• Tidak ada hasil yang ditemukan

GNAPS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GNAPS"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA NEFROTIK SINDROM

I. PENDAHULUAN

di negara berkembang, glomerulon akut pasca infeksi streptokokus (GNAPS) masih sering dijumpai dan merupakan penyebab lesi ginjal non supuratif terbanyak pada anak. Sampai saat ini belum diketahui faktor-faktor yang me- nyebabkan penyakit ini menjadi berat, karena tidak ada perbedaan klinis dan laboratoris antara pasien yang jatuh ke dalam gagal ginjal akut (GGA) dan yang sembuh sempurna.2 Manifestasi klinis yang bervariasi menyebabkan insiden penyakit ini secara statistik tidak dapat ditentukan.3 Diperkirakan insiden berkisar 0-28% pasca infeksi streptokokus.4,5 Pada anak GNAPS paling sering disebabkan oleh Streptococcus beta hemolyticus group A tipe nefritogenik.6,7 Tipe antigen protein M berkaitan erat dengan tipe nefritogenik.8,9

Serotipe streptokokus beta hemolitik yang paling sering dihubungkan dengan glomerulonefritis akut (GNA) yang didahului faringitis adalah tipe 12, tetapi kadang kadang juga tipe 1,4 ,6 dan 25. Tipe 49 paling sering dijumpai pada glomerulonefritis yang didahului infeksi kulit/pioderma, walaupun galur 53,55,56,57 dan 58 dapat berimplikasi.10-13 Protein streptokokus galur nefritogenik yang merupakan antigen antara lain endostreptosin, antigen presorbing (PA-Ag), nephritic strain-associated protein (NSAP) yang dikenal sebagai streptokinase dan nephritic plasmin binding protein (NPBP).Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus dapat terjadi secara epidemik atau sporadik,15 paling sering pada anak usia sekolah yang lebih muda, antara 5-8 tahun.5 Perbandingan anak laki-laki dan anak perempuan 2 : 1. Di Indonesia, penelitian multisenter selama 12 bulan pada tahun 1988 melaporkan 170 orang pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan, terbanyak di Surabaya (26,5%) diikuti oleh Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Perbandingan pasien laki-laki dan perempuan 1,3:1 dan terbanyak menyerang anak usia 6-8 tahun (40,6%).

(2)

Penyebab utama GNA PS adalah Streptokokus yang bersifat nefritogenik yaituStreptokokus grup A. Pada pyodermatitis : Streptokokus M tipe 47, 49, 55, 2,60, dan 57. Pada infeksi tenggorokan : Streptokokus M tipe 1,2,4,3, 25, 49 dan 1).

Bagian luar streptokokus grup A dibungkus oleh kapsul asam hyaluronat untuk bertahan terhadap fagositosis dan sebagai alat untuk melekatkan diri pada aselepitel. Selain itu pada permukaan kuman juga terdapat polimer karbohirat grup A,mukopeptide, dan protein M. Protein M adalah suatu alpha-helical coiled-coil dimer yang terlihat sebagai rambut-rambut pada permukaan kuman. Protein M menentukanapakah strain kuman tersebut bersifat rematogenik atau nefritogenik

III. PATOFISIOLOGI

Patogenesis GNAPS belum diketahui dengan pasti. Faktor genetik diduga berperan dalam terjadinya penyakit dengan ditemukannya HLA-D dan HLA- DR.3 Periode laten antara infeksi streptokokus dengan kelainan glomerulus menunjukkan proses imunologis memegang peran penting dalam mekanisme penyakit. Diduga respon yang berlebihan dari sistim imun pejamu pada stimulus antigen dengan produksi antibodi yang berlebihan menyebabkan terbentuknya kompleks Ag-Ab yang nantinya melintas pada membran basal glomerulus. Disini terjadi aktivasi sistim komplemen yang melepas substansi yang akan menarik neutrofil. Enzim lisosom yang dilepas netrofil merupakan faktor responsif untuk merusak glomerulus. Hipotesis lain adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh streptokokus akan mengubah IgG endogen menjadi autoantigen. Terbentuknya auto antibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut, mengakibatkan pembentukan komplek imun yang bersirkulasi, kemudian mengendap dalam ginjal.

