• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Dokter Spesialis Anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Dokter Spesialis Anak"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

PERUBAHAN pH, PCO2, HCO3- DAN TCO2 AKIBAT

PEMBERIAN MINUMAN BEROKSIGEN PADA LATIHAN FISIK

Oleh

CATHARINA DIAN WAHJU UTAMI

TESIS

Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar

Dokter Spesialis Anak

BAGIAN IMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008

(2)

PERUBAHAN pH, PCO2, HCO3- DAN TCO2 AKIBAT

PEMBERIAN MINUMAN BEROKSIGEN PADA LATIHAN FISIK

Telah disetujui dan disyahkan

Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K) Pembimbing I

dr. Supriatmo, SpA(K) Pembimbing II

Medan, 17 Mei 2008 Ketua Program Studi

Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU

Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K) NIP. 140 087 999

(3)

Dengan ini diterangkan :

Catharina Dian Wahju Utami

Telah menyelesaikan Tesis sebagai persyaratan untuk mendapat gelar

Dokter Spesialis Anak pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Tesis ini dipertahankan di depan Tim Penguji pada hari Sabtu,

Tanggal 17 Mei 2008 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima.

Tim Penguji :

Penguji I

Prof. Dr. dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM), SpA(K) ...

Penguji II

dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) ...

Penguji III

dr. Muhammad Ali, SpA(K) ...

Medan, 17 Mei 2008

Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

dr. H. Ridwan M. Daulay, SpA(K) 140 105 363

(4)

KATA PENGANTAR

Salam sejahtera.

Puji dan syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan kasihNya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Tulisan ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan keahlian Ilmu Kesehatan Anak di FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Yang terhormat pembimbing Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K) dan dr. Supriatmo, SpA(K) yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran yang sangat berharga sehingga dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan tesis.

2. Yang terhormat Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Program Pendidikan Dokter Spesialis Anak Fakultas Kedokteran USU dan Prof. dr. Hj. Bidasari Lubis, SpA(K) sebagai sekretaris program sampai 2007 serta dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) sebagai sekretaris program periode 2007 sampai saat ini.

3. Yang terhormat Prof. dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/ RSUP H.

(5)

Adam Malik Medan periode 2003-2007 dan, dr. H. Ridwan M. Daulay, SpA(K) selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU / RSUP H. Adam Malik Medan periode 2007 sampai saat ini.

4. Yang terhormat seluruh staf pengajar di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU / RSUP H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan sumbangan pikiran sehingga penelitian ini dapat terlaksana. 5. Yang terhormat Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. dr. H. Chairuddin P

Lubis, DTM&H, SpA(K) dan Dekan Fakultas Kedokteran USU yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Anak di Fakultas Kedokteran USU.

6. Yang terhormat Direktur Rumah Sakit H. Adam Malik Medan, Rumah Sakit Pirngadi Medan dan Rumah Sakit Tembakau Deli Medan yang telah memberikan sarana bekerja dan belajar selama pendidikan.

7. Yang terhormat Direktur PTPN III dan segenap jajaran staf dan karyawan PTPN III Aek Nabara Selatan yang telah banyak memberikan bantuan berbagai sarana kepada penulis selama melakukan penelitian di wilayah PTPN III Aek Nabara Selatan.

8. Kepala Sekolah SMP Bilah Hulu Aek Nabara beserta guru-guru di mana penelitian ini dilakukan dan masyarakat setempat yang telah memberikan izin dan fasilitas pada penelitian ini sehingga dapat terlaksana dengan baik.

9. dr. Wahyudi SpA, dr. Suryani Ginting SpA, dr. Rosmayanti S. Siregar SpA, dr Hendy Z SpA, dr. Irma Laila SpA, M. Arif Matondang, Rina A.C. Saragih, Beby S. Hasibuan dan semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam melaksanakan penelitian ini.

(6)

10. Budi AF, Jenny Ginting, Dedy G, Nancy E, Nur Iman M, M Arif Matondang dan Siska M Lubis yang selama empat setengah tahun dalam suka dan duka menjalani masa pendidikan bersama-sama.

Teristimewa untuk suami tercinta drs. Aderson Situngkir, M.Si dan ketiga ananda tersayang Stefanus Wiratmo Partogi Silalahi, Adrianus Aryodamar Humisar Silalahi dan Anasthaya Lumongga Pramesthy Silalahi, terima kasih atas doa, pengertian, dukungan dan pengorbanan selama penulis menyelesaikan pendidikan ini.

Kepada yang terkasih orangtua Kapten pur. A.D. Adiwardaya, Bsc dan Christina Sudarti serta mertua dan semua nenek-kakek, abang, kakak dan adik-adik yang selalu mendoakan, memberikan dorongan dan ketabahan selama penulis mengikuti pendidikan ini. Untuk semuanya itu saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga Tuhan selalu melimpahkan rahmat dan kasihNya kepada kita semua. Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, 17 Mei 2008

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan Pembimbing ... i

Kata Pengantar ………... iii

Daftar Isi ………... vi

Daftar Tabel ………... ix

Daftar Gambar ………... x

Daftar Singkatan ………... xi

Daftar Lambang ………... xiii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ………... 1 1.2. Perumusan Masalah ………... 2 1.3. Tujuan Penelitian ………... 3 1.4. Hipotesis ………... 3 1.5. Manfaat Penelitian ………... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi ... 4

2.2. Klasifikasi ……….………... 4

2.3. Sistem Metabolisme Otot ... 5

2.3.1. Sistem Adenosine Triphosphate – Creatine Phosphate ... 5

(8)

2.3.3. Sistem Aerobik ... 6

2.4. Kadar Oksigen dan Karbon Dioksida ... 8

2.5. Transpor Karbon Dioksida ... 9

2.5.1. Transpor Karbon Dioksida di Dalam Otot ... 9

2.5.2. Tanspor Karbon Dioksida di Dalam Darah ... 10

2.5.3. Transpor Karbon Dioksida di Dalam Paru-paru ... 11

2.6. Perubahan Asam-Basa ... 12

2.6.1. Gangguan Asam-Basa ... 15

2.6.2. Latihan Fisik ... 17

2.7. Kebutuhan Cairan Saat Latihan Fisik ... 19

2.8. Manfaat Air Beroksigen ... 21

2.9. Kerangka Konsep Penelitian ... 23

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian ……….………..………... 24

3.2. Tempat dan Waktu ………..……... 24

3.3. Populasi Penelitian ... 24

3.4. Sampel dan Cara Pemilihan Sampel …………..……….. 24

3.5. Perkiraan Besar Sampel ………..……… 25

3.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ………..…..…… 25

3.7. Bahan dan Cara Kerja ……..…………..………..……….. 26

3.8. Definisi Operasional ………..………..……… 28

3.9. Analisa Data ………..…... 28

3.10. Identifikasi Variabel …………..………..……. 29

(9)

3.12. Alur Penelitian ………..………... 29

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil …………...………..………... 30

4.2. Pembahasan ………... 32

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ………..….………...………... 36

5.2. Saran ………...…...………... 36

Daftar Pustaka .……….………...………... 37

Lampiran 1. Surat Pernyataan Kesediaan ………... 41

2. Lembar Format Penelitian ……….. 42

3. Data Sampel Penelitian ……….. 43

4. Persetujuan Komite Etik ……….. 45

Ringkasan ………...… 46

Summary ……….………... 47

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Derajat Latihan Fisik Berdasarkan Christensen ……….……... 4 Tabel 2. Transpor Karbon Dioksida di Dalam Darah Saat Istirahat

dan Latihan Fisik ... 10 Tabel 3. Karakteristik Sampel pada Kelompok Air Beroksigen dan

Plasebo ... 30 Tabel 4. Perubahan pH, PCO2, HCO3- dan TCO2 Sebelum dan

Sesudah Latihan Fisik pada Kelompok Air Beroksigen ... 31 Tabel 5. Perubahan pH, PCO2, HCO3- dan TCO2 Sebelum dan

Sesudah Latihan Fisik pada Kelompok Plasebo ... 31 Tabel 6. Perbedaan Perubahan pH, PCO2, HCO3- dan TCO2 Sebelum

dan Sesudah Latihan Fisik pada Kedua Kelompok ... 31 Tabel 7. Saturasi O2 Sebelum dan Sesudah Latihan Fisik ... 32

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Diagram Urutan Sistem Penggunaan Energi ... 7

Gambar 2. Siklus Krebs ……... 7

Gambar 3. Skema Respirasi Eksterna dan Interna ... 8

Gambar 4. Transpor Karbon Dioksida di Dalam Darah ... 11

Gambar 5. Mekanisme Channel H+ pada Proses Pengeluaran Karbon Dioksida ... 12

Gambar 6. Kategori Dua Kemungkinan Asidosis atau Alkalosis ... 15

Gambar 7. Hubungan Sistem Dapar Bikarbonat dan Hemoglobin ... 17

Gambar 8. Kerangka Konsep Penelitian ... 23

(12)

DAFTAR SINGKATAN

AAHPERD : The American Alliance of Health, Physical Education, Recreation and Dance

ADP : Adenosine Diphosphate AMP : Adenosine Monophosphate ATP : Adenosine Triphosphate

ATP-CP : Adenosine Triphosphate – Creatine Phosphate BB : Berat badan

BMI : Body Mass Index cm : Sentimeter

cm2 : Sentimeter kuadrat CP : Creatine Phosphate dkk : Dan kawan-kawan g/dl : Gram per desiliter kg : Kilogram

kg/m2 : Kilogram per meter kuadrat km : Kilometer

kPa : Kilopascal

m : Meter

mEq/l : Mili Ekuivalen per liter

ml : Mililiter

ml/kg/menit : Mililiter per kilogram per menit mM : Mili molar

(13)

mmol/dl : Mili mol per desiliter mmol/l : Mili mol per liter nmol : Nano mol

nmol/l : Nano mol per liter ppm : Parts per million SD : Standard Deviasi SID : Strong Ion Difference

SLTP : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SPSS : Statistical Package for Social Science TB : Tinggi badan

TCA : Tricarboxyclic Acid Cycle USU : Universitas Sumatera Utara

W : Watt

(14)

