• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROBLEMATIKA PENARI TRADISIONAL JAWA YANG TERCERMIN DALAM CERITA BERSAMBUNG KEMBANG TAYUB KARYA WASI JALADARA (Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROBLEMATIKA PENARI TRADISIONAL JAWA YANG TERCERMIN DALAM CERITA BERSAMBUNG KEMBANG TAYUB KARYA WASI JALADARA (Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra)"

Copied!
157
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

YANG TERCERMIN

DALAM CERITA BERSAMBUNG

”KEMBANG TAYUB” KARYA WASI JALADARA

(Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra

Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret

Disusun Oleh : Ratri Noviarni

C0106042

JURUSAN SASTRA DAERAH

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

YANG TERCERMIN

DALAM CERITA BERSAMBUNG

”KEMBANG TAYUB” KARYA WASI JALADARA

(Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra)

Disusun oleh Ratri Noviarni

C0106042

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing I

Drs. Aloysius Indratmo, M. Hum NIP. 19630212 198803 1 002

Pembimbing II

Siti Muslifah, S. S, M. Hum NIP. 19731103 200501 2 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Sastra Daerah

Drs. Supardjo, M.Hum. NIP. 19560921 198601 1 001

(3)

commit to user

YANG TERCERMIN

DALAM CERITA BERSAMBUNG

”KEMBANG TAYUB” KARYA WASI JALADARA

(Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra)

Disusun oleh Ratri Noviarni

C0106042

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Pada Tanggal 15 Juni 2012

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua Drs. Supardjo, M.Hum …………..

NIP. 19560921 198601 1 001

Sekertaris Drs. Christiana D.W, M. Hum ... NIP. 19541016 198103 1 003

Penguji I Drs. Aloysius Indratmo, M. Hum. ………... NIP. 19630212 198803 1 002

Penguji II Siti Muslifah, S. S, M. Hum .………... NIP. 19731103 200501 2 001

Dekan

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Drs. Riyadi Santosa, M. Ed, Ph. D NIP. 19600328 198601 1 001

(4)

commit to user Nama : Ratri Noviarni

NIM : C0106042

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa, skripsi berjudul Problematika Penari Tradisional Jawa yang Tercermin dalam Cerita Bersambung “Kembang Tayub” Karya Wasi Jaladara (Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra) adalah benar-benar karya sendiri, dan bukan plagiat, dan tidak dibuatkan orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda/ kutipan dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, Juni 2012 Yang membuat pernyataan,

(5)

commit to user

 Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (QS. Alam Nasyrah : 5)

 Sesungguhnya Allah SWT tidak membebani suatu kaum melainkan sesuai dengan kemampuannya (QS. Al Baqarah : 286)

 Jadikanlah kesakitanmu menjadi sebuah kekuatan (Penulis)

(6)

commit to user

 Ibu dan Bapakku tercinta, terimakasih untuk setiap do’a, kasih sayang serta dukungan moral dan materiilnya.

 Saudaraku Mbak Dhian, Novi dan Nova, terimakasih untuk semangat dan do’anya.

 Untuk Almamaterku tercinta

(7)

commit to user

Puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Prblematika Penari Tradisional Jawa yang Tercermin dalam Cerita Bersambung Kembang Tayub Karya Wasi Jaladara (Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra)”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna melengkapi gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Segala usaha dan kerja keras yang dilakukan penulis tidak akan berarti tanpa adanya bantuan, motivasi, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada : 1. Drs. Riyadi Santosa, M. Ed, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni

Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, beserta staf yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu dan menyelesaikan skripsi ini.

2. Drs. Supardjo, M.Hum, selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah yang telah memberi dorongan kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi

3. Drs. Aloysius Indratmo, M.Hum, selaku pembimbing pertama dengan kesabarannya telah memberikan bimbingan, saran, dan nasehat demi terwujudnya skripsi ini.

4. Siti Muslifah, S.S, M.Hum, selaku pembimbing kedua atas bimbingan, arahan, dan kesabaran dalam penyusunan skripsi ini.

5. Drs. Yohanes Suwanto, M.Hum, selaku Pembimbing Akademik atas motivasi dan bimbingannya pada masa perkuliahan.

(8)

commit to user dan pengetahuan selama perkuliahan.

7. Bapak Daniel Tito, selaku pengarang cerbung Kembang Tayub yang telah membantu dengan memberikan informasi yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

8. Seluruh Staff Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa serta Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret atas pelayanannya dalam menyediakan buku-buku refrensi yang diperlukan dalam menyusun skripsi ini.

9. Bambang Dwi Utomo, terima kasih untuk kasih sayangnya walaupun dengan cara yang berbeda.

10. Sahabatku Prita, Byarti, Tya, Ezti, Luvi, Anin, Novi, Yosi dan Eko’brut’, terima kasih atas segenap suka duka dan kasih sayang yang kalian berikan di setiap langkahku. Kalian adalah semangatku.

11. Teman – teman angkatan 2006 Sastra Daerah, khususnya untuk Machmud ’ucrut’, Ida, Dora, Wiji, Septi, Wini, Krisna dan Erna, terima kasih untuk kebersamaan, pengertian dan kesabarannya selama ini. Tanpa kalian aku tidak akan bisa seperti ini.

12. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam proses pembuatan skripsi. Penulis dengan segala kerendahan hati menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna, oleh karena kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

Surakarta, Juni 2012 Penulis

(9)

commit to user

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR SINGKATAN... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii.

ABSTRAK ... xiv BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Perumusan Masalah ... 6 C. Tujuan Penelitian ... 6 D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

A. Pendekatan Struktural ... 8

B. Pendekatan Sosiologi Sastra ... 18

C. Sosok Wanita Jawa ... 21

BAB III METODE PENELITIAN... 26

A. Bentuk Penelitian ... 26

(10)

commit to user

1. Teknik Analisis Isi... 27

2. Teknik Wawancara ... 28

D. Teknik Analisis Data... 29

BAB IV PEMBAHASAN... 30

A. Analisis Struktural Cerbung KT ... 30

1. Fakta – Fakta Cerita ... 30

a. Alur... 31

1. Peristiwa Kausal... 31

2. Bagian – Bagian Alur... 66

b. Karakter... 73 1. Klasifikasi... 74 2. Motivasi... 77 3. Karakterisasi... 80 c. Tema... 86 d. Latar... 87 1. Dekor... 88

2. Waktu – Waktu Tertentu... 95

3. Analisis Pengaruh Latar pada Tokoh... 99

4. Analisis Hubungan Latar dan Tema... 100

5. Analisis Atmosfer atau Suasana... 101

2. Sarana – Sarana Cerita... 103

a. Judul... 103

(11)

commit to user

d. Gaya dan Tone... 109

e. Simbolisme... 111

B. Analisis Sosiologi Sastra... 113

1. Sosok Wanita Jawa Menghadapi Problematika Hidup... 114

a. Sebagai Pekerja Seni / Seniwati... 114

b. Sebagai Seorang Anak... 118.

c. Menyikapi Nasib... 119

d. Menyikapi Persoalan Pendamping Hidup ... 121

2. Gambaran Kehidupan Sosial Masyarakat Jawa... 125

a. Kelas Sosial ... 125 b. Kepercayaan Adat... 129 BAB V PENUTUP ... 134 A. Kesimpulan ... 134 B. Saran... 135 DAFTAR PUSTAKA... 136 LAMPIRAN... 138

(12)

commit to user 1. Cerbung : Cerita Bersambung

2. EBTA : Evaluasi Belajar Tahap Akhir 3. Jilu : Siji Telu (Satu Tiga)

4. KT : Kembang Tayub

5. Polsus : Polisi Khusus 6. SD : Sekolah Dasar

7. SMP : Sekolah Menengah Pertama 8. SMA : Sekolah Menengah Atas

(13)

commit to user

Lampiran 1 Sinopsis Cerbung Kembang Tayub Lampiran 2 Daftar Pertanyaan Kepada Pengarang Lampiran 3 Daftar Riwayat Hidup Pengarang Lampiran 4 Data Cerbung Kembang Tayub

(14)

commit to user

Ratri Noviarni. C0106042. 2012. Problematika Penari Tradisional Jawa yang Tercermin dalam Cerita Bersambung Kembang Tayub Karya Wasi Jaladara (Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas

Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah keterkaitan antarunsur dan struktur yang membangun cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara berdasarkan teori strukturalisme Robert Stanton ? (2) Bagaimanakah penggambaran sosok wanita Jawa dalam menghadapi problem hidup dalam cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara ? (3) Bagaimanakah gambaran kehidupan sosial masyarakat Jawa dalam cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara ?

Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan keterkaitan antarunsur dan struktur yang membangun cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara berdasarkan teori strukturalisme Robert Stanton. (2) Mendeskripsikan penggambaran sosok wanita Jawa dalam menghadapi problem hidup dalam cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara. (3) Mendeskripsikan gambaran kehidupan sosial masyarakat Jawa dalam cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara.

Bentuk penelitian ini adalah penelitian sastra. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer, yaitu teks cerbung berbahasa Jawa karya Wasi Jaladara yang berjudul Kembang Tayub. Cerbung ini dimuat dalam majalah Genta no 73 April 2007 sampai dengan no 88 Desember 2007 yang terdiri dari 15 episode. Sumber data sekunder yaitu informan yang dalam hal ini Daniel Tito selaku pengarang cerbung KT. Data yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya data primer yang merupakan data pokok, dalam penelitian ini berupa teks cerbung yang dibangun oleh unsur – unsur instrinsik dalam karya sastra seperti unsur fakta – fakta cerita: alur, karakter, latar, tema, sarana – sarana sastra; judul, ironi, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme serta penggambaran sosok wanita Jawa dan kehidupan sosial masyarakat Jawa dalam cerbung KT. Sedangkan data sekunder yang merupakan data pendukung terdiri dari hasil wawancara dengan pengarang yakni Bapak Daniel Tito, dokumentasi yang berupa foto, serta buku – buku referensi yang menunjang penelitian. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah struktural dan sosiologi sastra. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik analisis isi dan teknik wawancara.

Kesimpulan dari penelitian ini (1) Ditinjau dari segi struktural, cerbung KT menunjukkan kesatuan yang utuh dan sangat erat kaitannya satu sama lain. Unsur struktural yang menekankan fakta – fakta cerita, yang terdiri dari karakter, alur, latar dilengkapi juga dengan tema, sarana – sarana sastra yang mencakup judul, sudut pandang, tone, gaya dan simbolisme. (2) Ditinjau dari analisis sosiologi sastra, penelitian ini dimaksudkan untuk lebih mengetahui sosok wanita, khususnya wanita Jawa yang dalam cerbung ini disimbolkan sebagai seorang penari (ledhek). Kerasnya hidup membuat wanita senantiasa harus selalu kuat, mandiri, tangguh dan bangkit dari keterpurukan. Lebih lanjut penulis mencoba

(15)

commit to user

Jawa di tengah cercaan dan penilaian negatif yang timbul dari masyarakat disekitarnya (3) Cerbung KT merupakan gambaran kehidupan sosial masyarakat Jawa. Meskipun pada masa sekarang sudah sulit ditemukan dalam kehidupan masyarakat. Gambaran yang terdapat pada cerbung ini yakni problem – problem sosial seperti adanya kepercayaan jilu yang dianggap sebagai pantangan dalam pernikahan serta adanya kelas sosial diharapkan dapat berfungsi dan dijadikan sebagai suatu pembelajaran dan pembanding yang berguna bagi masyarakat pembaca.

(16)

commit to user

Ratri Noviarni. C0106042. 2012. Problematika Penari Tradisional Jawa yang Tercermin dalam Cerita Bersambung Kembang Tayub Karya Wasi Jaladara (Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas

Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pêrkawis ingkang dipunrêmbag inggih mênika: (1) Kadospundi rantaman struktur cêrbung KT anggitanipun Wasi Jaladara ? (2) Kadospundi gambaran sosok wanita Jawi ngadhêpi pêrkawis panggêsangan wontên cêrbung KT anggitanipun Wasi Jaladara? (3) Kadospundi gambaran panggêsangan sosial masyarakat Jawi wontên cêrbung KT anggitanipun Wasi Jaladara?

Ancasing panalitèn mênika: (1) Ngandharakên rantaman struktur cêrbung KT anggitanipun Wasi Jaladara? (2) Ngandharakên gambaran sosok wanita Jawi ngadhêpi pêrkawis pagêsangan wontên cêrbung KT anggitanipun Wasi Jaladara ? (3) Ngandharakên gambaran pagêsangan sosial masyarakat Jawi wontên cêrbung KT anggitanipun Wasi Jaladara?

Wujudipun panalitèn mênika panalitèn sastra. Sumber data ingkang kaginakakên kapilah dados kalih, inggih mênika primer kalihan sekunder. Sumber data primer, inggih mênika teks cêrbung basa Jawi KT anggitanipun Daniel Tito ingkang kapacak wontên Majalah Genta angka 73 April 2007 dumugi angka 88 Desember 2007, cacahipun 15 sèri. Sumber data sekunder, inggih mênika informan inggih mênika Daniel Tito minangka panganggit cêrbung KT. Data ingkang kaginakakên ugi kapilah dados kalih, data primer inggih mênika struktur teks cêrbung KT ingkang kabangun saking unsur – unsur instrinsik karya sastra kadosta fakta – fakta cêrita; alur, karaktêr, tema, sarana – sarana sastra; irah - irahan, ironi, sudut pandang, gaya lan tone, simbolisme sarta gambaran sosok wanita Jawi kaliyan pagêsangan sosial masyarakat Jawi ingkang kawontênan ing cêrbung KT. Data sekunder, inggih mênika asil wawancara kalihan panganggit inggih Daniel Tito, dokumentasi ingkang awujud foto sarta buku – buku referensi ingkang jumbuh kalawan panalitèn. Pendekatan ingkang kaginakakên inggih punika struktural kalihan sosiologi sastra. Têknik pangêmpalan data kanthi têknik analisis isi kalihan wawancara.

Asiling panalitèn punika: (1) Cêrbung KT nggadhahi unsur – unsur struktural ambangun cêrbung ingkang kasusun saking fakta – fakta cêrta; alur, karaktêr, latar, tema sarta sarana- sarana sastra kados irah - irahan, sudut pandang, ironi, gaya kalihan tone, simbolisme sami runtut satunggal kalihan satunggalipun satêmah ndhapuk carita kanthi wutuh. (2) Saking sêgi sosiologi sastra panalitên mênika kangge mangêrtosi sosok wanita, utaminipun wanita Jawi ingkang wontên cêrbung mênika kasimbolakên dados penari tayub (ledhek). Awrating panggêsangan andamêl wanita kêdah kiyat kalihan siap. Kajawi mênika panaliti nyobi ngungkapakên sêmangat, botên gampil nyêrah sarta kasabaranipun para wanita Jawi ingkang sami nyemamah, ngina, lan paring pambiji awon saking masyarakat sakupêngipun (3) Cêrbung KT nggambarakên panggêsangan sosial masyarakat Jawi. Sanadyan ing jaman sakmênika arang kapranggul ing masyarakat. Gambaran ing cêrbung KT inggih mênika wontênipun

(17)

commit to user

kaanggêp pantangan ing palakrama sarta kawontênanipun kelas sosial. Mugi - mugi skripsi mênika sagêd migunani tumrap masyarakat lan sagêd dipundadosakên kangge sumbêr pasinaon kalihan pambanding, utaminipun tumrap para pamaos.

(18)

commit to user

Ratri Noviarni. C0106042. 2012. Problematika Penari Tradisional Jawa yang Tercermin dalam Cerita Bersambung Kembang Tayub by Wasi Jaladara (Sociology of Literature Analysis). Thesis: Jurusan Sastra Daerah Faculty of

Letters and Fine Arts Sebelas Maret University of Surakarta. .

Problems discussed in this study were (1) What are the links and the structure of the building cerbung entitled Kembang Tayub by Wasi Jaladara on the theory of structuralism Robert Stanton? (2) How do depictions of women in dealing with problems of Java in the life work of cerbung entitled Kembang Tayub by Wasi Jaladara? (3) How does the Java community an overview of social life in the work of cerbung entitled Kembang Tayub by Wasi Jaladara?

The purpose of this study were (1) Describe the relationship and structure of the building cerbung entitled Kembang Tayub by Wasi Jaladara on the theory of structuralism Robert Stanton. (2) Describing the depictions of women in dealing with problems of Java in the life work of cerbung entitled Kembang Tayub by Wasi Jaladara. (3) Describe the picture of the social life of the Java community in the work of cerbung entitled Kembang Tayub by Wasi Jaladara.

