• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEUNTUNGAN INVESTASI PADA BERBAGAI TINGKAT PENDIDIKAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEUNTUNGAN INVESTASI PADA BERBAGAI TINGKAT PENDIDIKAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Pendidikan mempunyai peranan penting dalam peningkatan sumber daya manusia. Pendidikan mempengaruhi secara penuh pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Hal ini bukan karena pendidikan akan berpengaruh terhadap produktivitas, tetapi juga akan berpengaruh terhadap fertilitas masyarakat (Dody, 2004; Nanang, 2002). Sejalan dengan hal tersebut Mulyani (1993) jauh sebelumnya telah mengemukakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan semakin tinggi kemampuan dalam pengetahuan dan keterampilannya sehingga akan semakin produktif, dan oleh sebab itu akan menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi sebagai imbalan kenaikan produktifitas itu. Lebih lanjut Mulyani menyatakan bahwa secara agregat, maka pendidikan itu akan meningkatkan

pembangunan ekonomi melalui peningkatan produktifitas tenaga kerjanya. Oleh karena itu manfaat ekonomik dari pendidikan ini tidak hanya berguna bagi pribadi, tetapi juga bagi masyarakat.

Pendidikan menjadikan sumber daya manusia lebih cepat mengerti dan siap dalam menghadapi perubahan di lingkungan kerja. Oleh karena itu, tidaklah heran apabila negara yang memiliki penduduk dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi yang cepat. Bagi masyarakat secara umum, pendidikan bermanfaat untuk teknologi demi kemajuan di bidang sosial dan ekonomi, karena manfaatnya yang luas dan dapat meresap ke berbagai bidang, maka pembangunan pendidikan seyogyanya harus menjadi perhatian utama bagi semua

KEUNTUNGAN INVESTASI PADA BERBAGAI TINGKAT PENDIDIKAN

DI PROVINSI SULAWESI SELATAN

Abdul Muis Mappalotteng

Dosen Jurusan Pendidikan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universutas Negeri Makassar e-mail:

Abstrak

Pendidikan mempunyai peranan penting dalam peningkatan sumber daya manusia. Pendidikan menjadikan sumber daya manusia lebih cepat mengerti dan siap dalam menghadapi perubahan di lingkungan kerja. Biaya pendidikan merupakan salah satu komponen masukan instrumental (instrumental input) yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis keuntungan berbagai jenjang pendidikan di PROVINSI Sulawesi Selatan, baik keuntungan pribadi (private), maupun keuntungan sosial. Pembahasan konsepsi dasar investasi di sektor pendidikan dengan mengutip beberapa pendekatan-pendekatan yang ada merupakan metode yang dilakukan dalam pembahasan keuntungan investasi pada berbagai tingkat pendidikan tersebut. Investasi pendidikan di PROVINSI Sulawesi Selatan memberikan keuntungan yang berlipat ganda. Walaupun demikian rate of return di tingkat sekolah menengah lebih tinggi dibandingkan dengan rate of return di pendidikan tinggi, Hal ini terjadi karena rendahnya biaya yang dibutuhkan di pendidikan menengah tersebut.Investasi dalam bidang pendidikan di PROVINSI Sulawesi Selatan merupakan investasi yang sangat menguntungkan, namun tidak dapat diperoleh kembalian dalam jangka waktu yang cepat.

(2)

kehidupan bangsa.

Jika kita menempatkan posisi pendidikan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dalam konteks masyarakat madani, diperlukan keberanian investasi yang besar untuk memperkuat sistem pendidikan nasional. Biaya pendidikan sebagai investasi merupakan komponen penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Dapat dikatakan bahwa proses pendidikan tidak dapat berjalan tanpa dukungan biaya. Biaya pendidikan merupakan salah satu komponen masukan instrumental (instrumental input) yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Dalam setiap upaya pencapaian tujuan pendidikan, baik tujuan-tujuan yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif, biaya pendidikan memiliki peranan yang sangat menentukan. Hampir tidak ada upaya pendidikan yang dapat mengabaikan peranan biaya, sehingga dapat dikatakan bahwa tanpa biaya, proses pendidikan (di sekolah) tidak akan berjalan.

Pemerintah telah menetapkan pengalokasian dana pendidikan seperti yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 49 ayat (1) bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), namun implementasinya harus diakui masih belum dapat diwujudkan secara optimal karena tekanan persoalan-persoalan lain yang lebih mendesak. (UU Sisdiknas, 2003).