DAFTAR LAMBANG

A- : Ion asam lemah AH- : Ion asam lemah

Atot : Asam lemah nonvolatile plasma

C : Rantai karbon Cl- : Ion klorida CO2 : Karbon dioksida

CO3-- : Ion karbon trioksida

H+ : Ion hidrogen Hb : Hemoglobin

HbO2=O2Hb : Oksigen yang berikatan dengan hemoglobin

HCO3- : Ion bikarbonat

H2CO3 : Asam karbonat

HHb : Hidrogen yang berikatan dengan hemoglobin H2O : Air

Ht : Hematokrit K+ : Ion kalium laktat- : Ion laktat

n : Besar sampel

n1 : Besar sampel yang masuk dalam kelompok I n2 : Besar sampel yang masuk dalam kelompok II Na+ : Ion natrium

O2 : Oksigen

(15)

p : Tingkat kemaknaan

PaCO2 : Tekanan parsial karbon dioksida arteri

PCO2 : Tekanan parsial karbon dioksida

pH : Logaritma negatif konsentrasi ion hidrogen pK : Logaritma negatif konstanta disosiasi S : Simpang baku dari kedua kelompok TCO2 : Total karbon dioksida

Z : Deviat baku normal α : Kesalahan tipe I β : Kesalahan tipe II > : Lebih besar < : Lebih kecil

≥ : Lebih besar atau sama dengan

0C : Derajat celsius

% : Persen [ ] : Konsentrasi

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Banyak orang tertarik latihan fisik karena dapat memperbaiki kesehatan dan kemampuan fisiknya.1 Manfaat latihan fisik adalah mencegah penyakit pembuluh

darah koroner, diabetes melitus, obesitas, hipertensi dan hiperkolesterol.2-4 Pengaruh utama latihan fisik adalah peningkatan frekuensi jantung, tekanan darah dan curah jantung. Aliran darah meningkat ke jantung, otot dan kulit, sehingga menyebabkan aktifnya metabolisme dan menghasilkan karbon dioksida (CO2) dan

ion hidrogen (H+) di dalam otot. Akibatnya pernapasan menjadi cepat dan dalam, hal

tersebut untuk mensuplai oksigen (O2) yang digunakan dalam proses metabolisme

tubuh.1 Sejumlah besar CO2 diproduksi dalam sel otot dan meninggalkan tubuh

melalui ventilasi dari ruang alveolus. Dengan cara difusi dari ruang intraselular otot ke dalam darah dan keluar dari darah ke ruang udara di paru-paru melewati barier kapiler alveolus.5

Secara garis besar sistem energi dalam latihan fisik terdiri dari anaerobik dan aerobik. Anaerobik adalah kegiatan yang tidak membutuhkan O2, sumber energi

berasal dari sistem Adenosine Triphosphate – Creatine Phosphate (ATP-CP) dan asam laktat serta waktu yang diperlukan untuk melakukan gerakan sangat singkat, sehingga tidak memerlukan O2 untuk pembakaran. Aerobik adalah kegiatan yang

dilakukan secara kontinu dalam waktu relatif lebih lama (lebih dari 3 menit) dan membutuhkan O2 untuk menguraikan glikogen atau glukosa menjadi CO2 dan air

(H2O) melalui siklus Krebs. Glikogen atau glukosa diuraikan menjadi asam piruvat

(17)

terbentuk selanjutnya memasuki siklus Krebs, sehingga terbentuk Adenosine Triphosphate (ATP) untuk kontraksi otot.6

Pada latihan fisik berat, hampir semua cadangan O2 digunakan untuk

metabolisme aerobik. Setelah latihan fisik, cadangan O2 harus dicukupi kembali

melalui pernafasan tambahan sehingga dibutuhkan O2 dengan jumlah di atas

kebutuhan normal.4 Salah satu cara untuk meningkatkan kadar O

2 di dalam darah

adalah minum air beroksigen. Jenkins dkk (2002) mendapatkan adanya perbedaan yang bermakna peningkatan saturasi O2 antara air beroksigen dengan air suling

sebelum latihan fisik yaitu 91.3% dibanding 87.3%.7 Oksigen dapat memperbaiki metabolisme dan proses oksidasi sel dengan cara meningkatkan cadangan O2

mitokondria sel.8

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut di atas, maka dirumuskan masalah: (1) apakah terdapat perubahan kadar serum pH, PCO2, HCO3-, dan TCO2

sebelum dan sesudah latihan fisik dengan pemberian minuman beroksigen dan plasebo; (2) apakah terdapat perbedaan perubahan kadar serum pH, PCO2, HCO3-,

dan TCO2 sebelum dan sesudah latihan fisik akibat pemberian minuman beroksigen.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui: (1) perubahan kadar serum pH, PCO2, HCO3-, dan TCO2

sebelum dan sesudah latihan fisik dengan pemberian minuman beroksigen dan plasebo; (2) perbedaan perubahan kadar serum pH, PCO2, HCO3-, dan TCO2

(18)

1.4. Hipotesis

Hipotesis nol penelitian ini adalah: (1) tidak ada perubahan kadar serum pH, PCO2,

HCO3-, dan TCO2 sebelum dan sesudah latihan fisik dengan pemberian minuman

beroksigen dan plasebo; (2) tidak ada perbedaan perubahan kadar serum pH, PCO2,

HCO3-, dan TCO2 sebelum dan sesudah latihan fisik akibat pemberian minuman

beroksigen.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat: (1) menambah pengetahuan tentang pengaruh latihan fisik dan pemberian minuman beroksigen terhadap perubahan kadar serum pH, PCO2, HCO3

-, dan TCO2 pada anak sehat; (2) memberikan informasi kepada masyarakat tentang

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Latihan fisik adalah pergerakan tubuh yang dilakukan oleh otot skeletal secara terencana, berulang dan menghasilkan energi dengan tujuan untuk memperbaiki kesehatan jasmani. Kesehatan jasmani menurut The American Alliance of Health, Physical Education, Recreation and Dance (AAHPERD) terdiri dari 5 komponen yang berhubungan dengan kesehatan yaitu ketahanan kardiorespirasi, kekuatan otot, ketahanan otot, fleksibilitas dan komposisi tubuh.2

2.2. Klasifikasi

Derajat latihan fisik diklasifikasikan berdasarkan pada: (1) pemakaian energi per menit; (2) kekuatan (power) merupakan nilai kerja yang dilakukan, memakai satuan Watt (W) dan (3) frekuensi nadi per menit. Pemakaian energi menggambarkan volume pemakaian oksigen (O2 uptake) per menit.3

Tabel 1. Derajat latihan fisik berdasarkan Christensen Tingkat latihan fisik O2 uptake

(liter per menit)

Power (W) Frekuensi nadi (per menit) Maksimal > 2,5 ≥ 850 > 175 Sangat berat 2 – 2,5 700 – 850 150 – 175

Berat 1,5 – 2 500 – 700 120 – 150 Sedang 1 – 1,5 350 – 500 100 – 120 Ringan sampai 1 170 – 350 sampai 100 Sumber : Chaudhuri SK. Concise medical physiology. Edisi ke-4; 2002.h.404-11.

(20)

2.3. Sistem Metabolisme Otot

Di dalam tubuh terdapat sejumlah sistem metabolisme energi yang dapat menyediakan energi sesuai kebutuhan pada saat istirahat atau latihan fisik. Peran energi dalam latihan fisik atau olahraga penting diperhatikan karena kelelahan dapat terjadi akibat tidak cukupnya ketersediaan nutrien energi yang diperlukan dari glikogen otot atau glukosa darah.6

Terdapat 2 macam sistem metabolisme pada pemakaian energi selama latihan fisik, yaitu:4,6,9

1. Sistem anaerobik: (a) sistem ATP-CP dan (b) sistem asam laktat. 2. Sistem aerobik.

2.3.1. Sistem Adenosine Triphosphate – Creatine Phosphate

Adenosine Triphosphate merupakan sumber energi yang terdapat di dalam sel-sel tubuh terutama sel otot yang siap dipergunakan untuk aktivitas otot. Jumlah ATP yang tersimpan di otot hanya sedikit, berguna untuk latihan fisik maksimal beberapa detik. Ketika ATP terurai menjadi Adenosine Diphosphate (ADP) dan Adenosine Monophosphate (AMP), dihasilkan energi yang dapat digunakan untuk kontraksi otot skeletal selama latihan fisik. Tiap molekul ATP yang terurai diperkirakan besarnya 7 – 12 kalori.6

Disamping ATP, otot skeletal juga mempunyai senyawa fosfat berenergi tinggi lain yaitu Creatine Phosphate (CP), yang dapat digunakan untuk menghasilkan ATP. Sistem ini berguna untuk menggerakkan otot 8 – 10 detik, misalnya pada olahraga lari 100 meter (m). Sistem ATP-CP merupakan sistem anaerobik dimana ATP dan CP dapat diuraikan tanpa adanya O2.6,9

(21)

2.3.2. Sistem Asam Laktat

Glikogen otot dipecah menjadi glukosa yang kemudian digunakan sebagai energi. Ini merupakan proses glikolisis, dimana terjadi tanpa menggunakan oksigen disebut juga sebagai metabolisme anaerobik. Selama glikolisis, tiap glukosa pecah menjadi asam piruvat, kemudian asam piruvat ini masuk mitokondria sel otot dan bereaksi dengan O2 untuk membentuk ATP. Pada saat O2 tidak cukup, metabolisme glukosa

yang terjadi adalah asam piruvat berubah menjadi asam laktat yang kemudian berdifusi keluar dari sel otot masuk ke cairan interstisial dan aliran darah.4

2.3.3 Sistem Aerobik

Sistem aerobik membutuhkan O2 untuk menguraikan glikogen atau glukosa menjadi

CO2 dan H2O melalui siklus Krebs (tricarboxyclic acid cycle = TCA) dan sistem

transpor elektron. Glikogen atau glukosa diuraikan menjadi asam piruvat dan dengan adanya O2 maka asam laktat tidak menumpuk. Asam piruvat yang terbentuk

selanjutnya memasuki siklus Krebs.4

Sistem aerobik menghasilkan ATP lebih lambat daripada sistem ATP-CP dan asam laktat, tetapi produksi ATP jauh lebih besar. Pemecahan 1 mol atau 180 gram glikogen, pada keadaan oksigen cukup tersedia, dihasilkan energi sebanyak 39 mol ATP. Bahan yang dapat diuraikan pada sistem aerobik berasal dari glikogen, lemak atau protein (asam amino).6

(22)

Glikogen

trigliserida Trigliserida Asan amino Oksigen

Glukosa Trigliserida/As. lemak Asan amino Oksigen Darah

Glikogen otot

Asam laktat

Asetil-KoA

Siklus Krebs & Sistem transport elektron ATP ATP ATP CO2 H2O

Energi untuk kontraksi otot ATP

Phosphocreatine

Hati Jaringan

Lemak

Otot aktif Paru

Gambar 1. Diagram urutan sistem penggunaan energi

Sumber : Mihardja L. Sistem energi dan zat gizi yang diperlukan pada olahraga aerobik dan anaerobik. Gizi Medik Indonesia 2004;3(9):9-13.