Form of research is the study of literature. Source of data used in this study were divided into two primary data sources and secondary data sources. Primary data source, is text language Java cerbung entitled Kembang Tayub by Wasi Jaladara. Cerbung is published in the Genta magazine no 73 April 2007 until December 2007 No. 88 of 15 episodes. Secondary data sources are informants in this case as the author of Daniel Tito cerbung KT. The data used in this study include the primary data is the data subject, in this study a text cerbung built by element - element in literature as intrinsic elements of fact - the fact the story: plot, character, setting, theme, means - means of literature ; title, irony, point of view, style and tone, symbolism and depictions of women of Java and the Java community's social life cerbung KT. While the secondary data which is composed of supporting data from interviews with the author that Mr. Daniel Tito, the documentation in the form of images, and books - reference books that support the research. The approach used in this study is the structural and sociological literature. Data collection techniques using the technique of content analysis and interview techniques

The conclusion from this study (1) In terms of structural, cerbung KT shows unified whole and is closely related to each other. Structural elements which emphasize the fact - the fact the story, which consists of the characters, plot, setting equipped with the theme, the means - the means of literature that includes the title, the point of view, tone, style and symbolism. (2) Judging from the analysis of the sociology of literature, this study intended to better know the figures of women, especially women in cerbung Java is symbolized as a dancer (ledhek). The harshness of life to make women always have to always be strong and ready. Furthermore, the author tries to reveal the spirit, never give up and the patience of a Javanese woman in the middle of accusations and negative judgments arising from the surrounding communities (3) Cerbung KT is a picture of the social life of the Java community. Although at the present is hard to find in people's lives. Picture contained on this cerbung the problems - social problems

(19)

commit to user

social class and be expected to serve as a learning and a useful comparison for the reader.

(20)

Problematika Penari Tradisional Jawa yang Tercermin dalam Cerita Bersambung Kembang Tayub Karya Wasi Jaladara

(Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra).

Ratri Noviarni1

Drs. Aloysius Indratmo, M. Hum2 Siti Muslifah, S. S, M. Hum3

ABSTRAK

2012. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah keterkaitan antarunsur dan struktur yang membangun cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara berdasarkan teori strukturalisme Robert Stanton ? (2) Bagaimanakah penggambaran sosok wanita Jawa dalam menghadapi problem hidup dalam cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara ? (3) Bagaimanakah gambaran kehidupan sosial masyarakat Jawa dalam cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara ?

Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan keterkaitan antarunsur dan struktur yang membangun cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara berdasarkan teori strukturalisme Robert Stanton. (2) Mendeskripsikan penggambaran sosok wanita Jawa dalam menghadapi problem hidup dalam cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara. (3) Mendeskripsikan gambaran kehidupan sosial masyarakat Jawa dalam cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara.

Bentuk penelitian ini adalah penelitian sastra. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer, yaitu teks cerbung berbahasa Jawa karya Wasi Jaladara yang berjudul Kembang Tayub. Cerbung ini dimuat dalam majalah Genta no 73 April 2007 sampai dengan no 88 Desember 2007 yang terdiri dari 15 episode.

1 Mahasiswa Jurusan Sastra Daerah Dengan NIM. C0106042

2 Dosen Pembimbing I

3

Dosen Pembimbing II

Sumber data sekunder yaitu informan yang dalam hal ini Daniel Tito selaku pengarang cerbung KT. Data yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya data primer yang merupakan data pokok, dalam penelitian ini berupa teks cerbung yang dibangun oleh unsur – unsur instrinsik dalam karya sastra seperti unsur fakta – fakta cerita: alur, karakter, latar, tema, sarana – sarana sastra; judul, ironi, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme serta penggambaran sosok wanita Jawa dan kehidupan sosial masyarakat Jawa dalam cerbung KT. Sedangkan data sekunder yang merupakan data pendukung terdiri dari hasil wawancara dengan pengarang yakni Bapak Daniel Tito, dokumentasi yang berupa foto, serta buku – buku referensi yang menunjang penelitian. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah struktural dan sosiologi sastra. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik analisis isi dan teknik wawancara.

Kesimpulan dari penelitian ini (1) Ditinjau dari segi struktural, cerbung KT menunjukkan kesatuan yang utuh dan sangat erat kaitannya satu sama lain. Unsur struktural yang menekankan fakta – fakta cerita, yang terdiri dari karakter, alur, latar dilengkapi juga dengan tema, sarana – sarana sastra yang mencakup judul, sudut pandang, tone, gaya dan simbolisme. (2) Ditinjau dari analisis sosiologi sastra, penelitian ini dimaksudkan untuk lebih mengetahui sosok wanita, khususnya wanita Jawa yang dalam cerbung ini disimbolkan sebagai seorang penari (ledhek). Kerasnya hidup membuat wanita senantiasa harus selalu kuat, mandiri, tangguh dan bangkit dari keterpurukan. Lebih lanjut penulis mencoba mengungkap semangat, pantang menyerah serta kesabaran dari seorang wanita Jawa di tengah cercaan dan penilaian negatif yang timbul dari masyarakat disekitarnya (3) Cerbung KT merupakan gambaran kehidupan sosial masyarakat Jawa. Meskipun pada masa sekarang sudah sulit ditemukan dalam kehidupan masyarakat. Gambaran yang terdapat pada cerbung ini yakni problem – problem sosial seperti adanya kepercayaan jilu yang dianggap sebagai pantangan dalam pernikahan serta adanya kelas sosial diharapkan dapat berfungsi dan dijadikan sebagai suatu pembelajaran dan pembanding yang berguna bagi masyarakat pembaca.

(21)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karya sastra mempunyai tiga komponen yang saling berhubungan atau terkait, yaitu pengarang, pembaca atau masyarakat penikmatnya, dan karya sastra itu sendiri. Pengarang mengungkapkan ide-ide, permasalahan dan amanat atau pesan-pesan moral yang ingin disampaikan kepada pembaca atau masyarakatnya melalui karya sastra tersebut. Permasalahan–permasalahan atau konflik yang ada dalam karya sastra sering mengangkat permasalahan-permasalahan sosial yang terdapat dalam realitas kehidupan masyarakat. Permasalahan tersebut disajikan melalui jalan cerita dan tokoh-tokohnya dengan daya kreativitas dan imajinasi pengarang, meskipun tokoh dalam suatu cerita merupakan rekaan, namun bukan semata-mata rekaan, melainkan lebih sebagai replika dari sebuah kehidupan yang nyata. Di dalam sebuah karya sastra akan tercermin pula ajaran-ajaran moral melalui amanat, gagasan pengarang maupun latar belakang sosial yang mendasari penciptaan karya tersebut.

Karya sastra terutama karya sastra Jawa merupakan bagian dari kesusastraan Nusantara. Pada perkembangannya karya sastra Jawa mengalami masa – masa pasang surut dalam dunia kesusastraan bersamaan dengan sastra Indonesia. Semakin banyaknya peminat bidang sastra Jawa sekarang ini menunjukkan bahwa sastra Jawa layak dan bahkan cukup berharga untuk diteliti. Dalam kesusastraan Jawa baik lisan maupun tulis banyak terkandung nilai – nilai

(22)

commit to user

yang sangat berharga berupa petuah, nasihat, dan ajaran – ajaran moral bagi kehidupan masyarakat saat ini. Karya sastra Jawa, bukan hanya merupakan curahan perasaan dan hasil imajinasi pengarang saja, namun karya sastra Jawa juga merupakan refleksi kehidupan yaitu pantulan respon pengarang dalam menanggapi problem kehidupan yang diolah secara estetis melalui kreativitas penulisnya. Tujuannya adalah untuk menghibur dengan cara menyajikan keindahan dan memberi makna kehidupan bagi masyarakat luas dan tidak hanya terbatas pada masyarakat Jawa.

Cerita bersambung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara merupakan bentuk sastra Jawa modern. Dilihat dari judulnya Kembang Tayub dapat diartikan berdasarkan penggalan kata, yakni kata Kembang yang diartikan sebagai bunga, dan Tayub merupakan salah satu kesenian tradisional. Arti tersebut dapat diartikan dan disatukan menjadi Bunga dari Tayub, yakni seseorang yang dianggap sebagai bunga atau orang yang paling bersinar dan dapat dikatakan pula sebagai super star pada kesenian Tayub.

Cerita bersambung Kembang Tayub merupakan cerita yang berkaitan dengan seorang wanita. Dalam cerita tersebut memuat tentang perjuangan wanita yang memperjuangkan dirinya dari berbagai permasalahan yang dihadapinya hingga akhirnya mencapai kesuksesan baik dalam hal karir, keluarga, percintaan dan sesuatu yang berada di sekitarnya. Hal tersebut tercermin pada tokoh utama dalam cerbung Kembang Tayub ini, yakni Juminten atau biasa dipanggil dengan Jinten. Ia adalah seorang ledhek tayub yang sangat ternama di wilayahnya. Dengan latar belakang keluarga yang sederhana, tidak menjadikan ia sombong

(23)

commit to user

dengan kesuksesannya tersebut. Semua itu didapat tidak dengan cuma – cuma melainkan dengan kerja keras. Di tengah – tengah persepsi negatif tentang profesi ledhek tayub, Jinten tetap bertahan pada profesi yang ia jalani. Justru ia malah berusaha mematahkan anggapan negatif yang telah merebak di masyarakat selama ini. Ia ingin membuktikan bahwa tidak semua wanita khususnya ledhek bisa dibeli dengan uang. Semua kekayaan dan kesusksesan yang dimiliki Jinten sekarang ini adalah hasil jerih payahnya sendiri. Walaupun tidak dipungkiri jika banyak orang kaya yang ingin meminang dirinya, namun ada juga yang ingin memanfaatkan ia hanya untuk kesenangan semata.