Pada kasus ringan, pemeriksaan dengan mikroskop cahaya menunjukkan kelainan minimal. Biasanya terjadi proliferasi ringan sampai sedang dari sel mesangial dan matriks. Pada kasus berat terjadi proliferasi sel mesangial, matriks dan sel endotel yang difus disertai infiltrasi sel polimorfonuklear dan monosit, serta penyumbatan lumen kapiler. Istilah glomerulonefritis proliferatif eksudatif endokapiler difus digunakan untuk menggambarkan kelainan morfologi penyakit ini. Bentuk bulan sabit dan inflamasi interstisial dapat dijumpai mulai dari yang halus sampai kasar yang tipikal di dalam mesangium dan di sepanjang dinding kapiler. Endapan imun- oglobulin dalam kapiler glomerulus didominasi oleh Ig G dan sebagian kecil Ig M atau Ig A yang dapat dilihat dengan mikroskop imunofluoresen. Mikroskop elektron menunjukkan deposit padat elektron atau humps terletak di daerah subepitelial yang khas dan akan beragregasi menjadi Ag-Ab kompleks.

(3)

Lebih dari 50 % kasus GNAPS adalah asimtomatik. Kasus klasik atau tipikal diawali dengan infeksi saluran napas atas dengan nyeri tenggorok dua minggu mendahului timbulnya sembab. Periode laten rata- rata 10 atau 21 hari setelah infeksi tenggorok atau kulit.

Hematuria dapat timbul berupa gross hematuria maupun mikroskopik. Gross hematuria terjadi pada 30-50 % pasien yang dirawat. Variasi lain yang tidak spesifik bisa dijumpai seperti demam, malaise, nyeri, nafsu makan menurun, nyeri kepala, atau lesu. Pada pemeriksaan fisis dijumpai hipertensi pada hampir semua pasien GNAPS, biasanya ringan atau sedang. Hipertensi pada GNAPS dapat mendadak tinggi selama 3-5 hari. Setelah itu tekanan darah menurun perlahan-lahan dalam waktu 1-2 minggu. Edema bisa berupa wajah sembab, edem pretibial atau berupa gambaran sindrom nefrotik. Asites dijumpai pada sekitar 35% pasien dengan edem. Bendungan sirkulasi secara klinis bisa nyata dengan takipne dan dispne. Gejala gejala tersebut dapat disertai oliguria sampai anuria karena penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG).

V. DIAGNOSIS

Kecurigaan akan adanya GNAPS dicurigai bila dijumpai gejala klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah infeksi streptokokus.Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya infeksi streptokokus secara laboratoris yaitu kadar ASTO dan hasil biakan usapan tenggorok dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis. Tetapi beberapa keadaan dapat menyerupai GNAPS seperti

• Glomerulonefritis kronik dengan eksaserbasi akut • Purpura Henoch-Schoenlein yang mengenai ginjal • Hematuria idiopatik

• Nefritis herediter (sindrom Alport ) • Lupus eritematosus sistemik

(4)