Gambar 2. Siklus Krebs

Sumber : Ganong WF. Review of medical physiology. Edisi ke-15; 1991.h.261-95.

(23)

2.4. Kadar Oksigen dan Karbon Dioksida

Latihan fisik memerlukan peningkatan transpor udara antara saluran pernapasan dan mitokondria (gambar 3).10

Gambar 3. Skema respirasi eksterna dan interna.

VA = ideal alveolar ventilation/time; VD = physiologic dead space

ventilation/time; VE = total ventilation measured during expiration/time; QO2 =

O2 consumption; QCO2 = CO2 production; VO2 = O2 uptake; VCO2 = CO2

output; creat-PO4 = creatine phosphate; Pyr = pyruvate; Lac = lactate;

Mito = mitochondria

Sumber : Wasserman K. Diagnosing cardiovascular and lung pathophysiology from exercise gas exchange. Chest 1997;112:1091-101.

Latihan fisik berat meningkatkan ventilasi alveolus sampai 20 kali untuk menyesuaikan kebutuhan O2 dan produksi CO2 yang meningkat.11 Kebutuhan O2

sama pada anak laki-laki dan dewasa laki-laki, bahkan pada intensitas latihan fisik yang tinggi.12 Williams dkk menemukan bahwa kinetik pemakaian O2 pada latihan

fisik treadmill sedang dan berat berbeda di antara anak dan dewasa laki-laki, dengan kecenderungan anak laki-laki lebih cepat dan lebih awal dalam meningkatkan pemakaian O2 untuk meningkatkan kecepatan lari. 13 Armstrong dkk menyimpulkan

bahwa pada anak yang belum pubertas didapatkan puncak pemakaian O2 laki-laki

lebih besar dari perempuan. Hal ini disebabkan karena ventilasi, volume tidal dan ukuran tubuh anak laki-laki lebih besar dari perempuan.14

(24)

2.5. Transpor Karbon Dioksida

Transpor karbon dioksida dari jaringan ke paru-paru untuk dibuang dilakukan dengan tiga cara. Sekitar 10% CO2 secara fisik larut dalam plasma, karena tidak

seperti O2, CO2 mudah larut dalam plasma. Sekitar 20% CO2 berikatan dengan

gugus amino pada hemoglobin (karbaminohemoglobin) dalam sel darah merah dan sekitar 70% diangkut dalam bentuk bikarbonat plasma. Karbon dioksida berikatan dengan air dalam reaksi berikut ini:15,16

CO2 + H2O ↔ H2CO3 ↔ H+ + HCO3-

Reaksi ini reversibel dan dikenal dengan nama persamaan dapar (buffer) asam karbonat-bikarbonat. Keseimbangan asam-basa tubuh ini sangat dipengaruhi oleh fungsi paru-paru dan homeostasis CO2.15

2.5.1. Transpor CO2 di Dalam Otot

Karbon dioksida di dalam mitokondria otot berdifusi ke kompartemen intraselular dan melintasi membran sarkolema dan dinding pembuluh kapiler. Semua membran dilintasi oleh CO2 yang memiliki permeabilitas yang tinggi terhadap CO2 dan ion-ion

yang berhubungan dengan pertukaran gas. Aliran O2 maksimal pada daerah dinding

pembuluh kapiler adalah 1,3-1,9 µl O2/menit/cm2. Aliran CO2 dalam darah yang

melintasi dinding pembuluh kapiler diperkirakan 15% lebih rendah dari aliran O2

darah (~60 nmol CO2/menit/cm2). Permukaan membran mitokondria lebih besar,

aliran CO2 darah melintasi daerah ini diperkirakan ~0,3 nmol CO2/menit/cm2. Ini

menunjukkan bahwa dinding pembuluh kapiler dapat menjadi barier yang bermakna dalam peredaran ion yang berhubungan dengan transpor CO2.5

(25)

2.5.2. Transpor CO2 di Dalam Darah

Kelarutan CO2 di dalam darah sekitar 20 kali kelarutan O2, sehingga CO2 lebih

banyak dari O2 di dalam larutan sederhana pada tekanan parsial seimbang. Karbon

dioksida yang berdifusi ke dalam eritrosit cepat dihidrasi ke H2CO3 (asam karbonat),

karena adanya karbonat anhidrase. Asam karbonat berdisosiasi ke H+ dan HCO3

-serta H+ didapar, terutama oleh hemoglobin, sementara HCO

3- memasuki plasma.

Sejumlah CO2 di dalam eritrosit bereaksi dengan gugusan amino protein, terutama

hemoglobin untuk membentuk senyawa karbamino (gambar 4). Karena hemoglobin dideoksigenasi membentuk senyawa karbamino jauh lebih cepat dibandingkan HbO2, maka transpor CO2 dipermudah di dalam darah vena.17 Tabel 2

memperlihatkan komposisi kelarutan CO2 dalam darah saat istirahat dan latihan fisik.

Tabel 2. Transpor CO2 di dalam darah saat istirahat dan latihan fisik

Istirahat Latihan Fisik

Arteri Vena Vena

mM mmol/l mM mmol/l Perbedaan v-a mmol/l mM mmol/l Perbedaan v-a mmol/l Plasma pH PCO2 Terlarut Bikarbonat Karbamat Total Plasma 7,40 40 1,23 24,58 0,54 26,35 0,68 13,52 0,30 14,49 7,37 46 1,42 26,38 0,55 28,35 0,78 14,51 0,30 15,59 0,10 0,99 0,01 1,10 7,145 78 2,40 26,65 0,44 29,49 1,32 14,66 0,24 16,22 0,64 1,14 -0,06 1,72 Sel Darah Merah

pH Hb, g/l Ht HbO2 Terlarut Bikarbonat Karbamat Total Sel Darah Merah Total CO2 7,20 333 0,45 0,97 1,23 15,47 1,66 18,37 0,4 5,01 0,75 6,16 20,65 7,175 0,75 1,42 16,84 1,86 20,12 0,46 5,46 0,84 6,75 22,34 0,06 0,44 0,09 0,59 1,69 6,996 0,25 2,40 18,91 2,12 23,43 0,78 6,13 0,95 7,86 24,08 0,38 1,11 0,21 1,70 3,42

Sumber : Geers C, Gros G. Carbon dioxide transport and carbonic anhydrase in blood and muscle. Physiol Rev 2000;80:681-707.

(26)

Gambar 4. Transpor CO2 di dalam darah

Sumber : Powers SK, Howley ET. Exercise physiology; 1996.h.177-99.

2.5.3. Transpor CO2 di Dalam Paru-paru

Karbon dioksida keluar dari darah menembus lapisan sel endotelium menuju sel epitel alveolus. Karbonat anhidrase terdapat di sitoplasma sel epitel alveolus, mengkonversi CO2 menjadi H+ dan HCO3-. Ion-ion tersebut menembus sel dengan

cara difusi. Ion hidrogen diikat oleh dapar kemudian menuju subfase alveolus dengan bantuan jembatan channel H+ bervoltase di membran apikal dan HCO

3

-berdifusi secara pasif melewati channel anion atau pertukaran Cl- dengan HCO3-. Ion

hidrogen dan HCO3- bergabung membentuk CO2 dan H2O di dalam lapisan cair tipis

di permukaan sel epitel (aqueous subphase). Karbon dioksida masuk ke udara dan H2O diabsorbsi (gambar 5).18

(27)

Gambar 5. Mekanisme channel H+ pada proses pengeluaran CO2

Sumber : DeCoursey TE. Hypothesis : do voltage-gated H+ channels in

alveolar epithelial cells contribute to CO2 elimination by the lung?. AM J

Physiol Cell Physiol 2000;278:C1-C10.

2.6. Perubahan Asam-Basa

Enzim-enzim sel dan proses metabolisme dapat berfungsi dengan baik pada pH normal, sehingga diperlukan pengaturan akhir pH. Pengendalian keseimbangan asam-basa tergantung pada ginjal, paru-paru dan dapar intrasel dan ekstrasel. Konsentrasi H+ menggambarkan pH berdasarkan persamaan: pH = log 1/ [H+]. Ini menunjukkan bahwa konsentrasi H+ yang tinggi menyebabkan peningkatan kadar asam dengan pH yang rendah.1,19,20

Perubahan kadar H+ di dalam tubuh dipengaruhi oleh:20 1). Diet

Diet merupakan faktor minor, jika kita makan diet tinggi protein akan menyebabkan asam dan diet sayur-sayuran menyebabkan basa.

(28)

CO2 + H2O ↔ H+ + HCO3-

Berdasarkan persamaan tersebut, CO2 adalah asam lemah dan secara konstan

dihasilkan oleh tubuh. Sebagai gas, CO2 keluar melalui paru-paru. Ion hidrogen

tidak difiltrasi melalui glomerulus karena lebih banyak yang berikatan dengan protein dibandingkan yang ada di plasma. Meskipun berikatan dengan protein biasanya tidak mengganggu sekresi H+ di tubulus. Sekresi H+ di tubulus ginjal

melalui CO2 yang berasal dari pembuluh darah kapiler peritubular.

3). Regulasi sistem saluran pencernaan

Kehilangan H+ terjadi selama muntah dan HCO3- hilang pada diare.