Cobaan yang diterima oleh Jinten tidak hanya sampai di situ saja, namun ternyata dengan profesi ledhek ini, dalam hal percintaan ia juga mengalami suatu kesulitan. Hal itu disebabkan kembali oleh persepsi negatif dari profesi ledhek. Ketika ia sudah menemukan pasangan hidup, ternyata ia kembali dipisahkan oleh maut dalam sebuah kecelakaan. Tidak hanya merenggut nyawa calon suaminya tetapi juga menyebabkan Jinten menjadi cacat permanen. Dalam ketidaksempurnaan fisiknya dan juga ditambah dengan masalah lain, Jinten sempat merasa putus asa. Semangatnya untuk menjadi wanita kuat, mandiri dan tangguh, menjadikan Jinten sanggup untuk bangkit kembali dan pada akhirnya ia mendapatkan semua yang ia inginkan. Cintanya, karirnya, keluarga yang bahagia dan hidup yang berkecukupan.

Pada intinya hati setiap wanita pastilah mempunyai hasrat untuk hidup berdampingan di dalam masyarakat, keluarga dan ingin hidup berdampingan dengan orang yang berbeda jenis dan juga hidup menjalin persaudaraan.

(24)

commit to user

Wanita mempunyai jiwa yang ulet, trampil dan lebih cekatan daripada laki – laki. Kondisi kehidupan wanita saat ini lebih mempunyai hasrat untuk maju, wanita lebih ingin dianggap sama posisinya dengan para laki – laki. Citra wanita bisa dikatakan lebih indah bila dibandingkan dengan laki – laki. Para sastrawan mencitrakan wanita sebagai sosok yang penuh kelembutan, kesetiaan, susila, rendah hati, pemaaf dan penuh pengabdian. Dalam Wiracarita dan Kakawin tampak jelas bahwa pencitraan wanita cenderung merujuk sebagai sosok yang cantik dan pandai yang menjadi pujaan (Suwardi Endraswara, 2003 : 144)

Uraian cerita di atas sedikit banyak menggambarkan permasalahan yang terdapat dalam cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara. Pada intinya cerbung ini ingin mengungkapkan sosok wanita dalam menghadapi permasalahan yang dihadapinya. Ledhek1 merupakan salah satu contoh atau simbol sosok wanita yang mungkin selama ini dianggap rendah dalam masyarakat. Kehidupannya di dalam masyarakat pun sosok wanita yang berprofesi sebagai Ledhek seperti dikucilkan. Mereka dianggap mempunyai status sosial yang rendah. Seiring perkembangan zaman persepsi negatif yang melekat pada sosok wanita yang berprofesi sebagai ledhek sedikit demi sedikit mulai terkikis. Bahkan sosok wanita yang berprofesi sebagai ledhek kini mulai disejajarkan dengan sosok wanita pada umumnya. Hal itu tentunya juga tidak lepas dari sifat tangguh, tidak mudah putus asa dan mandiri yang dimiliki oleh seorang wanita.

Alasan yang menjadi dasar dipilihnya cerita bersambung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara untuk dikaji adalah, (1) Dari segi isi cerbung Kembang Tayub

1

(25)

commit to user

ini menampilkan sosok wanita yang sesuai dengan semangat zaman. Wanita yang diprofilkan dalam cerbung ini adalah sosok wanita yang tidak mudah putus asa, memiliki sikap yang mandiri dan mau berjuang melawan problematika yang terjadi dalam masyarakat. Hal ini sangat baik untuk dijadikan contoh bagi para wanita, agar dalam kehidupan bermasyarakat wanita tidak dikatakan lemah ataupun rendah lagi. Permasalahan yang ada dalam cerbung ini sangat kompleks dan mengandung nilai ajaran yang tinggi serta dapat menjadi tuntunan bagi pembaca dan masyarakat luas. Konflik dalam cebung ini bisa saja terjadi dalam masyarakat sekarang. Dalam cerbung ini banyak sekali pelajaran-pelajaran moral yang terkandung sehingga membuat cerita semakin menarik. Maka dari itu cerbung ini nantinya akan diteliti secara sosiologi sastra. (2) Dari segi pengarang Daniel Tito merupakan pengarang yang masih produktif. Sampai sekarang beliau masih aktif menulis. Banyak karyanya yang berupa cerpen, novelet, artikel, resensi, puisi yang dimuat dalam koran dan majalah. Sedangkan tulisan berbahasa Jawa beliau juga sering dimuat dalam majalah berbahasa Jawa Jaya Baya, Panjebar Semangat, dan Mekar Sari. Hasil karyanya yang sudah pernah dikaji adalah Novel Lintang Panjerina dengan judul “Aspek Penokohan dalam Novel Lintang Panjerina Karya Daniel Tito (Tinjauan Psikologi Sastra)” yang diteliti oleh Marwan W.A (C0100034), sedangkan yang baru saja diterbitkan adalah Panggung Sandiwara (antologi cerkak), Tangga Kamar (antologi cerkak) dan cerbung Kembang Tayub.

Penelitian ini mengambil judul “Problematika Penari Tradisional Jawa yang Tercermin dalam Cerita Bersambung Kembang Tayub Karya Wasi Jaladara”

(26)

commit to user

(Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra). Penelitian ini dimulai dengan sebuah kajian struktural yang kemudian dilanjutkan dengan kajian sosiologi sastra yang menganalisis tentang cerminan sosok wanita Jawa dalam menghadapi problematika sosial yang banyak terjadi dalam masyarakat.

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah diperlukan agar sebuah penelitian tidak meluas dari apa yang seharusnya dibahas dan lebih terfokus. Permasalahan itu nantinya akan diteliti untuk mencari pemecahan masalah. Perumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah keterkaitan antarunsur dan struktur yang membangun cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara berdasarkan teori strukturalisme Robert Stanton ?

2. Bagaimanakah penggambaran sosok wanita Jawa dalam menghadapi problem hidup dalam cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara ? 3. Bagaimanakah gambaran kehidupan sosial masyarakat Jawa dalam

cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara?

C. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan keterkaitan antarunsur dan struktur yang membangun cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara berdasarkan teori strukturalisme Robert Stanton..

2. Mendeskripsikan penggambaran sosok wanita Jawa dalam menghadapi problem hidup dalam cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara.

(27)

commit to user

3. Mendeskripsikan gambaran kehidupan sosial masyarakat Jawa dalam cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian terhadap cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara ini diharapkan secara teoritis dapat menambah wawasan mengenai isi, pengetahuan tentang sastra Jawa, terutama dalam struktur dan perspektif sosiologi sastra.

2. Manfaat Praktis

1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah penelitian sastra 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk

penelitian selanjutnya.

3. Hasil penelitian diharapkan ini dapat dimanfaatkan oleh pengarang muda sebagai pengayaan tentang penulisan karya sastra.

4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh guru bahasa dan sastra Jawa dalam hal menambah materi pelajaran.