Selanjutnya lulusan sekolah di PROVINSI Sulawesi Selatan tahun 2000 lulusan SD 138212 dan tahun 2001 sebesar 145481, lulusan SLTA tahun 2000 sebanyak 52380 dan tahun 2001 sebanyak 54169 orang. Banyaknya SD tahun 2001 sebesar 7309 menurun dari tahun sebelumnya sebesar 7432, SLTP sebesar 929 pada tahun 2001 dan SLT 537 pada tahun yang sama (BPS, 2002). Banyaknya sekolah tersebut bukan hanya sebagai perwujudan kewajiban negara atas rakyatnya, tetapi juga berdasarkan bahwa

pendidikan diakui sebagai suatu investasi sumberdaya manusia. Pendidikan memberikan sumbangan terhadap pembangunan sosial ekonomi melalui cara-cara meningkatkan pengetahuan, keterampilan, kecakapan, sikap, dan produktivitas.

Artikel ini bertujuan untuk menganalisis keuntungan pendidikan di berbagai jenjang di PROVINSI Sulawesi Selatan, baik keuntungan pribadi (private), maupun keuntungan sosial. Selanjutnya ditampilkan pula grafik umur-penghasilan, grafik tingkat pendidikan-penghasilan berdasarkan jenis kelamin dan pedesaan-perkotaan. Namun sebelum melakukan analisis terhadap berbagai tingkat pendidikan di Sulawesi Selatan, terlebih dahulu akan dibahas konsepsi dasar investasi di sektor pendidikan dengan mengutip beberapa pendekatan-pendekatan yang ada.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Konsep Dasar

Biaya-biaya dan keuntungan-keuntungan investasi pendidikan dapat dinalisis dengan cara yang sama seperti menghitung jenis sektor yang lain. Didalam pendidikan, satu rangkaian pembelajaan terjadi selama konstruksi sekolah dan selama siswa dalam sekolah, dan keuntungan diharapkan untuk mengakui kehidupan lulusan.

Selanjutnya setiap usaha pendidikan membutuhkan berbagai macam input sumber daya (resource) baik berupa uang, tenaga manusia, waktu, maupun kesempatan. Apabila kita akan menghitung biaya pendidikan yang berupa uang saja tetapi juga komponen sumber daya yang lain, sebab pada hakekatnya tidak ada satu sumberdayapun yang dapat diperoleh secara cuma-cuma (Mulyani, 1993).

Biaya dalam pendidikan meliputi biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung seperti telah disebutkan di atas adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pelaksanaan pengajaran dan kegiatan belajar siswa berupa pembelian

(3)

alat-alat pelajaran, sarana belajar, biaya transportasi, gaji guru, baik yang dikeluarkan pemerintah, orang tua, maupun siswa sendiri (Mulyani, 1993; Nanang, 2002). Sedangkan biaya tidak langsung berupa keuntungan yang hilang (earning foregone) dalam bentuk biaya kesempatan yang hilang (opportunity cost) yang dikorbankan oleh siswa selama belajar (Cohn, 1979; Homas Jone, 1985; Alan Thomas, 1976; Mulyani, 1993; Nanang, 2002)

Mengalokasikan dana masyarakat untuk investasi pendidikan ini juga merupakan cost lain bagi masyarakat, yaitu berupa kehilangan kesempatan untuk menginvestasikan dananya dibidang lain, misalnya untuk membuat sarana fisik yang bermanfaat bagi pembangunan, seperti bendungan, jalan raya, jaringan listrik, dan lain-lain. Dengan demikian, selain biaya langsung, upaya npendidikan ini juga telah menimbulkan terjadinya biaya tidak langsung, yang berupa “opportunity cost”. Dengan kata lain kalau kita telah terlalu banyak menginvestasikan dana masyarakat ini di bidang pendidikan, berarti kita juga telah kehilangan terlalu banyak kesempatan untuk menginvestasikan dana masyarakat untuk pembangnan sector lain.

Opportunity cost ini hanya akan

bermanfaat bagi masyarakat apabila investasi yang ditanamkan melalui pendidikan ini dapat menghasilkan benefits yang lebih besar daripada kalau diinvestasikan di bidang lain.

Jenis opportunity costs yang kedua adalah dalam bentuk tenaga. Seorang siswa yang sedang menuntut ilmu dibangku sekolah tidak hanya kehilangan dana untuk membayar SPP, tetapi ia juga kehilangan kesempatan untuk memperoleh penghasilan melalui kerja yang produktif. Semakin lama orang berada di bangku sekolah semakin banyak opportunity cost yang dipikulnya sebagai akibat kehilangan kesempatan untuk bekerja secara produktif. Pendapatan tiap-tiap individu melalui kerja produktif ini secara agregat akan menjadi pendapatan masyarakat secara keseluruhan.

Bahasan selanjutnya dipusatkan pada tingkat pengembalian (rate of return)

investasi dalam pendidikan dibandingkan dengan sektor lain. Rate of return internal dari suatu proyek pendidikan dapat diperkirakan baik dari pribadi/perorangan maupun dari pandangan sosial. Rate of return pribadi digunakan untuk menjelaskan permintaan pendidikan, dapat juga digunakan untuk menilai pengurangan efek pembelajaan pendidikan public/pemerintah, atau timbulnya dari keuntungan-keuntungan pembelanjaan seperti itu. Rate of return sosial menekan biaya-biaya dan manfaat dari investasi bidang pendidikan dari pandangan negara, yaitu: meliputi biaya sumberdaya dari pendidikan, dibanding hanya porsi yang dibayar oleh penerima pendidikan.