4). Pengaruh elektrolit lain terhadap H+

Kekurangan klorida dan kalium dapat merangsang sekresi H+ ke lumen tubulus

ginjal dan menyebabkan alkalosis metabolik. Hal ini terjadi karena natrium intralumen bertukar dengan H+ di tubulus ginjal, natrium tidak dapat bertukaran dengan kalium atau berikatan dengan klorida selama reabsorpsi.

Kekurangan natrium mengakibatkan peningkatan reabsorpsi natrium dan sekresi H+ ke dalam tubulus ginjal serta reabsorpsi HCO3-. Kekurangan garam

merangsang sekresi aldosteron sehingga H+ disekresi. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa aldosteron menyebabkan kehilangan kalium melalui perangsangan sekresi H+. Alkalosis metabolik dapat terjadi bersamaan

dengan hiperaldosteronisme. 5). Dapar

Dapar adalah zat yang berfungsi jika terjadi penambahan asam atau basa ke dalam tubuh, yang berfungsi sedikit dalam perubahan pH. Masuknya konsentrasi H+ yang sangat rendah ke dalam tubuh pada pH fisiologis, tanpa

(29)

mencegah penurunan pH dengan cara mengikat H+. Ketika basa bertambah di

dalam tubuh, dapar mencegah kenaikkan pH dengan cara melepaskan H+. Dapar berfungsi sebagai basa ketika asam ditambahkan ke dalam tubuh dan sebagai asam ketika basa ditambahkan ke dalam tubuh.19

Beberapa sistem dapar di dalam tubuh:20 a). Sistem dapar bikarbonat (ekstraselular) b). Sistem dapar fosfat dan amonia (intraselular) c). Sistem dapar protein (intraselular)

Sistem dapar bikarbonat adalah rutin diamati secara klinis. Dapar bikarbonat berdasarkan pada hubungan antara CO2 dan HCO3-:19-21

CO2 + H2O ↔ H+ + HCO3-

Karbon dioksida bertindak sebagai asam, setelah bergabung dengan air akan melepaskan H+. Ion bikarbonat bertindak sebagai basa konyugasi yang menerima H+.18 Sistem dapar bikarbonat digambarkan secara kualitatif sebagai

persamaan Henderson-Hasselbach.

Persamaan Henderson-Hasselbach: pH = pK + log HCO3- / CO2

Secara sederhana: pH α HCO3- / CO2

Persamaan ini menunjukkan bahwa pH menurun maka konsentrasi CO2

meningkat atau konsentrasi HCO3- menurun. Sistem dapar mencegah

perubahan pH. Jika konsentrasi HCO3- turun secara tiba-tiba, tidak terjadi

perubahan pH yang besar karena CO2 akan turun.19,20

2.6.1. Gangguan Asam-Basa

Nilai arteri darah diperlukan sebagai gambaran kelainan asam-basa, yaitu: (1) pH atau H+ nmol/l (asam atau basa); (2) PaCO2 mmHg atau kPa (komponen

(30)

pernapasan); (3) HCO3- mmol/l (komponen metabolik).22 Pendekatan diagnosis

gangguan asam-basa dapat dilihat pada gambar 6.23

Gambar 6. Kategori dua kemungkinan asidosis atau alkalosis Sumber : Malley WJ. Clinical blood gases assessment and intervention. Edisi ke-2; 1990.h.35-50.

Perubahan konsentrasi HCO3- pada gangguan asam-basa respiratorik

terjadi akibat reaksi hidrolisis. Pada kadar PaCO2 di atas 40 mmHg terjadi kenaikan

sebesar 1 mEq/l konsentrasi HCO3- untuk setiap kenaikan sebesar 10 mmHg PaCO2

dan setiap penurunan sebesar 5 mmHg PaCO2 dibawah 40 mmHg terjadi penurunan

sebesar 1 mEq/l konsentrasi HCO3-.24

Berdasarkan hukum netralitas muatan listrik, cairan plasma darah mempunyai muatan ion positif (kation) sama dengan ion negatif (anion). Kation terbanyak adalah natrium, sedangkan ion kalium, magnesium, kalsium jumlahnya kecil. Anion terbanyak adalah klorida dan karbonat, sedangkan protein, fosfat, sulfat, asam organik (laktat, asetosasetat) jumlahnya kecil. Kesenjangan anion (anion gap) adalah selisih antara jumlah natrium dengan klorida dan karbonat. Nilai normal kesenjangan anion 12 (dengan nilai rentang 8-16) mmol/l.25 Pada latihan fisik yang

(31)

berat terjadi asidosis laktat yang disebabkan oleh peningkatan asam laktat akibat kekurangan oksigen dalam metabolisme tubuh.23 Secara umum telah terbukti bahwa asidosis laktat memiliki kesenjangan anion > 35. Asidosis metabolik dengan peningkatan kesenjangan anion disebut juga asidosis metabolik normokloremik.25

Menurut Stewart pH cairan tubuh tergantung pada tiga faktor independent yaitu PaCO2; SID (strong ion difference) yaitu Na+, K+, CL- dan laktat-; Atot (asam

lemah nonvolatile plasma) yaitu albumin dan fosfat. Sedangkan [H+],[OH-],[HCO3

-],[CO3--], ion asam lemah ([A-]) dan [AH-] adalah faktor dependen. Artinya faktor

dependen akan berubah bila terdapat perubahan pada faktor independen, sebaliknya perubahan pada faktor dependen tidak menyebabkan perubahan faktor independen. Disebut faktor independen karena faktor tersebut berdiri sendiri tidak termasuk dalam satuan “sistem asam-basa”, PaCO2 dipengaruhi oleh paru-paru dan

metabolisme, SID diatur oleh ginjal dan Atot terutama protein diatur oleh hati.

Menurut Stewart asidosis atau alkalosis metabolik terjadi karena perubahan SID atau Atot. SID turun menyebabkan asidosis dan SID meningkat menyebabkan

alkalosis. Perubahan SID dapat terjadi sebagai akibat kelebihan cairan (SID turun karena natrium turun), kekurangan cairan (SID naik karena natrium meningkat), imbalans anion seperti hiperkloremia (SID menurun) dan hipokloremia (SID meningkat), meningkatnya anion organik atau anorganik kuat (SID menurun). Gangguan pada Atot dapat menyebabkan asidosis (hiperalbuminemia dan

hiperfosfatemia) dan alkalosis (hipoalbuminemia dan hipofosfatemia).26

2.6.2. Latihan Fisik

Paru-paru mengeluarkan CO2 dan ginjal mengeluarkan HCO3-. Paru-paru

(32)

cepat melewati kapiler sehingga sedikit waktu untuk pertukaran CO2 dan O2 di dalam

paru-paru. Akibatnya diperlukan juga sistem dapar bikarbonat.1 Sistem dapar bikarbonat mempunyai kapasitas dapar yang rendah tapi merupakan dapar yang penting karena : (1) H2CO3 berdisosiasi menjadi CO2 dan H2O, CO2 dikeluarkan oleh

paru-paru dan membuang H+ sebagai air; (2) perubahan CO2 merubah frekuensi

pernapasan; (3) konsentrasi HCO3- dibuang oleh ginjal. Asam karbonat berdisosiasi

menghasilkan H+ kemudian dinetralisir oleh kapasitas dapar hemoglobin (gambar 7).21

Gambar 7. Hubungan sistem dapar bikarbonat dan hemoglobin Sumber : Ehrmeyer SS, Laessig RH, Ancy JJ. Clinical chemistry principles, procedures, correlations. Edisi ke-5; 2005.h.343-61.

Proses dapar ginjal berjalan lambat dan memerlukan waktu yang lama untuk mencegah asidosis akut akibat penurunan pH selama latihan fisik. Paru-paru berfungsi lebih cepat dengan cara meningkatkan pernapasan akibat rendahnya pH yaitu mengeluarkan CO2. Jika paru-paru tidak dapat mengimbangi kecepatan

produksi CO2 maka terjadilah asidosis respiratorik.1

Proses dapar dalam darah saat latihan fisik:1

1. Hemoglobin membawa O2 dari paru-paru menuju otot melewati darah.

2. Otot membutuhkan O2 lebih banyak dari yang biasanya, karena aktivitas

(33)

berkurang, terjadi difusi O2 dari darah menuju otot berdasarkan ketinggian

konsentrasi.

3. Otot menghasilkan CO2 dan H+ karena metabolisme sel yang meningkat,

konsentrasi tinggi dalam arah berlawanan dari ketinggian O2.

4. Karbon dioksida dan H+ mengalir dari otot ke dalam darah berdasarkan ketinggian konsentrasi.

5. Hemoglobin sebagai dapar menangkap kelebihan H+ dan CO2.

6. Jika banyaknya H+ dan CO2 melebihi kapasitas dapar hemoglobin maka

digunakan dapar bikarbonat.