(28)

commit to user

8

BAB II

LANDASAN TEORI

a. Pendekatan Struktural

Pendekatan struktural dapat juga dinamakan sebagai pendekatan objektif. Analisis struktural karya sastra, yang dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan atas unsur instrinsik fiksi yang bersangkutan. Analisis struktural pada dasarnya bertujuan untuk memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antarberbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah kemenyeluruhan (wholeness). Analisis strukturalnya tak cukup dilakukan hanya sekedar mendata unsur tertentu sebuah karya fiksi, yang lebih penting adalah menunjukkan bagaimana hubungan antar unsur itu, dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai (Burhan Nurgiyantoro, 2007: 37)

Secara definitif strukturalisme berarti paham mengenai unsur – unsur, yaitu struktur itu sendiri dengan mekanisme antarhubungannya, di satu pihak antarhubungan unsur yang satu dengan unsur (unsur) yang lain. Strukturalisme juga memberikan pemahaman terhadap analisis unsur – unsur karya sastra. Setiap karya sastra baik karya sastra dengan jenis yang sama maupun berbeda memiliki unsur – unsur yang berbeda. Dalam hubungan inilah karya sastra dikatakan sebagai memiliki ciri – ciri yang khas, otonom, tidak bisa digeneralisasikan. Setiap penilaian akan memberikan hasil yang berbeda. Meskipun demikian perlu

(29)

dikemukakan unsur – unsur pokok yang terkandung dalam ketiga jenis karya sastra, yaitu : prosa, puisi dan drama. Unsur - unsur prosa di antaranya : tema, peristiwa atau kejadian, latar atau setting, penokohan atau perwatakan, alur atau plot, sudut pandang dan gaya bahasa (Nyoman Kutha Ratna, 2009: 91 – 93)

Sementara itu menurut Robert Stanton (2007: 23) ada tiga tataran yang harus dilihat dalam menganalisis struktur sebuah karya sastra (fiksi). Tiga tataran itu ialah pertama, tataran fakta – fakta cerita (the fact of story), yang dimaksud dengan fakta – fakta cerita yaitu meliputi unsur plot, penokohan dan latar. Unsur – unsur yang terjalin sangat erat dan membentuk struktur faktual (the factual structure). Tataran kedua, yaitu tataran makna sentral (central meaning) atau yang lebih dikenal dengan istilah tema. Tampilnya makna sentral atau tema didukung oleh tataran yang pertama, yakni struktur faktual cerita yang di dalamnya terdapat plot, penokohan dan latar. Interpretasi terhadap tema sebuah karya sastra harus didasarkan atas fakta – fakta yang ada dalam cerita itu sendiri. Tataran ketiga, yaitu tataran sarana kesastraan (literary devices), yang dimaksud dengan sarana kesastraan ialah cara – cara yang digunakan oleh pengarang untuk menyeleksi dan menyusun detil – detil sebuah cerita sehingga membentuk pola – pola yang bermakna. Adapun tujuannya agar memungkinkan bagi para pembaca untuk dapat melihat fakta – fakta (cerita) melalui pandangan pengarangnya,untuk melihat apakah makna fakta – fakta (cerita) itu, dan untuk sarana melihat pengalaman yang diimajinasikan oleh pengarang itu. Adapun sarana kesastraan yang penting, antara lain ialah judul, point of view, style dan tone atau gaya ekspresi pengarang, dan ironi

(30)

Perlu dijelaskan lebih lanjut di sini mengenai pengertian style, tone dan ironi tersebut. Menurut Robert Stanton (2007: 61 – 63), yang dimaksud dengan gaya dan tone ialah hal – hal yang berhubungan dengan penggunaan bahasa oleh pengarang. Jadi semacam gaya ekspresi pengarang. Barangkali ada dua macam pengarang yang sama – sama menggunakan plot, karakter dan setting, akan tetapi akan menghasilkan dua cerita yang berbeda, sebab bahasa kedua pengarang itu berbeda dalam kompleksitasnya, ritmenya, panjang kalimatnya, kehalusan dan ketajamannya, kekonkritannya, dan berbeda pula dalam imaji – imaji dan metafor – metafornya. Kesenuanya berbaur manjadi satu yang utuh dan menentukan kualitas suatu cerita serta membentuk gaya atau style. Sedangkan tone adalah sesuatu yang dekat hubungannya dengan gaya tadi, yaitu sikap emosional pengarang seperi yang tampak di dalam cerita ; misalnya bersikap menghibur, romantik, ironik, misterius, bijaksana, pemimpi, atau bersemangat. Kemudian mengenai ironi, yaitu sesuatu yang berlawanan dengan apa yang telah diduga sebelumnya. Ada dua jenis ironi yang biasa ditemukan dalam fiksi, yaitu dramatik ironi dan ironic tone atau sikap emosional yang ironis. Dramatik ironi merupakan ironi dari plot atau situasi yang dasarnya tergantung pada beberapa kontras diametrik di antara apa yang diharapkan dengan apa yang sebenarnya terjadi. Ironic tone yaitu ironi verbal, muncul ketika seseorang menghubungkan maknanya dengan ekspresi berlawanan itu. Jadi ironic tone berhubungan dengan pernyataan atau ungkapan seorang tokoh cerita yang merespon kejadian yang berlawanan (dramatik ironi). Demikianlah tambahan penjelasan mengenai

(31)

commit to user

beberapa aspek dari tataran ketiga (literary devices) tersebut merupakan tataran yang menentukan estetika dan keunikan sebuah karya sastra.

1. Fakta – Fakta Cerita a. Alur

Secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa – peristiwa dalam sebuah cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa – peristiwa yang terhubung secara kausal saja. Peristiwa kausal merupakan peristiwa yang menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat dabaikan karena aka berpengaruh pada keseluruhan karya. Peristiwa kausal tidak terbatas pada hal – hal yang fisik saja seperti ujaran atau tindakan, tetapi juga mencakup perubahan sikap, karakter, kilasan – kilasan pandangannya, keputusan – keputusannya dan segala yang menjadi variabel pengubah dalam dirinya.

Alur merupakan tulang punggung cerita. Sebuah cerita tidak akan pernah seutuhnya dimengerti tanpa adanya pemahaman terhadap peristiwa – peristiwa yang mempertautkan alur, hubungan kausalitas, dan keberpengaruhannya. Sama halnya dengan elemen – elemen lain, alur memiliki hukum – hukum sendiri ; alur hendaknya memiliki bagian awal, tengah dan akhir yang nyata, meyakinkan dan logis, dapat menciptakan bermacam kejutan dan memunculkan sekaligus mengakhiri ketegangan. Alur mengalr karena mampu merangsang berbagai pertanyaan di dalam benak pembaca (terkait keingintahuan, harapan, maupun rasa takut). Jadi pandangan kita terhadap sebuah cerita sedikit banyak bergantung pada

(32)

commit to user

pertanyaan yang disodorkan oleh cerita ataukah perhatian kita yang salah tempat. Sebagian dari kita lupa bahwa kekacauan dan ketidaksinkronan sebuah cerita (kita beranggapan bahwa tidak ada sesuatu terjadi di dalam cerita tersebut) berpangkal pada kekeliruan kita sendiri ketika membaca. Pertanyaan – pertanyaan yang paling efektif adalah pertanyaan – pertanyaan yang tampaknya tidak akan pernah sepenuhnya terjawab.

Dua elemen dasar yang membangun alur adalah konflik dan klimaks. Setiap karya fiksi setidak – tidaknya memiliki konflik internal (yang tampak jelas) yang hadir melalui hasrat dua orang karakter atau mengandung lebih dari satu konflik kekuatan, tetapi hanya konflik utamalah yang dapat merangkum seluruh peristiwa yang terjadi dalam alur. Konflik utama selalu terikat teramat intim dengan tema cerita ; dua hal ini bahkan bisa sangat identik. Sedangkan klimaks adalah saat ketika konflik terasa sangat intens. Sehingga ending tidak dapat dihindari lagi (Robert Stanton, 2007: 26 – 33)

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa alur adalah rentetan peristiwa yang terjadi dalam sebuah cerita, yang berkaitan dan dialami oleh para tokoh.

b. Karakter

Sebagian besar tokoh – tokoh karya fiksi adalah tokoh rekaan. Kendati berupa rekaan atau hanya imajinasi pengarang, masalah penokohan merupakan satu bagian penting dalam membangun sebuah cerita. Tokoh – tokoh tersebut tidak saja berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan untuk

(33)

commit to user

terutama psiko-analisa, merupakan pula salah satu alas an pentingnya peranan tokoh cerita sebagai bagian yang ditonjolkan oleh pengarang

Menurut Robert Stanton (2007: 33 - 34) terma ’karakter’ biasanya dipakai dalam dua konteks. Konteks pertama, karakter merujuk pada individu – individu yang muncul dalam dalam cerita. Konteks kedua, karakter merujuk pada percampuran dari dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi dan prinsip moral dari individu – individu tersebut seperti yang tampak implisit. Dalam sebagian besar cerita dapat ditemukan satu karakter utama yaitu karakter yang terkait

dengan semua peristiwa yang berlangsung dalam cerita. Biasanya, peristiwa – peristiwa ini menimbulkan perubahan pada diri sang karakter atau

pada sikap kita terhadap karakter tersebut.