2. Rate of return pribadi

Biaya-biaya yang terjadi oleh individu adalah foregone earningnya (dalam Mulyani (1993) disebut opportunity costs, dan dalam Nanang (2002), diistilahkan income foregone) selama belajar, ditambah pembayaran pendidikan selama dia sekolah. Ini terjadi baik di SD jika dibandingkan dengan SLTP, SLTP jika dibandingkan dengan SLTA, dan SLTA jika dibandingkan dengan Perguruan tinggi.

Dalam pembahasan apakah rate of

return pribadi dari sekolah dasar, SLTP,

SLTA atau perguruan tinggi melebihi keuntungan pada investasi lainnya, untuk itu harus dibuat sebuah perbedaan antara lulusan SD dan yang tidak sekolah, lulusan SLTP dan SD, lulusan SLTA dan SLTP, lulusan perguruan tinggi dan lulusan SMA.

Selanjutnya lama pendidikan di SD dihitung 3 tahun, dengan asumsi 3 tahun pertama belum dapat dikategorikan usia bekerja. Untuk SLTP 3 tahun, SLTA 3 tahun dan Pendidikan di perguruan tinggi dihitung rata-rata 5 tahun. Dengan demikian akan diperoleh grafik umur-penghasilan seperti ditunjukkan dalam Gambar 1.

Seperti tampak pada gambar 1 di atas, pertambahan manfaat pribadi dari hasil pendidikan (setelah pajak) berada di atas kelompok yang memperoleh pendidikan lebih kecil. Dalam hal ini pada umumnya mengacu pada tingkatan pendidikan yang

(4)

terdekat, lebih besar atau lebih kecil.

Catatan: Dalam beberapa literatur untuk SD dihitung hanya 3 tahun efektif (3 tahun pertama dianggap belum dapat bekerja)

Gambar 1. Profil umur-penghasilan berdasarkan tingkat pendidikan yang ada di

Indonesia

Dari persamaan cost benefit dasar dapat dimodifikasi untuk masalah sfesifik investasi pendidikan pada berbagai tingkat pendidikan di Indonesia sebagai berikut:

NPV Perguruan tinggi :

t t pt slta t t t slta pt

r

C

W

r

W

W

 

1

)

1

(

5 1 42 1 … 1 NPV SLTA : :

t t slta sltp t t t sltp slta

r

C

W

r

W

W

 

1

)

1

(

3 1 45 1 … 2 NPV SLTP :

t t sltp sd t t t sd sltp

r

C

W

r

W

W

 

1

)

1

(

3 1 48 1 …. 3 NPV SD :



t t ts ts t t t ts sd

r

C

W

r

W

W

 

1

)

1

(

3 1 51 1 ……. 4 Dimana:

Wpt : adalah rata-rata penghasilan dari

seseorang berpendidikan Universitas Wslta : adalah rata-rata penghasilan dari

seseorang berpendidikan SLTA Wsltp : adalah rata-rata penghasilan dari

seseorang berpendidikan Universitas Wsd : adalah rata-rata penghasilan dari

seseorang berpendidikan SLTA Wts : adalah rata-rata penghasilan dari

seseorang berpendidikan SLTA C : adalah biaya tahunan dengan

subsribt: perguruan tinggi (pt), SLTA (slta), SLTP (sltp), SD (sd), dan tidak sekolah (ts).

3. Rate of return sosial

Keuntungan ekonomi sosial dari pendidikan, keuntungan kepada masyarakat (kebalikan dari individu), dapat membedakannya dari keuntungan pribadi karena adanya perbedaan antara harga dan keuntungan sosial dan pribadi. Para ahli ekonomi (dan ahli lainnya) umumnya telah sedikit berhasil memperkirakan harta benda sosial dari investasi yang berbeda-beda, dan sayangnya, pendidikan tidak terkecuali. Namun, seseorang mampu mengembangkan beberapa batasan, baik lebih rendah maupun lebih tinggi, yang secara efektif mengesampingkan beberapa dari pernyataan-pernyataan yang lebih aneh tentang harta benda dan pendidikan.

Harga total sosial dan pribadi merupakan penjumlahan dari harga langsung dan tidak langsung. Harga langsung jelas lebih besar untuk masyarakat dibandingkan untuk pelajar karena beberapa pengeluaran pelajar dibayarkan dari subsidi umum dan pribadi. (Gary S. Becker, 1993).

