banyaknya dinding vaskular yang lemah.3

Selain oklusi vena, dapat juga terjadi oklusi arteri sentralis retina. Arteri yang mengalami penyumbatan tidak akan dapat memberikan suplai darah yang berisi nutrisi dan oksigen ke retina, sehingga retina mengalami hipoksia dan terganggu fungsinya. Oklusi arteri retina sentralis akan menyebabkan penderitanya mengeluh penglihatan yang tiba-tiba gelap tanpa terlihatnya kelainan pada mata bagian luar. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat seluruh retina berwarna pucat.3

3. Glaukoma

Mekanisme terjadinya glaukoma pada retinopati diabetik masih belum jelas. Beberapa literatur menyebutkan bahwa glaukoma dapat terjadi pada

(11)

11 retinopati diabetik sehubungan dengan neovaskularisasi yang terbentuk sehingga menambah tekanan intraokular.3

2.5. Gambaran Klinis

Adapun gejala subjektif dari retinopati diabetes non proliferatif adalah: 5  Penglihatan kabur

 Kesulitan membaca

 Penglihatan tiba-tiba kabur pada satu mata  Melihat lingkaran-lingkaran cahaya

 Melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip

Sedangkan gejala objektif dari retinopati diabetes non proliferative diantaranya adalah: 1,5,6

1. Mikroaneurisma

Mikroaneurisma merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena, dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak di dekat pembuluh darah terutama polus posterior. Kadang pembuluh darah ini sering tidak terlihat. Mikroaneurisma merupakan kelainan diabetes mellitus dini pada mata . 6,8,15

Gambar 2.6 Mikroaneurisma dan perdarahan intraretina

2. Dilatasi pembuluh darah balik

Dilatasi pembuluh darah balik dengan lumennya yang ireguler dan berkelok-kelok. Hal ini terjadi akibat kelainan sirkulasi, dan terkadang disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma.

(12)

12 Gambar 2.7 Dilatasi pembuluh darah balik

3. Perdarahan

Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat mikroaneurisma di polus posterior. Bentuk perdarahan dapat memberikan prognosis penyakit dimana perdarahan yang luas memberikan prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan perdarahan yang kecil. Perdarahan terjadi akibat gangguan permeabilitas pada mikroaneurisma atau pecahnya kapiler.

Gambar 2.8 Perdarahan pada retinopati diabetik nonproliferatif

4. Hard eksudat

Hard eksudat merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus yaitu ireguler dan berwarna kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat berupa pungtata, kemudian membesar dan bergabung.

(13)

13 Gambar 2.9 Edema makula dan hard eksudat di fovea

5. Edema retina

Edema retina ditandai dengan hilangnya gambaran retina terutama di daerah makula. Edema dapat bersifat fokal atau difus dan secara klinis tampak sebagai retina yang menebal dan keruh disertai mikroaneurisma dan eksudat intra retina. Dapat berbentuk zona-zona eksudat kuning kaya lemak, berbentuk bundar disekitar kumpulan mikroaneurisma dan eksudat intra retina.

Edema makular signifikan secara klinis (Clinically significant macular oedema (CSME)) jika terdapat satu atau lebih dari keadaan dibawah ini:

 Edema retina 500 µm (1/3 diameter diskus) pada fovea sentralis.

 Hard eksudat jaraknya 500 µm dari fovea sentralis, yang berhubungan dengan retina yang menebal.

 Edema retina yang berukuran 1 disk (1500 µm) atau lebih, dengan jarak dari fovea sentralis 1 disk.

2.6 Pencegahan dan Pengobatan

Pencegahan dan pengobatan retinopati diabetik merupakan upaya yang harus dilakukan bersama untuk mencegah atau menunda timbulnya retinopati dan juga untuk memperlambat perburukan retinopati. Tujuan utama pengobatan retinopati diabetik ialah untuk mencegah terjadinya kebutaan permanen. Metode pencegahan dan pengobatan retinopati diabetic saat ini meliputi kontrol glukosa darah, kontrol tekanan darah dan laser koagulasi. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pengontrolan kadar glukosa darah dan tekanan darah yang baik secara signifikan menurunkan resiko perkembangan retinopati diabetic dan juga progresivitasnya.8

(14)