Setiap pengarang ingin agar kita memahami setiap karakter dan motivasi dalam karyanya dengan benar. Selain itu bukti bahkan dapat dilakukan dari penafsiran terhadap nama – nama karakter. Bukti lain yang tidak kalah penting adalah deskripsi eksplisit dan komentar pengarang tentang karakter yang bersangkutan

c. Latar

Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa – peristiwa yang berlangsung. Latar dapat berwujud dekor, latar juga dapat berwujud waktu – waktu tertentu (hari, bulan, dan tahun)., cuaca atau satu periode sejarah. Meski tidak langsung merangkum sang karakter utama, latar dapat merangkum orang – orang yang

(34)

commit to user

memiliki daya untuk memunculkan tone dan mood emosional yang melingkupi sang karakter. Tone emosional ini disebut dengan istlah ’atmosfer’. Atmosfer bisa jadi merupakan cermin yang merefleksikan suasana jiwa sang karakter atau sebagai salah satu bagian dunia yang berada diluar diri sang karakter. Agar perilaku sang karakter atau orang – orang di luar dirinya dapat sepenuhnya dimengerti, diperlukan pengamatan mendalam terhadap dua kemungkinan diatas. (Robert Stanton, 2007 : 35 – 36)

Dari penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa setting merupakan keseluruhan lingkungan di mana peristiwa dalam satu cerita fiksi terjadi, baik lingkungan tempat, waktu, maupun sosial.

d. Tema

Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan ’makna’ dalam pengalaman manusia. Tema merupakan pernyataan generalisasi. Sama seperti makna pengalaman manusia, tema menyorot dan mengacu pada aspek – aspek kehidupan sehingga nantinya akan ada nilai – nilai tertentu yang melingkupi cerita. Tema membuat cerita lebih terfokus, menyatu, mengenai dan berdampak bagian awal dan akhir cerita akan menjadi pas, sesuai dan memuaskan berkat keberadaan tema. Tema merupakan elemen yang relevan dengan setiap peristiwa dan detail sebuah cerita. Tema (dalam cerita) memiliki kesamaan dengan apa yang di atas disebut sebagai ’filosofi’, sedangkan struktur faktual mirip dengan kenyataan yang dialami oleh si manusia. Tema meberi koherensi dan makna pada fakta – fakta cerita. Cara paling efektif untuk mengenali tema sebuah karya

(35)

aspek cerita turut mendukung kehadiran tema. Oleh karena itu, pengamatan harus dilakukan pada semua hal seperti peristiwa – peristiwa, karakter – karakter atau bahkan objek – objek yang sekilas tampak tidak relevan dengan alur utama. Jika relevansi hal – hal tersebut dengan alur dapat dikenali, keseluruhan cerita akan terbentang gamblang (Robert Stanton, 2007: 36 - 43).

Suatu cerita yang baik dan berbobot terbentuk karena ada tema / topik yang dibicarakan. Dalam menulis cerita, pengarang tidak hanya sekedar bercerita tetapi juga ingin mengatakan sesuatu kepada pembaca. Sesuatu tersebut dapat mengenai masalah kehidupan atau komentar tentang hidup, seperti percintaan, kesedihan, ketakutan, spiritual dan sebagainya.

2. Sarana – Sarana Sastra a. Judul

Kita mengira bahwa judul selalu relevan terhadap karya yang diampunya sehingga keduanya membentuk satu kesatuan. Pendapat ini dapat diterima ketika judul mengacu pada sang karakter utama atau satu latar tertentu. Akan tetapi, penting bagi kita untuk selalu waspada bila judul tersebut mengacu pada satu detail yang tidak menonjol. Judul semacam ini acap (terutama sekali dalam cerpen) menjadi petunjuk makna cerita bersangkutan (Robert Stanton, 2007: 51).

b. Sudut Pandang

Pemikiran dan emosi para karakter hanya dapat diketahui melalui berbagai tindakan yang mereka lakukan. Pendeknya, kita memiliki posisi yang berbeda, memiliki hubungan yang berbeda dengan tiap peristiwa dalam tiap cerita: di

(36)

commit to user

dalam atau di luar satu karakter, menyatu atau terpisah secara emosional. Posisi ini, pusat kesadaran tempat kita dapat memahami setiap peristiwa dalam cerita, dinamakan sudut pandang. Tempat dan sifat sudut pandang tidak muncul semerta – merta.

Dari sisi tujuan, sudut pandang terbagi menjadi empat tipe utama; (1) Pada orang pertama–utama, sang karakter utama bercerita dengan kata – katanya sendiri (2) Pada orang pertama-sampingan, cerita dituturkan oleh satu kerakter bukan utama (sampingan) (3) Pada orang ketiga-terbatas, pengarang mengacu pada semua karakter dan memposisikannya sebagai orang ketiga tetapi hanya menggambarkan apa yang dilihat, di dengar dan dipikirkan oleh satu orang karakter saja (4) Pada orang ketiga-tidak terbatas, pengarang mengacu pada setiap karakter dan memposisikannya sebagai orang ketiga. Pengarang juga dapat membuat beberapa karakter melihat, mendengar atau berpikir atau saat ketika tidak ada satu karakter pun hadir.

Terkadang sudut pandang digambarkan melalui dua cara yaitu subjektif dan objektif. Dikatakan subjektif ketika pengarang langsung menilai atau menafsirkan karakter. Bila karya dimaksudkan untuk menjadi sangat objektif, pengarang bahkan akan menghindari usaha menampakkan gagasan – gagasan dan emosi – emosi. Dengan demikian, pembaca harus memutuskan segalanya dari fakta – fakta tanpa bantuan siapapun. Objektivitas lebih merupakan upaya untuk menampilkan, mengetengahkan, dan menunjukkan sebuah situasi sedangkan subjetivitas tidak lebih sekedar memberi tahu (Robert Stanton, 2007: 53 – 56).

(37)

c. Ironi

Secara umum, ironi dimaksudkan sebagai cara untuk menunjukkan bahwa sesuatu berlawanan dengan apa yang telah diduga sebelumnya. Ironi dapat ditemukan dalam hampir semua cerita. Dalam dunia fiksi, ada dua jenis ironi yang dikenal luas yaitu ironi dramatis dan tone ironis.

Ironi dramatis atau ironi alur dan situasi biasanya muncul melalui kontras diametris antara penampilan dan realitas, antara maksud dan tujuan seorang karakter dengan hasilnya, atau antara harapan dengan apa yang sebenarnya terjadi. Tone ironis atau ironi verbal digunakan untuk menyebut cara berekpresi yang mengungkapkan makna dengan cara berkebalikan.

Satu – satunya cara untuk mengetahui keberadaan ironi dan menafsirkannya adalah dengan membaca cerita berulang kali dengan teliti dan hati – hati (Robert Stanton, 2007: 71 – 73).

d. Gaya dan Tone

Gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Untuk meningkatkan pengetahuan tentang gaya, kita harus membaca banyak cerita dari berbagai pengarang. Disamping itu kita hendaknya membaca berbagai cerita dari seorang pengarang.

Satu elemen yang amat terkait dengan gaya adalah tone. Tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita. Tone bisa menampak dalam berbagai wujud, baik yang ringan, romantis, ironis, misterius, senyap, bagai mimpi, atau penuh perasaan. Ketika seorang pengarang mampu berbagi perasaan

(38)

commit to user

dengan sang karakter dan ketika perasaan itu tercermin pada lingkungan, tone menjadi identik dengan atmosfer (Robert Stanton, 2007: 61 – 63).

e. Simbolisme

Gagasan dan emosi terkadang tampak nyata bagaikan fakta fisis padahal sejatinya kedua hal tersebut tidak dapat dilihat dan sulit dilukiskan. Salah satu cara untuk menampilkan kedua hal tersebut agar tampak nyata adalah melalui simbol. Simbol berwujud detail – detail konkret dan faktual dan memiliki kemampuan untuk memunculkan gagasan dan emosi dalm pikiran pembaca. Dengan ini, pengarang membuat maknanya jadi tampak. Simbol dapat berwujud apa saja, dari sebutir telur hingga latar cerita seperti satu objek, beberapa objek bertipe sama, substansi fisis, bentuk, gerakan, warna, suara, atau keharuman.