Penanganan pasien adalah suportif dan simtomatik. Perawatan dibutuhkan apabila dijumpai penurunan fungsi ginjal sedang sampai berat ( klirens kreatinin <60 ml/1 menit/1,73 m2), BUN > 50 mg, anak dengan tanda dan gejala uremia, muntah, letargi, hipertensi ensefalopati, anuria atau oliguria menetap. Pasien hipertensi dapat diberi diuretik atau anti hipertensi. Bila hipertensi ringan (tekanan darah sistolik 130 mmHg dan diastolik 90 mmHg) umumnya di observasi tanpa diberi terapi. Hipertensi sedang (tekanan darah sistolik > 140 –150 mmHg dan diastolik >100 mmHg) diobati dengan pemberian hidralazin oral atau intramuskular (IM), nifedipin oral atau sublingual. Dalam prakteknya lebih baik merawat inap pasien hipertensi 1-2 hari daripada memberi anti hipertensi yang lama. Pada hipertensi berat diberikan hidralazin 0,15-0,30 mg/kbBB intravena, dapat diulang setiap 2-4 jam atau reserpin 0,03-0,10 mg/kgBB (1-3 mg/m2) iv, atau natrium nitroprussid 1-8 m/kgBB/menit. Pada krisis hipertensi (sistolik >180 mmHg atau diastolik > 120 mmHg) diberi diazoxid 2-5 mg/kgBB iv secara cepat bersama furosemid 2 mg/kgBB iv. Plihan lain, klonidin drip 0,002 mg/kgBB/kali, diulang setiap 4-6 jam atau diberi nifedipin sublingual 0,25-0,5 mg/kgBb dan dapat diulang setiap 4-6 jam bila diperlukan.

Retensi cairan ditangani dengan pembatasan cairan dan natrium. Asupan cairan sebanding dengan invensible water loss (400-500 ml/m2 luas permukaan tubuh/hari ) ditambah setengah atau kurang dari urin yang keluar. Bila berat badan tidak berkurang diberi diuretik seperti furosemid 2mg/ kgBB, 1-2 kali/hari. Pemakaian antibiotik tidak mempengaruhi perjalanan penyakit. Namun, pasien dengan biakan positif harus diberikan antibiotik untuk eradikasi organisme dan mencegah penyebaran ke individu lain. Diberikan antimikroba berupa injeksi benzathine penisilin 50.000 U/kg BB IM atau eritromisin oral 40 mg/kgBB/hari selama 10 hari bila pasien alergi penisilin. Pembatasan bahan makanan tergantung beratnya edem, gagal ginjal, dan hipertensi. Protein tidak perlu dibatasi bila kadar urea kurang dari 75 mg/dL atau 100 mg/dL. Bila terjadi azotemia asupan protein dibatasi 0,5 g/kgBB/hari. Pada edem berat dan bendungan sirkulasi dapat diberikan NaCl 300 mg/hari sedangkan bila edem minimal dan hipertensi ringan diberikan 1-2 g/m2/ hari. Bila disertai oliguria, maka pemberian kalium harus dibatasi.2,12 Anuria dan oliguria yang menetap, terjadi pada 5-10 % anak. Penanganannya sama dengan GGA dengan berbagai penyebab dan jarang menimbulkan kematian.

(5)

VII. PROGNOSIS

Berbagai faktor memegang peran dalam menetapkan prognosis GNAPS antara lain umur saat serangan, derajat berat penyakit, galur streptokukus tertentu, pola serangan sporadik atau epidemik, tingkat penurunan fungsi ginjal dan gambaran histologis glomerulus.Anak kecil mempunyai prognosis lebih baik dibanding anak yang lebih besar atau orang dewasa oleh karena GNAPS pada dewasa sering disertai lesi nekrotik glomerulus.

Perbaikan klinis yang sempurna dan urin yang normal menunjukkan prognosis yang baik. Insiden gangguan fungsi ginjal berkisar 1-30%. Kemungkinan GNAPS menjadi kronik 5-10 %; sekitar 0,5-2% kasus menunjukkan penurunan fungsi ginjal cepat dan progresif dan dalam beberapa minggu atau bulan jatuh ke fase gagal ginjal terminal. Angka kematian pada GNAPS bervariasi antara 0-7 %. Melihat GNAPS masih sering dijumpai pada anak, maka penyakit ini harus dicegah karena berpotensi menyebabkan kerusakan ginjal. Pencegahan dapat berupa perbaikan ekonomi dan lingkungan tempat tinggal, mengontrol dan mengobati infeksi kulit. Pencegahan GNAPS berkontribusi menurunkan insiden penyakit ginjal dan gagal ginjal di kemudian hari