14 Laser fotokoagulasi retina adalah terapi terbaik pada diabetik retinopati. Fotokuagulopati dilakukan pada focal and diffuse maculophaty dan pada PDR.7 Penggunaan cahaya yang terfokus untuk mengkauter retina telah dilakukan sejak beberapa tahun dan hasilnya telah dikonfirmasi melalui percobaan klinikal yang ekstensif untuk kedua penyakit NPDR dan PDR dan juga untuk beberapa tipe makulopati. Tingkat progresivitas retinopati dapat dicegah dengan melakukan pengendalian yang baik terhadap hiperglikemia, hipertensi sistemik dan hiperkolesterolemia. Terapi pada mata tergantung dari lokasi dan keparahan retinopatinya. Mata dengan edema macula diabetic yang belum bermakna klinis sebaiknya dipantau secara ketat tanpa dilakukan terapi laser. Yang bermakna klinis memerlukan focal laser bila lesinya setempat, dan grid laser biasanya bila lesinya difus. Penyuntikan intravitreal triamcinolon atau anti VEGF juga efektif.6,7

Dengan merusak pembuluh darah, fotokoagulasi laser pan-retina (PRP) menurunkan insidens gangguan penglihatan berat akibat RD proliferative hingga 50%. Beberapa ribu cahaya laser dengan jarak teratur diberikan diseluruh retina untuk mengurangi rangsangan angiogenik dari daerah-daerah iskemik. Daerah sentral yang dibatasi oleh diskus dan cabang-cabang pembuluh darah temporal tidak terkena laser. Viterektomi dapat menghilangkan perdarahan vitreus dan mengatasi traksi vitreoretina. Komplikasi pasca-vitrektomi lebih sering dijumpai pada pasien DM tipe I yang menunda viterektomi dan pasien DM tipe II yang menjalani viterektomi dini. Komplikasi tersebut antara lain ftisis bulbi, peningkatan tekanan intraocular dengan edema kornea, ablasi retina dan infeksi.6,7 Obat-obat anti-VEGF dapat diberikan sebagai tambahan viterektomi untuk membantu mengurangi perdarahan selama pembedahan dan untuk mengurangi insidensi kekambuhan perdarahan retina pascaoperasi.6

Sebagaimana telah diketahui, VEGF merupakan faktor angiogenik utama yang menyebabkan angiogenesis dan peningkatan permeabilitas vaskular yang berperan dalam patogenesis neovaskularisasi dan eksudat pada mata. Pemberian anti-VEGF bertujuan untuk menurunkan ekspresi VEGF sehingga risiko timbulnya neovaskularisasi dan perdarahan, yang dapat berujung pada timbulnya fibrosis dapat diturunkan. Terapi anti-VEGF semula hanya diberikan pada penderita age related macular degeneration ( AMD ) tipe neovaskular, namun

(15)

15 beberapa penelitian menunjukan bahwa terapi anti VEGF juga efektif diberikan untuk mengurangi neovaskularisasi retina dan edema makula pada penderita retinopati diabetik tipe proliferatif. Berikut jenis anti-VEGF: 16

a. Pegaptanib

Pegaptanib merupakan antagonis VEGF pertama yang disetujui oleh Food dan Drug Administration ( FDA ) pada tahun 2004. Pegaptanib adalah aptamer oligonukleotida RNA yang mengikat dan menghambat VEGF165, serta memiliki cara kerja yang menyerupai antibodi yang mengikat antigen. VEGF165 merupakan protein yang berperan penting pada angiogenesis dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Pegabtanib bekerja sebagai antagonis dari VEGF, yang akan menghambat kerja VEGF. Hal ini akan menyebabkan penurunan pertumbuhan pembuluh darah pada mata dan mengontrol kebocoran pembuluh darah, serta edema pada retina. Pegaptanib disetujui sebagai pengobatan pada segala bentuk dan ukuran neovaskularisasikoroid pada degenerasi makula. Terapi ini diberikan sebagai dalam bentuk injeksi intravitreal setiap enam minggu sebanyak 0,3 mg. Beberapa penelitian menunjukan bahwa penderita yang menggunakan terapi anti VEGF memiliki prognosis yang lebih baik dalam mempertahankan tajam penglihatan. Pegaptanib memiliki waktu paruh 6 - 14 hari, dan diekskresikan melalui urin. Efek samping dari pegaptanib dianataranya inflamasi pada segmen posterior datau anterior, peningkatan tekanan intraokular, floater pada viterous, endoftalmitis, dan perdarahan vitreous.

b. Bevacizumab

Bevacizumab adalah antobodi monoklonal terhadap VEGF. Semula terapi ini diduga tidak mampu melewati retina, namun ketika diuji coba, obat ini menunjukan hasil yang baik. Bevacizumab diberikan dalam bentuk injeksi intravitreal. terapi ini berperan dalam meregresi neovaskularisasi pada AMD, bahkan dapat memperbaiki edema makula pada retinopati diabetik. selain itu, terapi ini ditujukan untuk pengobatan pada edema makula sekunder yang disebabkan oleh oklusi vena retina dan neovaskularisai retina pada retinopati diabetik proliferatif. Efek samping yang paling sering timbul pada penggunaan bevcizumab adalah perdarahan konjungtiva, floaters pada vitreous, peningkatan tekanan intraokular, dan inflamasi intraokular.