Dalam fiksi, simbolisme dapat memunculkan tiga efek yang masing – masing bergantung pada bagaimana simbol bersangkutan digunakan; (1)

Sebuah simbol yang muncul pada satu kejadian penting dalam cerita menunjukkan makna peristiwa tersebut (2) Satu simbol yang ditampilkan berulang – ulang mengingatkan kita akan beberapa elemen konstan dalam semesta cerita (3) sebuah simbol yang muncul pada konteks yang berbeda – beda akan membantu kita menentukan tema (Robert Stanton, 2007: 64 – 65).

b. Pendekatan Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif. Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai

(39)

sastra. Karya sastra yang berhasil atau sukses yaitu mampu merefleksikan jamannya (Suwardi Endraswara, 2003: 77). Pendekatan sosiologi sastra menganalisis manusia dalam masyarakat, dengan proses pemahaman mulai dari masyarakat ke individu (Nyoman Kutha Ratna, 2005: 59). Selanjutnya dikatakan oleh Yudiono (2003 : 30) bahwa sosiologi sastra merupakan suatu pendekatan yang memperhitungkan nilai penting hubungan antara sastra dan masyarakat. Sastra begitu dekat hubungannya dengan masyarakat, hal ini disebabkan karena :

a. Karya sastra dihasilkan oleh pengarang b. Pengarang itu sendiri anggota masyarakat

c. Pengarang memanfaatkan kekayaan yang ada dalam masyarakat d. Karya sastra itu dimanfaatkan kembali oleh masyarakat

Pengarang dengan masyarakat selalu berhubungan, karena pengarang juga merupakan anggota masyarakat. Sehingga wajar saja bila pengarang sebagai pencipta karya sastra menampilkan bentuk budaya pada jamannya, bahkan dia juga merekam gejolak sosial yang terjadi di dalam masyarakatnya. Menurut Nyoman Kutha Ratna (2005: 283 – 284), masyarakat sebagai masalah sosiologi sastra dapat digolongkan ke dalam tiga macam sebagai berikut :

1. Masyarakat yang merupakan latar belakang produksi karya sastra. 2. Masyarakat yang terkandung dalam karya sastra

3. Masyarakat yang merupakan latar belakang pembaca

Dalam pendekatan sosiologi sastra ada tiga komponen pokok menurut pendapat Warren dan Wellek ketiganya dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

(40)

1. Sosiologi pengarang, yang memasalahkan status sosial, ideology social dan lain – lain yang menyangkut pengarang sebagai penghasil sastra. 2. Sosiologi karya sastra, yang memasalahkan karya sastra itu sendiri,

yang menjadi pokok masalah adalah apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya.

3. Sosiologi pembaca, yang memasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya sastra (dalam Sapardi Djoko Darmono, 1979: 3)

Hubungan antara komponen di atas sangat erat, karena pengarang merupakan bagian dari masyarakat.

Sementara itu pengarang itu sendiri adalah anggota masyarakat sehingga tentunya ia memiliki hubungan dengan orang – orang lain di sekitarnya. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila terjadi interaksi antara pengarang dan masyarakatnya. Sebagai akibat lebih jauh adanya jalinan yang erat antara pengarang dan masyarakatnya, maka sering terjadi kegelisahan masyarakat menjadi kegelisahan para pengarang. Begitu pula harapan – harapan, penderitaan – penderitaan, aspirasi masyarakat, manjadi bagian pula dari pribadi pengarang. Secara umum, persoalan kehidupan menjadi obsesi para pengarang dan mereka akan memberikan respon evaluatif terhadap persoalan kehidupan itu serta menawarkan alternatif pemecahannya yang kesemuanya itu kan tercermin di dalam karya sastra yang mereka ciptakan. Sehubungan dengan ini, De Bonald menyatakan bahwa ’Literature is ekspression of society’ (Harry Levin dalam Elizabeth dan Tom Burns, 1973 : 56)

(41)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra menelaah dan menganalisis karya sastra yang dicipta pengarang dengan mengacu pada suatu tindakan masyarakat yang pernah direkamnya baik secara langsung maupun dalam pikirannya. Sosiologi sastra merupakan pendekatan terhadap sastra dengan mempertimbangkan segi – segi kemasyarakatan, mempunyai sikap yang luas, beragam yang menyangkut tentang pengarang, karyanya serta pembaca.

c. Sosok Wanita Jawa

Membahas sosok wanita tidak akan lepas dari posisinya kelak sebagai istri atau ibu. Wanita Jawa dikenal memiliki sifat yang sabar, sumarah, dan sumeleh. Wanita Jawa juga dikenal sebagai kanca wingking sekaligus garwa (belahan jiwa). Seorang wanita yang telah menikah akan tetap sabar, mengalah, dan diam dalam menghadapi suaminya. Ia memunculkan totalitas yang tinggi dalam pengabdiannya sebagai seorang istri dan ibu. Sifat feminimnya (sebagai wanita, istri, dan ibu) mampu memberikan pengaruh bagi keluarganya. Akan tetapi, dengan kehalusan sisi femininnya, ia dapat memberikan pengaruh yang tidak menekan namun tetap menimbulkan kepatuhan dari suami dan anaknya. Kekuatan dimunculkannya tidak dengan agresivitas atau secara keras (selain karena hal ini dianggap tidak baik dalam kultur Jawa), namun cukup dengan ketenangan dan kehalusan (sisi feminimnya) (Christina S. Handayani dan Ardhian Novianto, 2010 : http://www.a12ya.asia/review/kuasa-wanita-jawa ).

Sifat-sifat nrima, pasrah, sabar, halus, setia, bakti, masih merupakan ciri khas yang ideal mengenai wanita Jawa. Sifat-sifat seperti ini memang sering

(42)

tercermin dalam wanita Jawa pada umumnya. Namun demikian tetaplah merupakan sesuatu yang terbentuk karena lingkungan dan keadaan. Sifat nrima dan pasrah yang sering menjadi sesuatu yang khas dari wanita Jawa ini justru merupakan hal yang membuatnya mampu bertahan bila menghadapai kesulitan dalam hidupnya. Nrima dan pasrah bukan berarti tidak berusaha tetapi justru berusaha mengatasi kesulitan dan secara sadar mampu untuk menerima keadaan

dan pasrah pada nasibnya, bila suatu keadaan tidak dapat diubah lagi. ( http://sosbud.kompasiana.com)

Secara garis besar, wanita Jawa pada umumnya memiliki sifat dasar penurut, setia, lembut. Hal ini bisa dilihat dari bagaimana sikap mereka dalam menghargai laki-laki. Tidak banyak menuntut dan mematuhi suami. Kalaupun ada bentuk protes yang ingin disampaikan kepada suami, cenderung dengan cara yang lembut dan penuh kasih sayang. Sifat dasar berikutnya adalah hemat dan mau hidup susah. Hal ini bisa dilihat dalam kesederhanaan penampilan kesehariannya. Terutama wanita-wanita yang memang masih bertahan hidup di Jawa. Mereka tidak berlebihan dalam berpenampilan. Cenderung hemat dan mau diajak bersama-sama memulai kehidupan dari nol meskipun dengan susah payah. Dan sifat mendasar yang terakhir adalah tangguh, pekerja keras dan pantang menyerah. Bukan pemandangan aneh, saat berada pada daerah pedesaan, dapat di temui wanita-wanita jawa bekerja di sawah atau bahkan di sektor industri kecil guna menopang ekonomi rumah tangganya. Sebenarnya bukan tanpa alasan, ketika seorang anak perempuan diharapkan mewarisi sifat-sifat seperti tersebut di atas. Karena bagi masyarakat Jawa sendiri, untuk bisa berhasil menjadi wanita yang

(43)

ideal, yang akan membawanya berhasil dalam menjalankan segala perannya, maka wanita Jawa harus memenuhi watak-watak yang bisa mendukungnya mencapai sebuah keberhasilan (Yuliarso, 2010 : http://yuliarso.multiply.com).

Adalah suatu kenyataan bahwa sesungguhnya perempuan lebih tahan menderita dibandingkan dengan laki-laki. Bagaimana tidak, mulai usia belasan tahun seorang anak perempuan sudah harus menjalani rasa sakit bulanan (haid/menstruasi). Masih ditambah lagi harus membantu pekerjaan rumah tangga dan momong adik. Sementara itu, anak laki-laki sebayanya masih dibebaskan bermain ke sana ke mari. Sosialisasi dan enkulturasi semacam inilah yang mengkondisikan wanita tampil sebagai sosok yang tahan menderita, suka bekerja keras (punya etos kerja tinggi), dan bersifat conform terhadap lingkungannya. Bahkan ada satu versi yang membuktikan bahwa pada umumnya usia janda jauh lebih panjang dari seorang duda.

Kenyataan lain, wanita Jawa dengan berbagai latar belakang pendidikan atau pada berbagai taraf modernisasi ternyata dapat pasrah tatkala ia menghadapi banyak kesulitan dalam kehidupannya. Hal ini tidak berarti bahwa ia tak berusaha mengatasi kesulitan tersebut. Dengan segala kemampuannya, wanita Jawa mencoba mengatasinya. Namun, ia secara sadar juga mampu menerima keadaannya, dan pasrah terhadap nasibnya jika kondisinya memang tidak dapat diubah lagi. Justru kemampuan dirinya sehingga ia tetap dapat mempertahakan keseimbangan dirinya dan berfungsi sebagaimana diharapkan oleh lingkungannya (Ambar Adrianto, 2010 : http://uun-halimah.blogspot.com).