(6)
(7)

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien:

Nama lengkap : An. M

Umur : 10 tahun

Jenis kelamin : perempuan

Alamat : jempong - mataram

MRS : jumat 27 Juli 2012 (13.00 Wita)

I. ANAMNESIS (Selasa 03 Juli, diberi tahu oleh ibu pasien) Keluhan Utama : bengkak pada wajah, tangan dan kaki Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien mengeluhkan demam, batuk pilek sejak 1 minggu yag lalu, demam dirasakan terus menerus. Kejang ketika demam disangkal, berkeringat disangkal, menggigil disangkal. Demam disertai dengan nyeri tenggorokan dan sulit menelan makanan. Setelah demam pasien menurun 5 hari kemudian bengkak mulai muncul di wajah dan keempat tungkai pasien. Bengkak diwajah dan kelopak mata muncul ketika bangun tidur dan perlahan lahan menghilang menjenlang siang harinya. Keluhan ini juga disertai dengan kencing kemerahan seperti cucian daging. Akhir-akhir ini frekuensi dan jumlah BAK pasien menurun, nyeri ketika kencing disangkal, sulit mengeluarkan kencing juga disangkal. Pasien juga mengeluhkan ada nyeri di kedua lutut dan pinggangnya

Riwayat Penyakit Sebelumnya :

Keluhan ini baru pertama kali dirasakan oleh pasien. Riwayat asma (-), riwayat kejang demam (-), riwayat sakit jantung (-)

Riwayat penyakit keluarga

tidak ada anggota keluarga yang memiliki gejala yang sama

Riwayat kehamilan dan persalinan

tidak ada kelaianan selama ibu pasien hamil, rutin kontrol > 3x. Persalinan normal ditolong oleh bidan. Pasien adalah anak ke-5 dari lima bersaudara

(8)

Riwayat nutrisi dan imunisasi :

Pasien telah mendapat ASI ekslusif, 5 imunisasi wajib telah didapatkan oleh pasien. Pasien makan 3 kali sehari, makanan sehari-hari yang dikonsumsi adalah nasi, tempe, tahu, ayam dan ikan.

(9)

II. PEMERIKSAAN FISIK

Status Present

Keadaan umum : Sedang

Kesadaran : CM • Fungsi Vital TD : 150/100 Nadi : 72x/menit RR : 20x/menit Temp : 36,4 CRT : < 3 detik. • Status Gizi

BB/U : dibawah persentil 25 (gizi kurang)

Status Generalis 1. Kepala :

• Bentuk : bulat, rambut normal, Ubun-ubun besar : tertutup. Terdapat oedem pada wajah

• Mata : An -/-, ikt -/-, RP (+), Isokor, miosis (-/-), midriasis (-/-), konjungtivitis (-), Edema palpebra (+/+ )

• Telinga : struktur dan ukuran telinga normal, otorhea (-)

• Hidung : hidung pesek (+), napas cuping hidung (-), rinorhea (-) • Mulut : lidah dan mukosa mulut normal, palatum normal. • Tenggorok : hiperemi (+), tonsil T1-T1

2. Leher :

Pemb. KGB leher (-) submandibula (-), skrofuloderma (-), deviasi trakea (-), peningkatan tekanan vena jugularis (-)

(10)

3. Thorax :

• Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, retraksi subcosta (-), nafas cepat (-), deformitas (-).