C. Ranibizumab

Ranibizumab merupakan fragmen ikatan antibodi antigen monoklonak yang mengikat dan menghambat semua bentuk aktif dari VEGF. Ranibizumab diberikan dalam bentuk injeksi intravitreal perbulan dan telah disetujui FDA pada

(16)

16 tahun 2006. penggunaan terapi ini dapat mempertahankan, bhkan meningkatkan tajam penglihatan. ranibizumab dapat berpenetrasi ke seluruh lapisan retina. Ranibizumab merupakan obat pilihan pada semua bentuk neovaskularisasi AMD. Serupa sengan bevacizumab, ranibizumab memiliki efek samping berupa pendarahan konjungtiva, nyeri pada mata, floaters pada vitreous, peningkatan tekanan intraokular, dan inflamasi intraokular.

-

Gambar 2.10 Algoritma penatalaksanaan Retinopati Diabetes 10

2.7 Prognosis

Pemahaman yang lebih baik terhadap retinopati diabetic melalui pangaplikasian metode pemeriksaan yang lebih akurat, seperti angiografi fluorescein, oftalmoskopi indirek secara rutin, slit lamp mikroskop, foto fundus

(17)

17 serial dan penggunaan ultrasound juga dianggap penting. Edukasi pada pasien sangat penting untuk memperoleh perbaikan dalam prognosis pengobatan untuk pasien diabetes mellitus. Setelah 20 tahun, 75% daripada pasien diabetic dengan PDR akan menjadi buta jika diobati dalam masa 5 tahun.9

Kontrol optimal terhadap kadar glukosa darah dapat mencegah komplikasi retinopati yang lebih lanjut. Edema makula dan iskemik akan memiliki prognosis yang lebih jelek dengan atau tanpa terapi laser, daripada mata dengan edema dan perfusi yang relatif baik.3

(18)

18 BAB III LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. HMR Umur : 73 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Suku : Aceh

Pekerjaan : Pensiunan Alamat : Darussalam

CM : 0-11-60-00

Tanggal Pemeriksaan : 22 Maret 2016

II. ANAMNESIS

a. Keluhan Utama : Mata kabur b. Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang dengan keluhan mata kabur sejak 1 tahun yang lalu. Mata kabur dirasakan semakin hari semakin memberat selama 1 tahun ini. Pasien mengaku sulit membaca dan sulit memasak. Riwayat mata merah disangkal. Riwayat pandangan seperti berkabut disangkal.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien dengan riwayat diabetes mellitus sejak 20 tahun yang lalu. Riwayat hipertensi tidak ada.

d. Riwayat Penggunaan Obat

Pasien belum pernah berobat mata sebelumnya. Pasien mengkonsumsi metformin dan glimepirid.

e. Riwayat Penyakit Keluarga

(19)

19

III. PEMERIKSAAN FISIK

a. Status Present

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Frekuensi Jantung : 76 x/menit, reguler Frekuensi Nafas : 20 x/menit

Temperatur : 36,7 0C

b. Status Oftalmologis 1.Uji Hirscberg

2.Pemeriksaan Visus

3.Pergerakan Bola Mata

Normal Normal

VOD 5/50 PH 5/15

VOS 5/60 PH 5/9

(20)

20 4.Pemeriksaan Segmen Anterior

OD Bagian Mata OS

Normal Palpebra Superior Normal

Normal Palpebra Inferior Normal

Normal Conjungtiva Tarsal Superior Normal Normal Conjungtiva Tarsal Inferior Normal

Normal Conjungtiva Bulbi Normal

Jernih Kornea Jernih

Normal COA Normal

Bulat, Isokor (+) RCL(+), RCTL(+)

Pupil Bulat, Isokor (+), RCL(+), RCTL(+)

Normal Iris Normal

Normal Lensa Normal

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan visus

VOD : 5/20 PH : 5/15 VOS : 5/15 PH : 5/9 2. Pemeriksaan fundus

(21)

21

V. RESUME

. Pasien datang dengan keluhan mata kabur sejak 1 tahun yang lalu. Mata kabur dirasakan semakin hari semakin memberat selama 1 tahun ini. Pasien mengaku sulit membaca dan sulit memasak. Riwayat mata merah disangkal. Riwayat pandangan seperti berkabut disangkal. Pasien dengan riwayat diabetes mellitus sejak 20 tahun yang lalu. Riwayat hipertensi tidak ada. Keluarga pasien tidak ada yang mengalami sakit seperti pasien.