Perbedaan perhitungan yang utama antara rate of return pribadi dan rate of return sosial adalah bahwa perhitungan rate of

return sosial, biaya-biaya termasuk

pembiayaan negara dan masyarakat pada pengeluaran pendidikan. Karenanya dalam contoh di atas, C akan meliputi sewa bangunan, gaji guru, dan lain-lain. Penghasilan kotor (sebelum pajak dan pengurangan lainnya) harus digunakan dalam perhitungan rate of return sosial, dan

Earning Direct Costs 3 3 3 5 42 lama (tahun) PT SLTA SD TS 0 9 12 15 18 23 65 Age SLTP

(5)

penghasilan seperti itu perlu juga meliputi pendapatan setimpal dimana informasi tersedia.

Suatu asumsi kunci dalam perhitungan

rate of return sosial adalah diamati

gaji-gajinya yang baik untuk produk marjinal dari tenaga kerja terutama dalam suatu ekonomi kompetitif yang menggunakan data dari sektor ekonomi swasta. Taraf gaji layanan sipil tidak relevan untruk suatu tingkat rate of return sosial, walaupun itu digunakan dalam perhitungan rate of return pribadi.

4. Metode jalan pintas

Metode ini sangat mudah digunakan untuk memperkirakan return pendidikan. Dengan kurva profil umur – penghasilan, seseorang dapat mendekati kurva datar. Dalam kasus yang demikian, rate of return pribadi didasarkan pada persamaan (untuk SD, asumsinya tetap menggunakan 3 tahun, dengan pemikiran 3 tahun pertama belum dapat bekerja).

Rate of return metode jalan pintas untuk

pendidikan tinggi:

sltas

slta pt W W W r 5   …… 5

Rate of return metode jalan pintas untuk

SLTA:

sltp

sltp slta W W W r 3   .…… 6

Rate of return metode jalan pintas untuk

SLTP:

sd

sd sltp W W W r 3   …... 7

Rate of return metode jalan pintas untuk SD

ts

ts sd W W W r 3   ….…… 8

Selanjutnya untuk rate of return sosial setiap

tingkat pendidikan: Rate of return metode jalan pintas untuk pendidikan tinggi:

sltas pt

slta pt C W W W r    5 ……. 9 Rate of return metode jalan pintas untuk SLTA:

sltp slta

sltp slta C W W W r    3 ……. 10 Rate of return metode jalan pintas untuk SLTP:

W C sltp

W W r sd sd sltp    3 ……. 11 Rate of return metode jalan pintas untuk SD

ts sd

ts sd C W W W r    3 ……. 12

Gambar 2. Profil tetap (datar)

Walaupun metode ini sangat mudah digunakan, namun relatif lebih memiliki kekurangan dibandingkan dengan metode-metode yang telah diuraikan terdahulu. Kelemahan dari metode ini berada dalam gambaran umur – penghasilan yang cekung, dan proses pemotongannya (walaupun dalam penafsiran rate of return adalah benar) sangat sensitive terhadap waktu nilai-nilai

Earning Direct Costs 0 9 12 15 18 23 65 Age 3 3 3 5 42 lama (tahun) PT SLTA SD TS

(6)

awal yang dimasukkan dalam perhitungan. (George Psacharopoulos, 1995).

Aplikasi empiris yang lebih luas menyangkut konsep-konsep di atas akan disajikan pada pembahasan berikutnya. Data-data yang dianalisis diambil dari data Badan Statistik Nasional, kantor wilayah provinsi Yogyakarta, mulai data tahun 1996 hingga data tahun 2003.

C. Data Empiris Pendapatan di Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan Tingkat Pendidikan.

1. Metodologi

Data analisis diperoleh dari BPS tahun 1996 –2003. Data tersebut merupakan rata-rata penghasilan tenaga kerja perbulan, yang terbagi atas tenaga kerja laki-laki, perempuan, pedesaan, perkotaan dan data total Sulawesi Selatan. Untuk memperoleh data penghasilan tahunan, maka data bulanan tersebut dikalikan 12 bulan

Selanjutnya cost pada level pendidikan mengambil data hasil penelitian Balitbang Depdiknas seperti yang dikutip oleh Suara Pembaruan Daily (2005) rata-rata biaya satuan biaya pendidikan yaitu biaya per siswa pertahun di sekolah/madrasah negeri, adalah SDN Rp. 1,864 juta, MI negeri 1,960 juta, SMP Negeri Rp. 2,771 juta, MTs Negeri Rp. 2,246 juta, SMA negeri Rp. 3,612 juta, MA Negeri Rp. 2,673 juta dan SMK negeri Rp. 4,737 juta. Informasi hasil penelitian tersebut dapat digeneralisasikan untuk Indonesia, maka diasumsikan biaya satuan pendidikan per siswa per tahun di Sulawesi Selatan sama dengan hasil penelitian tersebut. Penelitian tersebut merupakan penelitian tahun 2002/2003, oleh karena itu untuk memperoleh cost pada tahun-tahun sebelumnya dihitung dengan menggunakan persamaan Present Value (PV), dimana inflasi tiap tahun dipertimbangkan (data inflasi yang tersedia tahun 1996 hingga 2003, BPS). Asumsinya satuan biaya pendidikan tiap tahun tetap, hanya nilai uangnya berubah berdasarkan inflasi yang terjadi pada saat itu.