• Palpasi : fremitus vokal simetris ki/ka • Perkusi :

Pulmo : sonor pada kedua lapang paru, Cor : Batas atas : Intercostal space 2

Batas bawah : Intercostal space 4-5 Batas kanan : garis parasternal Batas kiri : garis midaxilla sinistra • Auskultasi :

Pulmo : rhonki -/- , wheezing -

/-Cor : S1S2, tunggal, reguler, mur-mur (-), gallop (-)

4. Abdomen :

• Inspeksi : distensi (+), hernia umbilikalis (-), venektasi (-), • Auskultasi : BU (+) normal

• Palpasi : Supel, NT (-), massa (-), Hepar, lien, dan renal sde, undulasi (-) • Perkusi : timpani , pekak beralih (-)

5. Anggota Gerak :

Tungkai Atas Tungkai bawah

Kanan Kiri Kanan Kiri

Akral hangat + + + +

Edema - - + +

Kelainan bentuk - -

-Nyeri tekan / sentuhan - - -

-Kekuatan 5 5 5 5 Refleks fisiologis + + + + Refleks patologis - - - -Pembengkakan sendi - - -Pembesaran KGB Axila Inguinal - - - -- - -6. Kulit :

Ikterus (-), pustula (-), Petekie (-), skrofuloderma (-), tidak ditemukan kelainan kulit lainnya

(11)

7. Urogenital :

Kelainan bawaan : tidak ditemukan kelainan bawaan

8. Vertebrae

Kelainan yang ada : tidak ditemukan kelainan Tanda-tanda fraktur : tidak ditemukan

(12)

laboratorium WBC :8100 /mm3 RBC : 4,74 x 10 6 /mm3 Hb :,4,0 gr% HCT : 33,3 % MCV : 73 MCH : 21,0 MCHC : 28,6 PLT : 364.000 /mm3 Ureum : 38,2 Creatinin : 0,70 Albumin : 2,5 Total kolesterol : 210 Urinalisa Bj : 1,01 pH : 5,0 protein : +3 darah :+4 leukosit : 2-5/lpb eritrosit : banyak/lpb epitel : 3-7/lpb

IV. DIAGNOSIS KERJA

• GNAPS

DD :

• Sindrom nefrotik

(13)

V. RENCANA AWAL Rencana terapi :

• IVFD D5 ¼ NS 8 tpm

• Amoksisilin 3x 300mg

• Nifedipine 3x 5mg

• Prednison tab 5mg 3x3 tab (2 mg/KgBB/hari) per oral

• Furosemid inj. 1x1A (1-2 mg/KgBB/Hari) iv

• Diet protein normal 1,5-2gr/KgBB/hari  32-42 gr/hari

• Diet rendah garam 1-2 gr/KgBB/hari 21-42 gr/hari

Rencana Diagnostik :

• USG Ginjal

• LFT, total protein dan albumin, Elektrolit

(14)

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien didiagnosis dengan sindrom nefrotik relaps. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis sindrom nefrotik berdasarkan anamnesis yang didapatkan bahwa pasien dikeluhkan mengalami bengkak diseluruh tubuh yang berawal dari mata, kemudian pipi, perut dan keempat tungkainya, serta keluhan berulang dimana keluhan yang sama telah dialami ketiga-kalinya . Sedangkan dari pemeriksaan fisik ditemukan edema dikedua kelopak mata, perut dan seluruh tungkainya, keluhan ini disertai nyeri pada lututnya dan ada riwayat kencing berwarna merah. Dari pemeriksaan fisik didapatkan edema anasarka dan distensi perut yang mengarah ke asites. Pada pasien ini tidak didapatkan riwayat nyeri tenggorakan lama dan tekanan darah yang tinggi maupun lesi pada kulit, sehingga dapat disingkirkan diagnosis GNAPS. Dari hasil pemeriksaan total kolesterol didapatkan peningkatan sebesar 502 mg % dan kadar penurunan kadar albumin akan tetapi kadar kreatinin dan ureum masih dalam batas normal.

Pada pasien ini diberikan terapi kortikosteroid, furosemide dan transfusi albumin, kortikosteroid dalam ini diberikan sebagai ajuvant terapi dengan asumsi proses autoimun yang terjadi yang menyebabkan kerusakan glomerolus sehingga terjadi kebocoran protein yang progresif. Furosemid diberikan sebagai diuretik kuat sehingga diharapkan mengurangi kelebihan cairan yang terjadi. Dan transfusi albumin diindikasikan pada pasien ini karena adanya edema yang refrakter walaupun kadar albumin belum dibawah 1 g/dl. Pada pasien ini kami usulkan untuk pemeriksaan urin lengkap dan USG abdomen. Urin lengkap bertujuan untuk mengetahui apakah ada hematuria dan protenuria, sedangkan USG abdomen bertujuan konfirmasi asites yang terjadi dan mencari adanya kelainan organ intraabdomen lainnya.