7. Paru-paru dan ginjal memberikan respon terhadap perubahan pH akibat perpindahan CO2, HCO3- dan H+ dari darah.

2.7. Kebutuhan Cairan Saat Latihan Fisik

Tubuh manusia terdiri dari sebagian besar air (60%). Asupan cairan yang adekuat penting agar performance atlet optimal. Air mempunyai fungsi penting, yaitu: 1) menjaga volume darah serta regulasi fungsi kardiovaskular; 2) regulasi suhu tubuh, karena pada saat latihan diproduksi panas yang harus dikeluarkan dari tubuh maka panas akan dikeluarkan dengan cara konveksi, radiasi dan evaporasi melalui keringat serta pernapasan dan 3) merupakan media pengangkut O2, CO2 dan

nutrien. Asupan air yang adekuat berfungsi menggantikan cairan yang hilang melalui keringat, urin dan feses untuk mencegah dehidrasi. Tanpa latihan, seseorang akan menghasilkan keringat 500-700 ml per hari, sedangkan bila seseorang melakukan latihan lama, keringat yang dihasilkan dapat meningkat sampai 8-12 liter per hari. 27

Hilangnya cairan tubuh sebesar 1-2% dari berat badan, akan menimbulkan rasa haus, tidak nyaman, hilangnya nafsu makan dan gangguan

(34)

endurance performance. Apabila hilangnya air meningkat menjadi 3-4% dari berat badan maka terjadi gangguan performance, produksi urin menurun, mulut kering, kulit kemerahan, mual dan lemas. Kehilangan cairan 5-6% dari berat badan akan meningkatkan frekuensi nadi, frekuensi pernapasan, mempengaruhi konsentrasi dan terjadinya penurunan kapasitas kerja sebesar 30%. Telinga berdenging, lemah dan kondisi mental yang bingung berhubungan dengan hilangnya cairan sebesar 8% dari berat badan.26 Cara yang paling mudah dan akurat untuk mengevaluasi kebutuhan cairan adalah dengan menimbang berat badan sebelum dan sesudah olahraga. Setiap penurunan 1 kg berat badan sama dengan kehilangan cairan 1 liter.28

Dehidrasi menyebabkan berkurangnya kemampuan fisik dalam berolahraga dan tak selalu memberikan isyarat pada seseorang untuk minum karena tidak timbul rasa haus. Oleh karena itu olahragawan perlu dilatih minum teratur setiap ada kesempatan tanpa menunggu rasa haus. Bila melakukan olahraga yang berat ada pedoman umum untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh yaitu:28

o Sebelum latihan fisik: 15-30 menit sebelumnya minum kira-kira 240 ml.

o Selama latihan fisik: setiap 15-20 menit minum kira-kira 100-150 ml atau semampunya, pada tiap kesempatan yang ada dan jangan menunggu sampai merasa haus.

o Sesudah latihan fisik: minum terus walaupun tak haus sampai berat badan kembali semula.

o Dalam keadaan udara yang panas kita butuh lebih banyak cairan.

o Bila latihan fisik kurang dari 90 menit, cukup cairan biasa sebagai pengganti cairan. Suatu latihan yang lebih dari 90 menit juga dapat menimbulkan

(35)

kehilangan atau deplesi glikogen otot sehingga menyebabkan kehabisan tenaga dan perlu sumber karbohidrat.

American College of Sport Medicine (1975) menyarankan minum 400-500 ml sebelum latihan fisik.dikutip dari 29 Untuk latihan fisik dalam waktu singkat sebaiknya konsumsi cairan tidak kurang dari 30 menit sebelum latihan.27

2.8. Manfaat Air Beroksigen

Air beroksigen digunakan sebagai terapi oral oksigen pada tahun 1988 oleh Prof. Pakdaman A sebagai terapi pengobatan dan nutrisi. Jika air tersebut bersentuhan dengan membran sel mitokondria akan melepaskan O2 dan masuk ke dalam sel.

Oksigen masuk ke dalam sirkulasi darah vena porta melalui lambung dan usus secara difusi dan osmosis. Oksigen dapat memberikan efek secara ilmiah pada tubuh manusia yaitu:

1. Memperbaiki gangguan pemakaian O2 dan hipoksia sel.

2. Mengatasi hipoventilasi akibat fungsi sistem pernapasan berkurang dengan cara memperbaiki transpor oksigen dalam sirkulasi darah melalui vena porta saluran pencernaan.

3. Mengatasi gangguan respirasi intraselular akibat anemia, kelainan enzym, keracunan dan lain-lain.

4. Menghambat pertumbuhan sel kanker dengan cara merubah metabolisme anaerob sel kanker.

5. Sebagai pencegahan dan terapi migren akibat hipoksia serebral.

6. Memodulasi dan merangsang sistem imun: leukosit, monosit, granulosit, sel natural killer.

(36)

8. Memperbaiki metabolisme dan proses oksidasi sel dengan cara meningkatkan cadangan O2 mitokondria dan mempengaruhi regulasi ion

kalsium.

9. Mempercepat detoksifikasi tubuh dengan cara mengaktifkan sitokrom P-450 di dalam hati.

10. Memperbaiki mikrosirkulasi di pembuluh darah kapiler.

11. Memperbaiki hipoksia otot jantung dan mencagah insufisiensi nekrosis jaringan jantung.

12. Mengatur tekanan darah melalui efek kemoreseptor di carotic dan aortic bodies.

13. Meningkatkan sel darah: eritrosit, hematokrit, hemoglobin dan trombosit. 14. Memiliki efek antibakteri khususnya bakteri anaerob dan antivirus.

15. Memiliki efek sitotoksik pada Campylobacter pylori dan memperbaiki mukosa gaster dan usus.

16. Menetralisasi sekresi asam lambung oleh sel parietal dan berubah bentuk menjadi air.

17. Mempercepat proses penyembuhan jaringan. Air beroksigen tidak menimbulkan efek samping.8

Penelitian sebelumnya oleh Ducan (1997) mendapatkan latihan fisik lebih dari 28 detik dengan nilai saturasi O2 yang lebih tinggi akibat minuman air

beroksigen.dikutip dari 31 Jenkins (2002) mendapatkan perbedaan yang bermakna saturasi O2 dan performance pada pemberian air beroksigen dibandingkan dengan

(37)

2.9. Kerangka Konsep Penelitian

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat uji klinis acak tersamar ganda untuk mengetahui:

1. Perubahan kadar serum pH, PCO2, HCO3-, dan TCO2 sebelum dan

sesudah latihan fisik dengan pemberian minuman beroksigen dan plasebo.

2. Perbedaan perubahan kadar serum pH, PCO2, HCO3-, dan TCO2

sebelum dan sesudah latihan fisik akibat pemberian minuman beroksigen.

3.2. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di RS Rantau Prapat Kabupaten Labuhan Batu– Sumatera Utara. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan April 2005.

3.3. Populasi Penelitian

Populasi adalah anak Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) yang berumur 14–16 tahun.

3.4. Sampel dan Cara Pemilihan Sampel

3.4.1. Sampel penelitian adalah anak laki-laki SLTP yang berumur 14–16 tahun yang ada di wilayah PTPN III Aek Nabara Selatan Kabupaten Labuhan Batu–Sumatera Utara.

(39)

3.4.2. Anak laki-laki SLTP Aek Nabara yang diikutkan dalam penelitian diambil secara acak sederhana yaitu dengan mencabut nomor.

3.5. Perkiraan Besar Sampel

Adapun besarnya sampel ditentukan dengan rumus: 2

n1 = n2 = 2 (Zα + Zβ)S (X1 – X2)

S = Simpang baku dari kedua kelompok = 2,414 Zα = Tingkat kepercayaan 95% (α 5%) = 1,96 Zβ = Kekuatan uji 80% (power: 1-β) = 0,842

X1 – X2 = Perbedaan klinis yang diinginkan = 2,2 mmol/l

Dengan menggunakan rumus diatas didapat jumlah sampel 19 orang per kelompok.

3.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.6.1. Kriteria inklusi

1. Anak sehat

2. Anak laki–laki dengan BMI (Body Mass Index) antara 16 – 20 3. Mendapat persetujuan orang tua

3.6.2. Kriteria eksklusi

1. Tidak bersedia atau memiliki keluhan saat mengikuti penelitian 2. Menolak minuman yang diberikan

(40)

3.7. Bahan dan Cara Kerja 3.7.1. Bahan

1. Spuit dispossible syringe ® Terumo 1 ml

2. Timbangan Digital ® Camry tipe EB 6571 dengan akurasi 0,1 kg 3. Stadiometer untuk mengukur tinggi badan

4. Termometer digital dengan akurasi 0,5 0 C 5. Blood analyzer ® iStaat dan cartridge tipe CG-8 6. 400 ml minuman beroksigen ® SuperO2

7. 400 ml air putih ® Aqua

8. Treadmill ® series 2000 treadmill, Marquet Medical Sistem Inc. 3.7.2. Cara kerja

1. Subyek yang diikutsertakan dalam penelitian ini adalah anak laki – laki yang berumur 14–16 tahun dengan BMI antara 16-20 .

2. Data dasar anak dicatat dalam satu lembaran isian (lampiran). Pengukuran antropometri dilakukan dengan mengukur berat badan (BB) dengan menggunakan timbangan merek Camry ® tipe EB6571 model digital dengan akurasi 0,1 kg. Berat badan diukur pada anak berpakaian seragam sekolah tanpa sepatu. Tinggi badan (TB) diukur dengan stadiometer diletakkan pada dinding secara vertikal dengan akurasi 0,1 cm. Anak berdiri tegak rapat ke dinding tanpa memakai alas kaki dengan tumit pada posisi bidang vertikal yang sama. Kedua lengan dalam posisi relaks di samping dan wajah mengarah ke depan. Anak disuruh bernafas dalam, dan pengukuran TB dilakukan pada akhir nafas dalam. 3. Sesudah itu dilakukan pemeriksaan kesehatan secara fisik diagnostik

(41)

keadaan sehat dan mampu untuk melakukan latihan fisik yang akan diikuti.

4. Kemudian secara acak sederhana dengan mengambil kode tertutup dalam kotak, subyek dibagi ke dalam 2 kelompok yaitu 20 orang yang mendapat air beroksigen dan 20 orang mendapat air putih. Tiga puluh menit sebelum latihan fisik dilakukan, subyek diberi air beroksigen sebanyak 400 cc pada kelompok I dan air putih sebagai plasebo sebanyak 400 cc pada kelompok II.

5. Semua subyek diambil darah vena sebanyak 0,5 ml dengan spuit sebelum minum, kemudian darah diteteskan ke dalam cartridge tipe CG-8, lalu dimasukkan ke dalam alat i-Staat Analyzer kemudian hasil pemeriksaan langsung dicetak dengan printer.

6. Latihan fisik memakai alat treadmill (series 2000 treadmill, Marquet Medical Sistem Inc.) selama 10 menit.

7. Selama latihan fisik dilakukan, suhu ruangan dipertahankan antara 22 sampai 24 °C.

8. Pemantauan dan perekaman denyut jantung dilakukan dengan EKG merek Cardiosys®, diukur saat puncak latihan fisik yaitu akhir tahap 2. Pemasangan, pengoperasian serta perekaman hasil EKG dilakukan oleh seorang operator yang dibantu oleh asisten penelitian yang terlatih tanpa mengetahui perlakuan yang diberikan sebelumnya pada subyek.