Atma Jaya (2005): biaya yang dikeluarkan oleh orang tua siswa (private

cost) berkisar antara 53,74% sampai 73,87% ,

dan pemerintah dan masyarakat 26,13% - 46,26%. Oleh karena itu biaya private cost dihitung dari rerata 53,7%-73,8% = 68,26% dari total cost (total satuan biaya pendidikan persiswa pertahun).

Demikian pula data penghasilan berdasarkan tingkat pendidikan yang diperoleh, hanya terdiri atas 8 tahun. Untuk memperoleh grafik umur-penghasilan, dibutuhkan data hingga umur 65 tahun. Karena penghasilan tiap tahun dianggap bertambah, maka untuk memprediksi penghasilan beberapa tahun kedepan digunakan time series dengan perhitungannya menggunakan analisis regresi sederhana untuk setiap pasangan tahun – tingkat pendidikan. Dengan Analisis regresi maka prediksi penghasilan tahun-tahun kedepan dapat ditemukan. Dalam perhitungan ini pula mempertimbangkan data inflasi (inflasi lokal Sulawesi Selatan) dari tahun 1996 hingga tahun 2003. Dengan data hasil olahan ini, maka persamaan NPV rumus 1 hingga 4 dapat digunakan. Demikian pula perhitungan Rate of Return dengan menggunakan metode jalan pintas, memanfaatkan data hasil olahan ini.

2. Deskripsi Hasil Analisis

Grafik penghasilan berdasarkan tingkat pendidikan yang ditinjau dari tenaga kerja laki-laki, perempuan, desa, kota dan Sulawesi Selatan ditanpilkan pada gambar 3 hingga gambar 7. Pada gambar 8 diberikan kurva lengkung berdasarkan data prediksi sampai dengan umur 65 tahun tenaga kerja berdasarkan tingkat pendidikan di Sulawesi Selatan. Sedangkan gambar 9 diberikan kurva datar umur-penghasilan yang dihitung dari rata-rata penghasilan yang diperoleh oleh tenaga kerja sampai dengan umur 65 tahun.

Berdasarkan gambar-gambar tersebut dapat dilihat kecenderungan penghasilan tenaga kerja berdasarkan tingkat pendidikannya. Dari sini dapat ditemukan bahwa menginvestasikan pada pendidikan yang lebih tinggi adalah lebih menguntungkan.

(7)

Penghasilan tenaga kerja laki-laki berdasarkan tingkat pendidikan di Sulawesi Selatan 0 5.000.000 10.000.000 15.000.000 20.000.000 25.000.000 30.000.000 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Tahun W (R p /t a h u n ) TS-pria SD-pria SMTP-pria SMTA-pria Diploma-pria Universitas-pria

Gambar 3. Grafik penghasilan tenaga kerja laki-laki di Sulawesi Selatan

Penghasilan pertahun tenaga kerja perempuan di Sulawesi Selatan

0 2.000.000 4.000.000 6.000.000 8.000.000 10.000.000 12.000.000 14.000.000 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Tahun W (R p /t a h u n ) TS-perempuan SD-perempuan SMTP-perempuan SMTA-perempuan Diploma-perempuan Universitas-perempuan

Gambar 4. Grafik penghasilan tenaga kerja perempuan di Sulawesi Selatan

Penghasilan tenaga kerja perkotaan berdasarkan tingkat pendidikan di Sulawesi Selatan

0 5.000.000 10.000.000 15.000.000 20.000.000 25.000.000 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Tahun W (R p /T a h u n ) TS-kota SD-kota SMTP-kota SMTA-kota Diploma-kota Universitas-kota

Gambar 5. Grafik penghasilan tenaga kerja di perkotaan di Sulawesi Selatan

Penghasilan tenaga kerja pedesaan berdasarkan tingkat pendidikan di Sulawesi Selatan

0 2.000.000 4.000.000 6.000.000 8.000.000 10.000.000 12.000.000 14.000.000 16.000.000 18.000.000 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Tahun W (R p /t a h u n ) Ts-desa SD-desa SMPT-desa SMTA-desa Diploma-desa Universitas-desa

Gambar 6. Grafik penghasilan tenaga kerja di pedesaan di Sulawesi Selatan

Penhasilan pertahun tenaga kerja di Sulawesi Selatan

0 2.000.000 4.000.000 6.000.000 8.000.000 10.000.000 12.000.000 14.000.000 16.000.000 18.000.000 20.000.000 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Tahun W (R p /t a h u n ) TS SD SMTP SMTA Diploma Universitas