VI. DIAGNOSIS BANDING

1. Retinopati Diabetik 2. Retinopati Hipertensi 3. Retinopati Anemia

VII. DIAGNOSIS KERJA

Retinopati Diabetik VIII. TATALAKSANA 1. Noncort 4 dd gtt 1 ODS 2. Catarlent ED 4 dd gtt 1 ODS 3. Sohobion 2X1tab IX. PROGNOSIS

Quo ad Vitam : Dubia ad bonam Quo ad Functionam : Dubia

(22)

22 BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus, pasien berumur 73 tahun. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pasien diabetes memiliki resiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibandingkan non diabetes antara usia 20 sampai 74 tahun.3

Pasien mengeluhkan mata kabur yang perlahan memberat sejak satu tahun yang lalu. Sebagian besar penderita retinopati diabetik, pada tahap awal tidak mengalami gejala penurunan tajam penglihatan. Apabila telah terjadi kerusakan sawar darah retina, dapat ditemukan mikroaneurisma, eksudat lipid dan protein, edema, serta perdarahan intraretina. Selanjutnya, terjadi oklusi kapiler retina yang mengakibatkan kegagalan perfusi di lapisan serabut saraf retina sehingga terjadi hambatan transportasi aksonal. Hambatan transportasi tersebut menimbulkan akumulasi debris akson yang tampak sebagai gambaran soft exudates pada pemeriksaan oftalmoskopi. Kelainan tersebut merupakan tanda retinopati diabetik nonproliferatif. Hipoksia akibat oklusi akan merangsang pembentukan pembuluh darah baru dan ini merupakan tanda patognomonik retinopati DM proliferatif. Kebutaan pada DM dapat terjadi akibat edema hebat pada makula, perdarahan masif intravitreous, atau ablasio retina traksional.15

Pasien didiagnosa dengan retinopati diabetik. Retinopati pasien disebabkan oleh diabetes melitus. Pasien sudah menderita diabetes 20 tahun yang lalu. Hiperglikemia kronik mengawali perubahan patologis pada retinopati DM dan terjadi melalui beberapa jalur. Pertama, hiperglikemia memicu terbentuknya reactive oxygen intermediates (ROIs) dan advanced glycation endproducts (AGEs). ROIs dan AGEs merusak perisit dan endotel pembuluh darah serta merangsang pelepasan faktor vasoaktif seperti nitric oxide (NO), prostasiklin, insulin-like growth factor-1 (IGF-1), dan endotelin yang akan memperparah kerusakan. Kedua, hiperglikemia kronik mengaktivasi jalur poliol yang meningkatkan glikosilasi dan ekspresi aldose reduktase sehingga terjadi akumulasi sorbitol. Glikosilasi dan akumulasi sorbitol kemudian mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah dan disfungsi enzim endotel. Ketiga, hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal intraseluler protein kinase C (PKC). Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan faktor pertumbuhan lain

(23)

23 diaktivasi oleh PKC. VEGF menstimulasi ekspresi intracellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) yang memicu terbentuknya ikatan antara leukosit dan endotel pembuluh darah. Ikatan tersebut menyebabkan kerusakan sawar darah retina, serta trombosis dan oklusi kapiler retina. Keseluruhan jalur tersebut menimbulkan gangguan sirkulasi, hipoksia, dan inflamasi pada retina. Hipoksia menyebabkan ekspresi faktor angiogenik yang berlebihan sehingga merangsang pembentukan pembuluh darah baru yang memiliki kelemahan pada membran basalisnya, defisiensi taut kedap antarsel endotelnya, dan kekurangan jumlah perisit. Akibatnya, terjadi kebocoran protein plasma dan perdarahan di dalam retina dan vitreous.15