9. Sesudah selesai melakukan latihan fisik dalam keadaan duduk dilakukan pemeriksaan darah vena kembali.

(42)

3.8. Definisi Operasional

3.8.1. Latihan fisik pada penelitian ini adalah latihan fisik dengan menggunakan treadmill yang kecepatan dan derajat kemiringan alat bertambah setiap 3 menit dengan latihan fisik selama 10 menit.

3.8.2. Sehat adalah anak yang sehat jasmani dan rohani. Pada penelitian ini subyek tidak sedang menderita penyakit berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik diagnostik dengan menggunakan stetoskop.

3.8.3. Minuman beroksigen adalah minuman penambah oksigen dengan kandungan oksigen mencapai 80 parts per million (ppm).

3.8.4. Plasebo adalah bahan yang diperkirakan tidak menimbulkan efek. Dalam penelitian ini digunakan Aqua ® .

3.8.5. BMI adalah Body Mass Index, berat badan (kg) dibagi tinggi badan (m) kuadrat.

3.9. Analisis Data

Data diolah dengan menggunakan SPSS WINDOWS 13 (SPSS Inc, Chicago). Analisis data untuk mengetahui perbedaan karakteristik usia, TB, BB, BMI, frekuensi jantung saat puncak latihan fisik, kadar hemoglobin dan gula darah dengan uji t independen. Perbedaan rerata kadar serum pH, PCO2, HCO3-, TCO2 dan saturasi O2 sebelum dan sesudah latihan fisik pada

kelompok minuman beroksigen dan plasebo dengan uji t dependen. Perbedaan perubahan rerata kadar serum pH, PCO2, HCO3-, TCO2 dan

saturasi O2 akibat pemberian minuman beroksigen dengan uji t independen.

(43)

3.10. Identifikasi Variabel 3.10.1. Variabel bebas • Latihan fisik • Minuman beroksigen • Plasebo 3.10.2. Variabel terikat

• Kadar serum pH, pCO2, HCO3-, TCO2 dan saturasi O2

3.11. Masalah Etika

3.11.1. Izin dari orang tua

3.11.2. Izin penelitian Komite Etik Fakultas Kedokteran USU

3.12. Alur Penelitian

(44)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Jumlah semua sampel 40 orang, masing-masing kelompok terdiri dari 20 orang. Tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05) karakteristik sampel pada kedua kelompok (tabel 3). Rerata usia, tinggi badan, berat badan, BMI, frekuensi jantung saat puncak latihan fisik, kadar hemoglobin dan gula darah pada kelompok air beroksigen adalah 14,5 (SD 0,75) tahun; 1,56 (SD 0,08) m; 46,70 (SD 6,26) kg; 19,05 (SD 1,57) kg/m2; 139,20 (SD 13,73) x/menit;14,55 (SD 1,20) g/dl dan 6,14 (SD 1,13) mmol/dl. Sedangkan kelompok plasebo adalah 13,90 (SD 0,64) tahun; 1,56 (SD 0,08) m; 46,55 (SD 6,33) kg; 19,03 (SD 1,63) kg/m2; 133,35 (SD 14,05) x/menit; 14,53 (SD 1,12) g/dl dan 6,03(SD 1,19) mmol/l.

Tabel 3. Karakteristik sampel pada kelompok air beroksigen dan plasebo

Karakteristik Air Beroksigen Plasebo Usia, tahun (SD) 14,15 (0,75) 13,90 (0,64)

Tinggi Badan, meter (SD) 1,56 (0,08) 1,56 (0,08) Berat Badan, kg (SD) 46,70 (6,26) 46,55 (6,33)

BMI, kg/m2 (SD) Frekuensi denyut jantung,

x/menit (SD) Hb, g/dl (SD) Gula darah, mmol/l (SD)

19,05 (1,57) 139,20 (13,73) 14,55 (1,20) 6,14 (1,13) 19,03 (1,63) 133,35 (14,05) 14,53 (1,12) 6,03 (1,19)

Sebelum dan setelah latihan fisik pada dua kelompok didapatkan penurunan yang bermakna (p<0,05) kadar serum PCO2, HCO3- dan TCO2, tetapi

kadar pH tidak mengalami perubahan yang bermakna (p>0,05) (Tabel 4 dan 5).

(45)

latihan fisik pada kelompok air beroksigen Air Beroksigen Kadar Sebelum Sesudah p pH (SD) 7,358 (0,027) 7,360 (0,026) 0,697 PCO2, mmHg (SD) 47,845 (3,754) 44,875 (5,087) 0,022* HCO3-, mmol/l (SD) 26,840 (1,449) 25,260 (1,699) 0,003* TCO2, mmol/l (SD) 28,300 (1,380) 26,550 (1,877) 0,002* * p<0,05

Tabel 5. Perubahan pH, PCO2, HCO3- dan TCO2 sebelum dan sesudah

latihan fisik pada kelompok plasebo

Plasebo Kadar Sebelum Sesudah p pH (SD) 7,356 (0,025) 7,360 (0,022) 0,528 PCO2, mmHg (SD) 47,890 (3,594) 45,180 (3,857) 0,018* HCO3-, mmol/l (SD) 26,810 (2,134) 25,510 (2,024) 0,004* TCO2, mmol/l (SD) 28,200 (2,215) 26,950 (2,089) 0,007* * p<0,05

Perbedaan perubahan kadar serum pH, PCO2, HCO3- dan TCO2 pada dua

kelompok tidak berbeda bermakna (p>0.05) (tabel 6).

Tabel 6. Perbedaan perubahan pH, PCO2, HCO3- dan TCO2 sebelum

dan sesudah latihan fisik

Kadar Air Beroksigen Plasebo p pH (SD) 0.002 (0,031) 0,006 (0,031) 0,723 PCO2, mmHg (SD) -2.961 (5,333) -2,710 (4,675) 0,875

HCO3-, mmol/l (SD) -1.580 (2,100) -1,301 (1,744) 0,655

TCO2, mmol/l (SD) -2.050 (1,932) -1,250 (1,860) 0,190

* p<0,05

Peningkatan saturasi O2 ditemukan perbedaan yang tidak bermakna

(p>0,05) akibat pemberian minuman beroksigen. Akan tetapi kenaikan saturasi O2

(46)

beroksigen 7,00% sedangkan plasebo 2,79%. Nilai saturasi O2 sebelum-sesudah

latihan fisik kelompok air beroksigen dibandingkan dengan plasebo adalah 57,11-64,11% dibanding 55,47-58,26% (p<0,05) (tabel 7).

Tabel. 7. Saturasi O2 sebelum dan sesudah latihan fisik

Kadar O2 Air Beroksigen Plasebo p

Sebelum, % (SD) 57,11 (20,91) 55,47 (15,59) 0,79 Sesudah, % (SD) 64,11 (20,45) 58,26 (18,74) 0,37 Perbedaan perubahan, % (SD) 7,00 (22,26) 2,79 (23,10) 0,57 * p<0,05 4.2. Pembahasan

Pada latihan fisik berat, otot melakukan metabolisme anaerob dan terbentuk asam laktat.11 Latihan fisik dalam studi ini merupakan latihan fisik berat berdasarkan klasifikasi Christensen (120-150 kali per menit)3 yaitu denyut jantung rerata saat puncak latihan fisik 133 x/menit dan 139 x/menit. Untuk menilai metabolisme otot yang terjadi pada studi ini seharusnya dilakukan pemeriksaan laktat. Kadar laktat normal < 2 mmol/l. Kadar 2 – 4 mmol/l tidak menyebabkan kelainan secara klinis dan diagnostik asidosis laktat jika memiliki kadar > 5 mmol/l.22 Latihan fisik submaksimal yang berat pada individu sehat tidak terjadi perubahan atau sedikit kenaikkan PaO2

sebagai hasil bertambahnya aliran darah pulmonal dan lebih baiknya ventilasi dan perfusi tanpa perubahan atau sedikit penurunan PaCO2.30 Pada studi ini ditemukan

penurunan kadar serum PCO2 yang bermakna akibat latihan fisik berat.

Hasil metabolisme sel saat latihan fisik menghasilkan CO2.1 Kadar serum

PCO2 yang tinggi menyebabkan CO2 bereaksi dengan air membentuk H2CO3.

Proses tersebut menggunakan enzim karbonat anhidrase yang ada di dalam sel

(47)

-dengan hemoglobin dan HCO3- dikeluarkan ke dalam plasma.17 Sistem dapar terjadi

pada latihan fisik dilakukan pertama kali oleh hemoglobin lalu bikarbonat kemudian jika terjadi perubahan pH sistem dapar dilakukan oleh paru-paru dan ginjal. Paru-paru mengeluarkan CO2 dan ginjal mengeluarkan HCO3-.1 Pada studi ini terjadi

penurunan kadar HCO3-, hal ini terjadi karena sistem dapar hemoglobin dan

bikarbonat serta kompensasi ginjal untuk mengeluarkan HCO3- dari plasma karena

kadar CO2 yang tinggi akibat latihan fisik. Sehingga kadar pH tidak mengalami

perubahan yang bermakna.