Gambar 7. Grafik penghasilan tenaga kerja di Sulawesi Selatan

Tabel Profil Umur Penghasilan berdasarkan tingkat pendidikan di Propinsi Sulawesi Selatan

-20.000.000 40.000.000 60.000.000 80.000.000 100.000.000 120.000.000 912 14 1618 20 22 24 26 28 30 3234 36 38 4042 44 46 48 5052 54 5658 60 62 64 Umur W (R p /t a h u n ) TS SD SLTP SLTA Universitas

Gambar 8. Grafik umur - penghasilan berdasarkan tingkat pendidikan PROVINSI

(8)

Kurva datar umur-penghasilan berdasarkan tingkat pendidikan di Sul-Sel 0 10000000 20000000 30000000 40000000 50000000 60000000 9 1214 16 18 2022 24 26 2830 32 3436 38 40 42 4446 48 50 5254 56 5860 62 64 Umur (tahun) P e n g h a s il a n ( R p /t a h u n ) TS SD SLTP SLTA Universitas

Gambar 9. Grafik umur - penghasilan (kurva datar) berdasarkan tingkat pendidikan

PROVINSI Sulawesi Selatan

Telah ditetapkan pada uraian sebelumnya bahwa untuk sekolah dasar hanya menghitung foregone benefit hanya 3 tahun, baik untuk kembalian sosial maupun pada kembalian pribadi. Dalam perhitungan sosial, bagaimanapun, biaya langsung terjadi untuk 6 tahun (yaitu selama menempuh pendidikan di sekolah dasar).

Tabel 1. Rata-rata penghasilan dan biaya langsung berdasarkan tingkat pendidikan di

Sulawesi Selatan tahun 2003

No. Tingkat Pendidi-kan Rata-rata Penghasilan (Rp/tahun) Lama menempuh sekolah Biaya langsung tahunan per tahun sekolah (Rp) 1 TS 5.530.584 Tidak tersedia Tidak tersedia 2 SD 5.807.568 6 1.272.366 3 SLTP 6.952.278 3 1.891.485 4 SLTA 10.730.364 3 2.849.514 5 PT 18.706.224 5 15.000.000

Rata-rata penghasilan oleh tingkat pendidikan tanpa tergantung dari usia ditunjukkan dalam tabel 1. Tabel tersebut dirangkum dari data yang ada pada lampiran 1. Data yang ada pada lampiran 3.b., digunakan untuk menghitung NVP (menggunakan persamaan 1, 2, 3 dan 4) seperti yang dirangkum pada tabel 2, dan memperkirakan rate of return sosial dan rate of

return perorangan pada tingkat pendidikan

yang berbeda (dengan metode Full

Discounting Method) . Hasil perhitungannya

ditunjukkan pada tabel 3 di bawah ini. Perhitungan ini dilakukan dengan bantuan program Excel.

Tabel 2. NPV pendidikan di PROVINSI Sulawesi Selatan (Rp/perorang) No. Tingkat Pendidikan NPV Private NPV Sosial 1 SD 37.614.669 36.258.682 2 SLTP 80.515.043 78.419.298 3 SLTA 254.030.459 251.850.293 4 PT 271.491.350 258.000.961 Tabel 3. Kembalian pendidikan di provinsi

Sulawesi Selatan

Full Discounting Method (persen)

No. Tingkat Pendidikan Private returns Sosial Return 1 Sekolah dasar 14,32 9,67 2 SLTP 20,05 13,41 3 SLTA 35,90 27,63 4 PT 6,18 4,91

Pada tabel 4 diberikan suatu hasil perhitungan perkiraan dengan metode jalan pintas (Short-cut methode) dengan menggunakan persamaan 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, dan persamaan 12 .

Tabel 4. Estimasi Jalan pintas (short-cut) dari kembalian pendidikan di Sulawesi Selatan

(persen) No. Tingkat Pendidikan Private returns Sosial Return 1 Sekolah dasar 11,81 4,12 2 SLTP 17,86 7,00 3 SLTA 36,09 16,09 4 PT 15,65 13,42

Hasil perhitungan rate of return menunjukkan kembalian pendidikan di Sulawesi Selatan yang paling besar adalah pada Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Sedangkan NPV terbesar adalah alumni tingkat pendidikan perguruan tinggi. Hal ini tak jauh berbeda dengan hasil analisis yang

(9)

dilakukan di Negara-negara lain seperti di Panama Rate of return tertinggi adalah pada tingkat higher education sebesar 13,5% (Herrera, 2000: 12), di Venezuela primary education sebesar 29,4%, Secondary 10,6% dan university 13,5% (psacharopoulos, 1995), di Guetemala 31,0% untuk Primary Education, dan 15,0% untuk Secondary, dibanding dengan university yang hanya 14,7%.