Pada pasien ini sebaiknya dievaluasi kembali keberhasilan pengobatan dan dipertimbangkan untuk dirujuk ke nefrologi anak karena sudah berulang hingga keempat kalinya, relaps yang sering dan dependen steroid, dan kecurigaan komplikasi ke arah hematuria dan artritis. Hal tersebut telah memenuhi kriteria rujukan menurut standar pelayanan medik IDAI 2010.

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Baehaqi, A., et al., 2005., Faktor Risiko Terjadinya Relaps Tahun Pertama Pada Anak Dengan Sindrom Nefrotik Idiopatik. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia Yogyakarta – Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada / RS Dr. Sardjito Yogyakarta

Sekarwana HN. Rekomendasi mutahir tatalaksana glomerulonefritis akut pasca streptokokus. Dalam: Aditiawati, Bahrun D, Herman E, Prambudi R, penyunting. Buku naskah lengkap simposium nefrologi VIII dan simposium kardiologi V. Ikatan Dokter Anak Indonesia Palembang, 2001. h. 141-62.

Noer MS. Glomer ulonefritis. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2002. h. 345-53.

Gauthier B,Edelmann CM, Barnett HL. Clinical acute glomerulonephritis. Dalam: Nephrology and urology for the pediatrician. Edisi ke-1. Boston: Little Brown & Co,1982. h. 109-22.

Travis LB. Acute post infections glomerulonephritis. Dalam: Rudolph AM, Hoffman JIE, Axelrod S, penyunting. Pediatrics. Edisi ke-18. Connecticut: Appleton & Lange, 1987. h. 1169-71.

Langman CB. Hematuria. Dalam: Stockman III JA, penyunting. Difficult diagnosis in pediatrics.Philadelphia:

Arant Jr BS, Roy III S, Stapleton BF, 1983. Poststreptococal acute glomerulonephritis. In : Kelley VC, ed. Practice of Pediatrics. Volume VIII. New York : harper and Row Publ., 7 : 1.

Cole BR, Madrigal LS, 1999. Acute Proliferative Glomerulonephritis. In Barratt TM, Avner ED, Harmon WE. 4thED. Baltimor, Maryland USA : Lippincott William & Wilkins, 669-689.

(16)
(17)

Referensi

Dokumen terkait

Industri membangun jejaring lini produksi dan unsur penunjangnya di wilayah hulu bahan baku melalui pendirian miniplant, untuk menghasilkan produk semi jadi, baik dilakukan sendiri

Definisi Film Menurut UU 8/1992, adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi

Tujuan : Untuk melakukan login terhadap aplikasi MSC transaksi layanan perbaikan agar bisa melakukan pengoperasian Aplikasi oleh pengguna sesuai dengan level. 2)

• #da juga orang batak sakit karena tarhirim +is $ seorang bapak menjanjikan akan memberi mainan buat anaknya, tetapi janji tersebut tidak ditepati. arena janji tersebut

- Mempunyai capsula articularis yang menutupi daerah medial, lateral dan posterior persendian. - Bagian anterior, ditutupi

M eteorologi mengenal sistem skala dalam melakukan sebuah analisis. Skala global merupakan skala meteorologi yang paling luas. Skala global dapat mempengaruhi fenomena meteorologi

Oleh karena itu bagi lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan vokasi tidak perlu minder dan kemudian mengubah menjadi pendidikan akademik, karena akan

Berdasarkan hal tersebut, maka data yang diperoleh tentang prestasi belajar PAI siswa (variabel Y) dengan jumlah responden sebanyak 25 responden yaitu