Penurunan kadar PCO2 dan TCO2 setelah latihan fisik pada studi ini

terjadi karena kompensasi paru-paru untuk membuang CO2 dan O2 masuk ke dalam

darah. Pertukaran CO2 dan O2 antara paru-paru dan darah terjadi karena proses

ventilasi dan difusi. Paru-paru melakukan inspirasi menjadi cepat dan dalam, sehingga terjadi pertukaran gas di dalam paru-paru. Oksigen berdifusi keluar dari gas di dalam alveolus ke dalam aliran darah dan CO2 berdifusi ke dalam alveolus

dari darah. Dalam keadaan seimbang, udara inspirasi bercampur dengan gas alveolus, yang menggantikan O2 yang telah memasuki darah dan mengencerkan

CO2 yang telah memasuki alveolus kemudian diekskresikan.16,17

Penelitian sebelumnya oleh Ducan (1997) mendapatkan bahwa seorang olahragawan memiliki VO2 maksimal > 47 ml/kg/menit dan latihan fisik lebih dari 28

detik dengan nilai saturasi O2 yang lebih tinggi akibat minuman air beroksigen.dikutip

dari 31 Jenkins dkk (2002) melakukan penelitian secara acak tersamar ganda terhadap

10 sampel dewasa laki-laki dan wanita. Mereka minum 15 menit sebelum latihan fisik selama ≥ 4 kali seminggu. Sampel yang minum air beroksigen ditemukan peningkatan yang bermakna saturasi O2 dan waktu yang lebih lama terhadap

(48)

tersamar ganda terhadap 6 sampel dan setiap sampel minum 15 menit sebelum latihan fisik selama seminggu. Pemberian minuman beroksigen tidak menyebabkan perubahan frekuensi jantung, tekanan darah, laktat dan saturasi O2.31

Pada studi ini terdapat peningkatan saturasi O2 dan penurunan kadar

serum PCO2, HCO3- dan TCO2 yang tidak bermakna akibat pemberian minuman

beroksigen sebelum latihan fisik. Akan tetapi peningkatan saturasi O2 dan

penurunan kadar serum PCO2, HCO3- dan TCO2 kelompok air beroksigen lebih

besar dari kelompok plasebo. Saturasi O2 pada kelompok air beroksigen lebih tinggi

4,2% dari kelompok plasebo yaitu air beroksigen 7,0% sedangkan plasebo 2,8%; kadar serum PCO2 pada kelompok air beroksigen turun 2,96 mmHg dibanding 2,71

mmHg kelompok plasebo; kadar serum HCO3- pada kelompok air beroksigen turun

1,58 mmol/l dibanding 1,30 mmol/l kelompok plasebo; kadar serum TCO2 pada

kelompok air beroksigen turun 2,05 mmol/l dibanding 1,25 mmol/l kelompok plasebo. Hal ini terjadi mungkin karena sampel pada penelitian ini hanya sehari mendapat minuman beroksigen sebelum latihan fisik. Sedangkan pada penelitian sebelumnya minum air beroksigen selama beberapa hari. Adanya perbedaan waktu pemberian minumam dan jumlah sampel yang sedikit juga dapat mempengaruhi hasil pengukuran secara statistik, sehingga diperlukan studi lebih lanjut tentang lama dan waktu pemberian minuman serta jumlah sampel yang lebih besar.

Pengontrolan diet pada anak sebelum latihan fisik tidak dilakukan pada penelitian ini. Hal ini dapat mempengaruhi kadar CO2 dan O2 dalam darah. Proses

oksidasi karbohidrat, lemak dan protein untuk pembentukan energi membutuhkan O2

serta menghasilkan CO2 dan air. Pemberian nutrisi tinggi karbohidrat dan lemak

(49)

produksi CO2 yang berlebihan harus dilakukan pemberian nutrisi dengan komposisi

(50)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Latihan fisik dengan treadmill selama 10 menit dapat menyebabkan penurunan kadar serum PCO2, HCO3- dan TCO2. Minuman beroksigen tidak memberikan efek

penurunan kadar serum pH, PCO2, HCO3- dan TCO2.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah kami lakukan disarankan untuk:

1. Melakukan olahraga agar metabolisme dan proses pembuangan karbon dioksida meningkat di dalam darah.

2. Tidak percaya akan manfaat air beroksigen yang diminum satu kali karena tidak memiliki efek pada metabolisme dan proses pembuangan karbon dioksida.

(51)

DAFTAR PUSTAKA

1. Casiday R, Frey R. Blood, sweat and buffer: pH regulation during exercise. Department of Chemistry, Washington University. St. Louis, 2001. Diunduh dari URL: http://www.chemistry.wustl.edu

2. Committee on Sports Medicine and Fitness. Assesing physical activity and fitness in the office setting. Pediatrics 1994;93:686-8.

3. Chaudhuri SK. Physiology of exercise. Dalam: Chaudhuri SK, penyunting. Concise medical physiology. Edisi ke-4. Calcutta: New Central Book Agency (P) LTD, 2002.h.404-11.

4. Guyton AC, Hall JE. Sports physiology. Dalam: Guyton AC, Hall JE, penyunting. Textbook of medical physiology. Edisi ke–9. Philadelphia: Saunders, 1996.h.1059-68.

5. Geers C, Gros G. Carbon dioxide transport and carbonic anhydrase in blood and muscle. Physiol Rev 2000;80:681-707.

6. Mihardja L. Sistem energi dan zat gizi yang diperlukan pada olahraga aerobik dan anaerobik. Majalah GizMindo 2004;3(9):9-13.

7. Jenkins A, Moreland M, Waddell TB, Fernhall B. Effect of oxygenized water on percent oxygen saturation and performance during exercise. Med Sci Sport Exerc 2002 (abstrak);33(5):S167.

8. Drakhshan N. History of oxygen therapies. Disertasi. German: The Heinrich Heine Universität Düsseldorf, 1995.

9. Ganong WF. Energy balance, metabolism & nutrition. Dalam: Ganong WF, penyunting. Review of medical physiology. Edisi ke-15. New York: Prentice-Hall International Inc., 1991.h.261-95.

(52)

10. Wasserman K. Diagnosing cardiovascular and lung pathophysiology from exercise gas exchange. Chest 1997;112:1091-101.

11. Sherwood L. The respiratory system. Dalam: Sherwood L, penyunting. Human physiology from cells to systems. South Melbourne: Thomson Learning Inc., 2004.h.459-505.

12. Hebestreit H, Kriemler S, Hughson RL, Bar-Or O. Kinetics of oxygen uptake at the onset of exercise in boys and men. J Appl Physiol 1998;85(5):1833–41. 13. Williams CA, Carter H, Jones AM, Doust JH. Oxygen uptake kinetics during

treadmill running in boys and men. J Appl Physiol 2001;90:1700–6.

14. Armstrong N, Kirby BJ, McManus AM, Welsman JR. Prepubescents’ ventilatory responses to exercise with reference to sex and body size. Chest 1997;112:1554-60.

15. Wilson LM. Fungsi pernapasan normal. Dalam: Wijaya C, penyunting. Anugrah P, alih bahasa. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 4. New York: EGC, 1992.h.645-60.

16. Ganong WF. Gas transport between the lungs & the tissues. Dalam: Ganong WF, penyunting. Rev of medical physiology. Edisi ke-15. New York: Prentice-Hall International Inc., 1991.h.616-22.

17. Powers SK, Howley ET. Respiration during exercise. Dalam: Powers SK, Howley ET, penyunting. Exercise physiology. Boston: McGaw Hill, 1996.h.177-99.

18. DeCoursey TE. Hypothesis : do voltage-gated H+ channels in alveolar epithelial cells contribute to CO2 elimination by the lung?. AM J Physiol Cell Physiol

(53)

19. Greenbaum LA. Pathophysiology of body fluids and fluid therapy. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders, 2004.h.224.

20. Goldberg S. Electrolytes and acid-base metabolism. Dalam: Goldberg S, penyunting. Clinical physiology made ridiculously simple. Miami: McGaw Hill, 2000.h.22-33.

21. Ehrmeyer SS, Laessig RH, Ancy JJ. Blood gases, pH, and buffer systems. Dalam: Bishop ML, Fody EP, Schoeff L, penyunting. Clinical chemistry principles, procedures, correlations. Edisi ke-5. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005.h.343-61.

22. McNamara J, Worthley LIG. Acid-base balance: Part II. Pathophysiology. Crit Care Resusc 2001;3:188-201.

23. Malley WJ. Blood gas classification. Dalam: Malley WJ, penyunting. Clinical blood gases assessment and intervention. Edisi ke-2. St. Louis: Saunders, 1990.h.35-50.

24. Malley WJ. Accuracy check and metabolic acid-base indices. Dalam: Malley WJ, penyunting. Clinical blood gases assessment and intervention. Edisi ke-2. St. Louis: Saunders, 1990.h.114-25.

25. Latief A. Gangguan keseimbangan asam basa. Dalam: Trihono PP, Purnawati S dan Syarif DR, penyunting. Hot topics in pediatrics II. Naskah lengkap pendidikan kedokteran berkelanjutan ilmu kesehatan anak FKUI XLV. FKUI; 2002 18-19 Februari; Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2002.

26. Latief A. Interpretasi keseimbangan asam-basa, adakah hal yang baru? Disampaikan pada International Symposium Pediatric Challenge 2006: Facing the challenge of infection and emergency in pediatrics, Medan, 1-4 May, 2006.

(54)

27. Proboprastowo SM, Tjajradidjaja FA. Komposisi cairan rehidrasi pada olahraga. Majalah GizMindo 2004;3(9):9-13.

28. Rotikan TTM. Pentingnya pemberian cairan dan pencegahan dehidrasi pada olahragawan. Majalah GizMindo 2004;3(9):22.

29. Singh R. Keseimbangan cecair badan semasa senaman dalam keadaan berhaba. M J Med Sci 2003;10(2):4-19.

30. Prendergast TJ, Ruoss SJ. Pulmonary disease. Dalam: McPhee SJ, Ganong W, penyunting. Pathophysiology of disease. Edisi ke-5. New York: Mc Graw Hill, 2006.h.234.

31. Willmert N, Porcari JP, Foster C, Doberstein S, Brice G. The effects of oxygenated water on exercise physiology during incremental exercise and recovery. J Exerc Physiol 2002;5(4):16-21.

32. Madjid AS, Hegar B, Nur BM, Rumende CM, Darwis D, Soewoto H dkk. Diagnosis dan tatalaksana gangguan keseimbangan air-elektrolit dan asam-basa. Dalam: Darwis D, Moenadjat Y, Siregar P, Aniwidyaningsih W, Tambunan V, Hegar B, penyunting. Gangguan keseimbangan air-elektrolit dan asam-basa. Fisiologi, patofisiologi, diagnosis dan tatalaksana. Naskah lengkap pendidikan kedokteran-pengembangan keprofesian berkelanjutan. FKUI; 2007 September; Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007.

(55)

Lampiran 1

SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN

Dengan ini saya / orang tua dari :

Nama : ... Jenis kelamin : LK / PR

Umur : ...Tahun ...Bulan Alamat : ...

Setelah mempelajari dan mendapat penjelasan yang sejelas-jelasnya mengenai penelitian dengan judul Perubahan pH, PCO2, HCO3-, dan Tco2 akibat

pemberian minuman beroksigen pada latihan fisik. Setelah mengetahui dan menyadari sepenuhnya resiko yang mungkin terjadi, dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengijinkan dengan rela saya / anak saya menjadi subyek penelitian tersebut dengan catatan sewaktu-waktu bisa mengundurkan diri apabila merasa tidak mampu untuk mengikuti penelitian ini.