SIMPULAN DAN SARAN

Investasi pendidikan merupakan sesuatu hal yang sangat dibutuhkan dalam rangka peningkatan sumber daya manusia. Investasi dalam pendidikan ini dalam kacamata ekonomi, dapat meningkatkan perekonomian suatu bangsa. Nilai modal manusia (human capital) suatu bangsa tidak hanya ditentukan oleh jumlah penduduk atau tenag kerja kasar, tetapi sangat ditentukan oleh tenaga kerja intelektual, yang lebih dominan diperoleh dari dunia pendidikan.

Untuk melihat keuntungan investasi pendidikan dapat dihitung dengan beberapa pendekatan dengan mempertimbangkan rate

of return pribadi dan rate of return sosialnya.

Beberapa metode yang dapat dilakukan untuk perhitungan keuntungan tersebut antara lain the short cut method, the reverse cost

benefit method, dan the earning function method.

Dalam studi ini menggunakan full discounting method dan the short cut method.

Investasi pendidikan di PROVINSI Sulawesi Selatan memberikan keuntungan yang berlipat ganda. Walaupun demikian

rate of return di tingkat sekolah menengah

lebih tinggi dibandingkan dengan rate of

return di pendidikan tinggi, Hal ini terjadi

karena rendahnya biaya yang dibutuhkan di pendidikan menengah tersebut.

Berdasarkan pembahasan tersebut di atas, investasi dalam bidang pendidikan di provinsi Sulawesi Selatan merupakan investasi yang sangat menguntungkan, namun tidak dapat diperoleh kembalian dalam jangka waktu yang cepat. Karena

investasi dalam pendidikan merupakan investasi jangka panjang.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Determining return on investment

training/education.

Atma Jaya. (2005). Biaya pendidiklan lebih

banyak ditanggung orang tua siswa.

Down load internet.

www.atmajaya.ac.id.

BPS. (1996). Keadaan pekerja/buruh/karyawan di

Indonesia tahun 1996. Jakarta: Bada

Pusat Statistik.

BPS. (1997). Keadaan pekerja/buruh/karyawan di

Indonesia tahun 1997. Jakarta: Bada

Pusat Statistik.

BPS. (1998). Keadaan pekerja/buruh/karyawan di

Indonesia tahun 1998. Jakarta: Bada

Pusat Statistik.

BPS. (1999). Keadaan pekerja/buruh/karyawan di

Indonesia tahun 1999. Jakarta: Bada

Pusat Statistik.

BPS. (2000). Keadaan pekerja/buruh/karyawan di

Indonesia tahun 2000. Jakarta: Bada

Pusat Statistik.

BPS. (2001). Keadaan pekerja/buruh/karyawan di

Indonesia tahun 2001 Jakarta: Bada Pusat

Statistik.

BPS. (2002). Keadaan pekerja/buruh/karyawan di

Indonesia tahun 2002. Jakarta: Bada

Pusat Statistik.

BPS. (2003). Keadaan pekerja/buruh/karyawan di

Indonesia tahun 2003. Jakarta: Bada

Pusat Statistik.

BPS. (2002). Laporan perekonomian Indonesia. Jakarta: Bada Pusat Statistik.

BPS. (2002). Pendapatan nasional Indonesia

tahun 1998 – 200. Jakarta: Bada Pusat

Statistik.

BPS. (2002). Sulawesi selatan dalam angka. Jakarta: Bada Pusat Statistik.

BPS, Bappenas, UNDP. (2004). Indonesia

human development report 2004. the economic of democracy: financing human

development in Indonesia. Jakarta: BPS

Bappenas UNDP.

Chad Bolen. (2003). Educational Investment

Fund Texax Christian university. William

(10)

10 Mei 2005. www.eif.tcu.edu/reports/FTI.pdf Dedi Supriadi. (2003). Satuan Biaya

Pendidikan dasar dan menengah: rujukan bagi penetapan kebijakan pembiayaan pendidikan pada era otonomi dan manajemen berbasis sekolah. Bandung: Rosda Karya.

Dody Heriawan Priatmoko. (2005). Reformasi pendidikan Indonesia: Suatu solusi

keluar dari krisis.

http://www.edents.bravepages.com/e

dents %20 online%

20baru/laput%20dody.htm

Gary S. Becker. (1993). Human capital: a

theoretical and empirical analysis, with special reference to education. 3ed.

Chicago: The University of Chicago Press.

George Psacharopoulus,. (1995). The

profitability of investment in

education:concepts and methods.

www.worldbank.org/html/extdr/hnp / hddflash/workp/wp_00063.html. akses tanggal 10 Mei 2005.

Herrera B, Victor Hugo & Madrid Aris, Manuel. (2000).Eraning profiles and

return to education in panama. Paper

prepared for presentation at LACEA Annual Meeting. Brazil: Catholic University of Rio de Janeiro.