Pasien direncanakan untuk dilakukan laser. Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang dengan edema makula signifikan merupakan indikasi laser photocoagulation untuk mencegah perburukan. Setelah dilakukan laser photocoagulation, penderita perlu dievaluasi setiap 2-4 bulan. Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat berat dianjurkan untuk menjalani panretinal laser photocoagulation, terutama apabila kelainan berisiko tinggi untuk berkembang menjadi retinopati DM proliferatif. Penderita harus dievaluasi setiap 3-4 bulan pascatindakan. Panretinal laser photocoagulation harus segera dilakukan pada penderita retinopati DM proliferatif. Apabila terjadi retinopati DM proliferatif disertai edema makula signifikan, maka kombinasi focal dan panretinal laser photocoagulation menjadi terapi pilihan. 14

(24)

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, H.S., 2012. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-4. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

2. Victor, A.A., 2008. Retinopati Diabetik Penyebab Kebutaan Utama Penderita Diabetes. Departemen Mata FKUI/RSCM. Jakarta.

3. Pandelaki, K., 2007. Retinopati Diabetik dalam: Sudoyo, A.W., Setiayohadi, B., Idrus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. FK UI. Jakarta.

4. Wilardjo. 2011. Kebutaan Sebagai akibat dari Retinopati Diabetik dan Upaya Pencegahannya. Universitas Diponegoro.

5. Rahmawati Rodiah. 2007. Diabetik Retinopati. Bagian Ilmu Penyakit Mata FK USU. Medan.

6. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. 2000. Oftalmologi Umum. Edisi ke-14. Widya Medika. Jakarta.

7. Kanski J Jack. 1998. Ophthalmology in focus. Elsevier. London.

8. National Eye Institute of Health. 2012. Diabetic Retinopathy: Prevention Treatment and Diet. North Dakota State University.

9. Lang. K Gerhard. 2000. Ophthalmology. Thieme. New York.

10. National Institute for Clinical Excellence. 2002. Retinopathy screening and early management. Inherited Clinical Guideline E. London.

11. Kanski J Jack. 2007. Clinical Ophthalmology A Systematic Approach. 6th ed: 577-84. Elsevier. London.

12. Jawa Ali, Juanita Kcomt. 2004. Diabetic nephropathy and retinopathy. Med Clin N Am 88 (2004) 1001–1036

13. Ola S Mohammad. 2011.Cellular and Molecular Mechanism of Diabetic Retinopathy.Department of Ophthalmology, King Saud University. Riyadh. 14. American Academy of Ophthalmology. 2008. Preferred Practice Patern for

Diabetic Retinopathy

15. Garg S, Davis RM. Diabetic retinopathy screening update. Clinical Diabetes. 2009;27(4):140-5.

16. Campochiaro PA, Hafiz G, Channa R, Shah SM, Nguyen QD, Ying H, et al. Antagonism of vascular endothelial growth factor for macular edema caused

(25)

25 by retinal vein occlusions: two-year outcomes. Ophthalmology. 2010; 117(12):2387–94.

Gambar

Gambar 2.2 Retinopati diabetik proliferatif
Gambar 2.3 Skema patogenesis retinopati diabetik
Gambar 2.6  Mikroaneurisma dan perdarahan intraretina
Gambar 2.8  Perdarahan pada retinopati diabetik nonproliferatif
+2

Referensi

Dokumen terkait

Lapisan ini terdiri atas vili (tunggal=vilus) yang merupakan modifikasi dari mukosa, di antara vili terdapat ruang yang disebut ruang intervilus, setiap vilus

Siswa diberi tugas untuk menggambar motif liris/lereng dalam bentuk sederhana berdasarkan contoh pola yang dipasang guru di papan tulis.... Siswa diminta membersihkan

Kesimpulan yang didapatkan adalah perubahan komposisi bakteri di saluran pencernaan merupakan salah satu pemicu yang mengawali patogenesis PD dan bahwa pola unik perubahan

Penulis membatasi penelitian ini pada morfologi (morfografi dan morfometri), proses geomorfologi dan litologi atau batuan. Morfologi adalah studi mengenai bentuklahan yang

The Body Shop merupakan suatu perusahaan yang bergerak dalam bisnis kecantikan berupa produk-produk kosmetik atau make-up. Perusahaan ini terinspirasi oleh alam,

Pada penelitian mengenai Pengembangan Kawasan Minapolitan Berkelanjutan Berbasis Pada Perikanan Budidaya Ikan Air Tawar di Kabupaten Magelang berlokasi di tiga

Penulis melakukan percobaan untuk mengetahui apakah sistem keamanan jaringan yang dibuat sudah cukup aman pada server dengan sistem operasi Ubuntu 13.04 yang