(44)

Jadi pada intinya sifat khas wanita Jawa masa kini menunjukkan adanya kombinasi antara sifat-sifat wanita Jawa tempo dulu dan sifat-sifat lain yang berhubungan dengan pengalaman-pengalaman pendidikan dan tersedianya berbagai kesempatan baginya dalam masyarakat sekarang ini. Artinya, ia tidak hanya setia, bakti/bekti, sabar, tetapi juga cerdas dan kritis, berinisiatif, dan kreatif. Selain memiliki aspirasi bagi dirinya sendiri, ia masih cenderung untuk bersikap conform terhadap harapan-harapan orang lain. Sementara dalam menghadapi situasi konflik yang menyangkut hubungannya dengan orang lain, khususnya dengan siapa ia mempunyai ikatan efeksional, wanita Jawa cenderung untuk bersikap mengalah demi memelihara hubungan yang harmonis dengan orang-orang yang bersangkutan.

Sifat dan sikap tersebut merupakan pula kekuatannya karena wanita Jawa dengan demikian mempunyai kesediaan yang besar untuk menyesuaikan dan menerima berbagai kejadian yang kurang menguntungkan dalam kehidupannya. Adapun munculnya sikap pasrah di sini bukan berarti secara pasif menerima nasibnya. Beberapa sifat lain yang telah dikembangkan berkat pendidikan dan pengalamannya, seperti cerdas, berinisiatif, berani bertanggung jawab, jelas memberi kualitas lain pada arti pasrah tersebut.

Bagi wanita Jawa masa kini, pasrah berarti memilih dengan sadar untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang harus ia hadapi dengan tetap berusaha untuk memperbaiki keadaan seoptimal mungkin. Oleh sebab pasrah atau menyesuaikan diri di sini adalah pilihan yang telah dipertimbangkannya secara matang maka mungkin justeru di sinilah letak kunci dari keseimbangan diri wanita

(45)

Jawa. Artinya, dalam menghadapi berbagai situasi yang penuh konflik baginya, ia masih dapat berfungsi dan menampilkan diri secara baik, sesuai dengan harapan lingkungannya.

Pelan tapi pasti, seiring dengan perjalanan waktu, di tahun-tahun mendatang, gambaran stereotip wanita Jawa tampaknya makin menjadi tidak relevan lagi. Kontribusi pendidikan yang kian terbuka bagi wanita Jawa jelas berdampak pada proses perubahan tersebut. Adapun bagaimana ia akan berubah pasti ditentukan oleh kaum wanita Jawa sendiri maupun oleh perkembangan lingkungan sosial kita. Perubahan yang mulai sekarang sudah dapat diamati berhubungan dengan perilaku wanita Jawa yang ingin mengisi peran ganda (atas pilihan sendiri ataupun terpaksa) fenomenanya makin bertambah banyak.

(46)

commit to user

26

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Bentuk Penelitian

Penelitian ini merupakan bentuk penelitian sastra. Penelitian sastra adalah usaha pencarian pengetahuan dan pemberian makna dengan hati – hati dan kritis secara terus – menerus terhadap masalah sastra. Dalam pengertian ini, penelitian sastra merupakan disiplin ilmu yang mempunyai objek yang jelas, mempunyai pendekatan – pendekatan dan metode yang jelas. Penelitian sastra mengandalkan ketelitian, ketepatan, dan kepercayaan data, serta mengikuti metode kerja ilmiah. Sebagai suatu kegiatan ilmiah, penelitian harus dilakukan dengan dukungan teori dan prinsip keilmuan secara lebih mendalam (Atar Semi, 1993 : 18 – 19).

Dengan mempertimbangkan karya sastra merupakan bagian integral kebudayaan, penerapan teori dilakukan melalui dua tahapan, pertama, teori dalam kaitannya dengan sastra sebagai produk sosial tertentu (analisis ekstrinsik), kedua teori dalam kaitannya dengan karya sastra sebagai hakikat imajinasi dan kreativitas (analisis intrinsik) (Nyoman Kutha Ratna, 2009 : 11). Penelitian sastra yang dilakukan ini diharapkan dapat membantu memperoleh informasi yang akurat dalam penelitian terhadap cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara.

B. Sumber Data dan Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer, yaitu

(47)

teks cerbung berbahasa Jawa karya Wasi Jaladara yang berjudul Kembang Tayub. Cerbung ini dimuat dalam majalah Genta no 73 April 2007 sampai dengan no 88 Desember 2007 yang terdiri dari 15 episode. Sumber data sekunder yaitu informan yang dalam hal ini Daniel Tito (Wasi Jaladara) selaku pengarang cerbung Kembang Tayub serta keadaan sosial budaya dan perempuan Jawa yang didapat dari banyak buku dan web.

Data yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya data primer yang merupakan data pokok, dalam penelitian ini berupa teks cerbung yang dibangun oleh unsur – unsur instrinsik dalam karya sastra seperti unsur fakta – fakta cerita: alur, karakter, latar, tema, sarana – sarana sastra; judul, ironi, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme. Sedangkan data sekunder yang merupakan data pendukung terdiri dari hasil wawancara dengan pengarang yakni Bapak Daniel Tito (Wasi Jaladara), serta hasil informasi dan situasi sosial yang terdapat dalam cerbung Kembang Tayub terutama kehidupan perempuan Jawa khususnya ledhek dan stratifikasi sosial dalam kehidupan sosial yang terdapat dalam cerbung ini yang dapat digunakan sebagai pelengkap dan penunjang penelitian.

C. Teknik Pengumpulan Data

1. Teknik Content Analysis atau Analisis Isi

Teknik analisis isi juga disebut kajian isi. Krippendorff mendefinisikan kajian isi yaitu teknik penelitian yang dimanfaatkan untuk menarik kesimpulan yang replikatif dan sahih dari data atas dasar konteksnya. Sedangkan menurut Holsti menyatakan bahwa kajian isi adalah apapun yang digunakan untuk menarik

(48)

kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan dan dilakukan secara objektif dan sistematis (dalam Lexy J. Moleong, 2007 : 220). Data tersebut adalah cerbung Kembang Tayub karya Wasi Jaladara, teknik ini cara kerjanya yaitu dengan cara menemukan unsur – unsur struktur cerbung Kembang Tayub. Teori yang digunakan dalam penulisan ini adalah teori struktural. Teori struktural berusaha untuk memilah-milah dengnn baik unsur-unsur pembentuk suatu karya sastra yang dalam hal ini karya sastra berbentuk prosa. Teeuw, (1984: 135) menyatakan. Analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secara cermat, semendetail dan mendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua analisis aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh.

2. Teknik Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut (Lexy J. Moleong, 2007 : 186). Dalam penelitian ini wawancara dilakukan kepada pengarang yakni Bapak Daniel Tito sebagai pengarang cerbung Kembang Tayub. Wawancara dengan pengarang digunakan untuk mengetahui daftar riwayat hidup pengarang, hasil karyanya dan keterangan – keterangan lain yang mendukung penelitian.Wawancara yang digunakan bukanlah wawancara yang terstruktur melainkan wawancara yang longgar, namun tetap terfokus pada permasalahan penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Disinfeksi kimia mempunyai aspek positif dan negatif, antara lain : mudah dan aman untuk digunakan (dengan dosis yang sesuai), ada efek sisa dalam proses disinfeksi, yang

bisa digunakan dengan baik oleh para penumpang. Pelayanan yang harus dipertahankan oleh manajemen Litha & Co adalah :.. 1) Jumlah armada yang tersedia saat ini sudah

In conclusion, the present study has demonstrated that the use of grass clover-pellets and whole plant maize-pellets, along with concentrate and about 10% unchopped grass hay, based

Pengaruh motivasi kerja, kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap kepuasan kerja karyawan serta dampaknya pada kinerja perusahaan (Studi kasus pada PT. Pei Hai

Penanggungjawab keuangan di pusat belajar disini bertanggungjawab melaksanakan pembiayaan pembelajaran di pusat belajar. Penanggung Jawab Keuangan PB pada Guru

Peraturan Menteri yang berkaitan dengan penguatan SINas yang ditetapkan dalam kurun waktu 2010-2014, antara lain Peraturan Menteri Negara Riset dan Teknologi Nomor 1 Tahun

Hal ini dapat diasumsikan bahwa apabila intensi suporter Persebaya tinggi untuk melakukan agresi maka suporter tersebut mempunyai sikap yang mendukung terhadap

 Kriteria hasil: mendemonstrasikan batuk efektif, dan suara nafas bersih, tidak ada sianosis dan dispnea, menunjukan jalan nafas yang paten..