John E. Roemer. (2002). The democratic

dynamics of education investment and

income distribution. Akses tanggal 10

Mei 2005.

www.nyu.edu/gsas/dept/politics/se minars/roemer.pdf

Madris Aris, Manuel. (2002). Investmen in

education and human capital creation in Cuba: where is the economic Variable. Prelimiery Draft. Paper prepared for presentation at twelfth annual meeting of the association for the study of the Cuban economy (ASCE), Coral Gables, Florida – August 1-3, 2002.

Manuel E. Madrid. (2002). Investment in education and human capital creation in Cuba: Where is the economic variable?. Paper for presentation at twelfth

annual meeting of the association for study

of the Cuban economy (ASCE), Coral

Gables, Florida, 1 – 3 August 2002.

Akses tanggal 10 Mei 2005. http://madrid-aris.com/

Publications/PapersPDF/Education-HCapital-Cuba-Chile.PDF.

Megumi Mochida. (2004). Educational loan and human capital accumulation in small open economy. Economic Bulletin. Akses tanggal 10 Mei 2005. http://www.economicsbulletin.com/2 004/volume6/EB-04F40005A pdf Mulyani A. Nurhadi. 1993. Efesiensi

Pendidikan. Diktat Kuliah Mata kuliah Administrasi Pembiayaan Pendidikan jurusan Administrasi Pendidikan FIP IKIP Yogyakarta.

Mulyani A. Nurhadi. (2001). Isu-isu pendidikan dewasa ini.

Mulyani A. Nurhadi. (2005). Hand out Perkuliahan ekonomi pendidikan dan ketenagakerjaan. Kuliah S3 PTK UNY Yogyakarta.

Mungin Eddy Wibowo. (2004). Pembiayaan Pendidikan. http://www. geocities. com/aplikombk/. Akses tanggal 10 Mei 2005.

Nanang Fattah. 2002. Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. Bandung: Rosda Karya.

Peter Orazem. (1997). Human capital investment and locally rational Child.

Economic Report No. 31. Department of

Economic IOWA State University. Ames, IA 50011-1070. Akses tanggal 10

Mei 2005.

www.econ.iastate.edu/tesfatsi/oghroot .pdf

Peter Orazem dan Leigh Tesfatson. (2004). Macrodynamic implication of income-transfer policies for human capital investment and scholl effort. Journal of

Economic Growth September 1997. Akses

tanggal 10 Mei 2005.

www.econ.iastate.edu/faculty/orazem /transfer_hk.pdf.

Stephen P. Coelen, Joseph B. Berger, Rebecca L. Forest. & Elaine Smith. (2002).

(11)

Shrewd Investment with significant

Returns.

Suara Pembaruan Daily. (2005) Kebutuhan riil

pendidikan nasional Rp. 71 triliun.

Download Internet.

Thomas Beier. (2004). Educational Investment

Fund Company Report. Take Two

Interactive Software Inc. Akses tanggal

10 Mei 2005.

www.eif.tcu.edu/reports/TTWO.pdf Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional

No. 20 tahun 2003 disertai penjelasannya. Yogyakarta: Absolut.

Gambar

Gambar 1. Profil umur-penghasilan  berdasarkan tingkat pendidikan yang ada di
Gambar 2. Profil tetap (datar)
Gambar 9. Grafik umur - penghasilan (kurva  datar) berdasarkan tingkat pendidikan

Referensi

Dokumen terkait

Pada umumnya sumber air yang digunakan pada sistem, ini adalah, air yang berasal dan pipa cabang sistem penyediaan air minum secara kolektif (dalam hal ini

SMALL CAP / 2 nd & 3 rd liner adalah saham saham yang dikategorikan yang mempunyai kapitalisasi yang kecil, cenderung mempunyai volatilitas yang tinggi dengan volume yang

Ekosistem mangrove merupakan tipe hutan tropika dan subtropika yang khas, tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut.. Mangrove

Mengkaji lebih jauh tentang fungsi keluarga ini dapat dikemukakan bahwa secara psikososiologis keluarga berfungsi sebagai pemberi rasa aman bagi anak dan anggota keluarga

2012 Kelurahan Kecandran Kelurahan Dukuh Kelurahan Mangunsari Kelurahan Kalicacing Utusan Kelurahan, PKK, lembaga Pendidikan, Lembaga Agama, Tokoh Masyarakat. 250 orang 2013

Pendapat Guru Penjas Sekolah Dasar Terhadap Persiapan Pembelajaran Sesuai dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Untuk mendapatkan hasil yang baik, sempurna serta yang lebih

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa gaya kepemimpinan mempunyai hubungan yang positif dengan kinerja pegawai di lingkungan pemerintah

AICS - Inventarisasi Bahan Kimia Australia; ASTM - Masyarakat Amerika untuk Pengujian Bahan; bw - Berat badan; CERCLA - Undang-Undang Tanggapan, Kompensasi, dan Tanggung Jawab