Demikian pernyataan ini diperbuat dengan sebenarnya dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari siapapun juga.

Medan, ...2005 Yang membuat pernyataan

(...) Saksi :

Kepala Sekolah Peneliti

(56)

Lampiran 2

Tanggal : No :

LEMBAR FORMAT PENELITIAN

PERUBAHAN pH, PCO2, HCO3-, DAN TCO2 AKIBAT PEMBERIAN

MINUMAN BEROKSIGEN PADA LATIHAN FISIK

I. Identifikasi sampel

1. Nama :

2. Jenis kelamin : laki-laki / perempuan*

3. Usia :

4. Nama ayah :

5. Nama ibu :

Ii. Data penelitian

1. Berat badan : kg

2. Tinggi badan : cm

3. BMI : kg/m2

4. Tekanan darah : mmHg

5. Frek. Jantung : kali / menit

6. Hemoglobin : g/dl 6. Laboratorium Glukosa : g/dl pH : mmHg PCO2 : mmHg HCO3- : mmol/l TCO2 : mmol/l Saturasi O2 : % Keterangan :

(57)

Lampiran 3

DATA SAMPEL PENELITIAN

NO KELOMPOK NAMA

HEMO-GLOBIN GLUKOSA DENYUT JANTUNG PUNCAK TCO2 Pre-Post

1 Plasebo Adi Purnama 13.6 5.7 117 31 27

2 Plasebo Ahmad Syafii 15 5.7 151 29 25

3 Plasebo Irwansyah S 16.7 5.1 95 31 26

4 Plasebo Agus Suryanto 15.3 6.1 140 27 27

5 Plasebo Fahruddin Matondang 12.6 5.2 132 25 24

6 Plasebo Ridwan Soleh 13.9 5 162 26 25

7 Plasebo Fery Alauna 15 5 133 31 27

8 Plasebo Naim Pasaribu 13.6 5.7 137 25 25

9 Plasebo Jiwa Pranata 16.3 5.9 137 30 32

10 Plasebo Ryadi Darmin 16 5.4 136 28 27

11 Plasebo Andi P Tambunan 12.6 4.9 122 26 26

12 Plasebo Mikra Sandrapranata 14.6 4.9 126 25 25

13 Plasebo Ari Wijaya 14.6 5.6 130 27 25

14 Plasebo Yolanda 15.3 6.3 133 31 29

15 Plasebo Fiki Ramadan 13.6 7 156 27 28

16 Plasebo Azis Ahmad Fauzi 16.3 9.3 138 31 30

17 Plasebo Jenius Fredi 14.6 7.9 127 30 29

18 Plasebo Zamanas R Syahputra 13.9 8.1 132 29 28

19 Plasebo Ismail Maulana 13.3 5.8 128 27 25

20 Plasebo Saddam Husain Matondang 14.3 6 135 28 29

1 Oksigen Sandi Hidayat 13.6 4.8 170 27 26

2 Oksigen Muhammad Syafii 15.6 4.9 123 30 23

3 Oksigen Adi Retno 14.6 9.1 153 28 26

4 Oksigen Efri Susanto 13.9 6.8 135 29 28

5 Oksigen Ilham L Delin 14.6 6.2 143 27 24

6 Oksigen Jufri Istianto 16 4.6 131 30 27

7 Oksigen Rangga Kristianto 15.3 7.7 142 28 27

8 Oksigen Andi Sagita 15 5.7 144 26 26

9 Oksigen Ricky Hamdani 13.6 6.3 118 30 26

10 Oksigen Fauzi Adriansyah 15.3 5.6 122 31 26

11 Oksigen Dedek Afriansyah 16.7 7.1 130 28 28

12 Oksigen Ardian Maheri 14.3 6.4 132 29 27

13 Oksigen Dani Satriya 15.6 7.8 150 30 29

14 Oksigen Karel Nugroho 12.6 5.9 140 29 29

15 Oksigen Hasiolan Sirait 13.6 6.2 138 28 25

16 Oksigen Dedek Adisyahputra 14.3 5.9 162 27 23

17 Oksigen Andri Kurniawan 15.3 5.8 153 28 28

18 Oksigen M. Zuhri Hasibuan 14.6 5.8 121 27 30

19 Oksigen Praneka Injaya 13.9 5.1 140 27 27

(58)

NO KELOMPOK NAMA pH Pre - Post HCO3- Pre -Post PCO2 Pre-Post Saturasi O2 Pre-Post

1 Plasebo Adi Purnama 7.379 7.328 29.4 25.4 *** 24 **** 37

2 Plasebo Ahmad Syafii 7.34 7.378 27.7 24.1 27 57 45 89

3 Plasebo Irwansyah S 7.324 7.374 29.4 24.5 10 55 80 87

4 Plasebo Agus Suryanto 7.332 7.349 25.5 25.6 31 33 56 59

5 Plasebo Fahruddin Matondang 7.313 7.364 23.7 22.6 29 34 49 64

6 Plasebo Ridwan Soleh 7.344 7.408 24.8 23.6 28 53 49 87

7 Plasebo Fery Alauna 7.395 7.38 29.6 26.1 21 35 35 65

8 Plasebo Naim Pasaribu 7.35 7.343 23.6 23.7 34 33 62 59

9 Plasebo Jiwa Pranata 7.393 7.382 29.1 30.6 33 30 61 56

10 Plasebo Ryadi Darmin 7.381 7.387 26.8 25.4 49 38 83 71

11 Plasebo Andi P Tambunan 7.333 7.326 25 24.2 27 30 45 52

12 Plasebo Mikra Sandrapranata 7.354 7.357 24 23.7 33 27 61 47

13 Plasebo Ari Wijaya 7.359 7.356 25.7 23.3 32 46 59 80

14 Plasebo Yolanda 7.398 7.366 29.4 27.1 22 33 37 61

15 Plasebo Fiki Ramadan 7.346 7.364 25.3 26.5 39 20 70 31

16 Plasebo Azis Ahmad Fauzi 7.344 7.368 29.8 28.5 38 23 70 36

17 Plasebo Jenius Fredi 7.35 7.348 28.1 27.3 16 23 20 37

18 Plasebo Zamanas R Syahputra 7.346 7.345 27.2 26.7 37 32 67 57

19 Plasebo Ismail Maulana 7.339 7.324 25.7 23.9 31 22 54 32

20 Plasebo Saddam Husain Matondang 7.394 7.354 26.4 27.4 28 23 51 37

1 Oksigen Sandi Hidayat 7.355 7.379 25.9 24.4 20 32 30 60

2 Oksigen Muhammad Syafii 7.366 7.392 28.5 22.2 21 57 31 89

3 Oksigen Adi Retno 7.395 7.384 26.4 25.1 54 43 87 77

4 Oksigen Efri Susanto 7.327 7.339 27.7 26.8 21 17 30 21

5 Oksigen Ilham L Delin 7.397 7.405 25.6 23 40 52 75 87

6 Oksigen Jufri Istianto 7.344 7.395 28.5 25.7 44 50 76 85

7 Oksigen Rangga Kristianto 7.389 7.382 26.2 25.6 55 54 88 87

8 Oksigen Andi Sagita 7.318 7.339 24.3 24.4 33 25 59 41

9 Oksigen Ricky Hamdani 7.342 7.365 28.5 24.8 19 37 26 68

10 Oksigen Fauzi Adriansyah 7.374 7.355 25.9 25.8 33 31 61 57

11 Oksigen Dedek Afriansyah 7.35 7.326 26.1 26.8 27 33 47 58

12 Oksigen Ardian Maheri 7.358 7.346 27.4 25.7 37 40 68 72

13 Oksigen Dani Satriya 7.349 7.37 28.6 27.9 42 33 74 60

14 Oksigen Karel Nugroho 7.323 7.35 27.7 27.4 24 27 37 47

15 Oksigen Hasiolan Sirait 7.324 7.347 26.8 24.1 21 31 29 55

16 Oksigen Dedek Adisyahputra 7.375 7.394 25.5 22.3 38 55 71 88

17 Oksigen Andri Kurniawan 7.328 7.334 26.2 26.5 42 33 74 60

18 Oksigen M. Zuhri Hasibuan 7.366 7.311 25.6 28.1 33 20 60 26

19 Oksigen Praneka Injaya 7.416 7.351 30 24.4 32 47 62 80

(59)

Gambar

Gambar 2. Siklus Krebs
Gambar 3. Skema respirasi eksterna dan interna.
Gambar 4. Transpor CO 2  di dalam darah
Gambar 5. Mekanisme channel H +  pada proses pengeluaran CO 2
+6

Referensi

Dokumen terkait

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul “ PERBANDINGAN KEEFEKTIFAN ANTARA ANTIPSIKOTIK KOMBINASI DENGAN MONOTERAPI TERHADAP KUALITAS HIDUP, KEPATUHAN

Segala Puji Bagi Allah SWT atas segala limpahan rezeki dan rahmatNya serta shalawat dan salam atas Rasulullah SAW, sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini,

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2017.Teknik penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan

Bagaimanakah afinitas molecular docking senyawa aktif produk fermentasi biji kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) terhadap enzim α- amylase dan Maltase-glucoamylase dengan

Simpulan Penelitian: Terdapat pengaruh konsumsi minuman jeruk kemasan terhadap perubahan pH Saliva.. Minuman jeruk kemasan memberikan pengaruh yang bermakna

Hasil : Menghasikan suatu modul psikoedukasi integratif model yang dapat digunakan sebagai panduan atau pedoman dalam pelaksanaan psikoedukasi integratif model

Minuman jeruk kemasan (nutrisari) tergolong dalam kategori air berasa. Minuman jeruk kemasan memiliki banyak kandungan natrium, vitamin, dan karbohidrat. Minuman

Terlihat dari hasil prestasi belajar sejarah siswa kelas X-1 sebagai kelompok eksperimen yang diberi perlakuan pembelajaran dengan Metode Jigsaw, memperoleh jumlah nilai